UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …
Transcript of UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA …
UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS DI DESA
ALANG-ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
JUWITA NIRMALA SARI
NIM : UA.160267
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN
THAHA SAIFUDDI
JAMBI
2020
ii
Pembimbing I : Drs. Muhsin HAM, M. Fil.I Jambi, 3 Maret 2020
PembimbingII : M. Habibullah, M. Fil.I
Alamat : Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Kepada Yth.
UIN STS JAMBI Jl. Raya Bapak Dekan
Jambi-Ma.BulianSimp. Fakultas Ushuluddin
Sungai Duren Muaro UIN STS Jambi
Jambi di-
JAMBI
NOTA DINAS
AssalamualaikumWr. Wb
Seteleh membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudari Juwita Nirmala Sari Nim
UA 160267 dengan Judul“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa
Alang-Alang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi ” telah dapat
diajukan untuk dimunaqasahkan sebagai salah satu syraat memperoleh Gelar
Sarjana Srata Satu (SI) jurusan Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak/Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Juwita Nirmala Sari
Nim : UA. 160267
Tempat/Tanggal Lahir : Mendahara Tengah, 20 Mei 1998
Konsentrasi : Aqidah dan Filsafat Islam
Alamat : Desa Alang-Alang, Kecamatan Muara Sabak Timur,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang berjudul
“Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi” adalah benar karya asli saya, kecuali
kutipan-kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan-ketentuan
yang berlaku. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya
sepenuhnya bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia
dan ketentuan di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi,
termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh melalui Skripsi ini.
Demikianlah surat pernyataan ini saya biat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
iv
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
Jln. Jambi-MuaraBulian Km. 16 Simp.Sungai Duren Kab.Muaro Jambi. Telp. (0274) 583572
PENGESAHAN
Skripsi yang ditulis oleh (Juwita Nirmala Sari) NIM.( UA. 160267)
dengan judul “Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi’’ yang dimunaqashahkan oleh
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Pada :
Hari : Senin
Tanggal : 8 Juni 2020
Jam : 10.00-11.00 WIB
Tempat : Via Zoom Metting
Telah diperbaiki sebagaimana sidang Munaqashah dan telah diterima
sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
Jambi, 03 November 2020
TIM PENGUJI
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
: Dr. Edy Kusnadi, S.Ag., M.Phil : Himatun Zakiyah, M.Pd.I
( (
)
)
Penguji I
Penguji II
Pembimbing I
: Dr. Ied AL-Munier, M.Hum
: Nilyati, S.Ag, M.Fil.I
: Drs. Muhsin Ham, M.Fil.I (
(
(
)
)
)
Pembibing II : M. Habibullah, M.Fil.I ( )
v
MOTTO
Q.S An-Nisa Ayat 4
ن يأص دق ت ه ن ء آس ن لتوااا و نهن فشاف كلوهه ل كلمع نش يءم ل ةف ا نط ب ن ﴾٤،﴿النساءئام ر ي
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah
dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”. (Q.S. An nisa: 4).3
*Tim Penterjemahan dan Penafsiran al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 77.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masyarakat Suku Bugis yang sangat
kental dengan tradisi dan budaya, salah satunya yaitu Uang Panai. Terutama
masyarakat Suku Bugis yang masih kental dengan kebudayaan asli Sulawesi
Selatan. Bagi masyarakat Suku Bugis Uang Panai sangat penting dalam
pernikahan adat Suku Bugis. Kebudayaan menyimpan nilai-nilai yang menjadi
landasan pokok bagi penentu sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar
tingkah laku yang dilakukan sehubungan dengan pola hidup di masyarakat. Uang
Panai adalah sejumlah uang yang wajib diberikan oleh calon suami kepada
keluarga calon istri yang digunakan sebagai biaya dalam resepsi perkawinan.
Uang Panai dalam perkawinan adat merupakan salah satu pra-syarat tidak ada
Uang Panai, tidak ada perkawinan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (library
research) yang bersifat kualitatif deksriptif. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu; observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi.
Sedangkan teknik analisis data yaitu: analisis historis, isi, penyajian data dan
verifikasi data. Dari data yang terkumpul dianalisis kemudian ditarik kesimpulan,
untuk memperoleh data yang valid diakukan uji keabsahan data dengan metode
triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini penulis menemukan bahwa Uang Panai memiliki dasar
yang kuat dalam kebudayaan masyarakat Suku Bugis. Hal inilah yang kemudian
bagi masyarakat suku Bugis di jadikan salah satu sayarat dalam perkawinan,
termasuk di Desa Alang-alang. Dimana budaya Uang Panai ditentukan tergantung
perundingan kedua pihak. Hal ini ditandai dengan besaran Uang Panai yang
diberikan calon suami kepada calon istri. Akhirmya penulis merekomendasikan
kepada masyarakat Suku Bugis untuk tetap mempertahankan Uang Panai dan
menjaga adat dalam Suku Bugis, namun tetap mempertimbangkan besaran Uang
Panai tersebut sehingga Uang Panai tetap menjadi salah satu syarat dalam
melaksanakan adat perkawinan dalam adat Suku Bugis.
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’ alamin sembah syukur dan sujudku Kepada Allah
SWT. Taburan cinta dan kasih sayang Nya yang mampu memberikanku kekuatan,
membekaliku dengan ilmu, serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia
dan kemudahan Nya juga akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat
terselesaikan.
Sholawat dan salam juga selalu tercurahkan kepada kekasih Allah dan
semoga kami mendapat syafaatnya dihari akhir nanti yaitu Nabi Muhammad
SAW.
Tak jauh berbeda dalam melukiskan warna bahagia dalam gurai wajah
Ibu, Bapak abang dan adikku yang tersayang. Memikul harapan mereka meskipun
terdapat tantanagn dan hambatan. Manisnya hasil kerja keras akan terasa
apabila semuanya terlalui dengan sabar meski harus memerlukan pengorbanan.
Kupersembahkan karya kecil ini kepada orang yang sangat kucintai serta
kusayangi yaitu Ibundaku Indo Upe’ dan Ayahanda Jamaludin yang selalu
memotivasi dan memanjatkan doa kepada putri keduanya salam setiap sujud dan
doanya. Serta abangku terkasih Junaidi Arifindan adik tersayang Riski Jusmita
Adelia.
Tak lupa juga kepada teman-teman ku yang tidak bisa ku sebut satu
persatu, sahabat-sahabati, serta senior dalam organisasiku PMII terutama orang-
orang yang terkasih yang selalu memberi suport dan doanya, juga teman-teman
Kukerta, teman-teman seperjuangan, terimakasih telah membantu dan
mensuportku dalam menyelesaiakan skripsi ini. Dan juga untuk orang-orang
yang mencintai ilmu pengetahuan.
Amiin Yaa Robbal’ alamiin.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat taufik
dan hidayahnya dalam menyelesaikann Skripsi ini. Seiring dengan ini pula
sholawat beserta salam semga tetap terlimbahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun umatnya menuju jalann kebahagian dunia dan akhirat.
Suatu rasa syukur serta hanturan seluruh doa dan kerjasama antar sesama
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uang Panai Bagi
Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-Alang Kecamatan Muara Sabak
Timur Provinsi Jambi”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.Ag, M.Phil selaku Ketua Sidang
Bapak Dr. M. Ied Al Munir, S.Ag.,M.Hum selaku Penguji I
Ibu Nilyati, S.Ag., M.Fil.I Selaku Penguji II
Bapak Drs. Muhsin HAM, M.Ag, selaku pembimbing 1
Bapak M. Habibullah, M.Fil.I, selaku pembimbing II yang telah sabar, tekun,
tulus dan ikhlas meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran memberikan
bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada
penulis selama menyusun skripsi ini.
Ibu Himatun Zakiyah, M.Pd.I selaku Sekretaris
Ibu Hazizah Selaku Penguji Berkas/Pelaksana
2. Ibu Nilyati, S.Ag, M.Fil.I selaku Ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Bapak Drs. Nazari, M.Pd.I selaku sekretaris Prodi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, yang telah memberi bekal ilmu
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Drs. Munsarida, M.Fil. I selaku pembimbing Akademik yang senantiasa
selalu memberikan saran, semanagat, dan waktunya demi terselesaikannya
Skripsi ini.
4. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
5. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku Wakil Dekan I bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.A. M.Phil selaku Wakil Dekan II bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
Bapak M. Ied Al Munir, S.Ag M.Ag M.Hum selaku Wakil Dekan III bidang
Kemahasiswaan dan Bidang Kerja sama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
6. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA,. Ph.D selaku Rektor UIN STS Jambi.
7. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE., M.EI selaku wakil Rektor I Bidang Akademik
dan Pengembangan Lembaga.
ix
Bapak Dr. As’ad, M.Pd selaku wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum,
Perencanaan, dan Keuangan.
Bapak Dr. Bahrul Ulum, M.A selaku wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama.
8. Bapak dan Ibu Dosen UIN STS Jambi yang telah memberikan ilmu
Pengetahuan kepada penulis. Serta seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama dan khusunya Dosen Aqidah dan Filsafat Islam yang telah
memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran.
9. Bapak dan Ibu Karyawan dan Karyawati di Lingkungan Fakultas Ushuluudin
dan Studi Agama UIN STS Jambi. Serta Kepala Perpustakaan dan Staf
perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.
10. Bapak Kepala Desa dan jajarannya Desa Alang-alang yang telah membantu
memberikan informasi dan data-data yang penulis butuhkan.
11. Kepada sahabat-sahabat satu jurusan Aqidah dan Filsafat Islam yang senasip
dan seperjuangan dalam menuntut ilmu yang memberi dorongan, motivasi dan
semangat untuk penulis.
12. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi
itu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, motivasi dan bimbingan
dari semuanya skripsi masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan Rahmat dan Kasih Sayangnya
Kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Amiin.
Jambi, 3 Maret 2020
Juwita Nirmala Sari
Nim: UA. 160267
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................ iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Permasalahan ................................................................................. 4
C. Batasan Masalah ............................................................................ 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 5
E. Kerangka Teori .............................................................................. 6
F. Metode Penelitian .......................................................................... 7
G. Pemekrisaan Keabsahan Data ....................................................... 10
H. Studi Relevan ............................................................................... 13
BAB II PROFIL DESA ALANG-ALANG
A. Sejarah Berdirinya Desa Alang-alang ........................................... 15
B. Lokasi dan Letak Geografis Desa Alang-alang............................. 19
C. Visi dan Misi Desa Alang-alang ................................................... 19
D. Kondisi Penduduk Desa Alang-alang .......................................... 21
E. Sarana dan Prasarana Desa Alang-alang ...................................... 27
BAB III PROSES PELAKSANAAN UANG PANAI
A. Pengertian Uang Panai ................................................................... 29
B. Pengertian Mahar ......................................................................... 31
C. Sejarah Uang Panai ........................................................................ 33
D. Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Uang Panai ...................... 36
E. Perkembangan Uang Panai ........................................................... 44
F. Tujuan Uang Panai ......................................................................... 46
G. Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai ............................................. 49
BAB IV MAKNA FILOSOFI UANG PANAIDI DESA ALANG-ALANG
A. Simbol dan Makna Uang Panai .................................................... 53
B. Makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang ......................................................................... 59
C. Makna Uang Panai dalam Pandangan Isalam .............................. 68
D. Dampak Tingginya Uang Panai Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang
xi
1. Dampak Positif ................................................................ 73
2. Dampak Negatif .............................................................. 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 76
B. Saran .............................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Nama-nama Mangku Desa Alang-Alang .......................................... 18
Tabel 2 : Nama-nama Kepala Desa Alang-Alang ............................................ 18
Tabel 3 : Sarana Keagamaan Desa Alang-Alang ............................................. 23
Tabel 4 : Sarana Pendidikan ............................................................................ 25
xiii
TRANSLITERASI4
A. Alfabet
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
ḭ ا ى ā ى A ا
aw ا و à ا ى I ا
ay ا ى Ū او U ا
*Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
IAIN STS Jambi (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 149-150.
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط ’ ا
ẓ ظ B ب
‘ ع T ت
gh غ Th ث
f ف J ج
q ق ḥ ح
k ك Kh خ
l ل D د
m م Dh ذ
n ن R ر
h ه Z ز
w و S س
, ء Sh ش
y ي ṣ ص
ḍ ض
xiv
C. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Tā’ Marbūṭahyang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya
adalah /h/.
Arab Indonesia
Ṣalāh صلاة
Mir’āh مراة
2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah,
maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah وزارالتربيه
Mir’āt al-zaman مراةالزمن
3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
فجئة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dilengkapi Tuhan dengan salah satu kecenderungan seks (Libido
Seksualitas). Oleh karena itu, Tuhan menyediakan wadah legal untuk
terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan.
Akan tetapi pada dasarnya perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk
menunaikan hasrat biologis tersebut. Namun, hakekat dari tujuan perkawinan
mengandung nilai-nilai yang luhur dan bersifat multi aspek, yaitu aspek personal,
aspek sosial, aspek ritual, aspek moral dan aspek kultural atau budaya. Dalam
kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan.1 Juga
dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-
hasil kebudayaan.2
Perwujudan dari aspek personal ialah bahwa manusia selalu ingin hidup
berpasangan atau hidup bersama dengan lawan jenis. Dengan harapan kelak
memperoleh keturunan yang bisa diharapkan sebagai kelanjutan kehidupannya
yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.3 Secara sosial perkawinan adalah dasar
pondasi bagi masyarakat. Karena dalam perkawinan itu terbentuk tali ikatan antar
individu secara kuat. Dari perkawinan itu pula mengalir etika hidup berkeluarga
dan juga adat kebiasaan yang dibangun bersama dalam merespon semua persoalan
yang di hadapi dalam kehidupan.4
Proses sosialisasi yang terjadi dalam perkawinan mendorong terciptanya
dasar-dasar kultural yang lama-kelamaan menjadi faktor yang berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat.5
Masalah kebudayaan dan kehidupan masyarakat merupakan dua hal penting
dalam keseharian umat manusia. Karenanya, kehidupan manusia, apakah individu
1Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), 171. 2Prasetya, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 55. 3Muhammad Hudaeri, Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia, (Jakarta: Balai
penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, 2009), 23. 4Soerjono, Hukum Adat Indonesia, 78. 5Abu Ahamadi, Antropologi Budaya, (Surabaya: Pelangi, 2007), 55.
2
atau masyarakat senantiasa berkaitan dengan hasil-hasil kebudayaan. Namun
demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan
sepanjang sejarah manusia, baik anggota masyarakat maupun kehidupan pribadi.6
Ketergantungan individu terhadap kekuatan gaib ditemukan dari zaman purba
sampai ke zaman modern. Maka tidak heran kalau kemudian berkembang dalam
masyarakat suatu tradisi keagamaan atau sistem kepercayaan asli yang diwariskan
sejak zaman nenek moyang seperti upacara-upacara adat yang merupakan
penonjolan-penonjolan kegiatan keagamaan yang amat di taati yang berlangsung
dari dahulu kala hingga sekarang ini, dengan mempercayai suatu tempat, benda
dan lain sebagainya yang dianggap suci dan sakral dan merupakan ciri khas
kehidupan beragama.7
Pada masyarakat Bugis, perkawinan berarti siala atau saling mengambil
satu sama lain, jadi perkawianan merupakan ikatan timbal balik. Selain itu,
perkawinan bukan saja penyatuan dua mempelai semata, akan tetapi merupakan
suatu upacara penyatuan dan persekutuan dua keluarga besar yang biasanya telah
memiliki hubungan sebelumnya dengan maksud mendekatkan atau
mempereratnya (Mappasideppe mabelae atau mendekatkan yang sudah jauh). Ini
disebabkan juga karena orang tua dan kerabat memegang peranan sebagai penentu
dan pelaksana dalam perkawinan yang ideal bagi anak-anaknya.
Tata cara pernikahan adat suku Bugis sesuai dengan adat dan agama
sehingga merupakan rangkaian upacara yang menarik, penuh tata krama dan
sopan santun serta saling menghargai. Tata cara perkawinan diatur mulai dari
busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan adat
perkawinan, hal ini digambarkan sebagai simbol peralihan dari masa remaja ke
dewasa. Bagi suku Bugis perkawinan bukan hanya peralihan dalam arti biologis,
tetapi lebih penting ditekankan pada arti sosiologis, yaitu adanya tanggungjawab
baru bagi kedua orang tua yang mengikat tali perkawinan terhadap
masyarakatnya. Oleh karena itu, perkawinan bagi suku Bugis dianggap sebagai
6Tholib Setiadi, Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung: Alfabeta,
2013), 66. 7Stefie, Antropologi Suku Bugis, (Jakarta: The London School of Public Relation,2009), 13.
3
hal yang suci, sehingga dalam pelaksanaannya dilaksanakan dengan penuh hikmat
dan pesta yang meriah.
Perkembangannya jumlah mahar Uang Panai dan strata sosial dalam
pernikahan menimbulkan masalah. Sebagian besar pihak mempelai wanita yang
menganggap tingginya patokan jumlah mahar dan Uang Panai sebagai sebuah
prestise, bahkan hingga ada yang sampai kepada anggapan bahwa keberhasilan
mematok tingginya jumlah mahar dan Uang Panai menjadi sebuah prestasi, pada
akhirnya fakta tersebut telah membentuk sebuah paradigma berpikir sebagian
besar pemuda yang cenderung apatis memikirkan urusan pernikahan, paradigma
berpikir seperti ini menyebabkan penundaan atau terhambatnya pelaksanaan hal
tersebut padahal dalam Islam mesti disegerakan.
Konsekuensi dari perspektif dan pandangan tersebut akan menyebabkan
besarnya potensi terbukanya sebagian besar pintu-pintu kemaksiatan. Hal ini bisa
berakibat fatal dengan rusaknya tatanan masyarakat bersyari’at yang sedang
dibangun, misalnya, bertambahnya wanita-wanita yang memasuki usia tua tanpa
sempat menikah yang berujung pada seringnya terjadi berbagai fitnah, rawannya
pacaran dan perzinaan (free sex), bahkan seringkali tingginya jumlah mahar dan
Uang Panai menjadi penyebab batalnya rencana pernikahan dan bahkan terjadi
perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat, dalam masyarakat Bugis disebut
silariang (kawin lari), dan hamil diluar nikah.
Hal ini terjadi karena pinangan pihak laki-laki ditolak karena mahar dan
Uang Panai yang ditentukan keluarga pihak wanita terlampau tinggi atau tidak
adanya restu karena starata sosial berbeda. Padahal masyarakat Bugis dalam
pangadereng mengakui adanya akulturasi nilai-nilai budaya Bugis dengan ajaran
agama Islam. Disinilah kemudian terjadi kepincangan realitas dimana satu sisi
masyarakat Bugis mempertahankan tradisi perkawinan endogami dan disisi lain
kebutuhan mereka akan gengsi sosial sangat tinggi serta mengabaikan aspirasi dan
kepentingan anak, yang justru dapat menimbulkan siri bagi keluarga dan sanksi
moral dari masyarakat sekitar. Pemberian jumlah mahar dan Uang Panai dalam
pernikahan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi.Salah satu kebudayaan
yang menjadi perhatian peneliti yaitu di Desa Alang-alang Kecamatan Muara
4
Sabak Timur pada masyarakat suku Bugis. Masyarakat suku Bugis hingga saat ini
masih sangat kental dengan tradisi dan kebudayaannya. Dalam suku Bugis ketika
ingin melaksanakan suatu pernikahan salah satu syarat wajibnya adalah Uang
Panai. Berkaitan dengan Uang Panai, maka sejak dari proses menyelenggarakan
sesuatu hal yang terkait sebelum upacara perkawinan tidak bisalepas dari adat
kebisaaan yang sudah turun temurun dilakukan.8 Dalam adat perkawinan
masyarakat suku Bugishal yang sering menjadi terlaksana atau tidak nya suatu
pernikahan yaitu Uang Panai.Uang Panai yaitu uang yang di persembahkan
pihak pria kepada pihak wanita. Dimana elemet ini seringkali menjadi
pertimbangan besar jadi tidaknya suatu prosesi pernikahan.9
Uang Panai juga menarik untuk dikaji karena menjadi salah satu syarat
wajib bagi suku Bugis ketika ingin melaksanakan pernikahan. Masyarakat saat ini
hanya melakukan tradisi Uang Panai tanpa mereka mengetahui apa makna yang
terkandung dalam tradisi Uang Panai tersebut. Penelitian ini bertujuan supaya
masyarakat tidak hanya melakukan tradisi Uang Panai tetapi juga mereka harus
mengetahui apa makna dalam Uang Panai tersebut.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, masalah pokok yang diangkat
sebagai kajian utama penelitian ini adalah : Bagaimana Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kabupaten Tanjab Timur Provinsi
Jambi? Dalam upaya mengkongkritkan pokok masalah tersebut, beberapa
masalah krusial yang akan di angkat melalui karya ini yaitu :
1. Bagaimana latar belakang Sejarah Uang Panai di Desa Alang-alang Kecamatan
Muara Sabak Timur ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Uang Panai Bagi Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur ?
3. Apa makna Filosofi yang terkandung dalam Uang Panai Bagi Masyarakat Suku
Bugis di Desa Alang-alang?
8Nonci, Upacara Adat Istiadat Masyrakat Bugis, (Makasar: CV.Aksara, 2002), 45. 9Andi Nugraha, Adat Istiadat Masyarakat Bugis, (Makasar: CV.Telaga Zamzam, 2001),
67.
5
C. Batasan Masalah
Sehubungan dengan banyaknya pandangan atau persepektif tentang Uang
Panai maka penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan tentang Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Penulis membatasi penelitian
karena terlalu banyak Uang Panai yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku
Bugis. Penelitian inipun dilakukan tepatnya di Desa Alang-alang Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mengetahui Uang Panai bagi
Masyarakat Suku Bugis. Lebih khusus penelitian ini di tujukan pula untuk :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan perkembangan Uang Panai di Desa
Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Uang Panai dalam masyarakat Suku
Bugis.
