UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN DAYA ANTHELMINTIK … · masyarakat sebagai obat tradisional karena...
Transcript of UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN DAYA ANTHELMINTIK … · masyarakat sebagai obat tradisional karena...
UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN DAYA ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ILER (Coleus scutellarioides (L.) Benth.)
TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Surakarta
OLEH :
Intansari Setyaningrum K 100020242
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2004
i
PENGESAHAN SKRIPSI
Berjudul :
UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN DAYA ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ILER (Coleus scutellarioides (L.) Benth.)
TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO O l e h :
Intansari Setyaningrum K100020242
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada tanggal : 23 Oktober 2004
Mengetahui,
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,
Dr. M. Kuswandi, SU, M.Phil., Apt.
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Sumantri, M.Sc., Apt dr. E. M. Sutrisna
Penguji :
1. Dr. Sabikis, Apt ____________
2. Triastuti Rahayu, S.Si., M.Si ____________
3. Dr. Sumantri, M.Sc., Apt ____________
4. dr E. M. Sutrisna ____________
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan ( Q.S. Al-Insyirah )
Cintailah apa yang engkau cintai sekedarnya saja, mungkin suatu hari ia
akan menjadi sesuatu yang engkau benci, Dan bencilah apa yang engkau benci sekedarnya saja, mungkin suatu hari ia akan menjadi sesuatu yang
paling engkau cintai ( H.R. Bukhari Muslim )
Tuhan mempunyai seribu jalan dimana aku tak bisa melihat satupun, kala semua caraku telah mencapai ujungnya, baru pada saat itulah cara-Nya
dimulai ( Esther Guyet )
Dekat dengan seseorang itu membutuhkan banyak pengertian, waktu dan
rasa percaya ( Erynn Miller )
Kita tak bisa selalu mempunyai kebahagiaan, tetapi kita
bisa memberikan kebahagiaan
Κυπερσεµβαηκαν κεπαδα : Αλλαη ΣΩΤ ψανγ τελαη µενγιϕινκαν ακυ µελιηατ
δυνια ινι. Υµµψκυ Πενι Μυλψατι δαν Αβαηκυ Σαριϕονο
ατασ τακ τερηινγγα δο∋α, δορονγαν σερτα περηατιαννψα
σεβαγαι ωυϕυδ κεδαλαµαν ρασα χιντα, ηορµατ δαν βακτικυ,
Αδεκκυ Νενι δαν Αϕιβ ψανγ σελαλυ µενεµανικυ, Σεσεορανγ δισινι ψανγ σελαλυ µενχεριακανκυ,
σερτα Αλµαµατερκυ
iii
DEKLARASI
Saya di sini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang dipublikasikan
atau ditulis orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan
penyelesaian studi pada Universitas yang lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu
yang telah dinyatakan dalam teks.
Apabila skripsi ini merupakan jiplakan skripsi orang lain, maka saya siap
menerima sanksi baik secara akademis maupun hukum.
Surakarta, 23 Oktober 2004 Peneliti
( Intansari Setyaningrum )
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim. Puji Syukur alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan segala kebahagiaan dan karunia
kemurahan serta kasih dan sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian skripsi ini yang berjudul ” UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN
DAYA ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ILER (Coleus
scutellarioides (L.) Benth.) TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO ”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat
Sarjana Farmasi ( S. Farm ) pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak rasanya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. M. Kuswandi Tirtodiharjo, SU., M.Phil., Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Bapak Dr. Sumantri M.Sc., Apt dan dr. E. M. Sutrisna, selaku dosen
pembimbing dan dosen pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis sejak persiapan sampai dengan
selesainya skripsi ini.
3. Bapak Dr. Sabikis, Apt dan Ibu Triastuti Rahayu, S.Si., M.Si, selaku dosen
v
penguji skripsi yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan.
4. Ibu Tanti Azizah S.Si, Apt dan Ibu Rima Munawaroh, S.Si, Apt, selaku dosen
penguji seminar yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan.
5. Mbak Nur, Pak Pur, Pak Zainal, dan Pak Gofar selaku laboran bagian biologi di
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, terima kasih atas kerja
sama dan bantuannya selama pelaksanaan skripsi ini.
6. Ummy dan Abah tercinta, atas segala do’a dan restunya serta dorongan dan
dukungan baik materiil maupun spirituil, sehingga penulis selalu memiliki
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Adikku Isnaeni, Ajib dan Yuli yang telah membuat hari-hari yang kita lalui
menjadi indah.
8. Untuk Murwat Pambudi yang selalu menemaniku, semoga perjalanan yang kita
lewati bersama akan berujung pada kebersamaan kita, terima kasih selalu
mengerti dan menerima segala keterbatasanku.
9. Teman seperjuangan mbak Ratih, Nyoman, Nia dan Tina, banyak pelajaran dan
pengalaman yang kita ambil dari perjalanan ini.
10. Kakak-kakakku mas Andros, mas Endro, mas Rully, mas Oky yang telah
memberiku semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Andi, Ery, Lutfi, mbak Ika, mbak Rini, Atta, Hami, Kak Ican dan anak-anak
kost anggrek : Hany, Fatma, Yuli, Meli, Cici, Rini, Devi, Rosya dan Fauzi yang
telah memberiku dorongan, semangat serta pengertiannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku, teman-teman transfer 2002 dan semua pihak yang tidak
vi
dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu baik langsung
maupun tidak langsung selama penelitian hingga penyusunan skripsi.
Akhir kata, demi kesempurnaan skripsi ini, penulis mengucapkan terima
kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun. Besar harapan penulis semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surakarta, Oktober 2004
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI .................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
INTISARI ............................................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 3
1. Tanaman iler ...................................................................................... 3
a. Sistematika tanaman..................................................................... 3
b. Nama lain ..................................................................................... 4
c. Morfologi tanaman ...................................................................... 4
d. Ekologi dan penyebaran............................................................... 5
e. Kandungan dan sifat fisika ........................................................... 5
f. Kegunaan tanaman........................................................................ 6
viii
2. Metode ekstraksi simplisia ................................................................ 7
3. Cacing Ascaris suum ....................................................................... 8
a. Sistematika ..................................................................................... 8
b. Morfologi dan daur hidup ............................................................. 9
4. Anthelmintik ................................................................................... 10
5. Uji daya anthelmintik ...................................................................... 11
6. Piperazin .......................................................................................... 12
7. Kromatografi lapis tipis ( KLT ) ....................................................... 13
D. Hipotesis ................................................................................................ 17
BAB II. METODE PENELITIAN ......................................................................... 18
A. Kategori Penelitian dan Rancangan Percobaan………………………. 18
1. Kategori penelitian……………………………………………….. ..18
2. Rancangan percobaan……………………………………………....18
3. Subyek penelitian ……………………………………………….. ..18
4. Variabel penelitian ………………………………………………. 18
B. Alat dan Bahan ..................................................................................... 18
1. Alat ....................................................................................................18
2. Bahan.................................................................................................19
C. Jalannya Penelitian ............................................................................... 20
1. Determinasi dan pengumpulan bahan ............................................... 20
2. Pembuatan serbuk daun iler .............................................................. 20
3. Pembuatan ekstrak etanol daun iler................................................... 20
4. Uji daya anthelmintik ........................................................................ 21
ix
a. Penyiapan larutan uji .................................................................... 22
b. Uji daya anthelmintik terhadap cacing Ascaris suum ................... 22
5. Cara kerja skematis ........................................................................... 23
a. Pembuatan ekstrak etanol.............................................................. 23
b. Uji daya anthelmintik.................................................................... 24
6. Identifikasi kandungan kimia daun iler ............................................ 25
a. Uji tabung...................................................................................... 25
b. Uji kualitatif dengan metode KLT ............................................... 26
D. Cara Analisis ........................................................................................ 27
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 28
A. Hasil Determinasi.................................................................................. 28
1. Determinasi tanaman iler................................................................... 28
2. Determinasi hewan uji cacing Ascaris suum ..................................... 29
B. Hasil Pembuatan Simplisia ................................................................... 29
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Iler........................................... 30
D. Hasil Uji Daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Iler........................ 31
1. Analisis secara deskriptif................................................................... 37
2. Analisis statistik uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler ....... 38
3. Perhitungan LC50 ekstrak etanol daun iler ........................................ 41
E. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Daun Iler .................................... 41
1. Uji tabung .......................................................................................... 42
2. Kromatografi lapis tipis..................................................................... 43
a. Deteksi senyawa flavonoid............................................................ 44
x
b. Deteksi senyawa saponin .............................................................. 47
c. Deteksi senyawa tanin................................................................... 49
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 51
A. Kesimpulan ........................................................................................... 51
B. Saran...................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 52
LAMPIRAN ........................................................................................................... 55
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema pembuatan ekstrak etanol daun iler ........................................... 23
Gambar 2. Skema kerja pengujian daya anthelmintik............................................. 24
Gambar 3. Hasil uji daya anthelmintik larutan NaCl 0,9% b/v............................... 31
Gambar 4. Hasil uji daya anthelmintik larutan Piperazin sitrat 0,4% b/v............... 31
Gambar 5. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler
konsentrasi 10% b/v ............................................................................ 32
Gambar 6. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler
konsentrasi 20% b/v dan 30% b/v ........................................................ 33
Gambar 7. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler
konsentrasi 40% b/v dan 50% b/v ........................................................ 33
Gambar 8. Kurva hubungan antara jumlah kematian cacing vs jam kematian cacing
hasil uji daya anthelmintik .................................................................... 37
Gambar 9. Kromatogram ekstrak etanol daun iler untuk uji flavonoid................... 45
Gambar10. Kromatogram ekstrak etanol daun iler untuk uji saponin ..................... 47
Gambar11. Kromatogram ekstrak etanol daun iler untuk uji tanin.......................... 49
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil pembuatan ekstrak etanol daun iler ............................................. 30
Tabel 2. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi
10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, 50% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v
dan larutan NaCl 0,9% b/v .................................................................... 35
Tabel 3. Rata-rata jam kematian cacing Ascaris suum pada larutan uji ............. 36
Tabel 4. Jam kematian minimum dan maksimum dari uji daya anthelmintik
ekstrak etanol daun iler terhadap cacing Ascaris suum ........................ 38
Tabel 5. Hasil analisis Kolmogorov – Smirnov ................................................. 39
Tabel 6. Hasil uji Kruskal Wallis rata-rata jam kematian cacing antara ketujuh
kelompok perlakuan ............................................................................. 39
Tabel 7. Hasil uji Mann Whitney rata-rata jam kematian cacing antara dua
kelompok perlakuan .............................................................................. 40
Tabel 8. Hasil uji tabung kandungan kimia daun iler ......................................... 42
Tabel 9. Hasil kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam selulosa,
fase gerak n-butanol : asam asetat : air ( 4 : 1 : 5 ) v/v deteksi
uap NH3 ............................................................................................... 46
Tabel 10. Hasil kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam silika gel
GF 254 nm, fase gerak kloroform : metanol : air ( 7 : 3 : 1 ) v/v dan
deteksi semprot vanilin asam sulfat....................................................... 48
Tabel 11. Hasil kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam silika gel
GF 254 nm, fase gerak etil asetat : metanol : air ( 10 : 1,35 : 1 ) v/v dan
deteksi semprot FeCl3 ........................................................................... 50
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman iler......................................... 51
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi cacing gelang ( Ascaris suum ) ........... 52
Lampiran 3. Foto daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. )........................ 53
Lampiran 4. Foto cacing gelang Ascaris suum ....................................................... 54
Lampiran 5. Foto alat soxhletasi ............................................................................. 55
Lampiran 6. Data hasil pembuatan ekstrak etanol daun iler dan perhitungan
rendemen ............................................................................................ 60
Lampiran 7. Penimbangan ekstrak etanol daun iler dalam pembuatan seri
konsentrasi ekstrak etanol ……………… ......................................... 64
Lampiran 8. Data jam kematian cacing hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol
daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v,
50% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v dan NaCl 0,9% b/v ..................... 65
Lampiran 9. Perhitungan LC50 uji daya anthelmintik............................................. 66
Lampiran 10. Tabel harga probit.............................................................................. 69
Lampiran 11. Penentuan konsentrasi piperazin sitrat 0,4% b/v ............................... 70
Lampiran 12. Perhitungan statistik .......................................................................... 71
xiv
INTISARI
Daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ) telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional karena memiliki berbagai macam khasiat obat, salah satunya sebagai obat cacing. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan daya anthelmintik ekstrak etanol 70% daun iler terhadap Ascaris suum secara in vitro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode rendaman. Penelitian ini menggunakan 105 ekor cacing Ascaris suum, yang dibagi dalam 7 kelompok pengujian yaitu pengujian terhadap larutan NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif, larutan piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif dan larutan ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v. Pengamatan dilakukan tiap 2 jam sampai semua cacing mati. Data jam kematian cacing dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov, data terdistribusi tidak normal, sehingga diuji Kruskall-Wallis, dilanjutkan uji Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95%, serta dicari LC50. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun iler 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v mempunyai daya anthelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro. Pada ekstrak konsentrasi 30% b/v tidak berbeda ( P > 0,05 ) dengan piperazin sitrat 0,4% b/v. Hasil LC50 ekstrak etanol daun iler adalah 23,62% b/v. Untuk analisis kualitatif menggunakan cara uji tabung dan dengan KLT menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun iler mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Kata kunci : Daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ), ekstrak etanol
70%, Ascaris suum, KLT
xv
xvi
UJI KROMATOGRAM LAPIS TIPIS DAN DAYA ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN ILER (Coleus scutellarioides (L.) Benth.)
TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO
Intansari Setyaningrum K 100020242
INTISARI
Daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ) telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional karena memiliki berbagai macam khasiat obat, salah satunya sebagai obat cacing. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan daya anthelmintik ekstrak etanol 70% daun iler terhadap Ascaris suum secara in vitro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode rendaman. Penelitian ini menggunakan 105 ekor cacing Ascaris suum, yang dibagi dalam 7 kelompok pengujian yaitu pengujian terhadap larutan NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif, larutan piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif dan larutan ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v. Data jam kematian cacing dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov, data terdistribusi tidak normal, sehingga diuji Kruskall-Wallis, dilanjutkan uji Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95%, serta dicari LC50. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun iler 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v mempunyai daya anthelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro. Pada ekstrak konsentrasi 30% b/v tidak berbeda ( P > 0,05 ) dengan piperazin sitrat 0,4% b/v. Hasil LC50 ekstrak etanol daun iler adalah 23,62% b/v. Untuk analisis kualitatif menggunakan cara uji tabung dan dengan KLT menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun iler mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Kata kunci : Daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ), ekstrak etanol,
Ascaris suum, KLT Mengetahui,
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,
Dr. M. Kuswandi, SU, M.Phil., Apt. Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Sumantri, M.Sc., Apt dr. E. M. Sutrisna
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan bahan-bahan alam dari tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat
tradisional telah lama dikenal oleh masyarakat untuk pengobatan berbagai macam
penyakit. Namun informasi tentang nama, kandungan dan ramuannya belum
banyak dipublikasikan sehingga pemanfaatan tanaman untuk tujuan pengobatan
baru didasarkan pada pengalaman turun temurun ( Mursito, 2001 ).
Berbagai macam tanaman yang tumbuh di sekitar tempat tinggal dapat di
manfaatkan untuk tujuan pengobatan meliputi upaya peningkatan kesehatan
( promotif ), pencegahan ( preventif ) maupun pengobatan berbagai penyakit
( kuratif ) ( Mursito, 2001 ).
Meskipun upaya pembangunan kesehatan, telah ditunjang dengan berbagai
jenis obat farmasetik, namun tidak ada kerugiannya jika obat tradisional yang
telah memberikan manfaat bagi kesehatan itu terus dikembangkan dan selanjutnya
dilestarikan dan dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan ( Anonim, 1993 ).
Penyakit cacingan banyak diderita oleh anak-anak, hal ini disebabkan oleh
cacing yang ada di usus seperti ascaris dan parasit lainnya, sehingga penyerapan
gizi oleh tubuh tidak sempurna, akibatnya proses pertumbuhan dan perkembangan
anak terganggu.
Untuk mencegah hal di atas masyarakat menggunakan obat-obat
anthelmintika. Masyarakat kita sudah banyak mengetahui kecenderungan efek
1
samping yang ditimbulkan oleh obat bahan kimia. Banyak dari mereka mencari
alternatif lain yang lebih aman. Beralihnya perhatian masyarakat ke obat-obat
alamiah tersebut, didasarkan atas kepercayaannya bahwa efek samping obat
alamiah lebih kecil daripada obat kimia murni ( Hargono, 1996 ). Oleh karena itu
perlu dicari alternatif pengobatan dengan harapan hasil yang baik, harga murah
dan mudah cara mendapatkannya. Salah satu alternatif tersebut adalah
penggunaan obat tradisional.
Penggunaan obat tradisional dengan memanfaatkan tanaman di sekitar kita
telah banyak dilakukan, khususnya di sini adalah penggunaan tanaman untuk obat
cacing atau anthelmintika. Akan tetapi penggunaan tanaman tersebut baru
didasarkan pada pengalaman saja dan belum didukung dengan penelitian-
penelitian baik tentang efek farmakologi maupun kandungan kimianya.
Bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional yang
berfungsi untuk pengobatan penyakit cacing yaitu daun iler, cara pemakaiannya
dapat diminum dari seduhan 7 lembar daun iler segar yang sudah dicuci bersih
digiling sampai halus, ditambah setengah gelas air minum, diaduk sampai rata lalu
diperas dan disaring ( Wijayakusuma, dkk, 1995 ).
Iler ( Coleus scutellarioides (L.) Benth. ) merupakan tanaman yang
berpotensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki
berbagai macam khasiat. Daunnya berkhasiat sebagai obat wasir, bisul, abses,
borok luka bernanah, terlambat haid, keputihan, kencing manis, sembelit,
cacingan, demam, nifas, radang telinga, gigitan ular dan serangga beracun.
Sedangkan akarnya berkhasiat sebagai obat diare dan mulas ( Dalimartha, 2000 ).
2
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak etanol
daun iler ( Coleus scutellarioides (L) Benth. ) dapat membunuh cacing Ascaris
suum secara in vitro, dan senyawa apa yang terkandung di dalam ekstrak etanol
daun iler.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat luas dan ilmu pengetahuan tentang manfaat dari
daun iler ( Coleus scutellarioides (L.) Benth. ) khususnya sebagai anthelmintik
untuk pengobatan tradisional.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol dari daun iler ( Coleus scutellarioides (L.) Benth. )
dapat digunakan sebagai daya anthelmintik terhadap cacing Ascaris suum ?
2. Senyawa apa yang terkandung di dalam ekstrak etanol daun iler ( Coleus
scutellarioides (L.) Benth. ) ?
C. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Iler
a. Sistematika tanaman
Kedudukan tanaman iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ) dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
3
Ordo : Solanales
Familia : Labiatae
Genus : Coleus
Species : Coleus scutellarioides (L) Benth.( Backer, 1962 ).
b. Nama lain
Sumatera : Sigresing ( Batak ), adang-adang ( Palembang ), miana, pilado
( Sumatera Barat )
Jawa : Jawer kotok ( Sunda ), iler, kentangan ( Jawa ), dhin kamandhinan
( Madura )
Sulawesi : Rangon tati, serewung ( Minahasa ), ati-ati, panci-panci, saru-saru
( Bugis ), majana ( Manado ) ( Dalimartha, 2000 ).
c. Morfologi tanaman. Herba tegak atau berbaring pada pangkal batang
berakar banyak, menahun, tinggi 0,5-1,5 m, batang berambut, tangkai daun 2-9
cm; helaian daun bulat telur, dengan pangkal daun membulat atau bentuk baji,
ujung menyempit, di atas pangkal daun bertepi rata beringgit kasar, berbeda
dalam cara berambut dan warna ( hijau sampai lembayung; bernoda sampai
bergaris ). Bunga dalam anak payung berhadapan, panjang 0,5-5 cm, terkumpul
lagi menjadi tandan lepas di ujung atau malai bercabang lebar. Anak tangkai daun
berambut rapat, 3-4 mm. Kelopak berambut dan terdapat bintik-bintik kelenjar
kuning banyak, panjang 2-3 mm; gigi belakang paling besar, bulat telur lebar;
kedua gigi samping paling kecil; pada bagian bawah berlekatan menjadi bibir
bawah yang bercelah dua. Mahkota berbibir 2, dengan bibir bawah menggantung,
sisi luar banyak berambut dan penuh dengan bintik-bintik kelenjar; tabung
4
berbentuk S. Tangkai sari gundul; kepala sari ungu. Tangkai putik sangat panjang,
bercelah 2. Kelopak buah panjang 5-7 mm; buah keras berbentuk telur, licin ( Van
Steenis, 1997 ).
Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara ini mempunyai rupa-rupa
bentuk daun dan warna yang beraneka ragam, tetapi yang berkhasiat obat adalah
daun yang berwarna merah kecoklatan. Bagian-bagiannya bila diremas berbau
harum ( Wijayakusuma, dkk, 1995 ).
d. Ekologi dan penyebaran. Iler ditanam di pekarangan sebagai tanaman
hias atau tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat yang
lembab dan terbuka seperti ditepian air, pematang sawah, atau tepi jalan pedesaan.
Herba ini dapat ditemukan dari 1- 1300 m dpl ( Van Steenis, 1997 ).
e. Kandungan dan sifat fisika. Kandungan kimia dalam daun dan akar
tanaman iler antara lain : saponin, flavonoid, tanin dan polifenol. Sifat fisika
yaitu bau harum dan agak pahit ( Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991 ).
Kandungan kimia tanaman secara umum, antara lain :
1). Flavonoid
Flavonoid adalah pigmen yang tersebar luas dalam tanaman. Terdapat
dalam bentuk aglikon maupun heterosida, beberapa senyawa tidak pernah
ditemukan sebagai heterosida seperti flavon tak terhidroksilasi dan flavon yang
teralkilasi penuh karena tidak memiliki gugus hidroksil dimana gula dapat
dikombinasikan ( Farnsworth, 1966 ). Aglikon flavonoid adalah
polifenol, karena itu mempunyai sifat senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam
sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil
5
yang bebas atau gugus gula, maka flavonoid bersifat polar dan cukup larut dalam
etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetil formamida, air, dan
sebagainya. Meskipun sulit untuk menentukan aturan umum kelarutan flavonoid
namun pada saat bahan tanaman segar diekstraksi dengan metanol atau etanol
akan memindahkan sebagian besar flavonoid. Baik flavonoid heterosida maupun
aglikon tidak larut dalam petrolium eter ( Claus, et al, 1970 ).
2). Saponin
Saponin adalah glikosida triterpene dan sterol. Sebagai glikosida saponin
bila dihidrolisis oleh asam menghasilkan aglikon atau sapogenin dan macam-
macam gula serta asam uronat yang berkaitan ( Harborne, 1987 ). Saponin
mempunyai rasa yang pahit menusuk, biasanya menyebabkan bersin atau iritasi
terhadap selaput lendir, bersifat racun terhadap binatang berdarah dingin seperti
ikan, bersifat hemolitik dan dapat membentuk larutan koloidal dalam air,
membentuk busa yang mantap pada penggojogan. Sering digunakan sebagai
deterjen, selain itu juga meningkatkan absorpsi diuretika serta merangsang kerja
ginjal (Claus, et al, 1970; Harborne, 1987).
3). Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang protein. Di dalam tumbuhan letak tanin
6
terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan yang
banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
sepat ( Harborne, 1987 ).
f. Kegunaan tanaman. Daun iler dalam masyarakat dapat digunakan
sebagai obat wasir, peluruh haid ( emenagoga ), penambah nafsu makan (
stomakik ) ( Anonim, 1989 ). Akarnya digunakan sebagai obat dalam
terhadap mulas-mulas dan murus. Daunnya dengan bau seperti jeruk dari mayana
putih, dicampur dengan sedikit cuka diminum terhadap cacing perut ( Heyne,
1987 ). Daunnya berkhasiat sebagai obat wasir, bisul, abses, borok luka bernanah,
terlambat haid, keputihan, kencing manis, sembelit, cacingan, demam, nifas,
radang telinga, gigitan ular dan serangga beracun. Sedangkan akarnya berkhasiat
sebagai obat diare dan mulas ( Wijayakusuma, dkk, 1995 ).
2. Metode ekstraksi simplisia
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan
mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna
dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi ( Ansel, 1989 ).
7
Ekstrak adalah sedian kering, kental, dan cair yang dibuat dengan menyari
simplisia nabati, hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk ( Anonim,
1979 ).
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain dan biasanya berupa
bahan yang telah dikeringkan ( Anonim, 1979 ).
Soxhletasi adalah penyarian dengan cara bahan yang diekstraksi diletakkan
dalam sebuah kantong ekstraksi. Kantong tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi
dari gelas yang bekerja secara kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantong
diletakkan diantara penyulingan dengan pendingin alir balik dan dihubungkan
dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan yang menguap dan mencapai
kedalam pendingin alir balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya menetes
keatas bahan yang akan diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan
setelah mencapai tinggi maksimumnya, secara otomatis dipindahkan kedalam
labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan
bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini dibutuhkan pelarut sedikit dan juga
bahan secara terus menerus diperbaharui, artinya dimasukkan bahan pelarut bebas
bahan aktif, tetapi dalam metode ini dibutuhkan suatu ekstraksi yang cukup lama
dan kebutuhan energinya tinggi ( Voight, 1995 ).
