Uji Kulit Antok
-
Upload
nursufi-fakhirah-shakila-haura -
Category
Documents
-
view
433 -
download
82
description
Transcript of Uji Kulit Antok
LAPORAN RESMI
Pr. ANALISIS BAHAN KULIT
Dosen Pengampun : Indri Hermiyati, Bsc, ST, Mpd.
Disusun oleh :
Nama : Mujianto
: maftuha
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN RI
AKADEMI TEKNOLOGI KULIT
YOGYAKARTA
2009
ANALISIS KULIT SOL (KULIT SAMAK NABATI)
A. TUJUAN
Tujuan dari pengujian kulit sol adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas dan standar mutu dari kulit sol
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian secara fisis, organoleptis dan kimiawi
terhadap kulit sol
3. Mahasiswa mengetaui standar mutu dari kulit sol
4. Untuk membandingkan kualitas kulit sol yang telah dibuat dengan standar
kualitas kulit yang telah ditentukan
B. TINJAUAN PUSTAKA
Penyamakan adalah suatu proses untuk merubah kulit mentah (hides atau
skins) sehingga menjadi kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan
penyamak.
Kulit mentah + bahan penyamak kulit tersamak
Hides / skins tanning agent leather
Dimana kulit hasil samakan tersebut perbedaannya nyata sekali baik sifat
organoleptis, phisis maupun kimiawinya.
Dalam tahapan penyamakan kulit, terbagi menjadi tiga bagian yang utama
dalam proses penyamakan kulit yaitu Beam House Operation, Tanning Operation dan
Finishing Operation. Dalam setiap tahapan proses tersebut harus dilakukan dengan
berurutan dan berkesinambungan karena tahapan-tahapan tersebut akan
mempengaruhi kulit jadi apabila tidak dilakukan dengan berurutan.
Didalam setiap proses penyamakan kulit tentunya kita selalu menggunakan
bahan kimia dalam setiap prosesnya. Bahan-bahan kimia yang kita gunakan juga akan
berpengaruh terhadap hasil kulit jadi tersamak yang akan kita buat, untuk itu perlu
adanya standar tentang mutu dan kulitas kulit tersamak tersebut.
Untuk mengetahui kulitas dari kulit samak tersebut perlu dilakukan
pengujian untuk menentukan kulitas kulit tersamak, apakah kulit tersebut sudah
memenuhi standar mutu atau belum. Dalam laporan ini akan dibahas tentang standar
mutu dari kulit tersamak, tetapi hanya untuk kulit jenis sol yang disamak dengan
bahan penyamak nabati.
Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan
menggunakan bahan penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah
pada sepatu sehingga kulit tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu
dilakukan pengujian secara organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui kualitas
dari kulit sol tersebut.
Kulit Sol adalah kulit jadi, matang dari bahan baku kulit sapi yang
disamak nabati, atau dikombinasikan krom nabati, umumnya digunakan sebagai
bawahan sepatu, insole, maupun Out sole. Penggunaannya dalam sepau antara lain
untuk : pengeras muka dan belakang, penguat tengah, sol luar, pengisi telapak kaki
muka, pita, sol dalam, sol tengah, lapis hak.
Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan
mempengaruhu kulitasi kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas
tentang bahan baku dan bahan pewnyamak yang digunakan dalam proses
penyamakan kulit sol.
Suda kita ketahui sebelumnya bahwa kulit sol merupakan kulit yang berasa
dari penyamakan kulit sapi. Pada hewan sapi faktor jenis bangsa lebih besar
pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan umurnya. Kulit sapi perah
umumnya mempunyai rajah lebih halus dari pada kulit sapi tipe daging pada umur
yang sama. Kulit sapi Brahmana mempunyai kelas yang sangat menonjol, hal ini
menurunkan niali kulitnya dibandingkan dengan jenis bangsa yang tidak berkelas.
Kulit “Pedet” (anak sapi) mempunyai ciri-ciri yang sama dengan sapi
dewasa tetapi sruktur kulitnya dalam keadaan lebih halus. Pada hewan sapi faktor
umur lebih besar pengaruhnya terhadap kulit dibandingkan dengan jenis bangsanya.
