Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

16
UJI LAPANG ROBOT PEMETIK BUAH KETIMUN* ABSTRAK Sebuah robot pemanen ketimun otomatis telah dikembangkan dan diuji di Institute of Agriculture and Environmental Engineering (IMAG B.V) pada musim gugur tahun 2001. Pada analisis proses panen di Belanda ditunjukkan bahwa pada lahan seluas 2 ha dibutuhkan empat buah robot untuk mengganti tenaga kerja manusia selama musim panen. Dengan asumsi tingkat keberhasilan robot adalah 100%,dibutuhkan waktu pemetikan 10 detik/buah ketimun dalam satu siklus pemanenan. Dalam tulisan ini hasil dari uji lapangan robot pemetik buah ketimun secara otomatis akan dilaporkan serta akan dianalisis dalam beberapa kriteria kinerja robot. Ketimun (Cucumis sativus cv. Korinda) ditanam dalam suatu sistem budidaya high- wire. Robot pemetik ketimun ini telah diuji dalam empat percobaan bebas. Tingkat rata- rata keberhasilannya adalah 74.4%. Pada umumnya kegagalan pada uji lapang ini bersumber dari posisi end-effector yang tidak akurat pada tangkai buah. Pada penelitian ini telah ditemukan beberapa posisi robot yang tepat sehingga mampu melakukan beberapa upaya pemanenan pada posisi buah ketimun yang berbeda-beda sehingga akan cukup meningkatkan tingkat keberhasilan. Dalam uji lapang ini diperoleh siklus pemanenan ketimun dengan waktu 65.2 detik/buah ketimun. Karena tidak semua upaya pemanenan berhasil, waktu siklus dari 124 detik per ketimun yang dipanen diukur dalam kondisi praktis. Pada uji yang dilakukan, ditunjukkan bahwa kemampuan robot untuk memanen lebih dari satu mentimun dengan menggunakan satu set gambar dapat mengurangi waktu siklus panen menjadi 56.7 dan 53 detik. Untuk menghubungkan perbedaan antara kinerja yang diukur dan spesifikasi desain yang ada, penelitian selanjutnya akan berfokus pada peningkatan tingkat keberhasilan,penggunaan hardware dan software yang lebih cepat untuk pengolahan citra serta perencanaan gerak dan reduksi waktu gerak manipulator robot tersebut. *Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Mekantronika dan Robotika Pertanian, terjemahan jurnal dengan judul Field Test of An Auotonomous Cucumber Picking Robot oleh E.J Van Henten et all., Institute of Agricultural and Enviromental Engineering, Netherland. Dikutip dari Jurnal Science Direct pada tanggal 23 April 2010

Transcript of Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Page 1: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

UJI LAPANG ROBOT PEMETIK BUAH KETIMUN*

ABSTRAK

Sebuah robot pemanen ketimun otomatis telah dikembangkan dan diuji di Institute of Agriculture and

Environmental Engineering (IMAG B.V) pada musim gugur tahun 2001. Pada analisis proses panen di

Belanda ditunjukkan bahwa pada lahan seluas 2 ha dibutuhkan empat buah robot untuk mengganti tenaga

kerja manusia selama musim panen. Dengan asumsi tingkat keberhasilan robot adalah 100%,dibutuhkan

waktu pemetikan 10 detik/buah ketimun dalam satu siklus pemanenan. Dalam tulisan ini hasil dari uji

lapangan robot pemetik buah ketimun secara otomatis akan dilaporkan serta akan dianalisis dalam

beberapa kriteria kinerja robot. Ketimun (Cucumis sativus cv. Korinda) ditanam dalam suatu sistem

budidaya high- wire. Robot pemetik ketimun ini telah diuji dalam empat percobaan bebas. Tingkat rata-

rata keberhasilannya adalah 74.4%. Pada umumnya kegagalan pada uji lapang ini bersumber dari posisi

end-effector yang tidak akurat pada tangkai buah. Pada penelitian ini telah ditemukan beberapa posisi

robot yang tepat sehingga mampu melakukan beberapa upaya pemanenan pada posisi buah ketimun yang

berbeda-beda sehingga akan cukup meningkatkan tingkat keberhasilan. Dalam uji lapang ini diperoleh

siklus pemanenan ketimun dengan waktu 65.2 detik/buah ketimun. Karena tidak semua upaya pemanenan

berhasil, waktu siklus dari 124 detik per ketimun yang dipanen diukur dalam kondisi praktis. Pada uji

yang dilakukan, ditunjukkan bahwa kemampuan robot untuk memanen lebih dari satu mentimun dengan

menggunakan satu set gambar dapat mengurangi waktu siklus panen menjadi 56.7 dan 53 detik. Untuk

menghubungkan perbedaan antara kinerja yang diukur dan spesifikasi desain yang ada, penelitian

selanjutnya akan berfokus pada peningkatan tingkat keberhasilan,penggunaan hardware dan software

yang lebih cepat untuk pengolahan citra serta perencanaan gerak dan reduksi waktu gerak manipulator

robot tersebut.

*Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Mekantronika dan Robotika Pertanian, terjemahan jurnal

dengan judul Field Test of An Auotonomous Cucumber Picking Robot oleh E.J Van Henten et all.,

Institute of Agricultural and Enviromental Engineering, Netherland. Dikutip dari Jurnal Science

Direct pada tanggal 23 April 2010

Page 2: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

I. PENDAHULUAN

Pada tahun 1996, penelitian tentang pengembangan robot panen ketimun telah didukung oleh

Institute of Agriculture and Environmental Engineering (IMAG B.V). Berbagai aspek pengembangan

sistem agro-robot pada beberapa bidang diantaranya penerapan sistem budidaya baru, ekonomi, logistik

dan yang terakhir adalah teknologi robot telah dilaporkan sepanjang tahun (Gieling et al.,1996; Van

Kollenburg-Crisan et al, 1997., 1998; Bontsema et al., 1999; Meuleman et al., 2000; VanHenten et al.,

2001, 2002a, 2002b, 2003). Pengembangan mesin panen telah menjadi tren lama yang dimulai pada awal

tahun 1980-an pada abad ke-20, yang mengarah pada otomatisasi. Banyak hal yang mendukung untuk

mempercepat otomatisasi pada bidang pertanian diantaranya adalah pengurangan biaya tenaga kerja,

permasalahan dengan ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan peningkatan proses produksi baik

secara kuantitatif maupun kualitatif. Terlebih lagi pada saat baru-baru ini, pencegahan gangguan

muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan juga memotivasi proses otomatisasi.

Balerin et al. (1991), Kondo et al. (1996), Hayashi dan Sakaue (1996), Arima dan Kondo (1999)

dan Hayashi et al. (2001) melaporkan prototipe penelitian panen robot untuk tomat, ketimun dan terong

yang tumbuh di green house. Namun, robot pemanen otomatis ini belum diterapkan secara komersial di

dalam praktek budidaya horikultura. Salah satu kendalanya adalah karena harga dan kinerja robot belum

memenuhi persyaratan untuk diaplikasikan langsung di lapangan. Contohnya, tingkat keberhasilan yang

dilaporkan sejauh ini adalah 60% untuk panen tomat robot (Balerin et al., 1991), 70% untuk robot

pemanen tomat ceri (Kondo et al., 1996) dan 62,5% untuk robot pemanen terong (Hayashi et al., 2001).

Pada tahun 2001 di IMAG, model fungsional robot pemanen untuk buah ketimun diuji di green

house dengan sistem budidaya ketimun itu sendiri menggunakan sistem budidaya high-wire. Analisis

proses panen dari perspektif ekonomi, logistik dan teknologi, telah mengungkapkan bahwa pada fasilitas

produksi di lahan seluas 2 ha di Belanda, empat robot diperlukan untuk menggantikan tenaga kerja

manusia selama musim panen. Lalu dengan asumsi tingkat keberhasilan 100%, siklus panen dapat

berlangsung paling lama 10 detik/buah mentimun (Bontsema et al., 1999).

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyajikan dan menganalisa hasil uji lapangan beberapa

kriteria kinerja robot pemanen buah ketimun dan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari

konsep robot ini.

Page 3: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Sistem Budidaya High-Wire

Pada bulan Agustus 2001, ketimun (Cucumis sativus cv.Korinda) ditanam pada lapisan rockwool

di lahan 240 m2 pada green house di IMAG. Korinda, sebuah kultivar (media tanam) yang biasa

digunakan dalam praktik hortikultura di Belanda, dipilih untuk memperpanjang tangkai buah ketimun

yang kernudian dianggap dapat mendukung pemanen ketimun secara otomatis dengan baik. Pada

percobaan ini tanaman ketimun dibudidayakan pada sistem yang disebut sistem budidaya hig- wire

dengan rata-rata jarak baris antara setiap tanaman adalah 0.5 m (seperti pada Gambar 1). Setiap tanaman

menempel pada sebuah tali. Tanaman yang menempel pada tali ini terpasang dengan sebuah kumparan

dan melekat pada sebuah kawat logam yang berjarak sekitar 4 m di atas tanah. Kawat tanaman ini

terhubung dengan struktur bangunan green house. Setelah tanaman mencapai bagian atas kawat, tanaman

diturunkan sekitar 0-5 m dengan cara membuka gulungan tali tanaman dari kumparannya dan

menggerakkan kumparan tersebut secara paralel terhadap lintasan tanaman. Sebelum menurunkan

tanaman, semua daun yang berada di dekat tanah harus dibersihkan terlebih dahulu. Pertumbuhan buah

ketimun ini secara manual terbatas pada satu buah per dua axils. Dengan demikian, ketimun yang matang

terdapat pada daerah antara 0.8 m dan 1.5 m di atas tanah. Pada daerah tersebut, buah memiliki

keseragaman panjang dan berat. Untuk memudahkan pemanenan secara otomatis, standar sistem

pengolahan high- wire sedikit diubah dengan dua cara seperti ditunjukkan pada Gambar. 1. Pertama-tama,

kabel-kabel diikat di kawat tanaman sedemikian rupa sehingga daerah panen batang tanaman akan

menggantung pada sudut 35o terhadap garis horisontal. Meskipun dalam praktek hortikultura di Belanda,

tanaman biasanya tumbuh lebih vertikal yaitu dengan sudut batang yang besar, namun sudut batang dapat

bervariasi secara signifikan. Kedua, daun yang berada disekitar buah yang matang yaitu di daerah antara

0.8 dan 1.5 m di atas tanah harus diambil atau dibersihkan terlebih dahulu. Penelitian ini telah

menunjukkan bahwa pembersihan daun pada bagian bawah buah serta pada sekitar buah yang matang

buah merupakan perlakuan yang tidak akan memberikan pengaruh (berkurangnya) produksi buah baik

dari segi kuantitas maupun kualitas (Bruins dan Van Gurp, 2000). Dengan demikian, sebagian besar buah

akan bergantung bebas pada batang sehingga dapat terlihat dengan jelas dan mudah diakses. Jika

dibandingkan dengan budidaya buah ketimun tradisional, kelebihan utama dari sistem budidaya high-

wire ini, terutama untuk pemanenan buah secara otomatis adalah struktur kanopi lebih terbuka dan

daerah dimana buah yang matang dapat ditemukan lebih mudah terlihat. Selain itu, sistem ini juga

menghasilkan produksi yang lebih tinggi, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Sayangnya, kekurangan

dari sistem ini adalah diperlukan tenaga kerja lebih tinggi untuk pemeliharaan tanaman.

