Tunas Verbist Magazine

52

description

edisi Agustus-Oktober

Transcript of Tunas Verbist Magazine

Page 1: Tunas Verbist Magazine
Page 2: Tunas Verbist Magazine
Page 3: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

1

Tahun ajaran baru sudah sedang berjalan. Ada se-mangat baru muncul

dalam diri para frater penghuni SST Pondok Bambu, terutama seksi animasi untuk mener-bitkan kembali Majalah Tunas Verbist (MTV) yang sempat mengalami mati suri. Keingi-nan para frater ini didasari oleh semangat untuk membagi yang ada dalam diri mereka. Mereka mau membagikan cerita dan pengalaman hidup mereka ke-pada siapa saja yang setia mem-baca MTV ini. Tentu saja diba-lik itu terbersit juga harapan supaya nama komunitas CICM scholastika Pondok Bambu bisa tersebar kemana-mana sehingga dengan sendirinya bisa men-jadi bahan promosi panggilan.

Tema yang dipilih oleh seksi animasi sangat tepat “This Is My Happy Line”. Karena se-jak akhir tahun banyak sekali peristiwa yang terjadi yang menghiasi kehidupan SST ter-cinta ini. Ada yang dengan bangga dan berbesar hati har-us meninggalkan SST untuk melanjutkan jenjang panggi-lan mereka ke Philipines, ada yang pulang kampung ber-libur melepas rindu pada orang-orang tercinta serta menikmati makanan serta suasana ke-sukaan di kampung halaman, ada yang terpaksa namun senang hati mengikuti keg-iataan kerja nyata alias “work experience” selama sebulan men-jadi buruh atau kerja kuli, dan ada pula penghuni baru yang datang dari Makassar. Semua peristiwa ini meninggalkan kisahnya sendiri-sendiri yang

THIS IS MY HAPPY LINE

P E N G A N T A R

....“banyak berjalan luas pandangan banyak berkarya luas kemampuan.”

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Para simpatisan majalah Tunas Verbist yang baik. Shalom !

P. Joni Payuk

Page 4: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

dituangkan dalam bentuk re-fleksi tertulis oleh para frater. Rangkaian peristiwa yang kita alami dalam hidup bukan hanya berfungsi untuk menambah pengalaman kita sehingga kita bisa bercerita banyak kepada sahabat kita tetapi juga sebagai bentuk pem-belajaran hidup menujuh pada kedewasaan wawasan dan pe-mahaman hidup yang lebih matang. Dengan menuangkan pengalaman hidup ini dalam bentuk cerita dan refleksi tertu-lis kita akhirnya bisa meng-gali lebih dalam apa makna dari peristiwa yang kita alami itu. Dengan demikian cucuran keringat dan perjuangan yang dialami oleh para frater dalam kegiatan work experience, se-

lama sebulan penuh itu tidak akan berlalu begitu saja hilang dalam memori frater tetapi men-jadi cerita pembelajaran hidup. Akhirnya para pemer-hati MTV yang setia saya mau menghakhiri prakata ini dengan sebuah pepatah bijak mau men-gajak kita semua agar semakin berani menggali pengalaman dan peristiwa hidup kita men-jadi sebuah pembelajaran hidup “banyak berjalan luas pandan-gan banyak berkarya luas ke-mampuan.” Semua peristiwa hidup adalah bentuk perjalanan pengembaraan kita yang akan selalu menambah wawasan kita dan semau tindakan dan karya adalah bentuk pelatihan ke-mampuan penguasaan diri kita.

2

Penulis adalah seorang formator di Skolastikat Sang Tunas, Jakarta dan juga pernah bermisi di Perancis

Page 5: Tunas Verbist Magazine

p E N G A L A M A N

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Disiplinkan Pikiran

Mengerjakan skripsi tidak hanya mem-butuhkan disiplin

sikap hidup, tetapi juga disi-plin pikiran. Mendisiplinkan pikiran itu bukan pekerjaan mudah; Hampir serupa su-litnya kita mendisiplinkan diri kita seutuhnya. Namun, kita perlu berdisiplin karena itulah kunci dari kesuksesan dan usaha pemaksimalan pikiran.

Pikiran manusia itu ‘liar’. Tidak ada yang membata-sinya. Dicernanya pelbagai opnini yang berserakan dalam semua ruang kehidu-pan sehari-hari. Kesannya, pikiran manusia begitu kaya. Akan tetapi, perlu dipertan-yakan, apakah cukup memi-liki pikiran yang begitu kaya dengan informasi?

Kesulitan yang terlihat da-lam usaha penulisan skripsi

adalah contoh konkretnya. Berhadapan dengan komputer, barangkali sulit menentukan sesuatu yang harus ditulis, bahkan tidak tahu cara menu-lisnya. Mungkin kita telah menulis beberapa halaman, hanya saja ketika dibaca kem-bali sulit mencerna isi gagasan tulisan tersebut. Akhirnya, kita bingung dengan tulisan yang telah dibuat.

Persoalan itu tidak lepas dari ‘liar’-nya pikiran manusia. Ka-dang terlalu banyak ide yang muncul dari dalam pikiran. Kita tidak tahu cara mengor-ganisirnya. Akhirnya, semua ditumpah-kan secara sembarang dalam tulisan dan tidak tahu ide yang seharusnya dituliskan dahulu dan seterusnya.

Tentu kita ingin mempunyai pikiran yang efektif dan ber-

Gregorius Afioma

“Kesulitan yang terlihat dalam usaha penulisan skripsi adalah contoh konkretnya. Persoalan itu tidak lepas dari ‘liar’-nya pikiran manusia......”

3

Page 6: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

daya guna, terutama di saat mengerjakan skripsi. Maka, sesuai pengalaman ini pun perlu sekali mendisiplinkan pikiran. Kita membutuhkan suatu cara untuk membatasi atau mengatur bebasnya pikiran manusia.

Bagaimana caranya? Dalam skripsi model laporan buku, biasanya dituntut melapor-kan kembali ide penulis buku dalam gaya bahasa dan pemikiran kita. Tuntutan uta-ma dari model ini adalah membaca ban-yak buku agar bisa memaha-mi pemikiran pelbagai penulis terse-but dengan baik. Hanya saja hal ini bukan tanpa risiko. Semakin banyak membaca, semakin banyak yang diketa-hui, akhirnya bukannya tidak mungkin membuat kita men-jadi bingung. Persoalannya pada saat kita beranggapan semua hal yang dibaca mer-upakan gagasan utama.

Persoalan itu kemudian men-jadi parasit pikiran kita. Ke-bingungan dan banyaknya gagasan utama yang tidak terpilah membuat kita lemas dan malas. Hari-hari dibi-arkan berlalu tanpa melan-jutkan dengan tekun skripsi yang ada. Menjelang deadline barulah didesak seluruh ke-mampuan tenaga dan pikiran kita. Alhasil, tulisan atau buah karya kita dengan gaya mengerjakan skripsi sep-

erti itu akan dipertanyakan kebaikannya.

Lalu bagaima-na caranya? Mari lihat ke-beradaan otak manusia yang sesungguhnya.

Otak manusia dibatasi oleh ruang tertentu yang berada dalam kepala manusia. Di be-rada dalam batasan rangka kepala manusia. Meskipun tidak terlalu logis, paling tidak baiklam menimba inspirasi dari letak otak manusia. Pikiran manusia itu penting pembatasan. Satu-satu cara untuk membatasi adalah

kita perlu berdisiplin karena itulah kunci dari kesuksesan dan usaha pemaksimalan

pikiran.

4

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Page 7: Tunas Verbist Magazine

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

dibuatkan suatu kerangka pembatasan material seperti otak yang dibatasi oleh rang-ka/tulang kepala.

Pikiran manusia yang ab-strak perlu dibatasi oleh suatu kerangka pikiran yang konkret. Tentu yang dimaksud kerangka pikiran yang konk-ret itu bersifat material atau bahan tertulis. Artinya, pikiran kita perlu dibatasi secara ma-terial atau tertulis yang bisa diukur dan diatur.

Mari kita masuk ke penjela-san yang lebih mudah. Jika membaca sebuah buku, ada banyak gagasan yang masuk ke dalam pikiran kita. Itu menguntungkan di satu pihak, sekaligus membingungkan di lain pihak. Maka, cara mem-baca buku yang baik adalah dengan menemukan inti-sari dari ulasan dalam buku tersebut. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kemampuan setiap orang dalam menang-kap gagasan utama sebuah ulasan atau tulisan itu berbe-da-beda.

Persoalan itu sesungguhnya tidaklah rumit. Artinya, bahwa

dapat diselesaikan dengan proses latihan terus-menerus oleh pelbagai jenis orang. Ketika kita membaca sebuah buku, misalnya bagian per-tama dari buku tersebut yang berjumlah dua puluh lima halaman, cara mengetahui intisarinya adalah dengan meringkas dengan bahasa kita.

Tentang meringkas itu bukan asal meringkas. Ringkaslah suatu usalan hanya dalam satu halaman kertas A4 atau mungkin setengahnya saja. Mengapa demikian? Sebuah buku selalu atau dapat dika-takan pasti memuat suatu gagasan utama atau tesis pemikiran dan biasanya itu sepanjang satu halaman, bahkan satu kalimat. Se-mentara seluruh isi buku hanyalah sebuah bangunan argumen untuk meneguhka tesis atau gagasan pikiran tersebut.

Dengan hanya meringkas satu kalimat atau halaman saja, kita berusaha mencari gagasan pokok atau tesis pemikiran penulis buku. Me-

TUNAS VERBIST MAGAZINE

5

Page 8: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

mang ini bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini karena sungguh memerlukan keteli-tian dan daya analisis yang tajam. Pekerjaan meringkas adalah sekaligus menganal-isis. Sejauh pengalaman saya, pekerjaan itu membu-tuhkan waktu yang lama.

Pembatasan material bahwa hanya dapat dinyatakan dalam satu atau setengah halaman saja itu melatih kita mendisiplinkan pikiran. Kita diajak untuk mem-buang segala gagasan yang walaupun terlihat penitng, tetapi belum tentu relevan dan yang utama. Itulah maksudnya bahwa pikiran kita yang liar harus ditun-

tun atau di-’penjara’-kan oleh pembatasan material.

