BAB 2 Fix - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00687- TI Bab...
Transcript of BAB 2 Fix - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00687- TI Bab...
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lean Manufacturing
Ohno (1997) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003) menjelaskan bahwa
ide dasar di balik sistem lean manufacturing, yang telah dipraktekkan selama
bertahun-tahun di Jepang, mencakup eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta
peningkatan kemampuan pekerja. Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis
sangatlah berbeda dengan filosofi yang telah lama diterapkan di Amerika.
Kepercayaan tradisional Barat beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk
memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu ke dalam
ongkos manufaktur agar dapat menaikkan harga jual seperti yang diinginkan.
Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator
harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk dan
semakin banyak jasa yang ditawarkan, maka semakin besar juga harga yang rela
dibayar oleh konsumen. Ilmu lean manufacturing bekerja dalam setiap tahapan di
value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya,
meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing
dalam pertumbuhan pasar global.
9
1Konsep dasar dalam Lean Manufacturing dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pendefinisian pemborosan (waste)
Seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir
dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah) dan
non-value added (tidak memberikan nilai tambah). Setiap proses yang
non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi.
2. Standardisasi proses
Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang rinci,
disebut sebagai standardisasi kerja. Hal ini mengeliminasi variasi pekerja
dalam melakukan pekerjaannya.
3. Continuous flow
Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontinu, bebas dari
bottlenecks, interruption, atau waiting. Bila hal ini berhasil
diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga
90%.
4. Pull production
Disebut juga just in time (JIT) yang bertujuan menghasilkan produk yang
dibutuhkan pada waktu yang dibutuhkan.
1 Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
10
5. Quality at the source
Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas
dilakukan pekerja pada lini proses produksi.
6. Continuous improvement
Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk
mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.
2.2 Jenis jenis waste
2Lean berfokus pada peniadaan atau pengurangan pemborosan, dan juga
peningkatan atau pemanfaatan secara total aktivitas yang akan meningkatkan nilai
ditinjau dari sudut pandang konsumen. Nilai sama artinya dengan segala sesuatu yang
ingin dibayar oleh konsumen untuk suatu produk. Semua kegiatan tersebut dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Menciptakan nilai bagi produk (value added activities) adalah aktivitas yang
mentransformasi material atau informasi yang diinginkan dari sudut pandang
konsumen.
b. Tidak dapat menciptakan nilai, tapi tidak dapat dihindari dengan teknologi
dan aset yang sekarang dimiliki dan dibutuhkan untuk mentransformasi
material menjadi produk (necessary non value added activities)
c. Tidak dapat menciptakan nilai bagi produk (non value added activities)
2 Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
11
3Toyota telah mengidentifikasikan tujuh jenis waste yang tidak menambah nilai
dalam proses bisnis atau manufaktur. Ketujuh jenis waste tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Waste of overproduction
Produk yang diproduksi namun tidak dapat dijual merupakan waste of
overproduction. Waste ini dapat berupa memproduksi sesuatu lebih awal
dari yang dibutuhkan atau memproduksi dalam jumlah yang lebih besar
daripada yang dibutuhkan pelanggan.
2. Waste of motion
Pergerakan karyawan dalam mengerjakan produk adalah keniscayaan
yang memang harus terjadi. Namun apabila terjadi gerakan yang tidak
memberikan nilai tambah bagi produk maka dapat dikategorikan sebagai
waste. Gerakan yang tidak perlu antara lain mencari, memilih atau
menumpuk komponen, alat dan lain sebagainya.
3. Transportation waste
Pada sistem yang didesain dengan bagus, tempat kerja dan tempat
penyimpanan berada berdekatan agar perpindahan bahan dekat. Peralatan
diletakkan pada tempat alat tersebut digunakan. Material dipindahkan
kedalam proses sesuai dengan kebutuhan.
3 Liker, J.K and Meier D. (2006). The Toyota Way Fieldbook. US: McGraw-Hill.
12
4. Processing waste
Proses yang tidak memberikan nilai tambah harus dihilangkan. Perubahan
desain produk sering menyebabkan pengurangan beberapa part pada
produk akhir. Processing waste dapat berupa melakukan proses yang tidak
perlu, atau melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien.
5. Waste time
Waste time dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu waiting time dan
queuing time. Waiting time terjadi apabila suatu part sudah selesai
diproses, namun part yang lain yang akan dirakit bersamanya belum
selesai. Queuing time terjadi apabila suatu part sudah selesai dikerjakan,
namun mesin yang akan mengerjakan part tersebut masih mengerjakan
pekerjaan yang lain.
