Tugas Makalah AAS
description
Transcript of Tugas Makalah AAS
1 PENDAHULUAN
1.1 Prinsip Dasar AAS
Spektrometri Serapan Atom (AAS = Atomic Absorption
Spectrophotometry) adalah suatu metode analisis untuk
menentukan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan
pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur
tersebut. Absorpsi radiasi terjadi apabila ada elektron yang
menyerap energi radiasi sehingga berpindah dari tingkat energi
dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi.
AAS sangat selektif karena panjang gelombang radiasi yang
diserap (radiasi resonansi) adalah karakteristik/khas oleh semua
atom bebas dari setiap unsur tersebut. Dengan mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan (transmitansi) atau yang
diserap (absorbansi) maka konsentrasi unsur dalam sampel
dapat ditentukan.
Proses paling penting dalam AAS adalah proses atomisasi
(pembentukan atom). Pada tahap ini unsur yang dianalisis
dijadikan atom netral yang nantinya akan mengabsorpsi radiasi
pada garis resonansi atomnya. Ada 3 macam cara pembentukan
atom dalam AAS, yaitu :
1. Atomisasi menggunakan nyala campuran gas (flame-AAS)
Senyawa logam yang dipanaskan pada suhu 1700oC atau
lebih akan membentuk atom logam. Dalam cara ini larutan
contoh diaspirasikan ke dalam nyala dalam bentuk kabut
(aerosol) pada campuran gas yang dipakai. Campuran gas
yang umum dipakai dalam flame-AAS adalah udara-propan
(suhu nyala 1700-1900oC), udara-asetilen (suhu nyala 1900-
2200oC), dan nitrousoksida-asetilen (suhu nyala 2700-
3000oC). Pada suhu nyala tersebut pembentukan atom alkali
optimum dalam nyala udara-propan, untuk logam yang sukar
1
diatomkan (membentuk refractory oxides) nyala nitrous
oksida-asetilen menghasilkan pengatoman optimum (± 30
unsur), dan untuk unsur logam lainnya (± 35 unsur) nyala
udara-asetilen lebih sesuai.
2. Atomisasi menggunakan pemanasan listrik (electrothermal-
AAS atau graphite furnace-AAS)
Pada cara ini terdapat 3 tahapan yang terjadi, yaitu tahap
pengeringan (drying), pengabuan (ashing), dan pengatoman
(atomization). Caranya 10-20 µL larutan sampel diinjeksikan
ke dalam tabung grafit yang dipasang di antara 2 buah
elektroda kemudian arus listrik dialirkan sehingga tabung
grafit (graphite tube) naik suhunya (dapat mencapai 3000oC).
Semua unsur logam dan metaloid dapat yang dapat
diatomkan dalam flame-AAS dapat diatomkan di sini hanya
dengan mengatur suhu grafit tersebut.
3. Atomisasi dengan pembentukan hidrida yang diikuti
pemanasan (vapour generation)
Cara ini berlaku untuk unsur As, Se, Sb yang mudah
membentuk senyawa hidrida berbentuk gas yang bila
dipanaskan pada suhu 800oC atau lebih akan terurai menjadi
atomnya masing-masing. Selain itu unsur merkuri (Hg)
dengan melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4.
1.2 Matrik Sampel
Spektrometri Serapan Atom umumnya digunakan untuk
analisis unsur-unsur logam. Sekitar 67 unsur telah dapat
ditentukan dengan cara AAS, baik unsur logam maupun
metaloid. Selain itu beberapa unsur non logam atau anion dapat
dianalisis dengan cara penentuan analisis secara tidak langsung.
Sampel non logam diendapkan dengan senyawa logam tertentu
2
berlebih selanjutnya kelebihan logam tersebut ditentukan
sehingga dapat dihitung kadar non logam tersebut. Sebagai
contoh penentuan kadar anion sulfat dengan menggunakan
garam barium.
Hal yang penting sebelum melakukan preparasi sampel
adalah memastikan unsur-unsur yang akan dianalisa dalam
sampel tidak terikat dalam bentuk senyawa kompleks dengan zat
organik lainnya, seperti protein. Selain itu pastikan sampel
memiliki kondisi sama dengan standar yang digunakan.
