Laporan Akhir AAS
-
Upload
era-devi-istihaji -
Category
Documents
-
view
38 -
download
2
Transcript of Laporan Akhir AAS
Tgl Percobaan
SPEKTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
PENGAWAS PRAKTIKUM
14 September 2009
Drs. Harjanto,MSc
NIP. 196106291990031001
ACC, Tgl
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul Percobaan
Spektrometri Serapan Atom (SSA)
1.2 Tujuan Percobaan
Memahami prinsip analisa dengan menggunakan SSA
Mampu mengoperasikan alat SSA
Membuat kurva standar
Menentukan konsentrasi sampel
1.3 Dasar Teori
1.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom
Spektrometri serapan atom (Atomic Absorption Spectrometri) atau yang
biasa disebut dengan AAS, ialah suatu metode analisa yang digunakan untuk
menentukan unsur-unsur suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian, serta
selektivitas tinggi yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh
atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Absorpsi
yang dialami sekumpulan atom akan bertambah sesuai dengan bertambahnya
jumlah atom yang menyerap sinar pada panjang gelombang tertetu. Prinsip
AAS (Atomic Absorption spectrometri) adalah penyerapan cahaya yang
dilakukan oleh atom. Oleh karena itu, sampel harus diatomkan untuk
menghasilkan atom bebas. AAS dapat digunakan untuk analisis logam-logam
dalam sampel.(Widia, Astuti, dkk. 1996).
1.3.2 Hukum Lambert Beer
Spektrometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan
visual dalam studi yang lebih terperinci mengenai penyerapan energi cahaya
oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam
pencirian dan pengukuran kuantitatif.
Ditinjau dari hubungan konsentrasi dan absorpsinya, maka kita dapat
menggunakan hukum Lambert Beer jika sumbernya adalah monokromatik.
Pada AAS panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis
emisi yang disebabkan garis emisinya.
Hukum Lambert Beer dapat ditulis sebagai berikut:
keterangan:
A = Absorbansi
b = Panjang lintasan cahaya yang melewati sampel
ε = Absorpsivitas molar yang dipengaruhi jenis senyawa/unsur dan λ
c = Konsentrasi
Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam nyala. Dapat disimpulkan
bahwa absorbansi (A) barbanding lurus dengan absorptivitas molar (ε),
semakin besar absorbansi maka semakin besar pula nilai absorptivitas molar.
Transmitansi merupakan perbandingan cahaya yang diteruskan (I) dengan
cahaya yang masuk (Io) di mana dapat dirumuskan sebagai berikut:
A = ε b c
sedangkan absorbansi (A) adalah banyaknya cahaya yang diserap di mana
absorbnsi berbanding terbalik dengan transmitansi. Hubungan ini dapat dilihat
dari persamaan berikut:
A = - log T
= - log
= log
Energi radiasi yang diserap oleh atom menimbulkan keadaan energi
elektronik yaitu tereksitasinya elektron dalam kulit terluar atom ke tingkat
energi yang lebih tinggi (exited state). Pengurangan intensitas radiasi yang
terjadi sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang
menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang
diteruskan berbanding dengan intensitas radiasi yang masuk (transmitansi),
maka konsentrasi-konsentrasi dapat ditentukan.(Underwood. 2002).
1.3.3 Instrumentasi
Diagram optis alat AAS dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini:
Gambar 1.1 Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom
1. Sumber Cahaya
Sumber tenaga
Tabung katoda cekung Pemotong berputar
Nyala Monokromator Detektor
Penguat arus searah Pencatat
Motor
sampelBahan bakar Oksigen
Sebagai sumber radiasi resonansi untuk atomic absorption
spectrophotometri atau AAS adalah Hollow cathode lamp (lampu katoda
berongga). Lampu ini adalah lampu yang baik untuk AAS. Lampu ini terdiri
dari katoda yang terbuat dari unsur tertentu yang sesuai dengan zat yang akan
dianalisa dan elektroda yang lain merupakan sebuah anoda yang diletakkan
dalam sebuah tabung yang terbuat dari gelas kuarsa. Gambar 1.2 di bawah ini
merupakan gambar dari lampu katoda berongga.