3. Untuk mengetahui makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: pertama, penelitian ini
diharapkan dapat meramaikan wacana keilmuan dan menambah kajian Filosofis
tentang Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis. Kedua, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya terhadap ilmu Antropologi Budaya dan Filsafat untuk melihat berbagai
fenomena tentang Uang Panai dan budaya yang ada dalam masyarakat Suku
Bugis. Ketiga, sebagai bahan bacaan bagi sejumlah lapisan masyarakat yang
membutuhkan informasi menyangkut masalah ini. Keempat, untuk UIN Sultan
Thaha Saifuddin penelitian diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan
citra wawasan Filsafat dan Budaya.
6
E. Kerangka Teori
Penelitian ini mengupas sisi filosofis dari Uang Panai, dan teori yang
digunakan dalam menganalisis yaitu teori Interpretasi Paul Ricoeur. Ia
mengatakan bahwa pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah Interpretasi. Bila
mana terdapat pluralitas makna, maka disitu Interpretasi dibutuhkan. Apalagi jika
simbol-simbol dilibatkan, interepretasi menjadi penting, sebab disini terdapat
makna yang mempunyai multi lapisan. Dan juga menegaskan bahwa filsafat pada
dasarnya adalah sebuah hermeneutik, yaitu kupasan tentang makna yang
tersembunyi dalam teks kelihatan mengandung makna. Setiap interpretasi adalah
usaha untuk membongkar makna-makna yang terselubung atau usaha membuka
lipatan-lipatan dari tingkat-tingkat makna yang terkandung dalam makna
kesusastraan.
Teori Paul Ricoeur yang membedakan interpretasi teks tertulis dan
percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup pengarang,
tetapi juga menurut pengertian pandangam hidup dari pembacanya. Lebih lanjut,
Ricoeur mendefinisikan interpretasi sebagai usaha akal budi unntuk menguak
makna tersembunyi dibalik makna yang tampak.
Sebuah pemahaman membutuhkan perantara atau mediasi. Ricoeur sendiri
yakin bahwa tidak ada pemahaman diri tanpa mediasi melalui tanda, simbol dan
teks. Kata-kata adalah simbol, simbol juga karena menggambarkan makna lain
yang sifatnya tidak langsung dan hanya dapat di mengerti melalui simbol-simbol
tersebut. Jadi simbol-simbol dan interpretasi merupakan konsep-konsep yang
mempunyai pluralitas makna yang terkandung didalam simbol-simbol atau kata-
kata.
Kerangka teori merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan
dalam menjawab pertanyaan penelitian. Agar penelitian ini lebih terarah dan tepat,
maka penulis menganggap perlu kerangka teori sebagai landasan berfikir guna
mendapatkan konsep yang benar dan tepat.
7
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif yang bersifat naturalistik dengan tujuan untuk
menggambarkan Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis secara sistematis dari
suatu fakta secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif merupakan
penggambaran suatu fenomena sosial keagamaan dengan variabel pengamatan
secara langsung yang sudah di tentukan secara jelas dan spesifik.10 Penelitian
deskriptif dan kualitatif lebih menekankan pada keaslian tidak bertolak dari teori
melainkan dari fakta yang sebagaimana adanya di lapangan atau dengan kata lain
menekankan pada kenyataan yang benar-benar terjadi pada suatu tempat atau
masyarakat tertentu.11Adapun dasar penelitian adalah studi kasus yaitu
mengumpulkan informasi dengan cara melakukan wawancara dengan sejumlah
kecil dari populasi serta melakukan observasi secara aktif di lapangan.12
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedekatan filosofis
dan antropologi, dikarenakan objek pembahasan dalam penelitian ini adalah
manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hanya dilihat dari segi
fisiknya melainkan dari segi kebudayaan dan keanekaragaman perilakunya.
Konsep terpenting dalam antropologi adalah pandangan bahwa praktik-praktik
sosial harus di teliti dan dilihat secara praktik yang berkaitan dengan yang lain
dalam manusia yang teliti. Salah satunya adalah tradisi Uang Panai yang
termasuk dalan prilaku kebudayaan yang apabila tetap dijaga dan dilestariakn
akan mempererat hubungan silahturahmi dikalangan masyarakat suku Bugis.
2. Setting dan Subjek Penelitian
Dalam proses pengumpulan data, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang sebenarnya dari masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
10Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2011),
37. 11Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Yogyakarta: Erlangga, 2009), 55. 12Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian:Suatau Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), 34.
8
menghindari terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam hasil penelitian yang
akan di peroleh nantinya. Setting penelitian dalam tradisi Uang Panai Desa
Alang-Alang Kecamatan Muara Sabak Timur. Pemilihan setting ini berdasarkan
pertimbangan rasional bahwa tradisi Uang Panai di Desa Alang-alang sampai
sekarang masih tetap ada dan dilaksanakan oleh masyarakat suku Bugis tersebut.
Subjek penelitian ini berpusat pada segenap tenaga dalam pelaksanaan
tradisi Uang Panai, meliputi tokoh agama, adat, masyarakat, orangtua, anak dan
pelaku Uang Panai yang akan melaksanakan pernikahan. Mengingat subjek yang
baik adalah subjek yang terlibat aktif, cukup mengetahui, memahami, atau
mempertimbangkan dengan aktivitas yang akan diteliti, serta memiliki waktu
untuk memberikan informasi secara benar.
3. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia, situasi atau pristiwa, dan
dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan maupun tindakan orang
yang bisa memberikan data melalui wawancara. Sumber data suasana / peristiwa
berupa suasana yang bergerak (peristiwa) ataupun diam (suasana), meliputi
ruangan, suasana, dan proses. Sumber data merupakan objek yang akan di
observasi. Sumber data dokumenter atau berbagai referensi yang menjadi bahan
rujukan dan berkaitan langsung dengan masalah yang akan di teliti.
Jenis data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer (data utama), yaitu data yang di peroleh langsung
dari informan dilapangan tempat penelitian berlangsung. Sedangkan sumber data
sekunder (data pendukung), yaitu data yang di peroleh dari dokumen-dokumen
atau catatan-catatan yang da hubungannya dengan objek penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang optimal yang relevan perlu memperhatikan
sumber data yang akan diperoleh dan metode pengumpulan data yang tepat.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
9
Pertama, Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengamati dan mencatat secara sistematik akan fenomena yang di teliti. Dalam
penelitian ini menggunakan metode pengamatan partisipatif. Metode ini dilakukan
dengan cara menjalin hubungan baik dengan informan. Melakukan pengamatan
partisipatif pada saat melakukan tradisi Uang Panai di Desa Alang-alang dari
mulai persiapan hingga tradisi tersebut selesai. Adapun langkahnya adalah dengan
dengan melakukan observasi / pengamatan secara menyeluruh tentang tradisi
Uang Panai. Gunanya untuk memperoleh data tentang: Perkembangan Uang
Panai, cara pelaksanaan serta makna Filolosi dari tradisi Uang Panai tersebut.
Kedua, wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
secara lisan atau tatap muka antar peneliti dengan sumber data manusia. Sebelum
wawancara dilakukan pertanyaan sudah di tentukan sebelumnya termasuk urutan
dan materi pertanyaan. Teknik wawancara mendalam digunakan untuk
mengetahui secara mendalam tentang berbagai informasi yang terkait dengan
persoalan yang sedang diteliti kepada pihak-pihak yang di anggap memberikan
informasi secara utuh tentang persoalan yang akan di kaji.
Tentu saja informasi dari hasil wawancata yang disuguhkan masih penulis
maknai dan masih memerlukan interpretasi lebih lanjut berdasarkan pemahaman
penulis. Tujuan dari wawancara yaitu untuk mencari: latar belakang sejarah,
tujuan dan perkembangan Uang Panai, tatacara pelaksanaan serta makna filosofi
dari Uang Panai tersebut.
Ketiga, Metode dokumentasi adalah pencarian dan mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, agenda ataupun jurnal dan lain
sebagainya. Data dokumentasi yang dimaksud adalah data tentang pelaksanaan
tradisi Uang Panai tempat serta berbagai data lain yang dibutuhkan dalam
penelitian ini untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawanncara dan
observasi yang di dapat. Terutama data tentang gambaran umum Desa, latar
belakang sejarah dan perkembangan Uang Panai dan tatacara pelaksanaan.
Ketiga teknik pengumpulan data di atas digunakan secara simultan dalam
penelitian ini, dalam arti digunakan untuk saling melengkapi antara data satu
10
dengan data yang lain. Sehingga data yang penulis peroleh memiliki validitas dan
keabsahan yang baik untuk di jadikan sebagai sumber informasi.
5. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data yang tersedia, penulis menggunakan langkah-
langkah yang dikemukana oleh Miles dan Hubermen yang mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisl data kualaitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan
dta ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru aktivitas
dalam analisis meliputi sebagai berikut:
Pertama, yang peneliti lakukan adalah membaca, mempelajari, dan
menelaah data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi
yang terkumpul serta data-data lainnya.
Kedua, Reduksi data yaitu data yang diperoleh di lapangan langsung dirinci
secara sistematis setiap selesai mengumpulkan data lalu laporan-laporan tersebut
direduksi, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
penelitian.
Ketiga, Pengambilan kesimpulan dan verifikasi adapun data yang didapat
dijadikan acuan untuk mengambil kesimpulan dan verifikasi dapat di lakukan
dengan singkat, yaitu dengan cara mengumpulkan data baru.13 Selanjutnya akan
ditulis dalam bentuk laporan dari hasil yang diperoleh secara deskriptif analisis,
yaitu dengan hanya mendeskriftifkan atau menggambarkan keadaan suatu objek
penelitian berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau apa adanya. Penyajian
dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai dengan yang diperoleh
dari penelitian.
G. Pemeriksaan Kabsahan Data
Untuk memperoleh data yang terpercaya (trusthworthiness) dan dapat
dipercaya (reliable), maka peneliti melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data
13Suwarto, Arif Subyantoro, Metode dan Teknik Penelitian Sosial (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), 23.
11
yang didasarkan atas sejumlah kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya
pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan lewat empat cara yaitu:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat keikutsertaan
peneliti dilokasi secara langsung dan cukup lama, dalam upaya mendeteksi dan
memperhitungkan penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data,
karena kesalahan penilaian data (data distortion) oleh peneliti atau responden,
disengaja atau tidak sengaja. Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena
adanya nilai-nilai bawaan dari peniliti atau adanya keterasingan peneliti dari
lapangan yang diteliti sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul secara
tidak sengaja, akibat adanya kesalahpahaman terhadap pertanyaan, atau muncul
dengan sengaja, karena responden berupaya memberikan informasi fiktif yang
dapat menyenangkan penelit, ataupun untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
Distorsi data tersebut, dapat dihindari melalui perpanjangan keikutsertaan
peneliti dilapangan yang dapat diharapkan dapat menjadi data yang diperoleh
memiliki derajat realibilitas dan validitas yang tinggi. Perpanjangan keikutsertaan
peneliti pada akhirnya akan juga menjadi semacam motivasi untuk menjalin
hubungan baik yang saling mempercayai antara responden sebagai objek
penelitian dengan peneliti.
2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
secara teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol
dalam penelitian, faktor-faktor tersebut selanjutnya ditelaah, sehingga peneliti
dapat mengalami faktor-faktor tersebut. Ketekunan pengamatan dilakukan dalam
upaya mendapatkan karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada
objek penelitian, permasalahan dan focus penelitian, atau distorsi data yang timbul
dari kesalahan responden yang memberikan data secara tidak benar, misalnya
berdusta, menipu, dan berpura-pura.
12
3. Trianggulasi
Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu diluar data pokok, untuk keperluan pengecekan reabilitas
data melalui pemeriksaan silang, yaitu lewat perbandingan berbagai data yang
diperoleh dari berbagai informan. Terdapat empat macam teknik trianggulasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik pemeriksaan menggunakan
sumber, metode, penyidik dan teori.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat reabilitas suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kulitatif, yaitu dengan cara-cara sebagai sebagai berikut:
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;
membandingkan apa yang dikatakan informan diruang umum (public) dengan apa
yang dikatakan diruang pribadi (privat); membandingkan apa yang dikatakan
sepanjang waktu penelitian; membandingkan keadaan dan perspektif seorang
informan dengan berbagai pendapat atau pandangan informan lainnya, seperti
dosen, mahasiswa atau pimpinan Prodi; membandingkan hasil wawancara dengan
hasildokumen terkait.
Trianggulasi dengan metode, merupakan teknik pengecekan keabsahan data
dengan meneliti hasil konsistensi, reabilitas, dan validitas data yang diperoleh
melalui metode pengumpulan data tertentu. Terdapat dua cara yang dapat
dilakukan dalam trianggulasi dengan metode, yaitu: pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data;
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Trianggulasi dalam penyidik, yaitu teknik pengecekan data melalui
perbandingan hasil daya yang diperoleh dari satu pegamat dengan hasil
penyidikan pengamat lainnya. Triaanggulasi dalam teori, yaitu pengecekan
keabsahan data melalui perbandingan dua atau lebih teori yang berbicara tentang
hal yang sama, dimaksudkan untuk mendapatkan penjelasan banding tentang satu
hal yang diteliti. Penerapan teknik tersebut, dapat dilakukan dengan memasukan
teri pembanding untuk memprkaya dan membandingkan penjelasan pada teori
utama yang digunakan dalam penelitian.
13
4. Diskusi dengan teman sejawat
Langkah akhir untuk menjamin keabsahan data, peneliti melakukan diskusi
dengan teman sejawat, guna memastikan bahwa data yang diterima benar-benar
real dan bukan semata persepsi sepihak dari peneliti atau informan. Melalui cara
tersebut peneliti mengharapkan mendapatkan sumbangan, masukan, daan saran
yang berharga daan konstruktif dalam meninjau keabsahan data.
H. STUDI RELEVAN
Sejauh informasi yang didapatkan peneliti sudah banyak menemukan karya
tentang Uang Panai dalam adat masyarakat suku Bugis yang telah banyak
menarik perhatian bagi para Antropologi dan Sosiologi. Berdasarkan Penelusuran
penulis, terdapat beberapa karya yang membicarakan Uang Panai dalam Adat
Suku Bugis, diantaranya karya Andi Asraf, Mahar dan Paendre dalam Adat Suku
Bugis. Karya ini membicarakan tentang adat suku Bugis, diantaranya tentang
Uang Panai. Didalam karya tersebut lebih berbicara ke uang mahar ataupun uang
paendre dalam pelaksanaan pernikahan masyarakat suku bugis.
Dalam jurnal Karya Imam Ashari “ Makna Mahar dan Adat dalam Status
Sosial Suku Bugis, membicarakan tentang adat dalam suku bugis terkait mahar
dalam status sosial. Dalam jurnal tersebut lebih membahas tentang makna mahar
tersebut dalam status sosial dam suku Bugis. karya ini juga lebih fokus kepada
sosial dan status sosial di dalam suku Bugis.
Penulis juga menemukan Karya Rheny Eka Lestari, “Mitos dalam Upacara
Uang Panai Masyarakat Bugis Makassar, juga membicarakan bagaimana mitos
yang terjadi dalam pelaksanaan Uang Panai yang menjadi adat yang di lakukan
oleh masyarakat Bugis Makassar. Didalam karya ini juga banyak membicarakan
upacara pernikahan yang di laksanakan oleh masyarkat Bugis. Karya ni juga lebih
fokus kepada pernikahan yang dilaksanakan dalam suku Bugis, bagaima
pernikahan yang ideal sesuai dengan adat yang dianut didalam suku Bugis.
Selain karya-karya di atas penulis juga menemukan beberapa karya
akademik yang telah membicarakan persoalan Uang Panai dalam Suku Bugis. Di
antaranya, Skripsi Noyamin Aini, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
yang berjudul Tradisi Mahar di Ranah Lokalitas Umat Islam: Mahar dan Struktur
Sosial di Masyarakat Muslim Indonesia, dalam karya tersebut penulis lebih
banyak membicarakan tentang status sosial ataupun strata sosial terkait Mahar di
masyarakat Muslim di Indonesia, selain itu ada juga Skripi Nurul Hikmah,
mahasiswa PPKN Universitas Negri Makassar dengan judul ‘’ Problematika
Uang Belanja Pada Masyarakat Di Desa Balangpesoang Kecamatan Balukumba
Kabupaten Balukumba. Skripsi tersebut mengulas tentang Uang Panai atau uang
belanja, termauk tata cara dan pelaksanaanya bagi masyarakat suku Bugis,
khususnya di Desa Balangpesoang Kecamatan Balukumba Kabupaten
Balukumba. Uang Panai atau Uang belanja adalah tradisi yang merupakan salah
satu sayarat wajib ketiaka ingin melaksanakan suatu pernikahan dengan anak
gadis suku Bugis. Dalam skripsi inin juga membahas tentang problematika Uang
Panai atau uang belanja yang di hadapi ketika ingin melaksanakan suatu
pernikahan. Namun ada perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan
tentang Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis, mulai dari cara
pelaksanaannya, tujuan, serta makna filosofi yang terkandung didalamnya, serta
bagaimana dampak positif dan negatif dari tingginya Uang Panai tersebut. Jadi,
akan berbeda dengan yang penulis lakukan baik secara segi setting sosialnya dan
juga tentang kandungan filosofi yang ada di dalam Uang Panai tersebut. Tentunya
hasil yang didapat akan berdeda.
Penelitian-penelitian diatas berbeda dengan penelitian-penelitin yang akan
diteliti oleh penulis. Penulis disini memfokuskkan pada pembahasan mengenai
Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis dalam kajian Filosofi di Desa Alang-
alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Penelitian yang akan penulis lakukan menjelaskan mengenai bentuk dan tata cara
tradisi Uang Panai, apa makna filosofi yang terkandung didalamnya, serta
bagaimana dampak dari tingginya Uang Panai. Jadi, akan berbeda dengan yang
penulis lakukan baik dari segi setting sosialnya dan juga tentang kandungan
filosofi yang ada di dalam Uang Panai.
15
BAB II
PROFIL DESA ALANG-ALANG KECAMATAN MUARA SABAK TIMUR
KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
A. Sejarah Berdirinya Desa Alang-alang
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung
Jabung Timur berdiri kurang lebih pada tahun 1958. Pada awal nya Desa Alang-
alang adalah hutan yang dipenuhi pohon nibung. Lalu datanglah masyarakat
melayu dari Kampung Laut yaitu petani yang ingin mengambil pohon nibung
didaerah bakau tersebut dengan menggunakan perahu. Namun sesampainya
disana dan ketika hendak pulang sembari membawa nibung tersebut air sungai
sudah sangat surut dan tanggung jika ingin di keluarkan karena haripun sudah
hampir magrib. Jadi petani tersebut ragu dan merasa tanggung jika harus
mengeluarkan kayu nibung tersebut. Lalu petani tersebut mengutuskan untuk
menginap hingga menunggu esok hari. Desa Alang-alang ini pun dibuka oleh
masyarakat Melayu dan Banjar dari Kampung Luat pada waktu itu. Lalu setelah
itu barulah berdatangan masyarakat suku Bugis. Pada waktu itu dilakukan
penebangan pohon nibung untuk membuka lahan tersebut. Ketika sebagian lahan
telah terbuka datang lah masyarkat suku Bugis yang ingin tinggal dan menetap di
Desa tersebut. Awalnya pohon nibung yang ditebang tersebut di jadikan sebagai
bahan pangan berupa sayuran dan bahkan di jadikan sebagai bahan untuk
pembuatan rumah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mantan kepada Desa ke Desa Alang-
alang yaitu Bapak H. Muhammad Yunus S.P beliau menyatakan :
[P]ada zaman dulu ketika masyarakat melayu dari Kampung Laut memasuki
Desa Alang-alang ini karena ada keperluan untuk mengambil pohon nibung.
Namun ketika ingin pulang air sungai sudah sangat surut dan pasti kalau pun
pulang waktu sudah tidak terkejar lagi dikarenakan sudah ingin magrib dan
waktu itu adalah waktu yang sangat tanggung, maka dari itu tempat terbesebut
di beri nama Alang-alang atau tanggung.1
1H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
16
Dari hasil wawancara di atas di pertegas lagi oleh Bapak Kamarudin sebagai
ketua Rt dan menjadi orang yang termasuk di tuakan di Desa Alang-alang.
[O]rang yang pertama membuka Desa Alang-alang memang orang suku
Melayu dan Banjar asli dari Kampung Laut, Desa Alang-alang dahulunya
hanyalah hutan yang dipenuhi dengan pohon nibung, maka dari itu orang
tersebut ingin mengambil pohon nibung tesebut. Namun karena waktu yang
tanggung untuk pulang maka dar itu tempat ini dinamakan Alang-alang atau
tanggung.2
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, bahwasanya Desa Alang-alang
adalah sebuah Desa yang di buka dengan masyarakat suku Melayu dan Banjar asli
dari Kampung Laut. Orang pertama yang tinggal di Desa Alang-alang pun
memang orang bersuku Melayu dan Banjar asli. Setelah itu berdatangan suku
Bugis yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Desa Alang-alang. Pada
waktu itu pohon nibung yang di tebang di jadikan bahan makanan berupa sayur
dan sebagaian pula di jadikan untuk bahan pembuatan rumah. Lalu setelah itu
terjadilah pelebaran sungai dan lahan dari yang semulanya kecil menjadi besar.
Ketika sudah terjadi pelebaran lahan dan sungai maka berdatanganlah masyarakat
suku Bugis tersebut untuk tinggal dan menetap disana. Masyarakat suku Bugis
tersebut bergotong royong untuk membuat jalan dan membersihkan pohon nibung
tesebut.
Beliau juga menjelaskan bahwasanya :
[S]etelah dilakukan pelebaran lahan dengan penebangan pohon nibung tersebut
barula ramai berdatangan masyarakat suku Bugis yang ingin tinggal dan
menetap di Desa Alang-alang hingga sekarang . Hingga masyarakat suku bugis
bergotong royong untuk membersihkan dan melakukan pembuatan jalan.3
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, bahwasanya menurut Pak
Kamarudin sekitar kurang lebih 7 tahunan , dilakukan penebagan dan pelebaran
lahan dari pohon nibung berubah bercocok tanam dengan padi. Hutan yang
2Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio. 3H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
17
dijadikan lahan sawah pun terjadi tidak beratahan lama karena pada dasarnya
Desa Alang-Alang memang berada di pinggiran sungai sehingga sering
mengakibatkan banjir dan alhasil sawah padi pun tidak bertahan lama. Hingga
pada akhirnya pada tahun 1965 mulai lah masyarakat menanam kepala hingga
sekarang. Dengan usaha pemerintah Desa dan masyarakat pada tahun 2006
dilakukan pencegahan air laut atau abrasi, hingga 2007 ada kurang lebih 12 alat.
