Tugas Rekayasa Aquaculture

19
TUGAS REKAYASA AQUACULTURE LATAR BELAKANG Kawasan pesisir Indonesia memiliki ekosistem yang cocok bagi pengembangan kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Pengoperasian tambak udang biasanya dikembangkan di daerah pasang surut. Di kawasan tersebut tersedia air setinggi 0,8-1,5 m selama periode rata-rata pasang tinggi, yang dapat digunakan untuk budidaya udang dan untuk pengeringan secara sempurna pada saat diperlukan. Pertambakan yang dibangun di kawasan pesisir difungsikan untuk pemeliharan (budidaya) udang. budidaya udang bertujuan sebagai kegiatan membesarkan benih udang (nener) menjadi udang dengan size30, selama labih kurang 4 bulan masa pemeliharaan. Selama masa pemeliharaan, setiap ekor udang bila mendapat pakan dan air yang baik, akan tumbuh dengan cepat guna memproduksi daging udang. Di Indonesia, budidaya udang di tambak dikategorikan pada tiga system produksi, yaitu sistem ekstensif, semi intensif dan intensif. pada tambak intensif padat penebarannya di atas 100.000 ekor per ha, menggunakan benur dari harchery dengan pergantian air 3-4 hari sekali. Padat penebaran yang tinggi membutuhkan pakan dalam jumlah besar. menerapkan sistem semi intensif dengan padat penebaran cukup tinggi, menggunakan kincir dan pakan buatan atau pellet. Dalam kondisi demikian, beban bahan organik tambak menjadi tinggi. Bahan organik berasal dari ekskresi udang, sisa pakan dan bangkai organisme yang mengendap di dasar tambak. Untuk menanggulangi hal tersebut, pada tambak semi intensif dilakukan pengaerasian dan pergantian air yang cukup, baik kuantitas maupun frekuensinya. Upaya tersebut dilakukan guna mempertahankan kualitas air bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimum organisme target. Untuk mempertahankan agar kualitas air tetap optimum bagi organisme budidaya, di tambak intensif seluas 1 ha dibutuhkan air sebanyak 29-39 liter per detik. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tambak semi intensif dan ekstensif. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pertambakan udang adalah ketepatan pemilihan lokasi. Kekeliruan

Transcript of Tugas Rekayasa Aquaculture

Page 1: Tugas Rekayasa Aquaculture

TUGAS REKAYASA AQUACULTURE

LATAR BELAKANG

            Kawasan pesisir Indonesia memiliki ekosistem yang cocok bagi pengembangan kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Pengoperasian tambak udang biasanya dikembangkan di daerah pasang surut. Di kawasan tersebut tersedia air setinggi 0,8-1,5 m selama periode rata-rata pasang tinggi, yang dapat digunakan untuk budidaya udang dan untuk pengeringan secara sempurna pada saat diperlukan.            Pertambakan yang dibangun di kawasan pesisir difungsikan untuk pemeliharan (budidaya) udang. budidaya udang bertujuan sebagai kegiatan membesarkan benih udang (nener) menjadi udang dengan size30, selama labih kurang 4 bulan masa pemeliharaan. Selama masa pemeliharaan, setiap ekor udang bila mendapat pakan dan air yang baik, akan tumbuh dengan cepat guna memproduksi daging udang.            Di Indonesia, budidaya udang di tambak dikategorikan pada tiga system produksi, yaitu sistem ekstensif, semi intensif dan intensif. pada tambak intensif padat penebarannya di atas 100.000 ekor per ha, menggunakan benur dari harchery dengan pergantian air 3-4 hari sekali. Padat penebaran yang tinggi membutuhkan pakan dalam jumlah besar.  menerapkan sistem semi intensif dengan padat penebaran cukup tinggi, menggunakan kincir dan pakan buatan atau pellet. Dalam kondisi demikian, beban bahan organik tambak menjadi tinggi. Bahan organik berasal dari ekskresi udang, sisa pakan dan bangkai organisme yang mengendap di dasar tambak. Untuk menanggulangi hal tersebut, pada tambak semi intensif dilakukan pengaerasian dan pergantian air yang cukup, baik kuantitas maupun frekuensinya. Upaya tersebut dilakukan guna mempertahankan kualitas air bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimum organisme target.            Untuk mempertahankan agar kualitas air tetap optimum bagi organisme budidaya, di tambak intensif seluas 1 ha dibutuhkan air sebanyak 29-39 liter per detik. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tambak semi intensif dan ekstensif. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pertambakan udang adalah ketepatan pemilihan lokasi. Kekeliruan pemilihan lokasi akan menyebabkan membengkaknya kebutuhan modal, tingginya biaya operasi, rendahnya produksi dan munculnya masalah lingkungan.            Pengalaman membuktikan bahwa lokasi pertambakan, teknologi yang diterapkan dan pola sebaran tambak di suatu kawasan pantai akan berdampak luas terhadap mutu lingkungan, stabilitas produksi tambak dan keuntungan ekonomi usaha pertambakan.            Dengan demikian, keputusan yang diambil untuk memilih lahan yang sesuai untuk pertambakan harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna tanah yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya.            Lahan untuk usaha pertambakan harus memenuhi persyaratan biologis, teknis, sosial ekonomi dan hygienis, karena kesesuaian lahan pertambakan akan sangat menentukan produktivitas tambak. Beberapa hal yang harus diperhatikan secara ekologis guna keberhasilan usaha pertambakan yaitu: pasokan air, topografi, tipe tanah, vegetasi.

