Uji Ketoksikan Subkronis

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Obat sebelum di pasarkan atau digunakan harus menjalani serangkaian uji untuk memastikan keamanan, efektivitas, dan mutunya. Uji diawali dari skrining untuk mencari senyawa aktif, lalu dilanjutkan uji efektivitas atau selektifitas dan mekanisme kerjanya pada hewan uji atau mikroba. Setelah dinyatakan mempunyai aktivitas farmakologi tertentu maka suatu obat akan mengalami serangkaian tes keamanan pada hewan uji. Uji toksisitas dirancang untuk mengetahui kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat efek toksik suatu zat kimia pada hewan uji tertentu untuk menentukan batas keamanannya. Salah satunya adalah uji toksisistas subkronis yang termasuk dalam golongan uji ketoksikan tak khas. Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan selama kurang dari 3 bulan untuk menentukan organ sasaran (organ yang rentan) atau tempat kerjanya. Uji ini menggunakan suatu senyawa yang dapat memberikan efek toksik pada hewan uji, yaitu senyawa X. Senyawa X merupakan obat yang telah diklaim sebagai obat obat sakit kepala yang disebabkan karena masuk angin dan flu. Dengan dilakukannya uji subkronis ini maka kita akan mengetahui senyawa X yang diberikan apakah memiliki efek toksik dan pengaruh terhadap organ-organ dalam serta hispatologi organ pada hewan uji.

description

toksikologi

Transcript of Uji Ketoksikan Subkronis

Page 1: Uji Ketoksikan Subkronis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Obat sebelum di pasarkan atau digunakan harus menjalani serangkaian uji untuk

memastikan keamanan, efektivitas, dan mutunya. Uji diawali dari skrining untuk mencari

senyawa aktif, lalu dilanjutkan uji efektivitas atau selektifitas dan mekanisme kerjanya

pada hewan uji atau mikroba. Setelah dinyatakan mempunyai aktivitas farmakologi

tertentu maka suatu obat akan mengalami serangkaian tes keamanan pada hewan uji.

Uji toksisitas dirancang untuk mengetahui kondisi, mekanisme, wujud, dan sifat efek

toksik suatu zat kimia pada hewan uji tertentu untuk menentukan batas keamanannya.

Salah satunya adalah uji toksisistas subkronis yang termasuk dalam golongan uji

ketoksikan tak khas. Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang

diberikan dengan dosis berulang pada hewan selama kurang dari 3 bulan untuk

menentukan organ sasaran (organ yang rentan) atau tempat kerjanya.

Uji ini menggunakan suatu senyawa yang dapat memberikan efek toksik pada hewan

uji, yaitu senyawa X. Senyawa X merupakan obat yang telah diklaim sebagai obat obat

sakit kepala yang disebabkan karena masuk angin dan flu. Dengan dilakukannya uji

subkronis ini maka kita akan mengetahui senyawa X yang diberikan apakah memiliki efek

toksik dan pengaruh terhadap organ-organ dalam serta hispatologi organ pada hewan uji.

B. PERMASALAHAN

1. Apakah obat X dapat menimbulkan efek toksik pada hewan uji ?

2. Pada peringkat dosis ke berapa senyawa X memberikan efek toksik subkronis pada

hewan uji ?

3. Bagaimana pengaruh senyawa X terhadap organ – organ dalam dan hispatologi organ

hewan uji setelah pemejanan berulang ?

C. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Sebagai acuan untuk pertimbangan uji-uji lain untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang penting bagi

masyarakat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhinya

ketika obat ini beredar di pasaran.

Page 2: Uji Ketoksikan Subkronis

D. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran, dan

manfaat uji ketoksikan subkronis dari suatu obat

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh senyawa X terhadap organ – organ dalam dan hispatologi

organ pada tubuh hewan uji dalam pemberian berulang.

Page 3: Uji Ketoksikan Subkronis

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. UJI TOKSISITAS SUB KRONIS

Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan

dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan

untuk mengungkapkan spectrum efek toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan

apakah spectrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001)

Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis tertinggi yang

diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa

kimia terhadap badan dalam pemberian berulang (Eatau dan Klaassen, 2001).

