Uii Skripsi 06410128 Ahmad Yusro Arifin 06410128 AHMAD YUSRO ARIFIN 8971560367 Bab 1
-
Upload
sammy-bwdn -
Category
Documents
-
view
77 -
download
1
Transcript of Uii Skripsi 06410128 Ahmad Yusro Arifin 06410128 AHMAD YUSRO ARIFIN 8971560367 Bab 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar dari penduduknya
memeluk agama Islam. Dalam ajaran agama Islam, mengatur banyak hal yang
ditujukan pada umatnya. Salah satu ajaran agama Islam yaitu diwajibkan setiap
umatnya untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang dibolehkan oleh
ajaran-ajaran agama Islam. Dalam hal ini makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh umat muslim diwajibkan halal.
Kalau telah ada seruan kepada seluruh umat manusia agar memakan
makanan yang halal dan baik, niscaya kepada kaum yang beriman perintah ini
lebih ditekankan lagi1. Pada dasarnya tiap-tiap barang (zat) di permukaan bumi
ini menurut aslinya adalah halal, terkecuali kalau ada larangan dari syara atau
karena mudaratnya.
Sabda Rasulullah saw :
Rasullullah saw. telah ditanya orang dari hal hukum minyak sapi (samin), keju, dan farwah (kulit) binatang beserta bulunya yang dipakai untuk perhiasan atau tempat duduk. Jawab beliau: “barang yang halal oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal; dan barang yang haram oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah haram; dan sesuatu yang tidak diterangkan-Nya, maka barang itu termasuk yang di maafkan-Nya, sebagai kemudahan bagi kamu.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).2
1Hamka, Tafsir Al Azhar Juz II, Ctk.Ketiga, Pustaka panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 55
Sebagian telah dijelaskan dahulu makanan sangatlah berpengaruh kepada kejiwaan dan sikap hidup. Makanan menentukan juga kepada kehalusan atau kekasaran budi seseorang
2Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Ctk.Keduapuluh, Sinar Baru, Bandung, 1987, hlm. 429
2
Dari hadits diatas jelas semua makanan yang boleh dimakan atau
makanan yang dihalalkan sudah tercantum dalam Al qur’an sebagai firman
Allah. Dan dilengkapi dengan hadits-hadits yang ada.
Makanan halal atau persoalan halal dan haram bagi umat Islam adalah
sesuatu yang sangat penting, yang menjadi bagian dari keimanan dan
ketaqwaan. Perintah untuk mengkonsumsi yang halal dan larangan
menggunakan yang haram sangat jelas dalam tuntunan agama Islam.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
bahan pangan diolah melalui berbagai teknik pengolahan dan metode
pengolahan baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sehingga menjadi
produk yang siap dilempar untuk dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia.
Sebagian besar produk industri pangan dan teknologi pangan dunia tidak
menerapkan sistem sertifikasi halal.
Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional,
internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk
lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik
pemprosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan
bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang
mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.
Dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan
penandaan kehalalan produk mendapat perhatian baik dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia
sekaligus sebagai strategi menghadapi tantangan globalisasi dengan berlakunya
3
sistem pasar bebas dalam kerangka ASEAN - AFTA, NAFTA, Masyarakat
Ekonomi Eropa, dan Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade
Organization). Sistem perdagangan internasional sudah lama mengenal
ketentuan halal dalam CODEX yang didukung oleh organisasi internasional
berpengaruh antara lain WHO, FAO, dan WTO. Negara-negara produsen akan
mengekspor produknya ke negara-negara berpenduduk Islam termasuk
Indonesia. Dalam perdagangan internasional tersebut “label/tanda halal” pada
produk mereka telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan
akses pasar untuk memperkuat daya saing produk domestiknya di pasar
internasional3.