Pada penetapan secara AAS, tidak diperlukan pemisahan
matriks sampel kecuali bila ada zat pengganggu. Selain itu dari
satu larutan sampel yang sama dapat digunakan untuk
mengukur beberapa unsur yang berlainan sekaligus. Oleh
karenanya AAS dapat digunakan untuk analisis runutan (trace
analysis) maupun analisis komponen-komponen utama (major
elements) dengan kisaran konsentrasi yang luas (mg/L sampai
persen).
Untuk analisis flame-AAS sampel yang akan dianalisis diubah
terlebih dahulu menjadi larutan. Larutan sampel sebaiknya tidak
mengandung suspended matter. Contoh yang dapat diekstrak
langsung dengan suatu pelarut dapat langsung diukur dengan
AAS. Pada Graphite Furnace-AAS, sampel padat dalam ukuran
kecil dapat pula langsung dianalisis tanpa memerlukan preparasi
sampel.
1.3Preparasi Sampel
Analisis unsur-unsur logam secara AAS terutama flame-AAS
dapat dilakukan dengan syarat sampel yang dianalisis dilarutkan
terlebih dahulu. Namun ternyata beberapa sampel terutama
yang berupa bahan organik (padat maupun cair) tidak serta
merta dapat langsung dianalisis. Hal ini disebabkan karena
3
standar yang dipergunakan hanya terdiri atas larutan garam dari
unsur tersebut (anorganik) sehingga perlu dilakukan pemisahan
atau penghilangan seluruhnya bahan organik pada sampel.
Untuk analisis unsur runutan (trace analysis) perlu dilakukan
pemekatan antara lain ekstraksi pelarut, penukar ion,
pengendapan (kopresipitasi), dan kadang-kadang penguapan
dari pelarutnya.
Berdasarkan jenis bahan sampel maka teknik preparasi
sampel dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
1. Teknik preparasi sampel untuk bahan anorganik
Sampel didekomposisi dan dilarutkan dengan
menggunakan asam atau bahan pelebur. Asam-asam yang
sering digunakan untuk dekomposisi (hidrolisis) antara lain
HCl, HBr, HF, HNO3, H2SO4, HClO4, dan H3PO4 atau
kombinasinya. Pada hidrolisis asam ini biasanya sampel
ditambahkan asam kemudian didihkan selama 10 menit
atau lebih sehingga sampel larut.
Selain dekomposisi asam, dapat pula dilakukan
dekomposisi dengan bahan pelebur. Hal ini terutama
dilakukan apabila mineral sukar dilarutkan dengan asam.
Cara ini lebih cepat dan efektif bila dibandingkan dengan
hidrolisis asam karena suhu reaksi yang sangat tinggi (250
– 1000o C) yang tidak akan dicapai oleh cara hidrolisis
asam sehingga reaksi-reaksi yang pada suhu lebih rendah
tidak dapat berlangsung di teknik hidrolisis asam dapat
berjalan dengan cepat dan sempurna.
Berikut beberapa teknik peleburan yang biasa
digunakan untuk preparasi sampel AAS, yaitu :
a. Peleburan dengan alkali
(Na2CO3, K2CO3, NaKCO3, Na2CO3-Na2B4O7, Na2B4O7,
Li2CO3, NaOH, KOH)
b. Peleburan dengan asam
4
(NaHSO4, KHSO4, Na2S2O7, K2S2O7, KHF2, B2O3)
c. Peleburan oksidatif
(Na2O2, NaKCO3, NaKCO3-KNO3, NaKCO3-NaNO3)
d. Peleburan reduktif
(Na2CO3 atau Na2B4O7 atau PbO2 yang dicampur
dengan amilum)
e. Peleburan sulfoalkali
(Na2CO3 atau K2CO3 dengan S, NaKCO3 dengan S,
NaKCO3 dengan S, Na2S dengan S, K2S dengan S)
2. Teknik preparasi sampel untuk bahan organik
Untuk sampel berupa bahan organik maka cara yang
umum digunakan untuk menghilangkan bahan organik
adalah cara oksidasi sebelum dilakukan dekomposisi
sampel, yang meliputi :
a. Oksidasi kering
Oksidasi dilakukan pada suhu tinggi hingga 550oC
atau lebih dengan menggunakan oksigen murni atau
oksigen dari udara sebagai oksidatornya. Ada tiga tahap
yang terjadi dalam cara oksidasi kering, yaitu
penguapan air (100oC atau lebih), penguapan zat yang
mudah menguap sebagai produk reaksi thermal
cracking dan oksidasi parsial (150 – 300oC atau lebih),
serta oksidasi terhadap residu sampai seluruh bahan
organik habis.