Page 4: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Gambar 1. Sistem budidaya high- wire, sebelum dilakukan pembersihan daun (kiri) dan sesudah (kanan), dengan menggunakan sistem normal (kiri) dan dengan mengurangi sudut penggantungan

tanaman (kanan).

2.2 Prosedur Pemanenan

Gambar 2 menunjukkan urutan prosedur panen yang digunakan selama percobaan. Robot pemanen

ini menggunakan pipa pemanas yang diletakkan di dalam tanah (sistem pipa seperti pada rel kereta api )

untuk membimbing dan mendukung robot saat bergerak di dalam green house. Selama proses

pemanenan robot dalam keadaan stand by kemudian sistem visual mengambil dua gambar buah ketimun

yang akan dipanen. Setelah ketimun terdeteksi oleh sistem visual, kematangannya dianalisis. Ketimun

yang terlalu kecil tidak akan dipanen. Sedangkan pada ketimun yang benar-benar matang, posisi tiga

dimensinya (3D) dihitung dengan menggunakan dua gambar. Jika lebih dari satu ketimun matang yang

terdeteksi, buah akan dipanen secara berurutan. Pertama, gerakan collision-free (tabrakan bebas) dari

manipulator dihitung untuk membawa end-effector ke posisi sekitar 10 cm di depan buah ketimun yang

akan dipanen. Kemudian, gerakan collision-free (tabrakan bebas) yang kedua, manipulator akan

menempatkan gripper (pemegang buah-tangan robot) tepat pada tangkai buah.Gerakan ini dilakukan pada

kecepatan relatif lambat yang bertujuan untuk mencegah kerusakan buah, walaupun dalam hal ini sensor

yang digunakan untuk perencanaan gerakan manipulator belum cukup akurat. Penyimpangan yang terjadi

selama prosedur pemanenan telah dinyatakan oleh Van Henten et al. (2003), selama uji lapangan yang

dilakukan, penyimpangan yang terjadi akibat tidak adanya informasi yang digunakan dari sensorik lokal

Page 5: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

yang diperoleh dari kamera yang terpasang di atas end effector. Kemudian gripper mencengkeram

tangkai buah lalu pisau termal memotong tangkai buah, buah yang telah dipanen dipisahkan dari

pohonnya. Lalu, dengan menggunakan section cup buah dipindahkan ke peti penyimpanan. Kemudian

manipulator bergerak kembali ke posisi awal. Jika ketimun yang matang lebih banyak, siklus panen

diulangi lagi mulai dengan gerakan perencanaan untuk mendekati buah. Jika tidak ada

lagi ketimun yang matang, kendaraan akan berpindah dengan jarak sejauh 0.33 m sepanjang rel pada

sistem pipa dan kemudian berhenti. Pada saat posisi baru ini, siklus panen diulang, dimulai dengan

mengambil dua citra buah yang akan dipanen. Karena lebar sudut kamera yang digunakan dalam sistem

visual mampu memeriksa luas daerah panen selebar 1m, maka gerakan 0.33 m kendaraan sepanjang rel

pada sistem pipa memungkinkan maksimal tiga kali upaya pemanenan per buah ketimun. Percobaan

terdahulu telah menunjukkan bahwa hal ini memungkinkan untuk meningkatkan kinerja robot. Pada

akhirnya, seluruh prosedur panen akan terus diulangi sampai lintasan robot habis.

Gambar 2. Urutan tugas selama pemanenan ketimun; 3D, threedimensional; TCP, tool center point

Yes

Yes

Yes Yes

No

No

No

No

Inisial sistem

Robot bergerak sejauh

Δx kedepan pada rel

Kamera bergerak pada

posisi pengambilan citra

Pengambilan citra streo

Pengolahan citra

(penditeksian buah)

Pendeteksia

n buah? Penentuan 3D

Buah

matang?

Robot

berada di

akhir rel?

Perencanaan gerakan

TCP bergerak dekat ke

titik pemotongan Memegang buah dan

memotong batang

Masukkan buah

kedalam peti lalu

berhenti

TCP bergerak ke posisi

awal

Masih

terdeteksi

buah?

Robot bergerak ke

posisi awal

Pemanenan

selesai

Page 6: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

2.3 Percobaan Pemanenan

Percobaan pemanenan ini telah selesai dilakukan pada tanggal 25 Oktober dan pada tanggal 1, 7

dan 13 November 2001. Dengan menggunakan dua buah kabel pada ketinggian 0.8 dan 1.5 m pita panen

ditandai pada kanopinya. Semua ketimun di dalam pita panen ini telah menerima tag yang bernomor.

Seperti dijelaskan dalam bagian 2.1 daun didalam pita ini telah dibuang. Hanya daun yang berasal dari

batang pada ketinggian di dalam pita panen yang dibuang secara manual, sedangkan daun yang berasal

dari batang di atas ketinggian 1.5 m dibiarkan saja ditempatnya. Selain itu, dalam pita panen, sistem yang

berkembang telah dimodif dalam dua cara. Dari dua ketimun yang saling bersentuhan satu sama lain, satu

telah dibuang, sedangkan ketimun yang tergantung di belakang batang dari tanaman di sebelahnya akan

diletakkan secara manual di depan batangnya. Namun, modifikasi ini jarang dilakukan karena kemiringan

35o dari kabel tanama membuat sebagian besar buah ketimun bergantung bebas dan oleh karena itu dapat

terlihat dengan sangat jelas dan mudah diakses.