6. Defective product
Waste ini timbul akibat memproduksi produk atau komponen yang cacat,
atau memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap,
memproduksi barang pengganti, dan inspeksi, berarti tambahan
penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia.
7. Excess inventory
Waste yang timbul akibat inventory yang berlebihan. Pengeluaran-
pengeluaran akibat waste ini antara lain adalah biaya gudang, biaya karena
produk menjadi usang, dan produk rusak.
13
2.3 Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing
Perusahaan dapat memilih metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya di perusahaan. Beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menerapkan Lean Manufacturing adalah sebagai berikut.4
2.3.1 Diagram Supplier, Input, Process, Output, Costumer (SIPOC)
SIPOC digunakan untuk menunjukkan aktivitas mayor, atau sub-proses dalam
sebuah proses bisnis, bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses, yang
disajikan dalam Supplier, Input, Process, Output, Costumer. Dalam mendefinisikan
proses-proses kunci beserta pelanggan yang terlibat dalam suatu proses yang
dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC. Model SIPOC adalah paling banyak
digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim
dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
Supplier adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan
informasi, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu
proses terdiri dari beberapa sub-proses, maka sub-proses sebelumnya
dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal supplier).
Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh supplier kepada
proses.
4 Mekong Capital. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.
14
Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara
ideal menambah nilai kepada input (proses transformasi nilai tambah
kepada input). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
Output adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam
industri manufaktur ouput dapat berupa barang setengah jadi maupun
barang jadi (final product). Termasuk kedalam output adalah
informasi-informasi kunci dari proses.
Customer adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang
menerima output. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses,
maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan
internal (internal customer).
2.3.2 Value stream mapping (VSM)
Value stream adalah sekumpulan dari kegiatan yang didalamnya terdapat
kegiatan yang memberikan nilai tambah dan ada juga yang tidak memberikan nilai
tambah. Kegiatan ini dibutuhkan untuk membawa produk maupun satu grup produk
dari sumber yang sama melewati aliran-aliran utama, mulai dari raw material hingga
ke tangan konsumen.
VSM merupakan suatu alat perbaikan dalam perusahaan yang digunakan
untuk membantu memvisualisasikan proses produksi secara menyeluruh, yang
mempresentasikan baik aliran material juga aliran informasi.
15
5Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan
disepanjang value stream dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi
pemborosan tersebut. Mengambil langkah ditinjau dari segi value stream berarti
bekerja dalam satu lingkup gambar yang besar (bukan proses-proses individual), dan
memperbaiki keseluruhan aliran dan bukan hanya mengoptimalkan aliran secara
sebagian. VSM dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi setiap
perusahaan yang ingin menjadi lean. Rother dan Shook (1999) seperti dikutip oleh
Abdullah (2003), menyimpulkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan
penerapan konsep VSM adalah sebagai berikut :
1. Untuk membantu perusahaan memvisualisasikan lebih dari sekedar proses
tunggal (misalnya: proses perakitan dan juga pengelasan) dalam produksi.
Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.
2. Pemetaan membantu perusahaan tidak hanya melihat pemborosan yang ada
tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream.
3. Value stream menggabungkan antara konsep lean dan teknik yang dapat
membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep yang
salah.
4. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan
merancang bagaimana keseluruhan aliran yang door-to-door, diharapkan
konsep lean ini dapat mengoperasikan bagian yang hilang dalam upaya me- 5 Rother, M dan Shook, J . (2003). Learning to See, Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute, Inc.
16
lean-kan suatu value stream map menjadi blueprint dalam
mengimplementasikan proses yang lean.
Dua langkah utama dalam pemetaan value stream, yaitu :
1. Pembuatan current state map untuk memetakan kondisi di lantai pabrik
saat ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja yang
terjadi.
2. Pembuatan future state map sebagai usulan rancangan perbaikan dari
current state map yang ada.
2.3.2.1 Current state Map
6Tahapan pembuatan current state map adalah sebagai berikut :
1. Penentuan family product yang akan dijadikan sebagai model line
Tujuan pemilihan model-line adalah agar penggambaran sistem fokus
pada satu produk saja yang bisa dianggap sebagai acuan dan
representasi dari sistem produksi yang ada.