Page 2: Tugas Rekayasa Aquaculture

Tujuan Mendesain Tambak

·         Agar kita dapat mengetahui tentang pola tata guna tanah serta kesesuaian lahan yang disesuaikan dengan potensi wilayahnya sebagai tempat media pembuatan tambak nantinya.

·         Agar kita dapat menentukan tipe tambak yang menguntungkan bagi usaha pembudidayaan.·         Agar kita dapat mendesain bentuk tambak yang layak untuk proses pembudidayaan.·         Desain tambak dapat dijadikan informasi serta bahan acuan bagi mahasiswa lain serta bagi

yang berminat mengembangkannya.

Manfaat            Manfaat laporan ini antara lain adalah diperolehnya suatu alternatif sistem budidaya udang yang menghasilkan produktifvitas tinggi dengan limbah buangan seminimal mungkin.  Hal ini dapat dicapai bila ada keseimbangan antara komponen-komponen ekosistem tambak sehingga menghasilkan kondisi lingkungan yang optimal bagi kehidupan udang sehingga pemanfaatan pakan oleh udang menjadi efisien.

I.                   SYARAT-SYARAT PEMILIHAN LOKASI TAMBAK

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan itu sendiri, maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

·         Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan daerah banjir. Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari pencemaran. tambak harus tetap dibangun di atas ketinggian permukaan air surut tertinggi karena jika tidak maka tambak akan terus menerus tergenang, sedangkan pengeringan secara berkala mutlak diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tambak.

·         Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH) berkisar 7 – 8,5·         Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan kandungan pasirnya tidak

lebih dari 20%.·         Perlu di pertimbangkan tentang topografi areal pantai, sifat fisik dan kimiawi tanah

(kesuburan), kondisi vegetasi mangrove, dan keadaan prasarana (jalan atau sungai) untuk mengangkut barang-barang kebutuhan operasional tambak dan pemasaran hasil.

A. PERSIAPAN TAMBAK

a. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses dimana seluruh air yang berada di area tambak dikeringkan total sampai tanah mengerut. Persiapan tanah dasar tambak yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan total kemudiaan penjemuran tanah dasar dibawah terik matahari hingga tanahnya retak. Lama penjemuran sekitar 1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca. Khusus tambak yang pernah digunakan untuk memelihara udang, lapisan atas tanah dasar tambak perlu dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan yang sudah membusuk. Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan cangkul. Jika kondisi tanah dasar tambak

Page 3: Tugas Rekayasa Aquaculture

tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan atas tidak perlu dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul atau bajak (Ahmad dkk, 2006).

b. Pengapuran

Pengapuran merupakan proses kedua dalam pembuatan tambak yang mana pengapuran merupakan proses penaburan kapur pertanian. Jika proses pengeringan dan pembalikan tanah dasar dianggap cukup, selanjutnya dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian. Pengapuran tidak hanya dilakukan di tanah dasar tambak, tetapi juga di dinding tanggul bagian dalam yang mengarah ke tambak. Cara pengapuran adalah menyebar kapur secara merata ke seluruh tanah dasar dan dinding tanggul (Ahmad dkk,2006).

c. PemupukanPemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah dilakukan tahap-tahap

sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk NPK dosis 4-5 ppm dan penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1 ppm. Gunanya, untuk menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati karena aplikasi klorin. Bila plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus dimasukkan bibit plankton yang diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur tersebut. Bila plankton tidak dibenarkan diambil dari tambak lain karena kekhawatiran akan tertular penyakit (Suyanto, 2009).