Pelarut etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,
antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil, lemak malam, tannin dan
saponin ( Anonim, 1986 ).
8
3. Cacing Ascaris suum
a. Sistematika cacing gelang adalah sebagai berikut :
Class : Nematodes
Subclass : Seccrenentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Familia : Ascaridae
Superfamili : Ascaridoidae
Subfamili : Ascaridinae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris Suum ( Soulsby, 1982 ).
b. Morfologi dan daur hidup. Cacing Ascaris suum terdapat pada babi
piaraan dan beberapa hewan lain, cacing ini berukuran besar dan berwarna putih.
Cacing betina mempunyai ukuran lebih besar daripada cacing jantan, panjang
cacing betina 15-40 cm dan lebarnya 5 mm sedangkan cacing jantan berukuran
15-25 cm dan lebarnya sekitar 3 mm. Spicula jantan panjangnya 2 mm dan kuat,
terdapat precloacal papillae dalam jumlah besar. Bukaan vulva terdapat pada
ujung sepertiga pertama badan. Telurnya berbentuk oval , berukuran 50-75 µm
dan 40-50 µm dan mempunyai kulit yang tebal, pada lapisan putih telurnya
terdapat proyeksi yang jelas dan warnanya kuning kecoklatan ( Soulsby, 1982 ).
9
Siklus hidupnya langsung. Larva yang sudah menginfeksi berkembang
dalam 10 – 15 hari dan tetap berada dalam telur. Setelah tercerna, larva menyebar
ke dalam usus kemudian menuju hati melalui aliran darah hepaportal sehingga
terjadi kerusakan jaringan hati. Larva terbawa oleh darah menuju paru-paru
kemudian menembus pembuluh darah memasuki alveoli dan menuju pharynx
yang kemudian akhirnya tertelan. Untuk perkembangan lebih lanjut menuju tahap
dewasa terjadi pada usus kecil ( Kaufmann, 1996 ).
4. Anthelmintik
Askariasis adalah infeksi cacing gelang pada usus manusia, merupakan
salah satu penyakit yang paling tersebar luas di dunia. Di Indonesia prevalensi
askariasis tinggi, terutama pada anak, frekuensinya antara 60 - 90% ( Anonim,
1993 ).
Anthelmintik berasal dari kata anti yang berarti melawan dan helminth
yang artinya cacing, jadi anthelmintik adalah obat yang digunakan atau berkhasiat
terhadap cacing yang biasa hidup dalam tubuh manusia dan hewan. Anthelmintik
adalah obat yang membebaskan tubuh dari infeksi cacing, baik yang berada dalam
saluran pencernaan makanan maupun yang berada dalam jaringan lain.
Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu ( Sukarban dan Santoso, 1995
).
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva
10
dalam tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Kebanyakan obat
cacing diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Obat cacing
baru umumnya lebih aman dan efektif dibanding dengan yang lama, efektif untuk
beberapa macam cacing, rasanya tidak mengganggu, pemberiannya tidak
memerlukan pencahar dan beberapa dapat diberikan secara oral sebagai dosis
tunggal ( Sukarban dan Santoso, 1995 ).
Istilah yang biasa kita kenal mengenai obat cacing seperti vermifuga
( penghalau ) dimana biasanya sifat ini muncul akibat pemberian dalam dosis
rendah, sedangkan yang kedua bersifat vermisida ( pembunuh cacing ) yaitu obat
cacing dalam dosis tinggi ( Sukarban dan Santoso, 1995 ).
Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih dipilih untuk pengobatan cacing
yang hidup di dalam rongga usus, agar kadar setempat dapat dicapai setinggi
mungkin ( Tjay dan Rahardja, 1991 ).
5. Uji daya anthelmintik
Aktivitas obat anticacing dapat diuji secara in vivo atau in vitro dengan
berbagai teknik. Ada berbagai mekanisme kerja obat anthelmintik untuk
mengeliminasi cacing atau membunuh cacing yang ada dalam tubuh (
Anonim, 1993 ).
Uji anthelmintik secara in vitro dilakukan dengan metode rendaman yaitu
cacing direndam dalam larutan obat atau jamu, kemudian efek yang timbul
diamati ( Lamson and Brown, 1935 ).
Obat anthelmintik bekerja dengan mempengaruhi sistem syaraf cacing.
11
Cacing yang paralisis atau mati akan lebih mudah dieliminasi dari tubuh. Secara
in vitro, cacing yang mati atau paralisis akibat pengaruh obat anthelmintik dapat
diamati melalui gerakannya dalam air panas. Cacing akan memperlihatkan
gerakan yang berbeda dengan cacing normal apabila diinkubasi dalam medium
yang mengandung obat anticacing, bila obat anticacing tersebut bekerja
melumpuhkan atau membunuh cacing tersebut ( Anonim, 1993 ).
Pengujian daya anthelmintik secara in vitro selain mempunyai keunggulan
juga mempunyai kekurangan. Keunggulan metode ini selain mudah, sederhana,
waktu singkat dan juga dapat menentukan kearah pencapaian harga reproduksibel.
Kekurangan dalam metode ini adalah mengalami kesulitan dalam penggunaan
pembawa yang tidak tepat atau zat aktif yang kurang dapat menyebabkan
terjadinya hambatan resorpsi atau bahkan tidak diresorpsi sama sekali di dalam
organisme, sehingga hasil percobaan tidak tepat ( Voight, 1995 ).
6. Piperazin
Piperazin pertama kali digunakan sebagai anthelmintik oleh Fayard ( 1949
). Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap
Ascaris lumbricoides dan Enterobius vermicularis.
Piperazin terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44 % basa. Juga
didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat
stabil non higroskopik, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannya
bersifat sedikit asam ( Sukarban dan Santoso, 1995 ). Piperazin tidak berguna
untuk pengobatan infeksi cacing tambang, trikuriasis atau strongiloides, dan tidak
12
lagi dianjurkan dalam pengobatan infeksi cacing kremi ( Katzung, 1989 ).
Piperazin menyebabkan blokade respons otot cacing terhadap asetilkolin
sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.
Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar
untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi
normal kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37 0 C.
Untuk askariasis, dosis piperazin ( sebagai heksahidrat ) sebesar 75 mg/kg
berat badan ( dosis maksimum 3,5 g ) selama dua hari berturut-turut yang
diberikan peroral sebelum atau sesudah makan pagi. Kecuali dinyatakan lain,
berkaitan dengan obat spesifik dapat digunakan 0,2 - 0,4 g/kg BB ( Katzung, 1989
).
Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi
umumnya tidak menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang nausea,
vomitus, diare dan alergi. Dosis lethal menyebabkan konvulsi dan depresi
pernafasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi obat karena gangguan faal ginjal
dapat terjadi inkoordinasi otot atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara,
bingung yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Piperazin dapat
memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh
diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan faal hati dan ginjal. Pemberian
obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan
pengawasan ekstra, karena piperazin menghasilkan nitrosamin, penggunaannya
untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar perlu atau kalau tak tersedia obat
alternatif ( Sukarban dan Santoso, 1995 ).
13
Obat-obat cacing golongan derivat piperazin ini termasuk obat-obat
populer dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh karena relatif obat-obat ini tidak
toksis, murah dan boleh dikatakan selalu berhasil mengeluarkan ascaris dari usus,
sehingga derivat piperazin ini termasuk golongan vermifuga ( Yudhono, 1977 ).
Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas
membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial
istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan,
disertai paralisis ( Sukarban dan Santoso, 1995 ).
7. Kromatografi lapis tipis ( KLT )
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan terdiri atas bahan yang berbutir-butir ( fase diam ), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan yang ditotolkan sebagai bercak atau pita.
Setelah pelat atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok ( fase gerak ), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler ( pengembangan ). Pemisahan didasarkan atas penyerapan,
pembagian atau gabungan dari keduanya tergantung dari cara pembuatan fase
diam dan jenis fase gerak yang digunakan ( Stahl, 1985 ).
Beberapa hal yang berhubungan dengan kromatografi lapis tipis, antara
lain :
a. Fase diam, dapat digolongkan berdasarkan sifat kimia dan kekuatan
pengikatan yang diperlukan selama proses pemisahan. Berdasarkan sifat kimianya
14
ada dua jenis fase diam, yaitu organik dan anorganik. Sedangkan berdasarkan
kekuatan pengikatan yang diperlukan selama proses pemisahan dapat digolongkan
dalam penyerap yang sesuai untuk :
1). Kromatografi adsorpsi ( silika gel, aluminium, kieselguhr ).
2). Kromatografi partisi ( selulosa, kieselguhr, silika gel ).
3). Kromatografi penukar ion ( selulosa penukar ion, resin penukar ion).
4). Kromatografi gel ( sepadeks, tipe gels, biogel ).
Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, aluminium oksida,
kiesselguhr, selulosa, dan turunannya serta poliamida. Adapun fase diam yang
paling luas digunakan untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel.
Silika gel dalam perdagangan mempunyai ukuran 10 – 40 µ. Ukuran ini
terutama mempengaruhi kecepatan alir dan kualitas pemisahan. Sedangkan proses
penyerapan terutama dipengaruhi oleh ukuran pori yang bervariasi antara 20 –
150 Å. Silika gel yang berpori 80 – 150 Å disebut silika gel berpori besar. Dari
data percobaan yang ada penggunaannya lebih luas dibanding silika gel dengan
pori yang lebih kecil. Luas permukaan silika gel bervariasi antara 300 – 1000
mm2/ gram. Silika gel sangat higroskopis, pada kelembaban relatif 45 – 75 %
dapat mengikat air 7 – 20 %.
Ada beberapa macam silika gel yang beredar dalam perdagangan antara
lain :
1) Silika gel dengan pengikat. Umumnya sebagai pengikat adalah kalsium sulfat
( 5 – 15 % ). Jenis silika gel ini dinamakan silika gel G. Di samping itu ada
juga pati dan dikenal sebagai silika gel S. Penggunaan pati mempunyai
15
kelemahan, terutama jika menentukan lokasi bercak dengan asam sulfat.
2) Silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi. Jenis silika gel ini
biasanya berfluoresensi kehijauan jika dilihat pada sinar ultraviolet panjang
gelombang 254 nm. Sebagai indikator biasanya digunakan timah kadmium
sulfida atau mangan timah silika aktif. Jenis ini dikenal dengan nama silika
gel GF atau GF 254.
3) Silika gel tanpa pengikat. Lapisan ini lebih stabil dibandingkan dengan yang
mengandung kadmium sulfida. Beberapa pabrik menamakan silika gel H
( Merck ) atau silika gel N ( Macherey, Negel, & Co ).
4) Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indikator fluoresensi.
5) Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif. Untuk keperluan pemisahan
preparatif dapat digunakan silika gel GF 254+366 ( Merck) ( Macek, 1972 ).
b. Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase ini bergerak di dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut
yang digunakan adalah pelarut yang bermutu analitik dan bila diperlukan sistem
pelarut multi komponen maka harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimum tiga komponen, akan tetapi sistem pelarut yang terdiri
dari satu atau dua komponen lebih disukai. Angka banding campuran biasanya
dinyatakan dalam bagian volume sedemikian sehingga volume total 100. Pada
proses penyerapan yang menggunakan fase diam silika gel, alumina, atau zat
anorganik lain, pemilihan sistem pelarut mengikuti kriteria hampir sama dengan
kromatografi kolom. Sistem tak berair paling banyak digunakan, yang meliputi
metanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform, benzena,
16
sikloheksana, dan petroleum eter. Semakin ke kanan sifat lipofilisitasnya semakin
besar, oleh karena itu pemilihan pelarut didasarkan atas sifat zat yang akan
dipisahkan ( Stahl, 1985 ).
c. Metode identifikasi. Terdapat beberapa kemungkinan untuk
mendeteksi senyawa tak berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana
adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah ultraviolet gelombang
pendek ( radiasi utama pada kira-kira 254 nm ) atau jika senyawa itu dapat
dieksitasi ke fluoresensi radiasi ultraviolet gelombang pendek atau gelombang
panjang ( 366 nm ). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi,
harus dicoba dengan reaksi kimia; pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila perlu
dengan pemanasan, menghasilkan warna atau berfluoresensi.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram, biasanya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf.
Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf = Jarak batas pengembangan dihentikan
Angka Rf mempunyai jarak antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat
ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor seratus ( h ),
menghasilkan nilai berjarak 1 sampai 100 ( Stahl, 1985 ).
D. Hipotesis
Daun iler termasuk dalam genus Coleus, telah diketahui infusa daun iler
mempunyai daya anthelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro ( Tri Sulasih,
2004 ). Oleh karena itu, dapat dibuktikan :
17
1. Ekstrak etanol 70 % daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. )
mempunyai daya anthelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro.
2. Kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun iler adalah
flavonoid, saponin, dan tanin.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Kategori Penelitian dan Rancangan Percobaan
1. Kategori penelitian : dalam penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian eksperimental.
2. Rancangan percobaan : dalam percobaan ini rancangan yang digunakan
yaitu rancangan lengkap dan pola searah.
18
3. Subyek penelitian : dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah
ekstrak etanol daun iler ( Coleus scutellarioides ( L. ) Benth. ) untuk uji daya
anthelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.
4. Variabel penelitian :
a. Variabel bebas : variasi kadar ekstrak etanol 70% daun iler.
b. Variabel tergantung : jam kematian cacing.
c. Variabel kendali : cacing Ascaris suum jantan dan betina yang
berukuran sama, dan daun iler yang berwarna merah
kecoklatan yang agak tua.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alat untuk pembuatan serbuk adalah kain hitam, pisau, gunting, blender
( Philips ) dan alat-alat gelas yang lazim.
b. Alat untuk ekstraksi dan uji daya anthelmintik terdiri atas seperangkat
alat soxhlet, pinset, cawan petri ( Pyrex ), jam ( Lazio ) dan alat-alat gelas yang
lazim.
c. Alat untuk kromatografi lapis tipis yaitu chamber dan tutupnya, satu
set alat kromatografi lapis tipis ,lampu UV, oven ( Memmert ), penyemprot, dan
alat-alat gelas yang lazim.
2. Bahan
19
a. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun iler ( Coleus
scutellarioides ( L. ) Benth. ) yang diambil dari BPTO Tawangmangu,
Karanganyar, Jateng, pada bulan April, tahun 2004.
b. Hewan uji yang digunakan adalah cacing Ascaris suum jantan dan
betina, diambil dari tempat pemotongan hewan babi Jagalan, Jebres, Surakarta.
c. Bahan untuk cairan penyari adalah etanol 70% ( Brataco ).
d. Bahan untuk uji daya anthelmintik adalah air suling (aquadest), larutan
NaCl 0,09%, larutan piperazin sitrat 0,4%, larutan ekstrak etanol daun iler dalam
berbagai konsentrasi ( Brataco ).
e. Bahan untuk identifikasi kandungan senyawa pada daun iler adalah air
suling ( aquadest ), KOH, HCl pekat, logam Mg, amil alkohol, NaCl 10%, gelatin
1%, FeCl3 ( Brataco ).
f. Bahan untuk kromatografi Lapis Tipis adalah kloroform p.a., asam
asetat p.a., metanol p.a., aquadest, etil asetat p.a., n – butanol p.a., silika ge1 GF
254 dan selulosa ( Merck ).
g. Bahan untuk pereaksi semprot adalah FeCl3, vanilin, asam sulfat, asam
sitrat, asam borat dan amonia ( Merck ).
C. Jalannya Penelitian
1. Determinasi dan pengumpulan bahan
Determinasi dimaksudkan untuk memastikan tanaman yang digunakan
untuk penelitian benar-benar tanaman iler, yang berkaitan dengan ciri-ciri
mikroskopik dan makroskopik serta mencocokkan ciri-ciri morfologis tanaman.
20
Determinasi ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Bagian Biologi
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Determinasi cacing Ascaris suum dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
2. Pembuatan serbuk daun iler
Daun iler diambil dan dicuci bersih, dipotong-potong, kemudian
dikeringkan dengan jalan dijemur di bawah sinar matahari dengan cara ditutup
kain hitam sampai kering, setelah kering diserbukkan dengan menggunakan
blender.
3. Pembuatan ekstrak etanol daun iler
Daun iler yang telah diserbuk ditimbang sebanyak 50 gram dan dibungkus
dengan kertas saring yang telah disiapkan dengan bentuk dan ukuran yang sesuai
dengan labu soxhlet yang akan digunakan. Serbuk yang telah berada dalam kertas
saring tersebut dimasukkan dalam labu soxhlet. Alat soxhlet dirangkai dan labu
diisi cairan penyari hingga 2 kali sirkulasi. Kemudian saluran pendingin diisi air
mengalir dan pemanas listrik dihidupkan. Cairan penyari yang digunakan adalah
etanol 70%. Penyarian dilakukan terus menerus hingga cairan yang ada dalam
labu soxhlet berwarna bening. Hasil dari penyarian dengan etanol 70% ini disebut
sari etanol. Sari etanol ditampung dalam cawan porselin yang telah ditara
kemudian diuapkan diatas water bath hingga diperoleh sediaan yang kental yang
selanjutnya disebut ekstrak etanol. Ekstrak etanol inilah yang digunakan untuk uji
21
daya anthelmentik.
4. Uji efek anthelmintik
a. Penyiapan larutan uji
1). Pembuatan larutan natrium klorida 0,9%
0,9 gram NaCl dilarutkan dengan aquadest sampai volume 100 ml.
2). Pembuatan larutan piperazin sitrat 0,4% b/v
Dibuat dengan cara menimbang 0,4 gram piperazin sitrat ditambah 0,9 gram
NaCl dan dilarutkan dengan aquadest sampai volume 100 ml, kemudian
diaduk.
3). Pembuatan larutan konsentrasi ekstrak etanol daun iler 10% b/v
Dibuat dengan menimbang 2,5 gram ekstrak etanol daun iler kemudian
dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% b/v sampai volume 25 ml.
4). Pembuatan larutan konsentrasi ekstrak etanol daun iler 20% b/v
Dibuat dengan menimbang 5 gram ekstrak etanol daun iler kemudian
dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% b/v sampai volume 25 ml.
5). Pembuatan larutan konsentrasi ekstrak etanol daun iler 30% b/v
Dibuat dengan menimbang 7,5 gram ekstrak etanol daun iler kemudian
dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% b/v sampai volume 25 ml.
6). Pembuatan larutan konsentrasi ekstrak etanol daun iler 40% b/v
Dibuat dengan menimbang 10 gram ekstrak etanol daun iler kemudian
dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% b/v sampai volume 25 ml.
7). Pembuatan larutan konsentrasi ekstrak etanol daun iler 50% b/v
22
Dibuat dengan menimbang 12,5 gram ekstrak etanol daun iler kemudian
dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% b/v sampai volume 25 ml.
b. Uji daya anthelmintik terhadap cacing Ascaris suum
Pada ekstrak etanol yang didapatkan dilakukan pengujian daya
anthelmintik terhadap cacing gelang yang didapat dari babi, dan dilakukan secara
in vitro. Metode yang digunakan adalah metode rendaman yaitu cacing direndam
dalam cairan atau media yang telah dicampur dengan senyawa yang diuji,
kemudian efek terhadap cacing diamati tiap 2 jam sampai cacing mati semua.
Uji daya anthelmintik terhadap cacing Ascaris suum jantan dan betina
sebanyak 105 ekor dibagi menjadi 7 kelompok pengujian yaitu pengujian pada
larutan piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif, pengujian larutan NaCl
0,9% b/v sebagai kontrol negatif, pengujian ekstrak etanol daun iler dengan
konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v, sebagai larutan
yang diuji. Setiap kelompok terdiri atas 15 ekor cacing dan dibagi dalam 3 cawan
petri, tiap cawan petri berisi 5 ekor cacing yang direndam dalam larutan pada
masing – masing kelompok dengan volume 25 ml.
Penentuan daya anthelmintik dilakukan tiap 2 jam dengan menghitung
jumlah cacing yang mati pada tiap – tiap cawan petri, untuk mengetahui apakah
cacing sudah mati, paralisis atau masih hidup yaitu dengan cara dikenai rangsang
mekanik di daerah esofagus yang merupakan pusat syaraf cacing dan jika cacing
tidak bergerak, cacing dikeluarkan dari cawan petri tersebut, dipindahkan ke
dalam air panas pada suhu 500C. Apabila dengan cara ini cacing tetap diam,
berarti cacing sudah mati, tetapi jika cacing masih bergerak berarti cacing masih
23
hidup atau hanya paralisis, kemudian cacing dimasukkan lagi ketempat semula.
Pengamatan dilakukan sampai cacing yang direndam dalam larutan mati semua (
Anonim, 1993 ).
5. Cara kerja skematis
a. Pembuatan ekstrak etanol
Daun iler ( Coleus scutellarioides L. (Benth.) )
- dicuci dengan air mengalir - dikeringkan selama beberapa hari
dengan ditutup kain hitam Daun iler kering
Diblender
Serbuk daun iler ( 50 g serbuk )
Soxhletasi (Ekstraksi dengan etanol 70%)
Sari etanol
Diuapkan
Ekstrak etanol
Uji daya anthelmintik Uji kualitatif kandungan
kimia dengan KLT
Gambar 1. Skema pembuatan ekstrak etanol daun iler
24
b. Uji daya anthelmintik
Cacing gelang ( Ascaris suum )
5 ekor cacing direndam dalam larutan
Cl 0,9% b/Na v
Pengujian pada larutan pembanding kontrol
negatif ( Replikasi 3x )
Pengujian pada larutan pembanding kontrol
positif ( Replikasi 3 x )
5 ekor cacing direndam dalam ekstrak etanol 40% b/v
5 ekor cacing direndam dalam ekstrak etanol 30% b/v
5 ekor cacing direndam dalam ekstrak etanol 10% b/v
5 ekor cacing direndam dalam ekstrak etanol 20% b/v Pengujian pada
larutan uji ( Replikasi 3 x )
5 ekor cacing direndam dalam larutan piperazin
sitrat 0,4% b/v
5 ekor cacing direndam
dalam ekstrak etanol 50% b/v
Gambar 2. Skema kerja pengujian daya anthelmintik
25
6. Identifikasi kandungan kimia daun iler
Identifikasi ini dilakukan untuk senyawa – senyawa flavonoid, saponin,
dan tanin.
a. Uji tabung, uji ini meliputi:
1). Uji pendahuluan
Ekstrak ( 1 gram ) dipanaskan dengan air 10 ml sampai 30 menit di atas
tangas air mendidih, larutan yang terjadi disaring melalui kapas, suatu larutan
berwarna kuning sampai merah, menunjukkan adanya senyawa yang mengandung
kromofor ( flavonoid, antrakinon ), dengan gugus hidrofilik ( gugus gula, asam,
fenol, dan sebagainya ), pada penambahan larutan KOH ( 3 tetes ), warna larutan
menjadi lebih intensif ( Pedrosa, 1978 ).
2). Uji saponin
Masukan 0,5 g ekstrak kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas
didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 30 detik, kemudian diamati
ada tidaknya buih, jika terbentuk buih setinggi ± 3 cm dan pada penambahan asam
klorida buih tidak hilang menunjukan adanya saponin ( Pedrosa, 1978 ).
3). Uji flavonoid
Ekstrak ( 0,5 gram ) diekstraksi dengan heksan, diambil lapisan atasnya
kemudian residu dibagi menjadi 3 dalam tabung reaksi. Tabung A sebagai kontrol
sedangkan tabung B dan C untuk test selanjutnya ( Pedrosa, 1978 ).
26
Test Batesmit dan Metclfe : residu tabung B ditambahkan HCl pekat (
melalui dinding tabung ) panaskan di atas water bath selama 10 menit, kemudian
diamati perubahan warnanya, warna merah atau ungu menunjukan adanya
flavonoid.
Test Wilstater : residu pada tabung C ditambahkan HCl pekat ( melalui
dinding tabung ) dan logam Mg, diamati perubahan warnanya selama 10 menit
Kemudian tambahkan oktil alkohol atau amil alkohol dan diamati perubahan
warnanya. Warna merah menunjukan adanya flavonoid ( Pedrosa, 1978 ).
4). Uji tanin
Ditimbang ekstrak ( 0,5 g ) ditambahkan 5 ml larutan NaCl 10% , disaring
, filtrat dibagi menjadi 3, tabung A sebagai kontrol sedangkan tabung B dan C
untuk test selanjutnya ( Pedrosa, 1978 ).
Test gelatin : Pada tabung B ditambah 5 tetes larutan gelatin kemudian
diamati terbentuknya endapan, jika terbentuk endapan menunjukan adanya tanin.
