Tugas Sosiologi Pendidikan

download Tugas Sosiologi Pendidikan

of 12

description

MAKALAH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL : Manisfestasi Pendidikan Pluralisme dan Sekularisme dalam Pendidikan Nasional Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Dosen : Dr. Sukarmawan, M.PdDi Susun Oleh : Kelompok 2 / MP. 1 Drs. Slamet Mulyana Hj. Dedeh Aisyah, S.Pd.I Irfan Afriantoro, S.Pd Fachrul Rozi Maya RohmayatiSanter. PSTIMA IMMI PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN BEKASI 2012 KATA PENGANTAR Masyarakat multikultur adalah bentuk dari masyarakat modern,

Transcript of Tugas Sosiologi Pendidikan

MAKALAH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL : Manisfestasi Pendidikan Pluralisme dan Sekularisme dalam Pendidikan Nasional Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Dosen : Dr. Sukarmawan, M.Pd

Di Susun Oleh : Kelompok 2 / MP. 1 Drs. Slamet Mulyana Hj. Dedeh Aisyah, S.Pd.I Irfan Afriantoro, S.Pd Fachrul Rozi Maya Rohmayati

Santer. P

STIMA IMMI PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN BEKASI 2012 KATA PENGANTAR Masyarakat multikultur adalah bentuk dari masyarakat modern, masyarakat modern t erdiri dari kumpulan manusia yang menempati suatu wilayah tertentu pada waktu te rtentu pula, masyarakat yang berkumpul pada suatu wilayah tertentu itu berasal d ari berbagai golongan , suku , etnis , ras , agama dan adat istiadat yang berbed a beda , perbedaan golongan , suku , etnis ,agama dan adat istiadat itu merupa kan kekayaan masyakat , namun perbedaan budaya dalam satu wilayah dapat menimbu lkan potensi konflik menjadi cukup tinggi , bahkan dapat mengancam persatuan d an kesatuan bangsa , untuk itulah perlu adanya kearipan dari elemen masyarakat d i wilayah tersebut . Makalah ini dibuat untuk didiskusikan pada forum ilmiah di kelas MP. 1 , den gan harapan munculnya kearifan dan usaha untuk mamahami masyarakat multikultur d an dampak yang ditimbulkannya serta dapat memberikan solusi dalam mengatasi mas alah yang timbul . Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen Pembimbing atas arahannya, kepada t eman teman kelompok 2 . MP.1 atas kerjasamanya juga kepada teman teman di kelas MP.1 yang turut memberikan perhatian dan sumbang saran . Ti m Penyusun

Kelom pok 2 , MP. 1

DAFTAR ISI Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Bab. 1 Pendahuluan Abstraksi ............... 1 Bab. 2 I. Pendidikan Multikultural : Manisfestasi Pendidikan Pluralisme Dan Sekularisme dalam Pendidikan Nasional a. Pengertian Pendidikan Multikultural ............................... 2 b. Latar Belakang dan Dampak dari Multikultural ............... 3 c. Solusi Mengatasi Perbedaan Kultur di Dunia Pendidikan .. 4 II. Pendidikan Pluralisme a. Latar Belakang ........... 4 b. Definisi dan Urgensi Pendidikan Pluralisme di Indonesia ........................... 5 c. Kontroversi Pluralisme Agama ..................................... 9 III.Sekularisme dalam Pendidikan Nasional a. Pengertian Sekularisme ................................................ . 11 b. Sekularisme dalam UU Sisdiknas ................................ 12 c. Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan ................ 14 d. Pembagian Sekularisme ........................................... ..... 15 e. Sekularisme Menurut Pandangan Agama Islam ............ 17 Bab. 3 Penutup ......................................................... ...................... 19 Referensi .................. 20 BAB 1 P E N D A H U L U A N Abstraksi Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat yang hidup bersama pada wilayah tertentu dan pada waktu tertentu pula , tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat , kebudayaan m emiliki makna yang luar biasa pentingnya bagi masyarakat , kebudayaan menyentu h hampir semua segi kehidupan masyarakat , pada awalnya kita datang ke dunia ini tanpa suatu bahasa, tanpa nilai dan moralitas, tanpa ide mengenai agama, peran g, uang, cinta pemanfaatan ruang dan kita juga tidak memiliki orientasi dasar ya ng telah kita anggap benar dan sedemikian penting dalam menentukan akan menjadi tipe manusia seperti apa, waktu demi waktu terus berjalan dan secara bertahap ki

tapun memperolehnya dari orang orang sekitar kita dan juga dari alam. Sebagai anggota masyarakat dan berada di tengah- tengah masyarakat y ang berbudaya kita dipengaruhi dan mempengaruhi budaya yang ada di masyarakat, ketika orang orang di sekitar kita masih sedikit budaya kitapun masih seragam da n sederhana, namun ketika orang orang di sekitar kita bertambah maka budaya sedi kit demi sedikit berkembang dan tidak lagi sederhana , apalagi ketika yang data ng dari ras, suku , golongan , agama dan adat istiadat yang berbeda maka budaya yang kita miliki menjadi bermacam macam dan tingkat penyelarasannya menjadi rumi t serta komplek, dari sinilah awal terjadinya gesekan gesekan di masyarakat .