b. Oksidasi basah
Oksidasi dilakukan pada suhu lebih rendah (100-
200oC) dengan menggunakan asam-asam pengoksidasi
sebagai oksidatornya (H2SO4, HNO3, HClO4, H2O2, dll atau
kombinasinya).
5
2 SISTEM INSTRUMENTASI AAS
Berdasarkan skema instrumentasi AAS (Gambar 1) maka
bagian sistem instrumentasi AAS dapat dibagi menjadi lima
komponen penting.
Gambar 1. Skema Instrumentasi AAS
2.1Sumber Radiasi
Instrumen secara umum memerlukan sumber radiasi yang
dapat menghasilkan daerah spektrum yang lebar dengan
intensitas yang seragam pada setiap panjang gelombang. Tidak
ada (belum ditemukan) sumber radiasi yang ideal tersebut
sehingga setiap unsur memerlukan sumber radiasi tertentu yang
sesuai. Sumber radiasi yang banyak dipakai adalah :
a. Lampu Katoda Berongga (Hollow Cathode Lamp/HCL)
Pada HCL (Gambar 2), anoda biasanya terbuat dari
wolfram atau tungsten. Katoda rongga dilapisi unsur murni
atau campurannya (diameter rongga 2 mm), dan tabung
lampu dan jendela dari silika atau kwarsa. Gas pengisi berupa
Neon (Ne), Argon (Ar) atau Helium (He) dengan tekanan
rendah (4-10 torr) agar ‘discharge’ tidak melewati batas-
batas rongga katoda.
Prinsip kerjanya adalah dengan beda potensial (300 V)
antara elektroda dan arus (4-20 mA) maka terjadi ionisasi gas
pengisi yang akan mengeksitasi atom-atom pada katoda
selanjutnya atom-atom tersebut akan kembali ke tingkat
6
energi dasar dengan memancarkan radiasi resonansi. Lampu
HCL memerlukan pemanasan 5-20 menit sebelum
dipergunakan untuk stabilisasi intensitas radiasi yang
diemisikan di daerah katoda-anoda.
i. Gambar 2. Hollow Cathode Lamp
b. Lampu Tanpa Elektroda (Electrodeless Discharge Tube/EDT)
Penggunaan lampu ini (Gambar 3) mirip dengan HCL
tetapi cara pembentukan spektrum garis yang dihasilkan
berbeda. Emisi radiasi dihasilkan dari eksitasi atom logam
dari garam yang diisikan pada bola gelas. Bola gelas dililit
dengan kawat penghantar yang dialiri listrik pada frekuensi
radio (RF coil). Plasma yang dihasilkan akan menguapkan
garam dan mengeksitasikan atom-atom logam. Intensitas
radiasi resonansinya lebih besar (10-100x) sehingga
merupakan sumber radiasi yang lebih baik dari HCL untuk
As, Sb, Bi, Se, dan Te.
Gambar 3. Electrodeless Discharge Tube
2.2Atomizer
Sistem atomizer terdiri atas
(a) Nebulizer (sistem pengabut)
7
Nebulizer (Gambar 4) berfungsi mengubah larutan menjadi
butiran kabut/aerosol (15-20 μm). Prinsip kerjanya adalah
larutan tersedot ke dalam kapiler karena efek aliran udara
kemudian menumbuk glass bead dengan kecepatan tinggi
sehingga terbentuk butiran halus dari cairan dalam udara atau
oksidan lainnya.
Nebulizer terbuat dari logam yang tahan asam dan
kapilernya dari Pt-Ir sedangkan bagian lainnya dari tantalum
atau platina. Glass bead dibuat dari silika (fused silica) (0,5 – 1
cm di depan nebulizer). Kecepatan penyedotan nebulizer
biasanya 3-7 mL/menit.