Test FeCl3 : pada tabung C ditambahkan peraksi FeCl3 kemudian diamati
perubahan warnanya, jika terbentuk warna merah hingga biru menunjukan
adanya tanin terhidrolisis dan jika terbentuk warna coklat menunjukan adanya
tanin terkondensasi. Tetapi bila test gelatin negatif dan test FeCl3 positif maka
menunjukan adanya senyawa fenol ( Pedrosa, 1978 ).
b. Uji kualitatif dengan metode KLT
Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak etanol daun iler diidentifikasi
dengan cara sebagai berikut :
Ekstrak etanol daun iler ditotolkan pada plat KLT yaitu silika gel Gf 254
27
nm atau pada selulosa ukuran 2 x 10 cm dengan menggunakan pipa kapiler, pada
jarak kira-kira 1 cm dari bagian bawah. Penotolan dilakukan 2-3 kali
totolan, karena totolan yang berlebihan akan memberikan tendensi penyebaran
noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek ketidakseimbangan
lainnya ( Sastrohamidjojo, 2002 ). Lempeng yang telah ditotoli
dikembangkan dalam chamber pengembang KLT dengan menggunakan fase
gerak yang sesuai untuk senyawa yang akan diuji. Jarak pengembangan 8 cm,
setelah dikembangkan sampai batas pengembangan, lempeng diambil dan
diangin-anginkan sampai kering. Bercak diamati pada sinar UV 254 nm dan UV
366 nm dan disemprot dengan pereaksi semprot yang sesuai dengan senyawa
yang akan diuji.
D. Cara Analisis
1. Tanaman dideterminasi dengan kunci-kunci determinasi tanaman yang ada
dalam buku Flora Untuk Sekolah di Indonesia ( Van Steenis, 1997 ).
Hewan uji di determinasi dengan kunci determinasi yang ada dalam buku
System Helminthum the Nemathodes of Vertebrates ( Yamaguti, 1961).
2. Uji daya anthelmintik larutan uji, larutan kontrol negatif dan larutan kontrol
positif dilakukan dengan metode rendaman dan data jam kematian cacing
dianalisis secara statistik menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, uji
Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whithney.
3. Identifikasi kandungan kimia daun iler dilakukan dengan metode uji tabung dan
kromatografi lapis tipis hasilnya dianalisa secara deskriptif dan hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan data yang ada dalam pustaka.
28
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi
Tahap awal pada penelitian ini adalah determinasi bahan yaitu berupa
tanaman dan hewan yang digunakan untuk penelitian. Determinasi dilakukan
untuk mengetahui dan memastikan kebenaran dari simplisia tanaman dan hewan
uji yang akan digunakan dalam penelitian
1. Deteminasi tanaman iler ( Coleus scutellarioides (L.) Benth. )
Determinasi tanaman iler dilakukan untuk memastikan keberadaan
tanaman yang akan diteliti dengan mencocokkan morfologi tanaman secara
makroskopis dengan kunci determinasi yang terdapat dalam buku Flora untuk
Sekolah di Indonesia karangan Van Steenis ( 1997 ). Determinasi ini dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Dari hasil determinasi tumbuhan, didapatkan kunci-
kunci determinasi sebagai berikut :
1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14b-16a ( Golongan 10. Daun tunggal,
terletak berhadapan ) –239b-243b-244b-248b 249b-250b-266b-267b-273b-276b-
278b-279b-282a…………………. ( 110. Labiatae ).
1a-2b-4b-6b-7a…..…Coleus…..…Coleus scutellarioides ( L. ) Benth.
Dari hasil determinasi di atas, dapat dipastikan bahwa daun yang
digunakan dalam penelitian adalah daun iler.
29
2. Determinasi hewan uji cacing Ascaris suum
Determinasi terhadap cacing yang akan digunakan dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk memastikan cacing Ascaris suum dengan menggunakan kunci
determinasi dalam buku System Helminthum The Nemathodes Of Vertebrates
( Yamaguti, 1961 ). Determinasi ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Hasil determinasi hewan uji cacing Ascaris suum adalah sebagai berikut :
1-2-3-5-6……..……….………Ascarididae,1-3…………….……..Ascaridinae,
1-3….……..…Ascaris……………..Ascaris suum.
Dari hasil determinasi diatas dapat dipastikan bahwa cacing yang
digunakan adalah cacing Ascaris suum.
B. Hasil Pembuatan Simplisia
Bahan yang akan digunakan diambil secara acak dari BPTO Karanganyar,
Surakarta, pada bulan April, tahun 2004. Bahan ini dicuci bersih berulang kali
( sebanyak 3 kali ) sampai didapatkan hasil cucian yang bersih, kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari dengan ditutupi kain
hitam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi dan untuk
mencegah terjadinya kerusakan atau perubahan senyawa aktif pada simplisia
karena pengaruh ultra violet ( UV ), setelah kering diserbukkan dengan
menggunakan blender.
30
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Iler
Data hasil pembuatan ekstrak etanol dapat dilihat pada tabel 1 dibawah
ini :
Tabel 1. Hasil pembuatan ekstrak etanol daun iler
Bahan ( gram )
Ekstrak kental ( gram )
Rendemen ( % )
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
10,75 9,80 9,90 10,60 10,70 10,55 10,60 10,65 10,70 11,40 10,70 10,80
21,50 19,60 19,80 21,20 21,40 21,10 21,20 21,30 21,40 22,80 21,40 21,60
Σ = 600 Rata-rata = 10,60 rata-rata = 21,19
Ekstrak etanol daun iler yang didapatkan dibuat sediaan dengan
konsentrasi 10 % b/v, 20 % b/v, 30 % b/v, 40 % b/v, dan 50 % b/v dilarutkan
dalam larutan NaCl 0,9% b/v masing-masing volume 25 ml dan digunakan
sebagai uji daya anthelmintik, data hasil pembuatan konsentrasi ekstrak etanol
daun iler dapat dilihat pada lampiran 7.
Pada penelitian ini ekstrak etanol daun iler dibuat dengan metode
soxhletasi menggunakan pelarut etanol 70 %. Ekstraksi ini dilakukan hingga
cairan penyari tidak berwarna lagi ( jernih ) yang berarti sebagian besar
kandungan senyawa dalam simplisia telah terekstraksi. Diharapkan dengan cara
ini proses ekstraksi dapat berlangsung lebih efektif, sebab penyari etanol 70 %
31
akan mengekstraksi kandungan senyawa dalam simplisia secara berulang-ulang
karena uap etanol yang naik akibat adanya pemanasan akan segera jatuh lagi
kedalam labu alas bulat saat melewati pendingin tegak, dan dapat mengekstraksi
lagi, demikian seterusnya hingga ekstraksi menjadi sempurna. Kemudian ekstrak
etanol yang diperoleh dipekatkan dengan cara menguapkan etanolnya di atas
penangas air ( water bath ) agar penguapan dapat berjalan lebih cepat.
D. Hasil Uji Daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Iler
Dari hasil penelitian uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler yang
dilakukan secara in vitro dengan hewan uji cacing Ascaris suum di peroleh hasil
sebagai berikut :
Gambar 3. Hasil uji daya anthelmintik larutan NaCl 0,9% b/v
32
Gambar 4. Hasil uji daya anthelmintik larutan Piperazin sitrat 0,4% b/v
Pada penelitian ini digunakan cacing Ascaris suum karena merupakan
jenis cacing yang spesifik untuk studi ascariasis dan mempunyai kemiripan daur
hidup dengan Ascaris lumbricoides yang hidup di dalam usus manusia. In vitro
merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menunjukkan gejala yang diteliti di
luar tubuh makhluk hidup dalam kondisi laboratorium. Media yang digunakan
dalam penelitian ini adalah media NaCl 0,9 % b/v, karena media ini cocok untuk
kelangsungan hidup cacing di luar tubuh hospesnya, selain itu larutan NaCl juga
mempunyai sifat isotonis, sehingga tidak merusak membran sel tubuh cacing.
Kontrol positif yang digunakan adalah piperazin sitrat 0,4 % b/v.
Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler pada tiap konsentrasi
larutan uji dapat dilihat sebagai berikut :
33
Gambar 5. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler konsentrasi 10% b/v
Gambar 6. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler
konsentrasi 20% b/v dan 30% b/v
Gambar 7. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun
iler konsentrasi 40% b/v dan 50% b/v
Pada uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler dilakukan dalam tujuh
kelompok perlakuan, yang terdiri atas lima kelompok larutan uji yaitu dengan
konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, dan 50% b/v. Dua kelompok
sebagai pembanding yaitu piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif dan
34
NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif. Setiap kelompok perlakuan menggunakan
15 ekor cacing yang dibagi dalam 3 cawan petri. Campuran larutan perendaman
untuk tiap-tiap kelompok dibuat sama dengan volume masing-masing yaitu 25
ml. Pada setiap perlakuan uji daya anthelmintik ini dibuat replikasi sebanyak
15 kali dengan pengamatan tiap 2 jam sampai semua cacing mati. Cacing yang
mati dapat dilihat dengan cara pemberian rangsang mekanik didaerah esophagus
karena pada daerah ini merupakan syaraf dari cacing atau dengan cara cacing-
cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk, jika cacing tetap diam, maka
dipindahkan ke dalam air panas pada suhu 500 C, dan bila cacing tetap diam
berarti cacing sudah mati, tetapi bila cacing tetap bergerak berarti cacing masih
hidup. Setelah diperoleh data jam kematian cacing maka jam kematian cacing
tiap-tiap kelompok dibandingkan dengan larutan piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai
kontrol positif dan larutan NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif.
Jam kematian cacing dan jumlah cacing mati dari penelitian hasil uji daya
anthelmintik dapat dilihat pada tabel 2.
35
Tabel 2. Hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi
10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, 50% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v dan NaCl 0,9% b/v.
Jumlah cacing mati
Ekstrak etanol daun iler
10% b/v 20% b/v 30% b/v 40% b/v 50% b/v
Piperazin sitrat
0,4% b/b ( + )
NaCl 0,9% b/v (-)
Jam Kematia
n Cacing
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2-8 10 1 1 - 12 1 - 1 - 1 1 14 - 2 - 1 - - 16 - 1 - 1 - 1 - 1 2 18 1 - 1 2 1 1 - 1 - - 1 1 20 - 1 1 - - - 1 1 1 1 - 1 22 1 1 - 1 1 1 1 1 1 1 - - - 2 1 24 - 1 1 2 - 1 - - 1 1 - 1 26 1 - 1 - 1 1 - 1 - 2 1 - 28 - 1 - - 1 - 1 1 1 1 1 1 30 1 - 1 2 1 2 32 1 - 1 1 1 1 34 2 1 1 36 - 1 1 38 - 2 1 40 1 - -
42-60 62 1 1 1 64 - - 1 66 1 - - 68 - - 1 70 1 1 - 72 - 1 1 74 1 - 1 76 - - - 78 1 - 1 80 1 1 -
Dari tabel 2 diatas menunjukkan bahwa jam kematian cacing dari yang
paling cepat hingga yang paling lambat adalah sebagai berikut : perlakuan ekstrak
etanol daun iler dengan konsentrasi 50% b/v, 40% b/v, 30% b/v, piperazin sitrat
36
0,4% b/v sebagai kontrol positif , ekstrak etanol daun iler 20% b/v, 10% b/v dan
yang terakhir pada NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif.
Tabel 3. Rata-rata jam kematian cacing Ascaris suum pada larutan uji
Kelompok Perlakuaan Rata-rata waktu kematian cacing ± SD ( jam )
I Ekstrak etanol daun iler 10% b/v 34,27 ± 3,336 II Ekstrak etanol daun iler 20% b/v 27,71 ± 3,534 III Ekstrak etanol daun iler 30% b/v 22,53 ± 3,538 IV Ekstrak etanol daun iler 40% b/v 18,13 ± 4,307 V Ekstrak etanol daun iler 50% b/v 16,93 ± 4,434 VI Piperazin sitrat 0,4% b/v (kontrol+) 23,47 ± 3,384 VII NaCl 0,9% b/v ( kontrol - ) 70,53 ± 6,087
Dari tabel 3 diatas pada kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan 5
perlakuan ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30%
b/v, 40% b/v dan 50% b/v dalam daya anthelmintik menunjukan bahwa rata-rata
jam kematian cacing dari yang paling cepat hingga yang paling lambat adalah
sebagai berikut : perlakuan ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 50% b/v,
40% b/v, 30% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif , ekstrak
etanol daun iler 20% b/v, 10% b/v dan yang terakhir pada NaCl 0,9% b/v sebagai
kontrol negatif .
37
38
1. Analisis secara deskriptif
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90Jam kematian cacing
Jum
lah ke
matia
n cac
ing
Ekstrak 10% b/v Ekstrak 20% b/v Ekstrak 30% b/vEkstrak 40% b/v Ekstrak 50% b/v Piperazin sitrat 0,4% b/vNaCl 0,9% b/v
Gambar 8. Kurva hubungan antara jumlah kematian cacing vs jam kematian cacing hasil uji daya anthelmintik
Pada gambar 8 diatas, secara deskriptif menunjukan bahwa ekstrak etanol
daun iler 10% b/v mempunyai daya anthelmintik yang lebih kecil dibanding
dengan ekstrak etanol daun iler 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, 50% b/v, dan larutan
kontrol positif piperazin sitrat 0,4% b/v.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun iler menyebabkan
semakin cepat kematian cacing, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk 100%
cacing mati semakin pendek. Hal ini kemungkinan disebabkan meningkatnya
kadar senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak etanol daun iler yang
mempunyai daya anthelmintik.