Jika kita telah meringkas da-lam satu halaman, itu berarti kita dapat menangkap ses-uatu yang merupakan inti dari satu pembahasan buku terse-but. Tugas selanjutnya adalah mengembangkan gagasan pokok tersebut dengan gaya bahasa kita. Kita membangun gugusan argumen pikiran kita.Dengan demikian, pentingnya mendisiplinkan pikiran adalah agar semua gagasan kita da-pat berdaya guna dan benar-benar efektif. Kita tidak hanya sekadar tahu banyak, tetapi mampu membuat gagasan yang relevan untuk kebutuhan kita yang sesungguhnya.

*Penulis sedang menjalani studi di

Filipina, sekaligus Frater tahun ke-6 di

CICM

6

Page 9: Tunas Verbist Magazine

Ketika kami mengadakan pertemuan tingkat, yaitu suatu waktu berkumpul

bersama teman seangkatan guna membicarakan suatu hal, kami telah menyepakati pembagian tempat mengajar masing-masing. Waktu itu saya memilih untuk mengajar di St. Ursula, karena memang sebelumnya saya sudah mengetahui kondisi dan ingin sekali berinteraksi dengan mengajar di sana. Akan tetapi, almarhum Pater Anis, rektor rumah kami, menginginkan agar pembagian tempat mengajar dilakukan dengan undian. Akhirnya, saya diputuskan mengajar di SMP Tarakanita 4.Awalnya saya sungguh kecewa karena tidak sesuai dengan harapan , ditambah lagi kabar yang saya terima tentang anak-

Andi Situmorang

anak sekolah Tarakanita yang tidak bisa diatur dan nakal. Waktu itu pun, pikiran normal saya, menganggap murid SMP itu lebih sulit diatur karena masih dikenal sebagai masa transisi dari SD ke SMA dan ada dalam kondisi sangat labil. Hal itulah yang menjadi penolakan mendasar bagi saya. Akan tetapi, saya sempat merenungkan suatu hal, yaitu kalau hal pembagian tempat mengajar saja saya sudah kecewa lalu bagaimana kelak prinsip atau perilaku saya saat menjadi misionaris? Pertanyaan itu menjadi permenungan saya selanjutnya. Maka, melalui proses saya menerima dan mencoba berpasrah saja mengajar dan menghadapi anak SMP Tarakanita yang katanya

Maka, melalui proses saya menerima dan mencoba berpasrah saja mengajar dan menghadapi anak SMP Tarakanita yang katanya ‘susah diatur’.

TUNAS VERBIST MAGAZINE

R E F L E K S I

Belajar Untuk Siap Ditempatkan Dimana Saja

7

Page 10: Tunas Verbist Magazine

‘susah diatur’.Pada pertemuan pertama sebelum masuk kelas, saya merasa agak gugup memikirkan cara meng-hadapi mereka. Namun, ketika masuk kelas dan diperkenalkan oleh Pak Eto, saya rasakan pan-dangan mereka yang bersahabat. Ketika Pak Eto memberikan kes-empatan untuk memperkenalkan diri, mereka dengan semangat

ingin mengenal saya lebih jauh. Tentu saja, pertemuan pertama ini menjadi awal yang baik untuk ke depannya.Pengalaman mengajar bukanlah hal pertama bagi saya, karena di Seminari Menengah Stella Maris sudah pernah mendapat-kan kesempatan mengajar di SD Mardiyuana Bogor. Tentu saja pengalaman mengajar yang lalu sangat membantu saya dalam dasar-dasar mengajar untuk SMP Tarakanita. Walau tidak dipungkiri, ada banyak pen-galaman suka dan duka selama mengajar tersebut; Terlebih di zaman teknologi yang begitu canggih, banyak anak-anak disibukkan dengan handphone, Tablet, atau pun barang sejenis yang mereka miliki. Maka, ketika saya mengajar kadang-kala mereka mencuri kesempa-tan untuk sekadar berbalasan pesan singkat. Namun, tidak semuanya begitu, bahwa banyak dari siswa Tarakanita 4 begitu antusias dalam pengajaran saya.Dalam apostolat yang saja jalani, banyak pengalaman yang saya peroleh ketika men-gajar di SMP Tarakanita 4, terlebih dalam perkembangan

*Frater Andi seusai mengikuti kuliah

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

8

Page 11: Tunas Verbist Magazine

kepribadian saya. Salah satu poin penting yang saya terima adalah ‘mendengarkan dosen/pengajar dengan saksama ketika di kelas’. Hal itu tentu saja saya dapatkan dan pahami setelah atau selama saya menjalankan proses mengajar. Pengalaman itu semakin menyadarkan saya, karena ketika mengajar mungkin ada siswa yang tidak menden-garkan saya dan saya merasa kecewa. Oleh karena itu, saya sangat bersyukur mendapatkan kesempatan mengajar di Tara-kanita sehingga saya dapat men-imba banyak pengalaman dan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Penulis sedang menjalani masa studi di STF Driyarkara semester 5

Frater Tingkat III di Skolastikat Sang Tunas

9

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

pemahaman. Meskipun saya hanya mengajar selama satu semester, masih ada banyak kenangan cara atau rasa menjadi seorang pengajar dan menghadapi pelbagai karakter murid. Hingga saat ini pun, walau mereka sudah tersebar di pelbagai SMA yang berbeda, sesekali mer-eka masih menyapa saya melalui situs jejaring sosial di internet. Saya sungguh bersyukur dan ber-terima kasih atas kesempatan yang diberikan CICM dan sekolah SMP Tarakanita 4 sehingga saya dapat menimba banyak pemahaman.

Page 12: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

CICM adalah kongregasi yang melahirkan seorang misionaris. Di dalamnya

ada tahapan-tahapan sebagai masa persiapan menjadi seorang misionaris sekaligus biarawan. Pelbagai tahapan itu memiliki kriteria masing-masing yang berbeda. Salah satunya adalah work experience yang dilakukan oleh para frater yang ada di tingkat TOR Makassar dan akhir tingkat dua Jakarta. Work experience adalah kegiatan para frater menjalani kehidupan sebagai buruh selama satu bulan dan berusaha memahami makna di balik kegiatan tersebut dalam bentuk refleksi setelah menyelesaikannya. Menurut saya, kesempatan ini pun mendorong para frater mengembangkan potensi diri selain hanya mengisi waktu liburan pada setiap tingkat

tersebut. Demikian pula saya yang telah menjalani tingkat dua ini merupakan kesempatan kedua kalinya setelah yang pertama di Makassar lalu. Pada 30 Juni malam adalah persiapanku menuju Tanggerang. Di sana adalah tempat kami menjalani kegiatan work experience sebagai program CICM bagi tingkat dua di Jakarta. Tidak seperti di Makassar, kali ini kami diharuskan untuk menyewa dan tinggal selama satu bulan di sebuah rumah kontrakan di daerah sekitar tempat kami bekerja. Tantangan baru bagi kami di saat harus tinggal seperti anak kos yang harus hidup mandiri dan dapat mengatur uang sedemikian rupa sebatas yang diberikan biara untuk kami pakai selama sebulan. Kami harus dapat sehemat dan sebaik mungkin dalam menggunakan uang tersebut. Sekitar pukul sembilan malam kami tiba di rumah kontrakan. Kami langsung membereskan segalanya dan segera istirahat untuk menyambut hari esok pertama bekerja. Pada 1 Juli, kami bersiap untuk memulai kesibukan

Refleksi di Balik Kehidupan Buruh Perkebunan

oleh: Yohanes Ridwanto

R E F L E K S I

10

Page 13: Tunas Verbist Magazine

yang akan kami kerjakan. Inilah kesempatan kedua kami mengalami kerja seperti ini setelah yang pertama di Makassar yang mungkin akan memberikan kami pengalaman yang lebih daripada sebelumnya. Frater Kenjo dan saya mendapat tempat kerja di sebuah perusahaan perkebunan dan tugas kami adalah sebagai buruh kebun. Ketika sampai di tempat kerja, kami disambut ramah oleh para pekerja maupun pimpinan di sana. Akan tetapi, saya merasa cukup sulit melakukan pekerjaan yang saya geluti di sana karena pada dasarnya pekerjaan perkebunan adalah bukan jenis pekerjaan yang saya senangi dan tidak biasa dilakukan. Kami bekerja di luar ruangan dan cuaca cukup panas

. Sesekali ada keluhan di kala istirahat duduk-duduk¬ di teras. Sementara istirahat sejenak dan terus mengamati para pekerja yang bergiat, muncul dalam benak saya bahwa segala kegiatan atau pekerjaan yang kita geluti berawal dari rasa perjuangan dalam diri. Hidup ini diawali dari perjuangan. Perjuangan dari proses kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan hingga akhirnya perjuangan itu berharap memperoleh kehidupan yang kekal setelah kematian. Allah juga menciptakan segala sesuatunya dengan perjuangan, bekerja selama enam hari dan terus mengusahakan keselamatan bagi semuanya (Kejadian 2:22 dan refleksi alkitab). Pekerjaan ini pada awalnya tidaklah mudah (para buruh pun mungkin merasakannya) dan saya rasa bahwa ada suatu dorongan untuk terus bekerja bahkan menikmati pekerjaan tersebut. Keluarga dan alasan untuk meneruskan hidup mungkin menjadi beberapa alasan yang mereka miliki sebagai motivasi selama bekerja. Tanpa adanya motivasi, kita pasti akan kalah dan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

