UJI PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT …
Transcript of UJI PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT …
i
UJI PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL
ASETAT DAUN MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI LUKA
EKSISI TIKUS PUTIH JANTAN SELAMA 10 HARI
SKRIPSI
Oleh :
RAMA FERISKA PUTRA
NIM : 1404116
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
PERINTIS PADANG
2020
ii
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rama Feriska Putra
NIM : 1404116
Judul Skripsi : Uji Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran (Phyllanthus Niruri L.) Terhadap Gambaran
Histopatologi Luka Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 10
Hari
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, terhindar dari
unsur plagiarisme, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah benar
adanya
2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut Sekolah Tinggi Farmasi
Indonesia Perintis Padang untuk dapat dimanfaatkan dalam kepentingan
akademis
Padang, 25 Februari 2020
Rama Feriska Putra
iii
Lembar Pengesahan Skripsi
Dengan ini dinyatakan bahwa :
Nama : Rama Feriska Putra
NIM : 1404116
Judul Skripsi : Uji Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran (Phyllanthus Niruri L.) Terhadap Gambaran
Histopatologi Luka Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 10
Hari
Telah diuji dan disetujui skripsinya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) melalui ujian sarjana yang diadakan pada tanggal
17 Februari 2020 berdasarkan ketentuan yang berlaku
Ketua Sidang
Dr. Eka Fitrianda, Apt
Pembimbing I Anggota Penguji I
Sanubari Rela Tobat, M. Farm, Apt Sandra Tri Juli Fendri, M. Si
Pembimbing II Anggota Penguji II
Irwandi, M. Farm, Apt Yahdian Rasyadi, M. Farm, Apt
Mengetahui :
Ketua Program Studi S1 Farmasi
Dr. Eka Fitrianda, Apt
iv
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh
(urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap
(Qs. Alam Nasyrah: 7,9)
Syukur alhamdulillah hamba ucapkan kepada Allah S.W.T yang selalu memberikan semua
kesempatan untuk menyelesaikan studi ini, meskipun banyak masalah dan hambatan engkau
masih memberikan izinmu bagi hamba untuk mendapatkan kebahagian ini...
APAAA...AMAAA...
Terimakasih untuk semuanya, nasehat, usaha, setiap tetes keringat, materi, semua Apa, Ama
berikan, hanya untuk melihat anak Apa, Ama bisa mendapatkan kesuksesan, takkan pernah
terbalaskan jasa Apa dan Ama...
Semua ini Rama persembahkan untuk Apa dan Ama, Rama sayang, Rama cinta Apa, Ama...
Dan untuk adik-adikku tersayang...
Para dan Nino, kalian mentari dalam hidup ini, kalian selalu membuat abang jengkel, tapi
itulah kesenangan abang memiliki kalian, semoga nanti adik-adikku akan menjadi orang yang
lebih hebat dari abangnya ini...
Tak luput untuk keluarga besar ku yang selalu ikut andil dalam menasehati dan membimbing
Rama selama ini,
Terima kasih atas segala kasih sayang serta dukungan yang kalian berikan kepada
Rama...kalian lah alasan Rama tetap berjuang dan melangkah dalam hidup ini...
Teruntuk semua dosen dan staf STIFI Perintis Padang,
terimakasih untuk mu yang sangat berarti semoga berguna dimasa depan. Untuk uni-uni dan
abang-abang analis (Ni Ima, Ni Diana, Ni Deni, Ni Mayang, Bg Rahmat, Bg Anto, Bg ryan,
Bg ilham), Teristimewa kepada ibu Sanubari Rela Tobat M. Farm, Apt dan bapak Irwandi
M.Farm, Apt sebagai pembimbingku serta ibu Mimi Aria, M.Farm, Apt sebagai pembimbing
akademik yang sudah sangat membantu, membimbing serta menasehatiku selama ini.
Untuk Sahabat dan Teman-temanku
Haii ARUS....kita selalu bersama sejak masih di bangku SAA, terimakasih kalian tetap setia
dan selalu mnyemangati yaaa..selalu rindu menghabiskan waktu bersama kalian...
Untuk teman seangkatan ku bp 14 yang paling amazing meskipun sudah menyebar kesana
kemari, tapi kalian selalu menjadi keluargaku, karna berkat kalian jugalah aku bisa
menemukan jalan keluar atas sesmua masalah yang aku temui selama masa perkulian
ini..semoga masing-masing dari kita dapat menggapai apa yang selalu kita impi-impikan ya
kawan..
v
My supportive people
Unutuk Da Ihsanoel dan Bang Ryan Terimakasih Uda dan Abang telah hadir sebagai
Abang dikehidupan ini, banyak yang Uda dan Abang ajarkan, Rama pun banyak mempelajari
hal-hal yang tidak rama ketahui dari Uda dan Abang...
Aris, Dede, Izet, Apuk, Erix, Yuda, Anggi, Iki, Dedi,Willy, Mucy, Memet
Melakukan kenakalan bersaman kalian sungguh menyenangkan, terimakasih boy..
Selanjutnya penyelamat skripsiku
Aji, Hesti, Fran, Icin, dan Ani, terimakasih ya sudah selalu membantu dan mensupport
disetiap kesulitan menyelesaikan skripsi, ga tau bakal jadi apa ini skripsi tanpa bantuan
kalian...
Teruntuk kamu, penyelamat hidupku
Yang menarikku dari keterpurukan,
Yang membuatku berlari
Dan menatap lurus kedepan
Selalu hadir dan mewarnai hari-hariku,
Memarahi, menyemangati, dan selalu menjadi tempat berbagi semua peluh kesah kehidupan
Kan selalu aku bisikkan namamu kepada langit,
Agar yang satu tau, bahwa engkau yang selalu aku idam-idamkan.
Semoga ia kabulkan, dan kita kan dipertemukan
Terimakasih untuk semua kasih sayang yang aku terima
Salam penuh cinta untuk bidadariku “RPR”
Tidak ada yan tidak mungkin, disetiap kegagalan akan selalu ada pembelajaran yang akan
mendewasakan kita...
Sakit dalam perjuangan itu hanya berlangsung sementara, tetapi ketika kita menyerah, rasa
sakit itu akan bertahan selamanya...
By : Rama Feriska Putra
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu, kesehatan, dan
kemudahan, sehingga penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Uji Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran (Phyllanthus Niruri L) Terhadap Gambaran Histopatologi Luka
Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 10 Hari” yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu pada Sekolah Tinggi
Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang.
Terima kasih yang tidak terhingga, penulis tujukan kepada berbagai pihak
yang telah memberikan doa, dukungan, bimbingan, motivasi moril dan materil
demi keberhasilan penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan
senang hati menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Sanubari Rela Tobat, M. Farm, Apt sebagai dosen Pembimbing I
yang telah berkenan meluangkan waktu, memberikan petunjuk, ilmu,
nasehat, arahan serta bimbingan selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Irwandi, M. Farm, Apt selaku pembimbing II dan kepala
laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis
Padang, yang telah berkenan meluangkan waktu, memberikan petunjuk,
ilmu, nasehat, arahan, bimbingan selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini serta telah membantu dan mengizinkan menggunakan
fasilitas selama penelitian.
vii
3. Bapak H. Zulkarni. R, S.Si, MM, Apt selaku Ketua Sekolah Tinggi
Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang.
4. Ibu Mimi Aria M. Farm, Apt selaku Pembimbing akademik, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam kegiatan akademis penulis di
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang.
5. Bapak/Ibu Dosen yang telah mendidik dan mencurahkan ilmu selama
ini kepada penulis dan Staf Karyawan/karyawati serta analis labor
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang.
Semoga Allah SWT membalas semua amalan dan budi baik yang telah
diberikan semua pihak dalam membantu penulis. Penulis menyadari sepenuhnya
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran guna kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang. Penulis
berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan yang berguna bagi ilmu
pengetahuan serta bermanfaat bagi pembaca khususnya di bidang kefarmasian.
Padang, November 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang uji pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat
daun meniran (phyllantus niruri L) selama 10 hari terhadap gambaran
histopatologi luka eksisi dengan menggunakan metode skor pada tikus putih
jantan yang punggungnya telah dilukai. Penelitian ini menggunakan 4 kelompok
perlakuan masing-masing kelompok terdiri 6 ekor tikus, yaitu kelompok I
sebagai kontrol adalah kelompok yang diberikan basis salep, kelompok II adalah
kelompok yang berikan salep pembanding, kelompok III adalah kelompok
perlakuan yang diberikan salep fraksi etil asetat daun meniran konsentrasi 5%,
kelompok IV adalah kelompok perlakuan yang diberikan salep fraksi etil asetat
daun meniran konsentrasi 10%. Pada hari ke-10 dilakukan pengukuran persentase
luas penyembuhan luka, dan histopatologi. Hasil dianalis menggunakan uji
statistik ANOVA. Dari hasil penilitian didapatkan hasil bahwa salep fraksi etil
asetat daun meniran dapat memberikan pengaruh dalam proses penyembuhan
luka. Dan menunjukkan percepataan luas penyembuhan luka, waktu epitelisasi,
peningkatan deposisi kolagen, perangsangan proliferasi sel fibroblast, dan
reepitelisasi pada jaringan kulit paska luka eksisi dengan pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran. Hasil analisa statistik dengan uji ANOVA didapatkan
hasil signifikansi p<0,05 dimana kelompok perlakuan dengan konsentrasi 10%
memiliki efek penyembuhan yang lebih baik dibandingkan dari semua kelompok.