Hingga saat ini masyarakat pada Desa Alang-alang mayoritas berpenghasilan
dengan bertani yaitu kebun kepala, dan pinang. Di desa Alang-alang sampai saat
ini di tempati oleh masyarakat suku Bugis bahkan sering di juluki kampung
Bugis, meskipun pada awalnya Desa Alang-alang dibuka oleh masyarakat Suku
Melayu dan Banjar asli Kampung laut. Namun, tidak menuntut kemungkinan
sekarang masyarakat suku Melayu dan Banjar bisa dikatakan tidak ada lagi
disana. Pada zaman awal pembentuka desa Alang-alang sistem pemerintahan di
pimpin oleh yang disebut mangku.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin, beliau
menyatakan :
[Z]aman dahulu belum ada namanya kepada Desa, yang ada hanya sebutan
Mangku. Jadi pada waktu itu kepada Desa disebut dengan Pak Mangku. Desa
Alang-alang juga dahulu masih dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit
pada waktu itu. Namun sekarang alhamdulillah Desa Alang-Alang sendiri
sudah lebih maju dan jauh berkembang dari dahulu.4
Berdasarkan hasil wawancara Desa Alang-alang dahulu merupakan Desa
yang sangat terpencil dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, tetapi
sekarang Desa Alang-Alang sudah maju dan jauh berkembang.
Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung
Jabung Timur pada waktu itu di pimpim oleh beberapa mangku. Diantaranya
ialah:
4Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio.
18
Table 1.1 Nama-nama Mangku Desa Alang-alang
NO. Nama-Nama Mangku Periode
1. M. Saini Pertama
2 Suwito Sungkowo Kedua
3 Ciung Ketiga
Sumber: Data Dari Wawancara.5
Mangku Desa Alang-alang dipimpin pertama kalinya oleh M.Saini pada
saat itu. Setelah beberapa tahun dengan 3 mangku barulah terbentuk yang
dinamakan Kepada Desa Alang-alang dengan pemekaran menajdi 3 Dusun.
Dusun pertama yaitu Dusun Makmur Jaya , Dusun kedua yaitu Dusun Gaya Baru
dan Dusun ketiga yaitu Dusun Pada Idi. Setiap Dusun terdapat 4 Rt dan jumlah Rt
yang ada di Desa Alang-alang yaitu ada 12 Rt. Rt yang ada di Dusun Makmur
jaya yaitu, Rt. 01 samapi Rt 04. Rt yang ada di Dusun Gaya Baru yaitu Rt. 05
sampai Rt.08 dan di Dusun Pada I di yaitu Rt. 09 sampai Rt. 12.
Adapun pemimpin setelah perubahan Mangku menjadi Kepala Desa
diantaranya yaitu:
Table 1.2 Nama-nama Kepala Desa Alang-alang
NO. Nama-Nama Mangku Periode
1. Mappangara Pertama
2. H.M. Yunus S.Pt Kedua
3. Ukas MD Ketiga
Sumber: Data Wawancara6
5Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio. 6H. M. Yunus S.Pt, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15
November 2018, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
19
B. Lokasi dan Letak Geografis Desa Alang-alang
Desa Alang-alang merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Secara geografis
Desa Alang-alang merupakan daerah pinggir laut dan daratan. Letaknya di
perbatasan Desa Kota Raja dan Desa Sungai Ular, jarak dari Desa Sungai Ular ke
Desa Alang-alang 3 km, dan jarak dari Desa Kota Raja ke Desa Alang-alang 4
km, jadi Desa Alang-alang berada di tengah-tengah antara Desa Sungai Ular dan
Desa Kota Raja. Desa Alang-alang dikelilingi kebun kelapa dan pinang. Alang-
alang memiliki luas kurang lebih 450 Ha pada saat ini dan berjumlah 343 Kepala
Keluarga (KK), dengan jumlah kurang lebih 1205 jiwa. Batas Desa Alang-alang
sebelah sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Solok. Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Sungai Ular. Sebelah Utara berbatasan dengan
Desa Kota Raja, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Parit Ban.
C. Visi dan Misi Desa Alang-alang
1. Visi
Alang-alang Berseri ( Bersih, Religius, Sejahtera, Rapi dan Indah ).
Terwujudnya masyarakat Alang-alang yang Bersih, Relegius, Sejahtera, Rapi dan
Indah melalui Akselerasi Pembangunan yang berbasis keagamaan, Budaya dan
Hukum dan Berwawasan Lingkungan dengan berorentasi pada peningkatan
Kinerja Aparatur dan Pemberdayaan Masyarakat.
2. Misi
Misi dan Program Desa Alang-alang Untuk melaksanakan Visi Desa
Alang-alang dilaksanakan misi dan program sebagai berikut :
a. Pembangunan Jangka Panjang
- Melanjutkan pembangunan Desa yag belum terlaksana.
- Meningkatkan kerjasama anatara pemrintah Desa dengan lembaga Desa
yang ada.
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dengan meningkatkan
sarana dan prasarana ekonomi warga.
20
b. Pembangunan Jangka Pendek
- Mengembangkan dan Menjaga serta melestarikan adat istiadat Desa
terutama yang telah mengakar di Desa Alang-alang.
- Meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan kepada warga
masyarakat.
- Meningkatkan sarana dan prasaran ekonomi warga Desa dengan perbaikan
prsarana dan sarana ekomomi.
- Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan guna peningkatan sumber
daya manusia Desa Alang-alang.7
Visi dan misi yang telah dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Desa dan
Aparat Desa ini tentu telah mendapatkan persetujuan dan dukungan dari seluruh
masyarakat setempat. Melalui visi dan misi tersebut terdapat masyarakat menaruh
harapan yang penuh yang ingin dicapai oleh masyarakat setempat, baik dari
kepala desanya maupun anggota-anggotanya.
Di dalam visi dan misi yang sampai saat ini masih dipertahankan di Desa
Alang-alang ini, mendapat dukungan yang positif dari seluruh masyarakatnya.
Masyarakat setempat terus melakukan gotong royong untuk membersihkan
kampung dan membersihkan masjid mereka yang diadakan seminggu sekali yaitu
pada hari jum’at. Kegiatan ini menjadi rutinitas masyarakat Desa Alang-alang
guna menjaga desa mereka agar tetap terjaga keasriannya. Selain dalam bidang
kebersihan, masyarakat Desa Alang-alang juga aktif dalam bidang keagamaan
terutama untuk kalangan ibu-ibu rumah tangga. Di samping mengurus rumah
tangga, mereka para ibu-ibu desa bersama ibu kepala desanya terus meningkatkan
bakat dan minat dari ibu-ibu desa misalnya mengikuti lomba menyanyi,
membentuk kelompok yasinan, belajar rebana, dan bahkan sering mengikuti
acara keagamaan seperti Mtq dan lainnya.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan Kepada Ibu anggota Ysinan
Desa Alang-alang ia menyatakan:
7Hamzah S.Pd, Sekretaris Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November
2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekamana Audio.
21
“[D]esa Alang-alang merupakan Desa yang sangat aktif dalam bidang
keagamaan, tidak sedikit dari Ibu-ibu yang selalu mengikuti lomba di acara
Mtq seperti lomba Tilawah, Rebana dan lainnya”.8
Dalam Visi dan Misi Desa Alang-alang ini terdapat harapan penuh dari
kepala Desa Alang-alang Bapak Ukas MD selaku kepala Desa menyatakan:
“[S]emoga dengan adanya Visi dan Misi ini mampu membawa perubahan yang
lebih baik lagi untuk Desa Alang-alang kedepannya”.9
Kepala Desa Alang-alang juga sangat mengharapkan agar warganya hidup
rukun dan saling membantu satu sama lain, meningkatkan kedisiplinan, menolong
sesama warga, dan masyarakat juga diharapkan dapat menyumbangkan
pemikirannya guna untuk perkembangan desa.
D. Kondisi Penduduk Desa Alang-alang
Desa Alang-alang pada saat ini baru saja di pimpin oleh Kepada Desa yang
baru terlantik. Beliau adalah Bapak Ukas MD yang merupakan sekretaris Desa
sebelum menjabat menjadi Kepala Desa Alang-alang. Selama beliau menjabat
menjadi sekretaris Desa beliau selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat,
menurut masyarakat juga bapak Ukas MD bisa dikatan sebagai pemimpin yang
mengayomi masyarakat.
1. Penduduk
Jumlah penduduk yang besar bisa menjadi modal dasar sekaligus bisa
menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Desa Aalng-alang yaitu kurang
lebih 1205 jiwa dengan jumlah kepala keluarga kurang lebih 343. Agar dapat
menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduknya harus disertai dengan
kualitas SDM yang tinggi. Penaganan kependudukan sangat penting sehingga
potensi yang di miliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan. Jumlah
penduduk dari tahun ke tahun cenderung meningkat, kerena tingkat kelahiran
8Indo Upe, Anggota Yasinan Hurul Huda Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis,
20 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 9Ukas MD, Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November 2019,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
22
lebih besar dari pada kematian serta penduduk yng masuk lebih besar dari pada
penduduk yang keluar.
Suku Bugis yang tinggal di Desa Alang-alang berasal dari asal yang
berbeda-beda. Masyarakat suku Bugis yang tinggal di Desa Alang-alang tidak
melalui proses transmigrasi tetapi mereka datang dan menetap disana. Mereka
membuat rumah sendiri dan membuat hutan yang ada menjadi kebun dan tempat
mereka.
2. Kondisi Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Alang-alangsecara umum juga
mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang
memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya
belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan, pada dasarnya
sumber pendapatan masyarakat. Desa Alang-alang berasal dari perkebunan kelapa
dan pinang. Ada juga yang menjadi pedagang, sawah, guru dan yang bekerja
dikantor Desa. Desa Alang-alang tanahnya bisa dikatakan subur dalam satu tahun
bisa beberapa kali panen.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada Bapak
Jamaludin sebagai salah satu tokoh masyarakat Desa Alang-alang ia menyatakan:
“[D]esa alang-alang merupakan Desa yang kaya dengan kebun kepala dan
pinangnya, di Desa Alang-alang bisa mengalami panen hingga puluhan ton”.10
Berdasarkan hasil wawancara Desa Alang-alang bagi masyarakat hal ini
merupakan anugerah bagi masyarakat Desa Alang-alang. Tentu saja masyarakat
Desa Alang-alang sangat memanfaatkan semua yang ada, untuk hasil panen
kelapa dan pinangnya bisa mencapai puluhan ton. Penduduk di Desa Alang-alang
juga sebagian masih banyak yang tidak memiliki usaha atau mata pencarain tetap,
hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Alang-alang juga masih belum
terbebas dari kemiskinan.
10Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
November 2019Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
23
3. Kondisi Keagamaan
Penduduk Desa Alang-alang 100% memeluk agama Islam. Walaupun
kehidupan masyarakatnya sangat heterogen yang terdiri dari suku bangsa dan
daerah. Masyarakat Desa Alang-alang tidak menerima pendatang yang beragama
selain beragama Islam, dikarenakan takutnya akan membawa pengaruh buruk bagi
umat Islam yang ada disana. Namun masyarakat di Desa Alang-alang tetap
menerima pendatang seperti Jammah Tabligh yang tinggal di masjid-masjid.
Dalam kegiatan keagamaan di Desa Alang-alang terbilang cukup baik,
sehingga kegiatan keagamaan berjalan dengan baik dan lancar. Sebagai penunjang
adanya kegiatan didalam ketakwaan kepada Allah maka di dirikan Masjid,
Musholah, MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan tempat Pami.
Untuk lebih jelas tentang eksistensi sarana keagamaan di Desa Alang-Alang dapat
di lihat sebagai berikut :
Table 1.3 Sarana keagamaan Desa Alang-Alang
No. Sarana Jumlah
1. Masjid 1
2. Musholah 1
3. Guru Pami 8
Sumber: Data Dari Wawancara11
Dalam upaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah, masyarakat Desa
Alang-alang memanfaat sarana tersebut dengan baik, baik secara pengajian anak-
anak, maupun pengajian rutin. Dalam membina kehidupan keagamaan di Desa
Alang-alang diadakan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di masyrakat adalah :
11Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
24
a. Anak-anak
Pembinaan kehidupan anak-anak di Desa Alang-alang dalam bentuk
pengajian-pengajian (pengajian al-Qur’an), pengajian al-Qur’an dilaksanakan
setiap malam kecuali malam jum’at dan malam sabtu, malam jum’at tidak ada
pengajian karena malam jum’at biasanya diadakan yasinan mingguan. Sedangkan
malam sabtu biasa nya diadakan muhadaroh. Sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah)
diadakan setiap hari kecuali libur nasional.
b. Orang dewasa
Kegiatan keagamaan bagi orang dewasa di Desa Alang-alang bermacam-
macam, untuk ibu-ibu diadakan yasinan rutin setiap hari Jum’at yaitu yasinan
keliling. Untuk bapak-bapak diadakan yasinan bersama di masjid dan mushola
serta tahlilan rutin setiap malam Jum’at setelah membaca yasin di masjid yaitu
tahlil keliling. Biasanya juga diadakan pengajian kajian setiap malam selasa yang
dihadiri anak-anak, remaja dan orang tua.
c. Remaja
Kegiatan keagamaan bagi remaja dilaksanakan setiap malam selasa yang
bertempat di masjid, untuk menambah wawasan para remaja tentang keagamaan
dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Di Desa Alang-alang juga sering
mengikuti kegiatan-kegiatan lomba seperti lomba FASI (Festival Anak Sholeh
Indonesia), dan lomba-lomba keislaman lainnya.
4. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dalam memajukan tingkat
kesejahteraan dan tingkat perekonomian. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi
maka akan mendongkrak tingkat kemajuan, tingkat kemajuan juga akan
mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan. Dan pada akhirnya menjadi
pendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Pendidikan biasanya akan dapat
mempertajam sistematika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah
menerima informasi yang lebih maju.
25
Desa Alang-alang juga termasuk Desa yang mulai berkembang karena kini
di Desa Alang-alang sudah terdapat sarana pendidikan mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) hingga SLTA .
Dibawah ini menunjukkan tabel sarana pendidikan masyarakat Desa
Alang-alang :
Table 1.4 Sarana Pendidikan
No. Sarana Pendidikan Jumlah
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1
2. Taman Kanak-Kanak (TK) 1
3. Sekolah Dasar (SD) 1
4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1
5. Madrasah Tsanawiyah (Mts) 1
6. SekolahMenengahPertama (SMP) 1
7. Madrasah Aliyah (MA) 1
Sumber: Data Dari Wawancara.12
Banyak juga pelajar dari Desa Alang-alang yang melanjutkan
pendidikannya ke SMP, SMA dan juga perguruan tinggi yang ada di berbagai
daerah. Jadi bisa di bilang Sumber Daya Manusia (SDM) Desa Alang-alang cukup
baik. Tingkat pendidikan yang tua-tua pada umumnya adalah SD. Namun bagi
kelahiran 1980-an keatas minimal adalah SMP sederajat bahkan sudah banyak
yang menyandang gelar sarjana, baik D3, S1 baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan, keagamaan, pertanian, ekonomi dan komputer. Bahkan ada yang telah
mencapai gelar Magister (S2) dan ada yang menjadi guru dan pegawai kantor.
5. Budaya
Setiap masyarakat memiliki kehidupan sosial yang berbeda antara
masyarakat satu dengan yang lainnya.Hal ini dapat dilihat dari adat istiadat yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Adat istiadat merupakan bagian dari
12Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekolah Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara
dengan Penulis, 14 Februari 2020, Rekaman Audio.
26
kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai pengatur, pengendali, pemberi arah
kepada perlakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Desa Alang-alang menggunakan bahasa indonesia dan
bahasa Bugis pada umunya sebagai bahasa pengantar.Dalam hidup ada konsep
tatanan hierarki yang bermasyarakat, yaitu orang yang lebih muda menghormati
orang yang tua.
Dalam kehidupan bermasyarakat, adanya interaksi yang kuat antar warga,
tingkah laku antar anggota masyarakat dan hidup bergotong royong masyarakat
Desa Alang-alang tercermin dalam kebiasaan mereka yang disebut dalam upacara
keagamaan. Di Desa Alang-alang juga sangat terkenal dan sangat kental dengan
kebudayaan Bugsinya, karena memang masyarakat di Desa Alang-alang
mayoritas adalah Suku Bugis.
Manusia merupakan makhluk sosial, mereka tidak bisa hidup tanpa bantuan
dari manusia lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka menciptakan
kelompok sosial. Kelompok sosial adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa
orang yang saling berinteraksi dan terlibat dalam kegiatan bersama. Umumnya,
kelompok sosial yang diciptakan tersebut adalah berdasarkan pada mata
pencaharian atau pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Mereka saling
membutuhkan dalam berbagai aspek, dalam kaitannya dengan adanya rasa saling
bantu membantu. Semakin baik hubungan sosial mereka maka semakin sejahtera
dan tentram dalam kehidupan mereka. Maka jelaslah hubungan ini wajib dibina
karena hal ini merupakan sangat penting bagi kelansungan hidup bermasyarakat.
6. Sosial
Masyarakat Desa Alang-alang yang mayoritas suku Bugis, masih sangat
menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang mereka baik dalam hal budaya
maupun bahasa sehari-hari.Bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai pengantar
dalam dunia pendidikan, maupun forum-forum formal seperti rapat atau
musyawarah.Jiwa kegotong royongan dalam masyarakat Desa Alang-alang juga
masih sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam bermasyarakat.
Di Desa Alang-alang juga jiwa sosial antar sesama masyarakat masih sangat
27
tinggi, seperti biasanya jika ada acara maka masyarakat beramai-ramai untuk
saling membantu sama lain. Selanjutnya juga sering mengadakan membersihkan
masjid dan jalan secara gotong royong.
E. Sarana dan Prasarana Desa Alang-alang
Desa Alang-alang memiliki potensi yang mungkin hampir sama dalam hal
ketersediaan sarana dan prasarana seperti desa lain pada umumnya. Adapun
sarana dan prasarana desa dapat kita lihat sebagai berikut.
1. Kantor Pemerintahan Desa
Desa Alang-Alang memliki sebuah kantor pemerintahan Desa sesuai dengan
data yang kami dapatkan dari pendataan Desa Alang-alang, walaupun sederhana,
di kantor ini memiliki dua ruangan, yang mana ruangan satu digunakan untuk
mengadakan pertemuan jika ada orang luar yang datang, dan ruangan yang satuya
lagi digunakan untuk membuat surat menyurat oleh sekretaris desa. Selain itu juga
telah dilengkapi dengan seperangkat sound system. Listrik dan air bersih juga
tersedia walaupun fasilitas telepon belum tersedia di kantor desa ini. Kantor Desa
juga telah dilengkapi dengan satu buah mesin ketik, satu buah laptop, satu buah
computer dan berbagai fasilitas standard kantor lainnyaa. Informasi mengenai
perangkat Desa, struktur organiasasi, juga terdapat di dalam kantor Desa ini.
2. Posyandu
Di Desa Alang-alang terdapat satu posyandu yang terletak di tengah-tengah
desa dan berdekatan dengan Sekolah Dasar (SD). Adapun yang menunggu
posyandu ini adalah bidan Desa (bides), yang akan memberi pengobatan kepada
masyarakat yang lagi sakit. Fasilitasnya juga telah memadai dan dirasa telah
cukup untuk kebutuhan masyarakat di Desa Alang-alang.
3. Sarana Air Bersih
Dalam hal sumber air bersih, masyarakat mendapatkan air bersih melalui
sumur gali, atau sumur bor dan juga air sungai yang di Dam, kemudian dialirkan
kesetiap rumah-rumah warga.Sumber air bersih tersebut dapat digologkan secara
28
umum dalam kodisi yang baik. Jika musim kemarau datang warga mengambil air
dari air bersih tersebut yang di simpan dalam derum besar.
4. Sarana Pendidikan
Desa Alang-Alang memiliki sarana untuk pembelajaran bagi anak-anak
Desa mulai dari PAUD, TK, SD, MI, MTs dan MA tersedia di Desa. Hal ini bisa
mendongkrak mutu belajar anak-anak Desa Alang-alang yang dahulu kurang
akan ilmu pengetahua. Namun sekarang sudah mulai mempunyai pola fikir yang
lebih baik.Dari data yang didapat oleh peulis dari dokumen desa tahun 2019,
perbedaan anak-anak yang mau menimba ilmu pengetahuan sudah mulai
bertambah dari sebelumnya.
5. Sarana Ibadah
Desa Alang-Alang memiliki satu Masjid dan satu Musholla. Masjid dan
Mushola ini menjadi tempat dimana masyarakat Desa Alang-alang melakukan
aktivitas keagamaan, seperti sholat berjamaah, pengajian, dan acara-acara
keagamaan lainnya. Akan tetapi, di Desa Alang-alang tidak memiliki fasilitas
keagamaan bagi masyarakat beragama non islam.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Hudiyono S.Pd, beliau
menjelaskan:
“[B]iasanya dalam sarana Masjid diadakan gotong royong setiap hari jumat
pagi untuk sholat jumat nantinya”.13
Masyarakat Desa Alang-alang rutin mengadakan gotong royong sebelum
mengadakan sholat Jum’at. Gotong royong ini juga biasanya diadakan dengan
memutar sholawatan dan tilawah agar memberi tahu bahwa gotong royong
dimulai.
13Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekola Mts Al-Amanah Desa Alang-alang, Wawancara
dengan Penulis, 14 November 2019, Rekaman Audio.
29
BAB III
PROSES PELAKSANAAN UANG PANAI
A. Pengertian Uang Panai
Dewasa ini, interpretasi yang muncul dalam pemahaman sebagian orang
tentang pengertian mahar dan Uang Panai dalam adat Suku Bugis masih banyak
yang keliru. Dalam adat perkawinan Suku Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa
(Mahar) dan Dui’ Menre’ (Bugis) atau Uang Panai atau Dui balanja
(Makassar).Secara sederhana, Uang Panai atau Dui balanja (Makassar) atau Dui’
Menre’(Bugis) atau uang belanja, yakni sejumlah uang yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai perempuan.1
Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja kebutuhan pesta pernikahan.