Persyaratan kualitas air tambak yang siap untuk di tebari benur antara lain, kecerahan 35-45 cm (diukur dengan secchi disk), warna air coklat muda atau hijau, pH air 7,5-8,5, oksigen terlarut (DO) 3-4 ppm, dan kedalaman air > 70 cm. Untuk petani yang memiliki alat pemeriksaan kualitas air dan tanah yang lengkap, dapat diukur juga alkalinitas 90-140 ppm dan total bahan organic kurang dari 150 ppm (Suyanto, 2009).

B. PENEBARAN

a. Kepadatan

Kepadatan benur yang ditebar tergantung dari metode budidaya yang diterapkan, kondisi tambak (daya dukung), kualitas air, dan sarana penunjang yang tersedia, seperti aerator (kincir air) dan pompa air. Padat tebar benur pada budidaya udang secara intensif adalah 150.000-300.000 ekor/ha. Jika tambak memiliki daya dukung yang prima dan prasarana yang memadai, padat tebar bisa lebih tinggi, tetapi penambahan padat tebar ini dipertimbangkan lebih matang (Khairul A, 2003).

Padat penebaran benih udang windu bila diberikan pakan tambahannya dedak halus, penebarannya sebanyak 100-200 ekor per meter persegi, dan jika diberi makanan tambahan pelet yang berkadar protein 25%, penebaran benih sebanyak 300-400 ekor per meter persegi. Benih udang windu akan cepat tumbuhnya, kalau dipelihara dalam tambak yang baik (Prahasta A, 2009).

Page 4: Tugas Rekayasa Aquaculture

b. Waktu yang Baik Untuk Penebaran

Waktu yang baik untuk penebaran yaitu kondisi yang cocok untuk proses penebaran. Penebaran sebaiknya dilakukan saat teduh,seperti pada pagi hari atau sore hari. Hindari penebaran benur ketika hujan atau terik matahari karena akan menyebabkan stress, bahkan bisa memicu kematian udang windu (Khairul A, 2003).

c. Kriteria Bibit yang Baik

Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya (Anonim, 2009).

Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas (Anonim, 2009).

Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru (Anonim, 2009).

II.  KERANGKA PEMIKIRAN

2.1.  Deskripsi Teoritis

2.1.1.      Sistem Budidaya

          Pada dekade tahun 1980, budidaya udang secara intensif  berkembang sangat pesat.  Pembukaan tambak baru dengan hamparan yang cukup luas, seringkali kurang memperhatikan keberadaan jalur hijau, akibatnya populasi pohon bakau sangat menurun, bahkan di beberapa tempat dibabat habis.  Pada sisi lain para pengusaha seakan berusaha memacu produksi dengan meningkatkan padat tebar udang.  Dengan padat tebar yang tinggi, diikuti dengan pemberian pakan yang  lebih banyak per satuan luas tambak akan menambah berat beban lingkungan.  Hal ini diperburuk dengan sistem pembuangan air sisa pemeliharaan yang kurang baik, akibatnya dari waktu ke waktu terjadi akumulasi bahan organik sisa pakan dan kotoran udang dalam tambak dan lingkungan estuaria.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1990 tanda-tanda pengaruh memburuknya lingkungan mulai terlihat,  pertumbuhan udang mulai lambat dan seringkali terserang penyakit.  Budidaya udang intensif mulai menghadapi masalah setelah terjadi wabah virus MBV yang mematikan udang dan munculnya senyawa metabolik toksik (amonia, nitrit, dan H2S).  Serangan

Page 5: Tugas Rekayasa Aquaculture

MBV ini terparah terjadi di pantai utara P. Jawa, dan pada saat itu hampir seluruh kegiatan budidaya udang intensif dihentikan.

2.1.2.      Biologi

Pola hidup yang merupakan sifat dasar dari udang adalah bersifat bentik dan nokturnal.  Sifat bentik dimulai sejak udang bermetamorfosis menjadi PL (Bailey-Brock dan Moss, 1992).  Sifat demikian akan menjadi faktor pembatas manakala di dasar tambak terdapat cemaran timbunan bahan organik (terutama yang berasal dari sisa pakan maupun feses) ataupun pada saat kekurangan oksigen.  Oleh karena itu, sifat bentik dapat menjadi dasar pertimbangan manajemen lingkungan tambak.  Sifat nokturnal, yaitu aktif pada malam hari, dapat digunakan sebagai dasar untuk manajemen pakan yang berarti bahwa prosentase pakan yang lebih banyak harus diberikan pada malam hari; atau implikasinya adalah dengan memperdalam kolom air (yaitu >1m) (Primavera, 1994). 

a.  Induk

            Udang windu tersebar secara luas di perairan Indonesia, dan kelimpahannya di setiap daerah dipengaruhi oleh musim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk udang yang berasal dari perairan Aceh mempunyai keragaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.  Meskipun udang dewasa yang tertangkap dapat dijadikan sebagai induk, namun induk yang diperoleh dari hasil budidaya sudah mempunyai gen adaptif terhadap lingkungan (Gjedrem, 1983).  Waktu pencapaian matang telur untuk induk alam adalah 4-6 minggu sedangkan untuk induk hasil budidaya selama 8-12 minggu, meskipun sudah dengan perlakuan ablasi (Primavera, 1994).  Produksi nauplii mencapai kurang lebih 250.000 ekor/induk. 