Spektrum efek toksik dapat dibagi menjadi dua yaitu efek lokal dan efek sistemik.

Efek lokal dapat diakibatkan oleh senyawa kaustik, misalnya pada saluran pencernaan,

bahan korosif pada kulit dan iritasi gas atau uap pada saluran nafas. Efek lokal seperti ini

mengambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup. Efek sistemik terjadi hanya setelah

toksikan diserap dan tersebar kebagian lain tubuh. Umumnya toksikan hanya

mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Organ tersebut disebut organ sasaran.kadar

toksikan dalam organ sasaran tidak selalu yang paling tinggi (Lu,1995).

Pada dasarnya, uji ketoksikan subkronis meliputi efek toksik (wujud dan sifat) suatu

obat yang mungkin timbul selam kurang lebih 10% masa hidup hewan uji, yang pada

akhirnya dapat disetarakan dengan kejadian yang mungkin timbul ketika obat terkait

digunakan oleh manusia (Loomis,1978).

Wujud efek toksik suatu senyawa mungkin berupa perubahan (kekacauan) biokimia,

fungsional atau struktural. Karena itu, data yang diperlukan untuk mengevaluasi

ketoksikan subkronis berupa data kualitatif dan kuantitatif yang terkait dengan tiga

perubahan tersebut. Untuk itu, diperlukan berbagai pemerikasaan dan pengamatan yang

mencakup perkembangan patologi, gejala dan tanda klinis, sistem hematologi fungsi organ

secara biokimia dan morfologi organ (Mulyandari,1990).

Selain sebagai dasar evaluasi batas keamanan pemakaian suatu obat, hasil pengujian

ketoksikan subkronis bermanfaat sekali bagi panduan rancangan uji ketoksikan kronis,

keteratogenikan, maupun farmakokinetika dosis berulang. Utamanya berkaitan dengan

pemilihan hewan uji dan peringkat dosis. Disamping itu, juga bermanfaat sebagai panduan

bagi para klinisi dalam menjalankan uji klinik obat terkait, utamanya berkaitan dengan

efek toksik yang seharusnya dilacak dan berbagai tolak ukur klinis yang harus

dikembangkan agar uji klinik dapat berlangsung seoptimal mungkin (Loomis,1978).

Page 4: Uji Ketoksikan Subkronis

Dosis untuk toksisitas subkronis biasanya dipilih berdasarkan informasi yang

diperoleh dari uji toksisitas akut, baik berupa LD50 maupun kemiringan kurva dosis respon.

Semasa informasi tentang zat kimia yang berkaitan dan tentang metabolismenya terutama

tentang ada atau tidaknya bioakumulasi juga ikut dipertimbangkan (Lu, 1995).

Hewan uji yang digunakan disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat

baik jantan maupun betina. Hewan uji dipilih yang peka dan memiliki pola metabolisme

terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia (Donatus, 2001).

Takaran dosis yang diberikan paling tidak 3 peringkat dosis. Takaran dosis senyawa

ini diberikan 1 hari sekali selama kurun waktu uji ketoksikan subkronis berlangsung,

melalui jalur pemberian yang sama dengan jalur yang akan diberikan pada manusia

(Wildmann,1983).

Kriteria pengamatan uji ketoksikan subkronis meliputi :

1. Berat badan masing-masing hewan uji ditimbang, pada hari ke-0,1,dst, paling

tidak setiap 7 hari sekali.

2. Masukkan makanan dan minuman untuk masing-masing hewan uji, diukur paling

tidak 7 hari sekali,tapi lebih baik setiap hari.

3. Berbagai gejala klinis umum diperiksa melalui pengamatan fisik, dilakukan setiap

hari. Saat penampakan gejala klinis dan wujud gejala klinis dicatat.

4. Pemeriksaan hematologi (jumlah sel darah merah, sel darah putih, kadar

hemoglobin, volume korpuskuli, protein total) atau paling tidak dilakukan

pemeriksaan 2 kali yaitu pada awal dan akhir masa uji.