Selanjutnya siklus pemanenan dilakukan di sepanjang jalur tersebut. Keberhasilan dan kegagalan

dari siklus pemanenan yang secara manual dicatat. Dalam hal kegagalan, sebab-sebab atau faktor-faktor

kegagalan tersebut dinilai dan dicatat juga. Berbagai jenis kegagalan tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1: Kategori kegagalan penelitian selama proses pemanenan

Kategori kegagalan Deskripsi

1 Kesalahan segmentasi gambar karena intensitas flash yang terlalu

rendah atau terlalu tinggi

2 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena terhalang oleh ketimun yang

lain, daun, batang atau benda lainnya dalam gambar 3 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena tersembunyi di balik buah yang

lain, daun, batang, tali atau benda lain

4 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena sebagian di luar bidang gambar

5 Gagal dalam melakukan pencocokan objek selama proses stereovision

karena terdapat perbedaan dalam dua gambar tersebut yang dapat

berasal dari perbedaan dalam ukuran objek, segmentasi, refleksi dan

sudut pandangan yang berbeda antara dua gambar 6 Tidak dapat mendeteksi batang timun

7 Tidak dapat menempatkan posisi end-effector dengan akurat pada

tangkai buah (dalam salah satu dari tiga dimensi) 8 Tidak dapat mendekati buah karena halangan dari gerak-jalan oleh

benda-benda yang tidak terdeteksi seperti daun dan batang

9 Perencanaan gerakan gagal, perilaku yang tidak diinginkan manipulator 10 Kegagalan oleh end-effector misalnya end-effector mendorong

mentimun menjauh, kegagalan dalam perangkat pemotongan,kegagalan

pada mangkok sedotan, ketidaksengajaan jatuhnya ketimun selama

proses pemindahan ke peti atau pelepasan ketimun untuk masuk ke dalam peti yang tidak baik

Page 7: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Kegagalan pada kategori 1-6 terkait dengan pengolahan citra sedangkan kegagalan pada kategori 7

dan 8 dapat berasal baik dari pengolahan gambar atau dari kontrol gerakan robot. Kegagalan kategori 9

murni berasal dari kontrol gerak robot. Kegagalan 10 diwakili oleh fungsi yang tidak tepat dari and-

effector.

Komputer kontrol robot secara otomatisakan akan mencatat waktu-waktu eksekusi dari masing-

masing sub-tugas di siklus panen tersebut. Masing-masing sub-tugas dapat dibedakan sebagai barikut: (1)

mengambil dua gambar oleh sistem visi; (2) gambar dianalisis; (3) perencanaan gerakan dan pelaksanaan

gerakan manipulator ke posisi di depan ketimun; (4) pendekatan lambat menuju ketimun, dan akhirnya

(5) mencengkram dan memotong tangkainya, menyimpan buah pada tempat yang telah disediakan lalu

manipulator kembali ke posisinya semula. Sayangnya, tidak mungkin untuk secara otomatis dapat

memecahkan sub-tugas yang terakhir ini. Oleh karena itu, perkiraan waktu pelaksanaan perencanaan

gerakan, mencengkeram,pemotongan dan gerak kembali ditentukan secara masing-masing setelah

percobaan di green house selesai dilakukan. Gambar 3 menunjukkan robot panen di green house selama

uji lapangan dilakukan.

Gambar 3. Robot pemanen ketimun IMAG di dalam green house selama masa uji lapang.

Page 8: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

III. HASIL

Pada bagian hasil dari percobaan panen disajikan dalam 4 kriteria pengukuran yaitu, tingkat

keberhasilan, jumlah percobaan perpanen yang berhasil, sumber kegagalan dan waktu eksekusi.

3.1 Tingkat Keberhasilan

Selama dilakukan empat percobaan panen diperoleh total buah ketimun yang siap untuk dipanen

adalah 195 buah. Rata-rata 74. 4% dari buah ketimun yang berada di wilayah panen berhasil dipanen.

Tingkat keberhasilannya bervariasi antara 60 % dan 93.9% selama empat kali percobaan.

3.2 Jumlah Percobaan Pemanenan

Prosedur pemanenan seperti yang telah digambarkan pada bagian 2.2 dibolehkan untuk diulangi

kembali jika pada percobaan yang awal terjadi kegagalan. Meskipun 53% dari keberhasilan pemanenan

ketimun adalah yang sekali pemanenan, namun usaha untuk memanen ketimun secara berulang-ulang

terjadi cukup sering seperti yang terlihat pada Tabel 2. Secara total, usaha yang dibuat untuk memanen

195 ketimun adalah 302 usaha, sehingga usaha yang dibutuhkan untuk memanen satu ketimun yaitu

1.6/ketimun, namun pada akhirnya hanya 145 usaha yang berhasil dilakukan. Keberhasilan 145 usaha

tersebut membutuhkan 222 usaha, sehingga secara nyata usaha yang dibutuhkan yakni 1.5 untuk

memanen satu buah ketimun. Jelas, dapat dinyatakan bahwa untuk berhasil memanen 145 ketimun, dari

totalusaha panen yang telah dilakukan yaitu 302, diperoleh usaha yakni 2.1/ketimun yang dipanen.

302 usaha panen yang dilakukan pada 160 posisi pemanenan yang berbeda-beda pada robot selama

empat kali percobaan. Rata-rata 1.9 usaha yang dilakukan pada masing-masing posisi pemanenan. Pada

tabel 3 disajikan rincian jumlah ketimun yang terdeteksi dan yang dipanen pada setiap posisi panen.