           Dalam pemilihan induk perlu diperhatikan tiga hal pokok guna mendapatkan benih bermutu, yaitu: 1) keragaan genetik yang tinggi, 2) tipe ekosistem dari asal induk dengan daerah budidaya, dan 3) jumlah induk yang digunakan, terutama bila induk berasal dari hasil budidaya. 

 2.1.3.      Lingkungan

 Lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan udang adalah yang mampu menyediakan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang optimal.  Kondisi lingkungan fisik yang dimaksud antara lain suhu dan salinitas.  Kondisi lingkungan kimia antara lain meliputi pH, oksigen terlarut (DO), nitrat, ortofosfat, serta keberadaan plankton  sebagai pakan alami.  Selain itu perlu diperhatikan timbulnya kondisi lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan udang, bahkan dapat mematikan udang, misalnya munculnya gas-gas beracun serta mikroorganisme patogen. 

2.1.4.  Pakan dan Kemungkinan Dampak yang Ditimbulkan a.  Pakan            Pada prinsipnya komponen pakan dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) komponen makro, 2) komponen mikro, dan 3) komponen suplemen atau ‘food additives’.  Protein, karbohidrat, dan lemak termasuk dalam komponen makro; sedangkan yang termasuk dalam komponen mikro adalah vitamin, mineral dan zat pengikat (‘binder’).  Berbagai

Page 6: Tugas Rekayasa Aquaculture

senyawa yang seiring dimasukkan ke dalam komponen food additives meliputi senyawa antioksidan, antibiotik, atraktan, pewarna, enzim dan vitamin atau mineral tunggal yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pakan untuk tujuan-tujuan tertentu. 

b.  Kemungkinan Dampak yang Ditimbulkan

           Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk mendukung pertumbuhan maksimum dan pemenuhan kebutuhan energinya, udang membutuhkan protein pakan pada konsentrasi yang tinggi (Deshimaru dan Shigeno, 1972).  Sebagai akibat yang kemungkinan besar dapat ditimbulkannya adalah ekskresi bahan organik bernitrogen (baik yang berasal dari feses maupun metabolit) maupun pakan yang tidak termakan dalam jumlah yang besar.  Kondisi lingkungan tambak yang mengandung banyak sisa bahan organik dapat menyebabkan dua hal, yaitu udang mengalami tekanan fisiologis diluar toleransinya serta menurunnya daya tahan udang terhadap penyakit.  Salah satu penyakit udang yang diyakini disebabkan oleh jenis virus sama adalah ‘white spot disease’.  Namun karena diteliti oleh berbagai kelompok peneliti dari berbagai negara, maka mereka menamakannya dengan istilah masing masing, yaitu ‘white spot disease’, WSD, SEMBV, WSSV, WSBV, HHNBV, RV-PJ, PmNOBII, PmNOBIII.

Berbagai masalah yang telah diuraikan tersebut di atas dapat diperbaiki dengan tiga cara, yaitu melalui: (1) manajemen biota, (2) manajemen lingkungan, serta (3) manajemen pakan yang baik.  Dari beberapa alternatif, budidaya dengan resirkulasi merupakan suatu alternatif yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan guna menanggulangi permasalahan dalam budidaya udang.

III.  APLIKASI TEKNOLOGI

Selama ini air buangan tambak intensif dengan kandungan bahan organik yang sangat tinggi dibuang ke lingkungan melalui saluran tambak, dengan harapan dapat terbawa arus ke laut lepas.  Kenyataannya air buangan ini terdorong oleh arus dan pasang air laut dan masuk kembali ke saluran-saluran tambak.  Hal ini akan menyebabkan penumpukan bahan organik di wilayah pertambakan.  Pencemaran bahan organik di tambak merangsang timbulnya penyakit udang.  Kondisi ini telah terjadi pada tambak intensif dengan desain konvensional (Gambar 1).