Kata Kunci : Luka eksisi, Salep fraksi etil asetat daun meniran, Histopatologi
ix
ABSTRACT
Research has been carried out on the test of the effect of giving ointment of
meniran leaf ethyl acetate fraction (phyllantus niruri L) for 10 days on the
histopatological features of excision wound using a scoring method on male white
rats whose backs have been injured. This study used 4 treatment groups, each
group consisted of 6 rats, namely group I as a control group was given an
ointment base, group II was a group that gave a comparative ointment, group III
was a treatment group that was given ointment of ethyl acetate fraction meniran
leaf concentration 5%, group IV is the treatment group that was given an
ointment of ethyl acetate fraction meniran 10% concentration. On the 10th day,
the percentage of wound healing area and histopatology were measured. The
results were analyzed using ANOVA statistical test. From the results of the study,
it was found that the ointment of meniran leaf ethyl acetate fraction can influence
the wound healing process. And shows the acceleration of extensive wound
healing, epithelialization time, increased collagen deposition. stimulation of
fibroblast cell proliferation, and reepithelialization in post-wound skin tissue
excision with the administration of meniran leaf ethyl acetate fraction. The results of statistical analysis with the ANOVA test showed significance results p <0.05
where the treatment group with a concentration of 10% had a better healing effect
than all groups.
Keywords : Excision wounds, Meniran leaf ethyl acetate fraction ointment,
Histopathology
x
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS & PENYERAHAN HAK CIPTA.......... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1 Tinjauan Botani Daun Meniran ................................................................... 4
2.1.1 Klasifikasi ........................................................................................... 4
2.1.2 Sinonim ............................................................................................... 4
2.1.3 Nama Daerah ...................................................................................... 4
2.1.4 Morfologi ............................................................................................ 4
2.2 Tinjauan Farmakologi.................................................................................. 5
2.3 Tinjauan Kimia ............................................................................................ 6
2.3.1 Flavonoid ............................................................................................ 6
2.3.2 Steroid ................................................................................................. 6
2.4 Tinjauan Farmasetika .................................................................................. 7
2.5 Ekstraksi ...................................................................................................... 7
2.6 Fraksinasi ..................................................................................................... 8
2.7 Kulit ............................................................................................................. 8
2.8 Luka ............................................................................................................. 10
2.8.1 Pengertian Luka .................................................................................. 10
2.8.2 Klasifikasi Luka .................................................................................. 11
2.8.3 Fase Penyembuhan Luka .................................................................... 13
2.8.4 Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka .............................. 16
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .................................................... 17
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 17
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 17
3.2.1 Alat ...................................................................................................... 17
3.2.2 Bahan .................................................................................................. 17
3.2.3 Hewan Percobaan ................................................................................ 17
3.3 Prosedur Penelitian........................................................................................ 18
3.3.1 Pengambilan Sampel ........................................................................... 18
3.3.2 Identifikasi Sampel ............................................................................. 18
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran .......................................... 18
3.3.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Meniran ........................................... 18
xi
3.3.5 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat .......................................................... 19
3.3.6 Pembuatan Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ........................... 21
3.4 Persiapan Hewan Percobaan ......................................................................... 21
3.4.1 Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ............................ 22
3.4.2 Pembuatan Luka ................................................................................. 22
3.4.3 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka ............................................ 23
3.5 Parameter Yang Diukur Pada Penyembuhan Luka ....................................... 23
3.5.1 Persentase Luas Penyembuhan Luka .................................................. 23
3.5.2 Waktu Epitelisasi ................................................................................ 23
3.6 Histopatologi ............................................................................................. 23
3.6.1 Prosesing Jaringan .............................................................................. 24
3.6.2 Pewarnaan hematoksilin-eosin ........................................................... 24
3.6.3 Pemeriksaan Mikroskopis Sediaan Histologi Jaringan luka............... 25
3.6.4 Pemeriksaan Jumlah Fibroblast dan reepitelisasi ............................... 25
3.7 Analisis Data ............................................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 27
4.1 Hasil ............................................................................................................. 27
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 42
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 42
5.2 Saran ............................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
LAMPIRAN ....................................................................................................... 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Gambar ........................................................................................................ 45
2. Identifikasi Sampel ...................................................................................... 49
3. Skema Kerja ................................................................................................. 50
4. Hasil Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Meniran .................................. 53
5. Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ......................................... 55
6. Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka ............................................... 56
7. Hasil Perhitungan Statistik Persentase Luas Penyembuhan Luka ............... 59
8. Hasil Perhitungan Statistik Waktu Epitelisasi ............................................. 61
9. Ethical Clearance ........................................................................................ 63
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Daun Meniran ........................................................................... 5
2. Formula Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran ............................ 21
3. Skor dan Kriteria Jumlah Sel Fibroblast dan Reepitelisasi .......................... 25
4. Hasil Pengukuran Persentase Luas Penyembuhan Luka ............................. 32
5. Hasil Waktu Epitelisasi ................................................................................ 34
6. Hasil Skor Histopatologi Semua Kelompok ................................................ 36
7. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Fraksi Etil Asetat DaunMeniran ... 53
8. Rendemen Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ............................................... 53
9. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Fraksi Etil Asetat Daun Meniran .... 54
10. Hasil Uji Skrining Fitokimia Fraksi Etil Asetat Daun Meniran................... 54
11. Hasil Uji Organoleptis salep fraksi etil asetat .............................................. 55
12. Hasil Uji Homogenitas salep fraksi etil asetat ............................................. 55
13. Hasil Uji pHsalep fraksi etil asetat ............................................................... 55
14. Pengukuran penyembuhan luka ................................................................... 56
15. Hasil Perhitungan Statistik Persentase Luas Penyembuhan Luka ............... 59
16. Hasil Perhitungan Statistik Waktu Epitelisasi ............................................. 61
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Kimia Flavonoid ............................................................................ 6
2. Struktur Kimia Steroid ................................................................................. 6
3. Histologi Kulit.............................................................................................. 9
4. Diagram Hasil Perbandingan Persentase Luas Penyembuhan Luka ............ 33
5. Histopatologis Jaringan Kulit hewan Percobaan ......................................... 38
6. Tanaman Meniran ........................................................................................ 45
7. Seperangkat Alat Rotary Evaporator ........................................................... 45
8. (a) Sediaan Salep Daun Meniran (b) Pembanding ....................................... 46
9. Waktu Epitelisasi Perlakuan Kontrol ........................................................... 47
10. Waktu Epitelisasi Perlakuan Pembanding ................................................... 47
11. Waktu Epitelisasi Perlakuan Konsentrasi 5% .............................................. 48
12. Waktu Epitelisasi Perlakuan Konsentrasi 10% ............................................ 48
13. Identifikasi Sampel ...................................................................................... 49
14. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran ....................................... 50
15. Skema Pengaruh Pemberian Sediaan ........................................................... 51
16. Skema Pembuatan Sediaan Histopatologi .................................................... 52
17. Ethical Clearance ........................................................................................ 63
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan fungsi spesifik bagi tubuh, yaitu fungsi protektif, sensorik,
dan termoregulatorik. Ketika kulit kehilangan kontinuitasnya, maka fungsi-fungsi
tersebut tidak dapat berjalan seperti seharusnya (Mescher, 2012). Masalah kulit
yang sering dialami manusia adalah luka, Luka adalah hilang atau rusaknya
sebagian tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
(Syamsuhidajat et al, 2010).
Salah satu jenis luka berdasarkan mekanisme luka adalah luka eksisi, luka
eksisi adalah luka yang diakibatkan terpotongnya jaringan oleh goresan benda
tajam. Tujuan utama dalam penatalaksanaan luka adalah untuk mencapai
penyembuhan yang cepat dengan fungsi yang optimal dan hasil yang bagus. Hal
ini dapat dicapai dengan cara mencegah infeksi dan trauma selanjutnya dengan
tersedianya lingkungan yang dapat mengoptimalkan penyembuhan luka tersebut.
(Singer & Dagum, 2008).
Terdapat banyak substansi yang dapat mempercepat penyembuhan luka
diantaranya beberapa ekstrak tanaman walaupun sebenarnya penggunaan tersebut
merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional. (Mathivanan.,
et al 2006). Oleh karena itu tanaman lebih banyak dipilih sebagai obat alternatif
dan alami untuk pengobatan berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya kebenaran
khasiat secara ilmiah (Madhavi, 2012).
Tanaman obat yang biasa dipakai untuk mempercepat penyembuhan luka
diantaranya ialah tanaman herbal meniran (BPOM, 2010). Meniran (Phyllanthus
2
niruri L.) merupakan famili Euphorbiaceae yaitu semacam tanaman liar berasal
dari Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia dan sangat mudah ditemui
di Indonesia (Dalimarta, 2000).
Studi fitokimia meniran yang ditandai dan adanya berbagai senyawa seperti
lignan, filantin, hypofilantin, flavonoid, glycosinoid dan tannin (Hakim & Obydul,
2016). Berfungsi sebagai antihepatotoksik, antiradang, antivirus, diuretik,
antikarsinogen, antitusif, hipoglikemik, mengobati sariawan, sakit perut, eksim,
epilepsi, batu kandung empedu, batu ginjal dan diare. Menurut hasil penelitian
terbaru, meniran dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh (Djauhari, E &
Hernani, 2004).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji gel dari ekstrak etanol daun
meniran (Phyllanthus niruri L.) menunjukan bahwa pada kelompok tikus yang
diberikan ekstrak daun meniran 5% dan 10% dapat mengurangi lebar bekas luka,
meningkatkan proliferasi fibroblast, serta meningkatkan jumlah kolagen dan
angiogenesis dibandingkan dengan kelompok diberikan plasebo. Namun pada
penelitian ini tidak disebutkan angka parameter penyembuhan luka (Ahmed,
2012). Sedangkan hasil penelitian dari (Gusriyani, 2019) uji salep fraksi etil asetat
daun meniran (Phyllantus niruri L) dengan menggunakan konsentrasi 5%, 10%
dan 20% dapat memberikan pengaruh terhadap penyembuhan luka pada tikus
putih jantan yang terlihat pada persentase penyembuhan luka, waktu epitelisasi
dan persentase kadar hidroksiprolin, dimana kelompok perlakuan dengan
konsentrasi 10% memiliki efek penyembuhan luka yang lebih baik (Gusriyani,
2019).
