UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA N-(HIDROKSIETIL)...

82
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA N-(HIDROKSIETIL)-P-METOKSI SINAMAMIDA (NHPMS) TERHADAP UDEMA PADA TELAPAK KAKI TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI KARAGENAN SKRIPSI ISRA MAULIDA ARIFA NIM. 1113102000061 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA AGUSTUS 2017

Transcript of UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA N-(HIDROKSIETIL)...

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA

N-(HIDROKSIETIL)-P-METOKSI SINAMAMIDA

(NHPMS) TERHADAP UDEMA PADA TELAPAK

KAKI TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI

KARAGENAN

SKRIPSI

ISRA MAULIDA ARIFA

NIM. 1113102000061

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2017

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA

N-(HIDROKSIETIL)-P-METOKSI SINAMAMIDA

(NHPMS) TERHADAP UDEMA PADA TELAPAK

KAKI TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI

KARAGENAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ISRA MAULIDA ARIFA

NIM: 1113102000061

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2017

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Isra Maulida Arifa

NIM : 1113102000061

Tanda Tangan :

Tanggal : Agustus 2017

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama

NIM

Program Studi

Judul Skripsi

: Isra Maulida Arifa

: 1113102000061

: Strata- 1 Farmasi

: Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-

P-Metoksi Sinamamida (NHPMS) Terhadap Udema

pada Telapak Kaki Tikus Jantan yang Diinduksi

Karagenan

Disetujui oleh :

Pembimbing 1

Dr. Azrifitria, M.Si., Apt

NIP. 197211292005012004

Pembimbing 2

Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt

NIP.19780630200642001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah

Dr. Nurmeilis M.Si., Apt

NIP. 197404302005012003

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama

NIM

Program Studi

Judul Skripsi

: Isra Maulida Arifa

: 1113102000061

: Strata- 1 Farmasi

: Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-

P-Metoksi Sinamamida (NHPMS) Terhadap Udema

pada Telapak Kaki Tikus Jantan yang Diinduksi

Karagenan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Dr. Azrifitria, M.Si., Apt ( )

Pembimbing 2 : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. ( )

Pengui 1 : Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt ( )

Penguji 2 : Hendri Aldrat, M.Si., Ph.D., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : Agustus 2017

v

ABSTRAK

Nama

Program Studi

Judul Skripsi

: Isra Maulida Arifa

: Strata- 1 Farmasi

: Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-

P-Metoksi Sinamamida (NHPMS) Terhadap Udema

pada Telapak Kaki Tikus Jantan yang Diinduksi

Karagenan

N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (NHPMS) adalah senyawa turunan EPMS

yang dibuat melalui reaksi amidasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS dalam menghambat pembentukan udema

pada telapak kaki tikus jantan yang diinduksi karagenan. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode Winter (induksi karagenan) pada 30 ekor tikus

jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok KNr

(kontrol normal) tidak diinduksi karagenan, KN (kontrol negatif) diberikan

suspensi NaCMC 0,5%, KP (kontrol positif) diberikan suspensi natrium

diklofenak 5,14 mg/kgBB, dan kelompok dosis I,II, dan III diberikan suspensi

NHPMS 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Senyawa uji diberikan

secara oral satu jam sebelum induksi karagenan pada kaki tikus. Pengukuran

volume kaki tikus dilakukan setiap jam selama lima jam setelah induksi

karagenan 1% sebanyak 0,2 ml. Dari hasil pengujian, senyawa NHPMS dosis 25

mg/kgBB menunjukkan daya hambat udema paling tinggi dibandingkan kedua

variasi dosis lainnya. Berdasarkan hasil uji statistik NHPMS dosis 25 mg/kgBB

memiliki kemampuan inhibisi udema yang sama dengan kontrol positif , tidak

berbeda secara bermakna pada taraf uji (ρ ≥ 0,05) pada tiga jam pertama.

Kata Kunci : NHPMS ; antiinflamasi ; karagenan; natrium diklofenak

vi

ABSTRACT

Name

Study Program

Title

: Isra Maulida Arifa

: Bachelor of Pharmacy

: Study on Anti-inflammatory Effect of N-(Hydroxyethyl)-

P-Methoxy Cinnamamide (NHPMC) Compound in

Carrageenan Induced Male Rats Paw Edema

N-(hydroxyethyl)-p-methoxy cinnamamide (NHPMC) is a derivated compound of

EPMC which obtained by amidation reaction. The aim of this study was to

determine the anti-inflammatory effect of NHPMC viewed from the decrease paw

edema volume of rats carrageenan induced. This study used Winter method

(carrageenan induced) at 30 Sprague Dawley male rats which had been divided

into 6 groups. Group normal control (without carrageenan induced), group

negative control had been given NaCMC 0,5%, group positive control had been

given diclofenac sodium 5,14 mg/kg BW and group dose I, II and III had been

given NHPMC suspension 25 mg/kg BW, 50 mg/kg BW and 100 mg/kg BW. The

test compound was administered orally one hour before the induction of

carrageenan in a rat. The paw volume was measured every hour for five hours

after carrageenan induction. The result showed that NHPMC 25 mg/kg BW have

the largest percentage inhibition of paw edema. Based on the result of statistical

analysis NHPMC 25 mg/kg BW had the same inhibition capability with the

positive control (diclofenac sodium) showed no significant difference (ρ ≥ 0,05) at

the first three hours.

Keyword : NHPMC ; anti-inflammatory ; carrageenan; diclofenac sodium

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

atas kehadirat Allah (Subhanahu wa Ta'ala) yang senantiasa melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-

(Hidroksietil)-P-Metoksi Sinamamida (NHPMS) Terhadap Udema pada Telapak

Kaki Tikus Jantan yang Diinduksi Karagenan” ditujukan untuk memenuhi

persyaratan yang diperlukan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK),

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Ibu

Nelly Suryani Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt.

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan,

masukan dan arahan selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan banyak wawasan ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Kedua orang tua, ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu memberikan kasih

sayang, dukungan, nasehat dan tak pernah henti mendoakan yang terbaik

untukku.

viii

6. Uni-uni dan uda-udaku yang selalu menyemangati, memotivasi dan

memberikan dukungan serta mendoakan kesuksesan dan keberhasilanku.

7. Teman-teman “Farmasi 2013” yang telah menjadi partner perjuangan dari

awal kuliah sampai saat ini. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah

kita.

8. Teman-teman seperjuangan farmakologi eksperimen Citra, Silvi, Fitrah dan

Mba Bed yang selalu menemani di lab dan banyak membantu selama

penelitian. Terima kasih banyak teman-teman.

9. Sahabat-sahabat tercinta Ajeng, Iyun, Vivi, Dara, Nida, Fitrah, Ambar, Dini,

Aul dan adikku Ezi yang selalu menjadi tempat berbagi keluh kesah suka

duka dan sakit senang selama penelitian. Terima kasih atas bantuan,

dukungan dan nasehatnya.

10. Para laboran Kak Walid, Kak Eris, Kak Zainab, dan Mba Rani yang telah

banyak membantu mempermudah penyediaan alat dan bahan maupun

perizinan lainnya terkait dengan lab sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis

berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata,

penulis berharap semoga Allah membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu dalam penelitian ini.

Ciputat, Agustus 2017

Penulis

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Isra Maulida Arifa

NIM : 1113102000061

Program Studi : Strata- 1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah

saya dengan judul :

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA N-(HIDROKSIETIL)-P-

METOKSI SINAMAMIDA (NHPMS) TERHADAP UDEMA PADA KAKI

TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI KARAGENAN

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : Agustus 2017

Yang Menyatakan,

( Isra Maulida Arifa )

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH .......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3

1.4 Hipotesis .................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

2.1 Tanaman Kencur ....................................................................... 5

2.1.1 Klasifikasi ....................................................................... 5

2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing ....................................... 5

2.1.3 Kandungan Kimia ........................................................... 5

2.1.4 Khasiat Tanaman ............................................................. 6

2.2 Senyawa EPMS ......................................................................... 7

2.2.1 Karakteristik .................................................................... 7

2.2.2 Struktur ............................................................................ 7

2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi ................................................... 7

xi

2.3 Senyawa NHPMS ..................................................................... 8

2.3.1 Karakteristik .................................................................... 8

2.3.2 Struktur ............................................................................ 8

2.3.3 Aktivitas Antiinflamasi ................................................... 8

2.4 Inflamasi ................................................................................... 9

2.4.1 Pengertian Inflamasi........................................................ 9

2.4.2 Tahapan Inflamasi ........................................................... 9

2.4.3 Jenis Jenis Inflamasi ........................................................ 10

2.4.4 Mediator Inflamasi .......................................................... 11

2.5 Obat Antiinflamasi .................................................................... 12

2.5.1 Antiinflamasi Steroid ...................................................... 12

2.5.2 Antiinflamasi Non Steroid .............................................. 13

2.5.3 Natrium Diklofenak ........................................................ 13

2.6 Metode Uji Antiinflamsi ........................................................... 14

2.7 Tikus (Rattus novergicus) ......................................................... 15

2.8 Karagenan ................................................................................. 16

BAB 3 METODOLOGI .............................................................................. 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 18

3.2 Alat dan bahan .......................................................................... 18

3.2.1 Alat .................................................................................. 18

3.2.2 Bahan............................................................................... 18

3.2.3 Hewan Uji ....................................................................... 18

3.3 Prosedur Penelitian.................................................................... 19

3.3.1 Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur ................... 19

3.3.2 Penyiapan Senyawa Uji.................................................... 20

3.4 Uji Antiinflamasi ....................................................................... 22

3.5 Analisis Data ............................................................................. 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 25

4.1 Produk Senyawa NHPMS ......................................................... 25

4.2 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi Senyawa NHPMS

secara in vivo ............................................................................. 27

xii

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 34

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 34

5.2 Saran .......................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kandungan fitokimia rimpang kencur ....................................... 6

Gambar 2.2 Struktur senyawa EPMS ............................................................ 7

Gambar 2.3 Struktur senyawa NHPMS ......................................................... 8

Gambar 2.4 Mediator - mediator Inflamasi .................................................... 12

Gambar 2.5 Struktur Kimia Natrium Diklofenak .......................................... 13

Gambar 4.1 KLT Senyawa NHPMS ............................................................. 25

Gambar 4.2 Hasil GCMS Senyawa NHPMS ................................................ 26

Gambar 4.3 Hasil GCMS Senyawa NHPMS ................................................ 27

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Rerata Volume Udema Terhadap Waktu...... 29

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Rerata Persentase Udema Terhadap Waktu .. 30

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Rerata Persentase Inhibisi Udema

Terhadap Waktu ........................................................................ 31

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Penelitian ................................................................. 40

Lampiran 2. Konversi Dosis Hewan ............................................................ 41

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak ................................... 42

Lampiran 4. Perhitungan Dosis Senyawa Uji NHPMS ................................ 43

Lampiran 5. Skema Kerja Uji Aktivitas Antiinflamasi ................................ 44

Lampiran 6. Dokumentasi ............................................................................ 45

Lampiran 7. Determinasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.) ... 47

Lampiran 8. Sertifikat Kaji Etik ................................................................... 48

Lampiran 9. Spektrum GCMS Senyawa NHPMS ....................................... 49

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Volume Udema Telapak Kaki Tikus .......... 50

Lampiran 11. Tabel Rerata Volume Udema Telapak Kaki Tikus .................. 52

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Persentase Udema ...................................... 53

Lampiran 13. Tabel Rerata Persentase Udema .............................................. 55

Lampiran 14. Tabel Rerata Persentase Inhibisi Udema ................................. 56

Lampiran 15. Perhitungan Persentase Udema Telapak Kaki Tikus ............... 57

Lampiran 16. Perhitungan Rerata Persentase Inhibisi Udema ...................... 58

Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Persentase Udema Seluruh Kelompok Uji . 59

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflamasi adalah reaksi sistemik atau lokal dari jaringan dan

mikrosirkulasi terhadap gangguan patogen. Reaksi ini ditandai dengan

elaborasi mediator-mediator inflamasi serta pergerakan cairan dan leukosit

dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular. Respon inflamasi

bertujuan untuk melokalisasi dan mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi,

partikel asing, mikroorganisme, dan antigen sehingga jaringan dapat

kembali pada struktur dan fungsi normal (Rubin et al, 2001). Berdasarkan

penelitian terdahulu diketahui bahwa inflamasi memiliki peranan penting

dalam banyak penyakit seperti aterosklerosis, obesitas dan diabetes,

beberapa jenis kanker, stroke, asma bronkial, radang sendi, dan demensia

termasuk alzeimer (Porth, 2015). Hal inilah yang menjadikan inflamasi tetap

menjadi perhatian dalam pengobatan berbagai penyakit (Umar et al, 2012).