Uang Panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah satu rukun
dalam perkawinan adat suku Bugis Makassar.2 Pemberian Uang Panai adalah
suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Tidak ada Uang Panai berarti tidak
ada perkawinan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu
menyanggupi jumlah Uang Panai yang ditargetkan, maka secara otomatis
perkawinan akan batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak
keluarga laki-laki dan perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan di kalangan
masyarakat setempat.3
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku tokoh
agama di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur, beliau menyatakan:
1Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam
Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,
Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 35. 2Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, diakses melalui alamat
(http://makassar.tribunnews.com/2013/11/06/ketikabudayamenjadipetaka ), tanggal 17 Februari
2019). 3Andi Yunus, “Fenomena uang panai’k Dalam perkawinan Bugis Makassar”, diakses
http://beritadaerah.com/articlewww.orangbiasaji.net/2012/11/tradisiuangpanai’masalahataumaslah
at.html, pada tanggal 14 februai 2019.
30
“[U]ang Panai adalah uang yang diberikan pihak calom mempelailaki-laki
kepada pihak calon mempelai perempuan ketika ingin melaksanakan pernikaan”.4
Hal ini di pertegas lagi oleh Bapak Jamaludin selaku Tokoh Masyarakat
Desa Alang-alang yang menyatakan:
[U]ang Panai adalah uang yang diberikan atau dipersembahan kepada pihak
calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan. Tidak ada
Uang Panai maka tidak akan ada pernikahan karna ini merupakan salah satu
syarat wajib yang dilakukan ketika ingin melakasanakan pernikahan dalam
adat suku Bugis.5
Dari hasil wawancara diatas jelaskan bahwasanya memang benar bahwa
Uang Panai memang merupakan salah satu syarat ketika ingin melakukan
pernikahan didalam suku Bugis, karna tanpa adanya Uang Panai tidak akan ada
yang namanya pernikahan.
Satu hal yang harus dipahami bahwa Uang Panai yang diserahkan oleh
calon suami diberikan kepada orang tua calon istri, sehingga dapat dikatakan
bahwa hak mutlak pemegang Uang Panai tersebut adalah orang tua si calon istri.
Orang tua mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan begitupun
penggunaanya. Penggunaan yang dimaksud adalah membelanjakan untuk
keperluan pernikahan mulai dari penyewaan gedung atau tenda, menyewa grup
musik, membeli kebutuhan konsumsi dan semua yang berkaitan dengan jalannya
resepsi perkawinan. Adapunkelebihan Uang Panai yang tidak habis terpakai akan
dipegang oleh orang tua.
Akan tetapi pada umumnya semua Uang Panai tersebut akan habis terpakai
untuk keperluan pesta pernikahan, namun apabila terdapat sisa dari total Uang
Panai tersebut maka akan diberikan kepada anak. Bagian anak pun terserah orang
tuanya. Apakah akan memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang
tua si calon istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap memberikan
sebagian kepada anaknya untuk dipergunakan sebagai bekal kehidupannya yang
baru.
4Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio. 5Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
Januari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
31
Mahar dan Uang Panai dalam perkawinan adat suku Bugis Makassar adalah
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam prakteknya kedua hal
tersebut memiliki posisi yang sama dalam hal kewajiban yang harus dipenuhi.
Walaupun dalam hal ini Uang Panai lebih mendapatkan perhatian dan dianggap
sebagai suatu hal yang sangat menentukan kelancaran jalannya proses
perkawinan. Sehingga jumlah nominal Uang Panai lebih besar daripada jumlah
nominal mahar. Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan
dihormati.Secara keseluruhan Uang Panai merupakan hadiah yang diberikan
calonmempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan perkawinan dan
rumah tangga dan juga sebagai imbalan atau ganti terhadap jerih payah orang tua
membesarkan anaknya.6
B. Pengertian Mahar
Mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan sebagaisyarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Mahar
dalam pernikahan Bugis yakni serahan dan jumlah besarnya masing-masing uang
serahan tersebut memiliki makna yang berbeda. Mahar atau Sompa dinyatakan
dalam sejumlah nilai perlambang tukar tertentu yang disebut kati. Besaran ini
sudah ditentukan secara adat,berdasarkan derajat tertentu, atau sesuai dengan garis
keturunan si mempelai wanita.7
Mahar atau artinya mas kawin atau sebagai syarat sahnya suatu perkawinan.
Pada strata sosial tertentu calon mempelai tidak pernah menerima mahar yang
lebih rendah dari yang diterima oleh ibunya dahulu. Bagi masyarakat umumnya,
tidak begitu dipermasalahkan, karena mereka biasa menerima mahar seperti
kebanyakan orang yang sama nilainya. Besaran mahar sebenarnya telah diatur
dalam adat, namun seiring perkembangannya jumlah mahar tergantung pada
6Imam Ashari, “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan Adat
Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan”, Skripsi (Bandar Lampung: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2016), 45. 7Andi asyraf, “Mahar dan Paenre dalam Adat Bugis, Studi Etnografi Islam dalam
Perkawinan Adat Bugis di Bulukumba Sulawesi Selatan”, Skripsi (Sulawesi Selatan: UIN Syarif
Hidayatullah, 2015), 45.
32
kesepakatan antar penyelenggara, baikitu dalam jumlah uang yang cukup besar
atau bisa berbentuk seperangkat perhiasan emas bernilai tinggi.
Mahar atau mas kawin adalah harta yang diberikan oleh seorang laki-laki
kepada seorang perempuan sebagai pengganti dalam sebuah pernikahan menurut
kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak, atau berdasarkan ketetapan dari si
hakim. Dalam bahasa Arab, mas kawin sering disebut dengan istilah mahar,
shadaq, faridhah dan ajr.Mas kawin disebut dengan mahar yang secara bahasa
berarti pandai, mahir, karenadengan menikah dan membayar mas kawin, pada
hakikatnya laki-laki tersebut sudahpandai dan mahir, baik dalam urusan rumah
tangga kelak ataupun dalam membagi waktu,uang dan perhatian. Mas kawin juga
disebut shadaq yang secara bahasa berarti jujur,lantaran dengan membayar mas
kawin mengisyaratkan kejujuran dan kesungguhan si laki-laki untuk menikahi
wanita tersebut. Mas kawin disebut dengan faridhah yang secarabahasa berarti
kewajiban, karena mas kawin merupakan kewajiban seorang laki-laki yang
hendak menikahi seorang wanita. Mas kawin juga disebut dengan ajr yang secara
bahasa berarti upah, lantaran dengan mas kawin sebagai upah atau ongkos untuk
dapat menggauli isterinya secara halal. Para ulama telah sepakat bahwa mahar
hukumnya wajib bagi seorang laki-laki yang hendak menikah. Oleh karena itu,
pernikahan yang tidak memakai mahar, maka pernikahannya tidak sah karena
mahar termasuk salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan.8
Mahar dalam Islam adalah tanda cinta. Ia juga merupakan simbol
penghormatan dan pengagungan perempuan yang disyariatkan Allah sebagai
hadiah laki-laki terhadap perempuan yang dilamar ketika menginginkannya
menjadi pendamping hidup sekaligus sebagai pengakuannya terhadap
kemanusiaan dan kehormatannya.
Secara sepintas, mahar dan Uang Panai di atas memang memiliki
pengertian dan makna yang sama, yaitu keduanya sama-sama merupakan
kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang melatarbelakanginya, pengertian
kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sompa atau yang lebih dikenal dengan mas
8Imam Ashari, “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan Adat
Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan”, Skripsi (Bandar Lampung: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2016), 60.
33
kawin atau mahar adalah kewajiban dalam tradisi Islam, sedangkan Uang Panai
atau dan uang jujuran adalah kewajiban menurut adatmasyarakat setempat. Mahar,
uang jujuran dan Uang Panai tidak hanya berbedadari segi pengertian saja, akan
tetapi berbeda pula dalam hal kegunaan dan pemegang ketiganya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis Bapak Jamaludin selaku tokoh
masyarakat di Desa Alang-alang, beliau menyatakan:
“[M]ahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri,Uang
Panai dipegang oleh orang tua istri dan digunakan untuk membiayai semua
kebutuhan jalannya resepsi pernikahan”.9
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di pahami bahwa
sebagian orang Bugis Makassar memandang bahwanilai kewajiban dalam adat
lebih tinggi daripada nilai kewajiban dalam syariatIslam. Sejatinya sebagai salah
satu masyarakat yang dikenal paling kuatidentitas keislamannya di Nusantara,
seharusnya mereka lebih mementingkannilai kewajiban syariat Islam daripada
kewajiban menurut adat. Kewajiban mahar dalam syariat Islam merupakan syarat
sah dalam perkawinan, sedangkan kewajiban memberikan Uang Panai menurut
adat, terutama dalam hal penentuan jumlah Uang Panai, merupakan konstruksi
dari masyarakat itusendiri.
C. Sejarah Uang Panai
Menurut tokoh Adat Desa Alang-alang Bapak Kamarudin beliau
menyatakan:
[U]ang Panai sudah dilakukan sejak zaman dahulu dalam pernikaha adat suku
Bugis Makasar asli. Tradisi Uang Panai memang sudah menjadi ciri khas suku
Bugis, Uang Panai pun sudah menajdi ciri khas turun temurun dari nenek
moyang terdahulu yang dilakukan oleh masyarakat suku Bugis hingga saat
ini.10
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan Uang Panai merupakan
uang yang wajib diberikan ketika seseorang hendak melaksanakan pernikahan
9Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 10Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
34
dengan anak suku Bugis. Uang Panai ini merupakan salah satu syarat wajib yang
diharus dilakukan ketika ingin melakasanakan pernikahan dalam adat suku Bugis.
Hal ini yang sering menjadi kerancuan gagalnya suatu pernikahan yang akan
dilaksanakan, karena terkadang Uang Panai memliki kisaran yang sangat tinggi
sehingga dapat membuat pihak calon mempelai laki-laki tidak akan sanggup dan
mundur untuk menikahi calon mempelai perempuan.
Uang Panai sendiri muncul pada saat pada zaman penjajahan Belanda dulu.
Pemuda Belanda seenaknya menikahi perempuan Bugis Makassar yang ia
inginkan. Setelah menikah, ia kembali menikahi perempuan lain dan
meninggalkan istrinya itu karena melihat perempuan lain yang lebih cantik
daripada istrinya. Budaya seperti itu membekas di Bugis Makassar setelah
Indonesia merdeka dan menjadi doktrin bagi pemuda Indonesia. Sehingga mereka
juga dengan bebas menikah lalu meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya
seenaknya. Hal Itu membuat perempuan Bugis Makassar seolah-olah tidak berarti
dan tak punya harga diri.
Budaya itu berubah sejak seorang pemuda mencoba menikahi seorang
perempuan dari keluarga bangsawan. Pihak keluarga tentu saja menolak karena
mereka beranggapan bahwa laki-laki itu merendahkan mereka karena melamar
anak mereka tanpa keseriusan sama sekali. Mereka khawatir nasib anak mereka
akan sama dengan perempuan yang lainnnya sehingga pihak keluarga meminta
bukti keseriusan pada pemuda atas niatnya datang melamar. Jadi pada saat itu
orangtua si gadis ini mengisyaratkan kepada sang pemuda kalau ia ingin menikahi
anak gadisnya dia harus menyediakan mahar yang telah ditentukannya. Mahar
yang diajukan sangatlah berat,sehingga sang pemuda harus menyediakan material
maupun non material.Hal ini dilakukannya untuk mengangkat derajat kaum
wanita pada saat itu.
Pemuda itu pergi untuk mencari persyaratan yang diajukan oleh orangtua si
gadis. Bertahun-tahun merantau mencari mahar demi pujaan hatinya ia rela
melakukan apa saja asalkan apa yang dilakukannya dapat menghasilkan tabungan
untuk meminang gadis pujaannya. Setelah mencukupi persyaratan yang diajukan
oleh orang tua si gadis sang pemuda pun kembali meminang gadis pujaannya dan
35
pada saat itu melihat kesungguhan hati sang pemuda orangtua si gadis merelakan
anaknya menjadi milik sang pemuda tersebut.11
Hal ini juga dipertegas lagi oleh Bapak , Jamaludin beliau menyatakan:
“[U]ang Panai sebenarnya sejak dahulu hingga sekarang sudah menjadi tradisi
yang tidak bisa di tinggalkan ketika ingin melakukan pernikahan, karena juga
dapat dilihat sebagai keseriusan calon pria kepada wanita”.12
Adanya persyaratan yang diajukan ketika memberikan Uang Panai yang
tinggi sebenarnya sebuah pelajaran yakni menghargai wanita karena wanita
memang sangat mahal untuk disakiti.Apalagi sang pemuda itu mendapatkan
istrinya dari hasil jeri payahnya sendiri itulah sebabnya ia begitu menyanyangi
istrinya. Jadi mahalnya mahar gadis Bugis Makassar bukan seperti barang yang
diperjual belikan,tapi sebagai bentuk penghargaan kepada sang wanita. Jadi ketika
tersirat dihati ingin bercerai dan menikah lagi maka sang pemuda akan berpikir
berkali-kali untuk melakukannya karena begitu sulitnya ia mendapatkan si gadis
ini.
Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Kamarudin baliau menyatakan:
[S]uku Bugis memang sudah melaksanakan Uang Panai zaman dahulu hingga
sekarang. Pada zaman dahulu Uang Panai juga dilihat oragtua sebagai
keseriusan seorang pria dalam melamar anak wanitanya, sehingga sang pria
betul-betul berusaha mengupayakan Uang Panai untuk mendapatkan wanita
pujaan hatinya.13
Pada umumnya para pihak pemberi dalam hal ini pihak laki-laki merasa
tidak terbebani karena masih dapat menyanggupi kewajiban memberikan Uang
Panai sebagai syarat dalam perkawinan. Mereka merasa tidak terbabani karena
sebelum melamar wanita yang ingin dijadikan calon istri, mereka telah
mengetahui perihal Uang Panai yang harus diberikan sehingga dari awal mereka
sudah mempersiapkannya. Di sisi lain, pihak perempuan mematok harga Uang
Panai juga dengan mempertimbangkan kemampuan pihak laki-laki yang akan
11Siti Rohani, Uang Panai’ Masyarakat Suku Bugis, diakses melalui alamat
https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.penghargaan.untuk.me
minang.gadis.bugis-makassar?page=all, tanggal 13 Maret 2019. 12Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 13 Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
36
melamar. Kenyataan yang terjadi dilapangan, ketika proses melamar berlangsung
terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak yang berujung pada tercapainya
kesepakatan bersama.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan tradisi Uang Panai
memang merupakan adat atau yang sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis
hingga saat ini. Tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat suku Bugis asli
Makassar maupun suku Bugis yang sudah berada diluar tanah Makassar,
khususnya suku Bugis di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
Tradisi Uang Panai merupakan pemberian uang kepada pihak calon
pengantin laki-laki kepada pihak calon perempuan adalah syarat wajib yang
diberikan ketika ingin melaksanakaan pernikahan. Masyarakat yang menjalankan
tradisi ini memandangnya sebagai bagian kebiasaaan dan kewajiban dari hidup
mereka sebagai makhluk sosial dan pemahamannya dalam diri meraka sebagai
orang Suku Bugis, mereka juga memandangnya sebagai ringkasan dari tradisi
lokal.14 Menurut antropolog juga setiap suku memliki kebudayaan yang berbeda-
beda dengan suku lainnya.15
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Uang Panai
Uang Panai adalah istilah yang paling sering disebut dan diperbincangkan
oleh masyarakat suku Bugis pada umumnya. Uang Panai ini sudah ada sejak
zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis menggunakan Uang Panai untuk
melaksanakan acara pernikahan. Masyarakat suku bugis menyebutnya dengan
salah satu syarat wajib yang harus dilakukan ketika ingin melaksanakan suatu
pernikahan. Karena tanpa adanya Uang Panai tidak akan ada yang namnya
pernikahan. Hanya saja sedikit ada permasalahan yang sering menjadi hambatan
ketika ingin melaksanakan suatu pernikahan didalam suku bugis yaitu tentang
tingginya kisaran Uang Panai yang diberikan calon pengantin perempuan kepada
calin pengantin laki-laki yang ingin melamarnya.
14Hasil Observasi Penulis terhadap proses penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020. 15Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 75.
37
Dalam proses pelaksanaan Uang Panaiterdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya Uang Panai dalam pernikahan masyarakat Suku Bugis.
1. Sistem Kekerabatan
Dalam masyarakat manapun, hubungan kekerabatan merupakan aspek
utama, baikkarena dinilai penting oleh anggotanya maupun fungsinya sebagai
struktur dasar yang akansuatu tatanan masyarakat. Pengetahuan mendalam
tentang prinsip-prinsip kekerabatan sangatdiperlukan guna memahami apa yang
mendasari berbagai aspek kehidupan masyarakat yangdianggap paling penting
oleh orang Bugis dan yang saling berkaitan dalam membentuktatanan sosial
mereka. Aspek tersebut antara lain adalah perkawinan.
Pada umunya orang Bugis mempunyai sitem kekerabatan yang disebut
dengan assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral. Yaitu sistem yang mengikuti
lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan
berdasarkan kedua orangtua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas
disebabkan karena, selain ia menjadianggota keluarga ibu, ia juga menjadi
anggota keluarga dari pihak ayah.
Robert R Bell mengemukakan ada 3 jenis hubungan kekerabatan :
a. Kerabat dekat (conventional kin), seperti suami, istri, orang tua dengan
anak dan antar saudara (siblings).
b. Kerabat jauh (discretionary kin), terdiri atas individu yang terikat dalam
keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan tetapi
ikatan keluarganya lebih jauh dari keluarga dekat.
c. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin), seseorang yang dianggap
anggap anggota kerabat karena ada hubungan khusus misalnya teman
akrab dan rekanbisnis.16
Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini dibagi atas siajing mareppe
(kerabat dekat) dan siajing mabela (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing
mareppe merupakan kelompok penentu dan pengendali martabat keluarga.
16Andi Rifaa’atusy Syarifah, “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang Acara dalam
Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”,
Skripsi (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, 2010), 45.
38
Anggota keluarga dekat inilah yangmenjadi to masiri (orang yang malu) bila
anggota keluarga perempuan ri lariang (dibawalari oleh orang lain), dan mereka
itulah yang berkewajiban menghapus siri tersebut.Anggota siajing mareppe
didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mareppe yaitu keanggotaan yang didasarkan
atas hubungan darah, dan siteppang mareppe (sempu lolo)yaitu keanggotaan
didasarkan atas hubungan perkawinan.
“[A]pabila calon mempelai laki-laki tidak termasuk nasab dalam garis reppe
mareppe dan siteppang mareppe maka mahar dan uang acara dui menre yang
diberikan laki-laki lebih besar”.17
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, sistem kekerabatan juga
merupakan faktor mempengaruhi tinggainya Uang Panaibagi masyarakat suku
Bugis di Desa Alang-alang. Ini juga bertujuan untuk melihat bagaimana sistem
kekerabatan yang ada pada calon mempelai laki-laki.
2. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat
bagaimanaanggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya.
Status yang dimiliki olehsetiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan
suatu usaha (achievement status) dan adayang didapat tanpa suatu usaha (ascribed
status) misalnya status yang berdasarkan garisketurunan. Sistem stratifikasi sosial
di dalam suatu masyarakat dapat bersifat :
Tertutup (closed sosial stratification), membatasi kemungkinan pindahnya
seseorang darisatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke
atas atau ke bawah. Didalam sistem ini satusatunya jalan untuk menjadi anggota
dalam suatu masyarakat adalah kelahiran. Terbuka (open sosial stratification),
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatanuntuk berusaha dengan
kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung,
untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan dibawahnya. Pada umumnya
sistemterbuka memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota
17Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
39
masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem
yang tertutup.
D]esa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur memiliki sistem stratifikasisosial yang bersifat terbuka. Pada zaman
kekuasaan raja-raja,ketika para raja masih memiliki kedaulatannya, maka
lapisan masyarakat hanya ada dua yaitulapisan Erung (bangsawan) sebagai
penguasa dan tau-sama sebagai rakyat yangdikuasai. Tetapi karena prinsip
assituruseng (kesepakatan) sebagai kaidah tertinggi dalammenghadapi hal-hal
baru, maka lapisan penguasa ternyata kemudian tidak hanya berasal
darigolongan Erung saja.Lapisan penguasa yang dapat juga disebut sebagai
golongan elite dapat juga terdiriatas orang-orang yang berasal dari lapisan
orang kebanyakan (tau sama) yang menunjukkanprestasi sosialnya di
masyarakat.18[
Hal ini juga di perjelas oleh Bapak H.M Yunus Mantan Kepala Desa Alang-
alang, beliau menyatkan:
[G]olongan-golongan elite tersebut, kemudian disejajarkan dengan golongan
Erung . Namun, demikian tidak berarti bahwa mereka telah menjadi seorang
Erung,karenaErung berdasarkan pada faktor keturunan, sedang golongan elite
seperti di atasberdasarkan faktor prestasi dalam masyarakat atau, sehingga
dalambeberapa hal yang biasa berlaku pada golongan Erung tidak berlaku pada
golongantersebut. Misalnya penggunaan gelar kebangsawanan seperti Andi dan
lain-lain. Termasukpula pada bilamana terjadi pernikahan antara seorang
wanita dari golongan Erung dengan laki-laki yang berasal dari tau-samas.
Walaupun dari golongan elite tidak berartisuami telah ikut menjadi golongan
Erung begitu pula sebaliknya.Demikian pula mengenai pemberian mahar dan
Uang Panai, apabilamempelai wanita berasal dari golongan Erung dan
mempelai laki-laki berasal dari tausama maka ia harus memberi mahar dan
Uang Panai, yang besar sebagai bentukpenghargaan dan kesiapan menjadi
kepala keluarga.19
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan penulis bahwa stratifikasi sosial
juga termasuk faktor yang dapat mempengaruhi tingginya Uang Panai. Seperti
terdapat golongan-golongan tertentu yang da didalam suku Bugis itu sendiri.
Golongan-golongan itu juga sudah ditentukan dan terdapat dalam garis keturan
nya masing-masing yang didalam suku Bugis itu sendiri.