3
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lanjutan tentang pengaruh pemberian fraksi etil asetat daun meniran
(Phyllanthus niruri L.) dengan konsentrasi 5% dan 10% selama 10 hari terhadap
histopatologi yang mencakup persentase penyembuhan luka, waktu epitelisasi,
pembentukan serabut kolagen, periksaan jumlah fibroblast dan re-epitelisasi
menggunakan metode skor pada tikus putih jantan yang punggungnya telah
dilukai.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat ekstrak daun meniran
(Phyllanthus niruri L) 5% dan 10 % secara topikal selama 10 hari dalam
membantu proses penyembuhan luka eksisi terhadap tikus putih jantan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran histopatologi penyembuhan luka eksisi menggunakan
fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L) konsentrasi 5% dan 10%
selama 10 hari.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi gambaran histopatologi mengenai
pengaruh pemberian fraksi etil asetat ekstrak daun meniran (Phyllanthus
niruri L) konsentrasi 5% dan 10% terhadap proses penyembuhan luka
eksisi tikus putih jantan selama 10 hari.
2. Dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan bagi peneliti
sendiri.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani Daun Meniran
2.1.1 Klasifikasi (Aspan, 2010)
Tanaman daun meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub-class : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Species : Phyllanthus niruri L.
2.1.2 Sinonim
Nama lain dari meniran (Phyllanthus niruri L.) adalah Phyllanthus amarus
Schum, Phyllanthus swarzii Kostel dan Phyllanthus nanos Hook. f (Aspan, 2010).
2.1.3 Nama Daerah
Sidukuang anak (Minang); Meniran, meniran (Jawa); Gosau ma dungi
(Maluku) (Dalimartha, 2008).
2.1.4 Morfologi
Merupakan semak semusim yang tegak, tinggi 30 – 100 cm hingga 1 m.
Batang hijau, bulat, licin, tak berambut, diameter ±3 mm. Daun tunggal tepi
tersusun seperti daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, bulat telur, ujung
tumpul, pangkal membulat, panjang ±1,5 mm, lebar ±7 mm, tepi rata, hijau.
Bunga tunggal, dekat tangkai daun, menggantung, putih, daun kelopak bentuk
5
bintang, benang sari dan putik tidak tampak jelas, mahkota kecil, putih. Buah
kotak, bulat, pipih, diameter ±2 mm, hijau keunguan. Biji kecil, keras, bentuk
ginjal, coklat. Akar tunggang, putih kotor (Arbain., et al 2014).
2.2 Tinjauan Farmakologi
Efek farmakologis meniran (Phyllanthus niruri L.) diantaranya peluruh air
seni (diuretik), pembersih hati, antiradang, pereda demam, peluruh dahak, peluruh
haid, penrang penglihatan, penambah nafsu makan, astringent, obat dysuria,
gonorrhoe, sifilis, nyeri ginjal, tetanus, pembersih darah dan diare, sedangkan akar
meniran untuk nyeri perut dan sakit gigi (Arief, 2011). Selain itu meniran juga
memiliki efek sebagai imunomodulator, antispasmodik, antilitik (untuk batu ureter
dan empedu), penghilang rasa nyeri, antihipertensi, antiviral, antibakteri,
antimutagenik dan juga efek hipoglikemia (Lestari, 2015).
Kandungan daun meniran yang memiliki efek dalam proses penyembuhan
luka diantaranya (Kaur, 2017):
Tabel 1. Kandungan daun meniran
Kandungan Kimia EfekTerapi
Cyanidin Antioksidan, antiinflamasi, photoprotective, anti-
neurodegenerative skin
Flavonoid, alkaloid, lignan,
delphidin
Antioksidan, anti inflamasi, antihistamin
Malvidin Anti inflamasi dan antikarsinogenik
Kaempferol Antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antikanker
Flavonol Antioksidan, antikarsinogenik, antiviral, dan
antiplatelet.
6
Antosianidin Antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba.
Quercetin Antivirus, antibakteri, antikanker, antiinflamasi
Saponin, triterpenoid Antimikroba
2.3 Tinjauan Kimia
2.3.1 Flavonoid
Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid (Arifin dkk, 2018)
Flavonoid merupakan suatu senyawa polar dengan adanya beberapa gugus
hidroksil bebas, sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti methanol, etanol,
butanol dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid
lebih mudah larut dalam air, sedangkan aglikon yang kurang polar seperti flavon
yang termetoksilasi cendrung lebih mudah larut dalam pelarut non polar seperti
eter dan kloroform (Arifin dkk, 2018).
2.3.2 Steroid
Gambar 2. Struktur Kimia Steroid (Arifin dkk., 2018)
7
Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentane perhidro penantren. Senyawa ini tersebar luas di alam dan
mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk antiinflamasi
(Arifin dkk, 2018).
Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam dunia obat-obatan
antara lain esterogen merupakan jenis steroid hormone seks yang digunakan untuk
kontrasepsi sebagai penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik
digunakan untuk mencegah keguguran dan uji kehamilan, glikokortikoid sebagai
antiinflamasi, alergi, demam, leukemia, dan hipertensi serta kardenolida
merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat
jantung (Arifin dkk, 2018)
2.4 Tinjauan Farmasetika
Meniran (Phyllanthus niruri L.) digunakan masyarakat sebagai bahan baku
obat tradisional dan dikembangkan dalam bentuk sediaan farmasi, dewasa ini
meniran dibuat dalam berbagai sediaan farmasi seperti contoh obat paten dalam
bentuk tablet effervescent dengan nama sediaan Promuno®, dalam bentuk kapsul
dan juga sirup dengan nama sediaan Stimuno® yang khasiatnya membantu
merangsang tubuh memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh agar daya tahan tubuh bekerja optimal dan membantu sistem
imun tubuh agar bekerja lebih aktif sehingga kekebalan tubuh meningkat (Sari,
2013).
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa kimia dari
suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa dilakukan
8
dengan berbagai metode sesuai dengan sifat dan tujuannya yaitu dengan maserasi,
sokletasi, perkolasi dan perebusan. Pada proses esktraksi ini dapat digunakan
sampel dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan, tergantung pada sifat
tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1987).
2.6 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan metoda pemisahan campuran menjadi beberapa
fraksi yang berbeda susunannya. Fraksinasi diperlukan untuk pemisahan golongan
utama kandungan yang satu dari golongan utama lainnya. Prosedur pemisahan
senyawa dilakukan berdasarkan perbedaan kepolarannya, metoda dari fraksinasi
yang biasa digunakan adalah metoda ekstraksi cair-cair dan kromatografi
(Harborne, 1987).
2.7 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan
sensitive (Hamzah & Aisyah, 2008).
Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan
hipodermis (Maharani, 2015).
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki
tebal yang berbeda-beda: 400-600 µm untuk kulit tebal dan 75-150 µm untuk kulit
tipis. Epidermis yang paling tipis yaitu di kelopak mata dan yang paling tebal
yaitu pada bagian yang sering digunakan seperti telapak tangan dan kaki.
9
2. Dermis
Dermis yaitu lapisan kulit dibawah epidemis, memiliki ketebalan yang
bervariasi tergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah
punggung. Lapisan ini menjadi ujung saraf perasa, masing-masing saraf perasa
memiliki fungsi tertentu seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit,
sentuhan, tekana, panas dan dingin. Lapisan ini mengandung akar rambut ,
pembuluh darah, kelenjar dan saraf. Lapisan dermis juga mengandung saraf yang
elastis sehingga dapat membuat kulit yang dikerutkan akan kembali kebentuk
semula.
3. Hipodermis
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang
disebut jaringan hipodermis atau subkutan dan mengandung sel lemak yang
bervariasi. Lapisan subkutan adalah lapisan yang paling dalam pada struktur kulit.
Pada lapisan kulit ini terdapat saraf, pembuluh darah dan limfe. Fungsi ini adalah
melindungi tubuh dari benturan fisik dan mengatur panas tubuh.
Gambar 3. Histologi kulit (Mescher, 2012)
10
Fungsi kulit yaitu sebagai pelindung akan melindungi tubuh bagian dalam
dari keruskan akibat gesekan, trauma, tekanan, tarikan, saat melakukan aktifitas.
Menjaga dari gangguan mikrobiologi serta melindungi tubuh dari serangan zat-zat
kimia dari lingkungan yang polusif, kulit sebagai fungsi absorpsi, kulit sebagai
fungsi eksresi, kulit sebagai pengatur suhu tubuh, kulit sebagai pembentuk
vitamin D, kulit sebagai tempat penyimpanan, kulit sebagai alat peraba, dan kulit
untuk menunjang penampilan (Maharani, 2015).
2.8 Luka
2.8.1 Pengertian Luka
Luka didefinisikan sebagai gangguan dari seluler, anatomi dan fungsi yang
berkelanjutan dari jaringan hidup yang disebabkan oleh trauma fisik, kimia, suhu,
mikroba, atau imunologi yang mengenai jaringan (Thakur et al., 2011).
Luka adalah suatu keadaan kerusakan jaringan dan dapat mengenai
struktur yang lebih dalam dari kulit seperti, saraf, otot atau membran. Luka, cacat
atau kerusakan kulit dan jaringan di bawahnya dapat disebabkan oleh :
1. Trauma mekanis yang disebabkan oleh terpotong, tergesek, terpukul,
terkepit dan terbentur.
2. Trauma elektris yang disebabkan oleh cidera akibat listrik dan petir.
3. Trauma termis yang disebabkan oleh panas atau dingin.
4. Trauma kimia yang disebabkan oleh zat asam atau basa dan zat iritatif
lainnya (Karakata S et al, 1995).
11
2.8.2 Klasifikasi Luka
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi (Nasution, 2015):
a. Cleand Wounds (Luka Bersih), yaitu luka bedah tidak terinfeksi, tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi). Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadi infeksi luka
sekitar 1-5%.
b. Clean-Contamined Wounds (Luka Bersih Terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi atau tidak selalu
terjadi kemungkinan timbulnya infeksi luka 3-11%.
c. Contamined Wound (Luka Terkontaminasi, termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi non purulen.
Kemungkinan infeksi luka 10-17%.
d. Dirty Infected Wounds (Luka Kotor atau Infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka.
a. Stadium I : Luka superfisial (Non-Bleaching Erithema), yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis, adanya tanda klinis
seperti lubang yang dangkal.