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman

herbal Famili Zingiberaceae yang memiliki banyak aktivitas farmakologi

(Umar et al, 2011). Masyarakat di Indonesia secara tradisional

menggunakan rimpang kencur sebagai obat radang lambung, radang anak

telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare,

menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegal, keseleo dan

mengusir lelah (Thomas, 2008). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa

ekstrak rimpang kencur memiliki aktivitas sebagai analgesik dan

antiinflamasi (Sulaiman et al, 2008), agen nematisidal (Hong et al, 2011),

pengusir nyamuk dan larvasidal (Sutthanont et al, 2010), vasorelaksan

(Othman et al, 2006), antineoplastik (Liu et al, 2010), antioksidan (Mustafa

et al, 2010) dan antimikroba (Kanjanapothi et al, 2004).

Kandungan fitokimia terbesar rimpang kencur adalah minyak atsiri,

diantaranya etil p-metoksisinamat (80,05%), Beta-sitosterol (9,88%), asam

propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%) dan

1,21- docosadiene (1,47%) (Umar et al, 2012). Diketahui bahwa senyawa

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vital yang berperan dalam berbagai aktivitas farmakologi rimpang kencur

adalah etil sinamat dan etil p-metoksisinamat (EPMS) (Umar et al, 2011).

Penelitian (Umar et al, 2012) secara in vitro, melaporkan bahwa

mekanisme kerja EPMS sebagai antiinflamasi adalah dengan menghambat

enzim COX-1 (42,9%) dan COX-2 (57,82%), sedangkan indometasin yang

digunakan sebagai kontrol menghambat enzim COX-1 (82,8%) dan COX-2

(54,6%). Tidak seperti COX-2 yang menginduksi respon inflamasi, enzim

COX-1 merupakan senyawa penting dalam sintesis prostaglandin untuk

mempertahankan integritas mukosa lambung. Daya hambat EPMS yang

lebih tinggi pada COX-2 dan lebih rendah pada COX-1 dibandingkan

indometasin menunjukkan bahwa EPMS merupakan kandidat obat

antiinflamasi yang baik, terutama pada pasien dengan gangguan

gastrointestinal (Umar et al, 2012).

Hal ini merupakan peluang bagi ilmuwan terutama ahli kimia

medisinal untuk mengembangkan berbagai turunan EPMS dalam rangka

menemukan senyawa obat yang lebih poten dan efektif dibandingkan

senyawa induknya. Oleh karena itu dikembangkan desain modifikasi

senyawa antiinflamasi dengan subtitusi gugus amina (Reza, 2015).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengembangan obat antiinflamasi

nonsteroid dengan subtitusi gugus amina dapat meningkatkan aktivitas

antiinflamasi, gastroprotektif dan analgesik (Kumar et al, 2010).

Salah satu upaya pengembangan turunan EPMS telah dilakukan

oleh Reza, 2015 dengan memodifikasi struktur EPMS melalui proses

amidasi dan menghasilkan senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida

(NHPMS). Senyawa baru ini dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi

lebih besar dibandingkan dengan EPMS melalui uji inhibisi denaturasi

Bovine Serum Albumin (BSA) (Reza, 2015). Di samping itu, uji aktivitas

antiinflamasi secara in vivo dengan metode induksi karagenan menunjukkan

bahwa senyawa NHPMS dengan variasi dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB

dan 400 mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi yang baik dalam

menghambat udema pada telapak kaki tikus dengan aktivitas terbesar adalah

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada dosis 100 mg/kgBB dengan persen inhibisi udema sebesar 69,22%

(Mughniyah, 2016).

Berdasarkan kajian di atas, maka dilakukan penelitian lanjutan

aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS secara in vivo dengan variasi dosis

25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dengan menggunakan metode

Winter (induksi karagenan). Induksi karagenan merupakan metode pertama

yang memungkinkan analisis setelah pemberian dosis tunggal nontoksik

dalam satu hari. Metode ini dipilih karena sederhana, mudah dan cocok

untuk pengujian aktivitas antiinflamasi suatu senyawa dalam jumlah yang

kecil (Winter et al, 1962). Pada metode ini tikus disuntikkan karagenan

secara subplantar untuk menginduksi terbentuknya udema dan aktivitas

senyawa uji ditinjau dari kemampuannya dalam menghambat udema yang

diinduksi pada kaki tikus (Agbaje&Fageyinbo, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah senyawa NHPMS dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan

100 mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi dalam menghambat udema

pada telapak kaki tikus yang diinduksi dengan karagenan?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS dosis 25

mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dalam menghambat udema pada

telapak kaki tikus yang diinduksi dengan karagenan.

1.4 Hipotesis

Senyawa NHPMS dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100

mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi dalam menghambat udema pada

telapak kaki tikus yang diinduksi dengan karagenan.

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru

mengenai uji aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS secara in vivo

sehingga di masa mendatang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk bisa

dijadikan sebagai kandidat obat antiinflamasi yang efektif.

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

2.1.1 Klasifikasi (Rukmana, 2006)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galanga L.

2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing

Tanaman kencur dikenal dengan berbagai nama daerah di

Indonesia, diantaranya adalah cikur (Sunda), kencur (Jawa), kencor

(Madura), cekuk (Bali), cakue (Minangkabau), cekur (Lampung),

kaciwer (Karo), dan ceuko (Aceh) (Rukmana, 2006), sedangkan di

luar negeri kencur dikenal dengan nama sa geung (China), sand

ginger (Inggris), kentjoer (Belanda), sandingwer (Jerman),

abhuyicampa (India), ban-ukon (Jepang) dan sannae (Korea)

(Nag&Mandal, 2015).

2.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan fitokimia terbesar rimpang kencur adalah

minyak atsiri, diantaranya etil p-metoksisinamat (80,05%), Beta-

sitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%),

asam tridekanoat (1,81%) dan 1,21- docosadiene (1,47%) (Umar et

al, 2012). Adapun senyawa lain dalam jumlah yang kecil adalah

eukaliptol, borneol, heptadekan, 1,6-cyclodecadienen, camphene,

delta limonen, siklotetradekana, siklooktena, gamma elemen, 3-

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

carene, 3-4-metoksifenil, 3H-3a,7- methanoazulene, 1-metil-2-(1-

metiletil), tetradekana, alphapinene, betapinene, dan 1-metil-3-(1-

metiletil) (Sutthanont et al, 2010).

Gambar 2.1 Kandungan fitokimia rimpang kencur

(Umar et al, 2012)

2.1.4 Khasiat Tanaman

Kencur merupakan salah satu tanaman herbal Famili

Zingiberaceae yang memiliki banyak aktivitas farmakologi (Umar et

al, 2011). Masyarakat di Indonesia secara tradisional menggunakan

rimpang kencur sebagai obat radang lambung, radang anak telinga,

influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare,

menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegal, keseleo

dan mengusir lelah (Thomas, 2008). Penelitian sebelumnya

melaporkan bahwa ekstrak rimpang kencur memiliki aktivitas

sebagai analgesik dan antiinflamasi (Sulaiman et al, 2008), agen

nematisidal (Hong et al, 2011), pengusir nyamuk dan larvasidal

(Sutthanont et al, 2010), vasorelaksan (Othman et al, 2006),

antineoplastik (Liu et al, 2010), antioksidan (Mustafa et al, 2010)

dan antimikroba (Kanjanapothi et al, 2004).

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)

Etil p-metoksisinamat (C12H14O3) merupakan senyawa terbesar

yang terdapat dalam minyak Kaempferia galanga yang termasuk golongan

ester. Senyawa ini merupakan salah satu turunan asam sinamat, dimana

asam sinamat adalah senyawa aromatik yang mengandung benzen dan asam

karboksilat yang membentuk asam fenil propanoat (Pubchem).

2.2.1 Karakteristik

Berikut karakteristik senyawa EPMS (Pubchem) :

Rumus molekul : C12H14O3

Bentuk : kristal putih

Titik Leleh : 490 - 50

0C

Berat molekul : 206,241 g/mol

2.2.2 Struktur

Gambar 2.2 Struktur senyawa EPMS

2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi

Penelitian (Umar et al, 2012) secara in vitro, melaporkan

bahwa mekanisme kerja EPMS sebagai antiinflamasi adalah dengan

menghambat enzim COX-1 (42,9%) dan COX-2 (57,82%),

sedangkan indometasin yang digunakan sebagai kontrol

menghambat enzim COX-1 (82,8%) dan COX-2 (54,6%). Tidak

seperti COX-2 yang menginduksi respon inflamasi, enzim COX-1

merupakan senyawa penting dalam sintesis prostaglandin untuk

mempertahankan integritas mukosa lambung. Daya hambat EPMS

yang lebih tinggi pada COX-2 dan lebih rendah pada COX-1

dibandingkan indometasin menunjukkan bahwa EPMS merupakan

kandidat obat antiinflamasi yang baik, terutama pada pasien dengan

gangguan gastrointestinal (Umar et al, 2012).

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Senyawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (NHPMS)

Senyawa NHPMS merupakan senyawa hasil amidasi EPMS

dengan reagen etanolamin melalui iradiasi microwave dengan perbandingan

reaksi EPMS (5 mmol) dan etanolamin (10 mmol). Hasil penelitian

sebelumnya menunjukkan aktivitas antiinflamasi senyawa ini lebih besar

dibandingkan senyawa induknya EPMS karena adanya penambahan gugus

amida (Reza, 2015).

2.3.1 Karakteristik

Berikut karakteristik senyawa NHPMS (Reza, 2015) :

Rumus Molekul : C14H19NO4

Bentuk : serbuk krem

Titik leleh : 121o-125

oC

Berat Molekul : 221 g/mol

Perkiraan pH : 10

Kelarutan : sangat mudah larut dalam metanol;

mudah larut dalam etil asetat; praktis tidak larut dalam

aquadest

2.3.2 Struktur

Gambar 2.3 Struktur senyawa NHPMS

2.3.3 Aktivitas Antiinflamasi

Uji aktivitas antiinflamasi secara in vivo dengan metode

induksi karagenan menunjukkan bahwa senyawa NHPMS dengan

variasi dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB

memiliki aktivitas antiinflamasi yang baik dalam menghambat

udema pada kaki tikus dengan aktivitas terbesar adalah pada dosis

100 mg/kgBB dengan persen inhibisi udema sebesar 69,22%

(Mughniyah, 2016).

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Inflamasi

2.4.1 Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi sistemik atau lokal dari jaringan dan

mikrosirkulasi terhadap gangguan patogen. Reaksi ini ditandai

dengan elaborasi mediator-mediator inflamasi serta pergerakan

cairan dan leukosit dari pembuluh darah ke dalam jaringan

ekstravaskular. Respon inflamasi bertujuan untuk melokalisasi dan

mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi, partikel asing,

mikroorganisme, dan antigen sehingga jaringan dapat kembali pada

struktur dan fungsi normal (Rubin et al, 2001).

Respon inflamasi terhadap vasodilatasi, edema dan

kerusakan jaringan biasanya diikuti dengan beberapa tanda,

diantaranya adalah rubor (merah), calor (panas), tumor (bengkak)

dan dolor (nyeri). Sedangkan respon terhadap luka jaringan ditandai

dengan functio laesa (kehilangan fungsi) (Rubin et al, 2001).