BAB 2 PENDIDIKAN MULTIKULTURAL : Manisfestasi Pendidikan Pluralisme dan Sekularisme da lam Pendidikan Nasional I. Pendidikan Multikultural a. Pengertian Pendidikan Multikultural Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat vital bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau masyarakat tidak akan mendapatkan kemajuannya sehingga menjadi bangsa yang kuran g bahkan tidak beradab. Multikultural terdiri dari kata multi (jamak,banyak) dan culture (budaya), jadi multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseora ng tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekank an tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (mult ikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, b udaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Pendidikan multikultural merupakan suatu wacana yang lintas batas, karena terkai t dengan masalah-masalah keadilan sosial (social justice), demokarasi dan hak as asi manusia. Azyumardi azra mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pend idikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demograf i dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan demi secara keseluruhan . Prudence Crandall mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidika n yang memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didi k baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan bu daya (kultur). Secara lebih singkat Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman budaya. Sedangkan Musa Asyari juga menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pros es penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dari uraian tersebut di at as, definisi yang disampaikan oleh Musa Asyari adalah definisi yang digunakan dal am penulisan ini. b. Latar Belakang dan Dampak dari Multikultural Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan in i dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai perso alan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingk ungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak ora ng lain, merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan strategi khusus untuk memecahk an persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial, ekonomi, budaya, dan pend idikan. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada p emanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seper ti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umu r, dll. Karena itulah yang terpenting dalam pendidikan multikultural adalah seor

ang guru atau dosen tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profes ional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti da ri pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau me nanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out -put yang dihasilkan dari sekolah/universitas tidak hanya cakap sesuai dengan di siplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagam aan dalam memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan lain. Bila kita mencermati berbagai kasus terjadinya konflik keagamaan akhir-akhir ini , salah satu faktor penyebabnya adalah adanya paradigma keberagamaan masyarakat yang bersifat eksklusif. Karena itu, diperlukan langkah-langkah preventif untuk mencegah berkembangnya paradigma tersebut, yaitu dengan membangun pemahaman kebe ragamaan yang lebih inklusif-pluralis, multikultural, humanis, dialogis-persuasi f, kontekstual melalui pendidikan, media massa, dan interaksi sosial. c. Solusi Mengatasi Perbedaan Kultur di Dunia Pendidikan Bagaimana membangun pemahaman keberagamaan siswa yang inklusif di sekolah? Dalam hal ini, guru mempunyai posisi penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai ke beragamaan inklusif di sekolah. Adapun peran guru di sini, meliputi; pertama, se orang guru/dosen harus mampu bersikap demokratis, baik dalam sikap maupun perkat aannya tidak diskriminatif. Kedua, guru/dosen seharusnya mempunyai kepedulian ya ng tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika terjadi bom Bali (2003), maka seorang guru yang berwawasan mul tikultural harus mampu menjelaskan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut. Ketiga, guru/dosen seharusnya menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah me nciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia, maka pemboman, invasi militer, dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang oleh a gama. Keempat, guru/dosen mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog d an musyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ke ragaman budaya, etnis, dan agama. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan pengharga an setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia darimana pun dia data ngnya dan berbudaya apa pun dia. Harapanya, sekilas adalah terciptanya kedamaian yang sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan, kesejahteraan yang tidak dihantui manipulasi, dan kebahagiaan yang terlepas dari jaring-jaring manipulasi rekayasa sosial. II. Pendidikan Plurasime a. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu bangsa yang paling pluralis di dunia. Dengan ribuan pulau yang ada diwilayahnya, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang dihuni maupun yang tidak, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, dan Negara dengan latar belakang yang paling beraneka ragam. Dengan sekitar 400 kelo mpok etnis dan bahasa yang ada dibawah naungannya, Indonesia juga adalah sebuah Negara dengan kebudayaan yang sangat beragam. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kesempatan yang sangat luas kepada siapa saja tanpa memandang etnis, budaya, dan agama. untuk memenuhi salah satu kebutuh an dasar manusia yaitu kebutuhan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kualitas h idupnya yang mengacu kepada UUD 1945 Pasal 28 C ayat 1 Setiap orang berhak mengem bangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya dem i meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Dalam menjalani proses menjadi manusia seutuhnya bukanlah hal mudah, manusia dit untut untuk dapat mengikuti arus perkembangan zaman yang semakin maju, hal ini d itandai dengan adanya teknologi-teknologi yang serba canggih dan instan. Perkemb angan yang dinilai terlalu memanjakan manusia menyebabkan perubahan sosial pun t urut serta terkena dampaknya, sehingga dapat kita temui adanya pergeseran nilainilai dan norma-norma yang menimbulkan permasalahan sosial. Begitu pula perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indon esia, ini telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masy arakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit

-bibit masalah yang ada dalam masyarakat, seperti ketimpangan antara yang kaya d an yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plura listik-multikultural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontrib usi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar go longan, antar suku dan sebagainya. b. Definisi dan Urgensi Pendidikan Plurasime di Indonesia Dengan menyadari bahwa masyarakat kita terdiri dari banyak suku dan beberapa aga ma, jadi sangat pluralis. Maka, pencarian bentuk pendidikan alternatif mutlak di perlukan. Yaitu suatu bentuk pendidikan yang berusaha menjaga kebudayaan suatu m asyarakat dan memindahkanya kepada generasi berikutnya, menumbuhkan akan tata ni lai, memupuk persahabatan antara siswa yang beraneka ragam suku, ras, dan agama, mengembangkan sikap saling memahami, serta mengerjakan keterbukaan dan dialog. Bentuk pendidikan seperti inilah yang banyak ditawarkan oleh banyak ahli dalam ran gka mengantisipasi konflik keagamaan dan menuju perdamaian abadi, yang kemudian terkenal dengan sebutan pendidikan pluralisme. Apakah sebenarnya pendidikan pluralisme itu? Kalau kita melacak referensi tentan g pendidikan pluralisme, banyak sekali literatur mengenai pendidikan tersebut at au sering dikenal orang dengan sebutan pendidikan multikultural. Namun disini hany a mengutip beberapa definisi tentangnya. Menurut etimologi pluralisme berasal da ri Bahasa Inggris plural yang berarti jamak, lebih dari satu dan isme berarti fa ham, aliran atau kepercayaan. Jadi pluralisme adalah keadaan masyarakat yang maj emuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya). Secara istilah, pluralisme bukan sekedar keadaan atau fakta yang bersifat plural , jamak, atau banyak. Lebih dari itu, pluralisme secara substansial termanisfest asi dalam sikap untuk mengakui sekaligus menghargai, menghormati, memelihara, da n bahkan mengembangkan atau memperkaya keadaan yang bersifat plural. Menurut Frans Magnez Suseno pendidikan pluralisme yaitu suatu pendidikan yang me ngandaikan kita untuk membuka visi pada cakrawala yang semakin luas, mampu melin tas batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama kita sehingga kita mampu melihat kemanusiaan sebagai sebuah keluarga yang memiliki baik perbedaan maupun ke samaan cita-cita. Inilah pendidikan akan nilai-nilai dasar kemanusiaan untuk per damaian, kemerdekaan, dan solidaritas. Nurcholis Madjid memaknai : pluralisme sebagai suatu sistem nilai yang memandang s ecara positif-optimis terhadap kemajemukan, dengan menerimanya sebagai sebuah ke nyataan dan berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu. Muhammad Ali menyebut pendidikan yang berorientasi pada proses penyadaran yang b erwawasan pluralis secara agama sekaligus berwawasan multikultural, seperti itu, dengan sebutan pendidikan pluralis-multikultural. Menurutnya, pendidikan semacam itu harus dilihat sebagai bagian dari upaya komprehensif mencegah dan menaggula ngi konflik etnis agama, radikalisme agama, separatisme, dan integrasi bangsa, s edangkan nilai dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi. Alwi Shihab memberikan beberapa pengertian dan catatan mengenai pluralisme sebag ai berikut : Pertama, pluralisme tidak semata-mata menunjuk pada kenyataan adany a kemajemukan, tetapi juga keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan ter sebut. Pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari se seorang baik ditempat kerja, di kampus, maupun di tempat berbelanja. Akan tetapi dengan melihat pengertian yang pertama ini, orang tersebut baru dapat dikatakan menyandang sifat pluralis apabila dapat berinteraksi secara positif dalam lingkun gan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain, dengan pluralisme tiap pemeluk agama tidak hanya dituntut untuk mengakui keberadaan hak agama Komunitas, Jurnal Peng embangan Masyarakat Islam lain, tetapi ikut terlibat dalam usaha memahami perbed aan dan persamaan guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan. Kedua, pluralism e harus dibedakan dengan kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme menunjuk kepada suat u realitas, yang di dalamnya berbagai ragam agama, ras, dan bangsa, hidup secara berdampingan di sebuah lokasi. Namun demikian tidak terjadi interaksi positif a ntar penduduk lokasi tersebut, khususnya di bidang agama. Ketiga, konsep plurali sme tidak dapat disamakan dengan relativisme. Seorang relativis akan berasumsi b ahwa hal-hal yang menyangkut kebenaran atau nilai ditentukan oleh pandangan hidup se rta kerangka berpikir seseorang atau masyarakatnya. Implikasi dari paham relativ