5. Pemerikasaan fungsi organ secara biokimia dikerjakan melalui pemeriksaan kimia

darah (kadar potasium, sodium, klorida, kalsium, CO2, SGPT, SGOT, alkaline

fosfatase serum, gula darah, protein total dan albumin) dan analisis urine (pH,

bobot jenis, volume urine, sedimen, glukusa) paling tidak dilakukan 2 kali, pada

awal dan akhir masa uji.

6. Pada akhir masa uji beberapa hewan uji pada masing-masing kelompok

dikorbankan. Ambil semua organ meliputi tata cara waktu pengambilan cuplikan

hayati dan buat preparat histologi meliputi tata cara pengecatan

hematoksiklineosin, dengan pemeriksaan morfologi dan histopatologi organ.

7. Apabila selama uji terdapat hewan uji yang sekarat atau mati harus dilakukan

pemeriksaan histopatologi

8. Untuk kepentingan keterbalikan yakni guna menentukan sifat efek toksik yang

terjadi, paling tidak pada tingkat dosis terendah dan tertinggi, setelah masa uji

Page 5: Uji Ketoksikan Subkronis

berakhir, dilanjutkan dengan pengamatan ulang selama 2-4 minggu

(Loomis,1978).

Uji laboratorium untuk toksisitas jangka pendek (subkronis) meliputi : uji

laboratorium klinik biasanya mencakup glukosa darah puasa transaminase asam glutamat

oksaloasetat (SGOT), transaminase asam glutamat piruvat (SGPT), fosfatase alkalin,

protein total, albumin, globulin, nitrogen urea darah (BUN), dan unsur-unsur seperti

natrium, kalium, kalsium, dan klorid. Urinalisis biasanya mencakup warna, berat jenis, pH,

protein, glukosa, keton, unsur terbentuk (sel darah merah, dll) dan kristal serta benda amorf

(Lu,1995).

Organ yang biasanya ditimbang adalah hati, ginjal, adrenal, jantung, otak, testis atau

ovarium. Organ yang diperiksa secara histologik adalah semua organ yang memperlihatkan

lesi yang jelas, otak (3 tempat), sumsum tulang belakang, mata dan saraf optik kelenjar

ludah yang besar, timus, tiroid, jantung, aorta, paru-paru dengan bronkus, lambung, usus

halus (3 tempat), usus besar (2 tempat), kelenjar adrenal, pankreas, hati, kandung empedu

(kalau ada), limpa, ginjal, kandung kemih, otot rangka, dan tulang serta sumsumnya (Lu,

1995).

B. LANDASAN TEORI

Uji ketoksikan subkronis adalah suatu uji untuk menentukan organ sasaran atau

tempat kerjanya. Umumnya dilakukan selama 4 minggu hingga 3 bulan dan biasanya

menggunakan dua spesies yang berbeda.

Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang bermanfaat tentang

efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhinya. Selain itu juga dapat

diperoleh info tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran

yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar senyawa pada darah

dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan keterbalikan efek toksik.

C. HIPOTESIS

1. Senyawa uji dapat memberikan efek toksik pada hewan uji

2. Senyawa uji dapat memberi pengaruh pada organ dan hispatologi hewan uji.

3. Senyawa uji pada dosis tertinggi akan efek toksik tetapi pada dosis terendah tidak akan

memberikan efek toksik

Page 6: Uji Ketoksikan Subkronis

BAB III

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni karena subjek uji penelitian

ini diberi perlakuan yaitu perlakuan berbagai cara pemberian pada mencit.

B. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel utama

b. Variabel bebas: tiga (3) peringkat dosis senyawa X yang diberikan pada hewan uji.

c. Variabel tergantung

1. Gejala klinis hewan uji

2. Tingkat mortalitas hewan uji

3. Hispatologi organ hewan uji

C. Variabel pengacau

a. Variabel yang dikendalikan

1. Galur: Whister

2. range bobot: 20-30 g

3. range umur: 2-3 bulan

4. jenis kelamin hewan uji: jantan dan betina

5. Jenis alat-alat gelas yang digunakan

6. Jenis alat dan metode injeksi yang digunakan

7. Jenis senyawa X yang digunakan

8. Aquadest yang digunakan

b. Variabel yang tidak dikendalikan

Jumlah makanan yang dikonsumsi hewan uji

D. ALAT DAN BAHAN

Alat :

jarum suntik per oral

spuit injeksi

timbangan elektrik

seperangkat alat bedah

Page 7: Uji Ketoksikan Subkronis

oven

preparat

obyek glass

Page 8: Uji Ketoksikan Subkronis

Bahan :