Respons positif terhadap kepentingan sertifikasi dan pencantuman
tanda halal pada pangan dan produk lainnya telah dilakukan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dengan diterbitkannya beberapa peraturan perundang-
undangan secara parsial, tidak konsisten, terkesan tumpang tindih, dan tidak
sistemik yang berkaitan dengan sertifikasi dan pencantuman tanda halal. Oleh
karena itu pengaturan demikian belum memberikan kepastian hukum dan
jaminan hukum bagi umat Islam untuk mengenal pangan dan produk lainnya
yang halal.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-undang Nomor 6
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
3http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/37/RUU_Jaminan_Produk_Halal 28
Oktober 2009, 08.00.
4
Konsumen dan peraturan pelaksanaannya belum memberikan kepastian hukum
dan jaminan hukum kepada umat Islam untuk mengenal pangan dan produk
lainnya yang halal.
Dalam undang-undang perlindungan konsumen yang pada pasal 2
termuat asas dari perlindungan konsumen itu sendi yaitu yang berbunyi :
”Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”4. Disini
konsumen sudah jelas mendapatkan perlindungan hukum dari adanya undang-
undang ini. Pada pasal 4 juga mengatur hak-hak yang didapatkan konsumen
yang antara lain sebagai berikut:
a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.5
Selain memuat hak-hak bagi konsumen, juga tertulis kewajiban yang
harus dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu :
4Undang undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 2.5Undang undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 4.
5
a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.6
Perlindungan atas Konsumen merupakan hal yang sangat penting
dalam hukum Islam. Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan
sebagai hubungan keperdataan semata melainkan menyangkut kepentingan
publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah
SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan
hubungan vertikal (Manusia dengan Allah) dan horizontal (Sesama manusia)7.
Dalam Islam melindungi manusia dan juga masyarakat sudah merupakan
kewajiban negara sehingga melindungi konsumen sesuai dengan kaidah Islam
harus diperhatikan.
Bagi Republik Indonesia sebagai negara yang mempunyai bagian
terbesar warga negara dan penduduk yang beragama Islam, memberikan
6Undang undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 7.7http://fokkylaw.blogspot.com/2009/02/perlindungan-konsumen-pangan-dalam.html ,
07 november 2009, 10.30.
6
kepastian hukum dan jaminan hukum terhadap kehalalan pangan dan produk
lainnya adalah conditio sine qua non8.
Menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi masyarakat, Majelis
Ulama Indonesia mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan
Kosmetika atau lebih dikenal sebagai LPPOM-MUI. Lembaga yang bertugas
untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-
produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman
dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau
boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah
Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan
bimbingan kepada masyarakat. LPPOM-MUI didirikan pada tanggal 6 Januari
1989 sesuai dengan surat keputusan nomor 018/MUI/1989 dan telah
memberikan peranannya dalam menjaga kehalalan produk-produk yang
beredar di masyarakat. Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM-MUI
berulang kali mengadakan seminar, diskusi–diskusi dengan para pakar,
termasuk pakar ilmu Syariah, dan kunjungan–kunjungan yang bersifat studi
banding9.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menentukan
standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada awal tahun 1994, barulah LPPOM-
MUI mengeluarkan Sertifikat Halal pertama yang sangat didambakan oleh
8http://www.lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/37/RUU_Jaminan_Produk_Hal
al , 14 Oktober 2009, 03.30.9http://www.republika.co.id/berita/69109/Makanan_Halal_Bagian_Keimanan_dan_Keta
qwaan , 28 Oktober 2009, 08.10.
7
konsumen maupun produsen, dan sekarang dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Seiring kehidupan manusia yang semakin meningkat kebutuhannya,
terutama kebutuhan hal konsumsi makanan sehari-hari. Khususnya bagi umat
Islam yang ada di Indonesia, maka Majelis Ulama Indonesia sebagai
perwakilan organisasi Islam terbesar di Indonesia bertanggung jawab atas
kepentingan perlindungan makanan yang halal sesuai dengan ajaran Islam.