Desain Tambak Berwawasan Lingkungan 

Kesuksesan suatu budidaya perairan (akuakultur) tergantung pada: 1) Pengendalian siklus reproduksi suatu organisme budidaya secara lengkap; diketahuinya latar belakang genetika induk dengan baik; dan penentuan (diagnose) penyakit serta pencegahan terjadinya penyakit yang dilakukan secara cermat; 2) Penyediaan air yang cukup dengan kualitas baik; dan pemahaman yang benar berdasarkan fisiologi lingkungan serta kondisi nutrisi; dan 3) Aplikasi teknik manajemen inovatif.

3.1.  Manajemen Biota

Page 7: Tugas Rekayasa Aquaculture

3.1.1.  Udang

         Keragaan udang dewasa umumnya sudah dapat ditunjukkan oleh laju pertumbuhannya selama tahap larva dan postlarva.  Apabila pada tahap awal udang dapat menunjukkan respon positif terhadap pakan yang diberikan, yang ditunjukkan oleh kelancaran perkembangan mulai dari nauplius, zoea, mysis sampai postlarva (PL), maka diharapkan perkembangan selanjutnya di tambak juga akan mengikuti respon awal tersebut.  Sebagai dasar perbandingan, pada umumnya perkembangan nauplius menjadi zoea memerlukan waktu 2-3 hari, zoea-mysis 3 hari, mysis-PL1 3-4 hari, serta PL1 sampai siap tebar 12-15 hari.  Perkembangan metamorfosis tersebut paling mudah untuk dijadikan indikator tentang keragaan pertumbuhan udang karena kelancaran dalam pergantian kulit (‘molting’) menunjukkan pertumbuhan yang positif bagi larva udang.  Pada beberapa kasus, perkembangan larva yang terlambat (‘kuntet’) akan menghasilkan laju pertumbuhan yang kecil selama pemeliharaan di tambak. 

            Agar benur dapat beradaptasi dengan lingkungan tambak, maka dilakukan aklimatisasi.  Proses ini akan dilakukan terutama untuk parameter suhu dan salinitas air.  Dengan proses ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan hidup udang yang selanjutnya meningkatkan nafsu makan serta secara langsung akan meningkatkan derajad kelangsungan hidup (SR).

            Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik (yaitu metamorfosis yang cepat dan serentak) diperlukan kondisi media optimal.  Faktor fisika dan kimia air yang perlu diperhatikan adalah suhu, salinitas, pH, dan lain-lainnya.  Sebagai contoh, suhu yang stabil (29±1)˚C akan menyediakan kondisi optimum untuk aktivitas metabolisme tubuh.  Salinitas yang mendekati titik isosmotik cairan tubuhnya dapat menghemat energi yang seharusnya untuk memelihara tingkat kerja osmotik, dapat digunakan untuk energi tumbuh.  Selain itu diperlukan pakan (alami dan buatan) dengan kandungan nutrisi yang lengkap dan sesuai pada masing-masing fase.  Dengan kondisi demikian, metamorfosis yang cepat dan serentak dapat dicapai, sehingga pertumbuhan pada fase berikutnya (PL, juvenil dan dewasa) di tambak tidak terganggu. 

            Manajemen terhadap faktor luar (fisika, kimia air dan nutrisi ) sifatnya temporal dalam satu musim pemeliharaan, maka memperbaiki keragaan biota harus ditempuh dari dalam dan permanen (perbaikan mutu genetik).  Perbaikan mutu genetik (seleksi) dapat diarahkan kepada trait-trait tertentu sesuai yang diinginkan, misalnya trait pertumbuhan, trait metamorfosis, dan sebagainya.  Pembentukan strain demikian dapat dilakukan dengan metoda konvensional (seleksi) atau menggunakan teknologi terkini yaitu penambahan/penyisipan gen tertentu (transgenik).  Dengan pembentukan strain demikian sistem budidaya udang akan dipermudah dan produksi dapat tetap dimaksimalkan.  Manajemen biota secara demikian diharapkan mampu mendukung pertumbuhan udang dengan laju pertumbuhan yang cepat dengan sintasan yang tinggi.  

3.1.2.      Penyakit             Dalam kegiatan budidaya udang windu, penyakit merupakan salah satu kendala atau masalah yang dihadapi.  Pengendalian penyakit harus dilakukan sejak dini,  dan dimulai dari awal budidaya, baik pada pembenihan maupun pembesaran udang windu.  Hal yang harus diperhatikan dalam tindakan itu adalah keamanan, efisiensi dan ekonomi bagi penggunaan agent atau substansi yang dipakai.