2.4.2 Tahapan Inflamasi

Berikut tahapan yang menggambarkan proses teradinya

respon inflamasi (Rubin et al, 2001) :

a) Inisiasi ditandai dengan aliran cepat cairan, faktor koagulasi,

sitokin, kemokin, trombosit, sel-sel inflamasi dan neutrofil

menuju jaringan yang terluka.

b) Amplifikasi tergantung pada sejauh mana cedera dan aktivasi

mediator seperti kinin dan komponen pelengkap. Pada tahapan

ini leukosit dan makrofag ditambahkan pada jaringan luka.

c) Destruksi agen pemicu melalui proses fagositosis dan

mekanisme enzimatik maupun nonenzimatik untuk mereduksi

dan mengeliminasi bahan asing serta agen infeksius. Pada saat

yang sama komponen jaringan yang rusak juga dieliminasi dan

jalan untuk memulai perbaikan dibuka.

d) Terminasi respon inflamasi dimediasi oleh mekanisme anti-

inflamasi intrinsik yang membatasi kerusakan jaringan dan

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memungkinkan jaringan untuk melakukan pemulihan dengan

kembali ke fungsi fisiologis normal, atau perbaikan dan

pengembangan bekas luka di jaringan yang normal.

2.4.3 Jenis Jenis Inflamasi

Secara umum terdapat dua bentuk respon inflamasi yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronik.

a) Inflamasi Akut (Porth, 2015)

Inflamasi akut merupakan respon cepat terhadap luka

jaringan atau pembuluh darah yang terjadi dengan onset yang

cepat. Durasinyapun relatif singkat, dari beberapa menit hingga

beberapa hari. Respon ini dapat dipicu oleh berbagai stimulus

seperti infeksi, reaksi imun, trauma, cedera fisik, bahan kimia

dan nekrosis jaringan. Tujuan utama inflamasi akut adalah untuk

menghilangkan agen penginfeksi dan mencegah perluasan

kerusakan jaringan.

Respon inflamasi akut memiliki dua stase yaitu

vaskular dan selular. Stase vaskular ditandai dengan peningktan

aliran darah (vasodilatasi) dan peningkatan permeabilitas

vaskular sehingga memungkinkan protein plasma untuk

meninggalkan sirkulasi. Stase selualar melibatkan pengeluaran

leukosit (umumnya neutrofil) dari mikrosirkulasi dan

akumulasinya pada jaringan yang terinfeksi atau terluka.

b) Inflamasi Kronik (Porth, 2015)

Inflamasi kronik merupakan respon inflamasi yang

terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu beberapa hari

smapai beberapa tahun. Respon ini biasanya berkaitan dengan

proliferasi pembuluh darah (angiogenesis), nekrosis jaringan dan

fibrosis (luka).

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.4 Mediator Inflamasi

Mediator kimia merupakan bagian integral dari proses

inisiasi, amplifikasi dan teminasi pada respon inflamasi. Mediator-

mediator ini dapat diperoleh atau diproduksi dari sel dan plasma

yang bekerja dengan mengaktifkan sel dengan (1) berikatan pada

reseptor tertentu, (2) mengerahkan sel ke daerah yang terinfeksi, dan

(3) menstimulasi pelepasan mediator larut tambahan. Berikut tipe-

tipe mediator inflamasi menurut (Porth, 2015) :

a) Mediator Turunan Plasma

Plasma merupakan sumber mediator inflamasi yang

memproduksi 3 sistem utama protein: sistem kallikrein-

kininogen, sistem koagulasi dan sistem komplemen. Sistem

kallikrein-kininogen akan menghasilkan kinin yang merupakan

produk dari liver dan faktornya pada sistem koagulasi.

Disamping itu sistem koagulasi juga terlibat pada fase vaskular

inflamasi, terutama pada proses pembentukan fibrin. Sedangkan

sistem komplemen terdiri dari kompleks plasma protein yang

berperan penting dalam imunitas dan inflamasi. Protein-protein

ini bekerja pada respon inflamasi dengan menyebabkan

vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular,

mengaktivasi leukosit, adhesi, kemotaksis dan fagositosis.

b) Mediator Turunan Sel

Mediator turunan sel dilepaskan dari sel-sel yang

berada pada daerah inflamasi. Jaringan makrofag, sel mast, sel

endotelial dan leukosit yang diarahkan pada site inflamasi dari

darah dapat melepaskan mediator- mediator inflamasi yang

berbeda.

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4 Mediator-mediator inflamasi

(Rubin et al, 2001)

2.5 Obat Antiinflamasi

2.5.1 Antiinflamasi Steroid (Glukokortikoid)

Glukokortikoid (seperti kortison dan kortisol)

menghasilkan respon antiinflamasi dari mekanisme: (Yassin, 2007)

a) Reduksi produksi mediator inflamasi terutama eikosanoid.

Kortikosteroid mencegah pembentukan asam arakidonat dari

membran fosfolipid dengan menginduksi sintesis polipeptida

lipokortin. Lipokortin menghambat fosfolipase A2 yang

merupakan enzim penghasil asam arakidonat dari membran

fosfolipase sehingga pembentukan prostaglandin dan leukotrin

dihambat.

b) Reduksi jumlah dan sirkulasi sel immunosupresan , neutrofil dan

makrofag.

c) Menurunkan aktivitas makrofag dan fibrolast yang terlibat

dalam respon inflamasi kronik.

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.2 Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

Mekanisme kerja utama AINS sebagai antiinflamasi adalah

dengan menghambat enzim siklooksigenase yang terlibat dalam

proses pembentukan asam arakidonat menjadi prostanoid. Efek

analgesik dan antiinflamasi AINS terutama disebabkan karena

inhibisi enzim COX-2. Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua

bentuk yaitu COX-1 yang terdapat dalam sebagian besar jaringan

terutama trombosit, mukosa lambung dan pembuluh darah ginjal

yang terbentuk dalam semua jenis kondisi fisiologis, sedangkan

COX-2 terdapat di makrofag, leukosit dan fibrolast yang terbentuk

akibat induksi tertentu sepeti peradangan (Yassin, 2007).

2.5.3 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak adalah senyawa antiinflamasi dan

analgesik turunan asam fenil asetat yang termasuk golongan non

steroid (AINS). Obat ini digunakan dalam pengobatan rheumatoid

arthritis, penyakit sendi degeneratif, ankylosing spondylitis, dan

penanganan nyeri yang terjadi pada operasi ringan, trauma dan

dismenorea (Brogden et al, 1980).

Gambar 2.5 Struktur kimia Natrium Diklofenak

a) Farmakologi

Natrium diklofenak telah terbukti aktif dalam menekan

inflamasi secara in vivo dengan metode induksi edema pada paha

tikus dengan karagenan, kaolin, minyak mustard atau croton dan

dalam menekan pembentukan granuloma pada tikus dan eritema

akibat ultraviolet pada babi guinea. Di samping itu, natrium

diklofenak juga terbukti memiliki aktivitas antipiretik dan

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

analgesik pada tikus dalam percobaan terapeutik pada pasien

dengan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Secara in vitro

natrium diklofenak diketahui sebagai inhibitor kuat, kompetitif

dan irreversibel dari prostaglandin sintetase dalam efeknya

sebagai antiinflamasi (Brogden et al, 1980).

b) Farmakokinetik

Absorbsi 100% ; bioavailabilitas 50-60% ; waktu puncak

plasma: larutan oral (10-30 menit), extended-release tablet (2-3

jam); konsentrasi plasma puncak (dosis 50 mg): 1-1.5 mcg/mL;

ikatan protein : 99-99.8%; volume distribusi: 1.3-1.4 L/kg; waktu

paruh: 1.2-2 jam ; klirens: 263-350 mL/min; ekskresi : urin (50-

70%), feses (30-35%) (Medscape).

Di Indonesia, sediaan yang beredar berupa sediaan

sistemik ( tablet, kapsul, suppositoria, dan injeksi) dan topikal

dengan nama dagang dan generik (dosis 25 mg dan 50 mg). Dosis

maksimal obat ini adalah 100 mg per hari (dosis awal maksimal

150 mg per hari pada hari pertama) dalam dosis terbagi dan

dengan durasi sesingkat mungkin (BPOM RI, 2015).

2.6 Metode Uji Antiinflamasi

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk uji aktivitas

antiinflamasi adalah sebagai barikut (Agbaje&Fageyinbo, 2012) :

a) Induksi Karagenan

Pada metode ini tikus disuntikkan suspensi karagenan 1% pada

kakinya secara subplantar untuk menginduksi terbentuknya udema.

Senyawa uji diberikan secara oral dan kemudian volume udema diukur

dan dihitung persentase inhibisi udema. Aktivitas senyawa uji dilihat

dari kemampuannya menghambat pembentukan udema yang diinduksi

pada kaki tikus.

b) Induksi Xylen pada Udema Daun Telinga

Pada metode ini tikus diinduksi serotonin dengan mikropipet

pada kedua permukaan daun telinga kanannya satu jam setelah

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pemberian senyawa uji. Telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Ada

dua parameter yang diukur pada metode ini yaitu ketebalan dan bobot

daun telinga tikus. Pengukuran ketebalan daun telinga tikus dilakukan

dengan menggunakan jangka sorong digital, sedangkan untuk

menentukan bobotnya, daun telinga tikus dipotong dan ditimbang

kemudian dibandingkan dengan kontrol (daun telinga kiri).

c) Induksi Histamin

Metode induksi histamin hampir sama dengan metode induksi

karagenan, namun untuk menginduksi pembentukan udema tikus

disuntikkan histamin 1%.

d) Induksi Serotonin

Pada metode ini tikus disuntikkan serotonin pada kakinya

secara subplantar untuk menginduksi terjadinya udema. Senyawa uji

diberikan secara oral dan kemudian volume udema diukur setiap 30

menit selama 3 jam. Aktivitas senyawa uji dilihat dari kemampuannya

menghambat pembentukan udema yang diinduksi pada kaki tikus.

e) Induksi Formalin

Pada metode ini, inflamasi diinduksi dengan menyuntikan

formalin 2% pada kaki tikus secara subplantar. Ketebalan kaki tikus

diiukur sebelum dan sesudah injeksi formalin. Pemberian senyawa uji

dilakukan kontiniu selama 6 hari dan udema diukur satu jam setelah

pemberian senyawa setiap harinya.

2.7 Tikus (Rattus novergicus)

Pada penelitian secara in vivo hewan percobaan yang sering

digunakan adalah tikus. Tikus cocok digunakan untuk berbagai penelitian

karena sifat-sifatnya telah diketahui secara sempurna, mudah dipelihara, dan

merupakan hewan yang relatif sehat. Ciri-ciri morfologi tikus yang

digunakan dalam penelitian antara lain memiliki berat 150-600 gram,

hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan

lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-

23 mm (Depkes, 2008).

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rattus novergicus galur Sprague Dawley adalah jenis tikus yang

umumnya digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian karena memiliki

hubungan kekerabatan yang dekat dengan manusia, yakni termasuk ke

dalam kelas mamalia. Klasifikasi tikus dalam taksonomi adalah (Depkes,

2008) :

Dunia : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Subklas : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus novergicus

2.8 Karagenan

Karagenan merupakan suatu hidrokoloid yang diperoleh melalui

ekstraksi rumput laut merah kelas Rhodophyceae dengan air maupun alkali

cair (Rowe et al, 2009). Secara struktur karagenan adalah kompleks

polisakarida yang terbentuk dari monomer galaktosa yang terdiri dari tiga

tipe yaitu lambda, kappa dan iota (Morris, 2003).

Karagenan dikelompokkan berdasarkan posisi gugus sulfat dan ada

atau tidaknya anhidrogalaktosa. Karagenan tipe lambda merupakan polimer

nongel yang mengandung 35% ester sulfat dan mempunyai

anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6, sedangkan karagenan tipe iota

merupakan suatu polimer gel yang mengandung 32% ester sulfat dan

mempunyai anhidrogalaktosa pada posisi yang sama. Karagenan jenis kappa

merupakan polimer gel kuat yang memiliki struktur heliks tersier yang

menyebabkan pembentukan gel. Karagenan ini mengandung ester sulfat

25% dan mempunyai anhidrogalaktosa pada posisi 3 dan 6 (Rowe et al,

2009).

