Uas Ob Eksb29d Manggala Mahardhika
-
Upload
manggala-mahardhika -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
description
Transcript of Uas Ob Eksb29d Manggala Mahardhika
Nama : Manggala MahardhikaNo Mahasiswa : 14/376629/PEK/20383Kelas : Eksekutif B 29DMata Kuliah : Organizational BehaviorDosen : Dr. Budi Santoso
UJIAN AKHIR SEMESTER
1. (a) Jelaskan sumber konflik pada kasus “ Conflict St MRW : The New Employees’ Pregnancy”:
Sumber konflik pada kasus tersebut adalah ketika terdapat pegawai baru yang bernama Sonya hendak meminta izin melahirkan 1 bulan setelah mulai bekerja dengan MRW. Dari sisi perusahaan atau koorporasi, kondisi ekonomi global yang saat ini sedang terjadi tidaklah mendukung, sehingga MRW sedang melakukan efisiensi kinerja pegawai. Oleh sebab itu, MRW tidak akan melakukan proses perekrutan pegawai baru ataupun magang setelah perekrutan Sonya.
Permasalahan lainnya yang timbul adalah peraturan di Spanyol tidak memperbolehkan perusahaan untuk memecat dengan alasan hamil. Pertama kali Sonya mengajukan izin hamil pada bulan Agustus bertepatan dengan cuti libur di spanyol, sehingga atasan Sonya merasa tidak ada orang yang dapat menggantikan pekerjaan Sonya. Project yang sedang dijalankan di MRW adalah proyek yang penting bagi MRW dan tugas / kewajiban Sonya juga merupakan bagian penting dan krusial di dalam proyek tersebut.
(b) Apakah efek positif bagi MRW dari konflik tersebut:
Dampak positif bagi MRW pasca konflik tersebut adalah mereka harus segera memperbaiki sistem perekrutan pegawai di perusahaan mereka. Misalnya pada kasus tertentu, MRW merekrut karyawan yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pekerjaan ataupun project (karyawan dilarang hamil selama project). Selain dari evaluasi sistem perekrutan, backup plan atau contingency plan harus disiapkan oleh MRW. Sehingga posisi dapat segera digantikan apabila terdapat pegawai ataupun karyawan yang berhalangan untuk mengerjakan tugas / kewajibannya yang penting terhadap perusahaan. Konflik Sonya ini juga membantu MRW untuk melihat ke dalam internal perusahaan memastikan konsistensi visi dan misi yang ditanamkan dengan budaya perusahaan yang dibentuk sejauh ini.
2. (a) Dalam situasi dan kondisi apa proses pembuatan keputusan organisasional akan menerapkan rational – economic model atau administative – decision model?
Pembuat keputusan akan menerapkan rational – economic model apabila kondisi dan situasi yang terepenuhi antara lain :
1. Masalah dan tujuan saat akan diambilnya sebuah keputusan sudah jelas teridentifikasi dengan baik. Pengambil keputusan mampu untuk memproses semua informasi yang relevan terkait dengan keputusan yang akan diambil.
2. Terdapat beberapa alternatif lain sebagai back up plan dari keputusan yang diambil. Para pengambil keputusan mencari semua alternative untuk mengoptimalisasi hasil yang diinginkan.
3. Setiap pengambilan keputusan pasti terdapat konsekuensi ataupun akibat yang timbul dari sebuah keputusan. Dan konsekuensi ataupun akibat yang timbul dari suatu keputusan telah dapat diantisipasi sebelum keputusan itu diambil atau dilaksanakan.
4. Para pemangku kepentingan terhadap keputusan tersebut menyetujui kriteria dan pembobotannya dari keputusan yang diambil.
5. Para pangambil keputusan cenderung tidak bias dalam mengenali masalah.
Administative – Decision Model
Pengambilan keputusan dengan administrative model tidak menggunakan pendekatan rasional individu dan mengasumsikan bahwa pada saat mencari solusi yang terbaik biasanya akan mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Hal tersebut terjadi karena keputusan yang diambil sebenarnya membutuhkan informasi dan waktu yang lebih banyak dan juga kapabilitas yang belum dimiliki pada saat pengambilan keputusan dilaksanakan. Hal lain dalam pengambilan keputusan administrative model adalah intuisi untuk menyajikan keputusan secara cepat berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi tanpa menggunakan analisa yang lebih dalam.