12
c. Stadium III: Luka Full Thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jarigan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV: Luka Full Thickness, yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka.
a. Luka akut yaitu luka masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka
baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang
diperkirakan. Contoh: luka bakar, luka sayat dan luka tusuk.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam
penyembuhan, dapat terjadi karena faktor endogen dan eksogen. Pada
luka kronik gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon baik terhadap terapi dan punya tedensi timbul kembali.
Contoh: ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous dll.
4. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka.
a. Luka Insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misalnya yang terjadi akibat pembedahan.
b. Luka Memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
pendarahan dan bengkak.
c. Luka Lecet (Abraded Wound), terjadi akibat bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
13
d. Luka Tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda. Seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e. Luka Gores (Locerated Wound), terjadi karna tergores benda yang
tajam. Seperti tergores kaca atau kawat.
f. Luka Tembus (Penetrasing Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio Wound).
h. Luka Gigitan Hewan, disebabkan karena adanya gigitan dari hewan
liar atau hewan piaraan. Hewan liar yang biasanya menggigit adalah
hewan yang ganas dan memakan daging, yaitu dalam usaha untuk
membela diri. Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil.
i. Luka Eksisi (Excised Wound), luka yang diakibatkan terpotongnya
jaringan oleh goresan benda tajam.
2.8.3 Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu :
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai sekitar
hari ke-5. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
pendarahan dan tubuh akan berubah menghentikannya dengan
vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan
reaksi hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh
darah saling melekat, dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan
14
darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu, terjadi reaksi
inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi dan
perangsangan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi
jelas yang berupa kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat
(kalor), nyari (donor) dan pembengkakan (tumor).
Aktivasi seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus
pembuluh darah (diapedesi) menuju luka karena daya kemotaksis.
Leukosit mengandung enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri
dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase
ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru
sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasma karena yang
menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari
akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ke-3. Fibroblast berasal
dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglikosida, prolin yang merupakan bahan
dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka.
Fase ini, serat-serat dibentuk dan di hancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut.
15
Sifat ini, menyebabkan tarikan pada tepi luka.Pada akhir fase ini, kekuatan
tegangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya dalam proses
penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intermolekul
dan antarmolekul.
Pada fase fibroflasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan
kolagen, membentuk jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas
sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses
migrasi. Proses migrasi terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses
ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga terhenti dan mulailah proses
pematangan dalam fase penyudahan.
3. Fase penyudahan (Remodelling)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan
gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang
diserap, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih
diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama
proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta
mudah digerakkan dari dasar dan terlihat pengerutan maksimal pada luka.
Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-
16
kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan
setelah penyembuhan.
2.8.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka tidak hanya sebatas pada proses regenerasi yang
bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
1. Faktor intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status immunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, arthereosclerosis).
2. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi:
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan.
17
BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama ±3 bulan di Laboratorium
Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Yayasan Perintis Padang
dan Laboratorium Histopatologi Universitas Andalas (UNAND) Padang.
3.2 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah kapas, pencukur bulu, gunting bedah,
tabung reaksi, pipet tetes, penggaris, rotary evaporator, timbangan digital, pinset,
erlemeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan penguap, botol semprot, batang
pengaduk.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah makanan tikus, daun
meniran, etanol, aquadest, aqua bidest, alkohol 70%, kloroform, vaselin flavum.
3.2.3 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan yang berumur
2-3 bulan sebanyak 24 ekor dengan berat badan antara ±200 gram. Tikus 24 ekor
ini dibagi menjadi 4 kelompok besar, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 6
ekor tikus. Sebelum diperlakukan tikus diaklimatisasi selama 7 hari dengan diberi
makan dan minum yang cukup. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat dan
tidak menunjukan perubahan berat badan lebih dari 10% yang berarti serta secara
visual menunjukan perilaku yang normal.
18
H
A
H
A
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun meniran
(phyllantus niruri L ) yang diambil di Anak Air, Lubuk Buaya, Padang.
3.3.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Andalas Padang (UNAND).
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruriL )
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metoda maserasi (perendaman). Daun
meniran segar yang telah di bersihkan di timbang sebanyak 1 kg lalu di potong
kecil-kecil. Kemudian dimasukkan kedalam botol berwarna gelap, direndam
dengan etanol 96% selama 3 hari dan disimpan ditempat gelap sambil sesekali di
aduk. Maserat diaduk setiap hari. Setelah 3 hari perendaman, disaring dan
ampasnya direndam kembali. Penyaringan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat
etanol yang dari hasil ketiga perendaman diatas di destilasi vakum untuk
menguapkan pelarut kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sampai
diperoleh ekstrak kental, kemudian ditimbang (Depkes, 2000).
3.3.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruriL )
Ekstrak etanol kental daun meniran diencerkan dengan aquadest (1:5), lalu
dimasukkan kedalam corong pisah. Fraksinasi dengan pelarut eter (2:1) secara
berulang hingga diperoleh fraksi terakhir eter yang sudah tidak berwarna lagi.
Semua fraksi eter diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh fraksi non polar daun meniran. Selanjutnya fasa air difraksinasi dengan
19
etil asetat (2:1) secara berulang seperti prosedur diatas sehingga diperoleh fraksi
kental semi polar.
Pada penelitian ini selanjutnya digunakan fraksi semi polar, yaitu fraksi
etil asetat yang kemudian dibuat menjadi sediaan salep untuk diujikan pada hewan
percobaan.
3.3.5 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat
1. Penentuan Rendemen Fraksi (Depkes, 1995)
Rendemen fraksi etil asetat dihitung dengan persamaan:
2. Pemeriksaan organoleptis (Depkes, 1995)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara visual yaitu dengan mengamati
bentuk, warna dan bau.
3. Pemeriksaan susut pengeringan (Depkes, 1995)
Krus porselen bersih dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105º
C, Dinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian timbang. Masukkan
sampel sebanyak 1 gram kedalam cawan porselen. Krus porselen yang berisi
sampel dimasukkan kedalam oven pada suhu 105º C selama 1 jam. Setelah itu
krus dikeluarkan dari oven dan pindahkan ke dalam desikator selama 10-15 menit
dan kemudian ditimbang. Pemanasan dilanjutkan sampai berat tetap. Kandungan
air sampel diperoleh dengan menggunakan rumus :
( ) ( )
( )
20
Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan + sampel sebelum dipanaskan (g)
C = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan (g)
4. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia (Harborne, 1987)
Fraksi kental etil asetat dari daun Meniran (Phyllanthus niruri L.)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml
kloroform asetat, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan air dan kloroform.
Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan
serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya
flavonoid.
Uji Saponin
Ambil lapisan air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya
busa yang permanen (±15 menit) menunjukkan adanya saponin.
Uji Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”)
Ambil sedikit lapisan kloroform dengan menggunakan pipet tetes yang
didalamnya telah terdapat kapas dan norit. Teteskan filtrat pada plat tetes,
biarkan mengering. Residu ditambah 1 tetes asam asetat anhidrat dan 2
tetes H2SO4 (p), terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya
steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya
terpenoid.
Uji Alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 mL kloroform amoniak
0,05 N, aduk perlahan tambahkan 2-3 tetes H2SO4 2N kemudian dikocok
21
perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan 2 tetes pereaksi
mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga
gumpalan putih.
3.3.6 Pembuatan Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi
5% dan 10% sediaan yang akan dibuat sebanyak 30 g selama 10 hari pengamatan.
Tabel 2. Formula salep fraksi etil asetat ekstrak daun meniran
Nama Bahan F1 (5%) F2 (10%)
Fraksi Etil Asetat Daun Meniran 1,5 g 3 g
Vaselin Flavum ad 30 g 28,5 g 27 g
Keterangan :
F1 = salep fraksi etil asetat daun meniran 5%
F2 = salep fraksi etil asetat daun meniran 10%
Masukkan fraksi etil asetat ekstrak daun meniran kedalam lumpang
kemudian timbang dasar salep masukkan kedalam lumpang kemudian digerus
hingga homogen. Keluarkan dari lumpang, masukkan kedalam wadah yang
disiapkan.
3.4 Persiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat
badan ±200 gram sebanyak 24 ekor. Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi
untuk membiasakan hewan berada pada lingkungan percobaan. Makanan dan
minuman diberikan secukupnya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat
dan tidak mengalami perubahan berat badan lebih dari 10% dan secara visual
menunjukkan perilaku yang normal dan tidak terdapat gejala penyakit.
22
3.4.1 Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
Hewan ditimbang dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 6 ekor.
Kelompok I : Tikus yang dioleskan basis salep (kontrol)
Kelompok II : Tikus yang dioleskan salep fraksi etil asetat ekstrak
daun meniran dengan konsentrasi 5%
Kelompok III : Tikus yang dioleskan salep fraksi etil asetat ekstrak
daun meniran dengan konsentrasi 10%
Kelompok IV : Tikus yang dioleskan salep yang beredar (Tekasol®
)
3.4.2 Pembuatan Luka
Sehari sebelum pembuatan luka, hewan percobaan dioleskan dengan krim
veet® pada bagian punggung kemudian dicukur bulunya, kemudian dibersihkan
dengan menggunakan kapas yang diberi alkohol 70% dan dilakukan anestesi pada
tikus dengan menggunakan kloroform. Selanjutnya dibuat luka yang berbentuk
lingkaran dengan diameter ±2 cm dengan kedalaman ±1 mm dengan cara
mengangkat kulit tikus pada bagian punggung dengan pinset lalu dilukai dengan
gunting bedah.
3.4.3 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka
a. Sediaan salep sebanyak ±200 mg, kemudian dioleskan pada bagian
punggung tikus, pemakaian 2 kali sehari yang diberikan pada jam 8 pagi
dan jam 4 sore selama 10 hari
b. Sediaan diberikan pada masing-masing kelompok sesuai dengan
pengelompokkannya.
23
c. Lalu setiap hari dilakukan pengamatan pengukuran diameter penyembuhan
luka untuk menghitung persentase penyembuhan luka.
3.5 Parameter Yang Diukur Pada Penyembuhan Luka
3.5.1 Persentase Luas Penyembuhan Luka
Persentase luas penyembuhan luka dengan menghitung luas luka pada hari
pertama setelah dilukai dan pada hari ke-10 pada masing-masing kelompok.