*Fr. Ridwan (kanan) dan Fr. Kenjo (kiri) bersama para buruh kebun seusai bekerja

11

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Page 14: Tunas Verbist Magazine

lemah dalam memperjuangkan hidup ini. Kadangkala kita merasa tidak ada arti dan akhirnya putus asa sampai bunuh diri karena tidak ada motivasi lagi. Bunuh diri itulah yang menjadi cara singkat seseorang yang tidak mau lagi memperjuangkan hidupnya dan hanya terus terbawa suasana masalah pribadi. Dari pelbagai pemahaman itulah, saya berusaha melanjutkan proses pekerjaan saya. Semuanya dijalani dari pecarian bibit, pembibitan, pemupukan, pengomposan, perawatan, penanaman, lalu akhirnya penjualan. Saya rasa satu bulan adalah rentang waktu yang panjang dan mulai ragu menyelesaikannya. Frater Kenjo dan saya berusaha mengikuti setiap proses pekerjaan kami. Dengan perbincangan dan pertukaran pikiran, kami mulai masuk ke dalam lingkungan para pekerja dimulai dari perkenalan diri kami masing-masing. Latar belakang teman-teman kerja kami ternyata orang perantauan yang rata-rata telah berkeluarga dan ada beberapa di antara mereka masih sendiri. Mereka pun memiliki pengertian

dan pemahaman yang baik tentang tanaman karena berlatar keluarga tani. Selang waktu kami merasa lebih senang dan nyaman karena canda dan gurau di sela-sela pekerjaan. Pukul 11.30 kami beristirahat untuk makan siang yang dilakukan secara bersama di sebuah ruangan khusus. Kami melanjutkan pekerjaan sekitar pukul setengah satu siang. Kami melanjutkan sisa pekerjaan hingga pukul lima sore dan pulang sekitar pukul lima. Kami pulang dengan membawa kesan pertama yang baik, walau lelah tetap merasa senang. Hari-hari berikutnya kami merasa lebih nyaman dalam bekerja dan sesekali bertanya mengenai proses yang ada dari segi yang umum maupun yang lebih khusus. Saya berusaha mendalaminya dan mulai senang dalam bercocok tanam. Itulah proses belajar menurut saya, ketika mempelajari sesuatu itu tidak berawal dari hal yang disenangi. Terkadang untuk belajar sesuatu yang baru dan baik harus diawali bahkan dari paksaan sehingga dapat membiasakan diri dalam hal baru yang sedang dipelajari. Saya teringat akan seorang musisi klasik ternama di dunia, Ludwig van Beethoven.

TUNAS VERBIST MAGAZINE

12

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Page 15: Tunas Verbist Magazine

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Sedari masa kecilnya, ia dipaksa hingga menangis untuk berlatih piano oleh ayahnya. Akan tetapi, karena terus dipaksa dalam dunia musik oleh ayahnya itu, akhirnya timbul ketertarikan dan kehausan hingga akhirnya ia menjadi seorang musisi klasik ternama dalam sejarah dunia. Mungkin begitu pula dengan saya ketika mengalami pengalaman kerja dari keterpaksaan berubah menjadi ketertarikan dan terus berusaha mendalaminya. Kami bekerja dengan para pekerja yang mayoritas bergama Islam, tetapi hal itu tidak menghalangi dan sebaliknya kami saling menghargai dalam interaksi. Kami turut diingatkan ketika mereka yang rajin dan taat beribadah dengan menjalani sholat lima waktu dengan tepat. Kami mendapatkan pelajaran lain dari mereka tentang menjalani dan mendalami pekerjaan dan kehidupan dalam kehidupan beragama. Di tengah lelahnya diri bekerja, mereka selalu menyempatkan waktu untuk menjalankan ibadah mereka. Yang juga membuat saya semakin kagum adalah ketika bulan

puasa mereka tetap menjalani puasa dengan baik selagi kerja seharian. Mereka tetap bekerja dengan baik seperti tidak terlihat mereka sedang berpuasa. Kelelahan dan keringat memang masih tampak, walau tetap berusaha semaksimal mungkin menjalani pekerjaan mereka. Satu hal yang berbeda dari pola pikir saya sebelumnya yang meyakini bahwa kaum buruh atau kerja keras pasti tidak dapat menjalani puasa dengan sempurna atau setidaknya dengan baik diputarbalikkan dengan pengalaman kerja ini. Hal yang menjadi dorongan untuk tetap menjalani puasa dan ibadah sholat dengan baik adalah kepuasan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

*Fr. Ridwan sedang memerhatikan daerah yang akan dibenahi 13

Page 16: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

batin dan kesegaran rohani. Hidup di dalam Allah ternyata menguatkan setiap orang yang taat dan takwa akan ajaran dan hukum-Nya. Meskipun terlalu sibuk dalam setiap pekerjaan, kita harus setidaknya menyempatkan waktu pula untuk hidup di dalam Tuhan dengan berdoa dan pelbagai cara lainnya. Banyak hal yang saya dapatkan dan pahami ketika berbincang dengan mereka di pelbagai kesempatan. Hingga

Penulis sedang menjalani masa kuliah di STF Driyarkara semester 5

Frater tingkat III di SST

akhirnya masa kerja kami selama sebulan telah usai dan pengalaman kali ini telah memberikan pelajaran yang cukup berharga bagi diri saya yang sedang menjalani masa persiapan menuju tugas misi yang sesungguhnya kelak. Mereka memberikan suatu kenangan yang indah dan sesekali dengan sikap lapang dan murah hati mengajak kami berkunjung ke rumah mereka…

14

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Page 17: Tunas Verbist Magazine

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Siapa yang tidak menyukai anak-anak? Mungkin hanya sedikit orang yang

tidak menyukai anak-anak di antara begitu banyak orang yang menyukai mereka. Yesus sendiri dalam kitab Suci, termasuk orang yang menyukai anak-anak. Ia membiarkan anak-anak datang kepada-Nya. Anak-anak memiliki tingkat keceriaan dan kepolosan yang paling tinggi jika dibandingkan remaja dan orang-orang dewasa. Di samping itu, rasa ingin tahu mereka juga sangat tinggi. Mereka ingin merasakan dan mengetahui apa saja yang menurut mereka asing tanpa pernah memikirkan resikonya. Kadang-kadang keingintahuan mereka ini membuat orang tua merasa jengkel. Misalnya, Orang tua marah kepada anak kecilnya yang merengek meminta pisau untuk dimainkan. Atau, kaget ketika anak kecilnya tiba-tiba

menangis karena baru saja menyentuh nyala api. Kita orang dewasa mungkin berpikir betapa bodohnya anak-anak tersebut. Namun sebenarnya itulah dunia mereka, yakni dunia yang penuh rasa ingin tahu dan dunia yang tanpa beban. Mereka merasa begitu bebas dan ceria. Pengalaman merasakan kebebasan tanpa beban ini, kadang-kadang dirindukan kembali oleh orang–orang dewasa, yang hidupnya terlalu serius. Maka tidak heran jika ada orang dewasa yang menggunakan foto anak-anak tersenyum atau tertawa sebagai foto profil di akun Facebook-nya. Sekali lagi mungkin ini adalah salah satu bentuk ekspresi akan kerinduan untuk menjadi “seperti” anak-anak kembali. Maka, tidak salah jika ada begitu banyak orang menyukai anak-anak, terutama pengalaman keceriaan mereka.

“Membahasakan” Kitab Suci kepada Anak-anak

Adrianus Safarin

15

Page 18: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Saya juga termasuk orang yang menyukai anak-anak. Saya menyukai kepo-losan dan keceriaan mereka. Namun, selalu saja ada tantan-gannya. Saya menyukai anak-anak tetapi sulit untuk mem-buat anak-anak menyukai saya. Hampir satu tahun saya men-jalani apostolat di paroki Sta. Bernadette Ciledug tepatnya di bedeng Tarakanita, di lingkun-gan Fabiola. Di sana saya men-jadi pendamping anak-anak Sekami (Sekolah Minggu). Se-bagai pendamping Sekami saya

dari Yohanes karena saya harus menjelaskan bahasanya yang sim-bolis berhadapan dengan anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Dengan latar belakang filsafat yang kaku, saya merasa lebih mudah menjelasakan isi kitab suci kepada orang orang dewasa ketimbang kepada anak-anak. Sulit bagi saya untuk mem-bahasakan bahasa kitab suci ke dalam bahasa mereka. Salah satu teknik paling mudah adalah men-ceritakan kisah yang ada kaitan-nya dengan bacaan injil. Namun, justru saya lebih berbakat untuk menulis cerita daripada menjadi pembawa cerita. Akan tetapi seperti kata pepatah, “Allah bisa karena biasa” maka tu-gas tersebut, perlahan-lahan saya nikmati. Beruntung, saya banyak dibantu oleh rekan pendamping Sekami yang lain yang terdiri dari remaja dan ibu-ibu. Remaja dan ibu-ibu ini membantu saya dalam menceritakan kisah menarik seh-ingga membuat anak-anak dapat menikmati dan menangkap pe-san injil. Mereka ini, yang sudah begitu lama mengenal anak-anak tampak lebih professional ketika mendongengkan sebuah kisah. Saya membantu mereka misalnya,

bertugas menjelaskan bacaaan kitab suci hari minggu kepada anak-anak. Tugas ini mungkin kedengarannya mudah, na-mun sebenarnya cukup sulit jika dipraktekkan, apalagi jika tidak biasa dan tidak punya bakat bercerita. Akan lebih sulit lagi jika injilnya diambil

*anak-anak sedang mengi-kuti permainan

sekolah minggu

16

Page 19: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

mengiringi dengan gitar ketika menyanyikan beberapa buah lagu baik di bedeng maupun di dalam gereja sehabis perayaaan Ekaristi.Menjadi lebih Kuat. Selama menjalani apostolat saya tinggal di Rumah umat di lingkungan Fabiola, berdekatan dengan bedeng tarakanita. Saya tinggal di dalam sebuah keluarga

untuk mempertahankan hidup, tentang penolakan dari Satpam penjaga gara-gara dicurigai se-bagai “Debt Collector” , tentang seorang nenek yang begitu ra-jin ke gereja meski sudah lama hidup sendiri, tentang sekan-tong pisang dan kue oleh-oleh sebagai bukti perhatian dari sebuah keluarga, dan tentang bahasa-bahasa khas yang men-gungkapkan dukungan mer-eka. Pengalaman-pengalaman itu, sungguh memberikan saya kekuatan. Satu hal yang saya pelajari adalah dibalik dukun-gan itu sebenarnya terselip sebuah harapan, mungkin juga sebuah tuntutan yang tidak se-gampang membalikkan telapak tangan untuk mewujudkannya. Namun, tetap saja dukungan adalah hal terbaik yang harus selalu ada agar langkah kaki menjadi lebih ringan dalam menapaki jalan panggilan ini.

yang kehidupannya begitu seder-hana, meski cukup berada. Ke-luarga ini juga sudah begitu lama memiliki perhatian terhadap para calon imam. Di dalam kelu-arga dan lingkungan Fabiola ini saya belajar banyak hal: tentang kekompakan dan perjuangan se-orang ibu dan ketiga anaknya

*Fr. andri (kedua berdiri dari kiri bersama para frater lainnya dan umat lingkungan di ciledug

*Penulis adalah mahasiswa STF Driyarkara semester 7

Frater tingkat 4 di SST17

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Page 20: Tunas Verbist Magazine

Tanpa terasa satu minggu berlalu. Sementara frekue-nsi kehadiranku di rumah

bersama keluarga sangat sedikit daripada sanak-famili yang lain di kampung. Saya tidak banyak meng-habiskan waktu di rumah. Ada ban-yak hal dan pengalaman yang saya alami dan lakukan selama liburan di Ruteng (Manggarai), tempat kela-hiranku. Banyak kegiatan yang ku-lakukan dari mengunjungi kerabat keluarga di kampung, memanen kopi-padi-dan kacang sebagai ko-moditas daerah bersama Ema lopo (Kakek), Ende lopo (Nenek), ser-ta Amang agu Inang (Paman dan Tante), menghadiri pelbagai acara keluarga, reuni bersama kawan SD atau SMP, dan banyak kegia-tan lainnya lagi. Semuanya terasa menarik dan tentunya saya nikmati dengan rasa syukur luar biasa.

