TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

8
SKS Dibatasi, Biaya Semester Tetap Sama UIN Jakarta, INSTITUT- Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Central Committee (GMI CC) UIN Jakarta, Senin (30/4), memprotes ke- bijakan pembatasan Sistem Kredit Semester (SKS) bagi mahasiswa yang Indeks Prestasi (IP)-nya kurang dari 2,50. Protes tersebut disebabkan mahasiswa tidak dapat mengam- bil SKS penuh, padahal biaya semester tetap sama. Menurut ketua GMI CC UIN Jakarta, Muhammad Haikal, kebijakan tersebut me- ngurangi hak mahasiswa. “Kewajiban bayar uang semesternya kan sama, tapi kok SKS- nya dibatasi?” katanya, Kamis (10/5). Ia mengatakan, hak memperoleh pendidikan yang sama tidak merata. Selain itu, menu- rutnya dosen sudah digaji dari pemerintah, karena UIN Jakarta termasuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menanggapi hal itu, Pembantu Rektor (Purek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bachtiar mengatakan, pembayaran biaya semester di UIN bukan berdasarkan SKS, tetapi per semester. “Beban operasional untuk 10 mahasiswa dan 40 mahasiswa itu sama saja, jadi tidak didasarkan beban SKS yang diambil mahasiswa,” ujarnya, Rabu (16/5). Ia menambahkan, biaya semester itu juga berlaku bagi mahasiswa semester 8 yang tengah menyusun skripsi, sedangkan bobot untuk skripsi hanya 6 SKS. “Mereka itu ba- yarnya juga tetap kok,” ujarnya. Lebih lanjut, ia mengatakan persentase mahasiswa yang nilainya di bawah 2,50 juga sedikit. Senada dengan Amsal, Purek I Bidang Akademik, Moh. Matsna mengatakan, biaya semester mahasiswa tetap digunakan untuk operasional pendidikan, gaji karyawan, dan dosen tidak tetap yang belum menjadi PNS. “Jumlahnya (karyawan dan dosen) kalau di- hitung ada ratusan,” jelasnya, Selasa (15/5). Matsna menuturkan, biaya semester di UIN Jakarta lebih murah dibandingkan de- ngan universitas lainnya. “Coba dihitung. SPP yang Rp400 ribu itu bisa untuk 24 SKS bagi yang IP-nya tinggi, berarti per SKS-nya kurang dari Rp20 ribu kan? Sementara jika dibagi lagi, katakanlah Rp20 ribu per SKS, dibagi 16 pertemuan, uang sebesar itu untuk bensin saja masih kurang,” ujarnya. Bersambung ke hal.6 kol 3 EDITORIAL Berbagai macam kebijakan dari rektorat sudah mulai terasa belakang ini, terlebih persoalan kebijakan SKS sebenarnya su- dah terlalu lama kita biarkan tanpa protes, tanpa minta penjelasan. Padahal, kebi- jakan apapun perlu dikritisi, khususnya mengenai kepentingan mahasiswa, apa- kah ada yang merasa dirugikan di sini? Entah UIN Jakarta memakai kebija- kan apa, yang diperlukan adalah alasan- alasan mengapa pembayaran SPP tidak sesuai dengan jumlah SKS yang diambil? Di sana kita mempertanyakan sebuah transparansi. Dan sebuah alasan tidak bisa begitu saja diterima, apakah sudah masuk akal? Mengenai SKS, meski kita mengklaim bahwa pembayaran SPP UIN Jakarta ter- masuk murah, setidaknya ada tranparansi dengan jelas, ke mana larinya uang pem- bayaran itu semua. Tidak sampai di situ, kita harus bisa mengkritisi secara men- dalam tentang aliran-aliran pembayaran kita bermuara di mana. Jika uang SPP mengalir untuk membayar pegawai UIN non-PNS, kita patut mempertanyakan, apakah tidak ada alokasi khusus untuk membayar pegawai non-PNS sampai- sampai menggunakan uang SPP kita? Bolehlah kita hitung-hitung seberapa murah pembayaran SPP UIN. Tetapi ingat, kita tidak bisa berapologi dengan mengatakan bahwa kebijakan SKS setim- pal dengan apa yang dibayar. Pemenuhan hak dari apa yang dibayar perlu diper- juangkan. Meski dengan alasan dapat berlomba-lomba dalam mendapatkan IP. .tinggi, dan IP rendah tidak mendapat hak sama. Konsekuensi jika kita membiarkan pembayaran SPP tanpa ada transparansi, tak perlu kaget kalau ada oknum yang mencoba menyelewengkannya. Memang tak boleh su’udzon, paling tidak ketika ada kesempatan untuk menyelewengkan uang, mana tahan untuk tidak mengam- bilnya. Sekurang-kurangnya, terjadi pen- cucian uang atau penggelembungan dana. Tentu kita tidak mau itu terjadi. Spanduk yang bertuliskan protes mahasiswa terhadap sistem pembayaran dan SKS yang terpampang di Jalan Pesanggrahan, Ciputat, Kamis (10/5). FOTO:RAHMAN/INSTITUT 2 Hal. Menyimpangnya Sasaran Beasiswa DIPA Laporan Utama... 6 Hal. Sanksi Rektorat Membe- ratkan ARKADIA Laporan Khusus... 7 Hal. Mengukir Karya Seni Islami Melalui FSI Kampusiana... 8 Hal. Perang Batin Sang Prajurit Seni Budaya... Menantang Kebijakan Edisi Mei 2012

description

 

Transcript of TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Page 1: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

SKS Dibatasi, Biaya Semester Tetap Sama

UIN Jakarta, INSTITUT- Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Central Committee (GMI CC) UIN Jakarta, Senin (30/4), memprotes ke-bijakan pembatasan Sistem Kredit Semester (SKS) bagi mahasiswa yang Indeks Prestasi (IP)-nya kurang dari 2,50. Protes tersebut disebabkan mahasiswa tidak dapat mengam-bil SKS penuh, padahal biaya semester tetap sama.

Menurut ketua GMI CC UIN Jakarta, Muhammad Haikal, kebijakan tersebut me-ngurangi hak mahasiswa. “Kewajiban bayar uang semesternya kan sama, tapi kok SKS-nya dibatasi?” katanya, Kamis (10/5). Ia mengatakan, hak memperoleh pendidikan yang sama tidak merata. Selain itu, menu-rutnya dosen sudah digaji dari pemerintah, karena UIN Jakarta termasuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Menanggapi hal itu, Pembantu Rektor (Purek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bachtiar mengatakan, pembayaran biaya semester di UIN bukan berdasarkan SKS, tetapi per semester. “Beban operasional untuk 10 mahasiswa dan 40 mahasiswa itu sama saja, jadi tidak didasarkan beban SKS

yang diambil mahasiswa,” ujarnya, Rabu (16/5).

Ia menambahkan, biaya semester itu juga berlaku bagi mahasiswa semester 8 yang tengah menyusun skripsi, sedangkan bobot untuk skripsi hanya 6 SKS. “Mereka itu ba-yarnya juga tetap kok,” ujarnya. Lebih lanjut, ia mengatakan persentase mahasiswa yang nilainya di bawah 2,50 juga sedikit.

Senada dengan Amsal, Purek I Bidang Akademik, Moh. Matsna mengatakan, biaya semester mahasiswa tetap digunakan untuk operasional pendidikan, gaji karyawan, dan dosen tidak tetap yang belum menjadi PNS. “Jumlahnya (karyawan dan dosen) kalau di-hitung ada ratusan,” jelasnya, Selasa (15/5).

Matsna menuturkan, biaya semester di UIN Jakarta lebih murah dibandingkan de-ngan universitas lainnya. “Coba dihitung. SPP yang Rp400 ribu itu bisa untuk 24 SKS bagi yang IP-nya tinggi, berarti per SKS-nya kurang dari Rp20 ribu kan? Sementara jika dibagi lagi, katakanlah Rp20 ribu per SKS, dibagi 16 pertemuan, uang sebesar itu untuk bensin saja masih kurang,” ujarnya.