Gambar 1.2 Lampu katoda berongga
Gas-gas pengisi tabung yang biasa digunakan adalah Ne (neon), Ar (argon)
dan He (helium). Contoh unsur dari katoda adalah Cu (tembaga), Mg
(magnesium), Na (natrium) dan lain-lain. Jenis lampu logam dengan panjang
gelombang tertentu dibedakan berdasarkan logam yang dipasang pada lubang
katoda yang berfungsi sebagai pengatur frekuensi radiasi yang dipancarkan
dari lampu, sehingga energi ini oleh photomultiplier diubah menjadi energi
listrik.
Harus dari quartz
Diis gas Neon atau Argon dengan tekanan rendah
Katoda
Anoda
Bahan Logam
Dalam rangkaian alat terdapat chopper yang berfungsi sebagai pengatur
frekuensi radiasi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi ini oleh
photomultiplier dubah menjadi energi listrik.
2. Atomizer
Atomizer adalah alat yang digunakan untuk mengatomkan senyawa yang
akan dianalisa (sampel). Atomizer terdiri dari sistem pengabut (nebulizer) dan
sistem pembakar (burner), sehingga sistem atomizer ini juga disebut burner
nebulizer system/sistem pengabut pembakar. Adapun macam-macam atomizer
sebagai berikut:
1. Flame bekerja pada temperatur atomisasi 1700-3150°C dengan jenis
kontinyu
2. Inductively coopled argon plasma, bekerja pada temperatur atomisasi
4000-5000°C dengan kontinyu.
3. Direct current agent plasma, bekerja pada temperatur 4000-6000oC,
dengan jenis kontinyu.
4. Electric thermal, bekerja pada temperatur 1200-1300oC, dengan jenis
diskrit.
5. Electric arc, bekerja pada temperatur 4000-5000oC, baik untuk jenis diskrit
dan kontinyu.
6. Electric spark, bekerja pada temperatur 40000oC dengan jenis kontinyu.
Atomizer yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah jenis sistem
flame. Pada umumnya menggunakan energi panas yang dihasilkan baik
dengan listrik ataupun nyala api. Untuk memperoleh uap teratomisasi yang
optimum maka suhu harus diatur dengan baik, karena bila suhu terlalu tinggi
sebagian atom akan terionisasi, sehingga tidak menyerap panjang gelombang
yang diharapkan. Untuk mencapai suhu tertinggi bila dibakar dengan
asetilene, yaitu 3000oC.
Pada umumnya pengatoman terjadi pada tempat pembakaran sampel, udara,
dan gas asetilene yaitu di burner head.
a) Nebulizer system
Sistem ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir – butir kabut
yang berukuran 15-20 µm, dengan cara menarik larutan melalui kapiler
dengan penghisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan disemprotkan
ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-
sama aliran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala, sedang partikel kabut
yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
b) Burner system
Sistem burner/pembakaran ialah suatu sistem di mana nyala api
mengatomkan sampel yang telah diubah menjadi kabut/uap garam unsur
menjadi atom-atom normal. Berikut merupakan gambar dari atomizer nyala:
Gambar 1.3 Atomizer nyala
Sampel analit
Saluran PEMBUA
Nyala
Bahan bakar dan oksidan
kabut
Dari gambar dapat dijelaskan bahwa, bahan bakar, udara dan sampel
diumpankan ke tempat campuran melalui sederet buffle kemudian menuju ke
tempat pembakaran. Pemasangan buffle dimaksudkan untuk pencampuran
bahan bakar, oksidan dan sampel agar terjadi dengan sempurna. Sampel yang
masuk pada alat ini menghasilkan cairan bermacam-macam. Tetesan yang
besar akan menumbuk buffle sehingga sampai pada nyala api dengan ukuran
yang seragam.
Larutan sampel disedot melalui pipa kapiler yang dilalui udara atau
oksigen lewat ujung yang diruncingkan dari pipa dalam nyala oleh gas-gas
yang berdesakan. Aerosol sampel jauh kurang seragam, jalan optis jauh lebih
pendek dan pembakaran dengan suara yang keras.
3. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi mengubah cahaya polikromatik
menjadi cahaya monokromatik atau dengan istilah lain melakukan pemilihan
radiasi yang ditemukan. Monokromator terdiri dari cermin dan grating.
Garis serapan atom dalam nyala atau tanur jauh lebih sempit dari pada pita
yang disediakan oleh gabungan sumber yang berkesinambungan dengan
monokromator, daya pendispersi dan lebar celah kekromatikan dapat
dihampiri sedekat yang diinginkan dengan mengubah lebar celah.