(b) Spray chamber
Spray chamber berfungsi membuat campuran homogen
antara gas oksidan, bahan bakar, dan aerosol yang
mengandung sampel sebelum mencapai burner. Butiran cairan
dengan ukuran lebih kecil dari 5 mikron akan mengembun
kembali dan dibuang melalui drain. Hanya 10% dari larutan
yang disedot melalui kapiler nebulizer akan mencapai burner.
Agar campuran gas tidak keluar lewat drain maka dipasang
pengaman berisi air (atau pelarut).
(c) Burner (sistem pembakar)
Burner merupakan tempat terjadinya atomisasi, yakni
pengubahan kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis
menjadi atom-atom normal di dalam nyala. Desain burner
harus dapat mencegah masuknya nyala ke dalam spray
chamber.
Karakteristik nyala setiap unsur berbeda sehingga berbeda
8
Gambar 4. Nebulizer
pula burnernya. Umumnya tinggi nyala api gas pembakar
dibuat ± 5 cm. Ada dua macam gas pembakar, yaitu oksidan
(udara (O2) dan campuran O2+N2O) serta bahan bakar (antara
lain gas alam, propana, butana, asetilen dan H2 atau asetilen).
2.3 Monokromator
Monokromator berfungsi memisahkan radiasi resonansi dari
radiasi lainnya. Monokromator terdiri dari sistem optik, yaitu
celah, cermin, dan gritting. Selain itu dilengkapi pula dengan pre-
slit optics yang berfungsi memfokuskan radiasi resonansi ke
tengah nyala dan kemudian ke slit masuk ke monokromator. Pre-
slit optics dapat berupa single beam AAS (berkas tunggal) atau
double beam AAS (berkas ganda).
2.4Detektor
Detektor diperlukan untuk mendeteksi cahaya yang
digunakan oleh sistem. Detektor akan mengubah cahaya menjadi
sinyal listrik yang selanjutnya ditampilkan oleh penampil data.
Detektor yang biasa digunakan adalah photomultiplier tube
dengan faktor amplifikasi > 106 (λ = 150-1000 nm) (Gambar 5).
Gambar 5. Skema detektor photomultiplier tube
9
Detektor ini bekerja mirip dengan phototube tetapi sinyal
diperkuat karena adanya dynoda. Sebuah elektron dipancarkan
oleh katode pertama menumbuk permukaan katode kedua
(dynoda yang potensialnya lebih negatif 90 Volt) sehingga
dihasilkan elektron yang jumlahnya lebih banyak dan seterusnya
hingga dynoda yang terakhir.
2.4 Penampil Data
Sistem penampil data ini terdiri atas penguat (amplifier) yang
memperkuat sinyal sehingga dapat terukur, pemroses sinyal
untuk menghapus, merata-ratakan, mengatur tampilan atau
mengkonversi data dari analog ke digital, dan tampilan data
berupa digital atau kertas.
3 PRINSIP PENGUKURAN AAS
Pada pengukuran secara AAS berlaku hukum Lambert-Beer,
yaitu
A = a. b. c = ε. b. c
dimana: A = Absorbansi (serapan) = -log T
a = Nilai serapan (absorptivity) sampel
ε = Nilai serapan (absorptivity) molar sampel
b = Panjang jalur serapan (tebal kuvet) (cm)
c = Konsentrasi sampel
Untuk sampel dan sel (kuvet) yang sistem serapannya sama
maka a.b atau ε. b adalah konstanta yang diistilahkan dengan
faktor pengali (mf) sehingga rumusnya menjadi : A = mf. C
Pada persamaan di atas terlihat bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi sampel. Namun hukum
Lambert-Beer ini memiliki beberapa persyaratan, yaitu:
(a)Konsentrasi analit dan/atau elektrolit (<0,01 M)
10
(b)Indeks refraksi larutan (ε. n/(n2+2)2
(c) Tidak ada deviasi kimiawi (reaksi analit dengan pereaksi
yang menghasilkan spesi dengan spektrum berbeda)
(d)Sinar monokromatis
(e)Tidak ada sinar sesatan
Oleh karena hukum Lambert-Beer memiliki batasan maka
perlu dilakukan pengukuran deret standar untuk setiap unsur
yang akan dianalisa sehingga diketahui batasan berlakunya
hukum Lambert-Beer (kurva kalibrasi linier). Teknik ini bisa
memberikan ketelitian tinggi jika kondisi larutan bisa dibuat
persis sama serta peralatan stabil dan terkalibrasi.