Subyek uji : hewan uji jantan 10 ekor dan hewan betina 10 ekor

Bahan uji : zat X

Senyawa kontrol negatif : Aquadest

Bahan penunjang yang lain : etanol 50%, etanol 70%, etanol 90%, etanol 96%,

etanol mutlak, xilol parafin, parafin cair, xilol murni, larutan eosin-alkohol.

E. CARA KERJA

a. Pemilihan Hewan uji

Memilih hewan uji berdasarkan kemiripan pola absorbs, metabolism, dan ekskresi

antara hewan uji dan manusia atau yang memperlihatkan respon terhadap efek

farmakologi obat terkait

Dikerjakan pada satu atau dua jenis hewan yang sehat, satu galur, baik jantan

maupun betina

b. Pengelompokkan Hewan Uji

Mengelompokkan hewan uji sesuai dengan dosis yang diberikan, ditambah dengan

1 atau 2 kelompok kontrol negative (tanpa perlakuan)

Setiap kelompok hewan paling tidak terdiri dari 10 ekor hewan uji

c. Tata Cara Pemberian Dosis Sediaan Uji

Membuat dosis sediaan uji yang terdiri dari tiga perangkat dosis (dosis tertinggi

harus menimbulkan gejala efek toksik yang nyata atau mematikan, dosis terendah

seharusnya tidak menimbulkan gejala efek toksik)

Page 9: Uji Ketoksikan Subkronis

Memberikan sediaan uji melaui jalur pemberian yang akan diterapkan dalam

manusia dengan kekerapan pemberian sekali sehari selama masa uji yang

ditetapkan

d. Pengamatan

Mengamati berat badan masing – masing hewan uji ditimbang pada hari ke – 0

paling tidak seminggu sekali

Menimbang hewan uji setelah diberi makanan dan minuman untuk masing –

masing kelompok hewan uji, paling tidak seminggu sekali

Memeriksa gejala klinis umum melalui pengamatan fisik setiap hari, catat

Memeriksa hematologi paling tidak dua kali pada awal dan akhir masa uji coba

Memeriksa fungsi organ secara biokimia melalui pemeriksaan kimia darah dan

analisis urin (pada awal dan akhir masa uji)

Mengorbankan beberapa hewan uji pada masing – masing kelompok pada akhir

masa uji

Ambil semua organ mengikuti tata cara baku pengambilan cuplikan hayati

Page 10: Uji Ketoksikan Subkronis

Buat preparat histology mengikuti tata cara pengecatan hematoksilineosin untuk

pemerikasaan morfologi organ (timbang dulu organ penting, seperti hati dan ginjal)

Bila hewan uji mati selama masa uji, lakukan pemeriksaan dan histopatologi seperti

di atas

Untuk menentukan sifat efek toksik (uji keterbalikkan), setelah masa uji berakhir

(perlakuan dihentikan) lanjutkan dengan pengamatan ulang seperti di atas selama 4

minggu

e. Analisa dan Evaluasi Hasil

Perubahan perkembangan berat badan, masukan makanan dan minuman, serta

gejala – gejala klinis, digunakan untuk mengevaluasi status kesehatan dan

perkembangan patologi hewan uji

Pemeriksaan hematologi serta analisis purin dipakai untuk mengevaluasi adanya

perubahan fungsional system organ sebagai perwujudan efek toksik senyawa uji

Perubahan morfologi sel jaringan organ dan kelenjar dari pemeriksaan histopatologi

digunakan untuk mengevaluasi perubahan struktrural atau kelanjar terkait sebagai

perwujudan efek dan sifat toksik

F. TATA CARA ANALISIS

Mengamati hispatologi organ (organ-organ yang terkena efek toksik),

gejala-gejala klinik, wujud efek toksik (kekacauan biokimia, fungsional, dan

struktural), serta sifat efek toksik.