4. Detektor
Dalam sebuah detektor untuk suatu spektrofotometer, kita menginginkan
kepekaan yang tinggi dalam daerah spektral yang diinginkan, respon yang
linear terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat, dapat digandakan dan
kestabilan tinggi atau tingkat bising yang rendah, meskipun dalam praktik
perlu mengkompromikan faktor-faktor tersebut di atas.
Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan
yang telah diubah menjadi energi oleh photomultiplier. Hasil pengukuran
detektor dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa
printer dan pengamat angka.
1.3.4 Teknik Pengukuran AAS
Ada tiga pengukuran yang biasa digunakan pada analisis sampel dengan
menggunakan AAS, yaitu :
a. Metode satu standar
Pengukurannya berdasarkan hukum Beer, namun standar yang dipakai
hanya satu, jika tidak bisa didapatkan suatu grafik yang baik atau sesuai.
Kelemahan sistem ini, jika standar salah maka hasil analisa yang dilakukan
semua akan salah.
As = εbcs
As = εbcx cx=
cx = Konsentrasi sampel
As = Absorbansi larutan standar
Ax = Absorbansi sampel
Cs = Konsentrasi larutan standar
b. Metode kurva kalibrasi
Metode kurva kalibrasi/standar yaitu dengan membuat kurva antara
konsentrasi larutan standar (sebagai absis) melawan absorbansi (sebagai
ordinat) di mana kurva tersebut berupa garis lurus. Dengan cara
menginterpolasikan absorbansi larutan sampel ke dalam kurva standar
tersebut kemudian akan diperoleh konsentrasi larutan sampel.
y = y = Absorbansi
x = Konsentrsai
a = Intersep
b = Slope
Gambar 1.4 Kurva kalibrasi
c. Metode penambahan standar
Pada metode ini dibuat sederetan larutan cuplikan dengan
konsentrasi yang sama dan masing-masing ditambahkan larutan standar,
kemudian unsur yang dianalisa dengan konsentrasi tertentu. Absorbansi
masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap
konsentrasi unsur standar yang ditambahkan. Pengukuran ini juga sama
dengan yang sebelumnya yaitu mengikuti Hukum Beer, karena intinya
adalah pengukuran absorbansi yang dikorelasikan ke konsentrasi.
Volume larutan standar
Absorbansi larutan standar
Konsentrasi cuplikan
Absorbansi larutan standar
Konsentrasi larutan standar
Konsentrasi sampel
Absorbansi sampel
y =
y = Absorbansai
x = Volume standar
a = Intersep
b = Slope
Gambar 1.5 Kurva kalibrasi penambahan standar
1.3.5 Gangguan pada AAS dan Cara Mengatasinya
Gangguan – gangguan yang mungkin terjadi pada metode spektrometri
serapan atom, antara lain gangguan karena serapan latar, gangguan matriks,
gangguan kimia, gangguan ionisasi, gangguan spektra dan gangguan serapan
emisi.
1. Gangguan karena serapan latar
Kadang-kadang sinar yang diberikan dari lampu katoda berongga diserap
oleh senyawa lain yang terkandung dalam sampel. Adanya serapan ini akan
mengganggu pengukuran serapan atom dari unsur yang dianalisis,
gangguan serapan ini disebut ”serapan latar” (background absoption).
Serapan latar disebabkan oleh:
a. Serapan molekuler yang disebabkan oleh senyawa-senyawa yang tidak
teratomisasi dalam atomizer
b. Hamburan sinar yang disebabkan oleh partikel-partikel padat yang
halus yang melintang pada berkas sinar
c. Serapan nyala nyala bahan bakar yang digunakan serapan latar pada
umumnya mengganggu pada daerah panjang gelombang di bawah 2500
(daerah ultra violet).