Dari hari ke hari terus saya geluti aneka pengalaman dengan ritme kehidupan kampung. Seperti bi-asanya, yaitu satu atau dua minggu sebelum meninggalkan kampung

Adat dan Tuhan: Jangan Lupa!

akan diadakan suatu acara bagi orang yang akan bepergian jauh. Dalam konteks adat Manggarai disebut upacara Teing Hang atau Wuat Wai. Dalam upacara ini bi-asanya ada penyembelihan seekor ayam jantan yang mulanya diper-sembahkan bagi keluarga yang telah meninggal baik terutama kakek, nenek, maupun orang tua. Hal ini pun sebagai permohonan restu dan doa untuk mendukung orang yang akan bepergian jauh. Dua minggu sebelum kembali ke Jakarta, saya pun mengikuti up-acara tersebut.

Upacara pertama berlangsung sederhana di rumah inti bersa-ma keluarga dari pihak almarhum Ayah saya. Dalam upacara ini ada segelintir hal yang saya alami se-bagai ‘Tanda’. Ada satu hal yang terjadi dan menarik untuk dire-nungkan pada saat penyembe-liahan ayam. Prosesnya dimulai dari sebuah piring yang disiapkan untuk menadah darah ayam yang disembelih sampai darah si ayam

R E F L E K S I

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Tanda di Balik Upacara ‘Teing Hang’

18

Page 21: Tunas Verbist Magazine

berhenti menetes. Yang terjadi setelahnya adalah darah yang di piring itu membentuk sebuah gambar lingkaran dengan sebuah titik-titik yang menyerupai salib di salah satu sisi lingkaran itu. Me-lihat tanda itu mereka yang hadir lantas terkesima, mulai menga-rang, bersikap menjadi-jadi, dan berbicara asal-asalan yang be-berapa diantara saya tangkap ketika mereka berkata menatap saya, yaitu ‘Nana, ma’u, Ite jadi cepisa, dehh, itu tah!’. Jika in-gin diartikan sekiranya adalah ‘Anak, Benar, Kamu pasti bisa, bagus-bagus’.Saya hanya bisa tersenyum dan berkata dalam hati, ‘Ah, analisa yang semba-rang saja, dasar. Itu hanya ke-betulan saja. Aneh.’ Saya ber-pikir juga bahwa ini sangat lucu dan berlebihan, mungkin saja analisa mereka itu terjadi kar-ena terlalu berharap saya men-jadi pastor. Ini sangat berlebihan, kataku lagi dalam hati. Berikutnya, upacara berlang-sung di kampung bersama ke-luarga dari pihak Ibu. Matahari hampir menempuh separuh jalan-nya. Hari pun terasa panas dan sengatannya cukup terik hingga tubuh pun bersimbah penuh ker-

ingat. Kendati demikian, seman-gat kami untuk melewati jalur daki tidaklah surut. Perjalanan kami menuju dusun kecil di ba-lik bukit cukup lama. Di sanalah tempat peraduan kami yang tera-khir, tempat Ibu saya dibesarkan dan pasti saat-saat liburan saya datang ke sana untuk mengenang masa kecil yang dirajut nostalgia indah dalam pelbagai bentuk per-mainan tradisional. Tepat pukul dua belas, kami sekeluarga tiba di dusun tersebut. Kami disam-but dengan hangat oleh warga di sana lalu diarak untuk masuk ke Mbaru Gendang (Rumah Adat). Rasanya indah dipeluk nuansa kekeluargaan, banyak sapaan manis dari mereka terutama dari para orang tua-tua yang bibirnya penuh dengan cairan merah tan-da tengah mengunyah daun sirih. Cukup lama melepas lelah di atas tikar, lalu kami disuguhkan moke putih dan jagung rebus. ‘Nikmat rasanya saat kembali minum dan mencium aroma moke pitih, sudah lama tidak seperti ini’, kataku lagi dalam hati.

Hari pun semakin larut, hingga tak disadari matahari sudah tidak menampakkan pijarnya, bersem-

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

19

Page 22: Tunas Verbist Magazine

bunyi di ufuk barat. Sementara kami sekeluarga terlarut dalam percakapan sampai badan eng-gak melakukan aktivitas lain alias ingin selalu tetap di tikar sampai malam membuai. Akan tetapi, ada hal lain yang harus kami lakukan saat petang hari, yaitu berdoa di makam kakek dan nenek dengan maksud mengun-dang mereka turut serta dalam upacara pada malam harinya.

Kisah di dusun yang kecil ini juga sangat menarik. Ada beberapa pula tanda yang terjadi di sana. Semuanya berawal dari Paman dan Tante saya yang menyusul kami ke kampung dengan sepeda motor. Mereka membawa seekor ayam putih kecil untuk upacara adat. Anehnya, ayam tersebut adalah ayam betina yang sehar-usnya adalah jantan untuk kebu-tuhan upacara adat. Lalu tanpa disadari saat motor melaju, ayam itu terlepas dan menghilang. Saat Paman tiba di kampung, ia men-ceritakan semuanya. Mendengar hal ini para tetua dan keluarga di kampung langsung mengklaim bahwa itu merupakan tanda pe-nolakan dari para leluhur dengan alasan ayamnya adalah betina. Saya hanya tersenyum kecil dan

menganggap itu lucu. Malam pun tiba, upacara Teing Hang pun akan dimulai. Anehnya lagi, saat awal upacara berlangsung tepat-nya ketika seorang Tua Torok (Pemimpin Upacara) mulai ber-bicara dalam bahasa kuno atau tinggi adat Manggarai, satu hal lain lagi terjadi. Tiba-tiba saja seekor ayam jantan besar se-bagai pengganti yang hilang tadi terbang dan sungguh terbang melewati atas kepala saya. Ke-mudian sentak saja saya me-nangkap kaki ayam itu dengan kedua tangan saya. Hal ini pun langsung dianggap sebagai tanda persis sama seperti yang sebe-lumnya yang terjadi di kampung ayah saya.Dari sekian pengalaman itu, saya pun menjadi bingung bahkan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

*Salah satu bagian dari upacara Teing Hang

saya menganggap sebagai ses-uatu yang berlebihan, aneh, atau lucu. Saya semakin heran dan sungguh tidak memahami semua yang terjadi. Antara percaya dan

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

20

Page 23: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

tidak mungkin itu perasaan saya. Namun, setelah saya me-renungkan kembali, nyatanya pengalaman ini memang terjadi dalam konteks adat dan mereka semua mengklaim yang terjadi sebagai tanda yang memiliki arti khusus. Tanda-tanda yang erat kaitannya dengan hidup panggilan saya. Saya semakin tidak memahami, apakah adat itu secara sakral dan keramat memberikan tanda khusus yang berhubungan langsung den-gan pengalaman hidup saya ataukah tanda itu larut dalam harapan besar yang berlebihan dan spekulatif tanpa rasio akan cita-cita saya? Saat-saat me-renung, ketidakpahaman saya pun tidak terpuaskan.

Memang saya menyadari bahwa adat atau kepercayaan kepada kekuatan roh nenek moyang dan sebagainya lebih dulu hadir daripada agama atau iman akan Tuhan seperti yang kita yakini sekarang ini. Saya hanya da-pat mengatakan bahwa tidak dibutuhkan suatu tanda khusus untuk hidup panggilan ini. Saya memahami adat itu, tetapi tidak demikian sama dengan tanda-tanda yang terjadi secara ke-

betulan itu (misteri). Hal selan-jutnya yang dapat saya katakan dari pengalaman ini adalah jangan pernah melupakan adat dan Tu-han. Keduanya memang berbeda, tetapi di antara keduanya itu pun saling erat terkait berdaya bagi kehidupan manusia. Keduanya ditempatkan sebagai pedoman dan kekuatan, sebagai penuntun, dan dihormati secara seimbang dalam arti bahwa tidak ada unsur dominasi yang kental terhadap salah satunya.

Betapa indah dan santun ketika kita mencintai dan memuliakan Tuhan dalam adat serta aneka ek-spresinya, juga demikian dengan mencintai dan mengekspresikan adat dalam nama Tuhan. Adat dan Tuhan, Jangan Lupa!

Mahasiswa semester 3 STF DriyarakaraFrater tingkat II di SST

Fr. Ferdi Jemadu

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

21

Page 24: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Kala Matahari terbenam temaram langit Sang Tunas senja itu. Awan

kelabu berarak-serentak kecil-kecil menyelimuti pandangan komunitas Tahun Orientasi Rohani Sang Tunas CICM. Entahlah, mungkin ibu pertiwi sejenak menjadi tanda tanya kesungguhan dari komunitas yang akan memberangkatkan empat belas penghuninya ke Toraja sebagai program live-in. Masih dengan semangat yang sama ketika awal masuk, para pemuda itu pergi dengan tujuan ‘menikmati’ hidup bersama ke-luarga yang belum mereka kenal sama sekali. Motivasi sederhana kegiatan adalah pendalaman dan penemuan pelbagai hal yang baik dalam menapaki perjalanan selanjutnya. Perjalanan mengi-kuti Dia yang mengajak mereka melangkah lewati tapak jejak-Nya. Malam itu, Selasa delapan belas Desember 2012.