Maka Majelis Ulama Indonesia bersama LPPOM-MUI dengan mengeluarkan
fatwa pada pada hari rabu tanggal 17 ramadhan 1421 H/13 Desember 2000 M
tentang Penetapan Produk Halal10.
Sebagai lembaga otonom bentukan MUI, LPPOM-MUI tidak berjalan
sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan.
Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang.
Di dalamnya tertulis fatwa MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk
sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman label halal dalam
setiap produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika
Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam11. Sertifikat
Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal
pada kemasan produk dari instansi yang berwenang.
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:
1. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi 10http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=107 , 28 Oktober 2009, 08.10.11Sri Nuryati, Halalkah Makanan Anda?, Ctk pertama, Aqwamedika, solo, 2008, hlm.
155.
8
2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
3. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat Islam.
4. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.12
Konsumen adalah raja, pepatah itu memang benar adanya. Melalui
konsumenlah maka barang dan produk yang dijual akan dibeli dan
dipergunakan. Jika kemauan konsumen tidak dipenuhi bisa dipastikan bahwa
produk yang diproduksi dan dijual produsen tidak akan laku. Ini artinya hak
konsumen adalah pertimbangan utama yang akan diperhatikan oleh si produsen
sebelum ia menjual produknya. Banyak sekali aspek perlindungan dan hak
konsumen yang kurang terperhatikan saat ini. Termasuk dalam masalah
kehalalan produk pangan. Namun faktanya di lapangan banyak hak konsumen
muslim untuk makanan halal ini yang tidak diperhatikan oleh produsen,
terutama oknum-oknum produsen nakal. Seperti pemalsuan produk,
penggunaan logo halal palsu maupun pengoplosan produk. Konsumenlah yang
mesti cermat dalam menghadapi permasalah ini. Rajin bertanya dan melihat
logo halal MUI adalah salah satu tips yang bisa dilakukan saat akan
mengkonsumsi produk halal13.
Seharusnya untuk melindungi umat Islam yang ada di Indonesia,
setiap produsen makanan yang beredar di Negara ini wajib memiliki Sertifikat
12http://www.HalalMUI.org - Sertifikasi Halal.htm, 14 Oktober 2009, 04.00.13http://www.halalmui.org/content/view/490/74/lang,id/, 14 Oktober 2009, 03.30.
9
Halal. Jika hal ini diberlakukan di Indonesia sangat menguntungkan bagi
konsumen Indonesia yang sebagian besar berpenduduk Islam. Untuk
terwujudnya semua itu seharusnya ada aturan atau Undang-undang yang
mengatur secara khusus tentang sertifikasi makanan halal. Negara tetangga kita
yaitu Malaysia dan Singapura yang jumlah umat Islamnya lebih sedikit dari
Negara kita, mereka mempunyai Undang-undang yang mengatur tentang
makanan halal. Seharusnya kita mencontoh mereka, untuk melindungi
konsumen Negara ini.
Meskipun sudah ada LPPOM-MUI, lembaga ini tidak mempunyai
kekuatan untuk mewajibkan semua makanan yang ada di Indonesia harus
bersertifikat halal. Lembaga ini hanya mengeluarkan Sertifikat Halal ketika ada
produsen makanan yang meminta Sertifikat Halal dan setelah di lakukan
pengecekan oleh LPPOM-MUI terhadap produk yang dihasilkan oleh produsen
makanan tersebut merupakan sesuai dengan aturan Islam, setelah itu baru dapat
dikeluarkan Sertifikat Halalnya. Tercatat baru 20 persen produk makanan yang
beredar di Indonesia yang mempunyai lisensi Sertifikat Halal. Melihat catatan
ini sungguh mengejutkan, betapa malunya kita sebagai negara yang mayoritas
rakyatnya beragama Islam (88,20%), tetapi tidak melindungi hak-hak warga
negaranya yang beragama Islam14, dalam jaminan makanana halalnya hanya
terjamin 20 persen saja. Sungguh tidak sesuai dengan perbandingan jumlah
umat Islam di Negara ini.