Dalam jumlah kasus yang relatif kecil, yakni 11.8%, tidak ada ketimun yang siap panen terdeteksi. Pada

posisi ini, siklus panen berhenti sebentar setelah dilakukan pengolahan gambar. Kemudian robot tersebut

pindah ke posisi panen berikutnya. Dalam 60.1% dari posisi panen, satu dua atau tiga ketimun dipanen.

Dalam 15 kasus, empat ketimun terdeteksi di satu posisi panen; dalam lima kasus, lima ketimun; dalam

dua kasus, enamketimun; dan dalam satu kasus, bahkan tujuh ketimun. Namun, paling banyak tiga

ketimun berhasil dipanen pada satu posisi panen. Pada 22% dari posisi panen, dua atau tiga ketimun

dipanen. Hasil ini jelas menggambarkan kemampuan robot untuk memanen lebih dari satu ketimun

dengan menggunakan satu set gambar yang diambil di awal siklus panen. Namun masih, dalam 28.1%

dari kasus, ada ketimun yang terdeteksi tapi tidak berhasil dipanen.

Page 9: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Tabel 2. Jumlah upaya panen/ketimun

Jumlah upaya pemanenan Jumlah kejadian untuk semua

ketimun yang ada di adegan

panen (N 195)

Jumlah kejadian untuk

ketimun yang di panen (N =

145)

1 102 77

2 79 59

3 14 9

Jumlah upaya 302 222

Jumlah rata-rata dari

upaya/ketimun

1.6 1.5

N = Jumlah sampel

Tabel 3. Jumlah ketimun yang terditeksi dan terpanen pada setiap posisi panen

Jumlah kejadian absolut (%) Jumlah kejadian relatif

(%)

Posisi panen 160 100

Tidak ada ketimun yang terditeksi 19 11.8

Ketimun yang terditeksi tapi tidak terpanen

45 28.1

Ketimun terdeteksi dan satu yang

terpanen

61 38.1

Ketimun yang terditeksi dan dua

yang terpanen

32 20

Ketimun yang terditeksi dan tiga

yang terpanen

3 2

3.3 Sumber-Sumber Kegagalan

Sumber kegagalan yang direkam selama empat kali percobaan tercantum dalam Tabel 4. Mayoritas

kegagalan jatuh dalam kategori 7. Dalam 81 kasus, sistem tidak dapat menempatkan posisi and-effector

dengan cukup akurat di batang buah ketimun untuk dapat mensukseskan pemetikan. Analisis lebih lanjut

menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus, yaitu 73 dari 81, kesalahan posisi terjadi pada bidang di

samping kendaraan robot yaitu, gripper diposisikan terlalu jauh ke kiri atau terlalu banyak ke kanan atau

terlalu tinggi atau terlalu rendah, sedangkan kesalahan posisi tegak lurus terhadap kendaraan kurang

jelas.

Kegagalan kategori 4 mewakili kasus-kasus di mana buah ketimun sebagian menggantung di luar

bidang pandang sistem visiual robot. Untungnya, dalam kasus-kasus ini, tidak ada waktu terbuang pada

usaha panen yang sebenarnya. Kegagalan yang tergolong dalam kategori 8, yaitu jalur lintasan robot yang

terhalang oleh beberapa objek, yang berupa daun-daun yang bergantung disekitar daerah panen. Daun-

daun ini ada karena tidak dipetik sebelum proses pemanenan. Secara total, 224 kasus kegagalan tercatat

dan beberapa kegagalan terjadi untuk proses pemanenan tunggal. Rata-rata siklus panen tidak berhasil

dilakukan karena gabungan dari 1.4 kegagalan lainnya.

Page 10: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Tabel 5 menyajikan analisis sumber kegagalan untuk kasus-kasus di mana ketimun yang dipanen

dilakukan dalam dua atau tiga kali usaha pemanenan. Tabel ini juga menyajikan beberapa kegagalan yang

terjadi selama usaha awal yang tidak sukses. Kegagalan kategori 7 bahkan lebih jelas, dengan kategori 4

menempati posisi kedua. Jadi, dalam hal keberhasilan, upaya sebelumnya untuk pemanenan buah

ketimun, biasanya kegagalan yang terjadi karena kurangnya akurasi dalam penempatan posisi and-

effector. Jika dibandingkan dengan hasil yang tercantum dalam Tabel 4, kegagalan kategori 8 lebih jarang

muncul

Tabel 4. Kegagalan yang diamati selama empat kali percobaan

Sumber Kegagalan Jenis Kegagalan Kejadian Absolut Kejadian Relativ

(%)

1 Eror pada proses segmentasi

5 2.2

2 Penggabungan citra 14 6.3

3 Citra yang

tersembunyikan

12 5.4

4 Citra yang sebagian 33 14.7

5 Eror pada proses

sterevision

5 2.2

6 Batang yang tidak terditeksi

2 0.9

7 Penempatan end-

effector yang salah

81 36.2

8 Gangguan pada jalur gerakan

41 18.3

9 Eror pada manipulator 11 4.9

10 Kerusakan buah

ketimun

20 8.9

Total 224 100

.