Babak baru dalam hidup dimulai dengan perjalanan bus. Perjalan-an menuju Tana Toraja terjadi begitu-begitu saja (menurut saya orang Timor ini). Tidak ada hal yang menarik dialami selama perjalanan, entah menyaksikan pemandangan indah persawahan, hutan lebat nan hijau, atau barisan gunung batu yang megah. Inilah kenyataan-kenyataan yang mem-buat orang mengenali Tana Toraja sebagai Negeri Elok, seperti yang tersirat dalam cerita beberapa kawan yang pernah melanglang ke sana. Hal itu karena semuanya diselubungi kegelapan yang cukup pekat. Situasi malam yang membuat seluruh yang ada di luar bus hanya terlihat berbayang, ditambah pula dengan gelapnya bus karena semua lampu peneran-gan dimatikan. Cukup sudah diri ini merindukan datangnya mentari pagi, yang menerangi. Selebihnya boleh dikatakan, perjalanan ke Toraja kali itu ibarat mimpi waktu

M A T A H A R I - K U

R E F L E K S I

Aloysius Loe Laku

22

Page 25: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

tidur malam. Keletihan datang segera dan membuat terlelap, ber-mimpi tentang sisa-sisa pikiran mengganjal. Sampai saatnya terbangun mengejar mimpi yang sesungguhnya.Perjalanan delapan jam dilalui dengan aman. Kami baru saja menciptakan beberapa jejak kaki pertama di Toraja. Tampak sebuah bangunan seperti gereja tegak kokoh di depan kami. Akan tetapi, kami ragu dan memutus-kan bertanya kepada seseorang. Baik sekali ada seorang di war-ung situ memberitahukan kami letak Paroki St. Yohanes Rasul, Minanga. Di tempat itu, saya bersama ketiga kawan lain, Anto Seran, Ino Ika, dan Stefwark Bathlyol, akan hidup bersama keluarga di sana. Mencari MatahariAku hadir dan menjadi bagian dari satu keluarga yang lengkap dan harmonis. Bapa Martinus Pasati, mama Enjelika Wiwi, dan dua adik kecil menuntunku dengan ramah menikmati hidup nyaman dalam keluarga sebelum berinteraksi dengan yang lain-nya. Akan tetapi, itu belumlah cukup memberikanku rasa lega

tinggal, karena masih ada kera-guan sedikit di dalam. Aku masih membutuhkan waktu adaptasi karena rasa kaku dalam diri.Kursi Tua di depan Tongkonan, rumah adat tradisional Toraja, merupakan tempat yang paling mengerti perasaan awalku ini. Kursi tua itu bukan saja sekadar sesuatu yang ada di sana tempat meletakkan tubuh ini, melainkan menjadi sebuah dermaga, tam-batan hati yang ragu. Dari sanal-ah muncul kerinduan terbesarku akan hidup komunitas ceria Sang Tunas. Kerinduanku ini semakin merekah sementara. Akan tetapi, kerinduanku yang lain hendak bertemu kawan dan pengala-man hidup yang baru. Anganku berlari ke tengah belantara hijau, berharap bersama anak dusun lainnya berburu di sana. Namun, mustahil karena Toraja sangat mencintai alam dan penghuninya. Amat baik, sebelum jangkrik bersenandung kidung pujian dewi malam, angin senja datang membelai mesra. Hembusannya putri jelita, erat kupegang lengan dan tuntun langkahku ke arah matahari terbenam, lembut begitu dirasakan.

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

23

Page 26: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Aku tidak tahu ke mana kakinya akan berpijak. Sentak, tepat di tengah perjalanan, waktu mem-persilakan aku berkenalan den-gan beberapa adik(murid sekolah dasar) dan beberapa remaja yang sedang ayik bernyanyi di teras rumah. Ada papan besar depang bangunan tua itu; Tampak se-baris kalimat indah, kukagumi sungguh. Kucoba pahami tiap kata rapi tersebut serta misteri dibaliknya. Terungkap rupanya si pengukir kata-kata itu terin-

menuntun langkahku, tetapi sayangnya ia telah berlalu hangat tanpa jejak. Inilah awal per-temuanku dengan para remaja di sana. Walaupun masih takut dan sedikit kaku, mereka berhasil meraih hatiku merekahkan kehan-gatan membuat merasa lebih nya-man. Angan kesepian yang tadi sempat menemaniku akrab telah menepi jauh tanpa ragu; Ia telah pergi bersama angin senja yang hangat, menyapa barisan pohon “Buangin” di punggung setiap bukit batu yang kokoh memben-tengi perkampungan stasi Padang. Kulalu bertanya, ‘mungkinkah matahari yang kucari segera ter-bit? Inikah tandanya?’ Mentari yang Menyingsing di Padang MinangaHakikatnya, matahari memiliki satu peran yang mendasar, yaitu menerangi. Entah terang yang menghidupkan, memperbaharui, menghalau kegelapan, atau juga yang menuntun orang menemukan yang dicari.Masaku di Padang berlalu dalam erat rangkulan hawa sejuk Negeri Elok. Aku masih berdiri tegak di tempat yang sama, dengan hara-pan yang sama pula, yaitu men-

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

24

*Para frater CICM sedang berpose di Tana Toraja dalam rangka live-in

spirasi oleh keanggunan gadis dan pemuda yang ada di tinggal di bangunan itu. Itulah bangunan gereja stasi St. Petrus Padang dan di tempat itulah saya akan tinggal pula.Aku ingin gambarkan rasa ini pada hembusan yang telah

Page 27: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

emukan matahariku. Hanya tidak tahu matahari seperti apa yang akan kutemukan, karena Negeri Elok gemar berselimutkan kabut.Seperti seorang musafir yang tidak tahu tujuan jalan langkah-nya, aku pun hanya mencoba jejakkan kaki ke arah Timur. Kokok ayam jago sambut-me-nyambut kedatanganku. Bagaikan berbalasan pantun yang diper-dengarkan, tidak begitu teratur bila dibandingkan tabuhan drum kelompok marchingband yang sering tampil memeriahkan acara meriah, walau tetap lebih bermakna adanya. Orang-orang kampung bergegas merespon dengan melebarkan jendela rumahnya. Beberapa dari mereka saling menyebar senyum penuh kasih. Aku pun sempat mereng-kuh separuh senyuman dua gadis remaja yang kebetulan berpa-pasan di persimpangan. Aku berjalan terus dan dunia yang satu ini semakin mengh-erankan. Betapa tidak? Arloji di tangan telah tegak menunjuk angka tujuh, meskipun Negeri Elok enggan melepaskan pelukan erat sang kabut. Melihat penghu-ni negeri menghidupkan suasana

dusun, kabut tetap tidak berkom-promi, tidak segera pergi di tengah tawa ria anak-anak dusun yang diselingi langkah yang sal-ing kejar-kejaran menuju sekolah di balik bukit itu. Parra orang tua bergegas meninggalkan rumah ke arah bentangan indah persawahan di lembah Randanan, tepat di hadapanku. Aura mereka ek-spresikan, aku bergumam, ‘itulah yang hendak mereka wujudkan dari impian mereka semalaman.’Sepanjang langkah perjalanan pagi itu, aku bertemu orang-orang berjiwa cerah walau di tengah dinginnya kabut. Mer-eka tidak begitu peduli, entah matahari akan memberikan sinarnya untuk menuntun mereka ke hamparan sawah atau tidak. Walaupun matahari bersembunyi di balik kabut tanpa malu-malu, satu keyakinan kudapat, mereka percaya bahwa jauh di lubuk hati mereka bertahkta megah matahari yang senantiasa berpijar hangat. Dapat dipastikan bahwa matahari yang itulah semangat hidup yang senantiasa hadir bercahaya dan mengarahkan mereka pada hal yang sempurna diimpikan. Cita-cita luhur yang sedang diper-

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

25

Page 28: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

juangkan; Pancaran matahari itulah yang menyilaukan asaku, merasuki sukma, dan… sung-guh sinarnya melampaui keg-elapan batinku. Aku disadarkan terpana.Langkahkuterasa semakin rin-gan, sesekali berlari kecil penuh senyum. Aku ingin semakin jauh berlari ke arah Timur, songsong datangnya matahari yang sama dengan matahari yang telah kutemukan. Matahari

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

26

yang sama dalam hati. Satu keya-kinanku ini bahwa matahari ini pun kelak tetap menjadi pengha-lau gelap dan suramnya pelbagai kabut kehidupanku sampai aku tiba di puncak cita dan asa.Umat Stasi St. Petrus Padang yang baik hati, seperti kata Ariel Noah, Kalian Luar Biasa. Kurresumanga’…

Penulis sedang menjalani studi di STF Driyarkara semester 1

Frater tingkat I di SST, Jakarta

*Fr. Louis sedang berpose

Page 29: Tunas Verbist Magazine

29

TUNAS VERBIST MAGAZINE

W H O

A R E

Y O U

Page 30: Tunas Verbist Magazine

Suasana Rumah Sakit Umum Daerah Ke-

famenanu pagi itu berbeda dari yang biasanya. Ini tampak jelas dari roman muka mereka yang sedikit cemas. Penantian itu digantikan jelas dengan raut bahagia di saat seorang anak bayi lahir dengan selamat di bumi per-sada pada, Sabtu 28 mei 1994 pukul 08.00 WITA,setelah per-jalanan sembilan bu-lan sepuluh hari den-gan kasih dari sang guardian angel(baca: ibunda). Kecemasan orang yang menunggu

TUNAS VERBIST MAGAZINE

digantikan menjadi raut bahagia, yang sungguh pasti berasal dari kehadiran sang bayi.Mereka semua yang berbahagia itu lalu berembuk sejenak dan memutuskan untuk menamai sang bayi itu Frido Am-nunuh. Nama kedua orang tuanya, Alex-ander Amnunuh dan Reyneldis Maria Obe. Mereka membawa si bayi tinggal di Pantai Utara Timor, Kaubele. Enam bulan berse-lang, si bayi diini-siasi menjadi katolik dengan sakramen permandian di Paroki St. Filomena, Mena, oleh Pastor Yan Seran, Pr., dihadiri keluarga dan wali baptis Bapak