(b) Contoh pengambilan keputusan di tempat saya bekerja dengan menerapkan salah satu model di atas.
Saat ini, saya bekerja di organisasi Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) yaitu organisasi profesi surveyor dan lembaga pelatihan / sertifikasi profesi surveyor. Dalam pengambilan keputusan terdapat beberapa hal yang membutuhkan analisa mendalam (rational decision model) dan menggunakan intuisi (administratif decision model). Contoh pengambilan keputusannya adalah seperti di bawah ini:
- Rational Decision Model:
Keputusan untuk menentukan iuran keanggotaan ISI per tahunnya dan biaya proses sertifikasi bagi pendaftar yang sudah menjadi anggota.
Untuk membuat keputusan harga atau biaya tersebut organisasi saya melakukan penyesuaian biaya iuran dan sertifikasi sesuai dengan billing rate (upah profesi) dari seluruh anggota ISI. Untuk menutupi biaya operasional organisasi, kita juga melakukan estimasi peningkatan jumlah anggota dari ISI agar biaya yang harus dikeluarkan anggota tidak mengalami kenaikan namun dapat ditutupi dengan kenaikan jumlah anggota setiap tahunnya.
- Administrative Decision Model:
Keputusan seorang kepala kantor ISI dalam proses rekrutmen dan pembagian unit bagi karyawan – karyawan yang akan bertugas sehari-hari menjalankan kegiatan operasional organisasi.
Hal tersebut tidak membutuhkan analisa yang mendalam, namun membutuhkan pengalaman dan intuisi yang tepat untuk dapat mengambil dan menempatkan karyawan pada waktu dan posisi yang sesuai.
3. Jelaskan penerapan gaya Kepemimpinan yang diterapkan KPK dan Panitia Seleksi Pimpinan KPK menurut situasional control (Fiedler’s Contingency Model: LPC), gunakan elemen – elemen di suational control.
Penerapan gaya Kepemimpinan yang diterapkan KPK adalah Kolektif Kolegial. Kolektif
kolegial ialah cara pengambilan keputusan secara bersama-sama (kolektif) dan dilakukan
secara setara tanpa ada pendapat yang bobotnya lebih tinggi dari yang lain (kolegial).
Berdasarkan Fiedler’s Contingency Model: LPC, kepemimpinan di KPK dapat digambarkan
sebagai berikut :
1. Leader member relations (Good)
Sesuai dengan UU No. 30 tahun 2002 pasal 21 disebutkan bahwa KPK dipimpin oleh
dewan komisioner yang beranggotakan 5 orang komisioner sebagai pejabat negara.
Pengambilan keputusan pada KPK dilakukan oleh dewan komisioner tersebut secara
bersama. Hubungan antara pemimpin KPK sangatlah terkait dan erat satu dengan lain,
begitu juga dengan para anggotanya.
2. Task Structure (High)
Pembagian tugas yang jelas antara masing-masing pimpinan di KPK adalah antara lain
meliputi Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data serta Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat.
3. Position power (Strong)
Pemimpin KPK punya kebijakan langsung dalam memberikan reward dan punishment
terhadap bahawannya. Oleh sebab itu, pengaruh pimpinan terhadap staf sangat kuat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan KPK yang optimal adalah task
motivated leadership dan organisasi KPK merupakan suatu organisasi yang high control
situation.
Berdasarkan Fiedler’s Contingency Model: LPC, kepemimpinan di Pansel Pimpinan KPK
dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Leader member relations (Poor)
Ketua Pansel KPK tidak dapat mengintervensi hasil kerja anggotanya, masing-masing
adalah independen. Hasil kerjadari Pansel KPK berupa rekomendasi calon Pimpinan KPK
yang kemudian diusulkan oleh Presiden kepada DPR.
2. Task Structure (Low)
Tidak terdapat pembagian tugas yang jelas diantara anggota Pansel KPK.
3. Position power (Weak)
Ketua Pansel KPK memiliki pengaruh yang tidak kuat terhadap anggotanya. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya wewenang ketua pansel untuk memberikan reward and
punishment kepada anggotanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan pada pansel pimpinan KPK adalah
task motivated leadership dan organisasi pansel pimpinan KPK merupakan suatu
organisasi yang low control situation.
4. (a) Apakah alasan terjadinya perubahan organisasional pada Bosch Group?
