Tugas Mandiri Endokrin Skenario 1

107
TUGAS MANDIRI ENDOKRIN SKENARIO 1 PENGLIHATAN TERGANGGU LI 1 Memahami dan menjelaskan Insulin LO 1.1 Struktur Struktur Insulin Secara kimia, insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51asam amino, 30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan olehikatan disulfida.Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lenganpendek dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63dalamr antai A dan 90 dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiridari dua heliks terjalin yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masingterdiri dari gula deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen 9 yang berbeda yaitu adenin, timin, sitosin dan guanin. Sintesis proteintertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan dasar tersebut yang diulang. Insulin adalah suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel- sel kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasikadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormoninsulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan Insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresiguna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkanhormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia ataudikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus tergantung insulin (diabetestipe 1). Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. RantaiA terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. SITI MUTIA LATIFAH 1102012281 Page 1

description

k

Transcript of Tugas Mandiri Endokrin Skenario 1

TUGAS MANDIRI ENDOKRIN SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGULI 1 Memahami dan menjelaskan InsulinLO 1.1 StrukturStruktur InsulinSecara kimia, insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51asam amino,30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan olehikatan disulfida.Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lenganpendek dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63dalamr antai A dan 90 dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiridari dua heliks terjalin yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masingterdiri dari gula deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen 9 yang berbeda yaitu adenin, timin, sitosin dan guanin. Sintesis proteintertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan dasar tersebut yang diulang.Insulin adalah suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel-sel kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasikadar gula darah (kadar gula darah dijaga3,5-8,0 mmol/liter). Hormoninsulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutanInsulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresiguna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkanhormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia ataudikenal juga sebagai sebutaninsulin eksogen. Kekurangan insulin dapatmenyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus tergantung insulin (diabetestipe 1). Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2rantai polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. RantaiA terdiri dari21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.

LO 1.2 SintesisSintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

(related:repository.unand.ac.id/96/1/INSULIN__MEKANISME_SEKRESI_DAN_ASPEK_METABOLISME.doc sintesis insulin)

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung 2 rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida.

Insulin dihasilkan oleh sel pulau Langerhans pancreas.

Insulin terbentuk dari suatu molekul tunggal (preproinsulin) yang terdiri dari 110 asam amino.

Masuk ke retikulum endoplasma dan memangkas sinyal peptide yang terdiri atas 23 asam amino.

Proinsulin

Masuk ke apparatus golgi dan memangkas rantai C yang terdiri dari 33 asam amino yang dihilangkan oleh aktivitas enzim prohormon convertase 1 dan 2.

Terbentuk insulin, disimpan di granula sekretorik dan akan dikeluarkan secara eksositosis ke dalam sirkulasi setelah mendapatkan sinyal spesifik (contoh : arginine, lysine, glukosa, dsb).Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC

LO 1.3 SEKRESI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKRESIDalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini ( Gb. 2 ) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84)

Insulin SecretionIntravenous glucose stimulationFirst-Phase

SecondPhaseIGT

Normal

Type 2DMBasal

Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer ( Girard, 1995 )

Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum). Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara 100 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT ).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah (glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

LO 1.4 PERANInsulin memiliki efek yang luas dan kompleks, sehingga dikelompokkan sebagai berikut :

Efek Kerja Cepat (detik)Peningkatan transport glukosa, asam amino, dan K+ ke dalam sel peka insulin

Efek Kerja Menengah (menit)Stimulasi sintesis proteinPenghambatan pemecahan proteinPengaktifan enzim glikolitik dan glikogen sintasePenghambatan fosforilase dan enzim glukoneogenik

Efek Kerja Lambat (jam)Peningkatan mRNA enzim lipogenik dan enzim lain

Efek insulin pada berbagai jaringanJaringan adiposeMeningkatkan pemasukan glukosaMeningkatkan sintesis asam lemakMeningkatkan sintesis gliserol fosfatMeningkatkan pengendapan trigliseridaMengaktifkan lipoprotein lipaseMenghambat lipase peka hormoneMeningkatkan ambilan K+

OtotMeningkatkan pemasukan glukosaMeningkatkan sintesis glikogenMeningkatkan ambilan asam aminoMeningkatkan sintesis protein di ribosomMenurunkan katabolisme proteinMenurunkan pelepasan asam amino glukoneogenikMeningkatkan ambilan keton Meningkatkan ambilan K+

HatiMenurunkan ketogenesisMeningkatkan sintesis proteinMeningkatkan sintesis lemakMenurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan gluconeogenesis dan peningkatan sintesis glikogen dan glikolisis

UmumMeningkatkan pertumbuhan sel

Efek penting dari insulin adalah untuk menurunkan kadar glukosa, lemak, dan asam amino darah dengan mendorong penyerapan bahan-bahan tersebut oleh sel dan menyimpannya dalam bentuk glikogen, trigliserida, dan protein.

Efek pada KarbohidratInsulin merupakan satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar gula darah, mempunyai 4 efek sebagai berikut : Mempermudah transport glukosa ke dalam sebagian besar sel. Merangsang glikogenesis di otot rangka dan hati. Menghambat glikogenolisis. Menghambat glukoneogenesis, sehingga mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati.

Efek pada LemakMenurunkan asam lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida : Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke sel jaringan lemak. Meningkatkan transport glukosa ke sel jaringan lemak melalui rekrutmen GLUT-4. Glukosa merupakan prekusor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol yang merupakan bahan mentah untuk membentuk trigliserida. Mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya mensintesis trigliserida. Menghambat lipolysis.

Efek pada ProteinMenurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein : Mendorong transport aktif asam amino ke dalam otot dan jaringan lain. Meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein. Menghambat penguraian protein.

Pengontrol utama sekresi insulin : sistem umpan balik negative langsung antara sel pancreas dan konsentrasi glukosa dalam darah. Hal lainnya yang mengatur sekresi insulin adalah : Peningkatan kadar asam amino darah produksi insulin akan meningkat shg sintesis protein meningkat dan kadar asam amino berkurang. Glucose-dependent insulinotropic peptide (GIP) : hormone saluran cerna yang dikeluarkan sbg respons thdp adanya makanan merangsang pengeluaran insulin. Sistem syaraf otonom. Pulau Langerhans memiliki banyak persarafan parasimpatis (vagus) peningkatan aktivitas PS sbg respons thdp adanya makanan akan meningkatkan sekresi insulin.