Bersambung ke hal.6 kol 3

EDITORIAL

Berbagai macam kebijakan dari rektorat sudah mulai terasa belakang ini, terlebih persoalan kebijakan SKS sebenarnya su-dah terlalu lama kita biarkan tanpa protes, tanpa minta penjelasan. Padahal, kebi-jakan apapun perlu dikritisi, khususnya mengenai kepentingan mahasiswa, apa-kah ada yang merasa dirugikan di sini?

Entah UIN Jakarta memakai kebija-kan apa, yang diperlukan adalah alasan-alasan mengapa pembayaran SPP tidak sesuai dengan jumlah SKS yang diambil? Di sana kita mempertanyakan sebuah transparansi. Dan sebuah alasan tidak bisa begitu saja diterima, apakah sudah masuk akal?

Mengenai SKS, meski kita mengklaim bahwa pembayaran SPP UIN Jakarta ter-masuk murah, setidaknya ada tranparansi dengan jelas, ke mana larinya uang pem-bayaran itu semua. Tidak sampai di situ, kita harus bisa mengkritisi secara men-dalam tentang aliran-aliran pembayaran kita bermuara di mana. Jika uang SPP mengalir untuk membayar pegawai UIN non-PNS, kita patut mempertanyakan, apakah tidak ada alokasi khusus untuk membayar pegawai non-PNS sampai-sampai menggunakan uang SPP kita?

Bolehlah kita hitung-hitung seberapa murah pembayaran SPP UIN. Tetapi ingat, kita tidak bisa berapologi dengan mengatakan bahwa kebijakan SKS setim-pal dengan apa yang dibayar. Pemenuhan hak dari apa yang dibayar perlu diper-juangkan. Meski dengan alasan dapat berlomba-lomba dalam mendapatkan IP. .tinggi, dan IP rendah tidak mendapat hak sama.

Konsekuensi jika kita membiarkan pembayaran SPP tanpa ada transparansi, tak perlu kaget kalau ada oknum yang mencoba menyelewengkannya. Memang tak boleh su’udzon, paling tidak ketika ada kesempatan untuk menyelewengkan uang, mana tahan untuk tidak mengam-bilnya. Sekurang-kurangnya, terjadi pen-cucian uang atau penggelembungan dana. Tentu kita tidak mau itu terjadi.

Spanduk yang bertuliskan protes mahasiswa terhadap sistem pembayaran dan SKS yang terpampang di Jalan Pesanggrahan, Ciputat, Kamis (10/5).

FOTO:RAHMAN/INSTITUT

2Hal.

Menyimpangnya Sasaran Beasiswa DIPA

Laporan Utama...

6Hal.

Sanksi Rektorat Membe-ratkan ARKADIA

Laporan Khusus...

7Hal.

Mengukir Karya Seni Islami Melalui FSI

Kampusiana...

8Hal.

Perang Batin Sang Prajurit

Seni Budaya...

Menantang Kebijakan

Edisi Mei 2012

Page 2: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Laporan Utama2

UIN Jakarta, INSTITUT- Mekanisme beasiswa DIPA tahun ini berbeda de-ngan mekanisme tahun-tahun sebelumnya. Diberlakukannya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang menjadi syarat baru DIPA diharapkan tidak salah sasaran. Re-alitanya, pemberlakuan SKTM tidak cukup efisien untuk mengukur kemampuan ekono-mi mahasiswa tidak mampu.

Ketidakefesienan SKTM terlihat dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Kepa-la Sub-bagian (Kasubbag) Akademik FST, Sukmayeti menuturkan, mahasiswa yang mengajukan dirinya untuk mendapatkan beasiswa diharuskan membuat dan menan-datangani surat pernyataan tidak mampu secara ekonomi. Selanjutnya, fakultas mem-buat SKTM atas nama mereka, lalu diberi-kan pada akademik pusat untuk diseleksi.

“Saya memang membuatkan SKTM un-tuk mahasiswa yang mengaku tidak mampu. Soal keadaan ekonomi mereka yang sebe-

narnya, saya sendiri kurang tahu. Mahasiswa sendiri yang nantinya bertanggung jawab apabila ketahuan bahwa mereka sebenarnya mampu, tetapi membuat SKTM di fakultas,“ papar Sukmayeti, Senin (21/5).

Kasubbag Akademik Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Karnilis menegaskan, bukan sekali dua kali DIPA jatuh ke tangan orang yang salah. “Sayangnya, mahasiswa yang kurang mampu biasanya terlambat mengetahui informasi mengenai beasiswa DIPA, sehingga beasiswa tersebut jatuh ke tangan mereka yang berada di kelas me-nengah ke atas,” tuturnya, Senin (21/5). Ia menambahkan, pembuatan SKTM langsung dari fakultas tidak sesuai dengan Surat Kepu-tusan (SK) Pemerintah terkait mekanisme DIPA.

Padahal, menurut Amelia Hidayat, Bagian Pelayanan Beasiswa, peran SKTM adalah pemenuhan syarat untuk mahasiswa yang miskin dan berprestasi. “Apabila mahasiswa memiliki prestasi yang dibuktikan dengan IPK di atas 2,75, maka SKTM adalah bukti mahasiswa tidak mampu secara ekonomi,“ tutur Amelia, Rabu (16/5).

Menurut mahasiswa Fakultas Ilmu Dak-wah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Ju-rusan Jurnalistik, Semester 2, Nada Rohmah mengatakan, beasiswa DIPA yang didapat-kannya tidak digunakan untuk urusan aka-demis, melainkan modal bisnis yang hendak dikembangkannya. “Menurut saya, SKTM itu formalistas. SKTM bukan satu-satunya pengukur keadaan ekonomi yang sebenar-nya,” papar Nada, Minggu (20/5).

Menyimpangnya sasaran beasiswa DIPA juga dirasakan oleh mahasiswi FST, Jurusan Kimia, Semester 2, Meliana Ningrum. Me-nurutnya, mereka yang mengikuti DIPA ada-lah mahasiswa yang benar–benar memenuhi syarat, yaitu mahasiswa tidak mampu dan berprestasi, semisal Bidik Misi.

“Peserta Bidik Misi menunjukkan potret rumah masing–masing, atau pihak dari uni-versitas mengunjungi rumah–rumah mereka yang mengajukan untuk membuktikan keadaan ekonomi mereka yang sebenarnya,” papar Meliana, (19/5). Terkait uang dari beasiswa yang didapatnya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk membayar uang kos ke depannya. (Gita/Reza)

Seorang mahasiswi sedang memasuki Bank BRI Kantor Cabang UIN Syarif Hidayatullah. Ia membuat ATM guna memenuhi persyaratan beasiswa DIPA, Senin (21/5).

Menyimpangnya Sasaran Beasiswa DIPA

Assalamualaikum Wr. WbSalam INSTITUT

Sekian lama bergelut dengan dunia tulis-menulis, tapi memang harus disa-dari, regenerasi memang perlu dilaku-kan. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Demi kelancaran roda organisasi dan terciptanya karya yang akan semakin banyak dari LPM INSTITUT.

Karena itu pula sebagai ajang pemb-elajaran bagi para tunas INSTITUT, kali ini kami hadirkan kepada Anda, News Letter TUINS (Tunas INSTI-TUT). Mereka, para bakal calon ang-gota INSTITUT, untuk pertama ka-linya merasakan suasana rapat redaksi. Perdebatan, kebosanan, rasa kantuk, se-muanya bercampur menjadi satu hingga terciptalah news letter ini. Betapa tidak, rapat redaksi tersebut diadakan ketika matahari mulai terbenam, sampai terbit kembali matahari.

Waktu mungkin mengharuskan kami untuk selesai. Tapi, kala waktu masih dirasakan manusia, kami akan terus berusaha berkutat di dalamnya, demi menghasilkan laporan-laporan yang kri-tis dan penting untuk kita semua. Bagi beberapa mahasiswa, merasakan hal seperti itu butuh sedikit kegilaan. Sifat seperti inilah yang justru kami arahkan agar menjadi sosok manusia yang meng-hadapi tantangan yang tak terelakkan.