isme agama adalah bahwa doktrin agama apapun harus dinyatakan benar dan semua ag ama adalah sama. Keempat, pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yaitu menciptak an suatu agama baru dengan memadukan unsur-unsur tertentu dari berbagai ajaran a gama. Memperhatikan beberapa defenisi tentang pendidikan pluralisme tersebut di atas, secara sederhana dapatlah pendidikan pluralisme didefenisikan sebagai pendidikan untuk/tentang keragaman keagamaan dan kebudayaan dalam merespon perubahan demog rafis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara kesel uruhan. Pendidikan disini, dituntut untuk dapat merespon terhadap perkembangan k eragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelomp ok. Begitu pentingnya pendidikan pluralisme ini, sehingga pemerintah berusaha untuk memasukkan ke dalam agenda nasional sebagai salah satu upaya menjaga dan melesta rikan keberagaman kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai macam suku bang sa, ras dan agama, agar terciptanya kerukunan antar sesama manusia, maka dari in i pemerintah mengaturnya ke dalam undang-undang hasil dari amandemen IV. Berikut beberapa pasal dalam Undang-undang dasar 1945 tentang pluralisme dan mul tikulturalisme di Indonesia. Pasal 28 E ayat 1 dan 2 UUD 1945 1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat agamanya, memilih pendidi kan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat t inggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pemi kiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 28 I ayat 2 dan 3 UUD 1945 2. Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif ata s dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bers ifat diskriminatif itu. 3. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pasal 32 ayat 1 dan 2 UUD 1945 1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-n ilai budayanya. 2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Selain itu UU Sisdiknas yang dijabarkan dari UUD 45, telah memberikan keseimbang an antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaska n kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasiona l, yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membent uk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehid upan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjad i manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, seh at, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis s erta bertanggungjawab (pasal 3). Dengan demikian UU Sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbangan antara iman , ilmu dan amal (shaleh). Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendid ikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum (pasal 36 ayat 3), dimana peningk atan iman dan takwa, akhlak mulia, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu. c. Kontroversi Pluralisme Agama Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memili ki agama dan iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak mereka m elakukan perubahan-perubahan di bidang pendidikan, terutama sekali melalui kurik ulumnya yang berbasis keanekaragaman. Sebab, melalui kurikulum seperti ini, memu ngkinkan untuk bisa membongkar teologi agama masing-masing yang selama ini cender ung ditampilkan secara eklusif dan dogmatis. Sebuah teologi yang biasanya hanya mengklaim bahwa hanya agamanya yang bisa membangun kesejahteraan duniawi dan men