Gangguan serapan latar dapat dikoreksi dengan cara sebagai berikut:
a. Dengan pengukuran yang lebih sederhana
Harga serapan yang diberikan pada pengukuran, memberikan
jumlah serapan atom yang dianalisis dengan serapan latar, serapan
latar ini dapat diukur pada panjang gelombang serapan atom yang
dianalisis maka harga serapan atom dapat ditentukan secara mudah
dengan pengurangan yang sederhana.
b. Koreksi dengan garis yang berdekatan
Pada cara ini serapan latar di ukur pada panjang gelombang + 50
dari garis serapan atom yang dianalisis. Metode ini mempunyai
kekurangan sebab lampu katoda rongga yang memancarkan sinar
kuat pada + 50 dari garis analisis unsur yang ditentukan tidak
selalu tersedia dan juga serapan atom dan serapan latar tidak diukur
pada panjang gelombang yang sama.
c. Koreksi dengan panjang gelombang sinar yang kontinyu
Sinar yang intensitasnya hampir merata pada daerah 1900 – 4300
A, dapat digunakan secara efektif untuk koreksi serapan latar, yaitu
dapat digunakan lampu D2/H2. Monokromator diatur pada panjang
gelombang garis analisis dan sinar dari lampu D2 diatur selebar
beberapa di sekitar panjang gelombang dari unsur yang di
analisis, maka serapan latar dapat diukur. Dengan pengurangan
serapan latar, maka serapan atom dapat diukur langsung dengan
mudah.
2. Gangguan matriks, yaitu gangguan yang disebabkan oleh unsur-unsur atau
senyawa lain yang terkandung di dalam cuplikan. Adanya matriks ini
menyebabkan perbedaan pada proses atomisasinya dan proses penyerapan
energi radiasi oleh atom yang dianalisa dengan standar murni. Gangguan
matriks ini dapat diatasi dengan metode penambahan standar.
3. Gangguan kimia, yaitu gangguan yang disebabkan oleh adanya komponen
yang membentuk senyawa stabil secara termal dengan unsur yang
dianalisis, yang tidak dapat terdisosiasi sempurna pada proses atomisasinya.
Misalnya, adanya ion fosfat pada penentuan Ca pada atomisasi dengan
nyala udara asetilen. Ion posfat akan membentuk senyawa yang stabil
dengan Ca yang sulit untuk diatomisasikan. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambah unsur lain yang berlebihan pada cuplikan dan standar,
yaitu unsur ini akan membentuk senyawa stabil dengan ion fosfat, misalnya
dengan menambah La. Cara lain yaitu dengan menaikkan suhu nyala untuk
memecahkan senyawa stabil yang terbentuk, tetapi cara ini kurang
memberikan hasil yang memuaskan.
4. Gangguan ionisasi
Gangguan ini terjadi pada penggunaan suhu yang tinggi, sehingga atom-
atom yang dianalisa tidak hanya teratomisasikan pada keadaan tingkat
energi dasar, tetapin atom-atom dapat tereksitasi secara termal karena panas
atau dapat terionisasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambah unsur
atau logam yang berlebihan yang mudah terionisasi sehingga menghasilkan
elektron dengan jumlah yang besar dan menekan proses ionisasi unsur yang
akan dianalisis. Biasanya, dengan penamban logam Na atau K dapat
menekan ganggun ionisasi ini.
5. Gengguan spektra
Gangguan ini terjadi jika bentuk serapan atom yang dianalisis overlapping
dengan garis spektra dari unsur lain. Gangguan ini jarang sekali terjadi
karena panjang gelombang setiap serapan atom adalah sangat karakteristik.
Gangguan ini dapat diatasi dengan memilih panjang gelombang serapan
karakteristik yang lain.
6. Gangguan emisi
Pada konsentrasi tinggi dari unsur yang dianalisis yang mempunyai emisi
tinggi, sering diperoleh hasil analisis yang kurang tepat (bila signal berada
dalam pita spektrum dari sinar yang digunakan). Gangguan dapat diatasi
dengan melakukan beberapa cara, yaitu mempersempit lebar celah,
menaikkan arus lampu, mengencerkan larutan atau menggunakan nyala
yang lebih rendah.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1 Alat yang digunakan, yaitu :
1. AAS Spectra AA-220
2. Labu ukur 100 ml
3. Pipet ukur 10 ml
4. Buret 50 ml
5. Gelas kimia 250 ml
6. Pipet volume 25 ml
7. Statif
8. Bulp
9. Spektrometer
10. Botol sampel
2.1.2. Bahan yang digunakan, yaitu :
1. Larutan Cu 1000 ppm
2. Larutan HNO3
3. Aquadest
2.2. Prosedur Percobaan
1. Pembuatan larutan blanko :
a. Memipet 10 ml HNO3 ke dalam labu ukur 100 ml.
b. Mengencerkan dengan aquadest hingga tanda batas, kemudian
mengkocok hingga homogen.