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Respon inflamasi dapat diinduksi dengan salah satunya adalah

karagenan, oleh karena itu dalam percobaan menggunakan hewan karagenan

sering digunakan untuk menguji aktivitas antiinflamasi suatu obat (Rowe et

al, 2009). Inflamasi yang terbentuk dengan induksi karagenan berupa

inflamasi akut dan nonimun (Morris, 2003). Pemilihan karagenan sebagai

agen penginduksi inflamasi berdasarkan pada sifatnya yang antigenik dan

tidak memberikan efek sistemik. Karagenan menginduksi cedera sel

sehingga melepaskan mediator yang mengawali peroses inflamasi. Setelah

pelepasan mediator inflamasi akan terbentuk udema yang mampu bertahan

selama 5-6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam

setelah injeksi (Hidayanti et al, 2008).

Proses pembentukan udema yang diinduksi oleh karagenan terjadi

dalam dua fase dan melibatkan beberapa mediator inflamasi

(Necas&Bartosikova, 2013). Fase pertama terjadi selama 3 jam setelah

induksi karagenan dimana terjadi pelepasan mediator histamin, serotonin,

bradikinin dan peningkatan sintesis prostaglandin disekitar jaringan yang

luka. Fase kedua terjadi mulai dari jam krtiga sampai jam kelima dan terjadi

pelesapan prostaglandin, protease dan lisosom (Necas&Bartosikova, 2013;

Asongalem et al, 2004; Silva et al, 2005). Umumnya fase kedua ini sensitif

terhadap obat-obat antiinflamsi (Onasanwo et al, 2016).

18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium

Analisa Obat dan Pangan Halal, dan Animal House Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah dan berlangsung mulai dari

Desember 2016 sampai dengan Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Microwave oven (SAMSUNG), neraca analitik, erlenmeyer

(Scott-Duran), vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), GCMS

(AGILENT TECHNOLOGIES), digital water bath (SB-100 Eyela),

plat alumunium TLC silica gel 60 F254 (Merck), vial, parafilm,

corong pisah, gelas beker, gelas ukur, corong, chamber KLT,

termometer, magnetic stirer, pinset, kertas saring, spatula, batang

pengaduk, pipet tetes, spuit, sonde, stopwatch, kandang tikus,

timbangan hewan, alumunium foil, pletismometer.

3.2.2 Bahan

Rimpang kencur, senyawa EPMS, n-heksan, etanolamin

(Merck), metanol (teknis), aquadest, etil asetat, natrium sulfat

anhidrat, karagenan, natrium diklofenak (Sigma Aldrich), NaCMC

0,5%, NaCl fisiologis 0,9%, alkohol 70%, senyawa NHPMS, air

raksa.

3.2.3 Hewan Uji

Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah 30 ekor

tikus putih jantan galur Sprague-Dawley dengan bobot 150-250 gram

dan umur 2-4 bulan yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur

a) Pengambilan Sampel

Sampel uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simplisia dari rimpang kencur yang diperoleh dari Balitro (Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor, Jawa Barat pada

Bulan Desember 2016 dan selanjutnya dideterminasi di Pusat

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, Bogor.

b) Penyiapan Simplisia

Rimpang kencur sebanyak 4 kg dibersihkan dan disortasi

basah lalu dicuci menggunakan air mengalir. Setelah bersih,

dirajang dengan ukuran rajangan sekitar 3-5 mm, kemudian

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 5 hari. Rajangan

rimpang kencur yang telah kering kemudian dihaluskan

menggunakan blender, sehingga didapatkan simplisia dalam bentuk

serbuk halus. Serbuk simplisa yang diperoleh ditimbang dan

disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.

c) Pembuatan Ekstrak

Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan

adalah metode ekstraksi dingin, yaitu maserasi. Serbuk simplisia

rimpang kencur dimaserasi dalam wadah gelap menggunakan

pelarut n-heksan hingga simplisa terendam ± 3 cm diatas

permukaan simplisia. Maserasi dilakukan selama 5 hari dengan

sesekali dikocok agar semua serbuk dapat menyentuh pelarut

dengan sempurna.

Hasil maserasi disaring dengan kapas untuk memisahkan

filtrat. Ampas yang tersisa kemudian di remaserasi kembali sekitar

3-4 kali hingga didapatkan filtrat yang jernih (warna kuning

bening). Kemudian filtrat yang diperoleh di saring kembali dengan

kertas saring untuk memisahkan ampas halus yang belum tersaring

saat penyaringan menggunakan kapas. Hasil maserasi dan

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

remaserasi dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga

diperoleh ekstrak kental n-heksan.

d) Isolasi EPMS

Hasil ekstrak rimpang kencur yang telah dipekatkan

disimpan dalam wadah yang ditutup menggunakan alumunium foil.

Penutup diberi lubang diatasnya agar n-heksan cepat menguap dan

kristal cepat terbentuk. Kristal yang telah terbentuk kemudian di

rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n–heksan dan

sedikit metanol, kemudian disaring dan didapatkan kristal EPMS.

Selanjutnya filtrat hasil penyaringan disimpan di dalam lemari

pendingin sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal yang

terbentuk direkristalisasi kembali sesuai dengan prosedur yang

telah dilakukan sebelumnya. Rendemen kristal yang didapat

kemudian dihitung dengan rumus:

3.3.2 Penyiapan Senyawa Uji

a) Pembuatan Senyawa NHPMS melalui reaksi amidasi

etanolamin

Sebanyak 1,060 gram EPMS (5 mmol) dilarutkan ke

dalam 10 mL (10 mmol) etanolamin dalam erlenmeyer tertutup.

Larutan selanjutnya diiradiasi dalam microwave oven dengan

kekuatan 600 watt selama 3 menit . Hasil reaksi kemudian dipartisi

dengan aquadest dan etil asetat dengan perbandingan (1:1). Lapisan

etil asetat dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan dan

dimurnikan dengan pelarut heksan ( Modifikasi Reza, 2015).

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Reaksi amidasi dilakukan berulang sampai diperoleh

senyawa murni NHPMS sebanyak ±2 gram yang selanjutnya akan

dibuat sediaan suspensi oral (sebagai senyawa uji) dengan variasi

dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB.

b) Pembuatan Larutan NaCMC 0,5%

Sejumlah NaCMC ditimbang lalu dikembangkan dengan

aquades hangat (60oC) sejumlah 20 kalinya. Setelah mengembang

NaCMC digerus secara konstan sambil dicukupkan hingga jumlah

volume tertentu.

c) Pembuatan Sediaan Suspensi Senyawa Uji NHPMS dalam

NaCMC 0,5%

Senyawa uji NHPMS dibuat dalam bentuk sediaan

suspensi sebanyak 20 mL menggunakan NaCMC 0,5% dengan

variasi dosis yaitu dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100

mg/kgBB.

d) Pembuatan suspensi natrium diklofenak

Untuk dosis 5,14 mg/200 gramBB, natrium diklofenak

ditimbang sebanyak 51,4 mg dan digerus dalam lumpang hingga

halus lalu ditambahkan dengan sedikit NaCMC 0,5%, diaduk

hingga homogen dan ditambahkan lagi NaCMC 0,5% sampai

volume 10 mL.

e) Pembuatan Suspensi Karagenan 1 %

Sebanyak 100 gram karagenan dilarutkan ke dalam

larutan salin (NaCl fisiologis 0,9%) sebanyak 10 ml yang

sebelumnya telah dipanaskan dan diaduk hingga homogen

(Sukaina, 2013).

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Uji Antiinflamasi

a) Penyiapan Hewan Uji

Sebelum digunakan tikus diaklimatisasi selama 2 minggu dalam

kandang Animal House FKIK UIN agar dapat beradaptasi dengan

lingkungan yang baru. Semua tikus dipelihara dalam kondisi yang sama,

diberikan makanan dan minuman yang seragam dan dilakukan

pengamatan yang rutin terhadap keadaan umum serta penimbangan berat

badan tikus. Sebelum percobaan tikus dipuasakan selama ± 18 jam

dengan tetap diberi minum ad libitum (Sukaina, 2013). Tikus yang sakit

dengan ciri-ciri bulu berdiri, kurang aktif, dan mata tidak jernih tidak

diikutkan dalam penelitian.

Tiga puluh ekor tikus yang digunakan dalam penelitian ini

dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 5 ekor

tikus masing-masingnya (mengacu pada ketentuan WHO). Berikut uraian

perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok tikus:

Kelompok Jumlah

Tikus Perlakuan

Kontrol

Normal

5 Diberikan minum + (Tanpa diinduksi dengan

karagenan 1%)

Kontrol

Negatif

5 Diberikan suspensi NaCMC 0,5% + diinduksi

dengan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL

Kontrol

Positif

5 Diberikan natrium diklofenak dosis 5,14

mg/kgBB dalam NaCMC 0,5% + diinduksi

dengan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL

Dosis I 5 Diberikan suspensi senyawa uji NHPMS dalam

NaCMC 0,5% (Dosis 25 mg/kgBB) + diinduksi

dengan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL

Dosis II 5 Diberikan suspensi senyawa uji NHPMS dalam

NaCMC 0,5% (Dosis 50 mg/kgBB) + diinduksi

dengan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL

Dosis III 5 Diberikan suspensi senyawa uji NHPMS dalam

NaCMC 0,5% (Dosis 100 mg/kgBB) +

diinduksi dengan karagenan 1% sebanyak 0,2

mL

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Uji Aktifitas Antiinflamasi dengan Metode Induksi Karagenan pada

Telapak Kaki Tikus (Winyard&Willoughby, 2003; Winter et al, 1962;

Morris, 2003)

Prosedur kerja :

a) Tikus ditimbang dan dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok

yang masing-masingnya terdiri dari 5 ekor tikus.

b) Tikus diaklimatisasi selama 2 minggu agar dapat beradaptasi dengan

lingkungan percobaan

c) Sebelum percobaan, tikus dipuasakan selama ±18 jam namun air

minum tetap diberikan.

d) Pada awal penelitian, semua tikus diberi tanda dengan spidol pada

batas mata kaki agar setiap kali pemasukan kaki ke dalam air raksa

selalu sama.

e) Volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan

dinyatakan sebagai volume kaki dasar (V0)

f) Kelompok kontrol negatif diberikan suspensi NaCMC 0,5%,

kelompok kontrol positif diberikan suspensi natrium diklofenak dosis

5,14 mg/kgBB dan ketiga kelompok lainnya diberikan suspensi

senyawa uji sesuai dosis yang direncanakan secara oral.

g) Satu jam kemudian tikus disuntikkan 0,2 ml larutan karagenan 1%

secara subplantar pada kaki kiri tikus. Sebelum disuntikkan

karegenan, area telapak kaki tikus diusap dengan alkohol swab.

h) Selanjutnya volume udema diukur pada jam ke-1, 2, 3, 4 dan 5 setelah

penginduksian dengan alat pletismometer dan dinyatakan sebagai

volume akhir (Vt).

i) Dihitung persen udema dan persen inhibisi udema rata-rata dengan

rumus sebagai berikut :

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

% udema =

Keterangan ;

Vt : volume telapak kaki pada waktu t (setelah diinduksi karagenan)

V0 : volume telapak kaki pada waktu 0 (sebelum diinduksi karagenan.

(Kumar et al, 2010)

% inhibisi udema = (

) x 100%

Keterangan :

a : % udema kelompok kontrol negatif

b : % udema kelompok uji

(Mohan et al, 2013)

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Kolmogorov-

Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene

untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen

maka dilanjutkan dengan uji analisis varians (ANAVA) satu arah untuk

mengetahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika

terdapat perbedaan yang bermakna, analisis dilanjutkan dengan uji Beda

Nyata Terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar kelompok (Besral,

2010).

Apabila salah satu persyaratan untuk uji ANAVA tidak terpenuhi

maka dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk melihat adanya perbedaan yang

bermakna. Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan

uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok (Besral, 2010).

Pengujian statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 22.

25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antiinflamasi senyawa murni

N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida (NHPMS) secara in vivo. Uji antiinflamasi

bertujuan untuk mengetahui kemampuan NHPMS dalam menghambat

pembentukan udema pada telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan.