Keamanan, efisiensi dan ekonomi merupakan suatu pertimbangan yang utama.  Bahan-bahan kimia yang dipakai dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan, kesehatan konsumen dan resistensi patogen.  Atas dasar ini, perlu dicari

Page 8: Tugas Rekayasa Aquaculture

alternatif jenis tindakan yang aman untuk diaplikasikan. Karena itu, dalam kegiatan budidaya berwawasan lingkungan maka bioremediasi, merupakan alternatif terhadap upaya yang memenuhi tiga tinjauan seperti di atas.

Pada sistem budidaya udang dengan cara konvensional, air buangan tanpa pengolahan yang dikeluarkan dari tempat budidaya ke lingkungan merupakan polutan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan perairan. 

 3.2.   Manajemen Lingkungan

  Beberapa kegiatan untuk mengelola budidaya dengan metode ramah lingkungan dapat dilakukan melalui:

1.     Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak mencemari lingkungan .

2.    Pemanfaatan mangrove untuk menurunkan kadar limbah budidaya udang, merupakan suatu cara bioremediasi dalam budidaya udang sistem tertutup (Ahmad dan Mangampa,  2000) 

3.    Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik sehingga pencemaran di perairan dapat dikurangi.

Kualitas air dalam tambak terkait dengan sumber air yang masuk dalam tambak, proses biologis dalam tambak dan proses fisik, seperti ganti air dan aerasi.  Pengelolaan kualitas lingkungan tambak yang bertujuan untuk menyediakan habitat yang layak bagi kehidupan udang dimulai dari saat membuat desain tambak.  Terdapat perbedaan yang substansial antara desain tambak sistem terbuka dengan desain tambak yang tertutup .

Untuk  itu saya menggunakan desain tambak tertutup, saya memilih desain tambak tertutup ini karna untuk menjalankan proses pembudidayaannya, tambak ini sangat efisien dan ramah lingkungan.Dalam desain tambak ini saya akan memanfaatkan mangrove sebagai bioremediator yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas udang serta menghasilkan kualitas air yang baik.

Tambak udang sistem tertutup (resirkulasi) bertujuan untuk mengurangi kontaminasi dengan lingkungan sekitarnya.  Air baru yang berasal dari laut ditampung di tandon utama, diberi perlakuan kaporit 30 ppm untuk memberantas seluruh hama penular sekaligus dengan partikel virus (virion) bebas di dalam air (Kokarkin dan Kontara, 2000).  Kajian berikutnya dosis khlorin dapat diturunkan antara 5-20 ppm.  Kemudian air disalurkan ke petak tambak.  Air buangan sisa budidaya disalurkan ke petak tandon sekunder, kemudian ditampung di petak tandon utama.  Dengan sistem ini selama budidaya penambahan air dari luar seminal mungkin, dan hanya diperlukan untuk mengganti air yang menguap dan yang merembes ke tanah, serta mempertahankan salinitas air tetap layak.

Dalam mengatasi serangan hama dan penyakit dari air masuk adalah dengan mengggunakan multi spesies ikan liar yang dipelihara di tandon.  Jenis ikan yang digunakan adalah keting (Ketangus sp), bandeng (Chanos chanos), kakap putih (Lates calcalifer), petek (Leiognatus insidiator), dan wering (Kurtus indicius) untuk memakan udang liar yang berpotensi sebagai pembawa agen penyakit sehingga tidak menularkannya pada udang yang sehat di dalam wadah pemeliharaan (Gambar  3).  

Page 9: Tugas Rekayasa Aquaculture

Untuk mendapatkan kondisi optimum dalam budidya udang perlu diperhatikan hal-hal berikut.  Sebuah tambak harus memiliki kandungan oksigen minimal 3,5 mg/l untuk tambak tradisional dan minimal 4 mg/l untuk tambak intensif dan semi-intensif.  Untuk mendapatkan kondisi optimum bagi kelangsungan budidaya udang maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1.     Sebuah tambak semi-intensif dan intensif harus melakukan pemasangan kincir air (paddle wheel) sesuai dengan target produksi: satu kincir untuk target 300 kg udang.

2.    Pemupukan air harus dilakukan sejak bulan pertama ditentukan berdasarkan rasio N dan P di perairan hingga mendekati 16:1 agar fitoplankton kelompok Bacillariophyceae atau Chlorophyceae dapat tumbuh dengan stabil.

3.     Pada tingkat kehidupan udang yang tinggi atau kepadatan udang lebih dari 15 ekor/m2  pada bulan ketiga, pemberian pakan harus diperkaya dengan vitamin C dan E, serta kalsium, masing-masing 500 mg, 300 SI, dan 10 g/kg pakan, dua hari sekali, pada jam pakan tertinggi.  Pengkayaan pakan ini diperlukan sekali karena suplai dari alam sudah sangat terbatas (Kokarkin dan Kontara, 2000).