18Hamzah, Sekretaris Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 14 Februari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 19H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
40
3. Pembatasan Jodoh
Dalam kehidupan sosial, dikenal adanya pelapisan masyarakat. Begitu pula
pada masyarakat Bugis, ada golongan bangsawan adapula golongan bukan
Bangsawan. Hal tersebut kemudian menyebabkan terjadinya pembatasan jodoh,
bahkan terjadihubungan perkawinan yang terlarang. Misalnya terjadinya
pembatasan jodoh dalamhubungan pernikahan batas kedudukan yang tidak setara.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Jamaludin, beliau
menyatakan:
[P]embatasan jodoh merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya
mahar dan Uang Panai. Apabila seorang anak gadis tidak ingin menikah
dengan pilihan yang ditentukan orangtua, konsekuensinya pihak laki-laki harus
membayar mahar dan Uang Panai yang lebih besar jika tetap ingin menikah.
Dalam hal ini pihak mempelai wanita dalam hal ini tidak bisadisebut
materialistis ataupun pragmatis, karena mereka hanya mengikuti adat serta
kebiasaandan pertimbangan lain yang didominasi oleh pengaruh adat.20
Dari hasil wawancara diatas dipertegas juga dengan Bapak H.M. Yunus ,
beliau menyatakan:
[P]ada zaman lampau hubungan antara anak bangsawan dengan orang biasa
sangattertutup. Apabila terjadi pelanggaran hal itu kemudian disebut lejjak
sung tappere, artinyamenginjak sudut tikar, “hukuman bagi pelanggaran adat
nikah ini disebut riladung atau rilamung”.Namun seiring perkembangan pola
pikir masyarakat Bugis, nilai budaya dantradisi pun mengalami pergeseran.21
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, corak pernikahan bugis yang
bersifat Endogami mulaibergeser ke sifat Eksogami (pernikahan yang dilakukan
antar marga/suku). Hal ini terjadikarena laki-laki mempunyai keistimewaan
tertentu, misalnya golongan cendekiawandan tokoh agama. Dalam masyarakat
Bugis di Desa Alang-alang mereka disebut towarani (gagahberani). Yang menjadi
pembatas utama perjodohan masyarakat Bugis saat ini adalah faktoragama, selain
hukum adat melarang karena dianggap tabu, agama Islam pun
melarangpernikahan antar agama.
20Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
Januari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 21H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16
Februari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
41
4. Budaya
Manusia mempunyai bakat tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan
berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi
wujud darikepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli
yang ada di sekitar alam, lingkungan sosial dan budayanya. Seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat,
sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam lingkungannya. Dalam
masyarakat Bugis pemberian dan permintaan jumlah mahar dan Uang Panaiyang
tinggi dalam meminang gadis sukuBugis sudah menjadi tradisi. Dan hal ini telah
diketahui oleh seluruh masyarakat di luarsuku Bugis sehingga kadang ada
kecenderungan persepsi bahwa menikah dengan gadisBugis itu mahal.
“[B]udaya dalam adat suku Bugis juga mempengaruhi tingginya kisaran Uang
Panai, karena kebudayaan atau budaya juga mempengaruhi lingkungan tempat
kita tinggal sehingga diri kita juga dapat terpengaruh oleh lingkungan itu”.22
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti bahwasanya
yang di maksud ialah, bahwa pengaruh tingginya Uang Panai yang salah satunya
adalah budaya yaitu bagaimana lingkungan tempat kita tempati tinggal itu dapat
di pengaruhi oleh budaya itu sendiri. Contohnya seandainya ingin melakukan
pernikahan maka kita dapat melihat bagaimana budaya yang dilakukan di tempat
kita tinggal.
5. Status Ekonomi Keluarga Calon Istri.
Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau
menyatakan:
[B]iasanya semakin kaya wanita yang akan dinikahi, maka semakin tinggi pula
Uang Panai yang harus diberikan oleh calon suami kepada pihak keluarga
calon istri. Dan begitupun sebaliknya, jika calon istri tersebut hanya dari
keluarga ekonomi menengah yang pada umumnya kelas ekonomi menengah
kebawah maka jumlah Uang Panai yang dipatok relatif kecil.23
22Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 23H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
42
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata status ekonomi
keluarga calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena itu juga
merupakan penghargaan bagi calon istri, dan juga terdapat rasa malu jika keluarga
calon istri berasal dari ekonomi keatas namun Uang Panai nya rendah atau tidak
sebanding dengan kelas ekonominya atau dalam bahasa lain sering disebut gengsi.
6. Jenjang Pendidikan Calon Istri
Menurut tokoh masyarakat Ibu Indo Upe’ beliau menyatakan:
[B]esar kecilnya jumlah nominal Uang Panai sangat dipengaruhi juga oleh
jenjang pendidkan dan kedudukan calon mempelai perempuan. Biasanya sih
semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, maka semakin banyak
pula Uang Panai yang harus diberikan dan jika tidak memberikan Uang
Panaidalam jumlah yang banyak, maka akan mendapatkan hinaan atau akan
menjadi buah bibir di masyarakat.24
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan jenjang pendidikan
calon istri juga mempengaruhi tingginya Uang Panai karena masyarakat Desa
Alang-alang mematok Uang Panai dengan harga yang tinggi adalah suatu
kehormatan tersendiri. Jenjang pendidikan juga akan berpengaruh terhadap
pendidikan atau ajaran kepada anaknya kelak. Tingginya Uang Panai akan
berdampak pada kemeriahan, kemegahan dan banyaknya tamu undangan dalam
perkawinan tersebut, apalagi jikalau jenjang pendidikan tersebut juga akan
mempengaruhi tamu undangan pada acara pernikahan tersebut.
7. Kondisi Fisik Calon Istri
Menurut tokoh Mayarakat Desa Alang-alang Ibu Indo Upe’ beliau
menyatakan:
[T]erkadang dalam mematok Uang Panai semakin sempurna kondisi fisik
perempuan yang akan dilamar maka semakin tinggi pula jumlah nominal Uang
Panaiyang dipatok. Kondisi fisik yang dimaksud seperti paras yang cantik,
tinggi dan kulit putih. Jadi, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki status
sosial yang bagus atau tidak memiliki jenjang pendidikan yang tinggi maka
kondisi fisiknya yang yang dapat menyebabkan Uang Panainya tinggi.
Begitupun sebaliknya, walaupun perempuan tersebut tidak memiliki kondisi
fisik yang sempurna atau bahkan memiliki fisik yang jelek, akan tetapi dia
24Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
43
memiliki status sosial yang bagus seperti keturunan bangsawan, jenjang
pendidikan yang tinggi atau memiliki jabatan dalam suatu instansi, maka itu
akan menjadi tolak ukur tingginya jumlah Uang Panai yang akan dipatok
pihak keluarga perempuan.25
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan ternyata kondisi fisik juga
berpengaruh dalam menentukan jumlah Uang Panai bagi masyarakat suku
Bugis. Tapi hal ini hanya di terapkan bagi sebagian masyarakat Desa Alang-
alang bukan berarti semua masyarakat menjadikan ini sebagai faktor tingginya
Uang Panai tersebut.
8. Perbedaan antara Gadis dan Janda
Terdapat perbedaan dalam penentuan Uang Panai antara perempuan yang
janda dan perawan di Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur.
Biasanya perawan lebih banyak diberikan Uang Panai dari pada janda, namun
tidak menutup kemungkinan bisa juga janda yang lebih banyak diberikan jika
status sosialnya memang tergolong bagus.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Indo Upe selaku Tokoh
Masyarakat Desa Alang-alang beliau menyatakan:
[S]alah satu faktor yang mempengaruhi Uang Panai yaitu ketika gadis atau
janda. Pemberian Uang Panai kepada gadis adalah untuk memberikan prestise
(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang
dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang
dimaksud akan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon
mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan
pesta yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut. Namun
bukan berarti tidak menghargai janda karna kalau gadis ia kan melakukan
pernikahan di pertama berbeda dengan janda.26
Hal ini dipertegas juga oleh Bapak Jamaludin , beiau menyatakan:
“[K]isaran tingginya Uang Panai bagi gadis lebih tinggi dari pada janda agar
lebih menghargai, karena ia akan melakukan pernikahan pertamanya, namun
bukan berarti tidak menghargai janda, hanya saja memang akan ada
perbedaan”.27
25Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01 Februari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
26Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01
November 2019 , Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio. 27Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
44
Dari hasil wawacara yang penulis lakukan, ternyata perbedaan antara gadis
dan janda juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya Uang
Panai. Dalam hal ini gadis akan lebih mendapat perhatian dan Uang Panai yang
lebih tinggi. Hal ini juga karena gadis akan melaksanakan pernikahan yang
pertamanya, yang mana berbeda dengan janda yang sudah melaksanakan
pernikahan.
E. Perkembangan Uang Panai
Secara sederhana, Uang Panai atau dui’ menre’ adalah uang yang
diberikanoleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai
perempuan.Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja keperluan pesta
pernikahan.Uang panai memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah
satu rukundalam perkawinan adat suku Bugis. Pemberian Uang Panai adalah
suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan.Tidak ada Uang Panai berarti tidak ada
pernikahan. Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu menyanggupi
jumlah Uang Panai yang di tentukan, maka secara otomatis perkawinan akan
batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak keluarga laki-laki
dan perempuan akan mendapatkan cibiran atau hinaan di kalangan masyarakat
setempat. Melihat pada relitas saat ini khususnya masyarakat Desa Alang-alang
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Arti Uang Panai ini sudah bergeser dan mengalami perkembangan dari
maksud yang sebenarnya, sebagian Uang Panai sudah menjadi ajang gengsi untuk
memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang untuk
memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria harus rela
berkerja keras, demi menjaga martabat keluarga karena adanya pertimbangan
akan resepsi orang lain di luar keluarga kedua mempelai. Orang lain disini adalah
tetangga, teman ayah, teman ibu, dan lain sebagainya. Jika ada pernikahan, maka
yang sering kali jadi buah bibir utama adalah berupa Uang Panai. Karena apabila
prasyarat Uang Panai tersebut tidak terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau
Siri (rasa malu atau merasa harga diri dipermalukan).
45
Dewasa ini, harga Uang Panai telah di ubah menjadi ajang yang
menunjukkan keberadaan seseorang. Uang Panai tidak lagi mengandung arti
simbolis, sebagai pengikat dan pengukuh hubungan antara pemuda dan pemudi,
serta kedua belah pihak, melainkan telah dijadikan sebagai lambang status sosial.
Artinya, makin tinggi harga Uang Panai yang diserahkan, harga diri seorang
semakin mengikat. Sebagai konsekuensi lanjut dari pergeseran makna ini dapat
ditemukan, dewasa ini, ada banyak pasangan yang menempuh jalan pintas. Orang
bahkan melihat harga Uang Panai sebagai beban yang perlu dihindari.
Komersialisasi harga telah mengubah makna Uang Panai yang sejatinya
sebagai bentuk penghargaan terhadap martabat manusia ke arah sebaliknya yaitu
menjadi penyebab pelanggaran martabat manusia. Martabat manusia disepelekan
karena tuntutan Uang Panai , padahal harga Uang Panai itu sendiri lahir sebagai
suatu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Eksistensi Uang Panai dalam kehidupan masyarakat pada zaman sekarang ini,
menimbulkan dua pendapat yang berbeda. Di satu pihak ada seruan agar
UangPanai tetap dipertahankan karena merupakan budaya yang sangat berarti
bagi kehidupan manusia. Di pihak lain, ada pendapat yang tidak menyetujui
adanya praktek Uang Panai, dan perlu dibuat pembaharuan karena di pandang
tidak relevan lagi bagi dengan perkembangan zaman sekarang ini. Budaya Uang
Panai bagi masyarakat bugis perantauan memahaminya sebagai bagian dari
prosesi lamaran untuk membiayai pesta perkawinan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis deng Bapak H.M.Yunus selaku
mantan Kepala Desa Alang-alang, beliau menyatakan:
[U]ang Panaisebenarnya sudah menjadaji suatu tradisi yang wajib bagi Suku
Bugis untuk melakukan suatu pernikahan, Uang Panai memang sudah menjadi
salah satu syarat wajib dari dahulu hingga sekarang, hanya saja Uang Panai
semakin berkembang dan semakin meninggkat karena kebutuhan dan zaman
pun semakin meningkat.28
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat di mengerti penentuan
Uang Panaiumumnya di tentukan oleh status sosial yang di sandang oleh keluarga
28H.M.Yunus, Mantan Kepala Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 16
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
46
mempelai perempuan. Status sosial tersebut antara lain keturunan bangsawan,
status pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Semakin baik status
sosial yang dimiliki pihak keluarga mempelai perempuan, semakin tinggi uang
belanja yang harus di tanggung oleh pihak laki-laki. Pertimbangan besarnya uang
belanja sebagai syarat adat menjadi dominasi bagi kaum muda. Sebagian kaum
muda menganggap adanya proses transaksional dalam prosesi lamaran.
Kepentingan muda mudi yang saling mencinta pun harus tunduk pada keputusan-
keputusan dari adat istiadat warisan leluhur.
Keputusan yang lebih mengutamakan materialisme berupa gengsi dan
prestise keluarga menimbulkan resistensi muda mudi terhadap budaya Uang
Panai. Materialisme menjadi dasar berkembangnya budaya komersial. Ukuran
kemakmuran ditentukan oleh banyaknya kekayaan yang dimiliki. Dalam sistem
ini, tidak ada ruang untuk melakukan dan mengembangkan nilai-nilai sosial dan
saling membantu. Kompromi melalui komunikasi yang baik akan menghasilkan
kesepakatan yang melegakan kedua belah pihak dan tidak juga akan
memberatkan. Komunikasi dan kesepakatan sangat penting dilakukan dalam
interaksi sebelum pernikahan dilaksanakan. Melalui interaksi, akan terbangun
sebuah regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial
disepakati oleh orang tua sang penjaga adat dan kaum muda sang pelestari adat.
Pesta adat yang dibiayai dengan Uang Panai jika ditinjau dari sudut pandang
Islam biasanya adalah pemborosan, karena masyarakat di jaman ini mengadakan
resepsi perkawinan untuk berbangga-bangga. Kita banyak menyaksikan adanya
resepsi yang berlebih-lebihan, pemborosan. Bahkan ada, yang membebani diri
dengan resepsi yang Uang Panai nya di luar kemampuannya, sampai ada yang
menggadaikan atau bahkan menjual hak miliknya, atau dengan mencari utang
yang akan mencekik lehernya. Perbuatan demikian sebenarnya di larang oleh
agama Allah tidak mengajarkan demikian.
F. Tujuan Uang Panai
Secara sederhana, Uang Panai dapat diartikan sebagai uang belanja, yakni
sejumlah uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak
47
keluarga mempelai perempuan. Uang Panai tersebut ditujukan untuk belanja
kebutuhan pesta pernikahan. Satu hal yang harus dipahami bahwa Uang Panai
yang diserahkan oleh calon suami diberikan kepada orang tua calon istri.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak mutlak pemegang Uang Panai tersebut
adalah orang tua si calon istri.
Orang tua mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan
begitupun penggunaanya. Penggunaan yang dimaksud adalah membelanjakan
untuk keperluan pernikahan mulai dari penyewaan gedung atau tenda, menyewa
grup musik atau masyarakatmembeli kebutuhan konsumsi dan semua yang
berkaitan dengan jalannya resepsi perkawinan. Adapun kelebihan Uang Panai
yang tidak habis terpakai akan dipegang oleh orang tua. Akan tetapi pada
umumnya semua Uang Panai tersebut akan habis terpakai untuk keperluan pesta
pernikahan. Adapun anaknya akan mendapat sebagian dari total Uang Panai
tersebut jika tidak habis terpakai. Bagian anak pun terserah orang tuanya. Apakah
akan memberikan semuanya atau tidak, itu menjadi otoritas orang tua si calon
istri. Walaupun dalam kenyataanya orang tua tetap memberikan sebagian kepada
anaknya untuk dipergunakan sebagai bekal kehidupannya yang baru.
Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati.
Secara keseluruhan Uang Panai merupakan hadiah yang diberikan calon
mempelai laki-laki kepada calon istrinya sebagai keperluan pekawinan dan rumah
tangga. Fungsi lain dari Uang Panai tersebut adalah sebagai imbalan atau ganti
terhadap jerih payah orang tua membesarkan anaknya.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Indo Upe, beliau
menyatakan:
[U]ang Panai yang diberikan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin
perempuan memang sebenarnya bertujuan untuk acara resepsi pernikahan
tersebut. Meskipun kadang mendapat Uang Panai yang besar dan tinggi
namun tak jarang pula orang tua calon mempelai perempuan mengeluarkan
tambahan uang pribadinya untuk acara tersebut.29
29Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
48
Dari hasil wawancara tersebut penulis dapat mengerti pernikahan suku
Bugis dipandang sebagai suatu hal yang sakral, religius dan sangat dihargainya.
Oleh sebab itu, lembaga adat yang telah lama ada, mengaturnya dengan cermat.
Sesuai dengan kenyataan dalam masyarakat, suku Bugis yang terbesar menganut
agama islam sehingga pernikahan bukan saja berarti ikatan lahir batin antara
seorang pria sebagai seorang suami dengan seorang wanita sebagai seorang isteri,
tetapi juga lebih dari itu, pernikahan merupakan pertalian hubungan kekeluargaan
antara pihak pria dan pihak wanitayang akan membentuk rukun keluarga yang
lebih besar lagi. Tatacara pernikahan suku Bugis diatur sesuai dengan adat dan
agama sehingga merupakan rangkaian acara yang menarik, penuh tatakrama dan
sopan santun serta saling menghargai. Pengaturan atau tatacara diatur mulai dari
pakaian atau busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan pelaksanaan
adat perkawinan. Keseluruhannya ini mengandung arti dan makna.Salah satu
tujuan dari pemberian Uang Panai adalah untuk memberikan prestise
(kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan, jika jumlah Uang Panai yang
dipatok mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria. Kehormatan yang
dimaksudakan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon
mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta
yang megah untuk pernikahannya melalui Uang Panai tersebut.
Berdasarkan hasi observasi yang penulis lakukan, tradisi Uang Panai dalam
masyarakat suku Bugis adalah tradisi yang dilakukan suku Bugis secara turun
temurun yang masih dilkasanakan hingga saat ini. Tradisi ini sudah menjadi darah
daging dan mejadi salah satu syarat wajib ketika ingin melaksanakan pernikahan.
Masyarakat suku Bugis menganggap tanpa Uang Panai maka tidak ada
pernikahan. Tujuan Uang Panai sendiri ialah untuk acara resepsi pernikahan yang
akan dilaksanakan.30
30Hasil Observasi penulis terhadap kegiatan tradisi Uang Panai Desa Alang-alang 01
Desember 2019 2020.
49
G. Bentuk dan Cara Pelaksanaan Uang Panai
1. Bentuk Uang Panai
Dalam adat orang Bugis ada yang disebut Uang Panai atau uang belanja
yang biasanya puluhan juta rupiah bahkan ratusan juta rupiah. Untuk menikahi
gadis Suku Bugis biasanya Uang Panai tinggi bisa dilihat dari status sosialnya
seperti latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga dan faktor lainnya
bahkan jika sudah menyandang status hajjah maka akan lebih mahal, akhirnya
kesannya anaknya dijual padahal bukan itu maksudnya. Uang Panai atau uang
belanja memang murni digunakan untuk membiayai pesta pernikahan pihak
perempuan. Uang Panai atau uang belanja berbeda dengan mahar atau dalam
bahasa Bugis disebut Sompa.
Biasanya besarnya mahar dan Uang Panai ditetapkan sesuai dengan status
seseorang. Namun, sompa itu masih penting artinya, khususnya bagi keluarga
yang berstatus tinggi, karena hadiah-hadiah tambahannya, termaksud didalamnya
hadiah yang pada pesta perkawinan besar diarak bersama mempelai laki-laki ke
rumah mempelai perempuan oleh pengantar berpakain adat. Disamping itu,
jumlah uang antaran atau Uang Panai makin cenderung naik.
Sebagian orang Bugis masih banyak yang keliru tentang pengertian. Dalam
adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu Sompa dan Uang
Panai. Sompa adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak keluarga laki-
laki kepada pihak keluarga perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut
ajaran Islam. Uang Panai adalah uang antaran yang harus diserahkan oleh pihak
keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai
perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Secara sepintas, kedua
istilah di atas memang memiliki pengertian dan makna yang sama, yaitu keduanya
sama-sama merupakan kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang
melatarbelakanginya, pengertian kedua istilah tersebut jelas berbeda. Sompa atau
yang lebih dikenal sebagai mas kawin adalah kewajiban dalam tradisi Islam,
sedangkan Uang Panai adalah kewajiban menurut adat masyarakat setempat.
Tetapi, sebagian orang Bugis memandang bahwa nilai kewajiban dalam adat lebih
tinggi daripada nilai kewajiban dalam syariat Islam.
50
Sejatinya, sebagai salah satu masyarakat yang dikenal paling kuat identitas
keislamannya di Nusantara, seharusnya mereka lebih mementingkan nilai
kewajiban syariat Islam daripada kewajiban menurut adat. Kewajiban
memberikan mahar dalam syariat Islam merupakan syarat sah dalam perkawinan,
sedangkan kewajiban memberikan Uang Panai menurut adat, terutama dalam
hal penentuan jumlah Uang Panai, merupakan konstruksi dari masyarakat itu
sendiri tanpa memiliki dasar acuan yang jelas.
Pembayaran Uang Panai ini dapat dilakukan pada saat lamaran telah
diterima atau penentuan hari perkawinan atau pada saat appanai balanja (hari
memberikan uang belanja). Tetapi jika melihat realitas yang ada, arti Uang Panai
ini sudah bergeser dari maksud sebenarnya, Uang Panai sudah menjadi ajang
gengsi untuk memperlihatkan kemampuan ekonomi secara berlebihan, tak jarang
untuk memenuhi permintaan Uang Panai tersebut maka calon mempelai pria
harus rela berutang, karena apabila prasyarat Uang Panai tersebut tidak
terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau Siri (rasa malu atau merasa harga diri
dipermalukan). Bahkan tak jarang permintaan Uang Panai dianggap sebagai
senjata penolakan pihak perempuan bagi pihak laki-laki yang datang meminang
jika pihak laki-laki tersebut tidak di restui oleh orang tua pihak perempuan dengan
modus meminta Uang Panai yang setinggi-tingginya yang mereka anggap
bahwa laki-laki yang bermaksud meminang tersebut tidak mampu memenuhi
permintaan Uang Panai tersebut. Selain Uang Panai yang diberikan dalam
bentuk cash sebagai symbol. Uang Panai juga semuanya dalam bentuk cash dan
dihitung oleh saksi yang hadir dan berhak. Uang Panai memang hanya berbentuk
uang saja namun terkadang juga mendapat tambahan-tambahan atau bonus dari
Uang Panai tersebut seperti tanah, alat keperluan dapur untuk resepsi serta cincin
untuk calon pengantin perempuan tersebut.