4.1 Produk Senyawa NHPMS

Pembuatan senyawa NHPMS dilakukan melalui reaksi amidasi

EPMS dengan reagen etanolamin dalam erlenmeyer tertutup dengan

perbandingan reaksi (5 mmol : 10 mmol). Reaksi ini berlangsung melalui

iradiasi microwave dengan daya 600 watt selama 2 menit. Hasil yang

diperoleh berupa cairan kental berwarna kuning yang selanjutnya dipartisi

dengan aquadest dan etil asetat. Lapisan etil asetat kemudian dikeringkan

dengan Na2SO4 anhidrat dan diuapkan sehingga diperoleh cairan kuning

yang lebih pekat. Hasil reaksi selanjutnya dimurnikan dengan n-heksan dan

membentuk serbuk berwarna krem. Hasil reaksi yang diperoleh kemudian

diamati dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan

eluen campuran etil asetat dan metanol ( 9 : 1 ) (Reza, 2015).

Gambar 4.1 KLT senyawa NHPMS dengan eluen

etil asetat- : (v u UV λ ) Keterangan: (a) standar NHPMS ; (b) produk NHPMS

a b

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari hasil KLT ( Gambar 4.1) terlihat spot yang dihasilkan oleh

senyawa produk NHPMS yang disintesis sama dengan spot pada senyawa

NHPMS standar dengan nilai Rf yaitu 0,66. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa reaksi amidasi dengan etanolamin yang dilakukan telah

berhasil dan menghasilkan produk yang sama dengan NHPMS standar.

Reaksi ini menghasilkan rendemen produk sebanyak 44,62 % dengan

perhitungan sebagai berikut:

% rendemen =

x 100 = 44,62 %

Selanjutnya senyawa NHPMS yang diperoleh dianalisa dengan Gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS). Hasil interpretasi GCMS

menunjukkan bahwa senyawa b muncul pada waktu retensi 12,704 (Gambar

4.2) dan memiliki berat molekul 222,1 g/mol dengan fragmentasi massa

202; 161; 133; 89; dan 63 (Gambar 4.3). Jika dibandingkan dengan hasil

analisa GCMS senyawa NHPMS (Lampiran 9) pada penelitian (Reza,

2015), senyawa ini muncul pada waktu retensi 12,714 dan memiliki berat

molekul 221,0 g/mol dengan fragmentasi massa 178; 161; 133; 89 dan 63.

Jadi dapat disimpulkan bahwa senyawa NHPMS yang dibuat adalah sama

dengan senyawa standar.

Gambar 4.2 Hasil GCMS senyawa NHPMS ( waktu retensi)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi Senyawa NHPMS secara in vivo

Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS

dilakukan dengan metode Winter (induksi karagenan). Induksi karagenan

merupakan metode pertama yang memungkinkan analisis setelah pemberian

dosis tunggal nontoksik dalam satu hari. Di samping itu metode ini

merupakan metode yang paling banyak digunakan karena sederhana, mudah

dan cocok untuk pengujian aktivitas antiinflmasi suatu senyawa dalam

jumlah yang kecil (Winter et al, 1962).

Penggunaan karagenan sebagai penginduksi udema pada kaki tikus

secara luas sudah banyak digunakan dalam pengujian aktivitas antiinflamasi

suatu senyawa obat (Rowe et al, 2009; Petersson et al, 2001). Udema yang

terbentuk dengan induksi karagenan adalah berupa inflamasi akut (Singh et

al, 2008; Agbaje&Fageyinbo, 2012). Karagenan dipilih karena dapat

memicu pelepasan prostaglandin setelah disuntikkan pada tikus sehingga

senyawa ini dapat digunakan untuk menemukan obat antiinflamasi yang

bekerja dalam menghambat sintesis prostaglandin (Winter et al, 1962).

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor

tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berusia 2-4 bulan dengan

Gambar 4.3 Hasil GCMS senyawa NHPMS ( berat molekul dan fragmentasi)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bobot 150-250 gram. Pemilihan tikus jantan dikarenakan kondisi hormonal

jantan relatif lebih stabil dibandingkan betina. Tikus jantan hanya memiliki

hormon estrogen dalam jumlah yang sangat kecil sedangkan pada tikus

betina berbagai perubahan hormonal dan tingkat stres yang tinggi

dikhawatirkan dapat mengganggu percobaan (Suhendi et al, 2011).

Pada percobaan ini, hewan uji dikelompokkan ke dalam 6

kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus (mengacu pada

ketentuan WHO). Kelompok percobaan terdiri dari kontrol normal (tanpa

induksi karagenan), kontrol negatif (suspensi NaCMC 0,5%), kontrol positif

(suspensi natrium diklofenak 5,14 mg/kgBB), dan dosis uji dengan variasi

dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Pemilihan variasi dosis

mengacu pada penelitian (Mughniyah, 2016) dimana dosis diturunkan dari

100 mg/kgBB sebanyak 2 kali dan 4 kali. Sebelum perlakuan, volume dasar

kaki tikus (V0) diukur terlebih dahulu. Senyawa uji, suspensi NaCMC 0,5%

dan suspensi natrium diklofenak diberikan secara oral, dan satu jam setelah

itu tikus diinjeksikan 0,2 ml suspensi karagenan 1% secara subplantar pada

kaki kiri tikus. Selanjutnya volume kaki tikus diukur setiap jam berikutnya

selama 5 jam dan dinyatakan sebagai (Vt).

Aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS ditinjau dari

kemampuannya dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki

tikus (Agbaje&Fageyinbo, 2012). Hal ini dinilai dari peningkatan maupun

penurunan volume udema pada setiap jam. Pengukuran volume udema

dilakukan dengan menggunakan alat pletismometer. Penggunaan alat ini

memerlukan ketelitian dalam pengerjaannya karena volume raksa di dalam

alat harus selalu sama setiap pengujian dan pada kaki tikus diberi tanda pada

batas mata kaki agar pencelupan kaki tikus ke dalam raksa tetap sama pada

setiap jam.

Volume udema kaki tikus diukur pada setiap jam selama 5 jam

setelah induksi karagenan (Lampiran 10), selanjutnya diperoleh data rerata

volume udema dan dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0,07

0,08

0,09

volu

me

(mL

)

0 1 2 3 4 5

waktu (jam)

Rerata Volume Udema

KNr

KN

KP

Dosis I (25 mg/kgBB)

Dosis II (50 mg/kgBB)

Dosis III (100 mg/kgBB)

Dari grafik rerata volume udema di atas dapat dilihat perbedaan

antara kelompok KNr dengan kelima kelompok lainnya yang diinduksi

dengan karagenan. Pada kelompok KNr yang tidak diberikan perlakuan

(tanpa induksi karagenan) tidak terbentuk udema sama sekali dan volume

telapak kaki tikus tidak mengalami kenaikan maupun penurunan. Berberda

dengan kelompok KN, KP, dosis I, dosis II dan dosis III pada setiap jam

setelah penginduksian karagenan, volume udema terus mengalami kenaikan

maupun penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa karagenan 1% sebanyak

0,2 ml telah mampu membentuk udema yang signifikan sehingga dapat

dilihat perbedaan antar kelompok uji. Di samping itu, penurunan volume

udema setiap kelompok uji pada jam kelima disebabkan karena efek

karagenan yang sudah mulai berkurang, dimana pembentukan udema oleh

karagenan hanya mampu bertahan selama 5-6 jam dan berangsur-angsur

berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi (Hidayanti et al, 2008).

Selanjutnya untuk melihat perbedaan udema yang lebih jelas antar

kelompok, dari data volume udema telapak kaki tikus dapat dihitung

persentase udema yang terbentuk (Lampiran 11) dengan rumus: (Vt – Vo) /

Gambar 4.4 Grafik hubungan rerata volume udema terhadap waktu

Gambar 4.4 Grafik hubungan rerata volume udema terhadap waktu.

Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi NaCMC

0,5%); KP = Kontrol Positif (suspensi Na diklofenak 5,14 mg/kgBB), Dosis I

(NHPMS 25 mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III (NHPMS 100

mg/kgBB)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0

50

100

150

200

250

per

sen

tase

(%

)

0 1 2 3 4 5

waktu (jam)

Rerata Persentase Udema (%)

KNr

KN

KP

Dosis I (25 mg/kgBB)

Dosis II (50 mg/kgBB)

Dosis III (100 mg/kgBB)

Vo x 100%, dimana Vt = Volume udema pada tiap jam dan V0 = volume

kaki tikus sebelum perlakuan. Adapun hasil perhitungan rerata persentase

udema telapak kaki tikus dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kelompok KN persentase

udema yang terbentuk sangat tinggi dan terus mengalami kenaikan yang

signifikan sampai jam ke-4 dan mulai turun pada jam ke-5. Hal ini

disebabkan karena hewan uji hanya diberikan suspensi NaCMC yang tidak

mampu menghambat pembentukan udema dan respon terhadap udema

hanya mengandalkan imunitas tikus. Jika dibandingkan dengan kelompok

KP, dosis I, dosis II dan dosis III, volume udema yang terbentuk lebih

rendah. Berdasarkan hasil uji statistik keempat kelompok ini berbeda secara

bermakna d KN (ρ ≤ ) sehingga dapat disimpulkan

bahwa keempat kelompok ini memiliki aktivitas antiinflamasi dalam

menghambat pembentukan udema pada telapak kaki tikus.

Gambar 4.5 Grafik hubungan rerata persentase udema terhadap waktu.

Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi NaCMC

0,5%); KP = Kontrol Positif (suspensi Na diklofenak 5,14 mg/kgBB), Dosis I

(NHPMS 25 mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III (NHPMS 100

mg/kgBB)

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Per

sen

tase

(%

)

0 1 2 3 4 5

waktu (jam)

Rerata Persentase Inhibisi Udema (%)

KNr

KN

KP

Dosis I (25 mg/kgBB)

Dosis II (50 mg/kgBB)

Dosis III (100 mg/kgBB)

Selanjutnya untuk melihat aktivitas antiinflamasi setiap kelompok

dalam menghambat pembentukan udema dapat dihitung rerata persentase

inhibisi udema yang dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persentase inhibisi udema

kelompok dosis I lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif pada

jam ketiga sampai jam kelima dan lebih tinggi pada jam pertama dan kedua.

Namun berdasarkan hasil uji statistik kelompok dosis I dan kontrol positif

tidak berbeda secara bermakna pada jam pertama sampai jam ketiga (ρ ≥

0,05). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antiinflamasi NHPMS dosis 25

mg/kgBB sama dengan natrium diklofenak 5,14 mg/kgBB pada tiga jam

pertama dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki tikus

yang diinduksi karagenan. Namun pada dua jam berikutnya aktivitas

f f (ρ ≤

0,05).

Gambar 4.6 Grafik hubungan rerata persentase inhibisi udema terhadap

waktu. Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi

NaCMC 0,5%); KP = Kontrol Positif (suspensi Na diklofenak 5,14 mg/kgBB),

Dosis I (NHPMS 25 mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III

(NHPMS 100 mg/kgBB)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok dosis II memiliki persentase inhibisi udema yang

fluktuatif dari jam pertama hingga jam kelima. Hasil persentase inhibisi

udema kelompok dosis II lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif

dan dosis I. Berdasarkan hasil uji statistik, dosis II berbeda bermakna

dengan kontrol positif pada jam kedua sampai jam kelima dan dengan

kelompok dosis I pada pertama sampai jam ketiga (ρ ≤ 0,05). Namun jika

dibandingkan dengan kelompok dosis III, kelompok dosis II tidak berbeda

bermakna dari jam pertama sampai jam kelima (ρ ≥ ). Jadi dapat

disimpulkan bahwa NHPMS 50 mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi

lebih kecil dibandingkan kontrol positif dan dosis I (25 mg/kgBB) dan

memiliki aktivitas antiinflamasi yang sama dengan dosis III (100 mg/kgBB)

dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki tikus yang

diinduksi karagenan.