Saat pasir-pasir bumi menjadi debu, kami akan menangkapnya untuk diser-ahkan kepada publik. Akhir kata, segala usaha kami bukan kesempurnaan. Tapi kami hanya proses menuju kesempur-naan. Karenanya, kritikan dan saran kami terima dengan baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Salam Redaksi

Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Ibnu Affan | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby |

Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar | Redaktur Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Jaffry Prabu |

Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Trisna Wulandari | Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan:

Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar & Rahayu O | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani & Fajar I | Pemimpin

Litbang: Abdul Charis | Riset: Egie FA & Aditya Putri | Pendidikan: Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah.

Koordinatur Liputan: Slamet Widodo Reporter: Abdurrohim Al Ayubi, Ade Muhimah, Adea Fitria, Adi Nugroho, Ahmad Sayid M, Amzar Fadliatma P, Anastasia T, Ardyansyah, Azizah Nida I, Dewi

Maryam, Gita Juniarti, Gita Nawangsari, Imam Arifin, Karlia Zainul, Khairur Rozi, Listiani Fansela, Maulana Fityan, Muawwan Daelami, Nur Azizah, Nurlela, Nurmalisa Nazarani, Ratu Shodfatul M, Reza

Abdul A, Siti Ulfah N, Sri Wahyuni, Taopik Muarip, Yadi Mulyadi Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Rizqi Jong Java Editor: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya

Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Ilustrator:

Omen, Ulan.

Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241

Web: www.lpminstitut.com Email: [email protected].

Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

FOTO:GITA

Page 3: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Laporan Utama 3

UIN Jakarta, INSTITUT- Data dana Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang merupakan rahasia negara tidak transparan, mengakibat-kan beberapa mahasiswa yang akan melaku-kan KKN mengeluhkan biaya berlebih.

Yayan Sofyan, Ketua Lembaga Pengab-dian Masyarakat (LPM) menuturkan, “Ha-nya UIN Jakarta yang tidak memungut biaya KKN, di Universitas Gajah Mada (UGM) mahasiswa dipungut biaya satu juta, Universitas Andalas (UNAND) dipungut 700 sampai 800 ribu, di Universitas Beng-kulu (UNIB) dipungut biaya 500 sampai 700 ribu,” ujarnya, Selasa (15/7).

Ia melanjutkan, seharusnya ada anggaran biaya KKN melalui SPP sebesar 50 ribu per SKS, namun rektorat tidak menghitung per unit SKS. Sedangkan KKN itu ada tiga sam-pai empat SKS, “Rektorat hanya menghitung honor untuk dosen,” tandasnya.

Ia menjelaskan, di wilayah Tangerang Selatan (Tangsel) dosen mendapatkan uang transport 100 ribu. Sedangkan di Bogor, dosen mendapatkan 400 ribu. Namun LPM hanya memberikan subsidi 100 ribu, sele-bihnya dibayar mahasiswa.

Yayan mengatakan, dana dari rektorat un-tuk KKN berkisar 200 juta, “Dana diperun-tukan bagi mahasiswa yang KKN di wilayah Tangsel. Jika tersisa akan dikembalikan ke negara,” katanya.

Namun hal ini disangkal Sultan Muham-mad Yus, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Jika 200 juta itu untuk mahasiswa yang KKN di wilayah Tangsel. Tapi reali-tasnya hanya untuk dana transportasi dosen

saja. Itu pun sangat sedikit KKN di wilayah Tangsel. “Mahasiswa yang KKN, kenapa dosen yang dibayar? Dosen datang tiga kali dan itu pun terkadang sebentar. Mana buk-tinya kalo uang itu dikembalikan ke negara?” ujarnya, Senin (7/5).

Kemudian Yayan menegaskan, bagi ma-hasiswa yang melaksanakan KKN di luar Tangsel, harus membayar uang transport di muka untuk menghindari terulangnya kasus di mana banyak mahasiswa tidak bisa mem-bayar, akibatnya akomodasi dosen tidak ter-penuhi. “Sekarang izin hanya diberikan un-tuk pembayaran di muka,” tegas Yayan.

Di sisi lain, Indra Tri Septiana, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), diwajibkan membayar pelaksanaan KKN yang ia laksanakan di Bogor, “Pihak LPM meminta 3 juta, tapi saya nggak tahu untuk apa,” ujar Indra, Rabu (16/5). Namun Yayan menyangkal anggapan tersebut, me-nurutnya pihak LPM menggratiskan biaya KKN, “Kalau memang suruh bayar, bukti-nya harus ada,” jelasnya.

Selain 3 juta untuk LPM, ia pun harus mengeluarkan dana tambahan sebesar 1 juta per orang untuk operasional KKN. Seperti bayar kosan dan makan sehari-hari. Indra menambahkan, seharusnya LPM memberi-kan dana bantuan, “Kita kan bawa nama baik UIN,” tegasnya.

Fitri Hadiyani, mahasiswi jurusan KPI mengatakan, jumlah peserta KKN di Tang-sel sedikit. Ia menilai, banyak anggaran yang tidak terkonstribusikan secara penuh. “Se-harusnya anggaran itu dialokasikan bagi ma-

hasiswa yang KKN di Jabodetabek,” Rabu (16/5).

Berbeda pada 2010 lalu, setelah melaku-kan berbagai macam proses demonstrasi dan mediasi kepada LPM. Akhirnya, maha-siswa yang KKN di Tangsel dan Jabodetabek mendapatkan anggaran minimal 2 juta per kelompok dari LPM.

Senada dengan Fitri, Muhammad Riadul Muslim, lulusan UIN Januari 2012 lalu yang ikut melakukan demonstrasi mengatakan, hal itu terjadi karena ada unsur politik taktis antara kubu Airin Walikota Tangsel de-ngan pihak LPM, sehingga mahasiswa tidak boleh KKN di luar Tangsel. Namun, menurut Yay-an itu disebabkan akibat anggaran berlebih, “Akhirnya dialokasikan untuk KKN di Jabo-detabek.” (Fityan/Awank)

Mahasiswi UIN Jakarta sedang melengkapi pendafta-ran Kuliah Kerja Nyata (KKN) di ruangan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM), Rabu (16/5).

Tak Ada Transparansi Dana, Pembayaran KKN Berlebih

UIN Jakarta, INSTITUT- Jadwal wisu-da yang semula setahun 4 kali kini diubah menjadi setahun 3 kali. Perubahan tersebut menimbulkan kerugian di kalangan maha-siswa, baik dari segi ekonomi, waktu, mau-pun psikologis.

Seperti yang dialami mahasiswa jurusan Ilmu Ekomomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Saifullah. Ia merasa perubahan ini sangat merugikan dirinya. Pasalnya, ia pernah ditolak oleh salah satu perusahaan karena belum mempunyai ijazah.“Semakin lama mahasiswa diwisuda, semakin lama pula mendapat ijazah,” ucapnya, Selasa (1/5).

Hal tersebut juga dirasakan oleh maha-siswa Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Rakhma Di-ana Bustami. Ia terpaksa tidak mengambil beasiswa S2 di UGM karena belum men-dapatkan ijazah. “Pihak UGM (Universitas Gajah Mada) membutuhkan ijazah dan mereka tidak menerima SKL (Surat Ke-terangan Lulus). Tapi, karena saya belum mendapatkan ijazah, saya terpaksa mencari kerja dan tidak mendapatkan beasiswa,” je-lasnya, Senin (7/5).

Hal tersebut tidak hanya mengakibatkan kerugian ekonomi seperti yang dirasakan Rakhma dan Saiful. Namun, hal tersebut juga berdampak pada psikologis, seperti

yang dirasakan mahasiswa jurusan Akun-tansi FEB, Nadyya Hayatun Nufus. Ia me-rasa dirugikan dari segi psikologi karena te-kanan dari orang-orang di sekitarnya. “Saya selalu ditanya oleh teman-teman dan orang tua, kapan wisuda?” ujarnya, Sabtu (5/5).

Menanggapi hal tersebut, Dekan FSH, Muhammad Amin Suma menjelaskan, perubahan jadwal ini memang memiliki banyak dampak terhadap mahasiswa, baik dari segi psikologis, waktu, ekonomi, dan pendidikan. Ia berharap, jadwal seperti ini jangan sampai terulang kembali.