Pengaruh jenis bangsa tidak tampak pada saat “Pedet” sampai umurnya mencapai
dewasa.
Semakin tua hewan , akan semakin banyak bekas-bekas luka karena
pukulan, guratan cap bakar, parasit. Hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus
dibandingkan hewan jantan. Hewan jantan pada umumnya mempunyai bobot rata-rata
lebih berat dan daya tahan renggang yang lebih besar.
Pada kulit sapi goresan pada rajah yang tidak terlalu dapat diperbaiki
dengan penanganan secara mekanik, umumnya Buffing (pengamplasan) kulit disebut
“corrected grain” (Purnomo,1984).
Menurut Djoyo Widagdo (1980), pembagian kelas menurut kualitas (mutu)
dari kulit sapi adalah sebagai berikut:
1. Kualitas 1 atau prime
2. Kualitas 2 atau Intermediet
3. Kualitas 3 atau Second
4. Kualitas 4 atau Third
5. Kualitas akhir atau Rejek
Pembagian kelas menurut beratnya
1. EE (ekstra enteng) beratnya 3 Kg
2. E (enteng) berat 3-5 Kg
3. S (sedang) berat 5-7 Kg
4. B (berat) berat 7 Kg ke atas
Syarat pembagian kelas menurut mutu kulit mentah
1. Kualitas 1
a.Kulit strukturnya baik
b. Menunjukkan warna hidup
c.Bentuk potongan utuh atau simetris
d. Kulit boleh terdapat cacat sedikit pada kaki, kepala, leher, yang
tidak disebabkan kutu kulit.
2. Kualitas 2
a.Mempunyai struktur baik
b. Cacat selain pada kaki, ekor, kepala, leher boleh terdapat cacat
sedikit.
3. Kualitas 3
a. Struktur sedang
b. Warna kulit cukup atau tidak perlu hidup
c. Bentuk potongan atau kerusakan boleh agak berat dari kelas 2
4. Kualitas 4
a. Kulitnya kosong, strukturnya jelek, kulit lemas, warna layu.
b. Cacat cukup banyak
5. Kualitas 5
a. Struktur jelek, terdapat flek, cacat terlalu banyak
b. Bulu banyak yang lepas, kulit tipis.
Gustavson (1956), mengatakan bahwa struktur histologi kulit hewan dapat
dibedakan atas tiga lapisan yaitu:
1. Epidermis, merupakan lapisan luar yang terdiri dari jaringan ephitel yang
tebalnya kurang lebih 1% dari seluruh tebal kulit.
2. Corium, lapisan penghubung antara epidermis dan subkutis yang
menentukan pembentukan kulit jadinya.
3. Subcutis, merupakan bagian yang menghubungkan kulit dengan jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya , terdiri atas jaringan lemak.
Corium terdiri dari jaringan serat-serat kolagen yang membentuk anyaman
tiga dimensi. Susunan serat itu dapat dan mempengaruhi sifat pada permukaan nerf
pada kulit tersamak. Serat kolagen ini terdapat pada lapisan atas, jika serat dari
korium terbanyak yang tegak dan rapat, maka kulit tersamak akan kaku dan
kemulurannya kecil. Sedangkan bila serat kulit banyak yang mendatar maka anyaman
kurang kuat, dan diperkirakan kulit tersamak akan lunak. Diantara serat kolagen
terdapat protein yang berbentuk larutan yang disebut protein globulair. Protein ini
akan mengeras ketika kulit menjadi kering dan merekatkan serat-serat kulit, sehingga
kulit mentah menjadi kaku dan keras, sedangkan untuk menjadikan kulit tersamak
lemas dan supel maka protein ini perlu dihilangkan. Subcutis atau bagian daging yaitu
pada bagian bawah korium yang seratnya lebih banyak mendatar dan terdapat
jaringan lemak.