Hasil persentase inhibisi udema kelompok dosis III lebih rendah

dibandingkan dengan ketiga kelompok lainnya. Berdasarkan hasil uji

statistik kelompok dosis III berbeda bermakna dengan kontrol positif

kecuali pada jam pertama, berbeda bermakna dengan dosis I pada jam

pertama sampai jam kedua (ρ ≤ ) dan tidak berbeda bermakna dengan

dosis II pada jam pertama sampai jam kelima (ρ ≥ 0,05). Jadi dapat

disimpulkan bahwa NHPMS 100 mg/kgBB memiliki kemampuan inhibisi

udema lebih rendah dibandingkan kontrol positif dan dosis I (25 mg/kgBB)

dan memiliki aktivitas antiinflamasi yang sama dengan dosis II (50

mg/kgBB) dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki tikus

yang diinduksi karagenan.

Proses pembentukan udema yang diinduksi oleh karagenan terjadi

dalam dua fase dan melibatkan beberapa mediator inflamasi

(Necas&Bartosikova, 2013). Fase pertama terjadi selama 3 jam setelah

induksi karagenan dimana terjadi pelepasan mediator histamin, serotonin,

bradikinin dan peningkatan sintesis prostaglandin disekitar jaringan yang

luka. Fase kedua terjadi mulai dari jam keempat sampai jam kelima dan

terjadi pelesapan prostaglandin, protease dan lisosom (Necas&Bartosikova,

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013; Asongalem et al, 2004; Silva et al, 2005). Umumnya fase kedua ini

sensitif terhadap obat-obat antiinflamsi (Onasanwo et al, 2016).

Natrium diklofenak yang digunakan sebagai kontrol positif pada

percobaan ini dengan dosis 5,14 mg/kgBB, menunjukkan persen inhibisi

udema paling baik dengan nilai tertinggi pada jam ke lima yaitu 87,31%.

Hal ini sesuai dengan literatur bahwa natrium diklofenak sebagai NSAID

bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase secara non selektif

sehingga menghambat pelepasan prostaglandin (Rao et al, 2010).

Dari ketiga kelompok dosis yang dibuat, kelompok dosis I ( 25

mg/kgBB HPMS) memiliki aktivitas antiinflamasi paling baik dan mirip

dengan aktivitas kontrol positif. Berbeda dengan natrium diklofenak,

diperkirakan efek antiinflamasi NHPMS 25 mg/kgBB lebih besar pada

penghambatan mediator histamin dan serotonin dibandingkan inhibisi pada

prostaglandin, dimana persentase inhibisi pada 2 jam pertama lebih besar

daripada 3 jam berikutnya yaitu sebesar 86,22% dan 76,21%. Namun

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hal ini. Di samping

itu, dosis II dan III ( 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB NHPMS) memiliki

persentase inhibisi yang sama. Walaupun secara statistik kedua kelompok

ini berbeda bermakna dengan kontrol negatif, namun persentase inhibisi

masih lebih rendah dibandingkan natrium diklofenak.

Dari penelitian ini, terlihat bahwa penurunan dosis senyawa

NHPMS memberikan kenaikan kemampuan inhibisi udema pada telapak

kaki tikus. Hal ini disebabkan karena memang ada beberapa jenis obat

dalam dosis tinggi menyebabkan pelepasan histamin secara langsung dari

sel mast sehingga mengakibatkan pembuluh darah menjadi lebih permeabel

terhadap cairan plasma dan menimbulkan proses peradangan (terjadi proses

imunologi) (Kurniawati, 2005).

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

1. Senyawa N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida (NHPMS) dosis 25

mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB memiliki aktivitas

antiinflamasi dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki

tikus yang diinduksi karagenan secara subplantar, berbeda secara

bermakna dengan kontrol negatif (ρ ≤ ).

2. Senyawa NHPMS dosis 25 mg/kgBB memiliki kemampuan inhibisi

udema lebih besar dibandingkan dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB

dan memiliki aktivitas antiinflamasi yang sama dengan natrium

diklofenak pada tiga jam pertama, tidak be c (ρ ≥

0,05).

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS

lebih lanjut secara in vivo dengan variasi dosis lebih rendah dan pengujian

secara in vitro untuk melihat pengaruhnya terhadap mediator-mediator yang

terlibat dalam respon inflamasi.

35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Agbaje E.O., Fageyinbo M.S. 2012. Evaluating Anti-Inflammatory activity of

aquous root extract of Strophantus hispidus DC. (Apocynaceae).

International Journal of Applied Research in Natural Products Vol. 4

(4), (hlm: 7-14).

A.N.S, Thomas. 2008. Tanaman Obat Tradisional 1. Penerbit Kanisius.

Yogyakarta (hlm: 29-32).

Asongalem E.A., Foye H.S., Ekobo S., Dimo T. dan Kamtchouing P. 2004. Anti-

inflammatory, lack of central analgesia and antipyretic properties of

Acanthus montanus (Ness) T. Anderson. Journal of Ethnopharmacology

95 (hlm: 63 – 8).

Besral. 2010. Pengolahan dan Analisa Data-1 Menggunakan SPSS. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok (hlm : 23-64).

BPOM RI. 2015. Informasi Untuk Dokter Pembatasan Dosis dan Kontraindikasi

Produk Diklofenak Terkait Risiko Kardiovaskular. Jakarta.

Brogden R.N., Heel R.C., Pakes G.E., Speight T.M., Avery G.S. 1980. Diclofenac

Sodium: A Review of its Pharmacological Properties and Therapeutic

Use in Rheumatic Diseases and Pain of Varying Origin. Drugs 20: (hlm:

24-48)

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus. Direktorat jenderal pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta.

Hidayanti, Nur Annis., Listyawati, Shanti., Setyawan, Ahmad Dwi. 2008.

Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara

L. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. FMIPA UNS

Surakarta. Bioteknologi 5 (1). (hlm: 10-17).

Hong, Tae-Kyun., Kim Soon-Il ., Heo Jae-Won., Lee Jae-Kook., Choi Dong-Ro.,

Ahn Young-Joon. 2011. Toxicity of Kaempferia galanga Rhizome

Constituents to Meloidogyne Incognita Juveniles and Eggs. Nematology,

13(2). (hlm: 235-244).

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jang-Woo Shin., In-Chan Seol., Chang-Gue Son. 2010. Interpretation of Animal

Dose and Human Equivalent Dose for Drug Development. The Journal

of Korean Oriental Medicine Vol.31. No.3. (hlm: 1-7)

Kanjanapothi, Duangta., Panthong A., Lertprasertsuke N., Taesotikul T.,

Rujjanawate C., Kaewpinit D., Sudthayakorn R., Choochote W.,

Chaithong U., Jitpakdi A., Pitasawat B. 2004. Toxicity of Crude

Rhizome Extract of Kaempferia galanga L. (Proh Hom). Journal of

Ethnopharmacology, 90 (2-3). (hlm: 359-365).

Kumar, Manoj., Mehta, Neeraj., Aggarwal, Saurabh., Thareja, Suresh., Malla,

Priyanka., Misra, Megha., Bhardwaj, Tilak Raj. 2010. Synthesis,

Pharmacological And Toxicological Evaluation Of Amide Derivatives Of

Ibuprofen. International Journal of ChemTech Research. Vol.2, No.1,

(hlm: 233-238).

Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Metanol

Graptophyllum griff pada Tikus Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi

Khusus Temu Ilmiah Nasional IV , (hlm: 167-170).

Liu B., Liu F., Chen C., Gao H .2010. Supercritical Carbon Dioxide Extraction of

Ethyl p-Methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. Rhizome and its

Apoptotic Induction in Human HepG2 cells. Natural Product Research,

24. (hlm: 1927-1932).

Medscape. Akses online via http://reference.medscape.com/ (diakses pada tanggal

21 Agustus 2017)

Mohan, Neha. P. V., Suganthi. V., Gowri. S. 2013. Evaluation of anti-

inflammatory activity in ethanolic extract of Coriandrumsativum L. using

carrageenan induced paw oedema in albino rats. Der Pharma Chemica,

5(2), (hlm: 139-143).

Morris CJ. 2003. Carrageenan-Induced Paw Edema in the Rat and Mouse. In

Winyard PG and Willoughby DA (Eds) Inflammation Protocols. Humana

Press Inc, Totowa, NJ, (hlm: 115-121).

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mughniyah, Rifatul. 2016. Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)-

P-Metoksi Sinamamida pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley

yang Diinduksi Karagenan. Skripsi. Progam Studi Farmasi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. (hlm: 22-33).

Mustafa RA., Abdul HA., Mohamed S., Bakar FA. 2010. Total Phenolic

Compounds, Flavonoids and Radical Scavenging Activity of 21 Selected

Tropical Plants. Journal of Food Science, 75(1), (hlm: C28-C35).

Nag, Sudipa dan Subrata Mandal. 2015. Importance Of Ekangi (Kaempferia

galanga L.) as Medicinal Plants-A Review. International Journal of

Innovative Research and Review. Vol. 3 (1) , (hlm: 99-106).

Necas, J., L. Bartosikova. 2013. Carrageenan: a review. Veterinarni Medicina,

58(4), (hlm: 187–205).

Onasanwo S.A., Fabiyi T.D., Oluwole F.S., Olaleye S.B. 2012. Analgesic and

anti-inflammatory properties of the leaf extracts of Anacardium

occidentalis in the laboratory rodents. Niger J Physiol Sci. 7; 27(1), (hlm:

65-71).

Othman, Rozana., Halijah Ibrahim., Mohd Mustafa Ali., Muhammad Rais

Mustafa., Khalijah Awang. 2006. Bioassay-Guided Isolation of a

Vasorelaxant Active Compound from Kaempferia galanga L.

Phytomedicine, 13(1-2), (hlm: 61-66).

Petersson M, Wiberg U, Lundeberg T, Uvnas-Moberg K. 2001. Oxytocin

decreases carrageenan induced inflammation in rats. Peptides 22, (hlm:

1479–1484).

Porth, Carol Mattson. 2015. Essentials of Pathophysiology Fourth edition.

Wolters Kluwer : Printed in China. (hlm: 49-60).

Pubchem. Akses online via https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses pada

tanggal 21 Agustus 2017)

Rao, Praveen P.N., Kabir, Saad N., Mohamed, Tarek. 2010. Nonsteroidal Anti-

Inflammatory Drugs (NSAIDs): Progress in Small Molecule Drug

Development. Pharmaceuticals 3, (hlm: 1530-1549).

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Reza, Muhammad. 2015. Amidasi Senyawa Etil-p-metoksisinamat Melalui Reaksi

Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Antiinflamasi.

Skripsi. Progam Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (hlm:

33-49).

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey and Marian E Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients sixth edition. UK : Pharmaceutical Press and

American Pharmacist Association. (hlm :118-121).

Rubin, Emanuel and Howard M. Reisner. 2011. Essentials of Robin’s Pathology

Sixth edition. Lippincott Williams & Wilkins: Printed in China. (hlm: 25-

30).

Rukmana, Ir. Rahmat. 2006. Kencur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta (hlm: 12).

Silva G.N., Martins F.R. and Matheus M.E. (2005). Investigation of anti-

inflammatory and antinociceptive activities of Lantana trifolia. J

Ethnopharmacol 100, (hlm: 254 – 259).

Singh, Amritpal., S. Maholtra., & R. Subban. 2008. Antiinflamatory and

Analgesic Agents from Indian Medicinal Plants. International Journal of

Inegrative Biology, 3 (1), (hlm: 57-72).

Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, dan Sutrisna, EM. 2011. Aktivitas

Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam ( Coleus ambonicus Lour)

pada Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standarisasinya. Majalah Farmasi

Indonesia, 22 (2) , (hlm: 77-84).

Sukaina, Ira. 2013. Uji Efek Antiinflamasi Herba Kemangi (Ocimum americanum

Linn.) Terhadap Udema Pada Telapak Kaki Tikus Putih Jantan Yang

Diinduksi Karagenan. Skripsi. Progam Studi Farmasi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. (hlm: 21-22).

Sulaiman, Mohd Roslan., Zainul Amiruddin Zakaria., IA Daud., Ng FN,. Ng YC.,

Hidayat MT . 2008. Antinociceptive and Anti-inflammatory Activities of

the Aqueous Extract of Kaempferia galanga Leaves in Animal Models.

Journal of Natural Medicines, 62(2), (hlm: 221-227).