4.     Pergantian air harus dilakukan dengan rutin sebesar 10-20% per hari, sejak bulan kedua (Fast, 1992); namun tetap dengan air yang telah diendapkan selama empat hari dalam petak ikan atau diendapkan satu hari setelah disaring halus dan diberi kaporit sebanyak 5 ppm.  Pergantian air diperlukan untuk memasok unsur-unsur mikro bagi pertumbuhan fitoplankton dan untuk membuang sisa metabolik yang larut di dalam air (Kokarkin dan Kontara, 2000). 

3.3.  Manajemen Pakan

              Desakan internasional agar tetap memperhatikan dan melestarikan lingkungan mendorong untuk pembuat formulasi pakan yang ‘ramah’ atau berwawasan lingkungan, termasuk manajemen pemberiannya agar lebih efisien.  Terkait dengan masalah tersebut adalah: (a) pengadaan pakan dengan kandungan protein rendah, (b) optimalisasi profil/konfigurasi asam amino, (c) optimalisasi perbandingan protein terhadap energi (P/E ratio) dari pakan, (d) perbaikan kualitas bahan pakan, (e) pemilihan bahan pakan yang mempunyai daya cerna tinggi, dan (e) optimalisasi strategi manajemen pakan.  Dengan strategi seperti pada point (a) sampai dengan (e) diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan efisiensi pakan dan menekan permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah bernitrogen.    

Penggunaan karbohidrat dalam pakan adalah penting dikarenakan beberapa hal: (a) sebagai sumber energi yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan protein, maka karbohidrat dapat menekan ongkos produksi dan yang pada akhirnya dapat menurunkan total harga pakan (Cruz-Suarez et al., 1994), (b) pada tingkat tertentu, karbohidrat mampu men-substitusi energi yang berasal dari protein pakan (‘sparing’ protein pakan) dan karena itu efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dapat ditingkatkan (Rosas et al., 2000), (c) sebagai binder, karbohidrat (terutama yang berasal dari bahan pakan tertentu) mampu meningkatkan kualitas fisik pakan dan menurunkan prosentase ‘debu pakan’ (Hastings dan Higgs, 1980), (d) sebagai komponen tanpa nitrogen, maka penggunaan karbohidrat dalam jumlah tertentu dalam pakan dapat menurunkan sejumlah limbah ber-nitrogen sehingga meminimalkan dampak negatif dari pakan terhadap lingkungan (Kaushik dan Cowey, 1991), yang juga merupakan media hidup dari udang itu sendiri. 

Page 10: Tugas Rekayasa Aquaculture

            Jenis dan tingkat karbohidrat pakan mempengaruhi laju pertumbuhan udang.  Misalnya, kelangsungan hidup juvenil udang windu dipengaruhi oleh tingkat karbohidrat; sedangkan sukrosa dan glukosa adalah lebih baik daripada trehalosa dalam meningkatkan pertumbuhannya (Pascual et al., 1983; Alava dan Pascual, 1987).  Dalam penelitiannya, Rosas et al. (2000) mendapatkan bahwa pakan dengan kandungan karbohidrat 10% belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi-karbohidrat, dan masih perlu energi dari protein pakan.  Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai maksimum dari tingkat glikogen dan aktifitas α-amilase terjadi pada udang yang diberi pakan mengandung 21% karbohidrat.           

Udang mampu mencerna karbohidrat pakan menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana dan dapat diserap melalui dinding usus sebelum masuk ke dalam aliran darah.  Daya cerna atau kemampuan dalam memanfaatkan karbohidrat bervariasi dan terkait dengan sumber/asal karbohidrat, spesies, proses pembuatan pakan (pemanasan/penggunaan suhu saat pembuatan pellet), kondisi lingkungan hidupnya (terutama suhu), dan status kesehatan.             Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa udang dari spesies tertentu mampu memanfaatkan karbohidrat pakan pada konsentrasi yang tinggi (Cruz-Suarez et al., 1994).  Hal ini membuktikan bahwa penggunaan karbohidrat dalam pakan berpotensi untuk dapat terus ditingkatkan hingga konsentrasi tertinggi-optimum. 