Tabel 5. Sumber-sumber kegagalan pada pemanenan setelah dilakukan 2 atau 3 usaha

Sumber Kegagalan Jenis Kegagalan Kejadian Absolut Kejadian Relativ

(%)

1 Eror pada proses

segmentasi

3 3.6

2 Penggabungan citra 5 6

3 Citra yang

tersembunyikan

8 9.5

4 Citra yang sebagian 14 16.6

5 Eror pada proses sterevision

3 3.6

6 Batang yang tidak

terditeksi

2 2.4

7 Penempatan end-

effector yang salah

37 44

8 Gangguan pada jalur 8 9.5

Page 11: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

gerakan

9 Eror pada manipulator 0 0

10 Kerusakan buah ketimun

4 4.8

Total 84 100

3.4 Waktu Eksekusi

Tabel 6 menunjukkan kontribusi masing-masing dari sub-tugas terhadap waktu pelaksanaan

keseluruhan siklus panen untuk proses tunggal. Siklus panen penuh pada posisi tetap dari robot pemanen

rata-ratanya adalah 65.2 detik/ketimun. Ketika dua atau tiga ketimun dipanen dengan menggunakan

informasi yang sama dari sistem visual, waktu eksekusi dikurangi secara teratur menjadi 56.7 dan 53

detik untuk setiap mentimun. Nilai-nilai yang diukur sedikit lebih tinggi daripada yang bisa dihitung dari

tabel 6. Waktu eksekusi dari dua atau tiga ketimun, dihitung dengan nilai-nilai yang tercantum dalam

tabel 6, masing-masing adalah 55.1 dan 55.7 detik. Perbedaan nilai ini bisa dijelaskan dengan waktu

terlama (yaitu Δt = + 1.5 detik) yang diperlukan untuk perencanaan gerakan dan pengekskusian, dalam

hal ini lebih dari satu ketimun yang dipanen dengan menggunakan informasi yang sama dari sistem

visual. Sumber dari perbedaan ini tidak diketahui.

Tabel 6. Kontribusi dari masing-masing sub-task untuk total waktu eksekusi dari siklus pemanenan

tunggal

Sub-task Waktu Eksekusi (s) Standar Deviasi Waktu Eksekusi

Relatif (%)

Pencitraan 10.8 0.9 17

Analisis citra 9.5 1 15

Perencanaan gerakan dan pengeksekusian

12.5 1.9 19

Gerakan mendekati

buah ketimundengan

lambat

7.1 1.5 11

Menggenggam,

memotong dan

meletakkan buah

kedalam tempat penyimpanan lalu

kembali lagi ke posisi

semula

25.3 1 38

Total 65.2 2.4 100

Untuk dapat lebih membedakan antara sub-task, beberapa pengukuran tambahan dilakukan setelah

percobaan. Ditemukan bahwa gerakan perencanaan membutuhkan waktu sebesar 6.9 detik. Jadi, waktu

yang dibutuhkan untuk bergerak ke posisi di depan timun rata-ratanya sebesar 5.6detik. gerakan

Page 12: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

menggenggam membutuhkan waktu sebesar 0.9 detik dan pemotongan tangkai diperlukan waktu sebesar

2.7 detik. Perjalanan transportasi buah ketimun ke peti penyimpanan dan kembalinya gerakan manipulator

dari peti ke posisi semula membutuhkan waktu sebesar 16.2 dan 5.5 detik. Gerakan keseluruhan robot

dari satu posisi pemanenan ke posisi yang lain sepanjang lintasannya membutuhkan waktu sebesar 16.5

detik.

Hal ini bukanlah siklus panen pada posisi tetap robot yang benar-benar diperhitungkan dalam

prakteknya. Ini adalah kinerja rata-rata robot pada skala green house yang benar-benar penting. Selama

empat percobaan yang dilakukan, waktu siklus rata-rata yang tercatat dari 124 detik per mentimun yang

dipanen. Ini termasuk usaha pemanenan yang berhasil, kegagalan serta gerak dari robot sepanjang

lintasan tersebut. Rata-rata waktu eksekusi pada setiap posisi panen adalah 112 detik. Dan rata-rata

waktu eksekusi per ketimun yang ada adalah 92 detik.

Analisis lebih lanjut dari data menunjukkan bahwa jika semua usaha pemanenan pada posisi panen

tertentu didukung oleh informasi baru dari sistem visual maka waktu siklus rata-rata akan dapat

ditingkatkan menjadi 106 detik/ ketimun dan 142 detik per ketimun yang dipanen. Jika semua ketimun

yang ada telah dipanen pada usaha yang pertama, waktu siklus rata-rata akan menjadi 75 detik.

Page 13: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

IV. PEMBAHASAN

Tingkat keberhasilan sebesar 74.4% adalah hasil yang sangat menjanjikan untuk pengujian yang

pertama kalinya dari prototipe ini dalam prakteknya di green house. Dalam hubungannya dengan tingkat

keberhasilan, kinerja robot pemetik ketimun ini dapat bertahan dibandingkan dengan mesin pemanen

yang dikembangkan untuk beberapa produk hortikultura seperti tomat, tomat ceri dan terong dengan

tingkat keberhasilan 60%(Balerin et al., 1991), 70% (Kondo et., 1996) dan 62.5% (Hayashi et al.,2001).

Namun, untuk mendekati tingkat keberhasilan 100% memerlukan upaya penelitian yang cukup besar.

Sumber utama kegagalan ada hubungannya dengan ketidakmampuan sistem robotik menempatkan

posisi end-effector dengan akurasi yang tepat pada tangkai buah. Tampaknya ketidakakuratan ini berasal

dari sistem visual 3D yang digunakan. Manipulator yang digunakan dianggap perlu dibuat dengan

keakuratan yang cukup.

Beberapa dari kegagalan tersebut juga dikarenakan kurangnya daya lensa dalam sistem visual.