“Jadwal wisuda tahun ini memang tidak nyaman, dan jangan sampai terulang kecuali ada alasan syar’i, misalnya, bencana alam atau urusan negara,” tegasnya, Senin (14/5). Ia menambahkan, bukan hanya ma-hasiswa yang mengeluhkan kebijakan terse-but, namun para orang tua mahasiswa juga mengeluhkan perubahan jadwal wisuda. “Sampai-sampai ada beberapa orang tua mahasiswa yang menelpon atau SMS ke de-kan masing-masing,” tambahnya.

Di lain pihak, Pembantu Dekan I Bidang akademik, Moh. Matsna menjelaskan, perubahan jadwal menjadi 3 kali setahun dikarenakan pihak rektorat juga mengurusi hal lain selain wisuda. “Lagipula wisuda hanya seremonial,” tegasnya (15/5).

Menanggapi keluhan-keluhan maha-

siswa, Mastna menjelaskan, mahasiswa boleh saja mengeluh, karena hal tersebut merupakan hal yang wajar. Namun,ia me-minta mahasiswa jangan egois dan hanya memikirkan diri sendiri. “Mereka juga harus memikirkan teman mereka yang se-dang menyelesaikan skripsi,” imbuhnya. (Ratu/Azizah)

Suasana daftar ulang para wisudawan, dalam acara wisuda UIN Jakarta ke-86 di Aula Student Center (SC), Sabtu (28/1).

Perubahan Jadwal Wisuda Merugikan Mahasiswa

FOTO: FITYAN

FOTO: DOK.PRIBADI

Page 4: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Laporan Utama4

UIN Jakarta, INSTITUT - UIN tidak bisa mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasion-al (PIMNAS) yang diadakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) pada ta-hun lalu. Hal itu mungkin dikarenakan ang-garan PIMNAS dibiayai oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendik-bud). Sedang UIN mempunyai anggaran sendiri dari Kementrian Agama (Kemenag).

Pernyataan tersebut diutarakan Bahrun, selaku Kepala Sub-direktorat (Kasubdit) Kre-atifitas dan Pengabdian Kepada Masyarakat. “Kalau UIN mau mengadakan, ya dari de-

partemennya (Kemenag),” ucap Bahrun, Rabu (16/5). Ia mengatakan, selama ini yang masuk seleksi dalam lomba PIMNAS, biasanya dari Perguruan Tinggi (PT) di ling-kungan Kemendikbud.

Menanggapi hal tersebut, Pembantu De-kan (Pudek) Akademik Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Agus Salim menjelaskan, kerjasama UIN dengan Dikti hanya dibidang pembinaan, kurikulum, dan disertasi.

“Tapi kalau sudah terkait dengan angga-ran, tidak bisa disetujui,” jelas Agus ketika diwawancarai via telepon, Jumat (18/5).

Berkaitan dengan lomba PIMNAS, Maha-siswi FST, Jurusan Kimia, Peza Batamarlia Reko menuturkan, ia dan teman-temannya pernah mengajukan proposal penelitian ke-pada Dikti tahun lalu untuk diikutsertakan dalam lomba PIMNAS. Tetapi, dari sekitar lima proposal yang diajukan, tidak ada satu-pun yang lolos dalam seleksi.

Hal itu disesalkan oleh Peza, karena pro-posal penelitian yang lolos seleksi akan dibiayai penelitiannya oleh Dikti. “Saya merasa kecewa dengan label Universitas yang ada di UIN. Cita-cita UIN ingin men-jadi World Class University, tetapi tidak bisa bersaing secara nasional dengan perguruan

tinggi lain dalam PIMNAS,” tutur Peza yang juga pengurus Himpunan Mahasiswi Kimia (HIMKA), Kamis (10/5).

Peza menjelaskan, ia tetap mengirim-kan proposal penelitian untuk ikut lomba PIMNAS karena dianjurkan oleh dosennya “Kata dosen saya, kirimkan saja proposalnya karena UIN masih ada kerja sama dengan Dikti,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Bagian Kemaha-siswaan, Ja’far Sanusi mengatakan, ia tidak tahu mengapa UIN tidak dapat mengikuti PIMNAS. “Tidak pernah ada undangan dari Dikti mengenai hal tersebut,” ujarnya, Senin (21/5). Baginya, bila ada mahasiswa FST yang merasa kecewa, hal itu wajar. Maha-siswa dapat mencari lomba lain yang dapat diikuti.

“Bukan hanya Dikti yang tidak memper-bolehkan mahasiswa di bawah Kemenag mengikuti lomba PIMNAS, tetapi dari Ke-menag juga memiliki kewenangan untuk menentukan siapa saja yang boleh meng-ikuti lomba yang diadakan Kemenag. Semua sesuai dengan proposal kegiatan yang ter-tulis, karena dikhawatirkan ada kebocoran anggaran,” jelasnya. (Dewi/Nurmalisa)

Pertanyaan Sudarlin dalam kolom tanya jawab yang disediakan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti), diunduh dari website dikti.go.id, Senin (21/5).

UIN Tidak Bisa Ikuti PIMNAS DiktiLaporan Khusus

Asrama UIN, INSTITUT- Demi tercipta-nya keamanan yang lebih optimal, satpam di berbagai asrama yang dimiliki UIN Sya-rif Hidayatullah Jakarta mengajukan per-mintaan ke Dewan Pembina Asrama (DPA). Salah satunya adanya penambahan personil keamanan atau pengadaan Closed Circuit Tel-evision (CCTV). Namun, hingga saat ini, ke-inginan itu belum terealisasikan.

Satpam Ma’had UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Syahyudi menuturkan, sejak Ma’had diresmikan ia bekerja sendirian. Oleh sebab itu, dibutuhkan personil keamanan tamba-han agar ada pergantian jam kerja untuk mengawasi Ma’had. “Saya hanya bekerja dari pagi sampai sore. Sedangkan jam kerja malam tidak ada yang bekerja,” tuturnya, Senin (14/5).

Bagi Syahyudi, idealnya satpam berjumlah 5-6 orang, dengan harapan adanya waktu li-bur dan ia telah mengajukan permasalahan-nya kepada DPA. Namun, hingga kini belum terlaksana.

Satpam Asrama Putra (Aspa), Ahmad Gufron pun merasakan kurangnya personil. Meski ada pergantian jam kerja, kinerjanya masih belum maksimal, karena Satpam Aspa hanya berjaga seorang diri saat bertugas. Se-harusnya ketika bertugas, ada satpam yang mengontrol asrama dan ada satpam lain menjaga pos keamanan

Jika permintaan di atas tidak dikabulkan, Ghufron meminta pilihan lain, yaitu pe-ngadaan CCTV di pintu masuk dan setiap

sudut asrama. Adanya CCTV memungkin-kan satpam untuk memantau para maha-siswa yang keluar-masuk kamar dan Aspa. Ini diharapkan dapat meminimalisir ke-hilangan.

Satpam Asrama Putri (Aspi), Doni Donlay pun memiliki permasalahan yang sama de- ngan Ghufron. Mereka juga telah menga-jukan pengadaan CCTV pada DPA. Sama halnya dengan pengajuan personil, hingga saat ini realisasinya belum ada. “Sudah be-berapa kali (diajukan). (DPA hanya menga-takan) iya-iya saja,” ujar Doni, Senin (14/5).

Satpam Aspi Kedokteran, Fuad juga menginginkan seperti yang diharapkan Guf-ron mengenai penambahan personil. Namun, ia mengkhususkan pada penjaga pe-rempuan. Dengan alasan satpam perempuan diperbolehkan memasuki asrama untuk mengkontrol keadaan. Ia juga menginginkan pengadaan CCTV agar bisa memantau ber-bagai tempat dalam satu waktu.

Menanggapi keluhan satpam asrama, Pengurus DPA Dja’far Sanusi sudah me-ngajukan keluhan tersebut pada Biro Ad-ministrasi Umum dan Kepegawaian (AUK). Namun, pengajuan itu terhambat masalah dana. “Tapi kita tidak boleh bosan mengaju-kan (panambahan personil pengamanan dan pengadaan CCTV),” tambahnya.