39
Tabel 4. Jam kematian minimum dan maksimum dari uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler terhadap cacing Ascaris suum
Jam kematian cacing Perlakuan
Minimum Maksimum Ekstrak etanol daun iler 10% b/v 28 40 Ekstrak etanol daun iler 20% b/v 22 32 Ekstrak etanol daun iler 30% b/v 16 28 Ekstrak etanol daun iler 40% b/v 12 26 Ekstrak etanol daun iler 50% b/v 10 24 Piperazin sitrat 0,4% b/v 18 28 NaCl 0,9% b/v 62 80
Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol daun iler 10% b/v
mempunyai daya anthelmintik yang paling kecil dibanding dengan ekstrak etanol
daun iler 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v dan 50% b/v karena pada ekstrak etanol
daun iler 10% b/v waktu yang dibutuhkan untuk 100 % cacing mati lebih lama
yaitu pada jam ke-40, cacing mulai mati pada jam ke-28. Ekstrak etanol daun iler
20% b/v cacing mulai mati pada jam ke-22 dan mati semua pada jam ke-32. Pada
ekstrak etanol daun iler 30% b/v cacing mulai mati pada jam ke-16 dan mati
semua pada jam ke-28. Pada ekstrak etanol daun iler 40% b/v cacing mulai mati
pada jam ke-12 dan mati semua pada jam ke-26. Pada ekstrak etanol daun iler
50% b/v cacing mulai mati pada jam ke-10 dan mati semua pada jam ke-24.
Sedangkan pada larutan piperazin sitrat 0,4% b/v sebagai kontrol positif cacing
mulai mati pada jam ke-18 dan mati semua pada jam ke-28 dan pada larutan
NaCl 0,9% b/v sebagai kontrol negatif cacing mulai mati pada jam ke-62 dan mati
semua pada jam ke-80.
2. Analisis statistik uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler
40
Untuk memastikan adanya perbedaan pada masing-masing perlakuan
dilakukan dengan menggunakan analisis statistik.
Analisis statistik dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov
mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal
atau tidak normal. Data hasil penelitian dikatakan terdistribusi normal apabila
nilai D hitung < D tabel dan terdistribusi tidak normal apabila nilai D hitung > D
tabel.
Tabel 5. Hasil analisis Kolmogorov-Smirnov
Jam kematian cacing N Normal Parameter Mean
Std. Deviation Most exttreme Absolute Differences Positive
Negative Kolmogorov-Smirnov Asymp. Sig ( 2-tailed )
105 30,5333 17,7921
0,229 0,229
-0,130 2,347 0,000
Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa hasil analisis statistik dengan
metode kolmogorov-Smirnov menyatakan bahwa data yang didapatkan yaitu D
hitung > D tabel ( 0,229 > 0,130 ) dan dikatakan data hasil analisis terdistribusi
tidak normal, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat dilanjutkan dengan uji
statistik non parametrik.
Tabel 6. Hasil uji Kruskal Wallis rata-rata jam kematian cacing antara ketujuh kelompok perlakuan
Jam kematian Chi-Square df Asymp. Sig.
83,751 6
0,000
41
Analisis Kruskal Wallis ini bertujuan untuk membandingkan data jam
kematian untuk semua kelompok perlakuan dengan taraf kepercayaan 95 %. Dari
tabel 6 diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar
kelompok perlakuan ( p = 0,000 < 0,05 ), maka jam kematian cacing antar
kelompok yang diuji berbeda.
Selanjutnya untuk mengetahui adanya perbedaan antara masing-masing
kelompok tersebut, maka dilakukan uji Mann Whitney.
Tabel 7. Hasil uji Mann Whitney rata-rata jam kematian cacing antara dua kelompok perlakuan
Rata-rata jam kematian cacing Pasangan kelompok perlakuan P Keterangan
10% b/v- 20% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 10% b/v- 30% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 10% b/v- 40% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 10% b/v -50% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
10% b/v- piperazin sitrat 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 10% b/v - NaCl 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
20% b/v- 30% b/v 0,001 < 0,05 Berbeda bermakna 20% b/v - 40% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 20% b/v - 50% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
20% b/v - piperazin sitrat 0,4% b/v 0,004 < 0,05 Berbeda bermakna 20% b/v - NaCl 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
30% b/v - 40% b/v 0,009 < 0,05 Berbeda bermakna 30% b/v - 50% b/v 0,002 < 0,05 Berbeda bermakna
30% b/v - piperazin sitrat 0,4% b/v 0,501 > 0,05 Tidak berbeda bermakna 30% b/v - NaCl 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
40% b/v - 50% b/v 0,515 > 0,05 Tidak berbeda bermakna 40% b/v - piperazin sitrat 0,4% b/v 0,002 < 0,05 Berbeda bermakna
40% b/v - NaCl 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna 50% b/v - piperazin sitrat 0,4% b/v 0,001 < 0,05 Berbeda bermakna
50% b/v - NaCl 0,4% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna Pip. sitrat 0,4% – NaCl 0,9% b/v 0,000 < 0,05 Berbeda bermakna
Keterangan : P > 0,05 : Tidak berbeda secara bermakna P < 0,05 : Berbeda secara bermakna
42
Tabel 7 diatas menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara
kelompok perlakuan ekstrak etanol daun iler dengan piperazin sitrat 0,4% b/v
sebagai kontrol positif kecuali kelompok ekstrak etanol daun iler dengan
konsentrasi 30% b/v. Ini berarti ekstrak etanol daun iler konsentrasi 30% b/v
mempunyai daya anthelmintik yang hampir sama dengan kontrol positif piperazin
sitrat 0,4% b/v.
3. Perhitungan LC50 ekstrak etanol daun iler
Untuk menentukan harga LC50 ekstrak etanol daun iler digunakan analisis
probit dengan menggunakan data kematian cacing pada jam ke-24, dan jam total
kematian cacing yang paling cepat pada kadar 50% b/v. LC50 ekstrak etanol yang
diperoleh adalah ( 23,62 ± 0,26 )% b/v dengan persamaan regresi y = bx + a.
Nilai LC50 ekstrak etanol daun iler sebesar ( 23,62 ± 0,26 )% b/v memberikan
makna bahwa pada kadar 23,62% b/v akan menyebabkan kematian cacing Ascaris
suum sebesar 50% dari populasinya.
E. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Daun Iler
Untuk mengetahui dan memisahkan kandungan senyawa yang terdapat
dalam ekstrak etanol daun iler, dilakukan uji identifikasi dengan menggunakan uji
tabung dan uji kualitatif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ).
43
1. Uji tabung
Tabel 8. Hasil uji tabung kandungan kimia daun iler
No Nama uji Pereaksi Reaksi positif Hasil pengamatan
Kesimpulan
1. Pendahuluan Air, KOH Ekstrak + air warna kuning – merah + KOH warna lebih intensif
Filtrat berwarna kuning kemerahan
Positif
2. Flavonoid HCl, amil alkohol, logam, Mg
Residu + HCl pekat + Mg + amil alkohol warna merah
Pada penambahan amil alkohol terbentuk warna merah bata
Positif
3. Tanin FeCl3, gelatin
- Residu+FeCl3 warna merah hingga biru
- Residu + gelatin terbentuk endapan
- Pada penambahan FeCl3
terbentuk warna biru
- Pada penambahan gelatin terbentuk endapan
Positif Positif
4. Saponin Air, HCl Ekstrak + air dikocok terbentuk buih ± 3 cm tidak hilang dengan penambahan HCl
Terbentuk buih setinggi ± 3 cm ditambah HCl buih tidak hilang
Positif
a. Uji pendahuluan : Hasil uji pendahuluan yang dilakukan menunjukan
bahwa larutan uji memberikan warna kuning kemerahan dan dengan penambahan
KOH warna yang terbentuk lebih intensif lagi sehinga dapat disimpulkan bahwa
daun iler mengandung senyawa yang memiliki gugus kromofor.
b. Uji flavonoid : pada test wilstater setelah penambahan amil alkohol
terbentuk warna merah bata, sehingga daun iler tersebut mengandung senyawa
flavonoid.
44
c. Uji tanin : Uji tanin didapatkan hasil yang positif yaitu terbentuknya
warna biru setelah penambahan FeCl3 dan terdapat endapan setelah ditambahkan
larutan gelatin, sehingga daun iler tersebut mengandung senyawa tanin.
d. Uji saponin : Uji yang dilakukan untuk menunjukan adanya saponin,
pada uji ini didapatkan hasil yang positif yaitu dengan terbentuknya buih setinggi
± 3 cm dan dengan penambahan HCl buih tidak hilang, jadi dapat disimpulkan
ekstrak etanol daun iler mengandung saponin.
Dari hasil tersebut menunjukan bahwa daun iler ini mengandung senyawa
flavonoid, tanin dan saponin. Untuk memastikan bahwa daun iler mengandung
senyawa flavonoid, tanin dan saponin maka perlu dilakukan uji penegasan atau uji
kualitatif dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
2. Kromatografi lapis tipis
Untuk mengetahui dan memastikan kandungan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak etanol daun iler dilakukan analisis kualitatif menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) dengan fase diam dan fase gerak yang sesuai,
sehingga dapat memberikan bercak yang dapat dideteksi secara langsung dibawah
sinar ultra violet dan dengan menggunakan pereaksi-pereaksi yang spesifik. Fase
diam yang digunakan adalah selulosa dan silika gel GF 254 yang sebelum
digunakan terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 1050 C selama 1-2 jam. Tujuan
fase diam dipanaskan terlebih dahulu yaitu untuk menghilangkan molekul-
molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penjerap sehingga fase diam
45
akan menjadi lebih aktif dan berfungsi lebih efektif selama proses elusi (
Sastrohamidjojo, 1991 ).
Analisis kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada penelitian
ini dilakukan terhadap tiga golongan senyawa yaitu flavonoid, tanin, dan saponin.
Pada pustaka menyebutkan bahwa senyawa flavonoid, tanin, dan saponin
merupakan komponen yang terkandung dalam daun iler.
a. Deteksi senyawa flavonoid
Untuk menganalisis senyawa golongan flavonoid yang terkandung dalam
ekstrak etanol daun iler digunakan fase gerak n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 :
5) v/v, fase diam selulosa , bercak dapat dideteksi pada sinar UV 366 nm, dan
dengan deteksi spesifik yaitu uap amonia. Dalam penelitian ini dipilih fase diam
selulosa dan bukan silika-gel dengan pertimbangan, bahwa silika-gel umumnya
mengandung sekelumit senyawa-senyawa logam yang dapat bereaksi dengan
flavonoid membentuk kompleks sehingga akan dapat mengganggu pada
pemisahan.
46
0,5
1
0
B
Gambar 9. Kromatogr Keterangan:
Fase diam : Fase gerak : Jarak pengembangan : Deteksi : A. Sinar UV366 nm B. Uap amonia di UV366 nmWarna : Fb : Fluores
mrh : merah
A
am ekstrak etano
selulosa n-butanol : asam 8 cm
ensi biru
47
l daun iler untuk
asetat : air ( 4 : 1
Skala Rf
uji flavonoid
: 5 ) v/v
kh : kuning kehijauan
Tabel 9. Hasil kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam
selulosa, fase gerak n-butanol asam asetat : air (4 : 1 : 5) v/v deteksi uap NH3
Deteksi Berca
k Rf HRf
Sinar tampak UV 366 nm Uap amonia Visual
Uap amonia UV 366 nm
1 0,31 31,0 Coklat Fb Kuning Kuning kehijauan
2 0,60 60,0 Biru muda Fb Kuning Kuning kehijauan
3 0,90 90,0 Coklat Merah Kuning Merah
Keterangan :
Fb : Fluoresensi biru
Dari tabel 9 diatas menunjukan hasil deteksi flavonoid terhadap ekstrak
etanol daun iler. Pada pengamatan dibawah sinar UV366 nm terdapat 3 bercak dan
setelah diuapi dengan uap amonia terdapat 2 bercak. Pada bercak yang pertama
berfluoresensi biru pada UV366 nm, setelah diuapi amonia pada sinar UV366 nm
bercak menjadi kuning kehijauan. Pada bercak yang kedua dibawah sinar UV366
nm bercak befluoresensi biru dan setelah diuapi amonia pada UV366 nm bercak
berwarna kuning kehijauan, dan pada bercak ketiga dibawah sinar UV366 nm
bercak berwarna merah dan pada UV366 nm setelah diuapi amonia bercak tetap
berwarna merah. Menurut Markham ( 1988 ), hasil reaksi warna pada bercak
menunjukkan hasil yang mengarah pada struktur flavonoid golongan flavon dan
flavanon yang tak mengandung 5-OH dimana pada sinar UV tanpa NH3 bercak
berfluoresensi biru dan setelah diuapi NH3 terjadi perubahan warna pada bercak
48
menjadi kuning kehijauan. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa ekstrak etanol
daun iler mengandung senyawa flavonoid yang termasuk golongan flavon dan
flavanon yang tak mengandung 5-OH.