2. Pembuatan peta untuk setiap kategori proses (door-to-door flow) di
sepanjang value-stream
Pada tahap ini dilakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori
proses. Untuk setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk
lead time, cycle time, uptime, jumlah operator dan waktu kerja (sudah
dikurangi dengan waktu istirahat), level inventory, dan lain-lain perlu 6 Rother, M dan Shook, J. (2003). Learning to See, Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
17
didokumentasikan. Yang semuanya akan dimasukkan dalam suatu data
box untuk masing-masing proses. Untuk setiap pembuatan data box,
ukuran-ukuran yang diperlukan antara lain:
a. Cycle time (C/T)
Adalah waktu yang dibutuhkan oleh satu operator untuk
menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan kerja dalam membuat
satu part sebelum mengulangi kegiatan untuk membuat part
berikutnya.
b. Uptime
Menunjukkan kapasitas mesin yang digunakan dalam
mengerjakan satu proses.
c. Jumlah operator
Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat melakukan
suatu proses.
Lambang-lambang yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses
VSM pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
18
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses
No. Nama Lambang Fungsi
1. Customer
/ Supplier
Merepresentasikan Supplier bila
diletakkan di kiri atas, yakni sebagai
titik awal yang umum digunakan
dalam penggambaran aliran material.
Sementara gambar akan
merepresentasikan Customer bila
ditempatkan di kanan atas, biasanya
sebagai titik akhir aliran material.
2. Dedicated
Process
Menyatakan proses, operasi, mesin
atau departemen yang melalui aliran
material. Secara khusus, untuk
menghindari pemetaan setap langkah
proses yang tidak diinginkan, maka
lambang ini biasanya
merepresentasikan satu departemen
dengan aliran internal yang kontinu.
19
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
3. Data Box
Lambang ini memiliki lambang-
lambang didalamnya yang
menyatakan informasi / data yang
dibutuhkan untuk menganalisis dan
mengamati sistem.
4. Inventory Menunjukkan keberadaan suatu
inventory diantara dua proses.
Ketika memetakan current state,
jumlah inventory dapat
diperkirakan dengan satu
perhitungan cepat, dan jumlah
tersebut dituliskan dibawah gambar
segitiga. Jika terdapat lebih dari
satu akumulasi inventory, gunakan
satu lambang untuk masing-masing
inventory. Lambang ini juga dapat
digunakan untuk merepresentasikan
penyimpanan bagi raw material
dan finished goods.
20
Tabel 2.1 Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
5. Operator
Lambang ini merepresentasikan
operator. Lambang ini
menunjukkan jumlah operator yang
dibutuhkan untuk melakukan suatu
proses.
Rother, M dan Shook, J. (2003). Learning to See, Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
3. Pembuatan peta aliran material dan informasi keseluruhan pabrik
Kesatuan peta alur value-stream juga mencakup aliran material yang
harus ada dalam peta. Selain aliran material, maka yang tak kalah
pentingnya dalam peta value-stream adalah aliran informasi yang juga
mencakup aliran yang ditunjukkan dengan tanda push arrow.
Penggambaran shipment dan lead time bar dari bahan mentah hingga
produk jadi (finished good) yang telah berada di shipping-end untuk
dikirim ke konsumen. Dengan demikian peta current state map telah
lengkap. Pada tahapan ini, maka gambar yang telah dibuat pada tahap
sebelumnya, disempurnakan dengan lambang-lambang yang dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
21
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan
No. Nama Lambang Fungsi
1. Shipments
Merepresentasikan pergerakan raw
material dari supplier hingga
menuju gudang penyimpanan akhir
di pabrik, atau pergerakan dari
produk akhir di gudang
penyimpanan pabrik hingga sampai
ke konsumen.
2. Push
Arrows
Merepresentasikan pergerakan
material dari satu proses menuju
proses berikutnya. Push memiliki
arti bahwa proses dapat
memproduksi sesuatu tanpa
memandang kebutuhan cepat dari
proses yang bersifat downstream.
22
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
3. External
Shipments
Melambangkan pengiriman yang
dilakukan dari supplier ke
konsumen atau pabrik ke konsumen
dengan menggunakan
pengangkutan eksternal (di luar
pabrik).
4. Production
Control
Merepresentasikan penjadwalan
produksi utama atau departemen
pengontrolan, orang atau operasi.
5. Manual
Info
Gambar anak panah yang lurus dan
tipis menunjukkan aliran informasi
umum yang bisa diperoleh melalui
catatan, laporan ataupun
percakapan. Jumlah dan jenis
catatan lain bisa jadi relevan.