gantar manusia dalam surga Tuhan. Pintu dan kamar surga itu pun hanya satu yang tidak bisa dibuka dan dimasuki kecuali dengan agama yang dipeluknya. Dari itu semua dapatlah didefenisikan secara bebas dari sudut pandang agama bahw a pluralisme adalah sebuah paham tentang pluralitas. Paham, bagaimana melihat ke ragaman dalam agama-agama, mengapa dan bagaimana memandang agama-agama, yang beg itu banyak dan beragam ?. Apakah hanya ada satu agama yang benar atau semua agam a benar ?. Paham pluralisme dengan begitu, sangat menghendaki terjadinya dialog antaragama, dan dengan dialog agama memungkinkan antara satu agama terhadap agama lain unt uk mencoba memahami cara baru yang mendalam mengenai bagaimana Tuhan mempunyai j alan penyelamatan. Pengalaman ini, sangat penting untuk memperkaya pengalaman a ntar iman, sebagai pintu masuk ke dalam dialog teologis. Inilah sebuah teologi yang menurut Wilfred C. Smith (1981: 187) disebut dengan istilah world theology (teologi dunia) dan oleh John Hick (1980: 8) disebutnya g lobal theology (teologi global). Kemudian teologi tersebut belakangan ini terken al dengan sebutan teologi pluralisme. Pengertian dan tujuan pluralisme seperti itu, sebenarnya telah lama menimbulkan perdebatan di kalangan umat beragama. Sampai akhirnya, pembicaraan mengenai plur alisme sempat menghangat kembali ketika MUI melalui fatwanya baru-baru ini, menyat akan bahwa pluralisme adalah paham yang sesat dan sangat membahayakan, karena di anggap sebagai paham yang menyebarkan semua agama adalah benar . Padahal kalau kita mau memahami dan mempelajari pengertian dari pluralisme yang dimaksud, pastilah kita akan secara arif dapat menerimanya. Bukankah pluralisme pada dasarnya justru sangat compatible dengan prinsip-prinsip ajaran agama ter utama Islam. Apalagi kalau mau membaca sejarah, pasti kita dapat menyimpulkan b ahwa meskipun Islam merupakan agama termuda dalam tradisi Ibrahimi. Pemahaman di ri Islam sejak kelahirannya pada abad ke-7 justru sudah melibatkan unsur kritis pluralisme, yaitu hubungan Islam dengan agama lain. Dan agama Ibrahimi termuda ini sebenarnya bisa mengungkap diri dalam suatu dunia agama pluralistis. Islam m engakui dan menilainya secara kritis, tapi tidak pernah menolaknya atau mengangg apnya salah. Adhyaksa Dault dalam suatu kesempatan wawancara dengan majalah Sabili tentang pe rnyataan semua agama baik dan benar. Beliau tatkala di undang menghadiri pertemu an di gereja (saat itu ketua DPP KNPI). Begitu saya mau naik, seorang pendeta bilang. Terimakasih , Pak Adhyaksa sebagai ketua KNPI mau hadir ke gereja ini. Ini membuktikan bahwa semua agama baik dan b enar. Kata pendeta itu. Ketika saya naik mimbar, saya katakan pada ucapan pendeta tadi salah, you harus cabut omongan you. Semua agama baik dan benar, itu pernya taan anda untuk mencari muka dengan saya. Anda sebagai orang kristen harusnya me ngatakan orang kristen yang paling baik. Saya sebagai orang Islam harus mengatak an Al-Islam Yalu Wa Laa Yula Alaihi (Islam itu tinggi dan tidak ada yang bisa menan dingi ketinggiannya). Paling benar menurut keyakinan saya adalah Islam. Kalau ma u pembuktiannya, ya nanti di akhirat. Jadi kita dengan agama lain itu Lakum Diin ukum Waliyadiin (bagiku agamaku, bagimu agamamu)..... III. Sekularisme dalam Pendidikan Nasional a. Pengertian Sekularisme Ungkapan yang benar terhadap kata-kata Sekularisme ini adalah tampak pada apa ya ng disebutkan dalam sejumlah kamus dan ensiklopedia asing. Dalam kamus Praktis B ahasa Indonesia misalnya, menyebutkan bahwa sekuler berarti hal-hal yang berkena an dengan duniawi. Ensiklopedi Britania, menyebutkan sekularisme adalah sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorienta si kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, oran g sangat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia. Sekularisme tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi me reka terhadap dunia. Lalu orientasi kepada sekularisme yang merupakan gerakan perlawan terhadap agama