1. Tantangan di pasar yang jauh lebih besar daripada di India, terutama Eropa dan
Amerika Serikat
2. Berupa tekanan untuk melakukan perubahan yang datang dari dalam
perusahaan, deikarenakan produktifitas yang rendah, ketidakpuasan karyawan
dan konflik.
3. Para pimpinan di Grup Bosch sangat percaya bahwa struktur baru sepenuhnya
diimplementasikan dan dipahami dengan baik di India sehingga mereka dapat
mendukung strategi perusahaan di India, dan juga link operasi India yang
beroperasi di negara-negara lain sebagai bagian dari strategi produk global.
(b) Hal – hal yang berpotensi menjadi target perubahan antara lain:
Adanya perubahan struktur organisasi.
Perubahan pola kerja.
Menggunakan teknologi baru yang dapat meningkatkan keterampilan pekerja.
Menghasilkan peluang – peluang karir yang baru seperti sebagai berikut :
1. New carrier opportunity, dengan adanya perubahan struktur organisasi baru
para karyawan bosch india dapat berkarir tidak hanya di bosch india tapi juga
di Bosch eropa.
2. New Opportunities to Contribute Globally, dengan adanya kesempatan
berhubungan langsung dengan kantor pusat global product division di Eropa,
maka ada peluang bagi teknologi India untuk bisa dilihat oleh pasar global.
3. Greater Visibility for Smaller Division.
Salah satu hal baik dengan adanya organisasi baru ini adalah bahwa divisi
yang lebih kecil yang sebelumnya tidak begitu diperhatikan sekarang akan
mendapatkan perhatian yang seharusnya mereka dapatkan.
(c) Hal – hal apa pula yang berpotensi menjadi individual barriers to change dan
organizational barriers to change pada perubahan tersebut?
Individual Barrier
Confusion and Conflict.
Verticalization mengharuskan adanya beberapa jalur pelaporan yang
menyebabkan kebingungan dan konflik. Sistem baru ini bersifat matrix dimana
satu kepala divisi harus melakukan reporting ke banyak pihak untuk beberapa
tujuan yang berbeda. Orang yang tidak biasa bekerja di struktrur matrix seperti ini
akan kesulitan. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk mencari solusi suatu
permasalahan.
Resentment across Different Bosch Company in India.
Verticalization di India menyebabkan terhubungnya berbagai reporting dalam
satu organisasi. Karyawan di India adalah merupakan karyawan dari beberapa
perusahaan yang berbeda dalam Bosch Group Mereka mempunyai struktur gaji,
insentif, dan praktek HR yang berbeda.
Organizational Barrier
Voice of the Region May Be Lost
Dengan adanya norma yang secara eksplisit menyatakan bahwa jika ada konflik antara
reporting line maka yang mempunyai final authority adalah Global Product Division,
maka adalah wajar jika Global Product Division akan mengesampingkan operasi di
India. Dulu keputusan investasi di buat di India, namun sekarang keputusan investasi
didorong oleh keadaan di Jerman. Kadangkala investasi ini tidak cocok untuk India. Hal
lainnya yaitu jika di global market ada pasar yang lebih menarik dan lebih potential
daripada di India, maka Global Product Group akan memberikan prioritas kepada
pasar tersebut walaupun manager India melihat bahwa pasar di India juga potensial.
Scope beberapa produk yang hanya ada di India juga tidak akan ada lagi. Dulu India
bisa memproduksi komponen berdasarkan request dari kliennya. Walaupun pasarnya
kecil tetapi market ini profitable di India. Dengan keadaan seperti sekarang ini, India
tidak bisa lagi melakukannya karena Global Product Division tidak akan
mengijinkannya karena hal ini bukan merupakan standar proses secara global. Tidak
adanya lagi kebijaksanaan yang biasanya hanya berlaku di India, Misalnya, pemberian
incentive trip bagi para top performer. Ini adalah merupakan hal yang berlaku secara
umum di India. Sekarang, keputusan pemberian incentive trip ini akan membutuhkan
approval dari Global Product Division.
Fragmentation of the Organization.
Sebelumnya, Bosch Group di India adalah satu organisasi. Hanya ada satu Country
Head dan semua isu yang terkait bisnis di India dapat diselesaikan secara efisien.