23
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
6. Electronic
Info
Merepresentasikan aliran elektronik
seperti melalui: Electronic Data
Interchange (EDI), internet,
intranet, LANs (Local Area
Network), WANS (Wide Area
Network). Melalui anak panah ini,
maka dapat diindikasikan jumlah
informasi atau data yang
dipertukarkan, jenis media yang
digunakan seperti fax, telepon, dan
lain-lain dan juga jenis data yang
dipertukarkan itu sendiri.
7. Other
Menyatakan informasi atau hal lain
yang penting.
24
Tabel 2.2 Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan (Lanjutan)
No. Nama Lambang Fungsi
8. Timeline
Menunjukkan waktu yang
memberikan nilai tambah (cycle
times) dan waktu yang tidak
memberikan nilai tambah (waktu
menunggu). Lambang ini
digunakan untuk menghitung Lead
time dan Total Cycle time.
Rother, M dan Shook, J. (2003). Learning to See, Value Stream Mapping to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute,Inc.
2.3.2.2 Future State Map
Langkah terakhir dalam VSM adalah membuat suatu future state map. Tujuan
dari VSM adalah untuk mengetahui dengan jelas sumber-sumber pemborosan dan
membantu membuat area target bagi proses perbaikan yang nyata. Future state map
tidaklah lebih dari sekedar pengimplementasian rencana yang menjelaskan tool yang
dibutuhkan dalam proses lean untuk mengeliminasi pemborosan dan dimana (pada
proses apa) tool tersebut diperlukan dalam value stream suatu produk. Petunjuk untuk
pembuatan future state map adalah sebagai berikut :
25
1. Mengembangkan aliran yang kontinu (continuous flow) di tempat yang
memungkinkan.
Continuous flow menunjukkan proses untuk memproduksi suatu produk
dalam satu waktu, dimana setiap item dengan segera melewati satu proses ke
proses berikutnya tanpa adanya stagnasi (juga tidak terdapat berbagai
pemborosan) di antara proses tersebut.
2. Menggunakan supermarket untuk mengontrol produksi saat aliran kontinu
(continuous flow) tidak sampai tahap upstream.
Adakalanya beberapa area dalam value stream dimana continuous flow tidak
mungkin diimplementasikan sementara pengelompokkan diperlukan. Ada
beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini, diantaranya :
1. Beberapa proses yang memang dirancang untuk beroperasi dalam waktu
siklus yang sangat cepat atau bahkan sangat lambat dan butuh change over
untuk melayani famili produk sekaligus.
2. Beberapa proses, seperti proses yang terdapat pada supplier, memiliki
letak yang jauh sehingga pengiriman satu produk dalam satu waktu
menjadi tidak realistis.
3. Beberapa proses memiliki terlalu banyak lead time atau sangatlah tidak
masuk akal untuk menggabungkan secara langsung antara proses yang
satu dengan proses yang lain dalam satu continuous flow.
26
Pengendalian produksi sering melalui supermarket berbasis pull-systems. Pull-
systems biasanya perlu diletakkan di area yang continuous flow-nya terganggu
serta proses yang sifatnya upstream masih harus diterapkan dalam satu ukuran
batch. Tujuan meletakkan pull-system diantara dua proses adalah sebagai sarana
untuk memberikan instruksi produksi yang akurat terhadap proses yang sifatnya
upstream, tanpa perlu mencoba memprediksi permintaan downstream dan
menjadwalkan proses yang upstream. Pull merupakan metode pengendalian
produksi antar aliran. Tanda supermarket terbuka di sisi kiri, menghadap proses
pengiriman yang dilakukan supplier. Ini dikarenakan supermarket merupakan
bagian dari proses supply dan digunakan dalam proses penjadwalan.
2.4 Process Cycle Efficiency (PCE)
7PCE adalah efisiensi relatif dalam sebuah proses. PCE mewakili persentase
dari waktu yang dipergunakan untuk menambahkan nilai pada produk dibandingkan
total waktu yang dipergunakan produk selama proses per satu siklus part dalam
satuan waktu. PCE dihitung dengan menggunakan (Gasperz,2008) :
PCE =
7 Gaspersz, V. (2008). Lean Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
27
2.5 Studi Waktu (Time Study)
8Metode pengukuran waktu dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
1. Pengukuran waktu secara langsung
Yaitu pengukuran yang dilakukan di tempat dimana pekerjaan
bersangkutan dijalankan, ada dua jenis, yaitu:
a. Metode Sampling Pekerjaan: Pengamatan dilakukan pada waktu-
waktu tertentu yang telah ditentukan secara acak/random.
b. Metode Jam Henti: Menggunakan instrumen stopwatch dimana
metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang.