dan ajaran Masehi terus berlanjut di celah-celah sejarah modern seluruhnya. Sementara Kamus Internasional Modern menyebutkan: Sekularisme ialah suatu pandan gan dalam hidup atau dalam satu masalah yang berprinsip bahwa agama atau hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan -pertimbangan keagamaan harus dijauhkan darinya. Maksudnya adalah: Politik sekul er murni dalam pemerintahan, misalnya yang terpisah sama sekali dari agama. Sekularisme juga adalah undang-undang akhlak sosial yang berlandaskan pemikiran yang mewajibkan ditegakkannya nilai-nilai prilaku dan moral menurut kehidupan mo dern dan solidaritas sosial tanpa memandang kepada agama. Adapun seorang orientalis bernama Arberriy dalam bukunya, Ad-Dien fi Asy-Syarqi Al-Awsath, mengatakan berkenaan dengan sekularisme sebagai berikut, Materialisme sekuler dan humanistik serta aliran naturalisme semuanya merupakan bentuk dari sekularisme sebagai ciri khas Eropa dan Amerika yang fenomenanya tam pak di Timur tengah. Ia tidak membuat satu model pun dalam filsafat atau etika t ertentu. Contoh utamanya adalah pemisahan agama dari pemerintahan pada Republik Turki. b. Sekularisme dalam UU Sisdiknas Istilah sekularisme tidak bisa dipisahkan dengan Hervey Cox, teolog dan juga sek aligus sosiolog dari Harvard University. Mungkin karena dialah yang berhasil men cetuskan pengertian istilah ini melalui buku terkenalnya The Secular City, Harvey menjelaskan bahwa dunia ini tidak lebih rendah dari dunia agamis sehingga kita p erlu penduniawian hal-hal yang bersifat duniawi, dengan demikian menurut Tiar An war Bachtiar hal ini merupakan sebagai proses kejatuhan dari agama. Lebih parah lagi ternyata proses ini telah merasuk kedalam sistem pendidikan kita. Dalam Undang-undang Sisdiknas yang diluncurkan pada tahun 2003 lalu dalam Bab Pr insip Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 4 disebutkan bahwa: 1. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nila i kultural dan kemajemukan bangsa. 2. pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan si stem terbuka dan multimakna 3. pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberda yaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat 4. pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan , dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. 5. pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat 6. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyaraka t melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendid ikan. Jika kita telaah dengan seksama mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan ini, sungguh sangat terlihat bahwa undang-undang pendidikan kita memang telah dirasu ki oleh paham ini, dari ayat pertama dalam bab ini, poin pertama yang harus diju njung tinggi adalah hak asasi seseorang sehingga dalam pandangan pejabat negeri ini hak asasi itu lah yang paling utama diatas dari prinsip agama, nilai-nilai a gama tidak boleh berbenturan dengan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Sedang kan di negara-negara liberal, dia tidak ingkar terhadap agama dalam bentuk teran g-terangan. Namun sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Asad. Agama tidak memiliki ruang dalam tatanan pemikiran mereka saat ini . Lebih lanjut lagi dalam bab tersebut dapat dilihat bahwa adanya ketidak seimbang an yang diajarkan dalam sistem pendidikan indonesia, kita lebih dicekoki dengan hal-hal yang sifatnya lebih kepada perkembangan tingkat intelektualitas dan meng esampingkan tingkat keimanan, nilai keagamaan yang hanya muncul dalam satu kata dari sekian poin itu seperti hanya menjadi korban dari sebuah kompromi politik. Mereka menganggap nilai keimanan bukanlah suatu pendukung bagi peningkatan mutu pendidikan, biarlah semakin meluasnya pergaulan bebas asal intelektualitas merek a tetap terjaga dengan demikian mutu pendidikan yang tolak ukurnya dengan angkaangka diatas secarik kertas tetap terpelihara. Dari fenomena yang terjadi saat ini, negara ini sepertinya sudah memasuki suatu proses kehancuran iman yang merupakan suatu kehancuran paling terbesar bagi umat