Sedangkan stimulasinya akan dihambat oleh stimulasi simpatis dan peningkatan epinefrin.

Mekanisme Kerja Insulin Sebagai Transporter GlukosaUntuk mengangkut glukosa dari darah ke dalam sel dibutuhkan suatu pembawa/ pengangkut membrane plasma yang dikenal sebagai pengangkut glukosa (glucose transporter, GLUT). Terdapat 6 bentuk GLUT yang telah diketahui dan dinamai sesuai urutan penemuannya. Setiap anggota dari family GLUT memiliki fungsi yang sedikit berbeda, misal : GLUT-1 berperan memindahkan glukosa menembus sawar darah otak. GLUT-2 berperan memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus je akiran darah sekitar melalui pembawa kotranspor. GLUT-3, pengangkut utama glukosa ke dalam neuron, dsb.

Pengangkut glukosa yang bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh adalah GLUT-4, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin. Banyak terdapat di otot rangka dan jaringan lemak. Molekul glukosa tidak dapat dengan mudah menembus sawar sebagian besar sel tanpa adanya insulin, shg kebanyakan jaringan bergantung pada insulin. Insulin akan mendorong penyerapan glukosa melalui proses rekrutmen pengangkut.

Insulin berikatan dengan reseptor sel peka insulin.

Mempertahankan vesikel intrasel yang mengandung GLUT-4 untuk bergerak ke membran plasma dan menyatu dengannya, shg GLUT-4 tersisip di membrane plasma.

Dengan adanya GLUT-4 di membrane plasma, penyerapan glukosa menjadi meningkat 10-30x.

Saat insulin berkurang, GLUT-4 akan mengalami endositosis, dimana ia akan diambil kembali dari membrane plasma dan masuk ke dalam vesikel.

Namun, ada beberapa jaringan yang tidak tergantung pada insulin untuk menyerap glukosa : Otak, memerlukan pasokan gula konstan untuk kebutuhan energinya setiap saat, bersifat permeable bebas thdp glukosa setiap saat melalui molekul GLUT-1 dan GLUT-3. Otot yang sedang aktif, saat berolahraga otot tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, walaupun pada saat istirahat memerlukannya. Hati, tidak bergantung pada insulin karena tidak mengandung GLUT-4. Namun, insulin akan meningkatkan metabolisme glukosa oleh hati dengan merangsang fosforilasi glukosa untuk membentuk glukosa-6-fosfat. Fosforilasi glukosa yang masuk ke dalam sel akan menjaga konsentrasi glukosa intrasel rendah, shg gradient yang mempermudah difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel dipertahankan.Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGCSherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC

LI 2. Memahami dan menjelaskan Diabetes MelitusLO 2.1 DefinisiDiabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin,atau kedua-duanya.

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

LO 2.2 EpidemiologiSecara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, 5/11/09, http://www.depkes.go.id

LO 2.3 KlasifikasiKlasifikasi Diabetes ADA dan Intoleransi Glukosa Abnormal1.Diabetes Melitusa. Tipe 1(1) Autoimun(2) Idiopatikb. Tipe 2

2.Diabetes Melitus Kehamilan (GDM)

3.Tipe Spesifik Laina. Cacat genetik fungsi sel beta : MODYb. Cacat genetik kerja insulin : sindrom resistensi insulin beratc. Endokrinopati : sindrom Cushing, akromegalid. Penyakit eksokrin pancrease. Obat/ induksi kimiaf. Infeksi

4.Gangguan Toleransi Glukosa (IGT)

5.Gangguan Glukosa Puasa (IGF)

Diabetes Melitus Tipe 1 (Dependen Insulin)Dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset, karena sebagian besar terjadi sebelum usia 30 tahun. Penderita DM tipe ini menghasilkan sedikit insulin/ sama sekali tidak menghasilkan insulin. Dapat dibagi dalam 2 subtipe :(a) Autoimun, menyebabkan perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin, biasanya dikarenakan kelainan genetik. Kejadian ini dapat dipicu oleh obat-obat tertentu dan infeksi virus, misal infeksi virus coxsackie B4/ gondongan atau virus lainnya.(b) Idiopatik, tidak diketahui sumbernya dan tidak ditemukan adanya reaksi autoimun.

Diabetes Melitus Tipe 2 (Non-dependen Insulin)Dulu dikenal sebagai tipe maturitas-onset, karena biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

Diabetes Gestasional (GDM)Dikenali pertama kali selama kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Saat hamil, terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa.

Kriteria seseorang yang hamil menderita GDM menurut OSullivan dan Mahan (1973) adalah jika glukosa oral puasa : 105 mg/dL dan glukosa 2 jam setelah makan : 165 mg/dL. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24-28 minggu, karena penderitanya akan beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian janin yang viable yang lebih tinggi.

Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

LO 2.4 ETIOLOGI0. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)0. Faktor geneticPenderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.0. Faktor imunologiPada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.0. Faktor lingkunganFaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.0. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)1. Obesitas1. Riwayat keluarga

LO 2.5 PATOGENESISDiabetes Melitus Tipe 1Biasanya pada saat DM ini mucul, sebagian besar sel pancreas sudah rusak akibat proses autoimun.

DM ini diawali dengan adanya predisposisi/ kerentanan genetik.

Keadaan lingkungan dapat memicu dimulainya proses ini, contoh : infeksi virus.

Insulitis : terjadi peradangan pancreas.

Monosit/ makrofag dan limfosit T teraktivasi menginfiltarsi sel pulau.

Perubahan/ transformasi sel , sehingga dianggap menjadi sel asing.

Terbentuk antibodi sitotoksik dan bersama imun seluler merusak sel pancreas.

Insulin yang terbentuk sedikit/ tidak ada sama sekali.

Hiperglikemi

Diabetes Melitus

Foster, Daniel W. Bab 13 Endokrinologi dan Metabolisme.

Diabetes Melitus Tipe 2Patofisiologi pada DM tipe 2 disebabkan karena 2 hal yaitu : Penurunan respons jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin. Penurunan kemampuan sel pancreas untuk mensekresi insulin sebagai respons terhadap beban glukosa.

Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya untuk melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor/ down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Selain itu, kondisi hiperinsulinemia juga dapat menyebabkan desensitasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase resptor, translokasi glucose transporter, dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan resistensi insulin, terjadi peningkatan glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik). Pada tahap ini, sel pancreas mengalami adaptasi diri sehingga responsnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitive, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin.

eprints.undip.ac.id/29184/4/Bab_3.pdf

DM Tipe I DM Tipe IIReaksi AutoimunIdiopatik, usia, genetil, dllJmh sel pancreas menurunsel pancreas hancurGlukosuriaDiuresis OsmotikDefisiensi insulinKatabolisme protein meningkatLipolisis meningkatHiperglikemiaPenurunan BB polipagiGlukoneogenesis Kehilangan elektrolit urineGliserol asam lemak bebas

KetogenesisKehilangan cairan hipotonikHiperosmolaritasPolidipsiketoasidosisketonuriacoma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999). Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

LO 2.6 DIAGNOSISAnamnesis, dapat diketahui gejala-gejala seperti diatas dan riwayat keluarganya. Namun yang terpenting dalam mendiagnosis DM adalah melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah, dalam hal ini harus diperhatikan bahan asal darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (yang dianjurkan, dengan cara enzimatik dan bahan darah berasal dari plasma vena). Berikut adalah kriteria diagnosis DM menurut WHO :

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

ATAU

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7 mmol/L) + glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Gejala khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan BB menurun tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala yang tidak khas DM adalah sbb : lemas, kesemutan, luka sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita).

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa min 8 jam pada malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Periksa konsentrasi glukosa darah puasa. Berikan glukosa sebanyak 75 gr (dewasa) dan 1,75 /kgBB (anak-anak), larutkan dalam 250 mL air, minumlah dalam waktu 5 menit. Puasa kembali untuk pemeriksaan 2 jam berikutnya setelah meminum glukosa. Periksa glukosa darah 2 jam, selama proses pemeriksaan subyek tetap beristirahat dan dilarang merokok. Hasil pemeriksaannya dibagi menjadi 3, bila 140 mg/dL : normal, 140-200 mg/dL : toleransi glukosa terganggu, 200 mg/dL : DM.

Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan penyaring, yang bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala dan mempunyai resiko tinggi terhadap DM. pemeriksaan ini dikerjakan pada semua individu dewasa dengan IMT 25 kg/m2 dengan faktor resiko sebagai berikut : Aktivitas fisik kurang. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama. Termasuk kelompok etnik resiko tinggi (Africa, America, Asian America, Pacific Islander). Wanita dengan riwayat melahirkan 4 kg/ dengan riwayat GDM. Hipertensi. Kolesterol HDL 35 mg/dL atau trigliserida 250 mg/dL. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, dsb). Riwayat penyakit kardiovaskular.

Pemeriksaan penyaring ini dilakukan dengan pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu/ puasa dan TTGO. Tapi, pemeriksaan ini hanya dianjurkan bagi yang beresiko, karena biayanya mahal.

Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)Bukan DMBelum pasti DMDM

Darah sewaktu (mg/dL)Plasma venaDarah kapiler 100 9100-19990-100 200 200

Konsentrasi glukosa darah puasa (mg/dL)Plasma venaDarah kapiler 100 9100-12590-99 126 100

Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.

Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.

Korelasi antara kadar A1c dan rata-rata kadar gula darahHbA1c (%)Rata-rata Gula Darah (mg/dL)

6135

7170

8205

9240

10275

11310

12345

Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43% (UKPDS 35. BMJ 2000:321:405-12).

Penyandang diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HbA1C setiap tiga bulan untuk menentukan apakah kadar gula darah telah mencapai target yang diinginkan. Pada penyandang diabetes dengan gula darah terkontrol baik maka frekuensi pemeriksaan dapat dilakukan sedikitnya dua kali setahun. Berdasarkan data medical outcome Klinik Diabetes Nusantara (KDN) sampai dengan bulan Mei 2007, didapatkan rasio rata-rata penyandang diabetes yang berobat di KDN mencapai kadar HbA1C kurang dari 7% setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan adalah sebesar 56.8%, dan rasio tertinggi dicapai pada bulan Maret 2007 sebesar 60.8%. Semua ini berkat kerja sama yang baik antara pasien dan dokter dalam program penghttp://www.klinikdiabetesnusantara.com/pages/tentang-diabetes/kontrol-hba1c.phpLO 2.7 DIAGNOSIS BANDINGHipergliemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TTG), glukosa dara puasa terganggu (GDPT)LO 2.8 TATALAKSANAA. OBAT INSULINKLASIFIKASI INSULINJenis sediaanBuferMula kerjaPuncak (jam)Masa kerja (jam)Kombinasi dengan (jam)

Kerja cepat Regular solube (kristal) Lispro-Fosfat0,1-0,70,251,5-40,5-1,55-82-5Semua jenis

lente

Kerja sedang NPH (isophan) LenteFosfatAsetat1-21-26-126-1218-2418-24RegularSenilente

Kerja panjang Protamin zinc Ultralente GlarginFosfat asetat-4-64-62-514-2016-185-2424-3620-3618-24Regular

INDIKASI dan TUJUAN. Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreaktomi atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme, dan yang terakhir inilah umumnya yang suka dicapai.Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan multipel dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL (5-6,7 mM), glukosa 2 jam postprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM). Pada pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah puasa yang lebih tinggi (140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200 sampai 250 mg/dL atau11,1-13,9 mM.EFEK SAMPING. Hipoglikemia, merupakan efek samping paling sering terjadi dan trjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, misal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.Reaksi alergi dan resistensi, kadang-kadang reaksi ini terjadi akibat adanya bekuan atau terjadinya denaturasi preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn2+, protamin, fenol,dll). Reaksi alergi lokal sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya antibodi IgG.Lipoartrofi dan lipohipertrofi. Lipoartrofi jaringan lemak subkutan ditempat suntikan dapat timbul akibat variant respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerah tempat suntikan. Hal ini diduga akibat adanya kontaminan dalam preparat insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin yang lebih murni. Pada kenyataannya lipohipertrofi lebih sering terjadi dengan human insulin apabila pasien yang menyuntikan sendiri pada tempat yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya absorpsi insulin yang kurang baik atau tidak teratur.

OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

http://medicastore.com/diabetes/terapi_diabetes_mellitus.php

Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin merupakan suatu biguanid, berfungsi menurunkan produksi glukosa hepatic, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan BB, sehingga biasa digunakan pada pasien dengan obesitas. Tizaolidineon berfungsi meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurukan produksi glukosa hepatic. Dua analog tiazolidineon adalah rosiglitazone dan pioglitazon. Namun, obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air, sehingga tidak dianjurkan untuk pasien dengan gagal jantung kongestif.

Sedangkan, sulfonilurea merupakan calon yang tepat untuk pasien DM tipe 2 yang sel-sel pulau Langerhansnya sebagian masih berfungsi. Obat-obat ini akan merangsang fungsi sel beta dan menigkatkan sekresi insulin. Sebaliknya pada pasien DM tipe 1, obat ini tidak efektif untuk digunakan, karena sel-sel pulau langerhansnya telah kehilangan kemampuan untuk mensekresi insulin.Gabungan sulfonilurea dan pensesnsitif insulin merupakan terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien dengan diabetes tipe 2.

Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGCSoebardi, Suharko dan Yunir, Em. 2009. Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

B. DIETSyarat diet DM hendaknya dapat:0. Memperbaiki kesehatan umum penderita0. Mengarahkan pada berat badan normal0. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda0. Mempertahankan kadar KGD normal0. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik0. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.0. Menarik dan mudah diberikanPrinsip diet DM, adalah:1. Jumlah sesuai kebutuhan 1. Jadwal diet ketat1. Jenis: boleh dimakan/tidakDiit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.1. Diit DM I:1100 kalori1. Diit DM II:1300 kalori1. Diit DM III:1500 kalori1. Diit DM IV:1700 kalori1. Diit DM V:1900 kalori1. Diit DM VI:2100 kalori1. Diit DM VII:2300 kalori1. Diit DM VIII:2500 kaloriDiit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemukDiit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normalDiit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:J I: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambahJ II: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.J III: jenis makanan yang manis harus dihindariPenentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BB (Kg)BBR = X 100 % TB (cm) 100Kurus (underweight)

1. Kurus (underweight) :BBR < 90 % 1. Normal (ideal):BBR 90 110 %1. Gemuk (overweight):BBR > 110 %1. Obesitas, apabila: BBR > 120 %- Obesitas ringan: BBR 120 130 %- Obesitas sedang: BBR 130 140 %- Obesitas berat:BBR 140 200 %- Morbid:BBR > 200 %Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:1. kurus :BB X 40 60 kalori sehari1. Normal :BB X 30 kalori sehari1. Gemuk:BB X 20 kalori sehari1. Obesitas:BB X 10-15 kalori sehari

1. Cangkok pankreasPendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

C. OLAHRAGAPada individu sehat, saat melaksanakan latihan fisik pelepasan insulin akan menurun, sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Namun, pada pasien DM latihan fisik akan mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Mengapa bisa demikian ? Karena pasien DM memiliki kadar glukosa yang tinggi, sehingga latihan fisik akan menurunkan kadar glukosa. Jadi, latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan pengontrolan kadar glukosa.

Prinsip latihan jasmani bagi pasien DM, persis sama dengan prinsip pada umumnya, yaitu memenuhi beberapa hal sbb : Frekuensi : jumlah olahraga per-minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per-minggu. Intensitas : ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate). Durasi: 30-60 menit. Jenis: latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar.

Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur, setelah itu tentukan Target Herat Rate (THR). Misal : untuk sesorang berusia 50 tahun diperlukan latihan fisik sebesar 75%, maka THR = 75% x (220-60) = 120, sehingga sasaran denyut nadi adalah sekitar 120/menit.

Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal-hal sbb : Pemanasan (warm up), dilakukan sebelum memasuki latihan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan, serta untuk menghindari cedera akibat latihan. Dilakukan selama 5-10 menit. Latihan inti (conditioning), pada tahap ini, diusahakan denyut nadi mencapai THR, agar mendapatkan manfaat latihan. Pendinginan (cooling-down), dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan latihan atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang aktif. Dilakukan selama kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi saat istirahat. Peregangan (scretching), untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikannya lebih elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi yang berusia lanjut.

Latihan jasmani teratur penting bagi kesehatan setiap orang, karena : Memberikan lebih banyak tenaga Membuat jantung lebih stabil Meningkatkan sirkulasi Memperkuat otot Meningkatkan kelenturan Meningkatkan kemampuan bernafas Membantu mengatur berat badan Memperlambat proses penuaan Memperbaiki tekanan darah Memperbaiki kolesterol dan lemak tubuh yang lain Mengurangi stress Melawan akibat-akibat kekurangan aktivitas

Manfaat, risiko, dan hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan latihan jasmani seorang pasien diabetesPada diabetes tipe 2, latihan jasmani dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain mengurangi risiko, latihan jasmani juga akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteri, sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, dsb.

Pada DM tipe 1, latihan endurance ternyata terbukti akan memperbaiki fungsi endotel vascular. Selain itu juga terbukti mencegah komplikasi makro maupun mikrovaskular serta meningkatkan harapan hidup.

Pada kedua tipe diabetes, manfaat latihan jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobic, kekuatan otot, dan mencegah osteoporosis.

Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGCSoebardi, Suharko dan Yunir, Em. 2009. Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

LO 2.9 KOMPLIKASI

A. AKUTKomplikasi metabolic diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Apabila kadar insulin sangat rendah pasien akan mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton peningkatan keton ketosis. Peningkatan keton juga akan meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat menyebabkan diuresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok penurunan penggunaan oksigen otak koma dan meninggal. Namun koma dan kematian karena DKA saat ini jarang terjadi, pasien dan tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini.

DKA dapat ditangani dengan : Perbaikan kekacauan metabolic akibat kekurangan insulin Pemulihan keseimbangan air dan elektrolit Pengobatan dan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis.

Hiperglikemia, hyperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolic akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, shg hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotic, dan dehidrasi berat pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Pengobatan HHNK adalah dengan rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular.