Menurut Sarphouse (1871), bahwa komposisi kimia kulit segar terdiri atas :
Air : 64%
Protein : 33%
Garam-garam mineral : 0,5%
Zat-zat lain : 0,5%
Protein kulit mentah dapat dibedakan menjadi :
1. Protein yang berbentuk serabut (fibrous protein), meliputi :
a. Elastis, tenunan serat yang berwarna kuning terdapat serat-
serat kolagen, sebanyak 0,3%.
b. Kolagen, sebanyak 29% yang dengan zat penyamak akan
menghasilkan kulit tersamak
c. Keratin, protein yang terdapat dalam rambut dan epidermis.
Keratin mengandung sulfur. Banyak keratin dalam kulit 2,0%
2. Protein yang berbentuk bola (globulair protein), meliputi:
a. Albumin dan Globulin, sebanyak 1% yaitu :
Protein tak berserat yang mudah larut dan akan hilang pada proses pengapuran
b. Mucin dan Mucoid sebanyak 0,7%
Maryono (1976), bahan penyamak nabati adalah semua bagian dari
tumbuhan yang mengandung zat penyamak dan dalam bahan penyamak nabati
terdapat zat penyamak, zat bukan penyamak, air dan ampas. Zat penyamak larut
dalam air dan dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak, zat bukan
penyamak juga larut dalam air tetapi tidak bersifat penyamak. Sedangkan air
merupakan benda yang menguap pada saat bahan penyamak dianalisa dan ampas
merupakan sisa yang tidak larut dalam air.
Sutandio (1955), tannin dalam suatu tanaman berasal dari senyawa
organik dengan unsur penyusun terdiri dari : Carbon, Oksigen, Hidrogen sedikit
Nitrogen dan Phospor.
Menurut Anonimus (1978), dasar penelitian dari suatu bahan penyamak
adalah kadar tanninnya, dakatakan baik bila prosentasenya dibawah 10%, prosentase
tersebut dihitung dari kadar air 5%.
Bahan penyamak nabati yang dapat digunakan dalam penyamakan kulit
sol antara lain : Mimosa, Quebracho, Chesnut dan masih banyak lagi, yang umumnya
dalam perdagangan berbentuk puder/ekstrak.
Skema Proses Pengujian Kimiawi
1. Cara pengambilan Contoh Kulit
a. Definisi
Tata laksana pengambilan contoh kulit dari jumlah produksi untuk keperluan
penggapai yang dapat mewakili suatu tanding.
b. Satu Tanding
Satu kelompok kulit hasil produksi yang terdiri dari kulit agenit (sapi /
kambing / domba) dan semacam (samak chrome / atasan sepatu / sol) dengan
ukuran hamper sama, dari satu metode proses yang sama dan dari hasil
produksi yang berurutan (selang waktu yang dekat)
MENENTUKAN / MENGAMBIL CONTOH KULIT UNTUK PENGUJIAN ORGANOLEPTIS
MENENTUKAN TANDING
PENGUJIAN ORGANOLEPTIS
PENYIAPAN CONTOH UJI DARI CONTOH KULIT
PENGUJIAN KIMIAWI
MERANGKUM DATA HASIL UJI
MEMBANDINGKAN DENGAN STANDAR (SNI)
MENYIMPULKAN / MENENTUKAN STANDAR KULIT
c. Cara pengambilan contoh kulit
Contoh kulit diambil secara acak dari jumlah lembar kulit dalam satu (1)
tanding (bisa dalam side / lembar utuh)
Tabel 6. Jumlah contoh kulit dan syarat lulus uji organoleptis
No Jml kulit dalam
satu tanding
Contoh kulit
yang diambil
Jml yang memenuhi syarat
Lulus uji Tidak lulus uji
1
2
3
4
5
6
7
8
9
s/d 50
51 - 150
151 - 280
281 - 500
501 - 1200
1201 - 3200
3201 - 10.000
10.001 - 35.000
35.001 - <
5
20
32
50
80
125
200
315
500
0
1
2
3
5
7
10
14
21
1
2
3
4
6
8
11
15
22
Kelas A, B, C kerusakan = 10%, 15%, 25%
Tabel 7. Jumlah contoh kulit untuk uji kimiawi dan fisis
No. Urut Jml kulit dala satu tanding Contoh kulit yang diambil
1
2
3
4
s/d 50
51 - 500
501 - 3200
3201 - <
2
3
5
8
d. Syarat Lulus Uji (SNI-0642-1989)
Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima apabila: hasil uji contoh kulit
secara organoleptis, fisi, dan chemis memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Lulus kelas A jika organoleptis kerusakan 10%
Lulus kelas B jika organoleptis kerusakan 15%
Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%
Satu tanding dinyatakan tidak lulus uji / ditolak apabila hasil uji, secara
organoleptis, fisis dan chemis tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
e. Cara pengambilan contoh kulit (SNI-0642-1980)
Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu
(satu tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi
contoh uji (cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya.