manusia seperti yang dikatakan oleh Rasulullah SAW Apabila perzinahan dan sudah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka (HR Thabrani dan al-hakim). Dengan demikian, mari kita sama-sama untuk menanamkan prinsip-prinsip agama dala m diri kita dan berlindunglah dalam Islam dari setiap permasalahan dunia karena Islam merupakan agama yang sempurna dan komprehensif bagi seluruh tantangan zama n. Sesuai janji Allah SWT bahwa Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu aga mamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu ja di agama bagimu (QS Al-Maidah:3). Wallahu Alam. c. Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur,sistem pendidikan kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah uu sisdi knas no. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi, pendidikan nasional bertujua n membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakh lak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang de mokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak sela lu anti iman dan anti taqwa. Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk mengatu r kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Yang dihasilkan sekolah, kurikulu m pendidikan dan buku-buku panduannya, kegiatan sekolahnya, lingkungannya, serta para pendidik didalamnya adalah persoalan yang beraneka ragam. Jadi, selama ag ama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap siste m pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan be rtaqwa (sebagai perilaku individu). Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diis i oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang meng erti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, depag), ti dak mampu terjun di sektor modern. Jadi, pendidikan sekular memang bisa membikin orang pandai, tapi masalah integritas kepribadian atau perilaku, tidak ada jami nan sama sekali. Sistem pendidikan sekular itu akan melahirkan insan pandai tapi buta atau lemah pemahaman agamanya. Lebih buruk lagi, yang dihasilkan adalah or ang pandai tapi korup. Profesional tapi bejat moral. Ini adalah out put umum dar i sistem pendidikan sekular. d. Pembagian Sekularisme Dari segi sikapnya terhadap agama, sekularisme sesuai dengan kenyataan dan apa y ang dinyatakan oleh para ahli, yaitu terbagi dua: 1. Sekularisme yang Netral/Moderat. 2. Sekularisme yang agresif/Memusuhi agama. Sekularisme yang Netral/Moderat Sekularisme yang moderat adalah sekularisme liberal yang dianut oleh negara-nega ra Eropa/Barat dan Amerika. Negara-negara yang disebut dengan Alam Bebas atau Lib eralisme. Negara-negara yang menggembar-gemborkan kebebasan dan hak asasi manusia secara umum, termasuk kebebasan beragama dan kebebasan manusia untuk komitmen t erhadap aturan-aturan yang berlaku. Setiap pernyataan bahwa sekularisme bentuk ini lebih ringan ancamannya terhadap agama dibanding yang kedua, karena sekularisme jenis pertama ini tidak mendukung dan tidak memusuhi agama disampaikan begitu lantang dan tegas. Pertanyaan seperti itu disampaikan begitu tegas mengandung makna bahwa setiap in dividu dapat menjalankan kewajiban agamanya yang bersifat pribdai dibawah kekuas aan sekularisme tersebut dan tetapnya masjid dan gereja serta tempat-tempat ibad ah lainnya sebagai tempat ibadah mereka. Sekularisme yang agresif Memusuhi Agama Sekularisme jenis ini adalah sekularisme Marxis yang dianut oleh Uni Soviet dan Rusia yang atheis serta negara lain yang sepaham. Sekularisme jenis ini sangat m emusuhi agama dan berusaha untuk melenyapkannya termasuk membersihkannya dari da lam masjid atau gereja, karena agama bagi mereka adalah musuh yang bertentangan dengan pandangannya, oleh karena itu harus dikubur. Sebagian sekularisme liberal dan yang menganggap dirinya penganut demokrasi meni ru atau mengikuti sekularisme Marxis dengan memerangi agama dan membunuh pandang

an-pandangannya. Syekh Aidh Abdullah Al-Qarni (Penulis Buku Laa Tahzan) memberikan pandangannya t erhadap kaum sekularisme dan liberalisme. Saya mengajak para dai, ulama, dan pelajar Indonesia untuk mewaspadai sekularism e dan liberalisme. Keduannya adalah musuh berbahaya, karena mereka menyerang dar i dalam laksana ulat bagi pohon. Kaum sekularis dan liberalis sama seperti orang -orang munafik. . e. Sekularisme Menurut Pandangan Agama Islam Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam art ian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hu kum. Orang-orang yang menyeru sekularisme berpendapat bahwa sekularisme adalah s ebuah keharusan. Kemal Ataturk dan kelompoknya pernah berkata, Kehidupan senatia sa berubah sedangkan syariat ( hukum agama ) tetap. Dengan kata lain: Sekularisme ialah memisahkan Allah Taala dari hukum dan undangundang mahluk-Nya. Allah tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mere ka adalah diri mereka sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai selera nya. Dengan demikian, sekularisme sangat berlawanan dengan syariat Islam, karena Isla m punya tugas mengeluarkan manusia dari kepungan hawa nafsunya menuju tuntunan I lahi. Allah Azza wa Jalla berfirman, Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu sy ariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganl ah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mer eka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-oran g yang zalim. Pertentangan dan kontradiksi ini semakin jelas bahwa syariat Islam merupakan manh aj yang syamil (komprehensif) yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, bai k individu, masyarakat, ruhani, jasmani, agama, politik, kebudayaan, ekonomi, re gional dan internasional. Hal ini senada dengan pemikiran Prof. DR. HM. Amien Ra is bahwa Islam bersifat akomodatif dan terbuka terhadap berbagai input yang data ng dari manapun juga asalnya. Hanya saja syaratnya adalah input-input tersebut h arus sesuai atau terabsorbir dalam paradigma Qurani. Oleh karena itu, syariah yang dikenal dan dipraktikkan oleh masyarakat muslim sa at ini, dalam pandangan Amien Rais, juga tidak dapat dipisahkan dari identifikas i sebagai suatu warisan ijtihad dari para ulama dan fuqaha. Pernyataannya ini be rarti bahwa syariah seperti yang tercermin dalam Al-Quran dan Sunnah menempati po sisi yang utama dan tidak apat diintervensi oleh input-input lain dari luar syar iah islam kecuali jika input-input tersebut berada dalam posisi yang tidak beseb rangan dengan Syariah itu sendiri. Syariat Islam sebagaimana dijelaskan tadi merupakan hakim pemutus untuk seluruh perbuatan dan tindak-tanduk manusia. Sekularisme pun tiada bedanya, ia ingin men gatur seluruh kehidupan manusia dengan pandangannya yang putus dengan langit, se hingga harus melawan agama. Wallahu Alam