Tetapi tetap saja dirasakan bahwa ini bukan satu-satunya sumber kesalahan. Hasil yang lain menunjukkan

bahwa ketidakakuratan ini mungkin juga disebabkan oleh sudut-lebar yang dimiliki oleh lensa yang

digunakan dalam sistem visual. Posisi kesalahan banyak terjadi ketika ketimun terletak di sepanjang tepi

gambar. Hal ini ditunjukkan oleh sumber-sumber kegagalan yang terjadi selama usaha sebelumnya dalam

kasus dimana ketimun dipanen setelah dua atau tiga kali usaha (lihatTabel 5). Dengan kemungkinan

usaha pemanenan maksimum yang dilakukan sebanyak tiga kali per ketimun, terdapat cukup kesempatan

selama usaha pemanenan yang pertama dilakukan, ketimun berada di luar di tengah bidang pandang dari

sistem visual. Tiga rekonstruksi posisi dimensi menggunakan kamera berbasis stereovision bergantung

pada model lensa dalam hal titik fokus, jarak fokus dan radial dan tangensial distorsi. Selama kalibrasi

sudut-lebar dari sistem kamera yang digunakan dalam robot panen ini, ditemukan bahwa model kamera

sangat akurat jika diletakkan di dekat pusat bidang tampilan. Namun, kesalahan pemodelan terhadap tepi

gambar akan meningkat dengan sangat pesat dan akan mendistorsikan rekonstruksi posisi 3D dari

ketimun tersebut. Biasanya, model kedua digunakan untuk menggambarkan distorsi radial lensa. Model

yang seperti itu mungkin tidak cukup akurat untuk sudut-lebar lensa yang digunakan dalam robot

pemanen ini. Juga resolusi dari kamera CCD yang digunakan mempengaruhi ketelitian rekonstruksi posisi

3D. Sebuah resolusi yang lebih tinggi dari 768 dengan 512 piksel yang digunakan dalam sistem saat ini,

dapat meningkatkan akurasi proses stereovision juga. Selain itu, ketidaksetaraan dari distribusi cahaya

dalam di bidang pandang sistem kamera juga mungkin telah mendistorsikan keakuratan dari penentuan

posisi 3D buah ketimun juga. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 4, disini ketimun dikelilingi oleh

garis padat yang jelas yang terlihat di dekat pusat bidang pandangan (ditengah gambar). Ketika terletak di

Page 14: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

tepi bidang pandang, buah ketimun kurang terang terlihat (kiri dan kanan gambar). Jelas, dengan

memasang kamera di atas end-effector dapat menaikkan tingkat keberhasilan proses pemetikan karena

dengan posisi seperti ini sistem dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari sensor tersebut tentang

posisi yang tepat dari buah ketimun untuk kontrol umpan balik manipulator tersebut.

Gambar 4. Dua buah ketimun terlihat dalam posisi pemanenan yang berurutan, ketimun yang ditunjukkan

dengan garis melingkar menggambarkan efek dari ketidakseimbangan distribusi cahaya dalam beberapa

tangkapan citra dari kamera; ketimun yang ditunjukkan dengan garis putus-putus menggambarkan bahwa pada satu posis panen, buah ketimun mungkin saja terhalang oleh dedaunan, daunan ini dapat dibersihkan

sehingga posisi selanjutnya dapat terlihat dengan jelas.

Hasil ini sangat jelas menggambarkan kemampuan sistem untuk memanen lebih dari satu ketimun

menggunakan satu set gambar yang diambil oleh sistem visual. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dari

siklus panen. Jelas, prosedur ini hanya akan bekerja jika posisi dari ketimun lainnya tidak berubah

terlalu banyak setelah pemanenan dilakukan. Baik teoritis maupun empiris analisis mekanika dari

tanaman ketimun telah mengungkapkan bahwa pembuangan buah dari tanaman sebagian besar tidak

dapat mempengaruhi posisi buah lainnya. Sejak di akhir musim gugur, penutup ventilasi ditutup atau

hanya sedikit dibuka, tidak ada efek angin yang dihasilkan yang dapat merubah buah.

Telah ditemukan suatu keuntungan besar bahwa sistem robot yang ada saat ini mampu melakukan

beberapa usaha pemanenan ketimun tunggal. Tidak ada dua adegan panen yang persis sama. Dalam kasus

seperti ini merupakan keuntungan untuk dapat mencari target, yaitu buah ketimun, dari perspektif yang

berbeda. Ini diilustrasikan pada Gambar 4. buah ketimun yang dikelilingi dengan garis putus-putus yang

tersembunyi di balik daun yang berada di tengah gambar, tetapi jelas terlihat di depan posisi seperti yang

ditunjukkan pada gambar yang disebelah kanan. Satu prosedur akan menghasilkan tingkat keberhasilan

39.5%, bukan 74.4%. Dengan demikian, keberhasilan kinerja robot dalam hal ini dapat ditingkatkan

secara drastis. Namun, kerugian panen dalam beberapa usaha adalah bahwa prosedur ini cukup memakan

banyak waktu.

Dalam hubungannya dengan waktu siklus, prototipe penelitian belum mampu memenuhi kebutuhan

waktu pemanenan sebesar 10 detik/ketimun. Usaha panen tunggal yang dilakukan pada posisi panen yang

tetap membutuhkan waktu 65.2 detik, sedangkan waktu untuk memanen terong seperti yang ditulis oleh

Hayashi et al. (2001) yaitu 64.1 detik jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh.

Page 15: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

Namun dalam prakteknya, hal tersebut bukanlah merupakan satu siklus panen pada posisi tetap robot

yang akan dihitung melainkan adalah kinerja rata-rata robot dalam skala green house yang benar-benar

penting. Selama percobaan dilakukan, waktu siklus rata-rata tercatat sebesar 124 detik/ketimun.