Thomas Tahaf dan Ibu Katharina Man-bait, beserta seluruh umat. Nama bayi itu pun disempurnakan dengan menambah-kan nama santo, agar harapannya men-jadi anak yang saleh, yaitu Wilfredikus Emilius El-Frido Amnunuh.Sebagai keluarga, ia menjalani kehidu-pannya bersama dengan kelima orang adik, empat laki-laki dan satu perempuan. Pendidikan formal tingkat dasar di-ampunya di SDK In’Ane dan SDN Fatke dari Juli 1999 sampai pertengahan 2005. Kemudian melanjutkan sekolah-nya di SMPK Hati

Fr. Ido

“Sang Bayilah sumber kebahagiaan semua orang…”

p r o f i l

28

Page 31: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Tersuci Maria Halilulik, dari Juli 2005 sampai Mei 2008. Masa SMA dinikmatinya di Seminari St. Maria ImmaculataLalian dari 27 Juli 2008 sampai 26 Mei 2012. Akhirnya ia meneruskan panggilannya setelah mengenal tarekat CICM dari para frater CICM yang liburan. Ia men-dengarkan pengalaman mer-eka dan tertarik dan jatuh hati pada CICM dan motto sampai spiritualitasnya. Diputuskan-nya bergabung dengan CICM dan bersama kelimabelas teman menjalani masa TOR di Makas-sar. Setelah itu, dengan pen-galaman yang beragam bersama dengan kesembilan frater, saya melanjutkan masa pendidikan di Skolastikat Sang Tunas Jakarta. Masa inilah, saya sedang meng-

geluti ilmu teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.Sekilas saja, bahwa hobiku bermain musik, mendengarkan musik apa saja, membaca buku, berolahraga dan berdoa. Motto saya adalah ‘janganlah merasa puas hanya berjalan saja, tetapi cobalah untuk berlari, karena anda bisa melakukannya.’Burung Irian, Burung Cendrawasih, Bulunya menawan, suaranya merduSekian perkenalan dan terima kasih, jumpa lagi di Pondok Bambu.

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

29

Page 32: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

dan komik. Saya termasuk dalam kelompok orang yang bersifat Plegmatis, sehingga saya lebih terlihat pendiam, penyabar, dan penyanyang. Cukup sekian dahulu data pribadi saya yang bisa saya bagikan kepada anda sekalian. Atas perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih. Salam.

Diaz Gonzallez dan Anastasia Sri Hastuti, saya dinamakan Hieronnymus Diaz Gonzallez. Panggil saja dengan akrab, Ronny. Saya adalah anak pertama dari mereka berdua.Hobi saya adalah bermain futsal, sepak bola, dan basket. Selain itu, saya juga senang mengoleksi sepatu, baju bola,

Pada 26 Agustus 1993 lahirlah

saya. Postur tubuh yang mungil sesungguhnya sudah menjadi seorang yang tinggi, kurus, berambut ikal, dengan warna kulit sawo matang. Lahir dari pasangan suami istri F.X.

“Saya termasuk dalam kelompok orang yang bersifat plegmatis…”

Fr. Roni

Namaku toh Linus Stanlay

Wongkar. Biasa ka’ saya dipanggil Linus, tapi ada tong beberapa prater na panggil ka’ Stanley. Saya berasal dari Makassar. Kentara

ji dari logatnya toh, dulu saya dilahirkang mamiku pada 23 September. Yan Senan kubuat tu baca buku, apalagi komik dengang novel, dan baru enak sekali itu saya rasa kalo sambil dengar musik. Makanang yan palin

sa suka tu nasi goren baru minumang paporitku air putih masak. Grup beng ato penyanyi papoit saya tu The Rain, Avril Lavigne, Linkin Park, dan Gil.Begini mi saja dulu perkenalangnya nah. Kalo masih mau lebih

“Kentara ji dari logatnya Toh…”

Fr. Linus

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

30

Page 33: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

kenal lagi, datang mi saja kerumah kami semua di Skolastikat San Tunas, dijaming asyik… Peace be

with you…*)profil ini diungkapkan dalam bentuk dan logat Makassar

“hendaklah engkau setia sampai mati”

Fr. Risman

Aku dibesarkan dalam keluarga

Muslim sederhana, dengan nama lengkap Suharisman Rahatra Sihidi. Nama pang-gilanku Risman. Aku dilahirkan di Toraja 9 Oktober 1990. Hobiku adalah olah-raga, membaca, dan mendengar musik. Saya adalah anak kedua dari enam bersaudara. Makanan kesukaanku adalah semua makanan. Saya memiliki motto,

esto fidelis usque ad mortem at dabo tibi cor-onam vitae—hendaklah engkau setia sampai mati maka akan diberi-kan kepadamu mahkota kehidupan.Untuk mendapatkan loncatan yang jauh, pastilah harus mundur lebih jauh untuk itu; Begitu juga kehidupan. Untuk mendapatkan im-pian kadang kita harus melihat juga masa lalu, namun jangan bawa itu ke masa yang akan kamu lalui. Kerajaan Allah tidak saja di luar jangkauan usaha kita, bahkan di luar jang-

kauan visi kita. Itulah hakikat kita. Kita menanami biji yang suatu hari akan tum-buh. Kita menyirami biji yang sudah ditanam, memahami bahwa ada janji di masa depan yang dikandungnya. Kita adalah pekerja, bukan pencipta. Pelayan bukan Mesias. Kita adalah nabi dari suatu masa depan yang bukan milik kita… itulah kebingungan, karena saya juga… sekian… hehehe

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

31

Page 34: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Fr. Louis“motivasi tersebut tampak seperti jebakan yang justru semakin menuntun saya menemukan makna Panggilan Khusus ini”

Awal Februari 1993. Saat itu

karya Tuhan yang luar biasa nyata di atas bumi bagian Fatubesi; Sebuah dusun nan tenteram dan damai di pinggiran Desa Sadi. Lahirlah dengan selamat seorang bayi laki-laki dari pasan-gan, Andreas Asa Mali dan Dominika Kai Bui, dan bayi itulah saya. Momen kelahi-ran saya adalah bersa-maan dengan terbitnya sang fajar dan sebagai bentuk penghargaan, para tetua merestui kedua orang tua saya menamai Loe Laku. Saya hadir sebagai anak ke- empat dari delapan bersaudara.Saya pernah belajar di

Seminari SMA St. Ma-ria Immakulata Lalian. Motivasi awal untuk melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan calon imam tersebut adalah menikmati perjalanan jarak jauh menggunakan sepeda motor, yaitu kar-ena melihat dua frater TOR Lo’O Damian yang pergi ke asrama dengan menggunakan motor. Akan tetapi, selama perjalanan em-pat tahun di Seminari, keinginan itu tidak pernah terpenuhi—bahkan sangat bertolak belakang! Jadi, moti-vasi tersebut tampak seperti jebakan yang justru semakin menun-tun saya menemukan makna Panggilan Khusus ini.Itulah

sebabnya, mengapa saya memiliki motto hidup, “I’m Yours.”Panggilan itu semakin dalam dengan ber-gabungnya saya da-lam tarekat kecintaan, CICM. Tarekat yang bermotto Cor Unum et Anima Una—sehati sejiwa. Maka, untuk kaum muda atau siapa pun berminat, mari bersama menjawab impian dari tarekat CICM; ‘Hai Kaum Muda, beranikah Engkau bermimpi? Beranikah Engkau berjuang mewu-judkan mimpimu? Berbahagialah Kamu yang be-rani bermimpi, tetapi lebih berbagialah Kamu yang berani berkarya mewujudkan

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

32

Page 35: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

mimpimu. Mision-aris CICM berani bermimpi mengubah wajah dunia men-jadi Wajah Kristus. Syalom.

Fr. Achen‘Akulah mukjizat dalam wujud bayi mungil yang dihiasi oleh kasih sayang’

Kabut turun perlahan,

memutih sepanjang pandang; Bumi bermantelkan selimut putih di pagi buta. Bulan yang bagaikan perahu di antara hutan-hutan bintang tersenyum menanti segala riuh yang akan bersenandung. Namun, sepertinya sang rembulan tak menyadari dari dalam sebuah rumah, riuh rendah, itu telah bersenandung girang menyambut seorang

bayi yang memutuskan untuk hadir dalam dunia. Saat itu kurang lebih salah satu orang tua si bayi memutuskan bahwa ia merasa harus tersenyum. Sementara si orang tua yang mengejang berjuang membalikkan tubuhnya mengambil posisi baik. Si orang tua yang tersenyum mengumumkan bahwa mungkin sebaiknya ia tidak hanya tersenyum, tetapi harus tertawa saja—yang ditanggapi oleh orang tua mengejang dengan wajah pucat

bersinar dan senyum mengembang memeluk si buah hati.Ini bukan novel atau mimpi, namun tatkala mereka menggendong putera yang mereka nantikan dan cintai, waktu berhenti, surga bersuka dan Tuhan tersenyum memandang mukjizat yang baru saja Ia kehendaki. Akulah mukjizat itu. Akulah mukjizat dalam wujud bayi mungil yang dihiasi oleh kasih sayang. Akulah senyum indah pada… hehehe… ok teman-teman cukup dulu

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

33

Page 36: Tunas Verbist Magazine

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

kisahnya. Sekarang waktunya berkenalan dengan cowok yang sok puitis ini, dilahirkan di sebuah kota kecil di Timor Leste dengan suasana yang telah digambarkan secara berlebihan tadi. Namanya Jansen, lengkapnya Johanes

Bonifatius Seran. Nama yang agamis dan penuh makna ini diberikan oleh Bapak Redemptus Seran dan Ibu Martha Un Mar dan yang menjadi saksi lain kedua kakaknya.Cowok cool yang hobi membaca novel ini memiliki motto

‘untuk segala sesuatu yang telah terjadi –syukur, untuk segala sesuatu yang akan terjadi –Ya.’ Itu karena baginya segala sesuatu dalam hidupnya adalah mukjizat yang harus disyukuri dan harus siap menerima segala mukjizat yang Tuhan siapkan baginya selalu.