2. Pembuatan larutan baku 100 ppm dari larutan baku 1000 ppm :
a. Memipet 10 ml larutan baku Cu 1000 ppm.
b. Memasukkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml.
c. Mengencerkan larutan dengan aquadest hingga tanda batas
kemudian mengkocok hingga homogen.
3. Pembuatan larutan standar :
a. Memipet berturut-turut 1 ml; 2 ml; 6 ml; 10 ml; 14 ml larutan; 20
ml laurutan Cu 100 ppm ke dalam masing-masing buret 100 ml.
b. Menambahkan aquades hingga tanda batas.
c. Memasukkan masing-masing larutan standar ke dalam botol dan
memberi label sesuai dengan konsentrasinya.
4. Pengoperasian AAS Spectra AA-220
Memasang lampu elemen Cu kedalam tempatnya
Membuka kran tabung gas asetylen berlawanan arah jarum jam
dengan menggunakan kunci inggris
Membuka dan mengecek aliran udara dengan melihat tekanan 50
psig pada kompresor, tekanan asetylen 11 psig dan tekanan N2O 50
psig
Menghidupkan aliran listrik ke komputer dan spektrometer
Menghidupkan komputer
Menghidupkan alat spektrometer Spektra AA-220
Mengklik logo spectra AA pada layar komputer
Mengklik worksheet
Mengklik new
Mengklik worksheet details, dan mengisi form berikut ini :
Name : kelompok 1A
Analyst : BonSaFar
Comment :
Sample : 2
Mengklik Ok
Mengklik add methode dan memilih elemem Cu (elemen yang
akan dianalisa).
Mengklik edit methode dan mengisi form berikut ini :
- Type / mode
Sampling mode : manual
Instrument mode :absorban
Flame type and gas flow : air / asetylen
Air flow : 13,5 ml / menit
Acetylene flow : 2,00 ml / menit
- Measurement
Meansurement mode : integration
Meansurement time : 3 s
Read delay time : 5 s
Calibration mode : concentration
Replicate standart : 3
Replicate sample : 2
- Optical
Lamp position : 3
Lamp current : 4,0 mA
Wave length : 324,8 nm
Slit : 0,5 nm
Background concentration : Bc off
- Standard
Mengisi nilai konsentrasi larutan standar Cu
Standard 1 : 1,000 ppm
Standard 2 : 2,000 ppm
Standard 3 : 6,000 ppm
Standard 4 : 10,000 ppm
Standard 5 : 14,000 ppm
Standar 6 : 20,000 ppm
Lalu mengklik Ok
Mengklik label dan mengisi nama sampel berikut ini :
- Pada baris satu :Sample 1
- Pada baris dua :Sampel 2
Mengklik analysis
Mengklik optimize, akan muncul beberapa kotak yaitu :
- Kotak unsur pilihan Cu yang diuji, mengklik ok
- Selanjutnya kolom dialog box (wr…) pada monitor,
mengklik ok.
- Selanjutnya muncul kolom analyst checklist, mengklik ok.
Mengklik optimaze lamp. Selanjutnya mencari nilai % gain
terendah untuk elemen Cu dengan memutar kedua tombol putaran
yang terdapat di bagian belakang lampu.
Mengklik rescale setiap indicator cahaya mencapai puncak atau
batas tertinggi sampai % gain terendah.
Mengklik optimaze signal, kemudian menyalakan flame dengan
menekan tombol hitam pada alat agak lama sampai nyala api
sempurna.
Mengklik instrument zero ketika selang terhubung dengan aquades
Memindahkan selang ke salah satu standar. Menggeser-geser
burner head sampai diperoleh nilai absorbansi tertinggi.
Mengembalikan selang ke aquades lalu menunggu sinyal
absorbansi menurun lalu mengklik ok.
Kemudian muncul kolom uji Cu, kemudian klik cancel.