4 ANALISIS SECARA AAS
4.1 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dengan metode AAS dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan metode serapan atau emisi. Untuk cara
serapan maka dilakukan dengan mengukur serapan sampel pada
panjang gelombang karakteristik menggunakan lampu katoda
rongga unsur yang diduga. Jika terdapat serapan maka diduga
unsur tersebut terdapat di dalam sampel.
Pada cara emisi dilakukan dengan mengamati intensitas
radiasi sepanjang daerah panjang gelombang 150 – 800 nm.
Dengan mencocokkan hasil pengukuran panjang gelombang
karakteristik yang diperoleh terhadap tabel panjang gelombang
karakteristik unsur maka kandungan unsur dalam sampel dapat
ditentukan.
4.2 Analisis Kuantitatif
11
Kurva kalibrasi perlu dibuat untuk memplot rentang
konsentrasi linier dari unsur yang akan dianalisis. Terdapat tiga
metode yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif, yaitu
a. Metode kurva kalibrasi biasa
Pada metode kurva kalibrasi biasa, dibuat suatu deret larutan
standar dengan konsentrasi tertentu kemudian diukur serapan
atau emisinya. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi serapan atau
emisi terhadap konsentrasi larutan standar sehingga didapatkan
daerah yang linier dan non linier. Daerah yang linier tidak
dipakai. Dengan menginterpolasikan serapan atau emisi sampel
pada daerah linier dari kurva kalibrasi tersebut maka konsentrasi
unsur di dalam sampel dapat ditentukan.
b. Metode standar adisi
Metode standar adisi sangat cocok untuk larutan sampel
dengan matriks yang sangat kompleks dan pekat atau apabila
larutan sampel diperkirakan mengandung bahan terlarut yang
akan mengganggu pengukuran. Pada metode ini dibuat deret
larutan sampel dengan konsentrasi sama dan masing-masing
ditambah larutan standar dari unsur yang akan dianalisis.
Serapan atau emisi masing-masing larutan diukur pada panjang
gelombang resonansinya kemudian dibuat kurva serapan atau
emisi terhadap konsentrasi. Cara ini tidak dapat dipakai apabila
kurva yang dihasilkan tidak linier. Konsentrasi unsur yang
dianalisis didapatkan dengan interpolasi.
c. Metode high precision ratio
Metode ini digunakan untuk memperoleh presisi hasil analisis
yang amat tinggi. Caranya digunakan dua buah larutan standar
yang masing-masing konsentrasinya 5% lebih rendah (c1) dan 5%
lebih tinggi (c2) daripada konsentrasi larutan sampel (cs). Untuk
mendapatkan konsentrasi unsur dalam sampel maka hasil
12
pengukuran absorbansi masing-masing larutan dimasukkan ke
dalam rumus perhitungan sebagai berikut
cs = (As - A1) (c2-c1) + c1
(A2-A1)
5 TROUBLESHOOTING ANALISIS AAS
5.1Gangguan Instrumental
Gangguan berasal dari kondisi dan pengaturan instrumen,
seperti histerisis pada skala monokromator, posisi jalur sinar
yang tidak tepat, sinar sesatan, penyumbatan tiba-tiba pada
sistem aspirasi sampel, atau ketidakstabilan sistem atomisasi.
5.2 Gangguan Fisika (Matriks)
Gangguan ini disebabkan adanya unsur-unsur atau senyawa-
senyawa lain yang terkandung di dalam sampel sehingga
mempengaruhi sifat fisik sampel (viskositas dan berat jenis).
Adanya perbedaan kandungan matriks ini akan mengakibatkan
perbedaan pada proses atomisasi dan penyerapan energi radiasi
oleh atom-atom yang dianalisis akibatnya pada konsentrasi yang
sama absorbansi sampel berbeda dengan absorbansi standar.