Untuk pengujian kimiawi kulit, diambil dari semua bagian, bagian
Krupon (K), bagian Leher (L), bagian Perut (P), untuk pengujian fisis dari
bagian Krupon saja.
Gambar 1. Gambar Pengambilan Contoh Uji
Cara Kerja:
Gambarlah satu side dari kulit besar.
Tentukan bagian K, P dan L seperti gambar.
Bagian Krupon (K) dari pangkal ekor kearah leher dengan jarak
12,5 cm, dari garis punggung ke bawah dengan jarak 5 cm.
Luas bagian krupon = 20 cm X 20 cm
Bagian perut diambil dari tengah-tengah bagian perut.
L:uas bagian perut = 7,5 cm X 5 cm
Bagian leher diambil dari tengah-tengah bagian leher.
Luas bagian leher = 7,5 cm X 5 cm
Jika dianggap perlu, maka contoh dapat diperluas.
Menurut SII-0019-70 / SNI 06-0235-1989, kulit sol sapi adalahkulit
matang berasal dari kulit sapi yang disamak dengan zat penyamak nabati dan
umumnya digunakan untuk sol pada pembuatan sepatu.
Tabel 5. Syarat Mutu Kimiawi Kulit Sol Sapi
No Uraian Satuan Persyaratan
1
2
3
4
5
6
Kadar air
Kadar abu jumlah
Kadar zat larut dalam
air
Kadar minyak / lemak
Derajat penyamakan
pH
%
%
%
%
%
Maksimum 18
Maksimum 2,5
Maksimum 10
Maksimum 2,0
60 - 95
untuk pH 3,5 – 4,5 bila
diencerkan 10 kali selisish
pH maksimum 0,7
B. ALAT DAN BAHAN
1. alat dan bahan uji organoleptis
alat-alat yang digunakan adalah :penggaris panjang dan pendek, kater dan
gnting.
Bahan yang digunakan adalah kulit sol sepatu samak nabati.
2. alat dan bahan uji kadar air
alat-alat yang dugunakan adalah: Neraca analitis eksikator, cawan porselin,
mavel, dan krustang. Sedangkan bahan yamng digunakan adalah: 5 gram kulit
sample dari kulit sol sepatu samak nabati.
3. alat dan bahan uji kadar abu total
alat alat yang digunakan adalah: neraca analitis,eksikator, cawan porselen,
open dan Cruss tang. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 3 gram sample
kulit dari kulit sol sepatu samak nabati.
4. alat dan bahan uji kadar minyak
alat-alat yang digunakan : beker glass , pipet gondok, pipet volum, sohklet,
labu ekstraksi, pendingin balik, komporlistrik, panic,selang statif dan klem,
kertas saring. Sedangkan bahan yang digunakan adalah: benzna , sample kulit
sol sepatu 10 gr, air kran dan batu didih.
5. alat dan bahan uji kadar zat terlarut
alat-alat yang digunakan adalah: pesawat koch, labu ukur 1000 ml, kompor
listrik, pipet volum 25 ml, open, desikator, timbangan analitik, krustang, beker
glass 500 ml dan cawan porselin.
Bahan yang digunakan adalah : sisa kulit dari uji kadar minyak dan aquades
6. alat dan bahan uji kadar abu tak larut
alat-alat yang digunakan adalah: timbangan analitik, desikator, mavel,
krustang, cawan porselin.
Bahan yang digunkan adalah 3 gr kulit sisa dari uji kadar zat terlarut.