Fr. Andrew‘Aku ada karena kamu ada… bukan aku yang memilih, tetapi Kamu yang memilih aku… Itu semua karena cinta… Cinta yang menyatukan semuanya…’

Hai… pembaca yang budiman…

Saya Edi Andreas…,

yang lebih populer disapa Edy, biasa banyak fans… hehehe, pada 15 April 1993, tepatnya di pulau Muna, kecamatan Maligano Sulawesi

Tenggara di sebuah desa Latompa, Ibu saya yang bernama Sofia Wa Juma menerima surat rekomendasi dari sang Pencipta untuk melahirkan seorang bayi mungil, yang katanya.. ‘imut-imut’(masih bayi mungil), kalau sekarang lihat saja… jangan protes… hehehe

Bayi mungil ini, setelah mengalami pertumbuhan dan perkembangan, menamatkan pendidikannya di SMAN 2 Raha dan melanjutkan panggilannya di Seminari ST. Petrus Claver Makassar sebagai anggota kelas persiapan atas atau KPA. Setelah selesai program KPA, saya

34

Page 37: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

bergabung dengan tarekat CICM yang dimulai dari masa Tahun Orientasi Rohani di Makassar selama setahun. Saya tertarik dengan CICM karena

misinya dan terutama persaudaraan di antara anggota tarekat CICM yang terlihat jelas pada mottonya, ‘Sehati Sejiwa.’Ingin mengenal saya lebih dalam, mari

bergabung bersama tarekat CICM atau datang saja di Skolastikat Sang Tunas Pondok Bambu Jakarta Timur.

Fr. Ferry‘Para temanku kadang juga memanggilku dengan sebutan very-handsome’

Senin dulu baru selasa, senyum

dulu baru baca…ok, Syaloom para pembaca, perkenalkan nama lengkap saya Fransiskus Fery. Teman-teman biasa menyapaku Fery. Saya lahir di Ujung Pandang atau sekarang disebut Kota Makassar, 5 April 1995. Berasal dari keluarga yang sederhana, namun harmonis, saya anak ke enam dari tujuh bersaudara, diasuh,

dan dibesarkan oleh seorang Ibu Maria Fatima dan Ayah Petrus Michael Nara.Banyak yang mengatakan bahwa aku ini anak yang manis (jadi malu…), itulah aku yang terkadang agak sedikit berlebihan, sampai-sampai para temanku kadang juga memanggilku dengan sebutan very-handsome¬(gatal kepala saya…).Riwayat pendidikan saya singkat saja, setelah menempuh pendidikan di SMAK

St. Dominikus Makassar, sejak 1 September 2013, saya bergabung dalam tarekat CICM dan menjalani masa Tahun Orientasi Rohani selama setahun. Sekarang, saya sedang bergelut dalam studi teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Selama ini pula saya menjalani masa pra-novisiat di Skolastikat Sang Tunas di Pondok Bambu Jakarta Timur.Hobi saya adalah mendengarkan

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

35

Page 38: Tunas Verbist Magazine

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

musik, bermain musik(walaupun masih dalam tahap belajar), dan nonton film horror. Akan tetapi, sayang di sini

kurang banyak yang berminat menonton film horror, padahal itu seru loh…..! Yah, saya rasa cukup dulu perjumpaan kita. Jika ingin tahu lebih

lanjut silakan datang di komunitas kami, ditunggu yah! Ya, motto saya adalah ‘to serve the people with the sincerity of heart’. Salam sehati sejiwa…

Fr. Anto‘Menganggap gitar sebagai teman terbaik dan terkeren dalam hidup’

Antonius Chrystian

Seran lahir di Atambua, Timor, pada 14 Agustus 1993. Menghabiskan sebagian besar hidup di kota Atambua, suatu kota yang tidak terlalu besar dan juga tidak kecil, Banyak orang yang pernah ke sana pasti akan mengatakan, ‘Atambua Rockin Land’.Menamatkan

bangku SD dan SMP di Atambua dan kemudian melanjutkan pendidikan di Seminari St. Maria Immakulata Lalian yang jarakknya kurang lebih lima belas kilometer dari Atambua. Seminari memperkenalkan sekian banyak kongregasi yang salah satunya adalah CICM. Pengenalan akan kongregasi CICM yang berlibur menyempatkan diri untuk mengunjungi seminari. Itulah awal mula terjadinya ketertarikan terhadap CICM.

Memiliki ketertarikan pada segala jenis olahraga, termasuk di dalamnya olahraga tangan dan kaki, serta mata. Menganggap gitar sebagai teman terbaik dan terkeren dalam hidup. Menyukai musik-musik yang bisa menumbuhkan kebahagiaan tersendiri seperti Avenged Sevenfold, Black Veil Brides,dan Trivium.Itulah beberapa hal yang tidak perlu diketahui, meskipun sudah diketahui.

36

Page 39: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat-Nya bagi setiap orang yang sudah

mengetahuinya. Sekian dan terima kasih.

Fr. Rikus‘…Karena anak merupakan ‘penyempurna’ dalam setiap keluarga,…’

Banyak orang tua mengharapkan

kehadiran seorang bayi di tengah keluarganya. Hal ini karena anak merupakan ‘penyempurna’ dalam setiap keluarga, tetapi beda dengan kedua orang tua saya. Mereka tidak begitu berharap akan kehadiran seorang anak lagi yang ke tujuh. Bagi mereka memiliki enam anak sudah sangat cukup, mungkin maksudnya ‘cukup merepotkan’.

Walau demikian, anak yang tidak diharapkan ini mau tidak mau harus mau hadir di dunia karena anugerah Tuhan sekaligus titipan Tuhan bagi mereka.Anak ke tujuh yang dimaksudkan itulah saya…(pengen nangis deh…). Ya, kedua orang tua saya yang memiliki nama beken Yohanes Usnaat dan Laurensia Taena ini kemudian menamai saya nama yang tidak kalah keren-nya, Hendrikus Leku Usnaat. Nama yang diambil dari kakek saya yang telah pass

away.Lagi-lagi, sebagai yang tidak diharapkan, saya merasa menjadi orang asing di tengah keluarga kandung saya sendiri, bayangkan… sedih banget kan..., walau sesungguhnya perlahan saya didewasakan oleh waktu entah dalam umur entah dalam sikap dan pemahaman. Dengan bantuan sang waktu, saya mulai berpikir cara mengubah persepsi tersebut menjadi anak yang sangat

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

37

Page 40: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

diharapkan. Hal itu yang menuntun dan pun memaksa saya berjuang mewujudkan cita-cita sebagai anak yang sangat diharapkan. Seperti kembar saya sekaligus yang diidolakan, Lionel Messi di klub dan negaranya, yang awalnya dipandang sebelah mata dan tidak diharapkan karena ia memiliki postur tubuh yang begitu

kecil dan pendek. Akan tetapi, persepsi orang terhadapnya dijadikan motivasi untuk menjadi yang terbaik dan tidak mengecewakan. Lalu hasilnya, ya, impiannya terwujud bahkan melebihi yang ia impikan. Saya hendak mengikuti jejaknya, dari awal mula kelahiran saya, di Halilulih Atambua Timor, 6 Juni 1992. Jika pun anda masih ingin mengenal saya lebih dekat, saya

masih membuka pendaftaran hingga saya kembali ke pangkuan Sang Pencipta atau lebih baik datang ke Pondok Bambu, Skolastikat Sang Tunas, Jakarta.Bila hidup adalah pertandingan, menangkanlah, Bila sebagai anugerah, syukurilah, bila tantangan, maka hadapilah dan selesaikan dengan sempurna.

“We walk together with the spirit of one heart and one soul”

Tingkat I Skolastikat Sang Tunas

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

38

Page 41: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Jomblo, hanyalah status seseorang, karena keadaan atau

bahkan keterpaksaan, nikmati kesendirian

Jomblo, mungkin terlihat aneh, seseorang yang pernah atau

bahkan tidak memiliki kekasih,

Jomblo, bukanlah hukuman, bukan pula kutukan,

Karena,

Jomblo adalah saat anda boleh menikmati dunia, melakukan

apa pun, melepaskan segala bebas sendirian,

Jomblo adalah saat, anda melakukan introspeksi, belajar

memahami diri, mengerti arti sesungguhnya arti kesendirian,

Maka,

Nikmatilah masa kejombloan, selama masih diberi kesempatan

oleh-Nya,

Dan ketika, anda sudah tidak lagi jomblo, maka, akan ada

kerinduan saat anda masih begitu adanya,

Jangan jadikan jomblo, sebagai suatu alasan untuk tidak

berbahagia, alasan untuk tidak menikmati hidup,

Sebaliknya manfaatkanlah masa kejombloan dengan sebaik-

baiknya

Ketidakpastian,

Saat ini semua orang berlomba mencari satu hal, satu hal

yang dinamakan kepastian, ada pelbagai macam kepastian,

salah satu cukup penting, yaitu kepastian akan adanya masa

P U I S I

J O M B L OVenansius Baldin Usboko

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

39

Page 42: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

depan

Tak bisa dipungkiri semua orang, siapa pun itu, pasti

membutuhkan kepastian, yang membuat suatu keyakinan untuk

mengambil putusan

Namun sayang, di dunia ini, tidak ada yang dinamakan

kepastian, apa pun bisa terjadi setiap saat, tak ada seorang

pun dapat menduga, hal apa pun yang akan terjadi, dan itu

yang dinamakan ketidakpastian

Jangan terlalu memusingkan soal ketidakpastian, sebab

ketidakpastian dapat mengajarkan satu hal penting, satu hal

yang dinamakan persiapan

Ketidakpastian justru akan membuat lebih siap hadapi

kehidupan, ketidakpastian memberi celah untuk susun rencana,

rencana kelak digunakan di saat yang tepat, yang akan

menolong kita tanpa perlu diminta

Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada yang dinamakan

kepastian, yang ada hanya ketidakpastian,

Rasa malas, bagi anda yang merasa malas, segeralah ubah,

sebab, rasa malas sangat merugikan, sangat menyakitkan,

ibarat sakit kronis, tidak akan bisa hilang, jika tidak ada

niat dari dalam jiwa untuk ubah lebih baik, rasa malas bisa

menimpa siapa saja, muda dan tua, tanpa kasta dan harta.