14http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9312
:syura-solusi-perselisihan-kewenangan-sertifikasi-halal-di-indonesia&catid=68:opini&Itemid=68 , 28 Oktober 2009, 08.40.
10
Berdasarkan dengan uraian diatas, nampak dengan jelas bahwa
permasalahan tentang Urgensi Sertifikasi Halal bagi Upaya Perlindungan
Konsumen di Indonesia, sangat menarik untuk ditulis lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana urgensi sertifikasi halal bagi perlindungan konsumen?
2. Apa faktor-faktor yang berperan dalam implementasi Sertifikasi
Halal?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami seberapa jauh pentingnya Sertifikasi Halal dalam
kaitannya dengan perlindungan konsumen sesuai dengan lembaga
pengkajian pangan yang ada di Indonesia.
2. Untuk memahami dan mengatahui faktor-faktor apa saja yang
berperan dalam proses implementasi sertifikat halal sesuai dengan
lembaga pengkajian pangan yang ada di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945)
memberikan dasar-dasar konstitusional bagi seluruh warga negara Indonesia
11
dalam menjalani kehidupan, baik duniawi maupun ukhrowi.15 Dalam UUD 45
setiap warga Negara Indonesia memiliki jamin hak konstitusi, seperti hak asasi
manusia, hak beragama dan beribadat, hak mendapat perlindungan hukum dan
persamaan hak dan kedudukan dalam hukum, serta hak untuk memperoleh
kehidupan yang layak termasuk hak untuk mengkonsumsi pangan dan
menggunakan produk lainnya yang dapat menjamin kualitas hidup dan
kehidupan manusia.
Dalam Undang undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, diatur perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Adapun
tujuan dari perlindungan konsumen antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 16
Dalam undang undang perlindungan konsumen juga mengatur hak-
hak untuk konsumen sendiri yang pada intinya menjamin keselamatan,
keamanan, dan kenyamanan dari makanan yang telah dibeli oleh konsumen itu
15http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/37/RUU_Jaminan_Produk_Halal.
15 Oktober 2009, 04.00.16Undang undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 3.
12
sendiri. Selain itu jika ada kerugian yang diderita konsumen dapat
mendapatkan perlindungan hukum dari undang-undang ini.
Selain konsumen juga ada produser makanan, dalam undang undang
ini produser diwajibkan membuat produk yang sesuai dengan aturan aturan
hukum yang berlaku. Produsen harus mempunyai itikat baik kepada konsumen.
Selain undang undang perlindungan konsumen sendiri, masih ada
keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penetapan produk halal
pada tahun 2000, umat Islam di Indonesia sedikit tenang, karena dengan
adanya fatwa ini dapat menjamin kehalalan makanan yang ada di Indonesia,
meskipun tidak dapat semuanya terjamin oleh fatwa ini. Fatwa ini hanya
bersifat sebagai jaminan halal terhadap makanan yang telah diperiksa oleh
LPPOM-MUI.
Makan adalah kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi. Halal dan baik
merupakan syarat utama saat kita mengkonsumsi makanan. Karena itu,
mengetahui makanan halal sangat penting; tidak hanya bagi orangtua, yang
bertugas menyediakan makanan untuk anak-anak, tetapi juga bagi anak-anak.
Mereka harus mulai dikenalkan dengan makanan halal atau haram agar lebih
berhati-hati saat mengkonsumsinya. Terutama makan halal sesuai dengan yang
diatur dalam hukum Islam.
Semenjak dahulu, masyarakat di dunia memiliki cara pandang yang
beragam menyangkut apa yang mereka makan dan minum; menyangkut apa
yang dilarang dan apa yang dibolehkan17. Makanan dan minuman yang berasal
17Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, ctk keempat Era Intermedia, Solo,
2007, hlm.