3.3.1.  Kontrol Sistem Akuakultur

              Kebutuhan protein pakan yang tinggi dapat berarti limbah bernitrogen dan biaya pakan yang tinggi pula.  Sebanyak kurang lebih 25% nitrogen pakan dimanfaatkan oleh organisme target (udang atau ikan), sisanya diekskresikan sebagai ammonia atau sebagai N-organik dalam feses atau sisa pakan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air (Hargreaves, 1998; Avnimelech, 1999).  Karena itu, peningkatan prosentase karbohidrat yang diberikan secara langsung ke dalam pakan hingga kebutuhan maksimum sering dilakukan.  Disamping itu, karbohidrat dapat pula diberikan secara tidak langsung melalui biosintesis protein mikrobial.  Penambahan karbohidrat dilakukan sebagai bagian dari skema pemberian pakan.  Pada kasus ini, penambahan substrat berkarbon menyebabkan ‘recycling’ dan meningkatkan penggunaan protein melalui penggunaan protein-protein mikroba.  Pendekatan metode ini telah dirintis oleh Avnimeleh (1999), yaitu penambahan substrat berkarbon guna menurunkan N-organik dan memproduksi protein mikroba dalam sistem akuakultur.             

3.3.2.  Strategi Pemberian Pakan

          Konsumsi pakan akan meningkatkan produksi hormon anabolik untuk langsung menggunakan nutrien tercerna.  Peningkatan hormon anabolik tersebut yang terjadi setelah pemberian pakan kemudian secara langsung mungkin mengaktifkan proses-proses yang mendorong peningkatan pertumbuhan seperti transport nutrien intestinal atau sintesis protein.  Karena itu, kemungkinan yang ada adalah bahwa periode puasa dapat dijadwalkan kedalam strategi pengaturan pemberian pakan untuk mengaktifkan respon-respon endokrin yang mengurangi lipogenesis atau mendorong terjadinya lipolisis’.             Puasa (‘fasting’) memberikan efek endokrin yang berbeda bila dibandingkan dengan pembatasan pemberian pakan (‘food restriction’).  Farbridge et al. (1992) mendapatkan bahwa level hormon pertumbuhan menurun pada rainbow trout yang diberi makan terbatas, namun sebaliknya, sering ditemukan bahwa hormon pertumbuhan meningkat pada ikan yang dipuasakan.  Disimpulkan bahwa status fisiologis yang diakibatkan oleh pembatasan pemberian pakan secara substansial berbeda dengan yang terjadi selama puasa penuh.  Ditambahkan bahwa puasa yang berkepanjangan justru mendorong terjadinya proses-proses katabolisme seperti

Page 11: Tugas Rekayasa Aquaculture

mobilisasi protein untuk mempertahankan kehidupan ikan.  Dengan demikian, perlu dikaji periode waktu yang tepat antara hari-hari pemberian pakan (‘feeding periods’) dan puasa (‘fasting time’). 

PANEN

1. Waktu Panen dan Ukuran PanenUdang windu yang dipelihara secara semi-intensif, pertumbuhannya agak lambat

disbanding dengan pada budidaya intensif. Karena pada tambak intensif air tambak sering diganti dan pakan cukup bermutu sehingga pertumbuhan udang cepat. Pada tambak semi-intensif, dalam waktu pemeliharaan 4-5 bulan udang baru mencapai berat rata-rata 25-28 gram/ekor. Sedangkan pada tambak intensif dalam waktu pemeliharaan 4 bulan atau kurang berat udang dapat mencapai 35-40 gram/ekor (Suyanto, 2006).

2. Metode PanenMetode pemanenan ialah dengan menggiring udang yang umumnya berada di dasar

tambak. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jarring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei yang lain. Udang yang terkumpul di kubangan dekat pintu air itu dengan mudah diambil. Cara menangkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan memasang jarring penadah yang cukup luas/panjang disaluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam Lumpur (Suyanto, 2006).Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu (Suyanto, 2006) :1. Ukurannya besar2. Kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat3. Masih dalam keadaan hidup dan segar.

Jenis – Jenis Panen

1. Panen Selektifa.         Panen menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere

sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.b.         Panen menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air

Page 12: Tugas Rekayasa Aquaculture

tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.

c.         Panen menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.

2. Panen Totala.         Panen total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan

dengan pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.

b.         Panen menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.

c.         Panen menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramairamai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.

d.         Panen memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahalahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.

e.         Panen menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.

PASCA PANEN

Pasca panen merupakan persiapan yang dilakukan sebelum melakukan panen. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen (Suyanto, 2006) :1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.

Page 13: Tugas Rekayasa Aquaculture

7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya. (Anonim, 2009).

IV.  KESIMPULAN

            Sistem budidaya udang windu secara tertutup dapat dipakai sebagai alternatif budidaya

yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produksi udang yang tinggi secara lestari. 

Kinerja sistem budidaya tersebut akan lebih baik bila didukung dengan manajemen biota,

manajemen lingkungan dan manajemen pakan.