2. Cara Pelaksanaan Uang Panai
Dalam adat perkawinan Masyarakat Bugis terdapat beberapa tahapan untuk
melangsungkan perkawinan dan salah satunya adalah penyerahan Uang Panai.
Adapun proses pemberian Uang Panai tersebut adalah sebagai berikut:
51
a. Pihak keluarga laki-laki mengirimkan utusan kepada pihak keluarga
perempuan untuk membicarakan perihal jumlah nominal Uang Panai.
Pada umumnya yang menjadi utusan adalah tomatoa (orang yang
dituakan) dalam garis keluarga dekat seperti ayah, kakek, paman, dan
kakak tertua.
b. Setelah utusan pihak keluarga laki-laki sampai di rumah tujuan.
Selanjutnya pihak keluarga perempuan mengutus orang yang dituakan
dalam garis keluarganya untuk menemui utusan dari pihak laki-laki.
Setelah berkumpul maka pihak keluarga perempuan menyebutkan harga
Uang Panai yang dipatok. Jika pihak keluarga calon suami menyanggupi
maka selesailah proses tersebut. Akan tetapi jika merasa terlalu mahal,
maka terjadilah tawar menawar berapa nominal yang disepakati antara
kedua belah pihak.
c. Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka tahap
selanjutnya adalah membicarakan tanggal kedatangan pihak keluarga laki-
laki untuk menyerahkan sejumlah Uang Panai yang telah disepakati.
d. Selanjutnya adalah pihak keluarga laki-laki datang ke rumah pihak
keluarga perempuan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya dan
menyerahkan Uang Panai tersebut.
e. Setelah Uang Panai diserahkan, tahap selanjutnya adalah pembahasan
mahar apa yang akan diberikan kepada calon istri nantinya. Adapun
masalah mahar tidak serumit proses Uang Panai. Mahar pada umumnya
disesuaikan pada kesanggupan calon suami yang akan langsung
disebutkan saat itu juga. Dalam perkawinan suku Bugis ini umumnya
mahar bisa tidak berupa uang, akan tetapi berupa barang atau perhiasan.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Kamarudin,
beliau menyatakan:
“[P]elaksanaan Uang Panai ini sering terjadi tawar menawar, sesuai dengan
perundingan keluarga pada saat itu. Meskipun jumlah Uang Panai ini memiliki
52
faktor-faktor penentunya tetapi juga hasil dari Uang Panai sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak keluarga”.31
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan Uang Panai memang menjadi
salah satu sayarat untuk melaksanakan pernikahan dengan suku Bugis.
Penyerahan Uang Panai saat ingin melaksanakan pernikahan selalu menjadi
faktor utama yang selalu diperbincangkan. Kisaran Uang Panai juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, namun hasil dan penentunya juga terjadi sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak tersebut. Dalam pelaksanaan penyerahan Uang
Panai juga uang tersebut harus dihitung oleh beberapa orang saksi yang hadir
dalam proses penyerahan tersebut. Proses ini juga memperlihatkan pada kerabat
jumlah Uang Panai dan Sompa (Mahar) yang dipersembahkan oleh calon laki-laki
tersebut.
31Kamarudin, Tokoh Agama Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019. Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
53
BAB IV
MAKNA FILOSOFI UANG PANAI DI DESA ALANG-ALANG
A. Simbol dan Makna Uang Panai
1. Simbol
Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan antara
manusia atau interaksi sosial diantara sesama manusia, karena pada dasarnya
manusia adalah mahluk sosail yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia
lainnya. Dalam berkomunikasi kita melakukan interaksi antar sesama agar tercipta
makna yang sama antarsatip wilayah, negara, daerah yang sama dan makna
tersebut tercipta dengan kesepakatan bersama dan tidak terjadi kesalahan
komunikasi antara komunikan dan komunikator sehingga tercipta persepsi yang
sama dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
Komunikasi dapat berupa verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal yaitu bentuk
momunikasi yang disampaikan kamunikator kepada komunikan dengan cara
tertulis atau lisan.1
Komunikasi verbal menempati porsi besar karena kenyataannya, ide-ide,
pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal dari pada
nonverbal. Dengan harapan komunikan (baik pendengar maupun pembicara) bisa
lebih memahami pesan-pesan yang disampaikan. Sedangkan komunikasi
nonverbal yaitu komunikasi yang menggunakan simbol, warna, bahasa isyarat,
sandi, intonasi suara dan ekspresi wajah. Kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta mengartikan simbol atau lambang ialah sesuatu seperti tanda
lukisan, perkataan, rencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau
mengandung maksudtertentu, misalnya: warna putih ialah melambangkan
kesucian, gambar padi sebagai lambang kemakmuran dan lain segaainya.2
Supaya simbol itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan
konsep yang sama supaya tidak terjadi salah pengertian. Namun pada
1Widyawati, “Tradisi Uang Panai dalam Pernikahan Suku Bugis di Sungai Guntung
Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”, Jurnal JOM FISIP, IV, No. 5
(2018), 45. 2Widyawati, “Tradisi Uang Panai”, 47.
54
kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama
diantara masyarakat. Setiap orang memiliki interprestasi makna tersendiri dan
tentu dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Masyarakat suku Bugis
di Desa Alang-alang mempunyai simbol-simbol dalam adat pernikahannya,
seperti dalam tradisi Uang Panai yang merupakan sebuah tradisi yang
dilaksankan dalam upacara pernikahan dan diwariskan secara turun temurun
sampai saat sekarang ini.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Kamarudin selaku
Tokoh Adat Desa Alang-alang beliau menyatakan:
[D]alam Suku Bugis khusunya di Desa Alang-alang ini Uang Panai juga
merupakan simbol ketika ingin melaksanakan pernikahan, Uang Panai juga
sudah menjadi sayarat yang wajib di penuhi ketika ingin melaksanakan suatu
pernikahan karena tanpa adanya Uang Panai bisa jadi tidak akan ada
pernikahan, namun hal ini hanya berlaku kepada gadis Suku Bugis saja.3
Dari hasil wawancara dapat di pahami bahwa dalam adat pernikahan suku
Bugis khususnya masyarakat Desa Alang-alang Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Uang Panai merupakan rangkaian yang
umumnya wajib dilaksanakan. Uang panai yaitu menyerahkan sejumlah uang
untuk keperluan pesta pernikahan selain itujuga dilengkapi dengan atribut-atribut
lainnya seperti: beras, kunyit,sepotong kain, kayu, jarum, sirih, dan kayu manis
yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang memiliki makna-makna
tertentu. Yang menggambarkan kehidupan orang Bugis.
Pentingnya tradisi Uang Panai ini dalam pernikahan adat suku Bugis di
Desa Alang-alang menjadikan tradisi ini tetap terus dilaksanakan dari waktu ke
waktu dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Karena didalam tradisi
Uang Panai terdapat banyak simbol yang memiliki arti dan makna khusus serta
banyaknya manfaat yang dirasakan dari pelaksanaan tradisi Uang Panai
tersebut.Dari tradisi ini menggambarkan kehidupan orang Bugis, yang menurut
sejarahnya suku Bugis ini status sosialnya lebih tinggi di buktikan darikerajaan-
3Kamarudin, Tokoh Adat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019, Kabupaten TanjungJabung Timur, Rekaman Audio.
55
kerajaan pada zaman dahulu. Masyarakat suku Bugis sesungguhnya menganut
agama Islam juga dilambangkan dalam tradisi ini.
Kebudayaan merupakan hasil segala akal dan pikiran manusia yang
terintegrasi ke adalam perilaku-perilaku masyrakat yang biasanya diwariskan
secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan zaman sentuhan teknologi
modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Desa Alang-alang,
namun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan tradisi dan telah menjadi adat masih
sukar untuk dihilangkan kebiasaan-kebiasan tersebut masih sering dilakukan
meskipun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan tapi nilai-nilai
maknanya masih tetap terpelihara. Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang telah
disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol,
dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dengan lainnya. Adapun
nilai budaya yang dapat diambil dari tradisi Uang Panai yaitu terdapatnya simbol-
simbol budaya yang tercermin dari penggunaan barang barang yang biasa
diberikan atau diserahkan pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon
pengantin perempuan serta sebagai tahapan ataupun prosesi dalam pernikahan
adat suku Bugis yang masih dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya.
2. Makna
Menurut kamus besar bahasa Indonesia makna adalah arti, pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasan. Makna pada dasarnya terbentuk
berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia.
Penggunanya makna yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya
merupakan fenomena sosial. Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih
dari sekedar penafsiran atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu
mencakup banyak pemahaman, aspek-aspek pemahaman yang secara bersama
56
dimiliki para komunikator. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata
makna ketika mereka merumuskan defenisi komunikasi.4
Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau
lebih”. Kemudian Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menjelaskan mengenai
komunikasi yang merupakan proses memahami makna “Komunikasi adalah
proses memahami dari berbagai makna”. Sedangkan menurut Spradley. “makna
adalah menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia disemua
masyarakat”. Terdapat banyak komponen makna yang dibangkitkan suatu kata
atau kalimat. Komunikasi dan budaya merupakan hubungan yang tidak
terpisahkan. Cara-cara kitaberkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita,
bahasa dan gaya baha sayang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita,
semua itu terutama merupakan respon terhadap dan fungsi budaya kita.5
Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbedaan antara
yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-
individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.
Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi
komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Melalui budaya
dapat mempengaruhi proses dimana orang mempresepsi suaturealitas. Semua
komunitas dalam semua tempat selalu memaniprestasikan atau mewujudnyatakan
apa yang menjadi pandangan mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya
pula, komunikasi membantu kita dalam mengkreasikan budaya dari suatu
komunitas. Martin Nakayama mengulas bagaimana komunikasi mempangaruhi
budaya.6
Dijelaskan bahwa budaya tidak akan bisa berbentuk apapun tanpa
komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang
dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang. Perilaku-
4Glimstan, “Makna Ritual dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Samosir di
Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Pekan Baru”, Skripsi (Riau: Universitas Riau, 2015),
56. 5Dani Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Konseptual
(Depok: Ghalia Indonesia, 2004), 67. 6Verdiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, 69.
57
perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga
melahirkan suatu karakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan atau
budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas
komunikasi dari seorang anggotanya budaya dapat mempresentasikan
kepercayaan, nilai,sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain
itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dan esensi suatu
budaya.7
Tradisi Uang Panai merupakan budaya dari orang suku Bugis yang tidak
berlaku bagi pernikahan antara pria Bugis dengan wanita non Bugis. Pria Bugis
akan mengikuti tradisi dari keluarga wanita yang akan dinikahinya. Budaya ini
umumnya tetap dipertahankan apabila wanita Bugis di lamar oleh pria non
Bugis.Hal ini terjadi, karena dalam tradisi pernikahan Bugis, wanita adalah pihak
yang dijemput, sehingga adat istiadat yang digunakan dari sisi keluarga wanita.
Hampir seluruh informan menyatakan bahwa Siri dan gengsi menjadi
pertimbanganutama keluarga pada penentuan jumlahuang nai’.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak
H.M.Yunus, beliau menyatakan:
[U]ang Panai dibalik semua itu terdapat Siri dan prestise. Tapi bukan hanya
bagi keluarga wanita, juga keluarga pria. Keluarga wanita merasa bangga, anak
gadisnya menerima Uang Panai yang tinggi, sedangkan keluarga pria juga
merasa bangga dianggap mampu memenuhi tuntutan, memang secara eksplisit
tidak dinyatakan ada hubungan antaraUang Panai dengan Siri. Tetapi secara
implisit mereka yakin itu ada. Bagi orang Bugis perantauan, mempertahankan
budaya Uang Panai menjadi Siri tersendiri. Budaya Uang Panai masih
dijalankan karena masih ada semangat atau keinginan untuk mempertahankan
jati diri sebagai keturunan yang berdarah Bugis Makassar dan mungkin
menjadi bagian Siri itu sendiri. Walau ada juga yang mengabaikan yang
mempertahankan tentunya kebanyakan dari golongan tua, lebih-lebih yang
mempunyai status sosial yang tinggi baik dari segi materi maupun dari segi
kasta keturunan darah biru atau tidak. Kadang meski tidak ada keturunan darah
biru, tetapi mengaku ada keturunan karena dari segi materi agak lebih untuk
mendapatkan pengakuan atau aktualisasi diri di masyarakat.8
7Ahmad Nasir, “Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”, diakses
melalui alamat http//jurnal.iriska.ac.id/index.php/gelar/article.view/1469/0, tanggal 01 Juni 2019. 8H.M. Yunus, Mantan Kepala dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-Alang,
Wawancaradengan Penulis, 15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio.
58
Budaya Siri bisa jadi salah diartikan dalam hal ini. Sejatinya budaya Siriitu
mulia secara konsep dan filosofis. Pada kenyataannya Siri memang masih tetap
diakui sebagai salah satu nilai budaya yang sangat mempengaruhi kepribadian
orang Bugis Makassar. Nilai Siri berupa rasa malu atau harga diri dijadikan
dasar bertindak orang Makassar dalam kehidupannya. Jadi kata Siri menunjukkan
rasa malu dan martabat atau harga diri. Kata Siri tidak tegas ditemukan dalam
Sure’ selleang I la Galigo (Manuskrip sastra kuno Bugis), namun terdapat kata
Siri atakka, yang merujuk pada nama dua jenis tanaman yang dipandang
mengandung pelambang terhadap kata Siri.
Nama tanaman itu adalah sirih. Siri berkaitan erat dengan hampir seluruh
petuah tentang perbuatan luhur di dalam manuskrip lima nilai yaitu kejujuran
(alempureng), kecendekiaan (amaccang), keteguhan (agettengeng), kepatutan
(asitinajang) dan keusahaan (reso) dipegang teguh oleh masyarakat Bugis dan
dianggap memalukan jika dilanggar. Dua kandungan nilai dalam konsep Siri yaitu
nilai malu dan nilai harga diri (martabat). Saat aspek malu mendominasi
kepribadian, maka aspek harga diri harus segera mengimbangi. Manakala aspek
harga diri cenderung kepada sikap angkuh, maka aspek malu serta sikap rendah
hati harus mengembalikan sikap harga diri pada kedudukan neraca yang
seimbang. Ibarat dua komponen kimiawi yang larut bersenyawa, maka kedua nilai
budaya dimaksud ternyata tidak sekadar berkoeksistensi tetapi keduanya menyatu
serta melebur secara simbiosis dalam Siri.
Tiga bentuk Siri yaitu Siri buta (kerajaan) berupa tanggung jawab negara
atau penguasa untuk menjaga masyarakat. Siri keluarga yaitu berkaitan dengan
tatanan hidup berkeluarga dalam kaitan kekeluargaan. Orang Bugis mengenal
kaum keluarga dalam kesatuan Siri (masedi siri’). Terakhir Siri pribadi berkaitan
dengan menjaga harga diri pribadi seseorang. Budaya Uang Panai termasuk
dalam Siri keluarga.Jumlah Uang Panai serta bentuk persembahan lainnya dari
keluarga pria sebenarnya merupakan bentuk penghargaan bagi calon mempelai
wanita dan keluarganya.
Hal ini juga di pertegas oleh Ibu Indo Upe, beliau menyatakan:
59
[S]ebenarnya itu bentuk penghargaan terhadap untuk cewek yang akan
dilamar. Anak gadis kami udah dididik baik-baik, udah siap dan terjaga, patuh
dalam arti kata kalau udah nikah benar-benar akan ngabdi ke suami, jadi wajar
kalau dijemput dengan Uang Panai’yang tidak sedikit. Uang Panai juga bentuk
penghargaan yang tinggi dari budaya Bugis terhadap kaum wanita. Wanita
Bugis apabila sudah menikah terkenal sangat setia, patuh dan penuh
pengabdian kepada suami.9
Dari hasil wawancara dapat dipahami bahwa meskipun Antropolog barat
terkadang memandang ini sebagai harga perempuan (Bride Prince), tentu saja
kurang tepat. Demikian pula pandangan transaksional dari kaum muda juga tidak
tepat. Nilai penghargaan terhadap wanita yang tinggi dan menjaga Siri keluarga
menjadi dasar sesungguhnya dari budaya Uang Panai. Menurut aturan Uang
Panai jika laki-laki tidak mampu untuk memberikan nafkah lahir dan bathin
kepada isterinya sehingga terjadi perceraian, maka uang belanja tersebut tidak
dikembalikan. Seluruh persembahan yang diterima juga bukan merupakan hak
dari keluarga wanita. Uang Panai walau dalam jumlah yang cukup besar, namun
tidak untuk disimpan, dihabiskan selama prosesi pernikahan. Hal ini menunjukkan
bahwa dari sisi materi secara eksplisit, tidak ada keuntungan yang diperoleh bagi
keluarga besar pengantin wanita. Semuanya benar-benar menjadi hak bagi
pengantin wanita, yang akhirnya kembali juga untuk masa depan pasangan
pengantin. Budaya ini sejatinya harus dijaga walaupun tetap perlu penyesuaian
agar tidak mendapat penolakan.
B. Makna Filosofi Uang Panai bagi Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-
alang
Perkawinan bagi sejatinya memang bukan hanya penyatuan antara pria dan
wanita, tetapi merupakan penyatuan dua keluarga. Dalam masyarakat yang
berorientasi kolektif seperti Indonesia, dominasi peranan orang tua dalam
menentukan pasangan sangat besar.Hal ini tercermin dari filosofi bibit, bebet dan
bobot yang umum digunakan. Cinta yang tulus dan kokoh serta kemampuan
finansial dan psikologis dari kedua pasangan yang hendak menikah, tidaklah
9Indo Upe’, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 01
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
60
cukup sebagai ukuran awal perkawinan yang baik. Dalam pernikahan khususnya
bagiumat Islam seharusnya syari’at yang didahulukan. Pemahaman agama yang
bagus,pengalaman berinteraksi dengan orang luar daerah dan tingkat pendidikan
dapat memperbaiki cara pandang terhadap tradisi Uang Panai.
Dalam arti bukan menolak atau mengubah drastis budaya itu sendiri tetapi
menyesuaikan budaya tersebut, sehingga tetap dapat diterima bagi semua
golongan. Pada intinya mahar adalah keikhlasan. Kerelaan dari suami untuk
memberi dan kerelaan dari istri untuk menerima. Kompromi dan keikhlasan ini
yang harus ditekankan dalam proses lamaran, sehingga manusia tidak
mempersulit diri.Kompromi atau kesepakatan hanya bisa diperoleh melalui
komunikasi yang baik.Peran Toduta dalam proses lamaran sangat besar. To duta
seyogyanya mampu mengkomunikasikan dengan baik kepentingan antara kedua
keluarga. Hubungan keluarga, hubungan baik, pertimbangan kondisi ekonomi
keluarga pria, pandangan maharsecara agama dan keikhlasan perlu
dikomunikasikan dalam bahasa yang baik oleh to duta. Sehingga kesepakatan
yang diambil akan melegakan kedua belah pihak dan tidak juga akan
memberatkan.10
Komunikasi dan kesepakatan sangat penting dilakukan dalam interaksi
sebelum pernikahan dilaksanakan.Melalui interaksi, akan terbangun sebuah
regulasi yang menata bagaimana seharusnya kehidupan relasi sosial disepakati.
Berbagi merupakan inti komunikasi,bukan hanya berbicara atau menulis.
Komunikasi membutuhkan interaksi antara dua orang atau lebih. Saat interaksi
dijalankan maka masing-masing mencoba memandang dunia seperti orang lain
memandangnya. Tujuan interaksi adalah menyatukan diri dengan orang lain.
Dalam proses komunikasi lamaran seyogyanya orang tua dan calon mempelai ikut
diberikan hak untuk mengungkapkan pendapat. Hal ini bisa mengurangi dominasi
terhadap kedua pasangan yang mungkin saja terjadi. Akhirnya kesepakatan yang
dihasilkan juga mencerminkan keinginan dari dua insan yang akan mengarungi
kehidupan baru ke depan.
10Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 19 Desember 2020.
61
Uang Panai merupakan ketentuan adat suku Bugis yang diajukan pihak
perempuan ke pihak laki-laki. Pemaknaan Uang Panai saat ini mengalami
pergeseran. Namun dengan kejadian tersebut tidak serta merta masyarakat
memandang Uang Panai adalah hal yang menakutkan dan memandang sebelah
mata. Karena dari segi sudut pandang lain Uang Panai mampu memeberi segi
positif dikalangan itu sendiri. Pemberian Uang Panai sebagai bentuk prestise
pihak laki-laki kepada perempuan bugis bahwa perempuan bugis tidak sembarang
dinikahi. Permberian uang panai merupakan keuntungan sendiri dipihak
perempuan karena mendapat uang panai untuk kemakmuran dan kesejahteraan
pihak perempuan dalam mengadakan pesta pernikahan serta Uang Panai
sebenarnya bukan hal yang menakutkan ketika mengerti pemaknaan sebenarnya
bahwa awal mula adanya uang panai untuk menguji kesungguhan pihak laki-laki.