b. Deteksi senyawa saponin
Untuk menganalisis senyawa saponin yang terkandung dalam ekstrak
etanol daun iler digunakan fase gerak kloroform : metanol : air (7 ; 3 1) v/v
dengan fase diam silika gel GF 254 nm, bercak dapat dideteksi pada sinar UV 254
dan 366 nm dan deteksi spesifik yaitu dengan pereaksi semprot vanilin asam
sulfat. 1
0,5
0
B C
Gambar 1
Keterangan
Fase diam Fase gerak
A
0. Kromatog
:
: s : k
ram ekstrak etan
ilika gel GF 254loroform : meta
49
ol daun iler un
nm nol : air ( 7 : 3
Skala Rf
tuk uji saponin
: 1 ) v/v
Jarak pengembangan : 8 cm Deteksi : A. Sinar UV254 nm B. Sinar UV366 nm C. Pereaksi semprot vanilin asam sulfat Warna : Pf : pemadaman fluoresensi Fb : fluoresensi biru Ckt : coklat Tabel 10. Hasil kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam silika
gel GF 254 nm, fase gerak kloroform : metanol : air (7 : 3 : 1)v/v dan deteksi semprot vanilin asam sulfat
Deteksi Bercak Rf HRf
Sinar tampak UV 254 nm UV 366 nm Vanilin asam sulfat
1 0,77 77,0 Coklat Pf - Coklat 2 0,90 90,0 Coklat Pf Fb Coklat
Keterangan : Pf : Pemadaman fluoresensi Fb : Fluoresensi biru
Dari tabel 10 diatas menunjukan hasil deteksi saponin terhadap ekstrak
etanol daun iler. Pada pengamatan dibawah sinar UV254 nm terdapat 2 bercak,
dibawah sinar UV366 nm terdapat 1 bercak dengan pereaksi semprot vanilin asam
sulfat terdapat 2 bercak. Analisis senyawa saponin menggunakan fase gerak
kloroform : metanol : air ( 7 : 3 : 1 ) v/v, pada bercak yang pertama sebelum
disemprot, dideteksi dengan sinar UV254 nm terjadi pemadaman fluoresensi dan
pada sinar UV366 nm tidak terdapat bercak dan setelah disemprot dengan pereaksi
semprot vanilin asam sulfat memberikan bercak coklat yang dilihat secara visual.
Sedangkan pada bercak yang kedua, dibawah sinar UV254 nm terdapat bercak
coklat, pada sinar UV366 nm bercak berfluoresensi biru dan setelah disemprot
dengan pereaksi semprot vanilin asam sulfat memberikan bercak berwarna coklat.
50
Menurut Wagner ( 1984 ), senyawa saponin jika disemprot dengan pereaksi
semprot vanilin asam sulfat memberikan bercak biru, biru violet, merah, kuning
sampai coklat dilihat secara visual. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol
daun iler mengandung senyawa saponin.
c. Deteksi senyawa tanin
Analisis selanjutnya yaitu senyawa tanin dengan menggunakan fase gerak
etil asetat : metanol : air (10 : 1,35 : 1) v/v dan bercak dapat dideteksi dengan
menggunakan sinar UV 254 dan 366 nm dan deteksi spesifik yaitu FeCl3.
0,5
0
B C
Gambar 11. Keterangan
Fase diam Fase gerak Jarak pengeDeteksi :
A
Kromatogram ekstrak etanol daun iler untuk u
:
: Silika gel GF 254 nm : etil asetat : metanol : air ( 10 : 1mbangan : 8 cm
51
Skala Rf 1
ji tanin
,35 : 1 ) v/v
A. Sinar UV254 nm B. Sinar UV366 nm C. Pereaksi semprot FeCl3 Pada sinar tampak Warna : Pf : pemadaman fluoresensi Fb : fluoresensi biru Bk : biru kehitaman Tabel 11. Kromatogram ekstrak etanol daun iler dengan fase diam silika gel
GF 254 nm, fase gerak etil asetat : metanol : air ( 10: 1,35 : 1 ) v/v, dan deteksi semprot FeCl3.
Deteksi Bercak Rf HRf
Sinar tampak UV 254 nm
UV 366 m FeCl3
1 0,92 92,0 Ungu Pf Fb Biru kehitaman
Keterangan : Pf : Pemadaman fluoresensi Fb : Fluoresensi biru
Dari tabel 11 diatas menunjukan hasil deteksi tanin terhadap ekstrak etanol
daun iler. Analisis senyawa tanin menggunakan fase gerak etil asetat : metanol :
air ( 10: 1,35 : 1 ) v/v, pada bercak sebelum disemprot, dideteksi dengan sinar
UV254 nm terjadi pemadaman fluoresensi dan pada sinar UV366 nm
berflouresensi biru dan setelah disemprot dengan pereaksi semprot FeCl3
memberikan bercak biru kehitaman yang dilihat pada sinar tampak. Menurut
Tyler et al ( 1988 ), senyawa tanin jika disemprot dengan FeCl3 akan
menimbulkan warna biru kehitaman dan ungu kehitaman dilihat pada sinar
tampak. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun iler mengandung
senyawa tanin.
Menurut Siswandono dan Soekardjo ( 1985 ), senyawa golongan fenol
adalah senyawa yang mempunyai efek anthelmintik, maka dari hasil di atas yang
52
diduga mempunyai efek anthelmintik adalah senyawa flavonoid dan tanin.
Menurut Markham ( 1988 ), flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam
yang terbesar dan terdapat di dalam semua tumbuhan hijau, sedangkan tanin
sendiri merupakan senyawa polifenol ( Harborne, 1987 ).
53
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Ekstrak etanol daun iler mempunyai daya anthelmintik terhadap cacing Ascaris
suum secara in vitro. Daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler 10% b/v, 20%
b/v, 40% b/v dan 50% b/v berbeda ( P < 0,05 ) terhadap piperazin sitrat 0,4%
b/v, sedangkan konsentrasi 30% b/v tidak berbeda ( P > 0,05 ) terhadap
piperazin sitrat 0,4% b/v. Nilai LC50 ekstrak etanol daun iler yaitu sebesar
23,62% b/v.
2. Hasil kromatografi lapis tipis pada ekstrak etanol daun iler mengandung
senyawa flavonoid, tanin, dan saponin.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap ekstrak etanol daun iler secara
in vivo pada babi untuk mengetahui daya anthelmintiknya.
2. Perlu dilakukan isolasi kandungan zat aktif ekstrak etanol daun iler dan uji
daya anthelmintik secara in vitro maupun in vivo terhadap senyawa aktif hasil
isolasi yang berkhasiat sebagai anthelmintik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 3 – 9, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1983, Tanaman Obat Keluarga ( TOGA ), 2 – 4, Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional, Dirjen POM, Depkes RI. Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 155 – 159, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1993, Penapisan farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik, 173 – 174, PPOM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C, 1989, Pengantar bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Penerbit
Universitas Indonesia, 607 – 608. Backer, C. A. and R. C. Van den Brink, 1962, Flora of Java ( Spermatophytes
Only ), Volume Ia, Ib, 3-14, 314, Wolter Noordhofs, NV Groningen The Netherland.
Claus, E.P, Tyler, V.E, and Brady, L.R., 1970, Pharmacognosy, 6th Ed., 222 –
225, Lea and Febinger, Philadelpia. Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 65-67, Trubus
Agriwidya, Jakarta. Farnsworth, N.R., 1966, Biological and Phytochemical Screenning of Plants, Vol.
55, Pharm. Sci. J., 3 – 70. Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
tumbuhan, Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Edisi II, 6 – 8, 25 – 64, 70 – 72, Penerbit ITB, Bandung.
Hargono, D., 1996, Efek Samping Obat Dari Bahan Alam Lebih Kecil daripada
Efek Samping Obat Kimia Murni, Cermin Dunia Farmasi, 28, 9-10. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Diterjemahkan oleh
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Jakarta, 1699 – 1700, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Katzung, B. G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 3, 764-765,
Diterjemahkan Oleh Petrus Andrianto E G C, jakarta.
Kaufmann, J., 1996, Parasitic Infections of Dosmetic Animals, 301, Chorine-Free
Pulp, Switzerland. Lamson dan Brown, 1935, Methode Of testing The Antelmintic Properties of
Ascaris, America Jurnal, Hyg. Macek, K., 1972, Pharmaceutical Aplications of Thin Layer and Paper
Chromatography, 32-36, Elsevier Publisher Company, New York. Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 15 – 21, Penerbit ITB, Bandung. Mursito, B., 2001, Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak, 19-20, Penebar
Swadaya, Jakarta. Pedrosa, C., 1978, Phytochemical Microbiological and Pharmacological Screning
of Medical Plants, Research Center University of Santo Thomas, Philipines : UST.
Sastrohamidjojo, H., 1991, Kromatografi, 35-36, Universitas Gajah Mada Press,
Yogyakarta. Soulsby, E.J.L., 1982, Helmints Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals, 7 Editian, 141-143, The English Language Book Society and Bailliere, London.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Edisi
Terjemahan (Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Iwang Soedira), 3 – 18, Penerbit ITB, Bandung.
Sukarban, S., dan Santoso, S.O., 1995, Anthelmintik, dalam Ganiswarna, S.,
Setiabudy, R., Suyatna, F., Purwantyastuti dan Nafrialdi, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, 523-530, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid I,
368 – 369, Depkes RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 1991, Obat – Obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek – efek Samping, Edisi IV, 213, Dirjen POM, Depkes RI, Jakarta. Tyler, V.E, Brady, L. R., and Robbers. J. E., 1988, Pharmacognosy, nine edition,
78, 103, Lea and Febinger, Philadelphia.
Van Steenis, C.G.G.J., 1997, Flora Untuk Sekolah di Indonesia , 43-62, 244, Jakarta.
Voight, R, 1995, Buku Pelajaran Tecnhologi Farmasi, 558 – 560, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. Wagner, H., Bladt, S.and Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis, A Thin
Layer Chromatography Atlas, 6, Traslated by Th.A. Scoot, Springer Verlag Berlin, Heidelberg Nyew Tokyo.
Wijayakusuma, H.M.H., Dalimarta. S, dan Wirian, A.S., 1995, Tanaman
Berkhasiat Obat di Indonesia, Jilid ke-3, Pustaka Kartina, Jakarta. Yamaguti, S., 1961, Systema Helminthum The Nematodes of Vertebrates, Part 1,
Vol. III, 332 – 333, 574, Interscience Publishers LTD, London. Yudhono, R. H., 1977, Farmakologi, 185-186, Yayasan Badan Penerbit Gadjah
Mada, Yogyakarta.
51
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi daun iler
52
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi cacing gelang ( Ascaris suum )
53
Lampiran 3. Foto daun iler ( Coleus scutellarioides ( L.) Benth )
54
Lampiran 4. Foto cacing gelang Ascaris suum
Keterangan : ( ) Cacing Ascaris suum betina
( ) Cacing Ascaris suum jantan
55
Lampiran 5. Foto alat soxhletasi
56
Lampiran 6. Data hasil pembuatan ekstrak etanol daun iler dan perhitungan rendemen
Bahan ( gram )
Ekstrak kental ( gram )
Prosentase ( % )
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
10,75 9,80 9,90 10,60 10,70 10,55 10,60 10,65 10,70 11,40 10,70 10,80
21,50 19,60 19,80 21,20 21,40 21,10 21,20 21,30 21,40 22,80 21,40 21,60
Σ = 600 Σ = 127,15 Σ = 254,13
96,05 X rata-rata = = 10,67 gram 9 Perhitungan:
Rendemen = bahanBobot
kentalekstrak Bobot x 100%
10,75
1. x 100% = 21,50% b/b 50
9,80
2. x 100% = 19,60% b/b 50 9,90
3. x 100% = 19,80% b/b 50 10,60
4. x 100% = 21,20% b/b 50
57
10,70 5. x 100% = 21,40% b/b
50 10,55
6. x 100% = 21,10% b/b 50 10,60
7. x 100% = 21,20% b/b 50 10,65
8. x 100% = 21,30% b/b 50 10,70
9. x 100% = 21,40% b/b 50 10,40
10. x 100% = 22,80% b/b 50 10,70
11. x 100% = 21,40 % b/b 50 10,80
12. x 100% = 21,60 % b/b 50
Hasil perhitungan rendemen ekstrak etanol daun iler di atas ada tiga data
yang menyimpang yaitu 19,60% b/b, 19,80% b/b, 22,80% b/b, jika dibandingkan
dengan data yang lain, maka ketiga data yang menyimpang diatas patut dicurigai,
data ini akan dianalisis dengan menggunakan perhitungan standar deviasi sebagai
berikut:
58
SD = ( )1-nx -x Σ
Dimana:
x = Prosentase bobot kering
N = Banyaknya perlakuan
D = Deviasi simpangan
SD = Standart deviasi
Kriteria penolakan standart deviasi adalah x – x > 2 SD. Dimana x
adalah data yang dicurigai (menyimpang ).