13
dari tumbuhan hampir seluruhnya merupakan makanan dan minuman yang
halal. Terkecuali pada makanan atau minuman yang telah berubah zatnya,
seperti khamer baik berasal dari anggur, kurma, gandum, atau bahan-bahan
lain.
Agama Islam menyuruh kita untuk menjauhi barang yang diharamkan
karena makanan yang dimakan akan mendarah daging dalam tubuh. Hal ini
bisa menjadi salah satu penyebab do’a seseorang tidak di ijabah oleh Allah
SWT. Disamping halal, umat Islam dianjurkan untuk mencari makanan yang
baik untuk tubuh guna menjaga kecerdasan mental dan fisik seseorang. Jika
tubuh senantiasa sehat, insya Allah kita bisa lebih khusyu’ dalam beribadah
kepada Allah SWT.
Islam mengajarkan kepada kita untuk mengkonsumsi makanan yang
halal dan baik, makanan yang halal tidak selalu baik untuk kesehatan kita18.
Seperti pada orang yang sudah terkena vonis oleh dokter untuk tidak memakan
makanan tertentu, karena dapat berakibat buruk pada dirinya. Jadi belum tentu
semua yang halal dapat dimakan oleh umat islam.
Dalam Firman-Nya pada surat Al-Baqarah Ayat 168:
18Sri Nuryati, Halalkah...op. cit, hlm. 18.
14
Hai sekalian umat manusia, makanlah dari apa yang dibumi ini
secara halal dan baik. Dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah
syaitan, sesungguhnya itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.19
(Al Baqarah : 168)
Pada surat diatas, Allah SWT telah menyerukan kepada umat Islam
agar memakan dan meminum makanan dan minuman yang baik-baik saja yang
ada dalam bumi dan seisinya. Semua yang ada dibumi ini merupakan anugerah
yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk dimanfaatkan sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan. Memakan yang halal dan thayib
merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia
yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah,
sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.
Kemudian dalam ayat lain, Allah SWT menyeru orang-orang yang
beriman secara khusus pada surat Al-Baqarah ayat 172 :
Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik apa yang telah Kami kurniakan kepadamu, dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah.20
(Al Baqarah : 172)
Pada ayat ini Allah SWT, memerintahkan mereka untuk menyantap
yang baik-baik dari rizeki yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya
19Ibid, hlm. 72.20Hamka, Tafsir… cop. Cit, hlm 54.
15
menunaikan kewajiban atas nikmat itu dengan bersyukur kepada-Nya sebagai
pemberi nikmat21. Makanan yang baik selalu akan disediakan oleh-Nya,
asalkan selalu mengusahakannya dan selalu berusaha mencari dan memilih
yang baik-baik, pasti tidak akan kekurangan makanan. Sudah seharusnya
manusia mengerti, bahwa tidak ada selain Allah SWT yang telah menyediakan
makanan yang baik bagi kita, dan dalam ayat diatas sangat terasa bahwa kita
boleh makan asalkan yang baik.
Yang menjadi pokok haramnya makanan ada lima yaitu :
1. Nas dari Alquran dan Al hadits.
2. Karena disuruh membunuhnya.
3. Karena dilarang membunuhnya.
4. Karena keji.
5. Karena memberi mudarat.22
Al-Maidah ayat 3:
21Yusuf Qardhawi, Halal… cop. Cit, hlm.73.22Sulaiman Rasjid, Fiqh… cop. Cit, hlm 432.