7. alat dan bahan uji kadar Protein
alat-alat yang digunakan adalah:pemanas mantel , timbangan analitik, pipet
ukur 10 ml, gelas arloji, sudip, labu deatilasi, pendingn balik, beker glass,
Erlenmeyer, statif dan klem.
Bahan yang digunakan adalah: 0,6 gram sample kulit, 20 ml asam sulfat
pekat, CuSO4, Na2SO4 10 gram, larutan NaOH 50 % larutan NaOH 0,1 N
indicator PP dan MO.
8. alat dan bahan uji pH kulit
alat-alat yang digunakan erlen meyer tertutup 125 ml, seker, pH meter,
timbangan analitik, kertas saring, corong, pipet gondok 10 mi, labu ukur 100
ml, dan gelas arloji. Sedangkan bahan yang digunakan adalah aguades dan 5
gram sa,pel kulit sol sepatu samak nabati.
C. PROSEDUR KERJA
1. prosedur Kerja pengambilan kulit dan uji organoleptios
kulit dipentang dan diambil sesuai dengan gambar dibawah ini. Kemudian
kulit dipotong kecil-kecil.
Gambar 1. Gambar Pengambilan Contoh Uji
2. uji kadar air
a. cawan poeselin dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan dalam
open pada suhu 1020C selama 30 menit dan didinginkan didesikator
b. cawan porselin ditimbang beratnya sebagai berat kosong
c. sample kulit sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan porselin dan
di masukan dalam open pada suhu 1020C selama 2 jam
d. kulit+ cawan didinginkan dalam dsikator dan ditimbang beratnya
e. mengulangi pngringan/pemanasan sampai berat cawan+kulit stabil
3. uji kadar abu total
a. krus poeselin dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan dalam open
pada suhu 1020C selama 30 menit dan didinginkan didesikator
b. krus porselin ditimbang beratnya sebagai berat kosong
c. sample kulit sebanyak 3 gram dimasukkan dalam krus porselin dan di
masukan dalam mavel sampai suhu 700oC
d. kulit+ krus didinginkan dalam dsikator dan ditimbang beratnya
4. uji kadar minyak
a. labu destilasi dicuci dan dikeringkan dalam open kemudian ditimbang
beratnya
b. 2/3 dari volum labu destilsi didisi dengan benzene dan batu didih
( berat batu didih sebalumnya ditimbang)
c. Ditimbang 10 gr sample ku
5. uji kadar zat terlarut
6. uji kadar abu tak larut
7. uji kadar Protein
D. PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
E. PEMBAHASAN
F. KESIMPULAN
1. Pengujian Kadar Air Kulit
Jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah, setengah jadi atau kulit jadi yang
dinyatakan dalam persen berat.
a. Bahan
Contoh uji / cuplikan kulit samak nabati
b. Alat
Neraca analitis
Eksikator
Cawan Porselen
Almari pengering
Cruss tang
c. Cara Kerja
Cawan porselin dipanaskan hingga kering, dinginkan pada eksikator,
timbang
Menimbang cuplikan sebanyak 5 gram dengan cawan porselin
Memasukkan dalam almari pengering pada suhu (100 ± 20C) sampai berat
tetap (tidak mengandung air lagi)
Menghitung kadar air dalam prosen berat
d. Data Hasil Praktek
e. Perhitungan
Perhitungan kadar air = x 100%
= x 100%
W1= Berat cawan + contoh uji sebelum dipanaskan
W2= Berat cawan + contoh uji setelah dipanaskan
W3= Cawan Kosong
2. Pengujian Kadar Lemak/Minyak
Kadar minyak / lemak dalam kulit tersamak adalah kadar zat yang larut dalam
CCl4 (Carbon Tetra Chlorm), Petroleum eter, Ethyl eter dihitung berdasar berat
cuplikan.
a. Bahan
Contoh uji / cuplikan kulit samak Nabati
CCl4 / Petroleum eter / Ethyl eter
b. Alat
Kertas saring (slongsong uji lemak)
Satu set alat penyari / soxlet
Pemanas listrik
Neraca analitis
Lemari pengering
Eksikator
Labu Destilasi
c. Cara Kerja
Memanaskan labu godok + pendidih pada lemari pengering 100 + 2 0C,
selama 30’.