Komplikasi metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes dependen insulin mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan hipoglikemi. Gejala-gejalanya disebabkan peningkatan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Serangan hipoglikemi ini akan berbahaya bila terjadi dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan kematian. Penatalaksanaannya perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral maupun IV. Kadang diberikan glucagon secara IM untuk menaikkan kadar glukosa darah.

B. KRONIKKomplikasi vascular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecilmikroangiopati dan pembuluh-pembuluh besarmakroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf perif (neuropati diabetik), otot-otot, serta kulit. Dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein.

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina dapat menyebabkan perdarahan, neovaskularisasi, dan jaringan parut retina dan fatalnya dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan yang paling berhasil untuk retinopati adalah fotokoagulasi keseluruhan retina.

Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien dapat menderita insuffisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien memerlukan dialysis atau transplantasi ginjal.

Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol di dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa, serta penurunan mioinositol yang menibulkan neuropati. Perubahan biokimia jar. syaraf akan mengganggu kegiatan metabolic sel Schawnn dan menyebabkan hilangnya akson kecepatan konduksi motoric berkurang pada tahap awal neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar, dan proprioseptik, dan gangguan motoric yang disertai hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononueropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem syaraf otonom. Terserangnya sistem syaraf otonom dapat disertai diare nocturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi pastural, dan impotensi.

Mikroangipati diabetic mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vascular ini. Gangguan-gangguan tsb berupa : penimbunan sorbitol dalam intima vascular, hiperlipoproteinemia, kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makroangiopati akan mengakibatkan penyembutan vascular. Jika mengenai arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vascular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangrene pada ekstremitas, serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Diabetes juga cenderung mengganggu kehamilan, dimana perempuan yang menderita diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus spontann kematian janin intrauterine, ukuran janin besar, dan bayi premature dengan sindrom distress pernafasan yang tinggi, serta malformasi janin.

Komplikasi diabetic dapat dikurangi atau dicegah dengan pengobatan diabetes yang cukup efektif untuk membawa kadar glukosa ke dalam kisaran normal.Schteingart, David E. 2012. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGCDalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.Penyulit akut1. Ketoasidosis diabetik1. Hiperosmolar non ketotik1. HipoglikemiaHipoglikemia terjadi terutama pada usia lanjut yang harus dihindari, karena mengingat konsekuensinya yang harus dihindari, yang dapat fatal atau menyebabkan kemunduran mental bermakna pada pasien. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar.)dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).Penyulit Menahun1. Makroangiopati1. Pembuluh darah jantung1. Pembuluh darah tepi1. Pembuluh darah otak2. Mikroangiopati1. Pembuluh darah kapiler retina mata1. Pembuluh darah kapiler ginjal.3. NeuropatiMenjelaskan Kompilikasi Diabetes MelitusKomplikasi DM:1. Gangguan Integritas Kulit1. Retinopati1. Gagal ginjal1. Aterosklerosis1. Infark miokard1. Stroke1. Koma1. Kematian

LO 2.10 PENCEGAHANBertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dengan mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya luas, sehingga harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat, termasuk pemerintah dan swasta.

Pendekatan individu beresiko tinggi, yang termasuk golongan ini adalah individu berumur 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi 4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dan dyslipidemia.

Pencegahan PrimerMerupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya masih sehat. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang adalah alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak TK. Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televisi. Selain makanan, cara hidup beresiko lainnya harus dihindari dengan berolahraga teratur misalnya agar tidak gemuk. Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer, namun hal ini tentu akan menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olahraga yang merata sampai ke pelosok.

Pencegahan SekunderObjeknya adalah pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, untuk mencegah timbulnya komplikasi. Namun, bukanlah suatu hal yang gampang untuk memotivasi pasien agar berobat teratur dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh.

Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun, selain itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian glukosa darah dan lipid harus diutamakan cara-cara non farmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok, dll. Bila tidak berhasil baru mnggunakan obat, baik oral maupun insulin.

Pada pencegahan sekunderpun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari RS kelas A sampai ke unit paling ujung yaitu puskesmas. Disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

Pencegahan TersierUpaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkan termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap : Pencegahan komplikasi diabetes, pada consensus dimasukkan ke dalam pencegahan sekunder. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik sekali antara pasien dengan dokter, maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya, serta dibantu oleh penyuluh diabetes (diabetes educator, terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, atau pekerja social, dll yang berminat).Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

LO 2.11 PROGNOSIS

Prognosisnya akan baik bila pasien mengubah pola hidupnya dengan mengikuti rencana diet yang diberikan, berolahraga, dan minum obat secara teratur, sehingga glukosa darahnya dapat terkontrol, berbagai komplikasipun dapat dihindari, namun akan buruk jika pasien tidak taat.

a. DefinisiRetinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler, dan vena-vena.

Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

b. EpidemiologiRetinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai, terutama di negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang 25 tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi retinopati diabetic proliferative pada DM1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%. Retinopati diabetic jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas.Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

c. EtiologiPenyebab retinopati diabetic sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai factor resiko utama. 3 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetic adalah :

1. Jalur PoliolHiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol. Salah satu sifat poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis, sehingga akan teetimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa poliol akan meningkatkan tekanan osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.

2. Glikasi Non-EnzimatikGlikas nonenzimatik terhadap protein dan asam deokribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi akan membentuk radikal bebas dan menyebabkan perubahan fungsi sel.

3. Protein Kinase CPKC diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis, dan proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemi, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat sintesis denovo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. Peningkatan PKC ini dapat menyebabkan perubahan fungsi sel.Selain pengaruh hiperglikemi, sejumlah factor lain yang berkaitan dengan DM seperti agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah, dan factor pertumbuhan, diduga turut berperan dalam timbulnya retinopati diabetic.Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

d. Patogenesis dan PatofisiologiRetina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel syaraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat bergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina, keuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetic terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrane basalis, dan sel endotel.

Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal perbandingan sel endotel kapiler retina dan sel perisit adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agak tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berkaitan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membrane basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.