Dicari persentase luas penyembuhan lukanya dihitung dengan rumus :
3.5.2 Waktu Epitelisasi
Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya epitel baru yang sempurna
menutupi daerah luka. Dalam hal ini dicatat hari ke pengelupasan krusta dari luka
tanpa meninggalkan sisa luka di area eksisi.
3.6 Histopatologi
Dilakukan pengamatan terhadap serabut kolagen pada jaringan luka. Dari
tiap kelompok diambil 2 tikus, yaitu tikus yang penyembuhannya paling bagus
yang akan dilakukan pada hari ke-10
3.6.1 Prosesing jaringan (Bancroft, 2001)
• Pemotongan Jaringan basah; jaringan dipotong dengan ketebalan ±4
mm, dan dimasukkan kedalam kaset jaringan
• Fiksasi; fiksasi dengan formalin 10% buffer phosphat dengan ph
normal (7)
24
• Dehidrasi dalam bertingkat masing-masing 30 menit dalam larutan
ethanol 70%, 95% dan 100%
• Clearing dalam larutan Xylene I, dan Xylene II masing masing 30
menit
• Impregnasi dalam parafin cair (paraplast) I, dan II, pada suhu 54oC
selama masing masing 1 jam
• Blocking jaringan dengan parafin cair dalam tissue mold, kemudian
didinginkan pada suhu ruang.
• Pemotongan Block dengan rotary mikrotom dengan ketebalan ±4 µm,
kemudian di tempelkan pada kaca objek
3.6.2 Pewarnaan hematoksilin-eosin (Bancroft, 2001)
• Panaskan slide di oven 65 oC 30 menit
• Rendam slide dalam Xylene I, II ( masing 1-3 menit)
• Rehidrasi dengan merendam slide pada larutan alkohol bertingkat
dari konsentrasi tinggi ke rendah,
• EtOH (ethanol alkohol) 100% (2-3 menit)
• EtOH (ethanol alkohol) 96% (2-3 menit)
• EtOH (ethanol alkohol) 70% (2-3 menit)
• Aquadest 3 menit
• Hematoxylin, 5-10 menit
• Bilas Aquadest 5-10 menit
• Rendam Eosin Y ; 3 menit
• Bilas dalam Alkohol 70% 3 menit
25
• Dehidrasi dengan merendam slide pada larutan alkohol bertingkat dari
konsentrasi rendah ke tinggi
• EtOH (ethanol alkohol) 96% (menit)
• Absolut 100% ethanol, (3 menit)
• Clearing dalam; Xylene, 3 menit
• Mounting dengan entelan dan tutup sediaan dengan cover slip
3.6.3 Pemeriksaan Mikroskopis Sediaan histologi jaringan Luka Eksisi
Sediaan yang telah ditutup dengan cover slip kemudian diamati dibawah
mikroskop dan dibuat skor dengan kriteria: (Burkitt et al., 1995).
0 : tidak tampak serabut kolagen
1 : serabut kolagen menyebar tipis atau sedikit
2 : serabut kolagen menyebar sedang dan tampak penyatuan
3 : serabut kolagen menyebar banyak dan terikat sempurna
3.6.4 Pemeriksaan jumlah fibroblast dan re-epitelisasi
Pengamatan Histopatologi Pemeriksaan jumlah fibroblast dan re-epitelisasi
menggunakan metode skor. Adapun tabel skor jumlah fibroblast dan re-epitelisasi
dapat. Karimi dkk., (2013) & Roodbari dkk., (2012).
Tabel 3. Skor dan kriteria jumlah sel fibroblast dan reepitelisasi
Skor
Parameter 0 1 2 3
Fibrolast Tidak ada 5-10 Sel 10-50 Sel > 50 Sel
Re-
Epitelisasi
Absent Starting Incomplete Complete
26
Keterangan Skor Re-epitelisasi :
0 = absent (kerusakan menyeluruh pada bagian epidermis)
1 = starting (mulai terbentuk lapisan epidermis)
2 = Incomplete (lapisan epidermis sudah terbentuk, tetapi masih ada penebalan)
3 = complete (lapisan epidermis sudah terbentuk secara sempurna dan tidak
ditemukan penebalan pada lapisan epidermis).
3.7 Analisis Data
Pada Penelitian ini data yang didapatkan berupa data kategorik dan
numerik yang bersifat objektif, konsentrasi yang diujikan bervariasi (lebih dari
satu), maka digunakan Analisa Statistik (ANOVA). Analisa ANOVA yang
digunakan pada penelitian ini adalah ANOVA satu arah karena variabel bebas dan
terikat yang dianalisa tidak lebih dari satu.Dimana variabel bebasnya adalah
konsentrasi, variabel terikatnya adalah hasil. Hasil uji ANOVA akan berbeda
secara nyata apabila didapatkan secara statistik (P<0,05)
Analisa data dilanjutkan dengan Uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan New
Multiple Range Test) menggunakan SPSS 23,0 for Windows Evaluation.
Tujuannya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan hasil dari masing-masing
konsentrasi.
27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian salep fraksi
etil asetat ekstrak daun meniran (Phyllanthus niruri L) konsentrasi 5% dan 10%
secara topikal selama 10 hari dalam membantu proses penyembuhan luka
terhadap tikus putih jantan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Hasil pengamatan organoleptis salep fraksi etil asetat daun meniran
menunjukkan berupa sediaan setengah padat, berwarna coklat kehijauan,
dan berbau khas (Lampiran 5, Tabel 11).
2. Hasil pemeriksaan homogenitas salep fraksi etil asetat menunjukkan
bahwa sediaan salep homogen (Lampiran5, Tabel 12).
3. Hasil pemeriksaan pH salep fraksi etil asetat daun meniran menunjukkan
pH salep konsentrasi 5% = 6 ; konsentrasi 10% = 5 (Lampiran 5, Tabel
13).
4. Hasil pengukuran persentase luas penyembuhan luka hari ke-10 rata-rata
kelompok kontrol :46.09 ± 2.35, konsentrasi 5% : 64.20 ± 1.88,
konsentrasi 10% : 71.77 ± 2.54, pembanding : 67.83 ± 3.01 (Lampiran 6,
Tabel 4).
5. Waktu epitelisasi rata-rata dari kelompok kontrol, konsentrasi 5%, 10%,
dan pembanding, berturut-turut adalah hari ke-9, hari ke-8, hari ke-7, hari
ke-7 (Tabel 5).
6. Hasil pemeriksaan skor rata-rata serabut kolagen kelompok kontrol : 2,
konsentrasi 5% : 3, konsentrasi 10% : 3, pembanding : 3 (Tabel 6).
28
7. Hasil pemeriksaan skor rata-rata jumlah sel fibroblast kelompok kontrol :
2, konsentrasi 5% : 3, konsentrasi 10%: 3 pembanding : 3 (Tabel 6).
8. Hasil pemeriksaan skor rata-rata reepitelisasi kelompok kontrol : 2,
konsentrasi 5% : 2, konsentrasi 10% : 3, pembanding : 3 (Tabel 6).
29
4.2 Pembahasan
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah fraksi etil asetat daun
meniran yang didapatkan dari peneliti sebelumnya (Gusriyani 2019). Dimana dari
130,81 gr ekstrak kental didapatkan 20,06 gr fraksi etil asetat dengan persentase
rendemen 15,33%, uji organoleptis menunjukkan bentuk berupa cairan kental,
bau yang khas, dan bewarna coklat kehijauan, kemudian uji susut pengeringan
didapatkan hasil 16,33%, dalam uji skrining fitokimia fraksi etil asetat daun
meniran hanya positif mengandung flavonoid, fenolik, dan steroid (Gusriyani
2019).
Selanjutnya fraksi etil asetat kental daun meniran dibuat dalam bentuk
sediaan salep karena salep cukup baik sebagai penghantar untuk sediaan topical
yang bersifat stabil, lunak, mudah dipakai dan terdistribusi secara merata
(Maryani et al, 2013). Hasil pengamatan secara organoleptis terhadap salep fraksi
etil asetat daun meniran menunjukkan bentuk berupa sediaan setengah padat, bau
yang khas, dan bewarna coklat kehijauan. Hasil organoleptis dari sediaan
menunjukkan bahwa sediaan homogen yang ditandai dengan tidak terdapatnya
gumpalan pada hasil pengolesan. Hasil uji pH salep menunjukkan salep
konsentrasi 5% memiliki pH 6, dan salep konsentrasi 10% memiliki pH 5, salep
tersebut memiliki nilai pH yang baik karena sesuai dengan nilai pH kulit manusia
yaitu 4,5 - 6,0 (Wasita 1997).
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus. Tikus
yang digunakan adalah tikus putih jantan, disamping keseragaman jenis kelamin
hewan uji yang digunakan juga mempunyai keseragaman bobot, berat badan rata-
rata 180 – 200 gram dan umur tikus yang digunakan antara 2 – 3 bulan karena
30
pada umur tersebut tikus sudah cukup dewasa, organ-organ tubuhnya sudah
lengkap dan berfungsi sempurna. Keseragaman ini dilakukan bertujuan agar dapat
memberikan respon yang relatif lebih seragam. Hewan percobaan sebelumnya
diaklimatisasi selama 1 minggu. Hewan percobaan yang digunakan tikus putih
jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri
dari 6 ekor tikus yaitu kelompok 1 (kontrol) tikus yang dilukai dan dioleskan
vaselin flavum, kelompok 2 (pembanding) tikus yang dilukai dan dioleskan
sediaan pembanding (Tekasol®
), kelompok 3 (perlakuan) tikus yang dilukai dan
dioleskan salep fraksi etil asetat daun meniran konsentrasi 5%, kelompok 4
(perlakuan) tikus yang dilukai dan dioleskan salep fraksi etil asetat daun meniran
konsentrasi 10%.