Mengenai penambahan satpam di Ma’had, menurut Kepala Biro AUK, Abd. Shomad, tinggal menunggu waktu. Saat ini pihaknya tengah memproses penerimaan satpam baru.

Namun, untuk asrama yang lain tidak diper-lukan, karena menurutnya jumlah personil sudah cukup.

Untuk pengadaan CCTV, Shomad men-jelaskan pemasukan dana asrama tidak me-madai untuk pembelian CCTV “Kita juga pengen ada CCTV. Tapi harga CCTV tidak murah,” tukasnya, Senin (21/5).

Penanggung jawab Asrama Kedokteran, Farida Hamid memaparkan, kalau per-mintaan penambahan personil dan pe-ngadaan CCTV diajukan di pertengahan tahun, tidak mungkin dapat terlaksana. “Karena anggaran dibuat di awal tahun,” pa-parnya Senin (21/5). (Sri/Ulfah)

Permintaan Satpam Asrama Belum Terealisasi

Seorang penghuni asrama putra sedang menitip-kan kunci kamar di pos keamanan Asrama Putra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (21/5).

FOTO

:SRI

Page 5: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Laporan Khusus 5

Perpustakaan Utama, INSTITUT- Sejak September 2011, Perpustakaan Utama (PU) menerapkan sistem baru, yaitu digitalisasi multimedia, yang bertujuan mempermudah akses skripsi lama dalam bentuk digital. Na-mun, sistem tersebut kurang dioptimalkan kegunaanya oleh mahasiswa, hal ini diutara-kan Kepala Perpustakaan Utama UIN, Nur Yudi (16/5).

“Mungkin sosialisasinya memang ku-rang,” ujar Nur Yudi. Pihak PU masih me-mikirkan bagaimana format pasti untuk memberi layanan yang lebih baik ke depan-nya. “Kalaupun kita (pihak PU) melakukan sosialisasi, kemudian mahasiswa membludak ke skripsi digital, kita belum bisa memberi-kan pelayanan yang optimal, karena masih banyak keterbatasan,” papar Nur Yudi di ru-angannya, Rabu (16/5).

Nur Yudi mengakui, sosialisasi yang di-lakukan memang belum maksimal. Kalau-pun sosialisasi dilakukan dengan kapasitas yang besar, PU belum memiliki ruangan yang cukup untuk menampung pengguna skripsi digital.

Senada dengan Nur Yudi, Kusaeri, Bagian Otomasi dan Multimedia PU mengatakan, skripsi digital ini baru tahap persiapan ka-rena belum diresmikan. Sosialisasinya pun

langsung dari petugas ruang skripsi di lantai tiga. Jika mahasiswa tidak menemukan sk-ripsi dalam bentuk fisik yang dicari, barulah petugas PU memberikan informasi menge-nai skripsi berbentuk digital.

Selain itu, kurangnya Sumber Daya Ma-nusia (SDM) dan sarana pendukung juga menjadi hambatan belum maksimalnya pe-layanan skripsi digital. Hardware yang dise-diakan saat ini lima komputer, sedangkan jumlah yang ada belum memadai jika laya-nan tersebut digunakan semua mahasiswa, jelas Kusaeri (16/5).

Kusaeri menambahkan, Pelayanan PU memang masih kurang, belum ada persiapan seperti layout tempat, pengaturan print out, dan persyaratan layanan. “Koleksi dan tem-patnya saja belum siap, bahkan belum ada kebijakan dari atasan,” lanjutnya.

Sayangnya, sosialisasi yang dilakukan petugas PU secara langsung belum optimal. mahasiswi Manajemen Dakwah semester 8, Sumiyati, mengaku tidak mendapatkan so-sialisasi langsung dari staf PU. “Malah saya disuruh cari langsung ke fakultas, dan nggak ada pemberitahuan mencari nya (skripsi) melalui multimedia digital,” tandasnya.

Sementara itu, mahasiswa Manajemen Pendidikan (MP) semester 10, Didik Se-

tiawan, mengaku tidak tertarik mengguna-kan skripsi digital. “Dari segi isi tidak ada bedanya, hanya bentuknya yang berbeda, skripsi digital dalam bentuk print out.”

Menanggapi sempitnya ruang skripsi digi-tal, Nur Yudi mengatakan, pihak PU beren-cana akan merombak tempat. Warung Inter-net (warnet) dan ruang skripsi digital akan disatukan agar mempermudah akses penca-rian.(Ana/Ela)

Sejumlah mahasiswa mencari referensi skripsi di ru-ang skripsi manual lantai tiga Perpustakaan Utama (PU), Rabu (16/5).

FOTO:ELA

Kurang Optimalnya Pemanfaatan Skripsi Digital di PU

Ma’had UIN, INSTITUT- Peraturan men-genai sanksi pelanggaran terhadap 36 mahas-antri Ma’had putra dan putri pada kategori sedang, uang living cost akan tetap diberikan disertai surat pernyataan. Sedangkan untuk 26 mahasantri terkait pelanggaran kategori berat, living cost akan diberikan dengan mem-pertimbangkan presentase kehadiran pada bulan Maret dan April. Hal tersebut disam-paikan oleh Dja’far Sanusi, Kepala Bagian Kemahasiswaan,Senin (14/5).

Hal tersebut menuai protes dari beberapa mahasantri karena keterlambatan sosialisasi. Ketua Mahasantri Ma’had, Samsul Ma’arif, penerima beasiswa BUMN yang dijatuhkan sanksi tersebut mengatakan, eksekusi atas sanksi finansial pada Maret dan April, di-lakukan sebelum adanya peraturan tertulis yang menerangkan mengenai sanksi tersebut.

Menurutnya, baru pada Mei peraturan ter-tulis mengenai kategori persentase kehadiran beserta sanksinya diketahui saat duduk ber-sama Dja’far Sanusi, serta Pembantu Rektor III Bagian Kemahasiswaan, Sudarnoto Ab-dul Hakim di Ruang Sidang Utama, Senin (7/5).

“Belum ada peraturan tertulis mengenai penahanan uang living cost sebagai sanksi yang akan diterapkan apabila persentase ke-hadiran tidak memenuhi jumlah tertentu,” ujar Samsul.

Dia juga mengakui, peraturan itu dilaku-kan secara sepihak, serta tidak menden-garkan aspirasi mahasantri. Selama ini peringatan yang disampaikan oleh Kyai Ma’had, HD Hidayat, beserta wakilnya,

Utob Thabroni, hanya terkesan sebuah im-bauan atau tanpa kejelasan peraturan tertulis yang mereka tanda-tangani dan sepakati.

Keterangan lainnya diungkapkan Wakil Ketua Ma’had putra, Yusuf Ahmadi, pener-ima beasiswa BUMN yang tidak menerima sanksi pelanggaran. Dia mengatakan, per-ingatan akan penahanan serta pencabutan uang living cost sering disampaikan secara lisan melalui kyai dan wakilnya, tetapi se-cara tertulis peraturan itu belum pernah dia ketahui.

Dja’far Sanusi, menanggapi tuduhan atas pemberlakuan sepihak tindak eksekusi pena-hanan living cost terhadap 62 mahasantri Ma’had putra dan putri dengan kasus pe-langgaran berat dan sedang.

Menurut Dja’far, UIN memiliki otoritas yang diberikan oleh Angkasa Pura II dan Bidik Misi untuk mengatur bea-siswa dan memberikan sanksi. “Ini kewenangan UIN untuk me-lakukan sanksi dan mengatur beasiswa agar bea-siswa dapat tersalur-kan de- ngan m e m e n u h i syarat dan ber-hasil mencetak m a h a s i s w a unggulan. Ini w e w e n a n g , meskipun tidak ada sosialisasi s e k a l i p u n ,

mereka harus siap menerima,” ungkapnya.Dia menambahkan, pemberian sanksi

itu merupakan kebijakan pimpinan. Kyai Ma’had, HD Hidayat, beserta wakilnya, Utob Thabroni, yang meminta agar ma-hasantri Ma’had diberikan sanksi finansial. “Kalau secara tertulis, memang benar baru disampaikan saat sidang kemarin, tetapi se-cara lisan sudah lama,” tegas Dja’far.