Prosentase ( % b/b ) x D x-x D2
21,50
21,20
21,40
21,10
21,20
21,30
21,40
21,40
21,60
21,34
0,16
0,14
0,06
0,24
0,14
0,04
0,06
0,06
0,26
0,0256
0,0196
0,0036
0,0576
0,0196
0,0016
0,0036
0,0036
0,0676
∑ = 0,2024
SD = 9
2024,0 = 0,150
2 SD = 0,30 dan x = 19,60
Kriteria penolakan standard deviasi adalah sebagai berikut:
( x – x ) = 19,60 – 21,34 = 1,74, karena 1,74 > 2 SD maka data tidak
diterima.
2 SD = 0,30 dan x = 19,80
59
Kriteria penolakan standard deviasi adalah sebagai berikut:
( x – x ) = 19,80 – 21,34 = 1,54, karena 1,54 > 2 SD maka data tidak
diterima.
2 SD = 0,30 dan x = 22,80
Kriteria penolakan standard deviasi adalah sebagai berikut:
( x – x ) = 22,80 – 21,34 = 1,46, karena 1,46 > 2 SD maka data tidak
diterima.
Prosentase rendemen ekstrak etanol daun iler yang didapat adalah 21,34%
60
Lampiran 7. Penimbangan ekstrak etanol daun iler dalam pembuatan seri konsentrasi ekstrak etanol
1. Konsentrasi 10% b/v = 10010 x 25 = 2,5 g
2. Konsentrasi 20% b/v = 10020 x 25 = 5 g
3. Konsentrasi 30% b/v = 10030 x 25 = 7,5 g
4. Konsentrasi 40% b/v = 10040 x 25 = 10 g
5. Konsentrasi 50% b/v = 10050 x 25 = 12,5 g
61
Lampiran 8. Data jam kematian cacing hasil uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, 50% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v, dan NaCl 0,9% b/v.
Jam kematian cacing
Ekstrak etanol daun iler
Replikasi
10% b/v 20% b/v 30% b/v 40% b/v 50% b/v
Piperazin sitrat 0,4%
b/v ( + )
NaCl 0,9%
b/v ( - ) 1 28 22 16 12 10 18 62
2 30 22 18 12 10 18 62
3 30 24 18 14 12 20 62
4 32 24 20 14 12 20 64
5 32 26 20 16 14 22 66
6 34 26 22 16 16 22 68
7 34 28 22 18 16 22 70
8 34 30 22 18 18 24 72
9 34 30 24 18 18 24 72
10 36 30 24 18 18 26 74
11 36 30 24 22 20 26 74
12 38 30 26 22 22 26 76
13 38 32 26 22 22 28 76
14 38 32 28 24 22 28 80
15 40 32 28 26 24 28 80
62
Lampiran 9. Perhitungan LC50 Uji daya anthelmintik
Tabel perhitungan LC50 uji daya anthelmintik
Ekstrak etanol daun iler pada t24
Replikasi I Konsentrasi
( % ) Log C Jumlah
Total cacing
Jumlah Cacing Mati
Prosentase Angka Probit
20% 1,30 5 1 20% 4,16 30% 1,48 5 4 80% 5,84 40% 1,,60 5 5 100% 8,09 50% 1,70 5 5 100% 8,09
LR Log Konsentrasi Vs Angka Probit A = -9,795 B = 10,75 R = 0,9677 Perhitungan LC50 uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler pada t24 Persamaan kurva baku : Y = BX + A X = log konsentrasi Y = angka probit LC50 = Prosentase kematian ( 50% ) → angka probit = 5,0 Y = 10,75 X - 9,795 5,0 = 10,75 X - 9,795 X = 14,795 / 10,75 X = 1,37
X = Log LC50 Log LC50 = Antilog X
= Antilog 1,37 LC50 = 23,44% b/v
63
Lampiran 9. Lanjutan Replikasi II Konsentrasi
( % ) Log C Jumlah
Total cacing
Jumlah Cacing Mati
Prosentase Angka Probit
20% 1,30 5 2 40% 4,75 30% 1,48 5 3 60% 5,25 40% 1,,60 5 4 80% 5,84 50% 1,70 5 5 100% 8,09
LR Log Konsentrasi Vs Angka Probit A = -5,4586 B = 7,5270 R = 0,8786 Perhitungan LC50 uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler pada t24 Persamaan kurva baku : Y = BX + A X = log konsentrasi Y = angka probit LC50 = Prosentase kematian ( 50% ) → angka probit = 5,0 Y = 7,5270 X - 5,4586 5,0 = 7,5270 X - 5,4586 X = 10,4586 / 7,5270 X = 1,38
X = Log LC50 Log LC50 = Antilog X
= Antilog 1,38 LC50 = 23,99 % b/v Replikasi III Konsentrasi
( % ) Log C Jumlah
Total cacing
Jumlah Cacing Mati
Prosentase Angka Probit
20% 1,30 5 1 20% 4,16 30% 1,48 5 4 80% 5,84 40% 1,,60 5 5 100% 8,09 50% 1,70 5 5 100% 8,09
64
Lampiran 9. Lanjutan LR Log Konsentrasi Vs Angka Probit A = -9,795 B = 10,75 R = 0,9677 Perhitungan LC50 uji daya anthelmintik ekstrak etanol daun iler pada t24 Persamaan kurva baku : Y = BX + A X = log konsentrasi Y = angka probit LC50 = Prosentase kematian ( 50% ) → angka probit = 5,0 Y = 10,75 X - 9,7950 5,0 = 10,75 X - 9,7950 X = 14,7950 / 10,75 X = 1,37
X = Log LC50 Log LC50 = Antilog X
= Antilog 1,37 LC50 = 23,44 % b/v 23,44 % + 23,99 % + 23,44 % LC50 rata-rata = 3 70,87 = 3 = ( 23,62 ± 0,26 ) % b/v
65
Lampiran 10. Tabel harga probit
HARGA PROBIT SESUAI DENGAN PRESENTASENYA
Probit
Prosentase 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,58 3,66
10 3,72 3,77 3,82 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,24
20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45
30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72
40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,9 4,92 4,95 4,97
50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,1 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23
60 5,25 5,28 5,31 5,35 5,36 5,39 5,44 5,44 5,47 5,50
70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5.67 5,74 5,74 5,77 5,81
80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,13 6,13 6,18 6,23
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
90 5,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,88 6,88 7,05 7,33
99 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,65 7,75 7,88 8,09
(Mursyidi, 1999)
66
Lampiran 11. Penentuan konsentrasi piperazin sitrat 0,4% b/v
Pada penelitian ini penggunaan konsentrasi piperazin sitrat 0,4% b/v hanya
sebagai kadar relatif dalam pengobatan askariasis. Dalam pustaka dikatakan
bahwa piperazin sebelumnya digunakan secara luas untuk membasmi Ascaris
pada babi. Sejumlah garam tersedia (seperti piperazin sitrat, adipate,
dihydrochloride, dan lain-lain), dan semuanya memenuhi syarat kesehatan.
Biasanya dicampur dengan makanan dengan dosis rata-rata 100 – 400 mg/kg BB
(Soulsby, 1982).
67
Lampiran 12. Hasil perhitungan statistik
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10530,533317,7921
,229,229
-,1302,347,000
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Jam kematiancacing
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks
15 81,3315 63,1315 40,8315 23,2015 19,57
15 44,93
15 98,00105
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vEkstrak 20% b/vEkstrak 30% b/vEkstrak 40% b/vEkstrak 50% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)NaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank
Test Statisticsa,b
83,7516
,000
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
Jam kematiancacing
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
68
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 21,50 322,5015 9,50 142,5030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vEkstrak 20% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
22,500142,500
-3,773,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 22,93 344,0015 8,07 121,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vEkstrak 30% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1,000121,000
-4,641,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
69
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 23,00 345,0015 8,00 120,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vEkstrak 40% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,684,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 23,00 345,0015 8,00 120,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vEkstrak 50% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,681,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
70
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 22,90 343,50
15 8,10 121,50
30
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 10% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1,500121,500
-4,624,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 20,67 310,0015 10,33 155,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 20% b/vEkstrak 30% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
35,000155,000
-3,244,001
,001a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
71
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 22,27 334,0015 8,73 131,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 20% b/vEkstrak 40% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
11,000131,000
-4,241,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 22,60 339,0015 8,40 126,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 20% b/vEkstrak 50% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
6,000126,000
-4,445,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
72
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 20,10 301,50
15 10,90 163,50
30
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 20% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
43,500163,500
-2,890,004
,003a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 8,00 120,0015 23,00 345,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 20% b/vNaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,685,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
73
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 19,67 295,0015 11,33 170,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 30% b/vEkstrak 40% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
50,000170,000
-2,619,009
,009a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 20,33 305,0015 10,67 160,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 30% b/vEkstrak 50% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
40,000160,000
-3,033,002
,002a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
74
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 14,43 216,50
15 16,57 248,50
30
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 30% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
96,500216,500
-,672,501
,512a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 8,00 120,0015 23,00 345,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 30% b/vNaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,677,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
75
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 16,53 248,0015 14,47 217,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 40% b/vEkstrak 50% b/vTotal
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
97,000217,000
-,651,515
,539a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 10,60 159,00
15 20,40 306,00
30
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 40% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
39,000159,000
-3,080,002
,002a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
76
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 8,00 120,0015 23,00 345,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 40% b/vNaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,679,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 10,03 150,50
15 20,97 314,50
30
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 50% b/vPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
30,500150,500
-3,430,001
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
77
Lampiran 12. Lanjutan NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 8,00 120,0015 23,00 345,0030
Ekstrak etanol daun ilerEkstrak 50% b/vNaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
,000120,000
-4,676,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
15 8,00 120,00
15 23,00 345,0030
Ekstrak etanol daun ilerPiperazin sitrat 0,4% b/v(+)NaCl 0,9% b/v (-)Total
Jam kematian cacingN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statistics b
,000120,000
-4,678,000
,000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
Jam kematiancacing
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Ekstrak etanol daun ilerb.
78
Lampiran 12. Lanjutan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Keterangan D hitung > D tabel atau p < 0,05 berarti Ho ditolak, artinya sampel tersebut diambil dari populasi yang berdistribusi tidak normal, sedang jika D hitung < D tabel atau p > 0,05 berarti Ho diterima, artinya sampel tersebut diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Jika normal dilanjutkan ke uji one way anova, sedang jika tidak normal dilajutkan ke uji Kruskal Wallis Test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dosis. Kruskal-Wallis Test p hitung = 0,000 p < 0,05 berarti Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan rata-rata di antara keenam sampel yang diuji. p > 0,05 berarti Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan rata-rata di antara keenam sampel yang diuji Mann-Whitney Test Jika sig./taraf nyata (p < 0,05) Ho diterima, artinya di antara 2 formula berbeda nyata. Jika sig./taraf nyata (p > 0,05) Ho ditolak, artinya tidak ada perbedaan nyata di antara 2 formula.
79
80
81
82
83
Lampiran 8. Hasil uji efek anthelmintik ekstrak etanol daun iler dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 30% b/v, 40% b/v, 50% b/v, piperazin sitrat 0,4% b/v dan NaCl 0,9% b/v.
Jumlah cacing mati
Ekstrak etanol daun iler
10% b/v 20% b/v 30% b/v 40% b/v 50% b/v
Piperazin sitrat
0,4% b/b ( + )
NaCl 0,9% b/v (-)
Jam Kematia
n Cacing
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2-8 10 1 1 - 12 1 - 1 - 1 1 14 - 2 - 1 - - 16 - 1 - 1 - 1 - 1 2 18 1 - 1 2 1 1 - 1 - - 1 1 20 - 1 1 - - - 1 1 1 1 - 1 22 1 1 - 1 1 1 1 1 1 1 - - - 2 1 24 - 1 1 2 - 1 - - 1 1 - 1 26 1 - 1 - 1 1 - 1 - 2 1 - 28 - 1 - - 1 - 1 1 1 1 1 1 30 1 - 1 2 1 2 32 1 - 1 1 1 1 34 2 1 1 36 - 1 1 38 - 2 1 40 1 - -
42-60 62 1 1 1 64 - - 1 66 1 - - 68 - - 1 70 1 1 - 72 - 1 1 74 1 - 1 76 - - - 78 1 - 1 80 1 1 -