Mendinginkan dalam eksikator
Menimbang berat labu + batu didih
Menimbang cuplikan 10 + 0,1 gram
Memasukkan kulit ke dalam slongsong (jangan sampai bocor) dan
memasukkan dalam soxlet.
Labu diisi pelarut + 2/3 x volume labu
Merangkai soxlet di atas kompor
Mengalirkan pendingin dan kompor dihidupkan
Melaksanakan pelarutan, hingga slongsong naik turun + 20 x, masing-
masing selama 15 + 30 menit.
Mematikan kompor
Merangkai alat destilasi dan melakukan destilasi terhadap larutan tersebut
(memisahkan larutan lemak)
Menghentikan pemanasan sampai labu hamper kering dan dilanjutkan
dengan water bath.
Memasukkan dalam almari pengering sampai tinggal lemak saja
Mendinginkan dalam eksikator
Menimbang sebagai berat lemak (berat tetap)
d. Data Hasil Praktek
e. Perhitungan
Kadar lemak / minyak = x 100 %
A = Berat labu + lemak
B = Berat labu
C = Berat cuplikan
Atau
Kadar lemak / minyak dari kulit dalam keadaan 100% kering
=
D = kadar air dalam persen (%)
3. Pengujian Kadar Zat Larut Dalam Air dari Kulit Tersamak
a. Bahan
Cuplikan dari ampas pemeriksaan kadar lemak yang sudah dikeringkan
supaya pelarut lemak menguap semua
Aquadest
b. Alat
Pesawat Koch (1 set)
Neraca analitis
Thermometer
Kompor
Labu Ukur 1000 mL
Cawan Porselen
c. Cara Kerja
Menimbang cuplikan (bekas uji minyak) yang kering
Memasukkan dalam pesawat Koch
Kulit ditetesi aquades dari atas
Dibantu dengan pemanasan + 40 0C dengan kompor
Dalam pesawat Koch dilengkapi thermometer, bila >> dari 40 0C kompor
dimatikan
Hasil pelarutan diterima dalam labu / liter (tetesan diatur agar dalam
waktu 2 jam, terlarut 1 liter)
Mengambil 50 mL cairan dari hasil pelarutan ke dalam cawan porselen
yang sudah ditimbang
Menguapkan dalam water bath, dilanjutkan dalam almari pengering,
dinginkan lalu ditimbang.
d. Data Hasil Praktek
e. Perhitungan
Kadar zat larut air
=
f.
4. Pengujian Kadar Abu Kulit Tersamak Nabati
a. Bahan
Contoh uji / cuplikan samak Nabati
b. Alat
Cawan bakar / krus porselin
Furnace
Eksikator
Neraca Analitis
c. Cara Kerja (Analitis secara Gravimetri)
Cara pembentukan jumlah unsure senyawa / gugusan dengan cara mengubah
zat yang hendak ditetapkan menjadi senyawa lain yang bobotnya bisa
ditentukan.
Memanaskan krus porselin hingga berat tetap, didinginkan lalu
menimbangnya.
Menimbang contoh uji 3 – 6 gram dalam krus porselin.
Memanaskan dalam furnace hingga suhu 800 ± 20C. waktu ± 15’ (setelah
mencapai panasnya, tungku dimatikan, tunggu sampai kembali ke 00C),
krus diambil.
Didinginkan pada eksikator 15’.
Menimbang sebagai % berat (tanpa berat tetap).
d. Data Hasil Praktek
e. Perhitungan
Kadar abu = x 100%
A = berat abu dan krus porselin.
B = berat krus porselin.
C = berat krus dan contoh uji.
Kadar abu dari kulit kering 100%
Kadar abu % = x
D = Kadar air dalam persen
5. Pengujian pH Samak Nabati
a. Bahan
Contoh uji (cuplikan)
Air suling bebas CO2 pH 6 – 7
Sisa penguapan dan pengeringan dari 100 mL air suling maksimum = 0,5
mg
b. Alat
Shaker, frekuensi + 50 x/menit
pH meter, dengan larutan penyangga/buffer
Neraca analitis
Alat gelas
Saringan yang bersih dan kering serta tidak mengisap air. Misal kain
nilon, kaca masir.