Namun sekarang, dengan struktur organisasi yang baru ini menyebabkan banyak
organisasi dalam satu organisasi. Terjadi banyak reporting line baik di dalam maupun
diluar India dan hal ini akan memicu konflik dan dapat menyebabkan proses yang
panjang dalam penyelesaian masalah. Hal lainnya adalah dari sisi keterikatan
karyawan. Keterikatan karyawan antar divisi akan semakin lemah. Misalnya, karyawan
di divisi Security System tidak melihat mereka sebagai bagian dari Divisi Otomotif dan
mereka akan melakukan benchmarking ke Sony atau Philips bukan pada divisi lain di
Bosch Group. Sebelum verticalization, financial statement dikonsolidasikan menjadi
satu laporan keuangan. Hanya top manager yang mengetahui aktivitas mana yang saat
ini profitable dan mana yang tidak. Setelah verticalization, masing-masing divisi
mengetahui profit divisinya dan divisi lain. Divisi yang profitable akan enggan untuk
mensubsidi divisi lain yang tidak profitable. Verticalization juga mempengaruhi
perpindahan karyawan antar divisi. Berbeda dengan keadaan sebelumnya dimana
para karyawan bisa berpindah antar divisi karena mereka adalah karyawan dalam satu
organisasi. Namun sekarang, perpindahan karyawan ke divisi lain lebih sulit karena
memerlukan persetujuan dari Global Product Group.
5. Jelaskan unit / departemen apa di tempat Saudara bekerja yang mempunyai pengaruh
lebih kuat atas kebijakan organisasional dalam situasi tertentu. Mengapa hal tersebut
menjadi unit yang powerful dibandingkan dengan yang lain menurut contingency
approach?
Saya bekerja di Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) yang merupakan organisasi keprofesian
dimana kegaitan sehari-hari adalah membuat pelatihan dan sertifikasi anggota dari ISI.
Pada organisasi ISI, divisi yang mempunyai pengaruh lebih kuat adalah divisi atau
departemen sertifikasi dan pelatihan. Hal tersebut terjadi karena divisi tersebutlah yang
menentukan kurikulum dan alur dari kegiatan sertifikasi yang dilakukan terhadap para
anggota maupun calon anggota yang akan mendaftar ke ISI. Termasuk biaya kegiatan
yang menjadi pendapatan organisasi dan target jumlah keanggotaan maupun sertifikasi
yang keluar juga diatur pada divisi tersebut. Setiap keputusan yang dikeluarkan oleh divisi
sertifikasi dan pelatihan sangat berpengaruh terhadap divisi-divisi lainnya. Dapat
disimpulkan bahwa jantung dari operasional organisasi tempat saya bekerja adalah divisi
sertifikasi dan pelatihan.
Divisi sertifikasi dan pelatihan menjadi unit yang powerful dibandingkan dengan yang lain
menurut contingency approach adalah karena sebagai berikut:
Pendekatan kontingensi / contingency approach digunakan untuk menjembatani celah
antara teori dan praktek senyatanya. Pendekatan ini dipandang sebagai hubungan
fungsional “bila maka” yaitu keterkaitan antara variabel yang satu dengan variabel yang
lain. Bila ada perubahan satu variabel akan mempengaruhi nilai variabel lainnya. Bila
merupakan variabel bebas (independent variable) dan maka merupakan variabel
bergantung (dependent variable).
Pada Ikatan Surveyor Indonesia terdapat beberapa divisi antara lain:
1. Divisi Sertifikasi dan Pelatihan
2. Divisi Continuing Professional Development (CPD)
3. Divisi Kode Etik dan Standar Profesi
4. Divisi Komunikasi dan Informasi
5. Divisi Sekretariat / Umum
6. Divisi Pengembangan dan Kerjasama Bisnis
Setiap hasil keputusan dari divisi sertifikasi akan mempengaruhi kerja serta tugas unit-
unit lainnya di Ikatan Surveyor Indonesia. Termasuk dari sisi keuangan dari organisasi
dapat dipengaruhi oleh divisi sertifikasi dan pelatihan dikarenakan kegiatan, persayaratan
dan proses skema sertifikasi yang menjadi kegiatan sehari-hari organisasi ditentukan atau
lahir dari hasil rapat divisi sertifikasi dan pelatihan. Apabila keputusan divisi sertifikasi
dan pelatihan berubah, maka divisi CPD, kode etik, kominfo sampai dengan sekretariat
akan mengalami perubahan alur kerja.