Tugas Mata Kuliah Pembangunan Pertanian Regional

7
TUGAS MATA KULIAH PEMBANGUNAN PERTANIAN REGIONAL (GPW 3207) “Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Provinsi Daerah Istimewa YogyakartaDosen Pengampu: Lutfi Muta’ali, Dr., M.T. Nama : Galih Rakasiwi (10/298145/GE/06797) Mukti Taufik (10/297880/GE/06786) FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

description

Tugas Materi Kuliah Pembangunan Pertanian Regional dalam Bidang Keilmuan Pembangunan Wilayah

Transcript of Tugas Mata Kuliah Pembangunan Pertanian Regional

  • TUGAS MATA KULIAH PEMBANGUNAN PERTANIAN REGIONAL

    (GPW 3207)

    Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Provinsi

    Daerah Istimewa Yogyakarta

    Dosen Pengampu: Lutfi Mutaali, Dr., M.T.

    Nama : Galih Rakasiwi (10/298145/GE/06797)

    Mukti Taufik (10/297880/GE/06786)

    FAKULTAS GEOGRAFI

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2014

  • A. PENDAHULUAN

    Paradigma pembangunan pertanian di era reformasi menempatkan petani sebagai

    subjek dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tujuan pembangunan pertanian adalah

    memberdayakan petani menuju suatu masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan

    berkeadilan. Pembangunan pertanian dapat dicapai melalui pembangunan pertanian yang

    berkesinambungan ditandai adanya kelangsungan produksi yang memberikan keuntungan

    dan adanya kebebasan bagi petani untuk menentukan pilihan terbaik dalam usaha tani.

    Pembangunan tersebut diharapkan mampu meningkatkan sebagian besar pelaku ekonomi

    ikut serta dalam menghasilkan, menikmati dan melestarikan hasil pembangunan.

    Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki empat kabupaten dan satu

    kota. Masing-masing wilayah memiliki potensi di bidang pertanian dan pangan. Latar

    belakang yang berbeda satu dengan yang lain ini akan menghasilkan kinerja yang berbeda

    pula antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Kabupaten Sleman memiliki daerah

    kawasan lereng Gunung Merapi yang merupakan daerah sumber air yang besar yang

    menjadi pendukung dalam budidaya padi, buah-buahan dan sayuran. Selain itu juga ada

    wilayah barat yang meliputi daerah Godean, Minggir, Seyegan dan Moyudan yang

    merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air. Kabupaten Sleman

    bersama dengan Kabupaten Bantul sangat potensial dalam penanaman tanaman padi sawah.

    Keberhasilan luas panen keduanya didukung luas lahan dan keberhasilan dalam

    pengendalian hama. Kegiatan perekonomian di Kabupaten Bantul bertumpu pada sector

    pertanian, karena sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian yang subur.

    Daerah ini diapit oleh dua buah sungai yaitu Sungai Progo di sebelah barat dan Sungai

    Opak di sebelah timur. Kabupaten Bantul juga memiliki sejumlah aktivitas perikanan darat

    dan laut.

    Kabupaten Kulonprogo merupakan daerah agraris yang memiliki peran besar

    dalam membangun ketahanan pangan di propinsi DIY. Potensi komoditas pertanian

    Kulonprogo di antaranya adalah padi, ketela pohon, dan jagung yang tersebar di seluruh

    daerah. Buah-buahan seperti semangka, cabe merah, bawang merah, melon, dan kelapa

    menjadi andalan di lahan pasir di wilayah pesisir

    Kabupaten Gunungkidul memiliki lahan kering yang luas dan bias dimanfaatkan

    untuk pertanian lahan kering. Garis pantai yang panjang di laut selatan Kabupaten

    Gunungkidul juga dapat menyuplai hasil perikanan laut. Kota Yogyakarta sebagai ibukota

    provinsi memiliki beberapa perguruan tinggi dan pusat studi yang melakukan penelitian

  • tentang pertanian dan pangan. Walaupun jika dilihat dari luas wilayahnya, Kota

    Yogyakarta memiliki luas wilayah yang terkecil yang sudah padat dengan pemukiman

    penduduk dan berbagai aktivitas ekonomi.Dengan melihat potensi yang beranekaragam ini,

    diperlukan suatu kajian tentang potensi unggulan yang dimiliki tiap wilayah agar dapat

    ditentukan pengembangan komoditas yang tepat. Pemilihan komoditas yang tepat akan

    membantu pencapaian ketersediaan pangan berbasis produksi pangan lokal.