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sutthanont, Nataya., Wej Choochote., Benjawan Tuetun., Anuluck Junkum.,

Atchariya Jitpakdi., Udom Chaithong., Doungrat Riyong and Benjawan

Pitasawat. 2010. Chemical Composition and Larvicidal Activity of

Edible Plant- Derived Essential Oils Against the Pyrethroid-Susceptible

and -Resistant Strains of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Journal of

Vector Ecology, 35(1), (hlm:106-115).

Umar, Muhammad Ihtisham., Mohammad Zaini Bin Asmawi., Amirin Sadikun.,

Rabia Altaf and Muhammad Adnan Iqbal. 2011. Phytochemistry and

Medicinal Properties of Kaempferia galanga L. (Zingiberaceae) Extracts.

African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 5 (14), (hlm:

1638-1647).

Umar, Muhammad Ihtisham., Mohd Zaini Asmawi., Amirin Sadikun., Item J.

Atangwho., Mun Fei Yam., Rabia Altaf and Ashfaq Ahmed. 2012.

Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate an Anti-

inflammatory Constituent from Kaempferia galanga L Extracts.

Molecules 2012, 17, (hlm: 8720-8734)

Winter, C. A., Risley, E. A., and Nuss, G. W. 1962. Carrageenan induced oedema

in hind paw of the rats as an assay for anti-inflammatory drugs. Proc.

Soc. Exp. Bio Med, 111. (hlm: 544-547).

Winyard, Paul G. & Derek A.Willoughby. 2003. Inflammation Protocols. Totowa,

New Jersey : Humana press. (hlm: 120).

Yassin, Gada and James S Dawson. 2007. Pharmacology. Mosby Elsevier:

Edinburgh (hlm: 183-187)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Kerangka Penelitian

Pembuatan senyawa uji N-Hidroksietil-p-

metoksi Sinamamida (NHPMS)

Uji aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS secara

in vivo dengan metode induksi karagenan

Kontrol Normal

tanpa induksi

karagenan

Kontrol Negatif

NaCMC 0,5%

Kontrol Positif

natrium diklofenak

Senyawa Uji

NHPMS

Variasi Dosis

100 mg/kgBB 50 mg/kgBB 25 mg/kgBB

Dihitung persentase udema

dan persentase inhibisi udema

Analisa Statistik

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Konversi Dosis Hewan (Jang-Woo; In-Chan; Chang-Gue. 2010)

Rumus Perhitungan Dosis Hewan (Jang-Woo; In-Chan; Chang-Gue. 2010)

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak

Dosis lazim natrium diklofenak untuk manusia adalah 150 mg/hari yang diberikan

dalam dosis terbagi 3 x 50 mg atau 2 x 75 mg per hari (Brunton et al, 2006). Maka

untuk seekor tikus dengan bobot 200 gram, dosis yang diberikan adalah :

HED (mg/kg) = Dosis Hewan (mg/kg) ×

50 mg/60kg = Dosis Hewan (mg/kg) ×

Dosis Hewan = 5,14 mg/kgBB

VAO =

2 mL =

Konsentrasi = 0,514 mg/mL

= 5,14 mg/10 mL suspensi NaCMC 0,5%

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Perhitungan Dosis Senyawa Uji NHPMS

A. Dosis Pemberian 100 mg/kgBB

VAO =

2 mL =

Konsentrasi = 10 mg/mL dibuat sebanyak 15 mL , maka

senyawa NHPMS yang ditimbang 10 mg/mL x 15 mL = 150 mg.

Prosedur : Ditimbang 150 mg senyawa NHPMS, didispersikan dalam

15 mL NaCMC 0,5%, digerus sampai homogen.

B. Dosis Pemberian 50mg/kgBB

VAO =

2 mL =

Konsentrasi = 5 mg/mL dibuat sebanyak 15 mL, maka senyawa

NHPMS yang ditimbang 5 mg/mL x 15 mL = 75 mg.

Prosedur : Ditimbang 75 mg senyawa NHPMS, didispersikan dalam

15 mL NaCMC 0,5%, digerus sampai homogen.

C. Dosis Pemberian 25mg/kgBB

VAO =

2 mL =

Konsentrasi = 2,5 mg/mL dibuat sebanyak 15 mL, maka senyawa

NHPMS yang ditimbang 2,5 mg/mL x 15 = 12,5 mg.

Prosedur : Ditimbang 12,5 mg senyawa NHPMS, didispersikan

dalam 15 mL NaCMC 0,5%, digerus sampai homogen.

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Skema Kerja Uji Aktivitas Antiinflamasi (Winter, 1962)

30 ekor tikus dikelompokkan ke

dalam 6 kelompok

Bobot tikus ditimbang

Perlakuan pada setiap kelompok :

Tikus ditandai dengan spidol pada

batas mata kaki kiri

Diukur volume awal kaki kiri tikus dengan alat

pletismometer

Kontrol

Normal

Tanpa

induksi

karagenan

Kontrol

Negatif

Suspensi

NaCMC

0,5%

Kontrol

Positif

Natrium

Diklofenak

dalam

NaCMC

0,5%

NHPMS

25mg/kg

BB

dalam

NaCMC

0,5%

NHPMS

50mg/kg

BB

dalam

NaCMC

0,5%

NHPMS

100mg/kg

BB

dalam

NaCMC

0,5%

Masing-masing disuntikkan suspensi karagenan 1% (0,2

mL) pada kaki kiri secara subplantar

Setelah

1 jam

Volume telapak kaki kiri tikus diukur setiap jam

selama 5 jam

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Dokumentasi

Pengelompokkan hewan uji

Pemberian senyawa uji secara oral

Penyuntikkan suspensi karagenan

secara subplantar

Pengukuran volume kaki kiri tikus

dengan alat pletismometer

(a) Sebelum diinduksi karagenan

(b) Setelah diinduksi karagenan 1%

(a) (b)

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Alat Pletismometer Na diklofenak, Karagenan, NaCMC

Senyawa NHPMS Suspensi NHPMS dalam NaCMC 0,5%

(25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100

mg/kgBB)

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Determinasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Sertifikat Kaji Etik

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Spektrum GCMS Senyawa NHPMS ( Reza, 2015)

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Volume Udema Telapak Kaki Tikus

Kelompok Kontrol Normal (Tanpa Induksi Karagenan)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

2 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

3 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

4 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

5 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03

Rata-Rata 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038

SD 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004

Kelompok Kontrol Negatif (Larutan NaCMC 0,5%)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,02 0,04 0,05 0,06 0,06 0,06

2 0,03 0,05 0,06 0,07 0,08 0,07

3 0,02 0,05 0,06 0,07 0,09 0,08

4 0,03 0,05 0,06 0,07 0,09 0,08

5 0,02 0,04 0,05 0,06 0,07 0,07

Rata-Rata 0,024 0,046 0,056 0,066 0,078 0,072

SD 0,005 0,005 0,005 0,005 0,013 0,008

Kelompok Kontrol Positif (Suspensi Na Diklofenak 5,14 mg/kgBB)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

2 0,03 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04

3 0,03 0,03 0,04 0,04 0,04 0,03

4 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

5 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

Rata-Rata 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,038

SD 0 0,007 0 0 0 0,004

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Kelompok Dosis I (25 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,03 0,03 0,04 0,04 0,06 0,05

2 0,03 0,03 0,04 0,04 0,06 0,05

3 0,03 0,03 0,04 0,05 0,06 0,05

4 0,03 0,04 0,04 0,05 0,05 0,06

5 0,03 0,04 0,04 0,05 0,05 0,06

Rata-Rata 0,03 0,034 0,04 0,046 0,056 0,054

SD 0 0,005 0 0,005 0,005 0,005

Kelompok Dosis II (50 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,03 0,04 0,06 0,07 0,06 0,06

2 0,03 0,05 0,06 0,07 0,07 0,07

3 0,04 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07

4 0,04 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07

5 0,04 0,06 0,07 0,07 0,08 0,07

Rata-Rata 0,036 0,054 0,066 0,07 0,07 0,068

SD 0,005 0,009 0,005 0 0,007 0,004

Kelompok Dosis III (100 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Volume udema (ml) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0,03 0,03 0,04 0,04 0,06 0,05

2 0,03 0,03 0,04 0,04 0,06 0,05

3 0,03 0,03 0,04 0,05 0,06 0,05

4 0,03 0,04 0,4 0,05 0,05 0,06

5 0,03 0,04 0,04 0,05 0,05 0,06

Rata-Rata 0,03 0,034 0,04 0,046 0,056 0,054

SD 0 0,005 0 0,005 0,005 0,005

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Tabel Rerata Volume Udema Telapak Kaki Tikus

Rerata Volume Udema (mL)

Kelompo

k

Rerata Volume (mL) udema ± SD pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

KNr 0,038±

0,004

0,038±

0,004

0,038±

0,004

0,038±

0,004

0,038±

0,004

0,038±

0,004

KN 0,024±

0,005

0,046±

0,005

0,056±

0,005

0,066±

0,005

0,078±

0,013

0,072±

0,008

KP 0,03±0 0,04±

0,007 0,04±0 0,04±0 0,04±0

0,038±

0,004

Dosis I 0,03±0 0,034±

0,005 0,04±0

0,046±

0,005

0,056±

0,005

0,054±

0,005

Dosis II 0,036±

0,005

0,054±

0,009

0,066±

0,005 0,07±0

0,07±

0,007

0,068±

0,004

Dosis III 0,022±

0,004 0,03±0 0,04±0

0,044±

0,005

0,048±

0,004

0,042±

0,004

Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi NaCMC 0,5%);

KP = Kontrol Positif (suspensi na diklofenak 5,14 mg/kgBB, Dosis I (NHPMS 25

mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III (NHPMS 100 mg/kgBB)

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Persentase Udema Telapak Kaki Tikus

Kelompok Kontrol Normal (Tanpa Induksi Karagenan)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0

Rata-Rata 0 0 0 0 0 0

SD 0 0 0 0 0 0

Kelompok Kontrol Negatif (Larutan NaCMC 0,5%)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 100 150 200 200 200

2 0 66,7 100 133,3 166,7 133,3

3 0 150 200 250 350 300

4 0 66,7 100 133,3 200 166,7

5 0 100 150 200 250 250

Rata-Rata 0 96,68 140 183,32 233,34 210

SD 0 34,14 41,83 50,01 71,68 66,25

Kelompok Kontrol Positif ( Suspensi Na Diklofenak 5,14 mg/kgBB)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3

2 0 66,7 33,3 33,3 33,3 33,3

3 0 0 33,3 33,3 33,3 0

4 0 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3

5 0 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3

Rata-Rata 0 33,32 33,3 33,3 33,3 26,64

SD 0 23,58 0 0 0 14,89

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Kelompok Dosis I (25 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 0 33,3 33,3 100 66,7

2 0 0 33,3 33,3 100 66,7

3 0 0 33,3 66,7 100 66,7

4 0 33,3 33,3 66,7 66,7 100

5 0 33,3 33,3 66,7 66,7 100

Rata-Rata 0 13,32 33,3 53,34 86,68 80,02

SD 0 18,24 0 18,29 18,24 18,24

Kelompok Dosis II (50 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 33,3 100 133,3 100 100

2 0 66,7 100 133,3 133,3 133,3

3 0 50 75 75 75 75

4 0 50 75 75 75 75

5 0 50 75 75 100 75

Rata-Rata 0 50 85 98,32 96,66 91,66

SD 0 11,81 13,69 31,93 23,99 25,67

Kelompok Dosis III (100 mg/kgBB Suspensi NHPMS)

Tikus ke- Persentase udema (%) pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

1 0 50 100 100 150 100

2 0 50 100 100 150 100

3 0 0 33,3 33,3 33,3 33,3

4 0 50 100 150 150 100

5 0 50 100 150 150 150

Rata-Rata 0 40 86,66 106,66 126,66 96,66

SD 0 22,36 29,83 48,03 52,19 41,51

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Tabel Rerata Persentase Udema Telapak Kaki Tikus

Rerata Persentase Udema (mL)

Kelompok Rerata Persentase (%) udema ± SD pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

KNr 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0 0±0

KN 0±0 96,68±

34,1

140±

41,9

183,32±

50

233,34±

71,7

210±

66,3

KP 0±0

33,32±

23,6

33,3±0

33,3±0

33,3±0

26,64±

14,9

Dosis I 0±0

13,32±

18,2

33,3±0

53,34±

18,3

86,68±

29,8

80,02±

18,2

Dosis II 0±0 50±

11,8

85±

13,7

98,32±

31,9

96,66±

23

91,66±

25,7

Dosis III 0±0

40±

22,4

86,66±

30

106,66±

48

126,66±

52,2

96,66±

41,5

Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi NaCMC 0,5%);

KP = Kontrol Positif (suspensi na diklofenak 5,14 mg/kgBB, Dosis I (NHPMS 25

mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III (NHPMS 100 mg/kgBB).