Sebelum diberikan sediaan uji hewan percobaan dibuat luka ekisisi,
dengan cara punggung tikus dirontokkan bulunya dengan krim veet® dimana
sebelum dilukai pada punggung tikus, tikus dianastesi terlebih dahulu dengan
menggunakan kloroform, kemudian pada daerah punggung yang telah
dirontokkan bulunya dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah itu dibuat luka
berbentuk lingkaran dengan diameter ±2 cm, dengan cara mengangkat kulit tikus
dengan pinset dan dipotong dengan gunting bedah. Setelah dilukai ukur diameter
luka awal yang terbentuk. Kemudian sediaan uji diberikan secara topikal sebanyak
2 kali sehari pada pagi dan sore selama 10 hari sebanyak ±200 mg. Pengukuran
diameter luka yang terbentuk dilakukan setiap hari untuk menghitung persentase
penyembuhan luka.
Persentase penyembuhan luka yang diamati yaitu pengukuran luas luka
awal dengan pengukuran luas luka pada hari ke-10, dimana persentase yang tinggi
31
menandakan penyembuhan luka efektif dengan semakin mengecilnya ukuran luka
dari hari kehari.Pada pengamatan yang dilakukan, luka mulai mengecil pada hari
ke-4 sampai hari ke-5 karena sudah mengalami reaksi hemostatis, dimana
trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat disertai terbentuknya
keropeng, sedangkan pada hari ke-6 sampai hari ke-10 luka lebih cepat mengecil.
Ini menunjukkan bahwa sediaan memiliki efek yang lebih baik pada fase
proliferasi dibandingkan fase inflamasi.
Dari hasil pengukuran persentase penyembuhan luka pada hari ke 10
didapatkan bahwa kelompok perlakuan yang dioleskan dengan sediaan salep yang
mengandung fraksi etil asetat daun meniran 10% memberikan hasil rata-rata
persentase penyembuhan luka yang paling besar dibandingkan semua kelompok
dimana dipatkan hasil rata-rata persentase luas penyembuhan luka 71,77%, lalu
diikuti oleh kelompok pembanding memberikan hasil rata-rata persentase
penyembuhan luka 67,83% lebih besar dibandingkan kelompok perlakuan
konsentrasi 5% yaitu 64,20%, Sedangkan kelompok kontrol memberikan hasil
rata-rata persentase penyembuhan luka yang paling kecil diantara semua
kelompok yaitu 46,09%. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perbedaan
masing-masing konsentrasi sediaan uji yang dapat mempengaruhi kecepatan
penyembuhan luka dari masing-masing kelompok, sehingga didapatkan hasil yang
berbeda untuk tiap kelompok hewan uji, dimana semakin tinggi konsentrasi
sediaan uji, maka kecepatan penyembuhan luka akan semakin cepat.
32
Tabel 4. Hasil pengukuran persentase luas penyembuhan luka
Kelompok HP % Penyembuhan
Luka Hari ke-10 Rata-Rata ± SD
Kontrol
1 42,25
46,09 ± 2,35
2 49,37
3 45,33
4 45,71
5 47,11
6 46,82
Konsentrasi
5%
1 63,99
64,20 ± 1,88 2 64,01
3 66,15
4 61,93
5 66,63
6 62,51
Konsentrasi
10%
1 72,97
71,77 ± 2,54
2 75
3 69,41
4 68,85
5 73,97
6 70,47
Pembanding
1 71,16
67,83 ± 3,01 2 63,58
3 65,51
4 70,43
5 66,79
6 69,56
33
Gambar 4. Diagram Hasil perbandingan persentase luas penyembuhan luka
Waktu epitelisasi adalah waktu yang dicatat dari hari pertama pengelupasan
keropeng tanpa meninggalkan sisa luka. Dari hasil pengamatan yang dilakukan
selama 10 hari pada hewan percobaan kelompok perlakuan sediaan pembanding
dan salep fraksi etil asetat 10% pengelupasan jaringan terjadi pada hari ke-7, Pada
kelompok konsentrasi 5% pengelupasan jaringan terjadi pada hari ke-8,
Sedangkan kelompok kontrol pengelupasan jaringan terjadi pada hari ke-9.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
kontrol pembanding konsentrasi 5% konsentrasi 10 %
% l
uas
Pen
yem
bu
han
Lu
ka
Sediaan Dan Pembanding
rata-rata persentase luas penyembuhan luka hari ke-10
34
Tabel 5. Waktu epitelisasi
Kelompok HewanPercobaan Waktu Epitelisasi Rata-rata
Kontrol
1 9
Hari ke 9 2 8
3 10
4 8
5 9
6 9
Total 53
Pembanding
1 7
Hari ke 7 2 8
3 8
4 7
5 7
6 7
Total 44
Konsentrasi
5%
1 7
Hari ke 8 2 7
3 8
4 8
5 7
6 9
Total 56
Konsentrasi
10%
1 7
Hari ke 7 2 8
3 7
4 8
5 7
6 7
Total 44
Dari hasil uji didapatkan hasil waktu epitelisasi yang berbeda hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi dari sediaan uji yang dapat mempercepat
tumbuhnya epitel baru, sehingga pelepasan keropeng dapat terjadi di hari yang
berbeda-beda.
Selain dilakukan uji penyembuhan luka dan waktu epitelisasi pada
jaringan luka eksisi juga dilakukan uji histopatogi, uji histologi yang dilakukan
adalah pengamatan terhadap serabut kolagen, pemeriksaan jumlah fibroblast dan
35
reepitelisasi dari jaringan kulit yang telah tumbuh kembali pada hari ke-10, dari
tiap kelompok diambil 2 tikus untuk di dekapitasi dan diambil salah satu data
sampel jaringan yang menunjukkan hasil paling baik, Sampel jaringan luka eksisi
diambil ±4 mm dari arah tepi luka eksisi dan di buat sediaan histologis dengan
beberapa tahap yaitu tahap fiksasi yang bertujuan agar jaringan tidak berubah
struktur ataupun bentuknya setelah waktu pengambilannya, tahap dehidrasi yang
bertujuan untuk menghilangkan air dari jaringan, tahap clearing bertujuan untuk
membersihkan jaringan sampai transparan, tahap embedding bertujuan untuk
langkah awal sebelum pemotongan jaringan dimana jaringan ditanam ke dalam
paraffin hingga mengeras sehingga memudahkan dalam pemotongan dengan
mikrotom, tahap pemotongan bertujuan untuk memotong jaringan dengan tebal
yang sesuai untuk pewarnaan. Kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan
Hematoksilin-Eosin (HE) untuk pengamatan serabut kolagen, jumlah fibroblast
dan re-epitelisasi (Bancroft 2001). Setelah dilakukan pewarnaan dilakukan
pengamatan dan penilaian menggunakan mikroskop pada jaringan kulit dengan
menggunakan skor, dan dari hasil pelaksanaan penelitian didapatkan skor :
36
Tabel 6. Hasil skor histologi semua kelompok sampel uji
no Kelompok Sampel Skor histopatologi penyembuhan luka
Kolag
en
Rata-
rata
fibrolast Rata-
rata
Reepitelisasi Rata-
rata
1 Kontrol 1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2
2 Pembanding 1 3 3 2 2,5 3 2,5
2 3 3 2
3 Konsentrasi
5%
1 2 2,5 2 2,5 2 2
2 3 3 2
4 Konsentrasi
10%
1 3 3 3 3 2 2,5
2 3 3 3
Dari Tabel skor pada kelompok kontrol tampak serabut kolagen menyebar
sedang dan terlihat penyatuan (skor 2), pertumbuhan sel fibroblast 10 – 50 sel
(skor 2), dan reepitelisasi incomplete (skor 2), untuk kelompok pembanding
Tampak serabut kolagen menyebar banyak dan terlihat sempurna (skor 3),
pertumbuhan sel fibroblast >50 sel (skor 3), dan reepitelisasi complete (skor 3),
untuk kelompok konsentrasi 5% Tampak serabut kolagen menyebar banyak dan
terlihat sempurna (skor 3), pertumbuhan sel fibroblast >50 sel (skor 3), dan
reepitelisasi incomplete (skor 2), sedangkan pada kelompok konsentrasi 10%
Tampak serabut kolagen menyebar banyak dan terlihat sempurna (skor 3),
pertumbuhan sel fibroblast >50 sel (skor 3), dan reepitelisasi complete (skor 3).
37
Dari hasil skor bisa dilihat deposisi serabut kolagen, proliferasi fibroblast
dan reepitelisasi dari sampel, pada kelompok perlakuan dengan salep fraksi etil
asetat daun meniran dan salep pembanding tekasol lebih baik dibanding salep
basis, namun untuk histologi kulit hewan dengan perlakuan konsentasi 5%
didapatkan hasil yanglebih rendah dari konsentrasi 10% dan salep standar,
sedangkan kulit hewan dengan perlakuan 10% didapatkan hasil yang setara
dengan kelompok pembanding.
38
39
Terdapat perbedaan pada gambaran histopatologis jaringan kulit paska
luka hewan coba antar kelompok, pada sampel penelitian. perbedaan meliputi,
Deposisi kolagen yang ditunjukkan dengan tanda (panah/↓) dimana terdapat
peningkatan deposisi kolagen pada sampel pemberian ekstrak meniran dibanding
dengan sampel salep basis, dan peningkatan kolagen pada sampel konsentrasi
10% lebih tinggi dibanding sampel konsentrasi 5%, hasil ini juga sejalan dengan
peningkatan jumlah fibroblast.
Proliferasi sel fibroblast yang ditunjukkan dengan tanda (lingkaran/○)
yang mana terdapat peningkatan proliferasi fibroblast pada pemberian ekstrak
meniran dibanding dengan pemberian basis salep, dan peningkatan fibroblast pada
sampel konsentrasi 10% lebih tinggi dibanding sampel konsentrasi 5%.
Reepitelisasi yang ditunjukkan dengan tanda (E) pada pemberian basis
salep tampak reepitelisasi incomplete, sedangkan pemberian ekstrak meniran
memperlihatkan reepitelisasi yang lebih baik, epitelisasi lebih tebal pada sampel
konsentrasi 10% dibanding sampel konsentrasi 5%, begitu pula pada pemberian
salep pembanding, pada sampel perlakuan basis salep belum ditemukan epitelisasi
yang sempurna. Epitelisasi complete dapat ditemukan pada pada sampel dengan
sediaan pembanding dan kelompok konsentrasi 10%.