Gangguan matriks terjadi apabila kandungan matriks (garam
dari unsur lain) dalam sampel mencapai kisaran persen.
Gangguan ini dapat diatasi dengan menyesuaikan kandungan
komponen matriks yang mayor dalam jumlah berlebih pada
preparasi standar atau dapat pula dengan melakukan analisis
dengan metode standar adisi.
5.3 Gangguan Kimia (Suppression Effect)
Gangguan ini disebabkan oleh adanya komponen-komponen
yang membentuk senyawa stabil secara termal dengan unsur
yang dianalisis (senyawa oksi) sehingga menghalangi atomisasi
13
unsur yang dianalisis. Misalnya adanya ion fosfat pada
penentuan kalsium akan membentuk senyawa kalsium fosfat
yang stabil. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan
unsur lain dalam jumlah berlebihan (releasing agent) seperti
penambahan senyawa lanthanum atau strontium yang lebih
cenderung untuk bereaksi dengan komponen pengganggu atau
dapat pula dengan menaikkan suhu atomisasi.
5.4 Gangguan Ionisasi
Gangguan ini terjadi akibat penggunaan suhu atomisasi yang
terlalu tinggi sehingga atom-atom yang dianalisis tidak hanya
teratomisasi pada tingkat energi dasar melainkan atom-atom
tersebut dapat tereksitasi secara termal bahkan dapat
terionisasi. Gangguan ini terutama untuk analisis unsur golongan
alkali dan alkali tanah. Gangguan ini dapat diatasi dengan
menambahkan unsur lain yang lebih mudah terionisasi dalam
jumlah berlebih (buffer ionisasi) seperti CsCl, KCl, atau LiCl
sehingga akan menghasilkan elektron dalam jumlah besar dan
menekan proses ionisasi unsur-unsur yang dianalisis.
5.5 Gangguan Spektra
Gangguan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya
a. Gangguan akibat faktor lain (partikel padat dalam nyala,
atom unsur lain, campuran gas, atau molekul) yang juga
menyerap radiasi resonansi
Partikel padat dalam nyala akan menimbulkan smoke
terutama dari contoh dengan konsentrasi garam tinggi. Efek
terlihat pada pengukuran panjang gelombang <300 nm.
Solusi untuk mengatasinya adalah dengan menyamakan atau
pemisahan analit dari matriks contoh, background correction.
14
b. Gangguan atom dari unsur lain tergolong langka
Gangguan terjadi karena serapan atom unsur yang
dianalisis tumpang-tindih dengan serapan atom unsur lain
dengan lebar spektra garis 0,002. Pada umumnya gangguan
ini jarang terjadi mengingat panjang gelombang setiap
serapan atom karakteristik. Untuk mengatasi gangguan ini
dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran serapan
menggunakan panjang gelombang karakteristik yang lain dari
unsur yang dianalisis sebagai koreksi.
c. Gangguan dari campuran gas oksidan dan bahan bakar
Solusi mengatasinya adalah dengan men-zero set-kan
pengukuran absorbansi menggunakan larutan blanko.
d. Gangguan Serapan Latar (Back-ground Absorption)
Gangguan ini disebabkan oleh serapan molekuler atau
senyawa-senyawa yang tidak teratomisasi dalam atomizer,
hamburan sinar partikel-partikel padat yang halus melintang
berkas sinar, dan serapan nyala bahan bakar yang digunakan.
Pengaruh gangguan serapan latar pada umumnya terjadi
pada daerah panjang gelombang di bawah 250 nm. Untuk
mengatasi gangguan serapan latar ini maka digunakan lampu
deuterium atau dengan efek Zeeman (medan magnet). Pada
AAS grafit furnace, gangguan serapan latar dapat diatasi
dengan penambahan matriks modifier.
6 DAFTAR PUSTAKA
AA-Perkin Elmer, Analythical Methods for Atomic Absorption Spectroscopy. (1996) 3-46
J. Bassett, R.C. Denney, G. H Jeffery, J. Mendham, Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. (2004) 963-979
R. A. Day Jr, A. L. Underwood, Quantitative Analysis. (1990) 437-
15
444
Suharman, Mulja Muhammad, Analisis Instrumental. (1995) 107-
111
16