2. Pengukuran waktu secara tidak langsung
Yaitu pengukuran waktu yang dilakukan tanpa harus berada di tempat
pekerjaan, tetapi dengan membaca grafik atau tabel yang tersedia.
Pengukuran dilakukan terhadap pekerja yang diambil secara acak untuk
mencari pekerja normal. Pengambilan sampel dapat dibagi dua yaitu
pengambilan sampel secara acak dan pengambilan sampel secara tidak
acak. Pengambilan sampel secara acak artinya setiap anggota dalam
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Salah satu
caranya adalah stratified random sampling dimana populasi dibagi atas
8 Barnes, R. M. (2009). Motion and Time Study and Measurement of work. Wiley India.
28
beberapa kelas dan dari setiap kelas dilakukan penarikan sampel secara
acak.
Waktu yang diambil adalah waktu siklus dan beberapa pengujian yang dilakukan
yaitu:
1. Pengujian keseragaman data
Pengujian keseragaman data dilakukan dengan menetapkan batas kontrol
atas dan batas kontrol bawah dari sebaran data tersebut. Penentuan batas
kontrol atas dan batas kontrol bawah tergantung pada tingkat ketelitian
dan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 5%
dan tingkat keyakinan 95% batas kontrol data ditentukan oleh rumusan
matematis yang diperoleh secara statistik yaitu:
Batas kontrol atas = + 2 σ
Batas kontrol bawah = – 2 σ
Dimana : = rata-rata nilai pengamatan x
σ = standar deviasi nilai pengamatan x
2. Pengujian jumlah data yang dibutuhkan
Pengujian jumlah data dibutuhkan untuk melihat apakah data yang
tersedia memenuhi tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang telah
ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% jumlah
data yang dibutuhkan adalah:
29
N’=
Dimana : N’ = jumlah data yang dibutuhkan
N = jumlah data pengamatan
Apabila N’ > N maka diperlukan pengukuran tambahan hingga memenuhi jumlah
yang diperlukan. Apabila N’ < N maka data pengukuran pendahuluan sudah
mencukupi.
2.6 Persediaan
9Pengertian persediaan menurut Assauri, Sofjan (1999:169) adalah:
”Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk
dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang
masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang
menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi”.
2.6.1 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
10Penyebab permasalahan dalam persediaan probabilistik adalah adanya
permintaan barang tiap harinya tidak diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui
hanya berupa pola permintaannya yang diperoleh berdasarkan data masa lalu.
Pendekatan yang paling sederhana untuk memecahkan permasalahan ini adalah
dengan memandang bahwa posisi persediaan barang yang tersedia digudang sama 9 Assauri, S. (1999). Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
10 Bowersox, Donald J., Closs, David J. (1996). Logistical management : the integrated supply chain process (1st Edition ed.). McGraw Hill.
30
dengan posisi persediaan barang pada sistem persediaan deterministik akan tetapi
ditambahkannya suatu cadangan pengaman (safety stock) untuk mengantisipasi dan
meredam fluktuasi permintaan.
1. Sistem persediaan dengan pengamatan kontinu (Metode Q)
Perusahaan mengamati tingkat persediaan secara kontinu dan
melakukan pemesanan jika tingkat persediaan mencapai reorder point.
Dapat dirumuskan sebagai berikut.
• Target Level ( Re-order point )
Reorder Point = (LD x AU) + SS
Keterangan :
LD = Lead time
AU = Average usage
SS = Safety stock
• Rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level)
I = [ SS + (Q × ½ ) ]
Keterangan :
Q = Quantity
2. Sistem persediaan dengan pengamatan periodik (Metode P)
Perusahaan mengamati tingkat persediaan secara periodik dan
pemesanan dilakukan pada saat tersebut jika diperlukan.
31
Tabel 2.3 Asumsi Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
No. Asumsi Model Q Asumsi Model P
1. Besarnya pemesanan adalah
tetap.
interval pemesanannya tetap sedangkan
kuantitas
pesanannya berubah- ubah.
2. Selang waktu antara dua
pemesanan berturut-turut
adalah tidak tetap,
tergantung pada kecepatan
pemakaian barang dalam
persediaan.
Jumlah permintaan tidak pasti atau
berfluktuasi dan jumlah pemesanan
akan bervariasi tergantung permintaan
yang sesuai dengan target
persediaan.
3. Pemesanan kembali dilakukan
jika jumlah barang dalam
persediaan telah
mencapai suatu batas tertentu
yang disebut titik pemesanan
kembali
(Reorder point).