Dari hasil uji histopatologi dapat terlihat bahwasannya salep fraksi etil
asetat daun meniran memiliki efek penyembuhan luka yang baik, dapat terlihat
dari gambaran histopatologi luka pada sampel percobaan, efek yang paling baik
adalah salep dengan konsentrasi 10% dibandingkan konsentrasi 5%, dimana salep
konsentrasi 10% menunjukkan hasil menyerupai salep pembanding, hal ini dapat
disebabkan oleh jumlah kandungan senyawa aktif yang berbeda pada sediaan uji,
40
untuk sediaan uji dengan konsentrasi 10% memiliki dosis atau senyawa aktif
lebih tinggi dari konsentrasi 5%, maka semakin tinggi konsentrasi sediaan salep
fraksi etil asetat daun meniran akan memberikan efek penyembuhan luka yang
lebih baik.
Senyawa kimia yang diduga berperan dalam proses penyembuhan luka ini
adalah senyawa flavonoid yang diduga dapat menghambat enzim siklooksigenase
dan lipooksigenase. Penghambatan jalur siklooksigenase dan lipooksigenase ini
menyebabkan penghambatan biosintesis prostaglandin dan leukotrien yang
merupakan produk akhir dari jalur siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga
penghambatan enzim ini dapat mengurangi inflamasi. Dalam penghambatan
enzim tersebut secara tidak langsung juga terjadi penghambatan akumulasi
leukosit didaerah inflamasi. Dimana dalam kondisi normal leukosit bergerak
bebas sepanjang dinding endotel tetapi selama terjadinya inflamasi berbagai
mediator menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga leukosit
menjadi immobil. Jadi dengan adanya kandungan flavonoid dalam ekstrak etanol
meniran dapat menurunkan jumlah leukosit immobil sehingga dapat menurunkan
adhesi leukosit ke endotel dan terjadi penurunan respon inflamasi (Aria et al.,
2015).
Inflamasi itu sendiri merupakan tahap dari proses penyembuhan luka,
dimana ketika inflamasi berkurang atau dihambat, maka mediator nyeri, yaitu
prostaglandin tidak dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah atau tidak
terjadinya rangsangan terhadap nyeri, sehingga tahap penyembuhannya akan
dipercepat menuju proliferasi dan maturasi (remodelling). Pada steroid yang
terdapat dalam ekstrak etanol daun meniran kemungkinan juga dapat menghambat
41
enzim fosfolipase sehingga asam arachidonat dan prostaglandin tidak terbentuk
dengan cara merintangi bebasnya enzim, menstabilkan membran lisosom,
menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi dan menghambat migrasi
serta infiltrasi leukosit (Aria et al., 2015).
42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan:
1. Fraksi etil asetat daun meniran dapat memberikan pengaruh dalam
proses penyembuhan luka eksisi.
2. Terdapat percepataan luas penyembuhan luka, waktu epitelisasi,
peningkatan deposisi kolagen, perangsangan proliferasi sel fibroblast,
dan reepitelisasi pada jaringan kulit paska luka eksisi dengan
pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran dimana kelompok
perlakuan dengan konsentrasi 10% memiliki efek penyembuhan yang
lebih baik dibandingkan dari semua kelompok.
5.2 SARAN
Penilaian ini menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin, yang
merupakan pewarnaan standar pada setiap pemeriksaan histopatologis, disarankan
untuk melanjutkan penelitian dengan menggunakan teknik pewarnaan yang
spesifik guna menilai deposisi kolagen seperti metoda sirius red, serta penilaian
sel fibroblast dengan metoda immunohistokimia.
43
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed K.A.A, Abdulla M.A, Mahmoud F.M. 2012. Wound Healing Potential of
Phillanthus niruri L Ekstract in Experimental Rats. Middle-East Journal of
Scientific Research. 11(11): 1614-1618.
Arbain D, Bakhtiar A, Putra DP, Nurainas. 2014. Tumbuhan Obat Sumatera.
Kampus Unand Limau Manis Padang: UPT Sumber Daya Hayati Sumatera
Universitas Andalas.
Aria M, Arel A, Monika. 2015. Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Daun Piladang
(Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Terhadap Mencit Putih Betina.
Jurnal Scientia. 5(2): 84–91.
Arief H. 2011. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta. Penebar Swadaya.
Arifin B, Ibrahim S. 2018. Struktur Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah. 6(1): 21-29.
Aspan R. 2010. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta. Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Meniran (Phyllanthus niruri L).,
Acuan Sediaan Herba Volume Kelima. Jakarta.
Bancroft, John D. 2001. Theory And Practice Of Hystological Techniques.
Churcill Living Stone. New York.
Burkit HG, Healt JW, Young B. 1995. Histologi Fungsiona Edisi 3. Penerjemah:
Tambayong J. Judul buku asli: Fungsional Histology. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya,
Anggota IKAPI PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Dalimartha S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia (edisi 2). Jakarta: Trubus
Agriwidya, Anggota IKAPI PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia IV.
Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Djauhari E, Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta. Penebar Swadaya.
Gusriyani S. 2019. Pengaruh Pemberian fraksi Etil Asetat Daun Meniran
(Phyllantus niruri Linn.) Terhadap Penyembuhan Luka Eksisi Pada Tikus
Putih Jantan. Skripsi. Padang. STIFI..
Hakim K, Obydul H. 2016. A review on ethnomedicinal, phytochemical and
pharmacological properties of Phyllanthus niruri. Journal of Medicinal Plants
Studies. 4(6): 173-180
Hamzah M, Aisyah S. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FK UI-
Press..
44
Harborne J. 1987. Metoda Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung. ITB.
Karakata, S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Jakarta: Hipokrates.
Karimi M, Parsaei P, Asadi SY, Ezzati S, Boroujeni RK, Zamiri A, Rafieian-
Kopaei M. 2013. Effects of Camellia sinensis Ethanolic Extract on
Histometric and Histopathological Healing Process Of Burn Wound In Rat.
Middle-East Journal Of Scientific Research. 13(1): 14-19.
Kaur N, Kaur B, Sirhindi G. 2017. Phytochemistry and Pharmacology of
Phyllanthus niruri L. Review Phytotherapy Research. DOI: 10.1002.
Lestari IAS. 2015. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Tanaman Meniran
(Phyllanthus niruri L.). Medan: Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Madhavi P. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Activity of Citrullus lanatus
Seed Oil by In-vivo and In-vitro Models, irjpas.Com. 2(4): 104-108.
Maharani A. 2015.Penyakit Kulit, Perawatan, Pencegahan dan Pengobatan.
Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Mathivanan N, Surendiran G, Srinivasan K, Malarvizhi K. Morinda pubescens JE
Smith (Morinda tinctoria Roxb.). 2006. Fruit extract accelerates wound
healing in rats. J Med Food. 4(1): 591-3.
Maryani, Siswati, Yanthy S, Liana T, Elizabeth LW, Elly H, Ninis S, I. A. S.,
2013. Ilmu Resep Kelas X. Jakarta: Pilar Media.
Mescher AL. 2012. Histologi Dasar Junqueira: Teks dan Atlas Edisi 12. Egc:
Jakarta
Morris P J, Malt RA.1990. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press.
New York.
Nasution N. 2015. Uji aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang (Colacasia
esculenta (L.) Schoot var. antiquorum) terhadap Penyembuhan Luka terbuka
pada Tikus Putih (rottus novergicus) Jantan Galur Sprague Dawley. UIN:
Syarif Hidayatullah.
Roodbari N, Sotoudeh A, Jahanshahi A, Takhtfooladi MA. 2012. Healing Effect
OfAdiantumcapillus Veneris On Surgical Wound In Rat. Research Opinions
In Animal & Veterinary Sciences. 12: 591-595.
Sari WN. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Meniran (Phyllanthus
niruri L.)Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneal
Mencit Putih Jantan. Padang: Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.
Singer AJ, Dagum AB. 2008. Current Management of Acute Cutaneous
Wounds.N Engl J Med. 359 (10): 1037-1046
Sjamsuhidajat, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 3). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Thakur R, Jhain N, Phatak R, Shandu SS. 2011. Practices in Wound Healing
Studies Plants.India: Jurnal Hindawi Publishing Corporation.
Wasita A, Syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta. Universitas
Indonesia.
45
Lampiran 1. Gambar
Gambar 6. Tanaman Meniran
Lampiran 1. (Lanjutan)
1
3
2
Gambar 7. Gambar Seperangkat Alat Rotary Evaporator
Keterangan :
1. Kondensor
2. Labu pelarut
3. Labu rotary
46
Lampiran 1. (Lanjutan)
(a)
(b)
(b)
Gambar 8. (a) Sediaan Salep Daun Meniran (b) Pembanding
47
Lampiran 1. (lanjutan)
Gambar 9. Waktu Epitelisasi Kelompok Perlakuan Kontrol
Gambar 10. Waktu Epitelisasi Kelompok Pembanding
Luka Awal
Luka Awal Luka setelah terbentuk epitel
baru (hari ke 10)
Luka setelah terbentuk epitel
baru (hari ke 10)
48
Lampiran 1. (lanjutan)
Gambar 11. Waktu Epitelisasi Kelompok Perlakuan Konsentrasi 5%
Gambar 12. Waktu Epitelisasi Kelompok Perlakuan Konsentrasi 10%
Luka Awal
Luka Awal Luka setelah terbentuk epitel
baru (hari ke-10)
Luka setelah terbentuk epitel
baru (hari ke-10)
49
Lampiran 2. (lanjutan)
Gambar 13. Identifikasi Sampel
50
Lampiran 3. Skema Kerja
Gambar 14. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Kental Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.)