Dengan kejadian tersebut mengajarkan pihak laki-laki bahwa menikahi
perempuan bugis tidak semudah apa yang dibayangkan karena harus memenuhi
ketentuan adat yaitu dengan membawa serahan Uang Panai selain uang mahar.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Kamarudin,
beliau menyatakan:
[U]ang Panai sebenarnya bukan hal yang menakutkan ketika masyarakat
mampu menyikapinya dengan bijak bahwa Uang Panai tidak semenyeramkan
apa yang mereka bayangkan. Namun kejadian tersebut seolah-olah membuat
masyarakat merasa dilema dan menganggap Uang Panai saat ini adalah
momok menakutkan. Batalnya perniakahn, ditolaknya lamaran hanya karena
Uang Panai. Adanya Uang Panai karena ketentuan adat suku Bugis yang
menjadi ketentuan penentu terjadinya pernikahan.11
Dari hasil wawancara dapat dipahami bahwa patokan Uang Panai yang
tinggi diajukan pihak perempuan kepada pihak laki-laki menjadikan pihak laki-
laki memilih mundur karena menganggap tidak akan sanggup dengan apa yang
diajukan pihak perempuan. Terkadang karena terlalu sering menolak lamaran
seorang laki-laki karena mamatok Uang Panai yang tinggi, menjadikan laki-laki
takut untuk melamar perempuan tersebut. Tidak adanya kesepakatan dalam
11Kamarudin, Tokoh Adat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 11 November
2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
62
penentuan Uang Panai dari kedua bela pihak terkadang menjadi pemicu batalnya
pernikahan padahal pihak perempuan dan pihak laki-laki adalah pasangan kekasih
saling cinta.
Uang Panai juga menjadi penentu pernikahan bukan karena mereka adalah
pasangan kekasih. Mengutamakan pendidikan karena beranggapan selama orang
tua mampu membiayainya untuk sekolah tinggi kenapa tidak, jadi terkadang
mengesampingkan keinginannya untuk menikah. Bahkan ada yang sudah berumur
belum menikah karena merasa sudah ada ponakan atau adek yang menemani bisa
didik membuatnya selalu mengurungkan niat dan serta menunda-nunda ingin
menikah. Patokan Uang Panai menjadikan pihak laki-laki mengurungkan niatnya
untuk menikah karena merasa tidak sanggup dengan permintaan Uang Panai yang
tinggi bahkan sudah berumur belum menikah. Uang Panai hanya mampu
memberi keuntungan dan kesejahteraan dipihak perempuan karena mendapat
Uang Panai berbeda dipihak laki-laki harus mengeluarkan biaya yang besar.
Bahkan sampai ada yang rela menggadaikan sawah, menjual tanah, dan meninjam
dana disanak saudara hanya demi Uang Panai untuk mempelai perempuan dan
keberlansungan pesta dipihak laki-laki.
Jika aturan pemberian Uang Panai tidak ditaati maka terdapat sanksi
sosial dari keluarga pada umumnya , khususnya rumpun keluarga besar kedua
pihak. Sanksi sosial yang terjadi misalnya tersisih dari keluarga besar dan
masyarakat mengunjingkan hal itu yang kadang tiada hentinya. Sanksi yang dapat
diberikan memang hanya sebatas sanksi sosial, karena berupa praktek sosial,
sehingga tidak bisa dibuat semacam sanksi yang bersifat normatif. Tanpa
pemberian Mahar dan seseorang di anggap tidak memiliki kehormatan mahar
dalam perspektif masyarat Bugis di Desa Alang-alang sebagai bentuk
kompensasi terhadap kehormatan seseorang perempuan, sedangkan Uang Panai
digunakan untuk membiayai teknis prosesi pernikahan. Ada yang menyatakan
bahwa itu sebagai apresiasi terhadap harkat dan martabat seseorang perempuan
63
yang akan di pinang. Juga sebagai bentuk penghormatan terhadap keluara besar
mempelai perempuan.12
Keberadaan ketentuan tersebut untuk menghormati asal-usul seseorang dan
untuk menunjukkan bahwa seseorang berasal dari keturunan yang terhormat.
Makna filosofi yang terkandung didalamnya yaitu untuk saling menjaga nama
baik keluarga dikarenakan status sosial yang dimilikinya. Meskipun bentuk
penghormatan itu (misalnya) tidak harus dengan bentuk mahar dan Uang Panai
terlampau tinggi, tetap tidak juga diberikan dalam bentuk yang sangat minim.
Dalam masyarakat Bugis pada umumnya, juga di Desa Alang-alang dikenal
dengan budaya Siri yang tetap dipegang teguh hingga saat ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H.M.Yunus, beliau
menyatakan:
[S]sebenarnya Mahar dan Uang Panai juga dapat dilihat untuk menilai
bahwasanya laki-laki itu serius dan sangat menghormati wanita, kalau bisa
juga Mahar itu perlu ditinggikan juga bukan hanya Uang Panai saja yang
tinggi, karena keseringan Mahar yang sebenarnya wajib malah lebih di
anggap rendah dari pada Uang Panai itu sendiri. Kalau dulu Mahar
kebanyakan hanya sebatas seperangkat alat sholat atau cuman uang lima
puluh ribu rupiah, sekarang harus lebih tinggi dan seimbang. Malu juga
jikalau Uang Panai nya tinggi tapi maharnya hanya sekedar saja. Padahal kan
yang wajib itu mahar nya.13
Dari hasi wawancara tersebut juga dapat dipahami bahwa budaya Siri
dapat diiktualisasaikan atau diipresentasikan dalam berbagai pola kehidupan
dalam masyarakat Bugis, salah satunya dengan aturan adat mengenai jumlah
mahar dan Uang Panai berdasarkan strata sosial yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Siri itu bertujuan untuk memperlihatkan satatus sosialnya, misalnya
seseorang tidak akan mau anaknya jika dilamar oleh seseorang pria apabila jumlah
yang diberikann lebih sedikit dari jumlah yang di tetapkan. Karena Siri (malu),
terutama di hadapan keluarga besarnya. Ada juga yang merepesentasikan Siri
12Hasil Observasi Penulis terhadap acara resepsi penikahan suku Bugis Desa Alang-alang,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019. 13H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio.
64
berbentuk penyebutkan jumlah mahar dan Uang Panai dalam nominal yang besar,
tetapi kenyataanya jumlah mahar dan Uang Panai yang diberikan kepada anak
perempuannya tidak sesuai dengan yang disebutkan. Misalnya juga karena
mempunyai status jalur keturuanan tertentu ia merasa tidak nyaman jika seseorang
kemudian hendak menikahi anaknya dengan mahar hanya berupa seperangkat alat
sholat. Sirinya terganggu jika akan menikahkan anaknya layaknya pernikahan
orang biasa dalam jumlah Uang Panai. Dalam hal ini penulis berpandangan
bahwa Siri bermakna gensi atau harga diri.
Salah satu contoh akulturasi prinsip budaya Siri dalam kehidupan sehari-
hari baik berbangsa, bernegara maupun beragama, misalnya seluruh jajaran
pemerintahan akan merasa malu atau ternodai harga dirinya jika ia tidak
memenuhi kewajibannya untuk menjalankan amanah yang diembannya, atau
bahkan malah melakukan perbuatan-perbuatan yang meyalahi aturan dengan
memanfaatkan jabatannya untuk melakukan penyelewengan, misalnya korupsi,
kolusi dan nepotisme, atau seseorang akan merasa malu dan tidak memiliki harga
diri jika ia melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, contoh kecil
misalnya: seseorang akan dianggap tidak memliki harga diri atau memalukan jika
ia melanggar rambu-rambu lalu lintas di jalan-jalan umum.
Masyarakat Bugis juga identik dengan sosial location, atau (onronna).
Maksud dari onronna disini adalah dimana seseorang atau menempatkan dirinya,
jika memang ia menganggap bahwa dirinya sebagai orang biasa maka posisinya
memang seperti itu. Dalam masyarakat Bugis posisi sosial menjadi sangat
penting. Salah satu contoh kecendrungan masyarakat Bugsi dalam mencari sosial
location misalnya, orang-orang Bugis sangat rajin hendak melaksanakan ibadah
haji, karena disatu sisi, jika sesorang memiliki gelar haji maka ia akan diposisikan
istimewa di tengah-tengah masyarakat. Biasanya ia akan diberikan tempat duduk
khsusu untuk kalangan haji dalam acara-acara perkawinan atau acara lainnya.
Salah satu contoh juga ida akan beranggapan bahwa bukan pada tempatnya jika
seseorang hendak meminang anaknya dengan jumlah mahar yang minim atau
sedikit. Jika seseorang hendak meminang anaknya dengan jumlah mahar yang
demikian, mungkin bukan dengan anak orang tersebut. Jadi pernikahan dalam
65
masyarat Bugis bisa dikatakan masih merupakan pekerjaan orang tua. Penulis
juga menemukan beberapa istilah kebudayaan Bugis yang menjelaskan makna
dibalik penetapan jumlah mahar dan Uang Panai dalam masyarakat Bugis. Tokoh
adat dan tokoh agama yang penulis temui untuk mencari tahu makna filosofi yang
terkandung dalam ketentuan adat tersebut menyatakan bahwa hal itu (jumlah
mahar dan Uang Panai berdasarkan strata sosial yang dimiliki) merupakan
representasi dari prinsip budaya (Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge’) yang
dipegang teguh oleh masyarakat Bugis.14
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Jamaludin, beliau
menjelaskan:
“[O]rang Bugis sangat kental dengan prinsip yang ia pegang, ketika orang
Bugis menetapkan jumlah Uang Panai pun pastinya sudah mempertimbangkan
tahu maksud dan tujuan dari Uang Panai itu sendiri”.15
Berdasarkkan hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat dipahami bahwa
makna dari Sipakatau disini, dapat dipahami dengan saling memanusiakan
manusia. Maksudnya adalah seseorang harus sadar dengan posisinya, harus tahu
diri, karena apabila seseorang tidak tahu diri ia akan menjadi sombong, ketika ia
sombong maka ia tidak akan memanusiakan yang lain. Sipakange’ maksudnya,
ialahsaling mengingatkan, maknanya mengarah kepada prinsip solidaritas, jangan
sampai seseorang akan terjebak atau perperangkap dalamm suatu hal yang negatif,
solidaritas agar saling nasehat menasehati. Sipakalebbi bisa bermakna
memberikan apresiasi, saling memuji dan tidak merendahkan orang, atau dengan
kata lain saling menghargai.
Nilai-nilai tersebut juga melambangkan betapa bagusnya adat istiadat
masyarakat Bugis, sebagai contoh; jika seseorang dari golongan ata’ (bukan
bangsawan) datang kerumah seseorang Bugis dengan penuh hormat untuk
menjadi menantu makan akan diterima dengan senang hati (tetapi tentu dengan
prosesi adat yang berlaku). Nilai-nilai folosofi tersebutlah (Sipakatau,
14HasilObservasi Penulis terhadap situasi ketika acara resepsi pernikahan Desa Alang-
alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019. 15Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-alang, Wawancara dengan Penulis, 05
November 2019, Kabbupaten Tanjun Jabung Timur, Rekaman Audio.
66
Sipakalebbi’ Sipakainge’) yang kiranya tidak akan gilang dan akan diwariskan
kepada anak cucu masyarakat Bugis karena cakupan dan pemahaman mengenai
nilai-nilai tersebut sangat luas.
Seluruh nilai atau prinsip kebudayaan yang telah disebutkan tercermin
dalam tiga falsafat Bugis dengan ungkapan (Malilu’ Sipakainge, Mali
Sipareppe’), dan (Rebba Sipatokkong), jika diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia, arti dari tiga slogan atau ungkapan tersebut adalah “ jika ada yang lupa
maka saling mengingatkan, jika ada yang hanyut maka tahanlah (tolonglah), dan
jika ada yang jatuh jadilah penopangnya”. Maksud dan tujuan dari ungkapan
tersebut nampak mengarah ke hal yang sama, yang pada intinya yaitu sebuah
prinsip solidaritas agar saling tolong menolong antara satu sama lain. Jika suatu
saat ada yang membutuhkan uluran tangan (pertolongan), maka sudah menjadi
kewajiban kita untuk membantunya, begitupun sebaliknya, jika diri kita tertimpa
sebuah kesusahan atau semacam musibah maka sudah menjadi kewajiban yang
lain untuk memberikan perhatiannya.16
Adat istiadat bergantung pada konsensus masyarakat, jika ada masyarakat
yang masih ingin mempertahankan tradisi tersebut, karena menganggap mahar
dan Uang Panai merupakan bagian dari sosial location atau dignity yang harus di
tunjukkan, bahwa itulah Siri mereka. Jika demikian alasan yang dibangun maka
itu merupakan alasan yang bagus, argumen tersebut menjadi kuat untuk
menekankan betapa suatu praktek kebudayaan itu didasari oleh nilai, nilai tersebut
juga berupa martabat kemanusiaan karena Allah telah memuliakan keberadaan
manusia.
Hal-hal demikian jelas dapat di terima sepanjang tidak ada syariat yang di
langgar.Namun ada juga yang menganggap bahwa praktek semacam utu sudah
semestinya tidak dipertahankan lagi karena akan menimbulkan efek-efek sosial
(seperti terjadi kawin lari akibat seorang pemuda harus mengeluarkan biaya-biaya
yang terkadang dianggap tidak masuk akal), mereka menginginkan untuk
mempraktekkan ajaran agama mereka. Tetapi orang-orang yang memiliki
16Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan tradisi Uang Panai Desa Alang-
alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020.
67
pandangan tentang Sirijuga menganggap hal demikian Mahar dan Uang Panai
merupakan praktek agama juga yaitu memuliakan. Bagaimanapun, yang
menentukan dipertahankan atau tidaknya tradisi tersebut tergantung pada
konsensus yang ada dalam masyarakat.
Dimana ada masyarakat, disana ada hukum (adat). Inilah suatu kenyataan
umum di seluruh dunia. Hukum yang terdapat disetiap manusia, betapa sederhana
dan kecilnya masyarakat itu, menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat,
mempunyai kebudayaan sendiri, dengan corak sendiri, mempunyai cara berfikir
sendiri, maka hukum didalam tiap masyarakat, sebagai salah satu penjelasan
masyarakat yang bersangkutan, mempunyai corak dan sifat tersendiri.
Begitupun hukum adat di Indonesia. Seperti halnya dengan semua sistem
hukum dibagian lain dunia ini, maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari
sesuatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup, yang
keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu
berlaku. Tidak mungkin suatu hukum adat tertentu yang asing bagi masyarakat itu
dipaksa atau dibuat, apabila hukum tertentu yang asing itu bertentangan dengan
kemauan orang terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan atau tidak
mencakupi rasa keadilan rakyar yang bersangkutan, pendeknya bertentangan
dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan. Disisi lain, karena adat merupakan
wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan.
Disamping itu, masyarakat Indonesiia adalah masyarakat yang serba
keagamaan, oleh karenanya walaupun negara bukan negara agama, tapi tidak
dapat dielakan bahwa Indonesia adalah negara keagamaan, negara yang
memperlihatkan agama, bukan negara sekuler yang hanya mengurus keduniawian
saja. Jadi agama bagi orang Indonesia jika tidak sebagai tujuan hidupnya, maka ia
merupakan sebagian dari hidupnya.
Tradisi Islam merupakan segala hal yang datang dari atau dihubungkan
dengan atau dilahirkan jiwa Islam. Islam dapat menjadi kekuatan spiritual dan
moral yang mempengaruhi, memotivasi dan mewarnai tingkah laku individu.
Misalnya, bagaimanakah cara mengetahui bahwa tradisi tertentu atau unsur tradisi
berasal dari atau dihubungkan dengan atau melahirkan jiwa Islam. Dalam kontek
68
ini ia berpendapat, mengacu pada pendapat Barth yang mendai hubungan antara
tindakan dan tujuan interkasi manusia yaitu akibat dari tindakan dan interaksi
selalu bervariasi dengan maksud partisipasi individu.17
C. Makna Uang Panai dalam Pandangan Islam
Tinjauan Hukum Islam tidak ada satupun dalil yang mematasi jumlah
maksimal dalam pemberian mahar, dan beberapa ulama berpendapat dalam
penentuan jumlah minimal mahar, dalam (Q.S An-nisa 4:3 ) hanya di sebutkan
demikian :
اء و ص دق ت ه ن لاتوا ش يءن ن س آء ع ن ل كلم ط ب ف ا ن ن فل ة نه م ن ي س ه ف كلوه ئام ر ي ئاا
﴾٤،﴿النساء
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.18
Bagaimanapun dibalik aturan adat mengenai jumlah mahar dan Uang Panai
diberikan berdasarkan strata sosial pihak pengantin perempuan memiliki maksud
atau nilai-nilai budaya tertentu, sebagaimana telah dipaparkan bahwa mengenai
makna yang terkandung didalam penetapan jumlah mahar dan Uang Panai dalam
masyarakat Bugis, yaitu adanya budaya Siri, prinsip Sipakatau, Sipakalebbi, dan
Sipakainge’.
Budaya Siri meskipun memiliki aspek pemahaman yang luas, dapat juga
diimplementasikan dalam penentuan jumlah mahar dan Uang Panai dalam
masyarakat Bugis di Desa Alang-alang. Dalam hal ini dimaknai sebagai rasa malu
untuk menjaga harga diri atau martabat (derajat) kehormatan diri dan keluarga
maka hal ini sesuai dengan QS. Al- Mujadilah (58): 11.
17Nurul Hikmah, “Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis dalam
Perpsektif Hukum Islam”, Skripsi (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,
2011), 45. 18Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 56.
69
ي ح س ي ف وا ح س ف اف ال س ج م ال ف حوا س ت ف م ل ك ق يل إ ذ ا وا ن آم ال ذ ين ا أ ي ه
ال ذ الل ي رف ع زوا ش ف ان زوا ش ان ق يل إ ذ ا و م ل ك الل ين و ال ذ م ك ن م وا ن آم ين
ب ي خ ون ل م و الل ب ات ع ات د ر ج م ع ل واال وت ﴾11،المجادلة﴿أ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan “ berdirilah kamu” Maka berdirilah,
niscaya Allah akan menginginkan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.19
Relevansi budaya Siri dengan ayat itu maksudnya ialah bahwa Allah hanya
memeberikan derajat kemudian kepada orang-orang yang berilmu namun
bertakwa dan beriman. Jika dikaitkan antar Siri dan derajat sebagaimana yang
disebutkan Allah dalam ayat ini, maka seolah-olah Allah berkata yang memiliki
Siri’ hanyalah orang-orang yang berilmu dan menggunakan akalnya. Maka tidak
sepatutnya pemberian mahar dan Uang Panai dalam masyarakat Bugis dengan
jumlah yang tidak pantas atau sangat minim karena akan menciderai Siri pihak
laki-laki maupun pihak perempuan.
Sipakatau disini jika diartikan saling memanusiakan manusia, maka
maksudnya adalah seseorang harus sadar dengan posisinya, harus tahu diri, karena
apabila seseorang tidak tahu diri, ia akan menjadi sombong, ketika ia sombong
maka ia dianggap tidak memanusiakan yang lainnya. Selaras dengan (Q.S Al-
Isra’ (17):37).
ال ب ال غ ل ب ت ل ن و ال رض ر ق ت ل ن إ ن ك ا ر ح م ال رض ف ت ش و ل
ول ﴾37،السراء﴿ط
19Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 543.
70
“dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menebus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung”.20
Relevansi terletak pada, jika seseorang laki-laki tidak memberikan mahar
dan Uang Panai sesuai dengan derajat kemulian yang telah dijaga sedemikian
rupa oleh seseorang perempuan yang akan di pinangnya maka ia dianggap
sombong karena tidak memberikan apresiasi sepantasnya terhadap perempuan
tersebut. Sedangkan dalam Islam tidak diperkenankan untuk berprilaku seperti itu.
Nilai yang selanjutnya adalah Sipakainge’, maksudnya saling
mengingatkan, maknanya mengarah kepada prinsip solidaritas, jangan sampai
seseorang akan terjebak atau terperangkap dalam suatu hal yang negatif,
solidariatas agar saling nasehat menasehati, tentunya hal dimuat dalam (Q.S Al-
Ashr (103):3.
ب لص واب ت و اص و ل ق ب وا ت و اص و ت الص ال وا ل ع م و وا ن آم ال ذ ين ،العصر﴿إ ل
3﴾
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.21
Kaitannya adalah bahwa makna solidaritas dalam pemberian mahar dan
Uang Panai pada masyarakat Bugis yang berbentuk jumlah mahar dan Uang
Panai untuk saling mengingatkan serta saling menasehati agar tidak terjerumus
kedalam hal yang negatif (contohnya akan digunjing jika tidak melaksanakan
ketentuan adat), maka dari itu untuk menghindari hal-hal negatif tersebut, nominal
yang akan diberikan harsu sesuai dengan pada tempatnya. Selain itu juga
solidaritas untuk mengingatkan keseriusan bahwa untuk meminang gadis suku
Bugis bukanlah hal yang mudah dan bukan hal untuk dimain-mainkan.
20Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 285. 21Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya(Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 601.
71
Nilai yang terakhir yaitu, Sipakalebbi, memiliki korelasi juga dengan
prinsip Sirinamun, dalam hal ini dapat dimaknai memberikan apresiasi, saling
memuji dan tidak merendahkan orang, atau dengan kata lain saling menghargai
(respect), dalam (Q.S Al- Isra’ (17):70.
ب ال ف م نه و ح ل آد م ب ن ن ا ر م ك د ل ق و الط ي بت ن م م نه و ر ز ق ر ب ح ل ا و
يلا ض ن ات ف ل ق خ م ن ث ي ك ع ل ى م نه ل ف ض ﴾70،السراء﴿و
“sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan
yang sempurna.22
Logika yang terbentuk untuk memahami relevansi Sipakalebbi’ dengan ayat
ini adalah bahwa Allah telah memuliakan keberadaan manusia dimuka bumi,
tanpa terkecuali, kemuliaan disini bisa berarti martabat atau kehormatan yang
dijaga sebaik mungkin,, maka dari itu sudah sewajarnya apabila pengantin pria
menunjukkan sikap memuliakan, sebagai perwujudan apresiasi terhadap pihak
pengantin perempuan dengan memberikan mahar dan Uang Panaiberdasarkan
ketentuan yang telah diatur oleh adat istiadat yang ada.
Tiga falasafah Bugis, yang telah dipaparkan sebelumnya (Malilu
Sipakainge’ Mali Saparappe’, dan Rebba Sipatokkong), karena memiliki korelasi
dengan (Q.S. Al-Maidah (5):2.
و ل ال دي و ل ال ر ام ر ه الش و ل الل ع ائ ر ش لوا ت ل وا ن آم ال ذ ين ا أ ي ه ي
ال ت ي ب ال ين آم و ل ئ د ق لا ال إ ذ ا و و ر ضو ان ر ب م ن م ف ضلا ون غ ت ي ب ر ام
د سج م ال ع ن م وك ص د أ ن وم ق ن آن ش م ن ك ي ر م و ل وا ف اصط اد م ت ل ل ح
22Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 289.