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Tabel Rerata Persentase Inhibisi Udema Telapak Kaki Tikus

Rerata Persentase Inhibisi Udema (%)

Kelompok Rerata Persentase (%) inhibisi udema pada jam ke-

0 1 2 3 4 5

KNr 0 0 0 0 0 0

KN 0 0 0 0 0 0

KP 0 65,53 76,21 81,83 85,72 87,31

Dosis I 0 86,22 76,21 70,9 62,85 61,89

Dosis II 0 48,28 39,28 46,36 58,57 56,35

Dosis III 0 58,62 38,1 41,81 45,71 53,97

Keterangan: KNr = Kontrol normal; KN = Kontrol Negatif ( suspensi NaCMC 0,5%);

KP = Kontrol Positif (suspensi na diklofenak 5,14 mg/kgBB, Dosis I (NHPMS 25

mg/kgBB), Dosis II (NHPMS 50 mg/kgBB), Dosis III (NHPMS 100 mg/kgBB)

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Perhitungan Persentase Udema Telapak Kaki Tikus

% udema =

Keterangan :

Vt : volume telapak kaki pada waktu t (setelah diinduksi karagenan)

V0 : volume telapak kaki pada waktu 0 (sebelum diinduksi karagenan.

(Oktiwilianti et al, 2015)

Persentase udema kelompok dosis I (50 mg/kgBB suspensi NHPMS) pada jam

ke-2 :

Tikus 1

% udema = -

x 100% = 33,3%

Tikus 2

% udema = -

x 100% = 66,7%

Tikus 3

% udema = -

x 100% = 50 %

Tikus 4

% udema = -

x 100% = 50 %

Tikus 5

% udema = -

x 100% = 50 %

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Perhitungan Rerata Persentase Inhibisi Udema

Telapak Kaki Tikus

Rerata % inhibisi udema = (

) x 100%

Keterangan :

a : rerata % udema kelompok kontrol negatif

b : rerata % udema kelompok uji

(Mohan et al, 2013)

Rerata persentase inhibisi udema kelompok dosis II (50 mg/kgBB suspensi

NHPMS) :

Jam ke- 1

Rerata % inhibisi udema = ( -

) x 100% = 48,28%

Jam ke- 2

Rerata % inhibisi udema = ( -

) x 100% = 39,28%

Jam ke- 3

Rerata % inhibisi udema = ( -

) x 100% = 46,36%

Jam ke- 4

Rerata % inhibisi udema = ( -

) x 100% = 58,57%

Jam ke- 5

Rerata % inhibisi udema = ( -

) x 100% = 56,35%

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Persentase Udema Seluruh Kelompok Uji

1. Uji Normalitas Kolmogorof - Smirnof

Tujuan : untuk melihat data persentase udema telapak kaki tikus

terdistribusi normal atau tidak

Hipotesis :

Ho : data persentase udema telapak kaki tikus terdistribusi normal

Ha : data persentase udema telapak kaki tikus tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :

J f ≥ H

J f ≤ H

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

N 25 25 25 25 25

Normal

Parametersa,b

Mean 46,6640 75,6520 94,9880

115,328

0

100,996

0

Std.

Deviation 35,36163

46,0941

8

61,9476

7

77,6866

6

70,4414

6

Most Extreme

Differences

Absolute ,182 ,261 ,187 ,178 ,226

Positive ,182 ,261 ,187 ,178 ,226

Negative -,153 -,179 -,160 -,146 -,128

Test Statistic ,182 ,261 ,187 ,178 ,226

Asymp. Sig. (2-tailed) ,031c ,000

c ,025

c ,039

c ,002

c

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus dari jam pertama

j u (ρ ≤ ).

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : untuk melihat data persentase udema telapak kaki tikus

terdistribusi homogen atau tidak

Hipotesis :

Ho : data persentase udema telapak kaki tikus terdistribusi homogen

Ha : data persentase udema telapak kaki tikus tidak terdistribusi homogen

Pengambilan keputusan :

J f ≥ maka Ho diterima

Jika nilai sign f ≤ H

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Jam1 ,913 4 20 ,475

Jam2 6,029 4 20 ,002

Jam3 4,718 4 20 ,008

Jam4 3,870 4 20 ,017

Jam5 2,981 4 20 ,044

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus pada jam pertama

u (ρ ≥ ) j - 2,3,4 dan 5 tidak

u (ρ ≤ ).

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji Kruskal - Wallis

Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data

persentase udema telapak kaki tikus

Hipotesis :

Ho : data persentase udema telapak kaki tikus tidak berbeda secara bermakna

Ha : data persentase udema telapak kaki tikus berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan :

J f ≥ maka Ho diterima

Jika nilai sign f ≤ H

Test Statistics

a,b

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Chi-Square 16,139 19,829 18,167 19,145 18,199

Df 4 4 4 4 4

Asymp. Sig. ,003 ,001 ,001 ,001 ,001

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Uji

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus seluruh kelompok pada

jam pertama sampai jam kelima berbeda secara bermakna (ρ ≤ ).

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Uji Mann - Whitney

Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase

udema pada telapak kaki tikus antar kelompok perlakuan

Hipotesis :

Ho : data persentase udema telapak kaki tikus tidak berbeda secara bermakna

antar kelompok perlakuan

Ha : data persentase udema telapak kaki tikus berbeda secara bermakna antar

kelompok perlakuan

Pengambilan keputusan :

J f ≥ maka Ho diterima

J f ≤ H

a) Kontrol Negatif dan Kontrol Positif

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 16,000 15,000 15,000 15,000 15,000

Z -2,471 -2,805 -2,805 -2,795 -2,694

Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 ,005 ,005 ,005 ,007

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,016

b ,008

b ,008

b ,008

b ,008

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

negatif dan kontrol positif pada jam pertama sampai jam kelima berbeda

secara bermakna (ρ ≤ ).

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Kontrol Negatif dan Dosis I ( 25 mg/kgBB )

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 15,000 15,000 15,000 15,000 15,000

Z -2,668 -2,805 -2,668 -2,660 -2,652

Asymp. Sig. (2-tailed) ,008 ,005 ,008 ,008 ,008

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,008

b ,008

b ,008

b ,008

b ,008

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

negatif dan kelompok dosis I ( 25 mg/kgBB) pada jam pertama sampai jam

kelima c (ρ ≤ )

c) Kontrol Negatif dan Dosis II ( 50 mg/kgBB )

Test Statisticsa

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 1,000 2,000 2,000 ,000 ,500

Wilcoxon W 16,000 17,000 17,000 15,000 15,500

Z -2,471 -2,300 -2,300 -2,635 -2,546

Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 ,021 ,021 ,008 ,011

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,016

b ,032

b ,032

b ,008

b ,008

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

negatif dan kelompok dosis II ( 50 mg/kgBB ) pada jam pertama sampai jam

kelima berbeda secara bermakna (ρ ≤ ).

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d) Kontrol Negatif dan Dosis III ( 100 mg/kgBB )

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

negatif dan kelompok dosis III ( 100 mg/kgBB ) pada jam ke-1,2,4 dan 5

c (ρ ≤ ) j ketiga tidak berbeda secara

(ρ ≥ ).

e) Kontrol Positif dan Dosis I ( 25 mg/kgBB )

Test Statisticsa

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 6,500 12,500 5,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 21,500 27,500 20,000 15,000 15,000

Z -1,386 ,000 -1,964 -2,835 -2,739

Asymp. Sig. (2-tailed) ,166 1,000 ,050 ,005 ,006

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,222

b 1,000

b ,151

b ,008

b ,008

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

positif dan kelompok dosis I ( 25 mg/kgBB ) pada jam pertama sampai jam

c (ρ ≥ 0,05), dan pada jam kelima

c (ρ ≤ ).

Test Statisticsa

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U ,000 4,000 4,000 ,000 1,000

Wilcoxon W 15,000 19,000 19,000 15,000 16,000

Z -2,712 -2,008 -1,798 -2,703 -2,432

Asymp. Sig. (2-tailed) ,007 ,045 ,072 ,007 ,015

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,008

b ,095

b ,095

b ,008

b ,016

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

f) Kontrol Positif dan Dosis II ( 50 mg/kgBB)

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 6,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 21,000 15,000 15,000 15,000 15,000

Z -1,424 -2,835 -2,835 -2,805 -2,730

Asymp. Sig. (2-tailed) ,154 ,005 ,005 ,005 ,006

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,222

b ,008

b ,008

b ,008

b ,008

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

positif dan kelompok dosis II ( 50 mg/kgBB ) pada jam pertama tidak

c (ρ ≥ 0,05) dan pada jam ke-2,3,4 dan 5 berbeda

c (ρ ≤ ).

g) Kontrol Positif dan Dosis III ( 100 mg/kgBB )

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 8,500 2,500 2,500 2,500 2,000

Wilcoxon W 23,500 17,500 17,500 17,500 17,000

Z -,876 -2,449 -2,372 -2,449 -2,373

Asymp. Sig. (2-tailed) ,381 ,014 ,018 ,014 ,018

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,421

b ,032

b ,032

b ,032

b ,032

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok kontrol

positif dan kelompok dosis III ( 100 mg/kgBB ) pada jam pertama tidak

c (ρ ≥ 0,05) dan pada jam ke-2,3,4 dan 5 berbeda

c (ρ ≤ ).

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h) Dosis I ( 25 mg/kgBB ) dan Dosis II ( 50 mg/kgBB )

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 1,000 ,000 ,000 9,000 7,000

Wilcoxon W 16,000 15,000 15,000 24,000 22,000

Z -2,495 -2,835 -2,694 -,785 -1,193

Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 ,005 ,007 ,432 ,233

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,016

b ,008

b ,008

b ,548

b ,310

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok dosis I (25

mg/kgBB) dan kelompok dosis II ( 50 mg/kgBB ) pada jam pertama sampai

j c (ρ ≤ ) j

jam kelima tidak berbeda secara bermak (ρ ≥ 0,05).

i) Dosis I ( 25 mg/kgBB ) dan Dosis III ( 100 mg/kgBB )

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 3,500 2,500 4,000 5,000 8,000

Wilcoxon W 18,500 17,500 19,000 20,000 23,000

Z -2,012 -2,449 -1,832 -1,643 -1,017

Asymp. Sig. (2-tailed) ,044 ,014 ,067 ,100 ,309

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,056

b ,032

b ,095

b ,151

b ,421

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok dosis I ( 25

mg/kgBB) dan kelompok dosis III ( 100 mg/kgBB ) pada jam pertama dan

jam kedua berbeda secara bermakna (ρ ≤ ) j sampai

j c (ρ ≥ 0,05).

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

j) Dosis II ( 50 mg/kgBB) dan Dosis III ( 100 mg/kgBB)

Test Statistics

a

Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5

Mann-Whitney U 10,000 9,000 9,000 5,000 9,500

Wilcoxon W 25,000 24,000 24,000 20,000 24,500

Z -,643 -,837 -,747 -1,627 -,655

Asymp. Sig. (2-tailed) ,521 ,403 ,455 ,104 ,512

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,690

b ,548

b ,548

b ,151

b ,548

b

a. Grouping Variable: Uji

b. Not corrected for ties.

Keputusan : data persentase udema telapak kaki tikus kelompok dosis II (50

mg/kgBB) dan kelompok dosis III ( 100 mg/kgBB ) pada jam pertama sampai

j c (ρ ≥ 0,05).