Namun pada saat ingin dikonfirmasi kepa-da Kyai Ma’had, HD Hidayat mengenai ket-erlibatannya dalam pemberian sanksi living cost, dia enggan untuk memberikan pernyat-aan karena menurutnya permasalahan ini bukan merupakan wewenangnya. (Adea/Oji)

Ma’had: Belum Ada Sosialisasi, Eksekusi Sanksi Diberlakukan

Gedung Ma’had

Page 6: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Laporan Khusus6

FOTO

:NID

A

UIN Jakarta, INSTITUT- Pembangu-nan gedung FISIP yang belum terselesaikan hingga saat ini menyebabkan pihak rektorat belum memprioritaskan pengembangan fasilitas Perpustakaan Umum (PU) Universi-tas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hal tersebut dibenarkan Pembantu Rek-tor (Purek) II Bidang Administrasi Umum, Amsal Bachtiar. Ia mengatakan, pihaknya tidak kurang dalam memprioritaskan PU. Ia mengaku rektorat bertahap dalam menanga-ni kebutuhan universitas.

“Sama halnya dengan pembangunan ge-dung FISIP, pihak rektorat juga berencana membangun gedung PU dengan tujuh lantai. Dua lantai untuk parkir di bawah dan lima lantai untuk PU, misalnya,” jelasnya, Rabu (16/5).

Lain halnya dengan Amsal, ketua PU, Nur Yudi menjelaskan, sejauh ini pihak rektorat kurang merespon dan belum merealisasikan usulan-usulan yang telah diajukan pihakn-ya, terkait pengembangan PU. “Rektorat mendengarkan usulan kami, tapi belum ada tanggapan tentang usulan tersebut,” katanya, Kamis (10/5).

Yudi menambahkan, pihaknya mendapat-

kan dana Rp1 Milyar dari Anggaran Pen-dapatan Belanja Negara (APBN) setiap ta-hunnya untuk pembelian buku dan nantinya akan dibagikan ke setiap perpustakaan fakul-tas.

Terkait dengan anggaran Rp1 milyar dari APBN, Amsal membenarkan pernyataan dari Nur Yudi. Dana tersebut dialokasikan untuk koleksi buku dan jurnal perpustakaan.

Berbeda dengan perpustakaan di Univer-sitas Paramadina, Kania Aranda, Supervi-sor Perpustakaan Paramadina mengatakan Rektorat Universitas Paramadina memberi-kan dana sebesar Rp10 juta setiap bulan un-tuk memenuhi kebutuhan dan operasional perpustakaan.

“Untuk kemajuan perpustakaan, pihak rektorat mewajibkan para mahasiswa yang telah diwisuda menyumbangkan minimal dua buku untuk perpustakaan, otomatis koleksi buku perpustakaan akan terus ber-tambah,” tambahnya.

Di samping itu, Pustakawan UIN Ja-karta, Heru Widodo, menuturkan, fasilitas PU masih kurang memadai dibandingkan perpustakaan Universitas Pelita Harapan Serpong, yang menurutnya lebih bagus. “Kurangnya pustakawan menyebabkan pe-

layanan terhadap pengunjung PU belum maksimal,” tegasnya, Kamis (10/5).

Heru menambahkan, bertambahnya koleksi buku setiap tahun menyebabkan ru-angan PU semakin sempit. Kondisi tersebut membuat suasana kurang kondusif saat pen-gunjung PU sedang ramai.

Menanggapi hal tersebut, Yudi tidak bera-ni memberi kesimpulan perihal ruangan PU, ia mengatakan pihaknya harus mensurvei keadaan ruangan dan bertanya kepada para pengunjung perihal keadaan PU saat ini, guna mengetahui apakah pengunjung mera-sa ruangan PU sempit atau tidak. (Widodo/Nida)

Dua mahasiswi sedang mencari buku di Perpus-takaan Utama (PU) UIN Jakarta, Senin, (21/5).

Rektorat Belum Memprioritaskan PU

Ia mengatakan, pembatasan itu juga ber-tujuan agar mahasiswa belajar lebih giat lagi, untuk mendapatkan nilai yang lebih baik di semester selanjutnya. “Kalau nilainya ba-gus kan bisa dapat SKS penuh,” tandasnya. Selain itu, menurutnya, kebijakan tersebut dibuat bukan untuk memberatkan maha-siswa.

Menanggapi perihal tersebut, mahasiswa

Fakultas Sains dan Teknologi (FST), juru-san Sistem Informasi (SI) semester 4, Ahmad Fakri Saukani mengatakan, ia keberatan dengan sistem pembayaran yang seperti itu. “Itu berarti kita membayar dosen yang tidak kita ikuti matakuliahnya dong?” ujarnya, Senin (21/5).

Berbeda dengan Fakri, Ahmad Khudori, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

(FITK) jurusan Pendidikan Bahasa dan Sas-tra Indonesia (PBSI) semester 2 mengatakan, kebijakan tersebut tidak merugikan, bahkan dapat membuat mahasiswa berlomba-lomba mendapatkan IP yang bagus. “Jika tidak begitu mahasiswa pasti bermalas-malasan,” ungkapnya, Selasa (17/5). (Atep/Amzar)

UIN Jakarta, INSTITUT - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ARKADIA keberatan atas keputusan rektorat yang memberi sanksi kepada pihaknya, untuk tidak melakukan kegiatan di luar kota selama satu periode kepengurusan, dan kegiatan lain yang meli-batkan pihak luar.

Sanksi tersebut diberikan karena ARKA-DIA tidak melampirkan bukti persetujuan orangtua/wali, pada acara memperingati Hari Bumi dan Pusat Informasi Nasional Muktamar Kenal Medan (PIN MKM) yang diadakan oleh ARKADIA di Badui, Banten (26-29 Mei).

Ketua ARKADIA, Muchsin Sapto Adi, menyayangkan atas sanksi yang diberikan se-

cara tiba-tiba tanpa ada pemanggilan terlebih dahulu. Hal tersebut dinilai salah olehnya, karena ARKADIA tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahan tersebut.

Adi mengakui kesalahan yang dilakukan oleh pihaknya. Terkait dengan pemboho-ngan yang dinyatakan oleh rektorat, dia menambahkan, “Mereka boleh menafsirkan seperti itu, kesalahan itu berawal dari miss komunikasi antara panitia dengan pengu-rus,” ujarnya.

Namun, ia akan mengajukan banding pada pihak rektorat, guna menuntut kebija-kan lain yang sesuai. “Pasalnya untuk pem-binaan calon anggota harus diaplikasikan dilapangan seperti mendaki gunung, arung jeram, caving, dan lainnya, yang semua ini sulit dilakukan di Jakarta karena fasilitas pendukung sulit dijumpai di dalam kota,” papar Adi.

Menanggapi hal tersebut, Pembantu Rek-tor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan, Su-darnoto Abdul Hakim mengatakan, sanksi yang diberikan tidak boleh dibicarakan lagi. “Mereka tidak sesuai dengan prosedur. Di-mana-mana kan ada etikanya. Masuk dan keluar rumah saja ada etikanya. Mereka keluar kota dengan membawa nama UIN dan jika terjadi hal-hal yang tidak diingin-kan, nantinya akan merusak nama baik UIN

juga,” lanjutnya. Menurut dia, ARKADIA telah membo-

hongi bidang kemahasiswaan. Karena sehari sebelum acara, pihak ARKADIA menya-takan kepada bidang kemahasiswaan bahwa berkas persyaratan telah dipenuhi. Namun, pada saat berkas tersebut diperiksa kembali, ternyata bukti persetujuan orangtua/wali tidak dilampirkan.

Bagi lembaga mahasiswa yang akan me-lakukan kegiatan di luar kota, harus me-menuhi prosedur yang ditetapkan rektorat, termasuk melampirkan bukti persetujuan orangtua/wali dari anggota yang mengikuti kegiatan tersebut. Namun, jika melanggar akan dijatuhkan sanksi sebagai bentuk pene-gakan disiplin dan ketegasan pihak rektorat.