Catatan: jika kulit mengandung lemak > 10% perlu disarikan dulu minyaknya.
c. Cara Kerja
Penyarian
- Menimbang dengan gelas arloji cuplikan seberat 5 + 0,1 gram
- Memasukkan dalam Erlenmeyer sumbat asah (200-300 mL)
- Menambahkan air suling bebas CO2 dan didinginkan suhu 25 + 5 0C
sebanyak 100 mL.
- Mengocok dengan tangan selama 1’, hingga kulit basah semua.
- Mengocok menggunkan shaker + 4 jam
- Mendiamkan sebentar
- Enap tuangkan / saring lalu diperiksa
Pengukuran pH
- Air hasil penyarian dibua suhu 25 + 5 0C
- Memeriksa nilai pH larutan
- Mengencerkannya 10 x
- Mengambil 10 mL dengan pipet, memasukkan ke labu 100 mL, kocok
sampai homogen
- Menuangkan dalam beker glass
- Memeriksa pH
PEMBAHASAN
d. Pembahasan
Dalam percobaan ini cawan yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu.
Hal tersebut dilakukan agar kandungan airnya tidak ada, sehingga yang benar-
benar ditimbang adalah contoh ujinya.
Pengeringan contoh dilakukan sampai benar-benar tidak mengandung air.
Hal tersebut dilakukan dengan cara mengeringkan pada suhu 100 0C yang
merupakan titik didih air. Keadaan tersebut dapat ditunjukkan dengan berat
contoh uji yang tidak berubah (berat tetap).
Pengeringan dilakukan dengan suhu 100 0C sesuai dengan titik didih air,
sehingga air akan hilang semuanya.
e. Pembahasan
Dalam percobaan ini cawan yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu.
Hal tersebut dilakukan agar kandungan airnya tidak ada, sehingga yang benar-
benar ditimbang adalah contoh ujinya.
Untuk menjadikan contoh uji berubah menjadi abu, maka diperlukan suhu
yang cukup tinggi, yaitu 800 0C. Diharapkan pada suhu tersebut contoh uji
sudah menjadi abu. Apabila belum atau masih menjadi arang, maka diulangi
lagi.
f. Pembahasan
Dalam percobaan ini cawan yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu.
Hal tersebut dilakukan agar kandungan airnya tidak ada, sehingga yang benar-
benar ditimbang adalah contoh ujinya.
Untuk menjadikan contoh uji berubah menjadi abu, maka diperlukan suhu
yang cukup tinggi, yaitu 800 0C. Diharapkan pada suhu tersebut contoh uji
sudah menjadi abu. Apabila belum atau masih menjadi arang, maka diulangi
lagi.
g. Pembahasan
Percobaan ini dilakukan dengan memanskan contoh uji di furnace terlebih
dahulu, yang selanjutnya dilakukan oksidasi dengan asam perklorat.
Chrom diubah dari valensi 3+ menjadi 6+ yang terlihat dengan perubahan
warna larutan yang semula berwarna hijau menjadi orange. Selama
pemanasan dilakukan di almari asam dan menggunkan Erlenmeyer yang
bersumbat asah atau apbila tidak ditutup dengan gelas arloji.
Analisis yang dilakukan adlah dengan titrasi menggunakan Na2S2O3,
dimana 1 mol zat tersebut equivalent dengan 1/6 Cr2O3. selain itu dilakukan
dengan cara yodometri.
h. Pembahasan
Penghitungan kadar lemak dilakukan dengan ekstraksi terlebih dahulu, hal
ini bertujuan untuk melarutkan lemak yang ada pada cuplikan. Penggunakan
CCl4 dalam percobaan ini adalah sebagai pelarut dari minyak tersebut. Agar
minyak dapat larut semua, maka dilakukan selama 20 kali putaran dalam
soxlet.
Setelah ekstrasi, maka lemak bercampur dengan pelarutnya. Oleh karena
itu perlu dilakukan pemisahan dengan jalan destilasi terhadap larutan tersebut.