    B. TUJUAN

    1. Mengklasifikasikan perkembangan peran sektor pertanian di Provinsi DI

    Yogyakarta

    2. Mengklasifikasikan perkembangan produktivitas sektor pertanian di Provinsi DI

    Yogyakarta

    3. Mengklasifikasikan perkembangan basis ekonomi sektor pertanian di Provinsi DI

    Yogyakarta

    4. Mengklasifikasikan perkembangan dampak pengganda sektor pertanian di Provinsi

    DI Yogyakarta

    C. METODE

    1. Wilayah:

    a. Kabupaten Gunungkidul

    b. Kabupaten Kulonprogo

    c. Kabupaten Sleman

    d. Kabupaten Bantul

    e. Kota Yogyakarta

    2. Data:

    a. Data PDRB Harga Berlaku masing-masing Kabupaten di DIY tahun 2003 dan

    2008

    b. Data Tenaga Kerja masing-masing Kabupaten di DIY tahun 2003 dan 2008

    c. Data Luas Penggunaan Lahan Pertanian (Ha) masing-masing Kabupaten di

    DIY tahun 2003 dan 2008

    3. Teknik Analisis:

    a. LQ (Location Quorient)

    b. Tipologi Klassen

  • D. HASIL PEMBAHASAN

    1. Peran Ekonomi

    Berdasarkan data PDRB provinsi DIY pada tahun 2003, sektor pertanian

    setidaknya menyumbang hingga 17,9% dari total PDRB di DIY. Namun persentase

    ini menurun pada tahun 2008 dimana sektor pertanian hanya menyumbang sebesar

    15% dari total PDRB di DIY meskipun jumlah pendapatan dari sektor pertanian

    meningkat dari segi nominal. Hal ini dikarenakan perkembangan sektor pertanian

    bisa dikatakan tertinggal oleh perkembangan sektor PDRB lain, khususnya sektor

    perhotelan, restoran, dan pariwisata, sehingga peran sektor pertanian terhadap

    PDRB menurun.

    Pada tabel klasifikasi peran sektor pertanian terlihat bahwa peran sektor

    pertanian di kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo meningkat, meskipun peran

    sektor pertanian pada kabupaten Sleman, Bantul, dan Kota menurun. Penurunan

    peran sektor pertanian pada wilayah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul) ini

    disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan yang cukup besar dari lahan pertanian

    menjadi lahan terbangun. Cukup banyak terjadi pembangunan pada lahan pertanian

    seperti pembangunan perumahan dan ruko yang menyebabkan penyempitan lahan

    pertanian. Hal ini tentu saja secara otomatis mengurangi pendapatan daerah dari

    sektor pertanian.

    Selain itu yang menjadi keprihatinan terhadap sektor pertanian dari segi

    perekonomian adalah terkonsentrasinya kemiskinan pada daerah-daerah di

    kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Meskipun kedua kabupaten tersebut

    merupakan kabupaten yang memiliki peran tinggi dalam sektor pertanian di DIY

    angka kemiskinannya cukup tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain.

    Diperlukan pengalokasian APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) pada

    sektor pertanian untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Selain itu perlu juga

    adanya perubahan pengelolaan pertanian secara modern agar hasil bertani tidak

    hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, namun juga

    dikembangkan secara modern agar diolah menjadi produk lain dengan nilai jual

    yang lebih tinggi untuk memakmurkan perekonomian para petani.

    2. Tenaga Kerja

  • Berdasarkan data jumlah tenaga kerja di DIY, terlihat bahwa jumlah tenaga

    kerja pada sektor pertanian tahun 2003 mencapai 30% dari total tenaga kerja di

    DIY. Meskipun persentase ini menurun pada tahun 2008 menjadi 27% hal ini

    masih termasuk dalam jumlah persentase yang cukup besar karena hal itu berarti

    lebih dari seperempat penduduk DIY bermatapencaharian sebagai petani. Jumlah

    tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian ini tentu saja memprihatinkan

    mengingat bahwa sektor pertanian kurang diperhatikan melihat kecilnya PDRB

    sektor pertanian di DIY. Cukup dengan melihat dari perbandingan bahwa jumlah

    petani cukup besar sedangkan pendapatan dari sektor pertanian cukup kecil maka

    bisa disimpulkan bahwa sebagian besar petani di DIY masuk dalam golongan

    masyarakat ekonomi menengah kebawah.

    3. Lahan Pertanian

    Faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keberlangsungan budidaya

    komoditas pertanian adalah ketersediaan lahan. Dari 5 kabupaten di DIY, kbupaten

    Gunungkidul memiliki luas pertanian paling besar, diikuti Kulonprogo, Sleman,

    Bantul, dan Kota Yogyakarta. Untuk lahan pertanian di kabupaten Sleman dan

    Bantul, penurunan luas lahan cukup signifikan akibat alih fungsi lahan dari lahan

    pertanian menjadi lahan terbangun dan diperkirakan penurunan ini akan terus

    meningkat setiap tahunnya.