- Dibersihkan dan dirajang halus
sebanyak 1 kg
- Maserasi dengan elanol 96% selama 3
hari (3 x pengulangan)
- Saring
Meniran
(Phyllanthus niruri L.) segar
Ampas Maserat
Diperoleh ekstrak etanol kental
Fraksinasi dengan eter
Uji Pemeriksaan Uji Skrining Fitokimia
Perhitungan Rendemen,
Pemeriksaan Organoleptis,
dan Susut Pengeringan
Uji Flavanoid, Saponin,
Terpenoid Dan Steroid
Fraksinasi dengan etil asetat 2:1
Diperoleh fraksi non polar
Pembuatan Sediaan Salep
Rotary evaporator
Fraksi kental semi polar
51
Lampiran 3. (Lanjutan)
Gambar 15. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap
Penyembuhan Luka
Hewan percobaan diaklimatisasi
Penimbangan BB dan pengelompokkan hewan percobaan
Kelompok I
Tikus yang
dioleskan
basis salep
(kontrol)
Kelompok III
Tikus yang
dioleskan
salep fraksi
etil asetat
daun meniran
dengan
konsentrasi
10%
Kelompok IV
Tikus yang
dioleskan
sediaan yang
beredar yaitu
salep
Tekasol®
- % Proses penyembuhan luka
- Waktu epitelisasi
- Pembentukan serabut kolagen
- Re-epitelisasi
Analisa data
Kelompok II
Tikus yang
dioleskan
salep fraksi
etil asetat
daun meniran
dengan
konsentrasi
5%
Hewan dilukai dengan diameter ±2 cm
52
Lampiran 3. (Lanjutan)
Gambar 16. Skema Kerja Pembuatan Sediaan Histopatologi
Dekapitasi hewan percobaan
Pengambilan jaringan kulit
Fiksasi dalam formalin 10%
Dehidrasi dalam alkohol
bertingkat (dimulai dengan
alkohol 30%, 50%, 70%, 80%,
95%, alkohol absolute)
Clearing (Penjernihan) menggunakan Xylol
Embeding (Pembuatan blok parafin)
Section (Pemotongan blok jaringan
menggunakan mikrotom)
Pewarnaan dengan Hematoxylin-Eosin
Mounting (Penutupan sediaan) dengan
balsam canada dan cover glass
Pengamatan - serabut kolagen
- jumlah sel fibroblast
- reepitelisasi
53
Lampiran 4. Hasil Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Tabel 7. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Organoleptis Hasil Pengamatan
Bentuk Cairan kental
Warna Coklat kehijauan
Bau Khas
Tabel 8. Rendemen Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Berat Ekstrak Etanol
Daun Meniran
Berat Fraksi Etil Asetat
Duan Meniran
% Rendemen
130,8136 g 20,0603 g 15,335%
Penentuan rendemen :
Rendemen (%) =
=
= 15,335%
54
Lampiran 4. (Lanjutan)
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Berat cawan
kosong (A)
Cawan + ekstrak
sebelum di oven
(B)
Cawan + ekstrak
setelah di oven
(C)
%Susut
pengeringan
40,2748 g 41,2764 g 41,1128 g 16,33%
( ) ( )
( )
= ( ) ( )
( )
= 16,33%
Tabel 10. Hasil Uji Skrinning Fitokimia Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Keterangan : (+) = Terdeteksi
(-) = Tidak Terdeteksi
Kandungan
kimia Pereaksi Hasil teoritis Hasil pengamatan Kesimpulan
Alkaloid Mayer Terbentuk kabut
putih
Tidak terbentuk
kabut putih -
Flavonoid Mg/HCl (p) Terbentuk warna
merah
Terbentuk warna
merah +
Fenol FeCl3
Terbentuk warna
biru
Terbentuk warna
biru +
Saponin Air Terbentuk busa Tidak terbentuk
busa -
Terpenoid/Ste
roid
H2SO4/
As.asetat
anhidrat
Terbentuk warna
merah/ warna ungu
Terbentuk warna
biru ungu - /+
55
Lampiran 5. Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat DaunMeniran
Tabel 11. Hasil Uji Organoleptis
Organoleptis Hasil Pengamatan
Bentuk Setengah padat
Warna Coklat kehijauan
Bau Khas
Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas
Sediaan Hasil Pengamatan
Konsentrasi 5% Homogen
Konsentrasi 10% Homogen
Tabel 13. Hasil Uji pH
Sediaan Hasil Pengamatan
Konsentrasi 5% pH 6
Konsentrasi 10% pH 5
56
Lampiran 6. Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka
Tabel 14. Hasil pengukuran penyembuhan luka
Kelompok no Diameter Luas Luka
Awal
Diameter Luas Luka
Akhir
% luas
penyemb
uhan luka
Kontrol 1 2,5 cm 4,906 cm3
1,9 cm 2.833 cm3 42,25
2 2,6 cm 5, 306 cm3
1,85 cm 2,686 cm3 49,37
3 2,85 cm 6,331 cm3
2,1 cm 3,461 cm3 45,33
4 1,9 cm 2,833 cm3
1,4 cm 1,538 cm3 45,71
5 2,2 cm 3,799 cm3
1,6 cm 2,009 cm3 47,11
6 2,4 cm 4,521 cm3
1,75 cm 2,404 cm3 46,82
Rata-rata 46,09
Pembanding 1 2,65 cm 5,722 cm3
1,45 cm 1,650 cm3 71,16
2 2,9 cm 6,601 cm3
1,75 cm 2,404 cm3 63,58
3 3,15 cm 7,789 cm3
1,85 cm 2,686 cm3 65,51
4 2,85 cm 6,376 cm3
1,55 cm 1,885 cm3 70,43
5 2,95 cm 6,831 cm3
1,7 cm 2,268 cm3 66,79
6 2,9 cm 6,601 cm3
1,6 cm 2,009 cm3 69,56
Rata-rata 67,83
Konsentrasi
5%
1 2,75 cm 5,936 cm3 1,65 cm 2,137 cm
3 63,99
2 2 cm 3,14 cm3 1,2 cm 1,130 cm
3 64,01
3 2,75 cm 5,936 cm3 1,6 cm 2,009 cm
3 66,15
4 2,35 cm 4,335 cm3 1,45 cm 1,650 cm
3 61,93
5 2,25 cm 3,974 cm3 1,3 cm 1,326 cm
3 66,63
6 2,45 cm 4,711 cm3 1,5 cm 1,766 cm
3 62,51
Rata-rata 64,20
Konsentrasi
10%
1 2,5 cm 4,906 cm3 1,3 cm 1,326 cm
3 72,97
2 2 cm 3,14 cm3 1 cm 0,785 cm
3 75
3 2,35 cm 4,335 cm3 1,3 cm 1,326 cm
3 69,41
4 2,15 cm 3,628 cm3 1,2 cm 1,130 cm
3 68,85
5 2,45 cm 4,711 cm3 1,25 cm 1,226 cm
3 73,97
6 2,3 cm 4,152 cm3 1,25 cm 1,226 cm
3 70,47
Rata-rata 71,77
57
Lampiran 6. (lanjutan)
Contoh Perhitungan Luas Permukaan Penyembuhan Luka
Diameter 1 = 2,5 cm
Diameter 2 = 2,5 cm
Rata-rata diameter luka =
= ( )
= 2,5 cm
Contoh Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka
% Luas Penyembuhan Luka = ( )
Kontrol HP 1
Diameter luka awal = 2,5 cm
Diameter luka akhir = 1,9 cm
Jari-jari (r) awal
Jari-jari (r) =
r =
= 1,25 cm
Jari-jari (r) akhir
Jari-jari (r) =
r =
= 0,95 cm
π = 3,14
Luas luka awal :
L = π x r²
L = 3,14 x (1,25) 2cm
L = 4,906 cm²
58
Lampiran 6. (Lanjutan)
Luas luka akhir :
L = π x r²
L = 3,14 x (0,95) 2 cm
L = 2,833 cm²
% Luas Penyembuhan Luka
% Luas Penyembuhan Luka =
=
= 42,25 %
59
Lampiran 7. Hasil perhitungan statistik persentase luas penyembuhan luka
Tabel 15. Hasil perhitungan statistik persentase luas penyembuhan luka
Descriptives
Luas penyembuhan luka
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max Lower Bound Upper Bound
Kontrol 6 46.0983 2.35792 .96262 43.6239 48.5728 42.25 49.37
Pembanding 6 67.8383 3.01224 1.22974 64.6772 70.9995 63.58 71.16
konsentrasi 5% 6 64.2033 1.88661 .77021 62.2235 66.1832 61.93 66.63
konsentrasi 10% 6 71.7783 2.54945 1.04081 69.1028 74.4538 68.85 75.00
Total 24 62.4796 10.30504 2.10351 58.1281 66.8310 42.25 75.00
Test of Homogeneity of Variances
Luas penyembuhan luka
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.132 3 20 .360
ANOVA
Luas penyembuhan luka
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups 2318.998 3 772.999 125.221 .000
Within Groups 123.462 20 6.173
Total 2442.459 23
60
Lampiran 7. (lanjutan)
Luas penyembuhan luka
Duncana
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
kelompok basis 6 46.0983
kelompok 5% 6 64.2033
Kelompok
pembanding 6 67.8383
kelompok 10% 6 71.7783
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
61
Lampiran 8. Hasil perhitungan statistik waktu epitelisasi
Tabel 16. Hasil perhitungan statistik waktu epitelisasi
Descriptives
Waktu epitelisasi
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Min Max Lower Bound Upper Bound
Kontrol 6 8.83 .753 .307 8.04 9.62 8 10
Pembanding 6 7.33 .516 .211 6.79 7.88 7 8
Konsentrasi 5% 6 7.67 .816 .333 6.81 8.52 7 9
konsentrasi10% 6 7.33 .516 .211 6.79 7.88 7 8
Total 24 7.79 .884 .180 7.42 8.16 7 10
Test of Homogeneity of Variances
Waktu epitelisasi
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.698 3 20 .564
ANOVA
Waktu epitelisasi
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups 9.125 3 3.042 6.887 .002
Within Groups 8.833 20 .442
Total 17.958 23
62
Lampiran 8. (lanjutan)
Waktue pitelisasi
Duncana
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Kelompok pembanding 6 7.33
kelompok 10% 6 7.33
kelompok 5% 6 7.67
kelompok basis 6 8.83
Sig. .422 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
63
Lampiran 10. Ethical Clearance
Gambar 17. Ethical Clearance