16
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [1], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [2], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [3], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [4] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [5] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al-Maidah : 3)
[1] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145. [2] Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.[3] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: "lakukanlah", "jangan lakukan", sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi. [4] Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
17
[5] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.23
Masalah terbaru yang cukup mengundang kontoversional adalah
tantangan label dan sertifikasi halal produk-produk makanan, makanan dalam
kaleng/kemasan, fast-food dan lain-lain24. Karena makanan bagi umat Islam
merupakan suatu hal yang amat penting. Terutama kehalalan makanan yang
terkandung didalamnya. Dalam ajaran Islam sendiripun mengajarkan kepada
umatnya untuk memakan makanan yang sesuai dengan ketentuan agama.
Sertifikasi Halal adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam25.
Sertifikat ini merupakan syarat setiap makanan untuk mendapatkan label halal
dalam setiap kemasan makanan dari instansi pemerintah yang berwenang
mengeluarkan Sertifikat Halal itu.
Sertifikasi Halal pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan
produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan suatu
produk, sehingga dapat menentramkan batin para konsumen. Kesinambungan
proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan Sistem
Jaminan Halal.
Sebenarnya sertifikasi halal itu tidak diperlukan, kalau pemerintah
Indonesia ini sudah mengatur dengan jelas. Bagaimana cara berproduksi yang
halal, terus mana bahan baku yang halal, itu harus di atur. Jika sampai saat ini
23http://www.smkdarunnajah.sch.id/index.php?seo=Al-
Maidah&pilih=quran&mod=yes&aksi=lihat&surano=5, 16 Oktober 2009, 04.00.24Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, ctk pertama, Universitas Yarsi, Jakarta,
1999, hlm. 2.25Sri Nuryati, Halalkah...cop. Cit, hlm. 155.
18
pemerintah tidak mengatur maka dikeluarkan Sertifikat Halal. Sebenarnya
Sertifikat Halal ini adalah cara masyarakat melalui MUI mengkoreksi karena
tidak ada undang-undangnya. Pemerintah harus mengatur, bagaimana cara
berproduksi dengan cara yang halal. Kalau pemerintah sudah mengatur
bagaimana cara berproduksi yang halal, menyediakan bahan baku yang halal,
bagaimana membuat label halal, kalau semua diatur oleh pemerintah tidak
perlu lagi ada Sertifikat Halal.
Sertifikat Halal ini sifatnya kerelaan saja, tidak ada paksaan. Selagi
tidak ada hukum yang mangatur maka sertifikat ini hanya bersifat kerelaan
saja. Siapa yang mau silahkan yang tidak mau tidak dipaksa26. Dengan adanya
sistem jaminan halal ini kita ingin yakin apa yang dikerjakan oleh MUI ini
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, karena tidak adanya payung
hukum. Masyarakat perlu tahu bahwa kami ini menangkal agar bagaimana para
produser itu tidak berproduksi barang yang tidak halal. Tapi kalau barang tidak
halalnya ini sudah beredar maka MUI tidak lagi bertanggungjawab. MUI tidak
bisa ikut campur tangan. Karena hal itu tugasnya pemerintah. Jadi masyarakat
itu perlu tahu bahwa peran kami (MUI) ini hanya sedikit, yaitu hanya
menangkal atau mencegah agar tidak beredar produk haram, dengan
menyatakan produk tersebut halal. Kalau ada produser yang berani menyatakan
kami berproduksi barang haram itu gak masalah, asal jelas. Masalahnya
banyak produser yang mengaku produknya halal tapi tidak jelas halalnya. Itu
26http://www.pkesinteraktif.com/content/view/5533/32/lang,id/ . 19 oktober 2009,
11.30.
19
yang menjadi inti dari sertifikasi halal. Tapi kalau pemerintah sudah membuat
aturan sedemikian rupa, tidak perlu lagi Sertifikat Halal.