Perubahan histologis kapiler retina pada retinopati diabetic dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetic melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler, yaitu : Pembentukan mikroaneurisma Peningkatan permeabilitas pembuluh darah Penyumbatan pembuluh darah Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati diabetic dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut : Edema macula/ nonperfusi kapiler Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetic dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment) Pembuluh darah yang baru menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma

Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetic proliferatif dan merupakan penyebab utama dari kebutaan permanen, selain itu kontraksi dari jaringan fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan retina) juga merupakan salah satu penyebab kebutaan.Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

e. KlasifikasiRetinopati diabetic dikelompokkan menjadi 3, yaitu :1. Retinopati Diabetik NonproliferatifMerupakan bentuk yang paling ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan foto fundus dan FFA.

Mikroaneurisma merupakan tanda awal dari RDNP, dengan oftalmoskopi dan foto fundus mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60 im dan sering terlihat pada bagian posterior. Terjadinya mikroaneurisma diduga berhubungan dengan factor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intraluminal kapiler

Kelainan morfologi lain ialah penebalan membrane basalis, perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagi bercak warna kuning, eksudat lunak yang tampak sebagai cotton wool spot, yaitu daerah retina dengan gambaran bercak berwarna putih dimana kapiler mengalami sumbatan. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.

RDNP berat sering disebut juga sebagai retinopati diabetic iskemik, obstruksi, atau prepoliferatif. Gambaran yang dapat ditemukan : bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibat dilatasi yang tidka beraturan dan cotton wool spot. Dalam waktu 1-3 tahun RNDP berat sering berkembang menjadi RDP. 2. Retinopati Diabetik ProliferatifDitandai dengan terbentuknya pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya, karena bertumbuh secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan kedalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina yang nantinya dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.

Pembuluh darah baru dapat juga terbentuk di dalam stroma dan iris dan bersama dengan jaringan fibrosis yang terjadi dapat meluas sampai ke sudut dari chamber anterior. Keadaan tersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous humor dan menimbulkan glaucoma neurovascular yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraocular.

Kebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh darah paru yang meliputi daerah diskus, adanya perdarahan pre-retina, pembbuluh darah baru yang terjadi dimana saja disertai perdarahan.

3. Makulopati DiabetikMerupakan penyebab kebutaan paling sering pada RD. Cenderung berhubungan dengan diabetes tipe 2 usia lanjut, sedangkan RDP sering ditemukan pada usia muda. Makulopati diabetic dapat dibedakan dalam beberapa bentuk : Makulopati Iskemik, terjadi akibat penyumbatan yang luas dari kapiler di daerah sentral retina. Makulopati Eksudat, terjadi karena kebocoran setempat sehingga terbentuk eksudat keras seperti pada RDNP. Perlu segera dilakukan fotokoagulasi untuk mencegah hilangnya visus secara permanen. Edema Makula, terjadi akibat kebocoran yang difus. Apabila keadaan menetap, akan terbentuk kista berisis cairan yang dikenal sebagai edema macula kistoid. Bila terjadi, makan gangguan visus akan menetap dan sulit untuk diperbaiki.Metode yang paling baik untuk untuk mendiagnosis keadaan ini adalah optical coherence temography (OCT).Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

f. Manisfestasi KlinisGejala subyektif yang dapat ditemukan berupa : Kesulitan membaca Penglihatan kabur Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata Melihat lingkaran-lingkaran cahaya Melihat bintik gelap dan cahay kelap-kelip

Gejala obyektif yang dapat ditemukan pada retina berupa : Mikroaneurisma, penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irregular dan berkelok-kelok. Hard exudate, merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya irregular, kekuning-kuningan. Dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Soft exudate (cotton wool patches) merupakan iskemia retina. Pada oftalmoskop akan terlihat bercak bewarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya di permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irregular. Edema retina dengan tanda hilangnya gabaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajamnya penglihatan. Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

g. DiagnosisDiagnosis retinopati diabetic didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

h. Penatalaksanaan dan PencegahanPencegahan dan pengobatan retinopati diabetic merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen.

Kontrol glukosa darah yang baik merupakan dasar dalam mencegah timbulnya retinopati diabetic atau memburuknya retinopati diabetic yang sudah ada. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi : Kontrol glukosa darah Kontrol tekanan darah Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi Fotokoagulasi dengan sinar lasera. Fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaucoma neovaskularb. Fotokoagulasi fokal untuk edema makula Virektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina

Pasien dengan retina normal atau RDNP minimal perlu diperiksa setiap tahun , karena pasien yang sebelumnya tanpa retinopati pada waktu diagnosis diabetes ditegakkam 5%-10% akan mengalami retinopati dalam 1 tahun. Pasien RDNP sederajat dengan mikroaneurisma, perdarahan yang jarang, atau ada eksudat keras tetapi tidka disertai edema macula perlu pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan.

Fotokoagulasi. National Institutes of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan RDP dan edema macula. Indikasi : RDP, edema macula, dan neovaskular yang terletak pada sudut chamber anterior. 3 metode terapi koagulasi :1. Scatter (panretinal) Photocoagulation, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada saarf optikus dan permukaan retina atau pada sudut chamber anterior.2. Focal Photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma di fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.3. Grid Photocoagulation, tehnik penggunaan sinar lasaer dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema.

Untuk terapi edema macula sering dilakukan dengan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Virektomi. Virektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang engalami neovaskularisasi aktif. Virektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular. Selain itu juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.Pandealki, Karel. 2009. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC.

i. PrognosisPada mata yang mengalami edema macular dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.Rodiah Rahmawaty, 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

1. Penatalaksanaan Gizi Untuk Penderita DMTerapi gizi medis pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat dari terapi gizi medis adalah :a. Menurunkan BBb. Menurunkan tekanan darahc. Menurunkan kadar glukosa darahd. Memperbaiki profil lipide. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulinf. Memperbaiki sistem koagulasi pembuluh darah

Tujuan terapi gizi medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan :a. Kadar glukosa darah mendekati normal Glukosa puasa sekitar 90-130 mg/dL Glukosa darah 2 jam setelah makan 180 mg/dL Kadar A1c 7%b. Tekanan darah 130/80 mmHg

c. Profil lipid: Kolesterol LDL 100 mg/dL Kolesterol HDL 40 mg/dL Trigliserida 150 mg/dLd. BB senormal mungkin

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetesi antara lain : TB, BB, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dan factor usia. Selain itu juga terdapat beberapa factor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dsb. Masalah lain yang juga tidak kalah pentingnya : masalah status ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah dan komposisi dari makanan yang akan dimakan oleh diabetesi, shg diabetesi dapat melakukan perubahan pola makan secara konsisten baik dalam jadwal, jumlah, dan jenis makanan sehari-hari.