Kemampuan sistem untuk melakukan panen berulang dengan satu set gambar telah ditemukan serta

menjadi keuntungan karena ternyata rata-rata waktu siklus pemanenan dapat berkurang menjadi 13-19%.

Namun demikian, siklus waktu dari 124 detik masih membutuhkan waktu pemanenan sebesar 12.4 per

ketimun hal ini menjadi faktor yang penting untuk dikaji karena ternyata waktu tersebut masih lebih

tinggi dari waktu yang dibutuhkan untuk memanen yaitu 10 detik/ketimun. Jelas, tingkat keberhasilan

yang lebih tinggi akan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk memanen per buah ketimun. Jika

semua ketimun telah dipanen selama usaha pertaman maka waktu siklus akan berkurang sampai 75 detik.

Hasil pengujian yang dilaporkan menunjukkan bahwa pencitraan dan analisa citra membutuhkan waktu

sekitar 20.3 detik, yakni 31% dari total waktu siklus. Perencanaan gerakan dan pelaksanaan gerakan

manipulatormembutuhkan waktu sekitar 41.3 detik, yakni 63% dari waktu siklus. Dalam sub-task, ada

banyak ruang untuk perbaikan. Waktu untuk pencitraan dapat dikurangi dengan menggunakan dua

kamera terpisah untuk menghasilkan dua gambar yang dibutuhkan untuk proses stereovision. Pada saat

hanya menggunakan satu sistem visual ,kamera bergeser 0.05 m sepanjang slide linier untuk mendapatkan

dua gambar. Pergeseran dan pemuatan flashlight kamera mekanis ternyata menghaiskan waktu lebih

lama. Penerapan pengolahan citra dengan menggunakan software pada hardware yang mempunyai

dedikasi kecepatan tinggi akan mengurangi waktu proses untuk sebagian kecil dari waktu yang digunakan

oleh off-the-shelf pada PC. Perencanaan gerakan yang lebih cepat dapat dicapai dengan menggunakan

software dan hardware yang lebih cepat. Juga waktu gerak manipulator dapat dikurangi secara signifikan.

Efisiensi gerakan dapat ditingkatkan dengan mengemudikan langsung manipulator dari kabin

penyimpanan ke depan ketimun yang akan dipanen berikutnya. Untuk alasan keselamatan, manipulator

tidak digerakkan pada kecepatan maksimumnya selama percobaan. Dengan tenaga kerja berada di luar

ruang kerja dari robot, seperti yang dipersyaratkan oleh undang-undang Belanda, manipulator dapat

digerakkan di kecepatan yang jauh lebih tinggi dengan demikian kerusakan tanaman dan buah akan

menjadi faktor pembatas saja.

Page 16: Uji Lapang Robot Pemetik Buah Ketimun

V. KESIMPULAN

Robot pemanen ketimun dikembangkan di Institute of Agriculture and Environmental Engineering

(IMAG B.V) dan telah diuji di dalam green house pada musim gugur tahun 2001. Dengan sistem

budidaya ketimun yang digunakan adalah sistem budidaya high-wire robot mampu mencapai tingkat

keberhasilan sebesar 74.4 % serta ditemukan suatu keuntungan besar bahwa sistem ini mampu melakukan

usaha pemanenan berulang satu buah ketimun. Hal ini dapat meningkatkan tingkat keberhasilan dalam

kondisi praktis.

Masalah keakuratan posisi and-effector pada tangkai buah merupakan sumber utama kegagalan.

Hal ini disebabkan oleh kegagalan dari sistem visual. Masalah ini telah diidentifikasi dan diperbaiki

setelah percobaan. Namun, dirasakan bahwa akurasi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan

penggunaan model lebar-sudut kamera serta penggunaan kamera dengan resolusi yang lebih tinggi yaitu

dari 768 dengan 512 pixel dapat memperbaiki kinerja sistem ini. Juga penyebaran flashlight yang lebih

merata di atas bidang pandang kamera dapat memperbaiki kinerja konstruksi 3D. Akhirnya, kamera yang

dipasang di atas and-effector dapat memperbaiki tingkat keberhasilan pemetikan dengan menggunakan

informasi yang diperoleh dari sensor tentang posisi yang tepat dari ketimun sebagai kontrol umpan balik

manipulator tersebut. Rata-rata waktu pelaksanaan siklus panen tunggal buah ketimun ini adalah sebesar

65.2 detik. Karena tidak semua usaha pemanenan berhasil dilakukan maka waktu rata-rata siklus yang

diperoleh adalah sebesar 124 detik/ panen ketimun yang diukur dalam kondisi praktis.Kemampuan sistem

untuk memanen beberapa ketimun dengan menggunakan satu set gambar dapat meningkatkan efisiensi

dari sistem sampai 13-19 %. Di sisi lain, beberapa fitur dari robot yang digunakan dapat mengurangi

efisiensi dari mesin. Oleh karena itu, penurunan drastis waktu eksekusi dari siklus panen tunggal menjadi

fokus utama penelitian selanjutnya. Besar kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam pengurangan

waktu siklus, salah satu hal yang dapat dilakuakan adalah perbaikan sistem visual yaitu dengan

menggunakan dua kamera tetap untuk proses stereovision dan hardware yang mempunyai kecepatan

tinggi untuk menganalisis citra. Hal ini juga ternyata dapat mengurangi waktu gerak. Hardware dan

software yang lebih cepat dibutuhkan untuk mengurangi waktu yang digunakan untuk perencanaan

gerakan. Selain itu, profil gerakan yang lebih efisien selama beberapa proses pemanenan dan

meningkatkan kecepatan gerak dari manipulator akan memberikan kontribusi bagi pengurangan waktu

gerak.