Setidaknya masyarakat selaku konsumen makanan, khususnya umat
Islam setiap pembelian makanan harus melihat dalam kemasan tersebut ada
tidaknya label halal dalam kemasan tersebut. Justru untuk mengetahui
kehalalan makanan terutama melalui kemasan, adalah dengan memperhatikan
nomor registrasi dan label halal yang ada di kemasan. Jika ada nomor registrasi
(diawali) dengan huruf MD untuk produk dalam negeri buatan industri
menengah besar, SP untuk industri kecil dalam negeri dan ML untuk produk
impor. Selanjutnya dilihat label halalnya, jika keduanya ada (nomor registrasi
dan label halal) maka produk tersebut sudah dijamin kehalalannya oleh yang
berwenang, yaitu LPPOM-MUI dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan
Makanan).
Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai dengan Syari'at Islam yaitu :
1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan-
bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya.
3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari'at Islam.
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur dalam Syari'at Islam.
5. Semua makanan yang tidak mengandung khamar.6. Pemegang Sertifikat Halal MUI bertanggung jawab untuk memelihara
kehalalan produksinya, dan sertifikatnya tidak dapat dipindahtangankan.
20
7. Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya, termasuk fotocopinya tidak boleh digunakan atau dipasang untuk maksud-maksud tertentu.27
E. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
a. Urgensi sertifikasi halal bagi perlindungan konsumen.
b. Faktor-faktor yang berperan dalam implementasi Sertifikasi Halal
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang penulis teliti adalah Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM
MUI), dan lembaga yang berkaitan dengan itu.
3. Sumber Data
a) Data Primer yaitu data yang diperoleh dari para pihak yang
berhubungan atau terkait dengan masalah Sertifikat Halal bagi
upaya perlindungan konsumen.
b) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari:
a. Literatur.
b. Internet.
c. Jurnal Hukum.
d. Dokumen-dokumen yang terkait dengan objek penelitian..
4. Teknik Pengumpulan Data
a) Interview yaitu mengadakan wawancara secara langsung kepada
Narasumber atau para pihak yang terkait dengan penelitian ini.
27http://lppommuikaltim.multiply.com/tag/sertifikasi , 28 Oktober 2009, 09.22.
21
b) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dari literatur-literatur,
makalah-makalah, buku-buku, internet, serta dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan penelitian Sertifikat Halal bagi upaya
perlindungan konsumen.
5. Metode Pendekatan
Menggunakan Metode Pendekatan Yuridis normatif yang berarti
menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan
hukum, Undang-Undang dan fatwa MUI yang berlaku.
6. Analisa Data
Analisa Data Kualitatif yaitu untuk mengolah dan menganalisa
data dari penelitian, literatur atau kepustakaan dalam penyelesaian masalah
sekaligus untuk menguji permasalahan di lapangan yang berhubungan
dengan penelitian tentang sertifikasi halal bagi upaya perlindungan
konsumen yang dilakukan oleh penulis.
22
F. Kerangka Skripsi
Dalam penulisan ini akan diuraikan dengan sistematika yang terdiri dari
5 Bab. Adapun penguraian mengenai ke-Lima Bab tersebut adalah sebagai
berikut : Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian,
dan Kerangka Skripsi.
Bab II penulis akan menjelaskan tentang Tinjauan Umum tentang
Sertifikasi Halal, Bab ini menguraikan pengertian sertifikasi halal, manfaat dan
tujuan Sertifikat Halal, dan bagaimana cara memperoleh Sertifikat Halal.
Bab III penulis menerangkan tentang Sertifikasi Halal sebagai
Perlindungan Konsumen. Bab ini menguraikan mengenai perlindungan
konsumen, bentuk perlindungan konsumen, hukum makanan bagi umat Islam,
dan Sertifikat Halal sebagai jaminan kehalalan produk makanan.
Bab IV berisi tentang Faktor yang Berperan dalam Implementasi
Sertifikat Halal. Bab ini menguraikan mengenai hambatan-hambatan dalam
penerapan Sertifikat Halal dan faktor-faktor yang mendukung implementasi
Sertifikat Halal.
Bab V yang terakhir merupakan Penutup. Bab ini menguraikan
mengenai Kesimpulan dan Saran.