Page 11: Uji Ketoksikan Subkronis

DAFTAR PUSTAKA

Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta

Eatau, D.L., and Klaassen, C.D., 2001, Principle of Toxicology, In Klaassen C.D.

(Ed),

Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh Imono Argo

Donatus, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi

UGM, Yogyakarta

Lu, F.C, 1995, Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organ, and Risk

Assesment, diterjemahkan oleh Edi Nogroho, Toksikologi Dasar: Asas

Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko, edisi II, hal 95, UI Press, Jakarta.

Mulyandari, E., 1990, Uji ketoksikan Subkronis Jamu Antidiabetika, Skripsi,

Fakuiltas Farmasi UGM, Yogyakarta

Wildmann, F.K., 1983, Tinjauan Klinis Atas Hasil pemeriksaan Laboratorium,

ed.9, FKUI, Jakarta

TUGAS

1. Apa perbedaan uji ketoksikan akut dengan subkronis?

Perbedaan

Uji ketoksikan akut Uji ketoksikan subkronis

Waktu pengamatan 24 jam Waktu pengamatan selama 3 bulan

Pemberian senyawa uji hanya sekali

(dosis tunggal)

Pemberian senyawa uji berulang

selama kurang dari 3 bulan

Data kuantitatif untuk mengetahui

LD50 dan data kualitatif yang

diperoleh berupa penampakan klinis

dan morfologis efek toksik senyawa

uji.

Memberi informasi yang bermanfaat

tentang efek toksik utama senyawa

uji dan organ-organ sasaran yang

dipengaruhinya. Selain itu juga

dapat diperoleh informasi tentang

perkembangan efek toksik yang

lambat berkaiatan dengan takaran

dosis yang tidak teramati pada uji

Page 12: Uji Ketoksikan Subkronis

ketoksikan akut, kekerabatan antara

kadar senyawa dalam darah dan

jaringan terhadap perkembangan

luka toksik dan keterbalikkan efek

toksik.

2. Apa tujuan rancangan uji subkronis?

Untuk mengetahui spektrum efek toksik senyawa uji dan meperlihatkan

apakah spektrumnya berkaiatan dnegan takaran dosis.

3. Pada pengujian toksisitas subkronis, apa saja yang diamati?

Berat badan masing-masing hewan uji ditimbang, pada hari ke-0,1,dst,

paling tidak setiap 7 hari sekali.

Masukkan makanan dan minuman untuk masing-masing hewan uji,

diukur paling tidak 7 hari sekali,tapi lebih baik setiap hari.

Berbagai gejala klinis umum diperiksa melalui pengamatan fisik,

dilakukan setiap hari. Saat penampakan gejala klinis dan wujud gejala

klinis dicatat.

Pemeriksaan hematologi (jumlah sel darah merah, sel darah putih, kadar

hemoglobin, volume korpuskuli, protein total) atau paling tidak

dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada awal dan akhir masa uji.

Pemerikasaan fungsi organ secara biokimia dikerjakan melalui

pemeriksaan kimia darah (kadar potasium, sodium, klorida, kalsium,

CO2, SGPT, SGOT, alkaline fosfatase serum, gula darah, protein total

dan albumin) dan analisis urine (pH, bobot jenis, volume urine, sedimen,

glukusa) paling tidak dilakukan 2 kali, pada awal dan akhir masa uji.

Pada akhir masa uji beberapa hewan uji pada masing-masing kelompok

dikorbankan. Ambil semua organ meliputi tata cara waktu pengambilan

cuplikan hayati dan buat preparat histologi meliputi tata cara pengecatan

Page 13: Uji Ketoksikan Subkronis

hematoksiklineosin, dengan pemeriksaan morfologi dan histopatologi

organ.

Apabila selama uji terdapat hewan uji yang sekarat atau mati harus

dilakukan pemeriksaan histopatologi

Untuk kepentingan keterbalikan yakni guna menentukan sifat efek toksik

yang terjadi, paling tidak pada tingkat dosis terendah dan tertinggi,

setelah masa uji berakhir, dilanjutkan dengan pengamatan ulang selama

2-4 minggu.