Mengklik start
Kemudian mengikuti perintah yang muncul di monitor untuk
dianalisa
- Present instrument zero (selang terhubung dengan aquades)
- Present cal zero (selang terhubung dengan larutan blanko)
- Present standar 1 (selang terhubung dengan standar 1)
- Present stendar 2 (selang terhubung dengan standar 2)
- Present standar 3 (selang terhubung dengan standar 3)
- Present standar 4 (selang terhubung dengan standar 4)
- Present standar 5 (selang terhubung dengan standar 5)
- Present sampel 1 (selang terhubung dengan sampel 1)
- Present sampel 2 (selang terhubung dengan sampel 2)
Setelah proses analisa selesai, akan muncul authron complete.
Kemudian mengklik ok.
5. Mengeprint data
Mengklik file, lalu close sehingga akan kembali pada menu awal
Mengklik report
Mengklik check data
Mengklik nama file percobaan yang dilakukan
Mengklik print, lalu ok.
6. Mematikan alat AAS
Mengklik exit pada menu awal
Mengklik start pada monitor kemudian shut down
Mematikan alat AAS
Menutup kran tabung gas
Mematikan sumber arus listrik.
BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Pengamatan
LarutanC
(mg/L)
AbsorbansiX
x1 x2 x3
Cal Zero 0 0,0076 0,0046 0.0031 0.0051
Standar 1 1.000 .....e …..e …..e …..e
Standar 2 2.000 0.0611 0.0620 0.0618 0.0616
Standar 3 6.000 0.2070 0.2091 0.2103 0.2088
Standar 4 10.000 0.3833 0.3826 0.3847 0.3835
Standar 5 14.00 0.4791 0.4720 0.4735 0.4749
Standar 6 20,00 0.6767 0.6791 0.6756 0.6771
Sample 1 13.655 0.4915 0.4902 - 0.4909
Sample 2 9.255 0.3526 0.3119 - 0.3323
BAB IV
PEMBAHASAN
AAS (Atomic Absorption Spectrometri) adalah suatu metode analisa yang
digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan kepekaan,
ketelitin serta selektivitas yang tinggi yang didasarkan pada proses penyerapan
energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground
state). Prinsip dasar alat ini ialah banyaknya radiasi panas (cahaya) yang dapat
diserap oleh atom-atom logam yang terdapat dalam sampel, dimana banyaknya
konsentrasi zat tertentu yang terdapat dalam sampel.
Dalam penggunaan AAS, penyerapan dilakukan oleh atom, oleh karena itu
sampel harus diatomkan, karena pada praktikum kami menggunakan sampel cair
maka digunakan suatu atomizer atau alat pengatoman ( pembuat atom ) unsur
pada sampel. Dalam hal ini digunakan nyala api dari pembakaran acetylene dan
udara tekan N2O. Jadi pada prinsipnya AAS hanya untuk sampel yang telah
berupa atom untuk proses penyerapan. Penyerapan energi radiasi oleh atom-atom
yang berada pada tingkat energi dasar ( ground state ). Penyerapan energi tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang
lebih tinggi ( excited state ). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan
sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi
radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan
( Transmitasi ) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap ( Absorbansi ) maka
konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan, dalam hal ini adalah unsur
Cu.
Sebagai sumber radiasi digunakan lampu katoda berongga ( Hollow
Catode Lamp ). Dalam hal ini lampu yang digunakan harus sesuai dengan unsur
yang akan dianalisis dalam sampel yaitu Cu. Penggunaan hollow catode lamp
harus disesuaikan karena radiasi resonansi ini mempunyai panjang gelombang
atau frekuensi yang karakteristik untuk setiap unsur. Sebelum hollow catode lamp
digunakan untuk proses serapan maka harus disesuaikan terlebih dahulu cahaya
atau sinar dari hollow catode lamp, dengan menggunakan kertas untuk ketepatan
datangnya cahaya agar dalam berlangsungnya penyerapan lebih baik.
Detection limit merupakan konsentrasi terkecil yang dapat diukur oleh
suatu alat dengan syarat % RSD-nya masih dapat memenuhi kriteria yang
diharuskan yaitu tidak boleh lebih dari 10%. Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan, diperoleh % RSD untuk masing-masing standard yaitu :
Cal zero = 44,9 %
Standard 1 = …..e
Standard 2 = 1,8 %
Standard 3 = 0,79 %
Standard 4 = 1,6 %
Standard 5 = 0,7 %
Standard 6 = 0,2 %
Sampel 1 = 0,18 %
Sampel 2 = 8,6 %
Dan hasil analisa dibuat grafik yang merupakan kurva kalibrasi antara
konsentrasi larutan standar Vs absorbansinya. Dari grafik diperoleh persamaan y
= 0.034x + 0,007. Dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi sempel dengan memasukkan absorbansi sampel pada persamaan. Dari
pembacaan alat diperoleh konsentrasi sampel.