    Secara garis besar isu alih fungsi lahan inilah yang menjadi latr belakang

    ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 10

    tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Namun

    demikian implementasinya tidak efektif karena tidak didukung oleh data dan sikap

    proaktif yang memadai. Setidaknya ada tiga kendala dasar yang menjadi alasan

    mengapa peraturan pengendalian konversi lahan sulit terlaksana, yaitu: kendala

    koordinasi kebijakan, kendala pelaksanaan kebijakan, dan kendala konsistensi

    perencanaan.

    Terkait dengan tiga kendala tersebut, tidak efektifnya peraturan yang telah

    ada juga dipengaruhi oleh: (i) sistem administrasi lahan masih lemah; (ii)

    koordinasi antar lembaga yang terkait kurang kuat; (iii) implementasi tata ruang

    yang belum memasyarakat; dan (iv) konservasi tanah dan air yang belum memadai.

    Di sisi lain persepsi tentang kerugian akibat konversi lahan sawah cenderung bias

  • ke bawah (under estimate). Dampak negatif konversi lahan sawah tidak dianggap

    sebagai persoalan yang perlu ditangani secara serius dan konsisten. Kompetensi

    untuk melakukan pengendalian alih fungsi lahan sawah masih rendah, karena

    belum adanya suatu aturan baku yang dapat memayungi seluruh upaya

    pengendalian yang dilakukan dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif

    yang ada.

    Upaya strategis dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan

    perlindungan terhadap lahan pertanian produktif di Provinsi DIY perlu ditopang

    oleh suatu peraturan perundang-undangan dalam hal ini Peraturan Daerah (Perda)

    yang: (i) menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup; (ii) mampu mencegah

    terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian secara tidak

    terkendali; dan (iii) menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian

    yang tersedia.

    4. Komoditas Pertanian

    Ada cukup banyak komoditas pertanian yang ada di DIY, misalnya salak

    (khususnya salak pondoh), durian, bawang merah, susu kedelai, tebu, padi dan lain

    sebagainya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistika), komoditas palawija

    yang cukup potensial untuk dibudidayakan di DIY antara lain jagung, ubi kayu,

    kacang tanah, dan kedelai. Tanaman padi juga cukup banyak ditanam di DIY pada

    musim-musim tertentu, karena faktor musim dan cuaca menentukan curah hujan

    dan suplai air yang menjadi unsur terpenting dalam budidaya tanaman padi. Secara

    umum masa penanaman padi secara masal di wilayah DIY dilaksanakan pada bulan

    Oktober hingga Desember atau pada saat memasuki musim penghujan. Akibatnya

    panen raya tanaman padi setiap tahun akan berlangsung selaman bulan Januari

    hingga bulan Maret.

    Untuk melindungi keberlanjutan komoditas tanaman pertanian di DIY,

    maka perlu adanya perlindungan terhadap lahan-lahan pertanian, khususnya lahan

    yang subur. Pembangunan seharusnya hanya diperbolehkan pada lahan-lahan yang

    dianggap sudah tidak layak untuk ditanami sehingga lahan pertanian tidak

    terancam oleh konservasi lahan.

  • E. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kondisi sektor pertanian di DIY sudah cukup mengkhawatirkan dan membutuhkan

    perhatian khusus dari pemerintah daerah. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya persentase

    sektor pertanian terhadap PDRB DIY yang beradadi bawah persentase 20%. Tingginya

    tenaga kerja di sektor pertanian (petani) dibandingkan dengan rendahnya PDRB sektor

    pertanian menjadi indikasi bahwa sebagian besar petani di DIY termasuk dalam golongan

    petani miskin atau golongan ekonomi menengah ke bawah. Perlu adanya kebijakan untuk

    mensejahterakan petani mulai dari perlindungan lahan pertanian dari ancaman alih fungsi

    lahan, pelatihan pengolahan produk-produk pertanian untuk meningkatkan nilai jual

    komoditas tani, pemodalan UMKM pada sektor-sektor pertanian, dan sebagainya.

    F. PUSTAKA

    Modul Praktikum Metode dan Teknik: Analisis Sosial-Ekonomi

    http://agricenter.jogjaprov.go.id/index.php?action=generic_content.main&id_gc=23

    http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/berita-431-potensi-unggulan-varietas-lokal-

    yogyakarta.html

    http://yogyakarta.bps.go.id/flipbook/2013/Statistik%20Daerah%20Istimewa%20Yogyakar

    ta%202013/HTML/files/assets/basic-html/page46.html