Komposisi bahan makanan terdiri dari macronutrient yang meliputi kerbohidrat, protein, dan lemak, serta micronutrient yang meliputi vitamin dan mineral. Harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetesi secara tepat.

Jenis Bahan MakananKarbohidrat. Sebagai sumber energi, KH yang diberikan tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA). Pada setiap gram KH terdapat 4 kkal.

Protein. Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampain 40 gr/hari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kkal/gr.

Lemak. Mempunyai kandungan energi sebesar 9 kkal/gr. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA : monounsaturated fatty acid) merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA dapat menurunkan trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL, dan meningkatkan kolesterol HDL. Sedangkan, asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA : polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di jaringan perifer, shg dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.

Penghitungan Jumlah KaloriDitentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Untuk menentukan status gizi dan jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan rumus sbb :

Penentuan Status Gizi berdasarkan IMTIMT =

Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT : BB kurang: 18,5 BB normal: 18,5-22,9 BB lebih: 23,0 dengan risiko: 23-24,9 Obes I: 24,9-29,9 Obes II : 30

Penentuan Status Gizi dan Perhitungan Kalori berdasarkan BROCCAPertama, lakukan perhitungan BB idaman (BBI) = (TB(cm)-100) 10%Untuk laki-laki dengan tinggi 160cm dan perempuan yang 150cm, perhitungan BB idaman tidak perlu dikurangi 10%.

Selanjutnya tentukan status gizi =

Klasifikasi status gizi adalah sbb : BB kurang: BB 90% BBI BB normal: BB 90-110% BBI BB lebih: BB 110-120% BBI Gemuk: BB 120% BBI

Lalu, untuk penentuan kalori/hari, gunakan rumus-rumus sbb : Kebutuhan basalLaki-laki= BBI (kg) x 30 kalPerempuan= BBI (kg) x 25 kal Koreksi atau penyesuaiana. Umur 40 tahun: -5%b. Aktivitas ringan (duduk, nonton televisi): +10%c. Aktivitas sedang (IRT, kantoran, perawat, dsb): +20%d. Akitivitas berat (olahragawan, tkg becak): +30%e. BB gemuk: -20%f. BB lebih: -10%g. BB kurus: +20%h. Stres metabolic (infeksi, operasi, stroke): +10-30%i. Kehamilan trisemester I dan II: +300 kalj. Kehamilan trisemester III dan menyususi: +500 kal

Perhitungan Kalori dengan Rule Of ThumbPertama, tentukan BBI = (TB(cm)-100) 10%Apabila BB kurang dari range gunakan rumus BB kurang, bila normal gunakan rumus BB normal, dan bila lebih gunakan ruus BB lebih.

BB normal: (TB-100) x 30 kalori + TINGKAT AKTIVITASBB kurang: (TB-100) x 35 kalori + TINGKAT AKTIVITASBB lebih: (TB-100) x 25 kalori + TINGKAT AKTIVITAS

Jenis AktivitasRinganSedangBerat

Pegawai Kantor; Pegawai Toko; Guru; Supir; SekretarisMahasiswa; Pegawai Industri Ringan; IRTPelaut; Buruh; Penari; Atlet

Kebutuhan Kalori /kgBBAktivitasRinganSedangBerat

Gemuk253035

Normal303540

Kurus354040-50

Perhitungan Kalori dengan Harris BennedictLaki-laki= 66 + (13,7xBB) + (5xTB) (6,8xU)Perempuan= 655 + (9,6xBB) + (1,8xTB) (4,7xU)

Setelah didapatkan KKB, selanjutnya dihitung KKT (Kebutuhan Kalori Total) dimana KKT = KKB x Aktifitas Fisik

Keterangan aktivitas fisik :Tidak berolahraga: 1,2Olahraga ringan: 1,375Olahraga sedang: 1,55Olahraga berat: 1,725Atlet: 1,9

Dalam scenario ini, pasien A seorang laki-laki berumur 56 tahun dengan BB : 80kg, TB : 165 cm, IMT : 29,4 kg/m2, LP : 108 cm. Telah mengidap DM2 sejak 5 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan lab didapatkan GDP : 256 mg/dL GD 2Jam Setelah Makan : 345 mg/dL, dan HbA1c 10,2 g/dL, proteinuria +3.

IMT : 29,4 kg/m2 obes I

Perhitungan kalori menurut rumus Rule Of ThumbBBI = (165-100) 10% = 65 6,5 = 58,5-71,5 BB pasien 80 : melebihi rangeBB lebih= (165-100) x 25 kalori + TINGKAT AKTIVITAS pengusaha : ringan= 65 x 25 + 25= 1650 kal digenapkan menjadi 1700 kal

Perhitungan kalori menurut BROCCABBI = (165-100) - 10% = 65 - 6,5 = 58,5KKB = 58,5 x 30 = 1755 kal, selanjutnya dilakukan koreksi sbb : Umur pasien 40 tahun -5% KKB= -87,5 Aktifitas ringan +20% KKB= +351 BB gemuk -20% KKB= -351

KKT = 1755+351-351-87,5 = 1667,25 kal digenapkan menjadi 1700 kal

Perhitungan kalori menurut Harris BenedictKKB = 66+(13,7x58,5)+(5x165)(6,8x56) = 66+801,45+825-380,8 = 1311,65KKT = KKB x AF tidak berolahraga x 1,2 = 1311,65 x 1,2 = 1573,98 kal digenapkan menjadi 1700 kal

KH 60% : 60%x1700 = 1020 kal = 255 grProtein 15%: 15%x1700 = 255 kal = 63,75 grLemak 25%: 25%x1700 = 425 kal = 47,22 gr

2. Penatalaksanaan Farmakologi Untuk Penderita DMa. Terapi InsulinInsulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena, intramuscular, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan.

Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja : kerja cepat, sedang, dan panjang atau dibedakan berdasarkan asal spesiesnya : human (hasil teknologi rekombinan DNA) dan porcine (babi).Dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dengan unit (U). Standar internasional yang berlaku sekarang, kombinasi bovine dan porcine insulin mengandung 24 U/mg, sedangkan preparat human insulin yang homogen mengandung 25 dan 30 U/mg. Preparat komersial insulin dipasarkan dalam bentuk solusio atau suspense dengan kadar 100 u/mL atau sekitar 3,6 mg insulin per milliliter.

Klasifikasi InsulinJenis-SediaanBuferMula KerjaPuncak*Masa Kerja*Kombinasi dengan*

Kerja CepatRegular soluble (kristal)Lispro-

Fosfat0,1-0,7

0,251,5-4

0,5-1,55-8

2-5Semua jenis

Lente

Kerja SedangNPH (isophan)LenteFosfatAsetat1-21-26-126-1218-2418-24RegularSemilente

Kerja PanjangProtamin ZincUltralenteGlarginFosfat asetat-4-64-62-514-2016-185-2424-3620-3618-24Regular

Catatan : *= dalam jam, nilai ini bervariasiNPH = neutral protamine Hagedorn atau suspense isofen insulinLente = suspense zinc insulinTipe InsulinKeterangan

Kerja SingkatRegular (crystalline zinc)LisproJernihJernih

Kerja SedangNPH+Keruh, suspensi insulin seng kristal, 50% jenuh dengan protamine

Kerja PanjangUltralente (UL)

GlargineKeruh, suspense insulin kristalKadar seng tinggi tanpa protaminNilai esoelektrik 7,0; penurunan solubilitas pada pH fisiologis; membentuk mikropresipitat dalam jaringan SK

Preparat kerja cepat biasanya disuntikan IV atau IM 30-45 menit sebelum makan. Setelah pemberian, glukosa darah akan cepat menurun mencapai nadi dalam waktu 20-30 menit. Bila tidak ada infus insulin, hormone ini akan segera menghilang dan counter-regulatory hormones (glucagon, epinefrin, kortisol, dan GH) akan mengembalikan kadar glukosa ke keadaan basal dalam 2-3 jam. Tetapi pada pasien DM dengan neuropati yang tidak memiliki respon counter-regulatory, glukosa plasma akan tetap rendah untuk beberapa jam setelah pemberian bolus. Infus insulin bermanfaat pada ketoasidosis atau pada keadaan dimana kebutuhan insulin dapat berubah dengan cepat (misal : sebelum operasi, selama proses partus, atau pada situasi gawat darurat). Sedangkan pada keadaan stabil, umumnya dapat diberikan insulin regular bersama preparat yang kerjanya panjang atau sedang, secara subkutan.Indikasi dan Tujuan TerapiInsulin SK terutama diberikan pada DM tipe, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet atau ADO, pasien DM pasca pancreatomi, atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain sebelum tindakan operasi.

Tujuannya untuk menormalkan glukosa darah dan memperbaiki semua aspek metabolisme, namun tujuan terakhir inilah yang sukar dicapai. Hasil terapi yang optimal membutuhkan pendekatan dokter pada pasien dan keluarganya, sehingga ada koordinasi antara diet, latihan fisik, dan pemberian insulin.

Kebutuhan Insulin HarianProduksi insulin orang normal sehat yang kurus, antara 18-40 U per hari atau 0,2-0,5 U/kgBB/hari dan hamper 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena adanya asupan makanan. Sekresi basal insulin sekitar 0,5-1 U/jam, setelah asupan glukosa oral dalam darah meningkat menjad 6 U/jam. Pada orang non diabetic dengan obesitas dan resisten insulin, sekresi meningkat menjadi 4x lipat/ lebih tinggi.

Pada berbagai populasi DM tipe 1, rata-rata dosis insulin yang dibutuhkan berkisar antara 0,6-0,7 U/kgBB/hari, sedangkan pada pasien obesitas membutuhkan dosis lebih tinggi (2 U/kgBB/hari) karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap insulin.

Preparat dan DosisSediaan insulin umumnya diperoleh dari bovine atau porcine (sapi atau babi) atau dengan cara rekombinan DNA akan diperoleh insulin yang analog dengan insulin manusia.

Kombinasi insulin. Insulin regular dapat dikombinasi dengan beberapa jenis insulin lain. Bila dikombinasi dengan insulin lente maka efeknya akan lebih lambat. Untuk mencegah perubahan masa kerja kombinasi seperti ini harus segera disuntikan atau diberikan secara terpisah. Insulin lente dapat dikombinasi tanpa mengubah aktivitas dari komponen.

Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. Selain itu untuk penetapan dosis juga perlu diketahui kadar glukosa darah puasa dan dua jam sesudah makan, serta kadar glukosa dalam urin 4 porsi, yaitu antara jam 7-11, 12-16, 16-21, dan 21-7.

Dosis terbagi insulin digunakan pada DM : (1) yang tidak stabil dan sukar dikontrol, (2) bila hiperglikemia berat sebelum makan pagi tidak dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal/ hari, dan (3) pasien yang membutuhkan insulin lebih dari 1000 U/ hari. Banyak pasien yang mendapat insulin memerlukan makanan kecil menjelang tidur untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari. Selain itu, kerja fisik juga diperlukan pada pasien DM untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh otot, karena kerja fisik dapat menurunkan kebutuhan insulin pada DM terkontrol dan menimbulkan rasa sehat. Kadang-kadang perlu diberikan makanan kecil sebelum kerja fisik untuk mencegah hipoglikemia. Kerja fisik akan meningkatkan kecepatan absorbsi insulin regular, maka sebaiknya kerja fisik tidak dilakukan segera sesudah suntikan insulin.

Penatalaksanaan pasien DM. Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5 U/kgBB. Pasien IDDM yang baru belum perlu diberi insulin karena kadang-kadang terjadi remisi dan pada periode ini insulin tidak dibutuhkan. Untuk terapi awal, regular insulin dan insulin kerja sedang (intermediate acting) merupakan pilihan dan diberikan 2x sehari. Untuk DM dewasa yang kurus : 8-10 U insulin kerja sedang 20-30 menit sebelum makan pagi dan 4-5 U sebelum makan malam, sedangkan untuk DM de