Rasa malas bersumber dari dalam jiwa, yang hampa sehingga

seolah tiada, butuh waktu dan tekad, usaha dan kerja keras,

untuk hilangkan rasa malas,

Berdoalah mohon petunjuk Sang Kuasa, cari sebab utama

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

40

Page 43: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

rasa malas, instropeksi diri, dan maafkan atas semua

kesalahan yang terjadi,

Kemudian, mulai lagi hidup baru semangat, seseorang yang

terbebas dari rasa malas

Hidup, di zaman yang jarang ada keadilan, hukum

diperjualbelikan, anak dipermainkan, wanita diperlakukan

tanpa perikemanusiaan, karena itulah hidup, memang kejam,

sebuah perjuangan, hanya ada dua pilihan, yang saling

berlawanan,

Tetapi, pilihan tersebut bukan berarti bermusuhan,

Karena hal itulah yang memperindah, baik buruk, suka duka,

susah senang, bahagia sengsara,

Itulah orang sering katakan, hidup sebagai pilihan, bukan

hanya kata, melainkan karya dan fakta tindakan nyata,

Jika inilah hidupmu, maka perjuangkan, jangan sampai orang

merebut kebahagiaan dari hidupmu…

*Penulis sedang menjalani masa studi di STF Driyarkara semester 3

frater tingkat II di CICM

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

41

Page 44: Tunas Verbist Magazine

Setelah pintu tertutup dan ruangan kecil hanya mendengarkan gemerisik daun diterpa anginDi luar jendela, di bawah lampu kamar sorot tajam, ketukan

itu, aku ingat dan pintu terbuka,“setelah sekian lama, ya aku biarkan kau pelajari, kenyataan dan kau ketahui…” mulainya sinis“idak mengerti, semua berjalan baik, perjalanan itu asyik.”“apa hanya kenangannya, nyata ada pengalaman dan pemahaman…” mulainya dalam“memang semuanya dialami, semua punya arti.”“itulah maknanya, sampai kesadaran tertuju akhir pada kekosongan…” katanya kaku“bagaimana disebut kosong jika dikatakan arti?”“itulah kebodohan, itulah arti itulah adanya, itulah dia, kekosongan.” Katanya gamang“sampai di mana terkatakan kosong?”“munafik, semuanya hanya kulit, sungguh tidak arti artinya, kosong jadinya.” Rentang tangannya“mengapa jadi tidak ada arti?”“naif, lakukan saja semua, dapatkan lagi, dan begitu saja, kosong, lewatlah nilai…”tegasnya telunjuk“dapatkah itu terjadi?”“katakan saja, keluar dan lari, anggapan tidak ada giat lagi, alasan rupa tak berarti.” Ungkapnya gerah“kenyataannya sendirian dan bagaimana itu bisa dihadapi?”“itulah alasan, jika nilai hanya sesaat didapatkan bukan bahagia yang

Masih SiapStevanus pardamean

P U I S I

TUNAS VERBIST MAGAZINE

42

Page 45: Tunas Verbist Magazine

sesungguhnya…” ungkapnya gelisah“bahagia! Ya sungguh, bagaimana bukan jika memang dapat dirasakan?”“Itu, bagaimana kau bisa katakan hari ini emas dan setelah esok menjadi perak?” tanyanya ketus“aku tidak katakan demikian, tapi sungguh emas pun alami karat dan luluh jadinya.”“itulah waktu dan emasnya, tetapi ingat ia tetaplah emas, pun mungkin dapat ditambah.” Ujarnya“engkaukah sekarang malaikat yang bertobat dan aku sisi lainnya?”“hanya saja kau tidak mengerti, manusia itulah yang membagi arti, sungguh berat.” Jelasnya peluh“manusia itu jahat tidak sepenuhnya dan salah kebebasannya.”“itu cerita lain, sekarang berdalih dari soal sebelumnya, tetaplah emas yang ada.” Katanya lebar“tidak bukan dalih, hanya terkait dan dan godaan lain di balik keputusannya.”“ingat, putusan itu antara dua hal dan selalu bersinggungan…mendapatkan dan sekaligus mengorbankan.” Sedikit bijaknya“demikian, kau menyetujui, sungguh tetap di arah ini nyatanya dua tegangan.”“sekali lagi, dapat terima ini, sadarilah emas dan arti, bukan kosong dan lewati dalam alasan.” Tegasnya“aku pun terima itu, pun dapat bimbang dan kosong, tetap di antara dua tegangan, aku masih siap.”

Penulis adalah mahasiswa STF Driyarkara semester 5

Frater tingkat III di SST

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

43

Page 46: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

BI : KangenBS : Tengah Dilanda Rindu Nan Menggelora Bahkan Tak Kunjung Tidur Semalaman

BI : GalauBS : Lara Merundung Menyesakkan Dada sungguh Hanya Kekasih Pelipurnya

BI : CantikBS : Raga Nan Elok Bak Intan Permata Bagai Ratu Cleopatra

BI : Hendak Buang Air BesarBS : Desakkan Jiwa dan Nurani menyemburatkan Rona Tertahan Ingin Bebas tapi tak berdaya di hadapan yang tercinta

BI : Kotoran HidungBS : Butir-butir Debu dalam lorong kehidupan

BI : Bau Kurang SedapBS : Semerbak Aroma menusuk sukma nista tak tertahankan menggetarkan tirani

BI : KantukBS : Dua jendela hati yang tak kuasa menahan rasa menutup hari

BI : LaparBS : Erangan batin berkobar dalam ruang kenistaan hingga jeritan menjalar asa kehampaan

BI : KentutBS : Sekelebat nirwana memaksa batas norma

BI : Setelah Buang Air BesarBS : Setelah bergeming dengan deru asa hingga bersimbah peluh keringat dan akhir tergores senyum di bibir

H u m o r

Bahasa Indonesia(BI)

Bahasa Silet (BS)VS

44

Page 47: Tunas Verbist Magazine
Page 48: Tunas Verbist Magazine

DAFTAR MAHASISWA CICM KOMUNITAS SKOLASTIKAT SANG TUNAS (SST)SEKOLAH TINGGI FILSAFAT DRIYARKARA

SEMESTER GANJIL 2013-2014

TAHUN 2011 (Tingkat III)

1. Andi Situmorang (Fr. Andi)2. Angelinus Fianto Randatiku (Fr. Fian)3. Beny Fransiskus (Fr. Beny)4. Carolus Darius Suban Koten (Fr. Darius)5. Christian Budi Setiawan (Fr. Tian)6. Rofinus Kia Leyn (Fr. Gomes)7. Romadu Malau (Fr. Madu)8. Petrus Vergilius Decky Mau (Fr. Decky)9. Stevanus Pardamean (Fr. Moki)10.Yohanes Onekhala Hariona (Fr. Kenjo)11.Yohanes Ridwanto Nadapdap (Fr. Ridwan)

TAHUN 2010 (Tingkat IV)

1. Adrianus Safarin (Fr. Andri)2. Batlyol Emilianus Vikrisius (Fr. Vicky)3. Benediktus Nama Koro Kaha (Fr. Edi)4. Fransiskus Xaverius Gambur (Fr. Safrin)5. Ignasius Hugodius Linus (Fr. Hugo)6. Stefanus Ramli (Fr. Stef)7. Wilbaldus K. Kae Koban (Fr. Wen)

TAHUN 2013 (Tingkat I)

1. W.E. El-Frido Amnunu (Fr. Ido)2. Hieronnymus D. Gonzallez (Fr. Roni)3. Linus Stanley Wongkar (Fr. Linus)4. Suarisman Rahatra Sihidi (Fr. Risman)5. Aloysius Loe Laku (Fr. Louis)6. Fransiskus Fery Leyn (Fr. Fery)7. Antonius Christian Seran (Fr. Anto)8. Johanes Bonifasius Seran (Fr. Achen)9. Hendrikus Leku Usnaat (Fr. Rikus)10. Edi Andreas (Fr. Andrew)

TAHUN 2012 (Tingkat II)

1. Albertus Padang (Fr. Abe)2. J ulius Ronald. Allo Bunga’ (Fr. Allo)3. F.X. Franky Sole (Fr. Engky)4. Gaudencio Amaral (Fr. Gauden)5. Regwinaldo M. Dominggo (Fr. Rion)6. Venansius Baldin Usboko (Fr. Baldin)7. Antonius Yorito Jambar (Fr. Oris)8. Ferdy Okta Vitalis Tjemadu (Fr. Ferdy)9. Rikardus Jaya Gabut (Fr. Ricky)10. Hendrikus F. Lewo Muda (Fr. Dicky)

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

46

Page 49: Tunas Verbist Magazine

47

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

DAFTAR TEMPAT APOSTOLAT PARA FRATER CICM

JAKARTA

SMP TARAKANITA 4

Rawamangun

Fr. Abe Fr. OrisFr.Ricky

BINAPAK ( Bina Iman Pendidikan

Anak Katolik), Kalimalang,

Fr. Allo Fr. Gauden

SMP St. Bonaventura

Fr. Ferdi

SMA St. Ursula

Fr. RionFr. Dicky

SMA St. Agustinus

Budaya

Fr. Baldin Fr. Engky

Paroki St. Bernadette,

Ciledug

Fr. DariusFr. Fian

Paroki Kristus Salvator,

Slipi

Fr. AndiFr. Gomes

Paroki St. Thomas Rasul,

Bojong

Fr. KenjoFr. Beni

Paroki Leo Agung, Jatibening

Fr. Decky Fr. Ridwan

Sekolah International

Fr. Moki

TUNAS VERBIST MAGAZINE

47

Page 50: Tunas Verbist Magazine

Pater Animator Indonesia BaratSkolastikat Sang Tunas cicm

Jl. Gotong Royong 71 RT. 12/RW. 03Pondok Bambu-Jakarta Timur 13430

Telp. 021—8632174Fax. 021—8632175

Pater Animator Indonesia Timur(Sulawesi, Flores, Timor, Ambon, Bali, dan

sekitarnya)Novisiat Sang Tunas CICM

Jl. Biring Romang 19Km 13, Daya, Makassar-Sulawesi Selatan

Telp. 0411-586205Fax. 0411-587963

Jika anda ingin berpartisipasi (membantu kami) dalam proses pembinaan para calon Misionaris CICM, silahkan melayangkan bantuan melalui:

No. Rekening BRI 3302-01-000703-0A/n. JONI PAYUK

Page 51: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Page 52: Tunas Verbist Magazine

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013