Selang waktu antara dua pemesanan
beruntun adalah tetap.
32
Tabel 2.3 Asumsi Model Pengendalian Persediaan Probabilistik (Lanjutan)
No. Asumsi Model Q Asumsi Model P
4. Adanya sistem persediaan
pengaman, yaitu sejumlah
persediaan yang
disiapkan untuk menghadapi
adanya perubahan permintaan
Tidak memiliki titik pemesanan kembali,
sebagai gantinya adalah selang
waktu yang tetap untuk pemesanan
kembali.
2.7 Persediaan Pengamanan (Safety Stock)
11Safety Stock menurut Assauri, Sofjan (1999:186) adalah persediaan
tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya
kekurangan bahan (out of stock). Kemungkinan terjadinya out of stock dapat
disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan
semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Pengadaan
persediaan pengaman oleh perusahaan dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang
ditimbulkan karena terjadinya out of stock.
Faktor- faktor yang menentukan besarnya safety stock :
a. Penggunaan bahan baku rata-rata
b. Faktor lama atau lead time (procurement time)
11 Assauri, S. (1999). Manajemen Produksi dan Operasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
33
Safety stock bertujuan untuk menentukan berapa besar stock yang dibutuhkan
selama masa tenggang untuk memenuhi besarnya permintaan. Untuk menaksir
besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih teliti yaitu dengan metode
sebagai berikut :
1. Metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian
maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu
(misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Berikut ini adalah persamaannya:
Safety stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time
2. Metode statistika.
Untuk menentukan besarnya safety stock dengan metode ini, terlebih dahulu
harus menghitung standar deviasi dari demand. Standar deviasi merupakan
Merupakan perhitungan ukuran sebaran data yang menunjukan penyimpangan
setiap demand bahan baku terhadap rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesalahan perhitungan hasil
peramalan (demand) terhadap demand rata-rata, ini akan berpengaruh
terhadap perhitungan safety stock selama lead time.
Persamaan perhitungan standar deviasi ialah sebagai berikut:
σ =
34
Keterangan:
= Standar deviasi (tingkat kesalahan)
Xi = Demand/kebutuhan bahan baku
= Rata-rata demand/kebutuhan bahan baku
n = Jumlah periode
Untuk menghitung besarnya Safety Stock dipengaruhi dua faktor yaitu:
1. Besarnya derajat signifikan standar deviasi pada kurva normal (Z)
yang digunakan dalam hal ini adalah service level.
2. Lamanya jangka waktu (lead time) yang digunakan sebagai dasar
perhitungan.
Penentuan kapasitas safety stock dilakukan untuk menjaga atau menghindari
kekosongan bahan baku (out of stock) sehingga permintaan (project order) dapat di
penuhi selama masa Lead Time. Adapun persamaan dalam menghitung safety stock
adalah sebagai berikut:
Safety Stock =
Keterangan:
SS = Persediaan pengaman selama lead time
Z = Perhitungan pada table Z kurva normal
LT = Lead time
= Standar deviasi
35
Rumus di atas digunakan untuk menentukan persediaan pengaman bagi
bahan-bahan yang bergerak cepat, yakni dengan menggunakan distribusi normal.
2.8 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
12Menurut Heizer dan Render (2005) model-model persediaan
mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menuggu sampai tingkat
persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika
kiriman akan diterima. Keputusan akan memesan biasanya diungkapkan dalam
konteks titik pemesanan ulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukan
pemesanan.
Kegunaan utama dari ROP ini adalah
1. Untuk tetap dapat memenuhi permintaan pasar selama dalam waktu
tenggang pemesanan.
2. Metode ROP ini implementasinya memerlukan data mengenai rata-
rata pemakaian barang per harian dan ukuran pengamanan stok untuk
memenuhi permintaan selama masa tenggang.
3. Peran ROP ini dalam pengendalian persediaan barang cukup vital
karena dengan adanya ROP ini maka selama waktu tenggang
pemesanan barang, permintaan pasar akan barang dapat tetap
terpenuhi.
12 Jay Heizer, B. R. (2007). Operation Management : Student Lecture Guide. Pearson Prentice Hall.
36
Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :
1. Lead time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku
dipesan hingga sampai diperusahaan. Lead time ini akan mempengaruhi
besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time, semakin
lama lead time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama
masa lead time.
2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Safety stock, yaitu jumlah persediaan bahan minimum yang harus dimiliki
oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya
bahan baku, sehingga tidak terjadi stagnasi.