Sudarnoto menambahkan, dia tidak mau terkait dengan urusan internal lembaga ma-hasiswa, termasuk ARKADIA yang simpang siur dalam memberikan pernyataan. “Antara ketua dan pengurus berbeda dalam memberi-kan pernyataan, maka sulit dicari mana yang benar,” katanya.

Di samping itu, pihak ARKADIA tetap berusaha untuk meminta pertimbangan kembali, “Selama kita masih berjuang untuk kebaikan kita, kenapa tidak, karena sanksi itu akan mematahkan kreasi kami,” tutur Adi. (Taopik/Ardiyansyah)

UKM KPA ARKADIA sedang mengadakan rapat dan klarifikasi kinerja panitia pada acara peringatan Hari Bumi dan Pusat Informasi Nasional Muktamar Kenal Medan (PIN MKM) di Badui, Banten (26,4)

Sanksi Rektorat Memberatkan ARKADIA

Sambungan.. SKS Dibatasi, Biaya Semester Tetap Sama

FOTO

:DO

K.A

RKA

DIA

Page 7: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Kampusiana 7

UIN Jakarta, INSTITUT- Novel ini mengisahkan tokoh yang tidak putus asa dalam mencari karunia cinta dan keturunan. Serta tentang tokoh lain, yaitu seorang perempuan yang berjuang kembali ke jalan Allah, karena sebagian orang memandang dirinya tidak ber-sih akibat kehormatannya telah direnggut.

Begitulah, Sukron Kamil menjelaskan novelnya dalam acara launching dan bedah buku “Dua Surga dalam Cintaku” karya Atho Al-Rahman, yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka, Rabu (16/5).

Bertempat di ruang teater lantai empat Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meng-hadirkan Dosen UIN Jakarta Sukron Kamil, aktor dan bu-dayawan Ray Sahetapy, peme-nang Muslimah Beauty 2011 Dika Restiyan, wartawan seka-ligus alumni UKM Pramuka sebagai moderator, Ratih Sang-garwati dan Hayat Fakhrurozi,

Acara ini dibuka oleh Dadang Sofyan. Ia mewakili Airin Rachmi Diani, walikota Tangerang Selatan yang tidak bisa hadir dalam acara launch-ing bedah buku.

Sukron menuturkan, novel ini merupakan karya sastra populer dan dikategorikan nov-el romantis islami. Judul buku ini dipengaruhi hadis nabi yang berbunyi Bayti Jannati yang ar-tinya mengatakan, bagaimana menjadikan rumah itu surga bagi istri maupun suaminya.

Ia menambahkan, novel tersebut mempunyai kon-sep tentang kriteria utama bagaimana cara menjadi calon mempelai. “Konsep rumah

tangga dalam novel ini tentang keikhlasan yang menjadikan ru-mah tangga sakinah, mawadah, warohmah,” jelasnya.

Berbeda dengan Sukron, Ray Sahetapy tidak setuju adanya bedah buku. Menurutnya, jika sebuah buku dibedah, maka yang tersisa dari buku itu hanya intinya saja. “Sama halnya se-perti orang yang dibedah, ha-nya tinggal jantung dan organ lainnya,” ujar Ray.

Di sisi lain, Ratih Sanggarwa-ti selaku salah satu pembicara menilai, novel ini menghina kaum perempuan, “Di dalam novel ini perempuan yang me-minta untuk dinikahi,” papar-nya.

Lili Layliyah, mahasiswi FAH Jurusan Tarjamah se-mester IV menjelaskan, novel yang berjudul Dua Surga dalam Cintaku sangat menarik untuk dibaca. Baginya, bahasa novel tersebut ringan, sehingga me-mudahkan pembaca dalam menggambarkan isi novel terse-but.

Dika Restiyani, salah satu mahasisiwi yang melanjutkan studinya di Singapura menang-gapi, menurutnya novel ini merupakan bacaan ringan bagi yang tidak mengerti tentang sastra, serta di dalamnya terda-pat nilai–nilai islami yang bisa diambil manfaatnya.

Siti Humairoh, selaku ketua panitia dari acara tersebut me-rasa senang. Ia mengatakan senang sekali mengadakan acara bedah novel ini, selain untuk memperluas pengeta-huan bacaan, juga untuk lebih memperkenalkan masyarakat kampus secara umum, “Semo-ga akan ada acara seperti ini lagi,” ucapnya. (Imam/Adi N)

Launching dan bedah buku dihadiri Ratih Sanggarwati (kiri), Ray Sahetapy (kedua dari kiri), Atho al-Rahman (tengah), Prof. Dr. Sukron Kamil (pembi-cara), Dika Restiyani (kanan), Rabu (16/5).

Dua Surga dalam Cintaku

UIN Jakarta, INSTITUT- Tiga lomba digelar pada Festi-val Seni Islam (FSI). Acara yang digelar dua tahun sekali oleh UKM Himpunan Qori dan Qo-riah Mahasiswa (HIQMA) ini berlangsung dari 8-11 Mei 2012.

Dalam acara tersebut, mata lomba yang digelar di antaranya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat mahasiswa na-sional, Musabaqah Syarhil Qur’an (MSQ) tingkat maha-siswa nasional, dan Marawis tingkat umum se-Jawa. Perlom-baan ini meraup peserta seba-nyak 40 mahasiswa pada mata lomba MTQ, 25 mahasiswa pada mata lomba MSQ, dan 27 grup Marawis.

Selain lomba, dalam FSI juga dilaksanakan seminar bertema Design Attack: Care and Awarness. Seminar yang diisi oleh komu-nitas Visual Arts Pandorasquad ini dilaksanakan di Aula Madya UIN Jakarta, Kamis (10/5). Dalam seminar ini, ditegaskan bahwa seni desain diproses se-cara murni tanpa plagiarisme dan mudah dibuat.

Ketua Pelaksana FSI, Fajar Mahbub mengatakan, tahun ini adalah kali kelima HIQMA menggelar FSI sejak diselengga-rakan pada 2002. Ia menambah-kan, FSI tahun ini diadakan un-tuk tingkat nasional, sedangkan tahun sebelumnyahanya dalam tingkat Jabodetabek.

Fajar menjelaskan, acara ini bertujuan untuk membangkit-kan karya seni Islam, karena menurutnya, karya seni Islam hampir tergerus seni modern. Dengan melibatkan sekitar 60 panitia dari anggota HIQMA,

ia berharap agar seni Islam tetap terjaga eksistensinya.

Muhamad Nur Rifa’i, peserta lomba marawis berpendapat, festival ini bagus, karena dapat menggali bakat seni Islamnya. Ia menyarankan, pada FSI se-lanjutnya, perlu digelar lomba untuk tingkat sekolah.

Rangkaian festival terse-but ditutup dengan berbagai penampilan seni Islam pada malam puncak yang digelar di Auditorium Harun Nasu-tion, Jumat (11/5). Penampilan pertama dibuka oleh Masrur Ichwan, Qari Internasional yang membawakan Haflah Tilawah. Setelah itu, penampi-lan kedua diisi dengan lantu-nan Doa Khatmil Qur’an yang dipersembahkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta.

Selanjutnya, pentas pang-gung diisi mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Sunan Kalijaga Yogyakar-ta, IAIN Sultan Maulana Hasa-nuddin Banten, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, serta para alumni dan anggota baru HIQMA.

Maritsa Nova, pengunjung pada malam puncak FSI dari Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi (FST), merasa puas dengan acara yang di-sajikan. Menurutnya, panitia mampu mengemas acara ini dengan kreatif, sehingga tidak membuat penonton jenuh. “Jika diadakan lagi, persiapan teknis harus lebih matang,” ujarnya.(Nawang/Ade)

Mengukir Karya Seni Islami Melalui FSI

FOTO:DOK.HIQMA

Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto (paling kanan) me-mukul gong, sebagai tanda pembukaan acara Festival Seni Islam (FSI) di Aula Student Center, Selasa (8/5).