Sampel 1= 13,655 mg/l
Sampel 2 = 9,225 mg/l
Sedangkan dari rumus persamaan diperoleh konstanta yangcukup berbeda :
Sampel 1 = 14,23 mg/l
Sampel 2 = 9,56 mg/l
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada prinsipnya alat AAS didasarkan pada banyaknya cahaya yang diserap
oleh atom-atom logam yang ada dalam sampel dimana banyaknya cahaya
yang diserap sebanding dengan konsentrasi logam tersebut dalam sampel.
2. Pengoperasian alat AAS pada umumnya sering mengalami kesalahan
karena pembuatan larutan standar yang tidak sesuai. Alat AAS memiliki
komponen-komponen seperti : Hollow Catode Lamp, Atomizer,
Monokromator dan Detektor.
3. Pembuatan kurva standar merupakan grafik yang dibuat dari Absorbansi
Vs Konsentrasi dari larutan standar dimana diperoleh persamaan garis
yaitu, y = 0.034x + 0.007.
4. Dari praktikum didapatkan konsentrasi Cu yang diperoleh dari perhitungan
pada persamaaaan garis diatas dimana x adalah konsentrasi, dalam :
Sampel 1 sebesar = 14,23 mg/l
Sampel 2 sebesar = 9,56 mg/l
Diperoleh nilai % RSD yaitu :
Cal zero = 44,9 %
Standard 1 = …..e
Standard 2 = 1,8 %
Standard 3 = 0,79 %
Standard 4 = 1,6 %
Standard 5 = 0,7 %
Standard 6 = 0,2 %
Sampel 1 = 0,18 %
Sampel 2 = 8,6 %
5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum, mahasiswa harus lebih teliti dalam hal:
a. Membuat larutan standar dengan teliti dan kondisi alat yang
digunakan harus benar-benar kering dan bersih.
b. Memperhatikan dan melakukan prosedur percobaan sesuai
dengan petunjuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. Jakarta: UI-Press
Mulja, Muhammad. 1995. “Analisis Instrumental”. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tim Penyusun Penuntun Praktikum Instrumen. 2008. ”Penuntun Praktikum
Instrumen”. Samarinda: Polnes.
Underwood. 1986. “Analisa Kimia Kuantitatif “. Jakarta: Erlangga.
Widiastuti, Endang, dkk. 1996. “Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen”.
Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik
LAMPIRAN
Perhitungan
Perhitungan RSD (Relativ Standard Deviation) : δ
% RSD =
Contoh perhitungan SD untuk larutan standar 1 (1 ppm) :
δ =
= 1.15 10-3
% RSD =
= 1.8%
LarutanC
(mg/L)
AbsorbansiX SD % RSD
x1 x2 x3
Cal Zero 0 0,0076 0,0046 0,0031 0,0051 2,29x10-3 44,9%
Standar 1 1 …..e …..e …..e …..e …..e …..e
Standar 2 2 0,0611 0,0620 0,0618 0,0616 1,15x10-3 1,8%
Standar 3 6 0,2070 0,2091 0,2103 0,2088 1,67x10-3 0,79%
Standar 4 10 0,3833 0,3826 0,3847 0,3835 6x10-2 1,6%
Standar 5 14 0,4791 0,4720 0,47735 0,4749 3,74x10-3 0,7%
Standar 6 20 0,6767 0,6791 0,6756 0,6771 1,79x10-3 0,2%
Sample 1 13,655 0,4915 0,4902 - 0,4909 9,21x10-4 0,18%
Sample 2 9,225 0,3526 0,3119 - 0,3323 28x10-3 8,6%
Dengan menggunakan perhitungan yang sama diperoleh data sebagai berikut:
Perhitungan konsentrasi sampel dengan menggunakan persamaan y = 0,034x +
0,007
Y = Absorbansi X = Konsentrasi
Larutan Absorban Konsentrasi (mg/l)
Sample 1 0,4909 14,23
Sampel 2 0,3323 9,56