BAB 3 P E N U T U P Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang san gat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah masyarakat multikultural. Bilan kita mengenal masyarkat sebagai kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu meng organisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia, plurarisme tidak dapat dipahami h anya dengan mengatakan bahwa masyarkat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dar i berbagai suku dan agama. Sebab, jika hal semacam ini yang menjadi pemahaman, m aka bukan pluralisme yang dipahami, tetapi hanya menggambarkan kesan fragmentati f. Selain itu, pluralisme juga tidak boleh dipahami sekedar sebuah kebaikan nega tif. Sebab, cara pandang semacam ini hanya mampu meminimalisasi fanatisme, tetap i belum sampai ke taraf membangun pluralisme secara hakiki. Menurut Nurcholis M ajid, pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikata n-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities wthin the bond of civility) . Akhirnya kedewasaanlah yang memimpin semua ini agar apa yang di cita-citakan ber sama dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik lagi dan dapat terwuju d dengan sempurna sesuai falsafah pancasila serta kontrak sosial yang telah di t entukan bersama. Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang b aik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu (Gus Dur)

REFERENSI : 1. Akh. Muzakki, M.Ag. SANG PAHLAWAN REFORMASI : Mengupas Pemikiran Agama d an Politik Amien Rais . Penerbit Lentera Jakarta. 2004 2. Arifin, Anwar, Prof. Dr., Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional da lam Undang-Undang SISDIKNAS, POKSI VI FPG DPR RI, 2003. 3. Al-Quran terjemah hadiah dari Khadim Al-Haramain Asy-Syarifain Raja Fahd Ibn Abd Al-Aziz Al-Saud. Mujamma Al-Malik Fahd Li Thiba Al-Mush-haf Asy-Syarif Medi nah Munawwarah. Tahun 1419 H / 2000 M. 4. Fadhlia Annisa (Makalah) Pluralisme dan Multikulturalisme. UGM 5. Husniyatus Salamah Z,Dra. M.Ag. Abstraksi Pendidikan Multikultural: Upay a Membangun Keberagamaan Inklusif di Sekolah . 6. H.A.R Tilaar,2003.Kekusaan Dan Pendidikan Suatu Tinjauan Dan Persepektif Studi Kultural.Indonesia dalam Makalah Minten Ayu Larasati, Pengertian Pendidik an Multikultural . Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2012 7. http://abibakarblog.com/kritik-liberal/pengertian-%E2%80%98ilmaniah-atau sekularisme/ 8. http://politik.kompasiana.com/2011/04/22/sekularisme-kah-kita/

9. http://agama.kompasiana.com/2010/07/10/islam-dan-pluralisme-di-indonesia 10. Muhammad Ali dalam Kompas, 26 April 2002 11. Muhammad Zuhailli, Dr. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini . Penerbit A.H. Baadillah Press Jakarta. 2002 12. Ngainun Naim & Achmad Sauqi. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL : Konsep dan Aplik asi. Ar-Ruzz Media. 2010 13. Rifqi Akbar. Sekularisme dalam Pendidikan nasional. Tulisan di Hidayatulla h.com, penulis adalah master candidate in Islamic Banking and Finance, Kulliyah of Economics, University College of Bahrain. 14. Syahrial syarbini, Dasar Dasar Sosiologi Yogyakarta : Graha Ilmu , 2009 15. Syamsul Maarif, M.Ag. ISLAM DAN PENDIDIKAN PLURALISME (Menampilkan Wajah I slam Toleran Melalui Kurikulum PAI Berbasis Kemajemukan). Disampaikan dalam Annu al Conference Kajian Islam di Lembang Bandung Tanggal, 26-30 Nopember 2006. Faku ltas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang. 2006 16. Tri Rama. K, Drs. Kamus Praktis Bahasa Indonesia . Penerbit Karya Agung S urabaya. 17. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen I, II, III, dan IV 18. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen didikan Nasional. Percetakan PT. Kloang Klede Putra Timur bekerjasama dengan Kop erasi Primer Praja Mukti I Depdagri. 2003 19. Yusuf Al-Qaradhawi, DR. Penterjemah : Samson Rahman. Islam Abad 21 : Ref leksi Abad 20 dan Agenda Masa Depan. Penerbit Pustaka Al-Kautsar Jakarta. 2001 20. --------------------------------. Penterjemah Arif Munandar Riswanto, Lc Faktor-faktor Pengubah Fatwa. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta 2009.