Hal ini dilakukan dengan prinsip perbedaan titika didih antara lemak dan
pelarutnya. Titik didih lemak lebih tinggi dibanding pelarutnya, sehingga yang
akan tertinggal dalam labu godok adalah lemaknya.
i. Pembahasan
Contoh uji disarikan dulu untuk pengukuran pH, karena tidak mungkin
mengukur pH pada contoh uji dalam keadaan padat. Dengan disarikan
diharapkan pH hasil penyarian menggambarkan pH yang ada di dalam contoh
uji.
Ketelitian pengukuran pH bisa dikuatkan dengan memeriksa sebanyak dua
kali. Dimana pemeriksaan pertama adalah murni dari penyarian, sedangkan
yang kedua adalah hasil pengenceran larutan hasil sarian. Maksimal selisih pH
yang diperoleh adalah 0,7.
Air yang digunakan adalah air yang bebas chlor, karena apabila tidak dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan pH tersebut.
G. Praktek Pengujian Kimiawai Kulit Samak Nabati
a. Pembahasan
Dalam percobaan ini cawan yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu.
Hal tersebut dilakukan agar kandungan airnya tidak ada, sehingga yang benar-
benar ditimbang adalah contoh ujinya.
Pengeringan contoh dilakukan sampai benar-benar tidak mengandung air.
Keadaan tersebut dapat ditunjukkan dengan berat contoh uji yang tidak
berubah (berat tetap).
b. Pembahasan
Penghitungan kadar lemak dilakukan dengan ekstraksi terlebih dahulu, hal
ini bertujuan untuk melarutkan lemak yang ada pada cuplikan. Penggunakan
CCl4 dalam percobaan ini adalah sebagai pelarut dari minyak tersebut. Agar
minyak dapat larut semua, maka dilakukan selama 20 kali putaran dalam
soxlet.
Setelah ekstrasi, maka lemak bercampur dengan pelarutnya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemisahan dengan jalan destilasi terhadap larutan tersebut.
Hal ini dilakukan dengan prinsip perbedaan titika didih antara lemak dan
pelarutnya. Titik didih lemak lebih tinggi dibanding pelarutnya, sehingga yang
akan tertinggal dalam labu godok adalah lemaknya.
c. Pembahasan
Cuplikan yang dipakai adalah ampas dari pelarutan minyak, hal ini
dakarenakan agar air benar-benar terlarut. Apabila diambil bukan dari ampas
pelarutan minyak, maka minyak akan mengganggu larutnya air ke dalam
sample.
Tetesan air diatur agar dalam waktu 2 jam dapat terlarut satu liter, hal ini
disebabkan jika terlalu cepat pelarutannya maka pelarutan kurang sempurna,
apabila terlalu lambat bisa melarutkan protein.
Suhu dari proses ini harus diatur pada posisi + 40 0C agar dapat larut
sempurna, tapi apabila terlalu tinggi juga dapat melarutkan protein dan sample
akan hancur
d. Pembahasan
Dalam percobaan ini cawan yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu.
Hal tersebut dilakukan agar kandungan airnya tidak ada, sehingga yang benar-
benar ditimbang adalah contoh ujinya.
Untuk menjadikan contoh uji berubah menjadi abu, maka diperlukan suhu
yang cukup tinggi, yaitu 800 0C. Diharapkan pada suhu tersebut contoh uji
sudah menjadi abu. Apabila belum atau masih menjadi arang, maka diulangi
lagi.
e. Pembahasan
Contoh uji disarikan dulu untuk pengukuran pH, karena tidak mungkin
mengukur pH pada contoh uji dalam keadaan padat. Dengan disarikan
diharapkan pH hasil penyarian menggambarkan pH yang ada di dalam contoh
uji.
Ketelitian pengukuran pH bisa dikuatkan dengan memeriksa sebanyak dua
kali. Dimana pemeriksaan pertama adalah murni dari penyarian, sedangkan
yang kedua adalah hasil pengenceran larutan hasil sarian. Maksimal selisih pH
yang diperoleh adalah 0,7.
Air yang digunakan adalah air yang bebas chlor, karena apabila tidak
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan pH tersebut.
I. PENUTUP