FOTO

:AD

I

Page 8: TUNAS INSTITUT (TUINS) 2012

Seni Budaya

Di suatu malam, tiba-tiba terdengar suara gemuruh pertempuran yang begitu dahsyat. Dengan serentak musuh menyerang sebuah basecamp militer, kemudian menyisakan trauma bagi Narto, salah seorang tentara di barak itu.

Hasan, sang komandan militer merasa aneh melihat Narto kebingungan. “Aku tidak bisa hidup seperti ini terus, aku harus pergi. Aku muak dengan tempat ini, aku muak dengan orang-orang ini. Aku ingin be-bas,” gumam Narto sambil mondar-mandir. Tak lama, ia pun mengutarakan keinginan-nya untuk berhenti menjadi prajurit perang.

Si komandan tentu tak ingin Narto ber-henti. Berbagai siasat dilakukan Hasan

untuk menahan keinginan anggotanya itu, namun Narto tetap bersikeras dengan kepu-tusannya. Hasan pun kecewa, ditembakkan-nya senjata ke udara, menggelegarkan suara peluru hingga suasana semakin memanas.

Sementara itu, Abdul dan Hakim, anggota militer lainnya bersiaga untuk mengantisi-pasi serangan musuh. Seraya duduk di kursi, Hakim berujar bahwa perang akan berakhir bila kiamat tiba. Mendengar ucap rekannya, Abdul pun tercengang.

“Kiamat adalah ketika semua orang tidak ada lagi pilihan dan menyerah. Kemudian Tuhan datang dengan kehendaknya,” ucap Hakim dengan lantang di atas menara kayu barak mereka. Tegak telinga Abdul mendengar pidato temannya yang ia anggap ngawur. Demi menumpahkan kekesalannya, ditodongkannya senapan ke arah Hakim.

Namun, kicau Hakim ternyata tak bergu-rau. “Akan kutebas musuh-musuh itu den-gan pedang ini, demi membela lambang ini, Dul,” lanjut Hakim sambil menggenggam emblem militer di dadanya, membuat se-mangat Abdul kembali berkobar.

Malam harinya, Hasan sang komandan menyendiri dan terisak menangis karena se-dih kehilangan anggotanya, sampai terden-gar oleh Abdul. Dengan polosnya Abdul bertanya, “Komandan, perasaan ada yang menangis?” Komandan pun menjawab den-gan suara yang lemas dan hampa, “Narto telah pergi, dia telah meninggalkan kita.”

Tiba-tiba, musuh serentak menyerang

mereka. Seketika Abdul tertembak. Hasan yang panik berusaha membangunkan Abdul. Hakim pun datang menolong, sayangnya peluru panas tak pelak ikut bersarang di tu-buhnya. Sang komandan mencoba untuk menolong keduanya tapi sia-sia, karena saat ingin menolong, ia pun turut tertembak.

Begitulah akhir dari pementasan Teater Abis yang diselenggarakan di Lapangan Parkir Bina Sarana Informatika (BSI) Fat-mawati, Sabtu (12/5) lalu. Pentas bertajuk Perang ini ditampilkan sekaligus merayakan ulang tahun Teater Abis yang ke-11.

Ahmad Amet selaku sutradara menje-laskan, perang dalam pentas ini bukanlah perang secara lahir, tapi perang secara batin. Bagi Amet, yang ingin ia sorot adalah kon-flik-konflik antar individu, khususnya dalam sebuah organisasi. Ketika ditanyai perihal biaya, ia menjelaskan, pementasan kali ini dibiayai oleh dana seikhlasnya dari teman-teman.

Chandra L. Purba, pemeran tokoh Hasan mengatakan, persiapan pementasan kali ini membutuhkan waktu satu bulan. Ia ber-cerita, hambatan yang ditemuinya berkisar pada proses latihan yang begitu singkat dan proses alam yang dialami para aktor. Selain itu, kevakuman teaternya selama beberapa waktu membuat pentas mereka sempat kesu-litan mendapatkan lokasi untuk tampil. Na-mun, akhirnya teater mereka berhasil dipen-taskan. (Ayub/Yadi)

“Seseorang menjadi juara bukan ketika ia memegang medali dan piala, tapi ketika ia bisa mengendalikan emosi dan menguatkan mental.” Begitulah sepenggal kalimat bi-jak diucapkan Djaelani Manock, sutradara Teater Lorong Junior bertajuk Sang Juara yang digelar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Kamis (17/5).

Kisah Sang Juara yang menjadi peme-nang di Festival Teater Anak Jakarta 2011 ini menceritakan sebuah kampung yang mengadakan perlombaan membaca puisi. Tak seperti kebanyakan perlombaan yang berakhir dengan euforia kemenangan, per-lombaan ini malah bubar sebelum ditemu-kan sang juara.

Para peserta yang terdiri dari bocah-bocah kampung tampil lugu melantunkan rangkaian kata-kata. Akbar Cungkring, peserta pertama melantunkan bait puisi de-ngan syair terbolak-balik. Kontan ia menuai sorakan dari penonton. Akbar pun malu dan meninggalkan panggung.

Begitupun dengan peserta kedua, Nana Kelana. Seiring melantunkan puisi ber-syair ‘kemana… kemana’ khas lirik lagu Ayu Tingting, Alamat Palsu, bocah berambut keriting itu malah ngeluyur meninggalkan panggung. Saat penonton bersorak me-

manggil, Nana tak acuh dan menghilang di balik kerumunan penonton.

Tak lama suasana jadi hening saat Mela, peserta ketiga lomba baca puisi mulai mem-bacakan puisi dengan khidmat. Penonton pun seperti tersihir karena terpukau. Sa-yang, peserta selanjutnya, Ujang Ngantuk, terpaksa didiskualifikasi karena tak berani tampil sendirian. Tak pelak, kejadian ini membuat Ujang jadi merengut.

Setelah panggung ditinggal Ujang, tiba-tiba seorang bocah lelaki diikuti dua pria berbadan kekar dengan kacamata hitam melenggang menuju panggung. Wajahnya yang sumringah bak kilauan mutiara yang melingkar di pergelangan tangannya men-jadi pusat perhatian penonton.

Bocah tersebut ternyata artis dari Ma-laysia. “Pa kabar kalian ne?” sapanya den-gan logat khas orang-orang Melayu sambil melambaikan tangan. Tahu yang datang artis, para penonton lomba malah berham-buran menghampirinya untuk foto bersama. Suasana pun menjadi ricuh dan tidak dapat dikendalikan oleh panitia lomba.

Saking ricuhnya, sang artis ditarik dari panggung. Perlombaan pun bubar bersama dengan bubarnya para penonton. Hening. Panggung kini gelap. Alunan musik me-

lankolis bergaung di segala penjuru ruangan. Secercah sinar kemudian menyoroti Ketua

Panitia perlombaan, Boby Faisal, dengan satu titik lampu. Ia duduk termenung sam-bil memeluk piala. Ia hanya diam melihat sekitar ruangan tanpa seorangpun, seolah menyesali semua yang terjadi. Acara yang sudah ia persiapkan hancur begitu saja tanpa sang juara.

Pementasan yang digelar untuk memper-ingati Hari Pendidikan Nasional dan Pesta Seni Anak Jakarta ini berakhir dengan tepu-kan meriah penonton. “Tidak tahu pesan-nya apa, karena tiba-tiba selesai sebelum ada juaranya. Tapi penampilan mereka sangat bagus, cukup menghibur,” ujar Yunas Sep-tiani, salah satu penonton. Sang sutradara pun berkomentar, teater seperti ini bertu-juan membina anak agar berkarya sejak dini. (Karlia/Listiani)

Sang Juara Tanpa Juara

Salah satu anak sedang membacakan puisinya pada pagelaran teater kesenian anak Jakarta di Taman Is-mail Marzuki, Cikini, Kamis (17/5).

Perang Batin Sang Prajurit

Hasan Sang Komandan berdoa agar dapat bertahan dalam medan pertempuran, setelah menangisi ang-gotanya yang mengundurkan diri dari Barak Militer, Sabtu (12/5).

FOTO

:KA

RLIA

FOTO:DOK.PRIBADI