72
ع ل وا ن ت ع او و ل و ى ق و الت ب ال ع ل ى وا ن ت ع او و وا ت د ت ع أ ن ال ر ام ث ال ى
ع ق اب ال يد د الل ش إ ن واالل ات ق و و ان د ع ﴾2،المائدة﴿و ال
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
keseucian Allah, dang jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan Qalaid (hewan-hewan kurban
yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah: mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu
telah menyelesaikan ihram. Maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam mendorongmu berbuat berbuat melampaui batas (kepada mereka).
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.23
Hal ini yaitu ketentuan mahar dan Uang Panai juga didukung oleh salah satu
kaidah fiqh : (adat istiadat dapat dijadikan sumber hukum) selama memang adat
istiadat tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip utama syariah. Selain
itu, penulis juga berpandangan aturan tersebut melambangkan sebuah sikap
pengorbanan yang di lakukan oleh pengantin pria kepada perempuan yang kelak
akan menjadi istrinya. Aturan tersebut juga mengisyaratkan pada bagi pemuda
Bugisyang hendak menikah harus sudah mapan, bukan hanya secara fisik dan
psikis, tetapi juga dengan kemapanan ekonomi atau finansial.
Jika belum tercapai, maka sebaiknya tidak memberanikan diri. Demi
mencegah hal negatif yang kemungkinan akan terjadi (diantaranya jika menodai
kehormatan atau Siri’ keluarga), hal ini didukung oleh sebuah kaidah fiqh karena
semangat yang sama yaitu : (mencegah kerusakan lebih didahulukan atas
mengambil kemaslahatan). Tanpa bermaksud mempersulit terjadinya pernikahan,
tetapi ada nilai karifan lokal dalam masyarakat Bugis yang akan tetap dipegang
23Tim Penterjemah dan Penafsiran al-qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta:
Departemen Agama RI., 1985), 106.
73
teguh oleh mereka dan harus diperhatiakn oleh seseorang laki-laki, dan setidaknya
untuk memberikan sedikit jaminan meskipun tidak dapat di pastikan kepada pihak
keluarga besar mempelai perempuan bahwa ia telah sanggup dan pantas untuk
hidup bersama dengan istrinya kelak.
D. Dampak Tingginya Uang Panai Masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-
alang
1. Dampak Positif
Upacara pesta perkawinan merupakan media utama bagi orang Bugis untuk
menunjukkan posisinya dalam masyarakat. Misalnya, dengan menjalankan ritual-
ritual,mengenakan pakaian,perhiasan,dan pernak pernik lain tertentu sesuai
dengan tingkat kebangsawanan dan status sosial mereka. Selain itu, identitas,
status, dan jumlah tamu yang hadir juga merupakan gambaran luasnya hubungan
dan pengaruh sosial seseorang. Kekayaan keluarga calon mempelai laki-laki juga
terkadang dapat dilihat dari besarnya jumlah Uang Panai yang mereka
persembahkan kepada calon mempelai perempuan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Indo Upe’ beliau
menyatakan:
[S]ebenarnya Uang Panai yang tinggi tidak digunakan untuk hal lain kecuali
untuk biaya resepsi pernikahan, apalagi dizaman sekarang semua sudah pada
mahal. Namun, disisi lain tingginya Uang Panai memiliki banyak dampak
positif bagi calon mempelai laki-laki dan wanita serta kedua belah pihak
keluarga.24
Tradisi pemberian mahar dan Uang Panai yang tinggi memang
menghadirkan kemaslahatan karena menjadi suatu komoditi yang kompetitif agar
memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dengan berbagai keterampilan ilmu
dan usahanya. Dengan demikian mereka bisa mempersiapkan diri dan berupaya
meningkatkan kesejahteraan hidupnya dalam keluarga. Selain itu pemberian
mahar dan Uang Panai yang tinggi dalam pernikahan dapat memberi kesan
24Indo Upe, Tokoh masyarakat Desa Alang-alang, wawancara dengan Penulis, 01
november 2019 , Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
74
bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan lalu mudah untuk
diputuskan karena pernikahan adalah pertautan dua keluarga.
Selain itu Uang Panai yang tinggi berkesan akan pesta pernikahan yang
megah dan mewah. Suku Bugis juga merasa dihormati dengan Uang Panai yang
tinggi. Bagi masyrakat Suku Bugis Uang Panai yang tinggi juga sangat
menghargai keberadaan wanita sebagai mahluk Tuhan yang sangat berharga,
sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis. Dari Uang Panai
tersebut dapat melihat keseriusan sang calon mempelai laki-laki apakah benar-
benar serius ingin menikahi wanita yang di lamarnya karena pernikahan bukanlah
sebuah hal yang main-main. Disisi lain tingginya Uang Panai akan membuat laki-
laki tersebut berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah
berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Terkait banyaknya dizaman
sekarang ini yang nikah cerai ataupun nikah siri yang nantinya pihak wanita yang
dirugikan. Uang Panai ini bertujuan untuk memberikan prestise (kehormatan)
bagi pihak keluarga perempuan jika jumlah Uang Panai yang di patok mampu
dipenuhi oleh calon mempelai pria. Dari segi fungsinya Uang Panaimerupakan
pemberian hadiah untuk pihak mempelai wanita sebagai biaya resepsi
pernikahan.25
2. Dampak Negatif
Disisi yang lain pemberian mahar dan Uang Panai yang tinggi dalam
pernikahan jelas dapat menimbulkan mafasid atau kerusakan. Hal ini bisa
berdampak rusaknya tatanan masyarakat bersyari’at yang sedang dibangun,
misalnya, bertambahnya wanita-wanita yang memasuki usia tua tanpa sempat
menikah yang berujung pada seringnya terjadi berbagai fitnah, rawannya pacaran
dan perzinaan (free sex). Serta dapat membentuk paradigma pemuda yang
cenderung apatis memikirkan urusan pernikahan, paradigma berpikir seperti ini
menyebabkan penundaan atau terhambatnya pelaksanaan salah satu sunnah rasul
yang padahal dalam Islam mesti disegerakan dan dimudahkan prosesnya.
25Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan Uang Panai Desa Alang-alang,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 12 Desember 2019.
75
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H.M.Yunus, beliau
menyatakan:
[U]ang Panai yang tinggi sangat berdampak negatif sering terjadinya
penundaan bahkan batalnya pernikahan. Terkadang seorang pria yang ingin
melamar gadis suku Bugis tidak menyanggupi Uang Panai yang tinggi yang
diberikan pihak perempuan, sehingga sering mengundurkan diri atau
menyatakan tidak sanggup dengan Uang Panai yang tinggi dan hasilnya
pernikahan pun tidak jadi atau batal. Ini juga sebenarnya menjadi pr besar bagi
tokoh-tokoh adat dan agama untuk dapat memikirkan patokan Uang Panai
jangan terlalu tinggi, karena dapat berdampak negatif.26
Dari hasil wawancara dapat di pahami bahwa, sebagian tokoh juga
berharap Uang Panai yang tinggi jangan menjadi penghalang untuk
melaksanakan pernikahan. Tinggi nya Uang Panai juga banyak berdampak
negatif, maka dari itu hendaknya ketika ingin melaksanakan pernikahan Uang
Panai yang merupakan salah satu syarat wajib dalam suku Bugis harus sangat
dipertimbangkan dan pikirkan.27
26H.M. Yunus, Mantan Kepala Desa dan termasuk Tokoh Agama Desa Alang-alang,
Wawancara dengan Penulis, 15 Februari 2020, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman
Audio. 27Hasil Observasi Penulis terhadap kegiatan penyerahan tradIsi Uang Panai Desa Alang-
alang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanggal 19 Februari 2020.
76
BAB V
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Tradisi Uang Panai dalam Masyarakat Suku Bugis sudah ada sejak zaman
dulu bahkan sejak zaman Belanda. Uang Panai merupakan tradisi yanng
dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis di Desa Alang-alang hingga saat ini.
Mereka menggap Uang Panai adalah salah satu syarat wajib ketika ingin
melaksanakan suatu pernikahan, karena bagi mereka tidak ada Uang Panai
maka bisa jadi tidak akan ada yang namanya pernikahan.
2. Proses pelaksanaan penyerahan Uang Panai ditetapkan sesuai dengan status
seseorang. Proses penentuan jumlah Uang Panai juga terjadi atas
kesepakatan kedua belah pihak keluarga sehingga sering terjadi negosiasi
atau kompromi. Namun, disisi lain sompa (Mahar) itu masih penting
artinya, khususnya bagi keluarga yang berstatus tinggi, karena merupakan
hadiah tambahannya, termaksud didalamnya hadiah yang pada pesta
perkawinan besar diarak bersama mempelai laki-laki ke rumah
mempelai perempuan oleh pengantar berpakain adat. Disamping itu, jumlah
uang antaran atau Uang Panai makin cenderung naik.
3. Makna Uang Panai bagi masyarakat suku Bugis ialah bagi suku Bugis ia
sangat menghargai keberadaan wanita sebagai mahluk Tuhan yang sangat
berharga, sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis.
Dari Uang Panai tersebut dapat melihat keseriusan sang calon mempelai
lakilaki apakah benar-benar serius ingin menikahi wanita yang di lamarnya
karena pernikahan bukanlah sebuah hal yang main-main. Disisi lain
tingginya Uang Panai akan membuat laki-laki tersebut berpikir seribu kali
untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk
mempersunting istrinya. Uang Panaiini bertujuan untuk memberikan
prestise (kehormatan) atau tingginya derajat watita bagi pihak keluarga
77
perempuan. Dari segi fungsinya Uang Panaimerupakan pemberian hadiah
untuk pihak mempelai wanita sebagai biaya resepsi pernikahan.
B. Saran-Saran
Hasil penelitian ini sejatinya belum sepenuhnya sempurna, mungkin masih
terdapat hal-hal yan tertinggal ataupun terlupakan. Jadikanlah perbedaan sudut
pandang maupun argumentasi sebuah rahmat, bukan malah dijadikan sebagai
pemicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Maka dari itu penulis akan
mencoba memberikan saran untuk kemajuan serta eksistensi Uang Panai
kedepannya. Saran ialah sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat, hendaknya berupaya mempertahankan tradisi atau adat
istiadat dan kebudayaan mereka dalam sebagai salah satu identitas
kebangsaan yang mengandung norma kearifan lokal dan berusaha untuk
lebih memahami relasi antara ajaran agama dengan tradisi-tradisi yang
terdapat dalam perkawinan, agar kiranya setiap perkembangan zaman dapat
direspon dengan baik tanpa harus meninggalkan nilai-nilai luhur yang tlah
lama adanya.
2. Nilai utama yang terkandung dalam kebudayaan Bugis hendaknya mampu
menjadi one of solution dalam menyikapi dampak perkembangan teknologi
dan informasi sehingga tidak kehilangan jati diri. Ilmuwan dan Ulama
memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan mengenai kearifan lokal
yang terintegrasi dengan Islam, tanpa menghindari perkembangan zaman,
karena justru nilai utama kebudayaan Bugis seiring dengan semangat ajaran
Al-Qur’an yang mendorong masyarakat untuk menjadi garda terdepan
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini demikian tentunya bukan
hanya berlaku pada masyarakat Bugis saja, tapi setiap etnis kebudayaan
yang begitu banyak di Indonesia, dimana masing-masing dari etnis tersebut
memiliki nilai-nili kearifan budaya yang kiranya dapat diintegrasikan
dengan nilai Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan.
3. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi, hendaknya agar lebih intens melakukan penelitian, untuk mencapai
78
pemahaman mengenai Islam dan korelasinya dengan budaya lokal, sehingga
dapat menemukan jawaban mengenai makna dari tradisi yang berjalan dan
dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam tradisi
perkawinan, serta memahami dan menganalisa maksud dan tujuan dari
fenomena tersebut sebagai sebuah pengetahuan yang baru dan tinggi
nilainya.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta:
Departemen Agama RI, 2004.
Buku
Ahamadi,Abu.Antropologi Budaya.Surabaya: Pelangi, 2007.
Arif Subyantoro, Suwarto. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Jakarta: Rineka
Cipta, 2006.
Bungin, Burhan.Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:Rajawali Grafindo Persada,
2011.
Dani Verdiansyah.Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi
KonseptualDepok: Ghalia Indonesia, 2004.
Hudaeri,Muhammad.Harmonisasi Agama dan Budaya Indonesia. Jakarta:Balai
penelitian dan pengembangan Agama Jakarta, 2009.
Idrus,Muhammad.Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga, 2009.
Koentjaraningrat.Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.
Nonci.Upacara Adat Istiadat Masyrakat Bugis. Makasar: CV.Aksara , 2002.
Nugraha, Andi. Adat Istiadat Masyarakat Bugis. Makasar: CV.Telaga Zamzam,
2001.
Prasetya.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
Setiadi,Tholib.Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan.Bandung:
Alfabeta, 2013.
Soerjono,Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Stefie.Antropologi Suku Bugis. Jakarta:The London School of Public Relation,
2009.
Suharsimi,Arikunto.Prosedur Penelitian:Suatau Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta, 2000.
Internet:
Anggi Rosalia, “Ibadah Islam Keutamaan Wanita”, diakses melalui alamat
Https://www.goegle.co.id/amp/s/dalamislam.com/akhlak/keutamaan/wanita/
amp, Tanggal 13 September 2019.
Ashari, Imam “Makna Mahar Adat Status Sosial Perempuan dalam Perkawinan
Adat Bugis di Desa Penengahan Kabupaten Lampung
Selatan”.Skripsi.Bandar Lampung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung, 2016.
Glimstan, “Makna Ritual dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Samosir di
Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Pekan Baru”.Skripsi. Riau:
Universitas Riau, 2015.
Hikmah,Nurul “Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis
dalam Perpsektif Hukum Islam”.Skripsi.Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
Nasir,Ahmad. “Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis
Makassar”.Diaksesmelaluialamathttp//jurnal.iriska.ac.id/index.php/gelar/arti
cle.view/1469/0,Tanggal 01 Juni 2019.
80
Rifaa’atusy Syarifah,Andi. “Persepsi Masyarakat Terhadap Mahar dan Uang
Acara (Dui Menre) dalam Adat Pernikahan Masyarakat Bugis di Desa
Watutoa Kecamatan Marioriwawa Kab. Soppeng”.Skripsi. Makassar:
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar,2010.
Rohani, Siti,“Uang Panai’ Masyarakat Suku Bugis” , diakses melalui alamat
https://regional.kompas.com/read/2017/03/13/08532951/.uang.panai.tanda.p
enghargaan.untuk.meminang.gadis.bugis-makassar?page=all,(diunduh
tanggal 13 Maret 2019).
Samsuni, “Budaya Mahar di Sulawesi Selatan”, diakses melalui alamat
http://makassar.tribunnews.com/2013/11/06/ketikabudayamenjadipetaka,(di
unduh tanggal 17 Februari 2019).
Widyawati, “Tradisi Uang Panai’ dalam Pernikahan Suku Bugis di Sungai
Guntung Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”.
Jurnal JOM FISIP. IV, No. 5 (2018).
Yunus,Andi, “Fenomena uang panai’k Dalam perkawinan Bugis Makassar”,
diakses,http://beritadaerah.com/articlewww.orangbiasaji.net/2012/11/tradisu
angpanai’masalahataumaslahat.html, (diunduh pada tanggal 14 februai
2019).
Wawancara:
H.M.Yunus S.P, Mantan Kepala Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis,
15 November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio
Hamzah S.Pd, Sekretaris Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekamana Audio.
Hudiyono S.Pd, Wakil Kepala Sekola Mts Al-Amanah Desa Alang-Alang,
Wawancara dengan Penulis, 14 November 2019, Rekaman Audio.
Indo Upe, Tokoh Masyarakat Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 20
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
Jamaludin, Tokoh Masyarakat Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 05
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
Junaidi Arifin, Pemuda Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15
November 2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
Kamarudin, Ketua Rt dan termasuk orang yang di tuakan di Desa Alang-Alang,
Wawancara dengan Penulis, 11 November 2019, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, Rekaman Audio.
Ukas MD, Kepala Desa Alang-Alang, Wawancara dengan Penulis, 15 November
2019, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rekaman Audio.
81
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
NO Kegiatan
Bulan dan Tahun
Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret
2019 2019 2019 2019 2019 2020 2020 2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Pengajuan Judul Proposal
√
2 Pembuatan Proposal √
3 Pengajuan dan Penunjukkan
√
Dosen Pembimbing
4 Konsultasi dan Perbaikan √ √ √
Proposal
5 Seminar Proposal √
6 Perbaikan Proposal Hasil √
Seminar
7 Pengesahan judul dan Izin Riset √
8 Pelaksanaan Riset √ √ √ √ √ √ √
9 Penyusunan Data Skripsi √ √ √ √
10 Perbaikan Skripsi √ √ √ √ √ √ √
11 Penyempurnaan skripsi
12 Munaqasah
13 Penggadaan Skripsi
82
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Skripsi
“UANG PANAI BAGI MASYARAKAT SUKU BUGIS di DESA ALANG-
ALANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI
JAMBI”
No Jenis Data Metode Sumber Data
1. -Sejarah Desa Alang-Alang
Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
-Wawancara
-Dokumentasi
-TokohAdat dan Masyarakat
-Dokumen Sejarah Desa Alang-
Alang Kecamatan Muara Sabak
Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur
2 -Pengertian Uang Panai’
-Sejarah Uang Panai’
-Wawancara -Sejarah Uang Panai’
-Pengertian Uang Panai’
3.
-Faktor yang Mempengaruhi
Tingginya Uang Panai’
-Bentuk dan Pelaksanaan Uang
Panai’
-Wawancara
-Observasi
-Dokumentasi
-Tokoh Agama, adat dan Masyarakat
-Pelaksanaan Uang Panai’
-Dokumentasi Pelaksanaan Uang
Panai’
4. -Perkembangan Uang Panai’
-Tujuan Uang Panai’
-Wawancara
-Observasi
-Dokumentasi
-Perkembangan Uang Panai’
-Tujuan Uang Panai’
-Kegunaan Uang Panai’
5. -Simbol dan Makna Uang Panai’
-Observasi
-Dokumentasi
-Wawancara
-Simbol dan Makna Uang Panai’
-Dokumentasi Simbol
-Tokoh Agama, adat, dan
Masyarakat
6. -Makna Filosofi Uang Panai’ -Wawancara -Pelaksanaan Uang Panai’
7.
-Pengaruh Tingginya Uang
Panai’
-Wawancara
-Observasi
-Tokoh Agama. Adat dan
Masyarakat
83
-Pengaruh Tingginya Uang Panai’
A. Panduan Observasi
No Jenis Data Objek Observasi
1. Tata Cara Pelaksanaan Uang Panai’ -Proses Pelaksanaan
2. Tujuan Uang Panai’ -Tujuan Uang Panai’
3. Simbol dan Makna Uang Panai’ -Simbol dan Makna dalam tradisi Uang
Panai’
4. Pengaruh Tingginya Uang Panai’ -Dampak Positif dan Negatif tingginya Uang
Panai’
B. Panduan Dokumentasi
No Jenis Data Data Dokumen
1. -Sejarah Desa Alang-Alang Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten TanjabTimur
-Latar Belakang Sejarah
2. - Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai’ -Data Dokumentasi Tentang Bentuk dan
Pelaksanaan Uang Panai’
3. -Tujuan Uang Panai’
-Data Dokumentasi TentangTujuan Uang
Panai’
4. -Simbol dan Makna Uang Panai’ -Data Dokumentasi Simbol dan Makna Uang
Panai’
C. Butir-ButirWawancara
No Jenis Data Sumber Data dan SubtansiWawancara
1. -Pengertian Uang Panai’
-Sejarah Uang Panai’
-TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Apa pengertian Uang Panai’ ?
-Bagaimana sejarah Uang Panai’?
-Kapan tradisi Uang Panai mulai di lakukan?
84
2. -Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Uang
Panai’
-Bentuk dan Pelaksanaan Uang Panai’
-TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Apa saja faktor yang mempengaruhi
tingginya Uang Panai’?
-Bagaimana bentuk dan pelaksanaan Uang
Panai’?
3. -Perkembangan Uang Panai’
-Tujuan Uang Panai’
-TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Bagaimana perkembangan Uang Panai’?
-Apa tujuan dan kegunaan Uang Panai’?
4. -Simbol dan Makna Uang Panai’?
-TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Apa simbol dari Uang Panai’?
-Apa makna dari Simbol Uang Panai’
tersebut?
5. -Makna Filosofi Uang Panai’? -TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Apa makna Filosofi yang terkandung dalam
Uang Panai’?
6. -Pengaruh tingginya Uang Panai’? -TOKOH AGAMA, ADAT/
MASYARAKAT:
-Apakah tingginya Uang Panai’ memiliki
pengaruh ?
-Bagaimana dampak Positif dan negatif dari
Tingginya Uang Panai’ tersebut?
Lampiran – lampiran
85
Wawancara dengan Bapak H.M Yunus. S.Pd
Wawancara dengan sekretaris Desa Alang-alang Hamzah, S.Pd
86
Wawancara dengan Bapak Kamarudin
Wawancara dengan Bapak Hudiyonno S.Pd
87
Wawancara dengan Bapak Jamaludin
Wawancara dengan Ibu Indo Upe’
88
Proses penyerahan Uang Panai
89
90
91
92
CURRICULUM VITAE
A. Informasi Diri
Nama : Juwita Nirmala Sari
Tempat dan Tanggal Lahir : Mendahara Tengah 20 Mei 1998
Nim : UA. 160267
Fakultas/ Jurusan : Ushuluddin / Aqidah dan Filsafat Islam
Alamat Asal : Desa Alang-Alang, Kecamatan Muara Sabak
Timur,Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi.
Alamat Sekarang : Perumahan Aston Villa Blok Z No. 19, Kabupaten
Muaro Jambi, Kecamatan Jaluko, Provinsi Jambi.
B. Riwayat Pendidikan
2016 – 2020 : UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
2013 – 2016 : SMAN 1 Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat
2010 – 2013 : Mts Al-Amanah Desa Alang-alang Tanjab Timur
2004 – 2010 : SDN 81/X Pematang Rahim Tanjab Timur