TUGAS KULIAH

30

Click here to load reader

description

kuliah

Transcript of TUGAS KULIAH

TUGAS KULIAHETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASIANTARA PROPAGANDA DAN PROVOKASI

DI MEDIA DAN MEDIA SOSIAL)

Rizky Riana

D0211089

Komunikasi A/ 2011

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tak dapat dipungkiri saat ini perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat, salah satunya yakni perkembangan teknologi dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Kebutuhan tentang informasi tersebut seakan telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di zaman ini. Masyarakat kini dapat mendapatkan infomasi dengan mudah melalui media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Seiring perkembangan zaman, penyedia informasi pun tumbuh menjamur dalam bentuk stasiun televisi swasta. Tumbuhnya media elektronik pun berakibat pada persaingan antar media yang semakin ketat, namun persaingan tersebut bukan persaingan yang sehat. Media berlomba-lomba melakukan propaganda maupun provokasi untuk dapat menarik perhatian masyarakat. Bahkan sekarang banyak media yang memberitakan peristiwa biasa yang dikesankan menjadi berita yang luar biasa. Propaganda dan provokasi dalam media massa serta media sosial memang tak bisa terpisahkan, lewat media massa serta media sosial inilah kemudian propaganda dan provokasi bisa terlaksana dengan baik terlepas itu oleh media audio, visual, ataupun audio visual.Media massa dan media sosial memang memiliki pengaruh yang sangat sentral dalam pembentukan opini publik sehingga dalam hal ini informasi yang diberikan dapat mempengaruhi keadaan komunikasi sosial pada masyarakat. Masyrakat yang tidak tahu apa-apa banyak yang menelan mentah-mentah berbagai informasi yang diberitakan pada sebuah media, padahal di sisi lain berita tersebut ada kemungkinan memiliki ketimpangan yang harus diverifikasi.Berbagai informasi yang kemudian masuk tanpa mengindahkan sisi objektivitas itulah yang kemudian menjadi permasalahan. Propaganda yang tak berimbang tentunya memiliki kepentingan-kepentingan yang biasanya berkenaan dengan kepentingan politik, bertujuan untuk menjatuhkan figur atau tokoh-tokoh tertentu dan berusaha menaikan pamor tokoh tertentu. Media memang menjadi alat propaganda dan provokasi yang efektif untuk menghasilkan dan membentuk pemikiran dan pola pikir masyrakat. B. Rumusan Masalah1. Bagaimana propaganda dalam media massa dan media sosial saat ini?2. Bagaimana media berperan dalam melakukan provokasi di masyarakat?BAB II

PEMBAHASAN

A. Propaganda dalam Media

1. Pengertian Propaganda

Pengertian propaganda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penerangan (paham, pendapat, dsb.) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu.

Propaganda menurut Harold D. Laswell adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya. Definisi lainnya yakni propaganda adalah semata-mata kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau menyampaikan pendapat yang konkrit dan akurat, melalui sebuah cerita, rumor, laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam komunikasi sosial (Nurudin, 2001 : 10).Carl I Hovlan menambahkan bahwa propaganda merupakan usaha untuk merumuskan secara tegar azas-azas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan sikap.Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell dalam bukunya Propaganda And Persuasion, propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.Dari pendapat berbagai sumber, propaganda sebenarnya belum tentu buruk seperti persepsi yang kita yakini. Kadang propaganda menyampaikan informasi yang benar namun yang kita dapati seringkali menyesatkan karena informasi yang disampaikan tersebut tidak semua disampaikan. Orang yang menyampaikan propaganda biasanya memberikan fakta-fakta yang menguntungkan dirinya saja sedangkan fakta yang menyangkut pemberitaan buruk tentang dirinya atau kelompoknya dengan disengaja disembunyikan. Tujuannya tidak lain untuk membuat citra dirinya dan kelompoknya semakin terlihat baik di mata sebagian besar masyarakat. Satu hal lagi yang membuat propaganda menjadi istilah buruk adalah kecenderungan untuk menyebarkan informasi yang buruk untuk lawannya. Informasinya memang biasanya berupa fakta yang ada tetapi sudah dibesar-besarkan untuk memperburuk citra sang lawan.Sebagus apapun propaganda yang kita lancarkan terhadap lawan kita tidak akan menemui kelancaran tanpa adanya suatu alat. Alat tersebut merupakan sebuah perantara bagi isi propaganda agar sampai kepada orang-orang yang kita tujukan atas propaganda tersebut. Alat propaganda tersebut tidak lain adalahmedia massa. Media masa tersebut melingkupi media dalam ruang seperti televisi maupun radio juga media luar luang seperti baliho, spanduk dan sebagainya. Media non kontemporer pun mempunyai andil yang besar dan berpengaruh untuk propaganda saat ini.Pada makalah kali ini saya akan mencoba membahas pemanfaatan media sebagai alat propaganda politik dan bagaimana pengaruhnya terhadap keberhasilan berpolitik mereka. Bagaimana pula etika yang harus dijalankan mengingat media massa merupakan sebuah tempat yang netral atau tidak memihak dan berita yang ada pada suatu media massa harus merupakan fakta yang apa adanya tanpa ada suatu fakta yang disembunyikan.a. Unsur-unsur PropagandaAdapun mengenai unsur-unsur yang terdapat pada propaganda sehingga terbentuk sebuah komunikasi adalah sebagai berikut:

1) Adanya komunikator, penyampaian pesan.

2) Adanya Komunikan atau penerima pesan/ informasi.

3) Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menetukan isi dan tujuan yang hendak dicapai.

4) Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa adar mencapai tujuannya yang aktif.

5) Sarana atau medium (media), yang tepat dan susuai atau serasiu dengan situasi dari komunikan.

6) Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang secepatnya dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.

7) Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang bersangkutan.b. Pengelompokan Propaganda

1) Menurut Sifat:a) White propaganda, merupakan propaganda yang secara jujur, benar, sportif menyampaikan isi (content) pesan, serta sumbernya jelas.b) Black propaganda, merupakan propaganda yang secara licik, palsu, tidak jujur dan menuduh sumber lain melakukan kegiatan tersebut.c) Grey propaganda, merupakan propaganda yang sumber kurang jelas tujuannya (samar-samar) sehingga menimbulkan keraguan.d) Ratio propaganda, merupakan propaganda dengan tujuan rasional.2) Menurut Sumber: a) Concealed, sumber tertutup.b) Revealed, sumber jelas terbuka.c) Deleyed revealed, sumber lambat laun terbuka jelas.3) Menurut Sistem:

a) Menggunakan simbol-simbol, symbolic interaction. Propaganda jenis ini menggunakan lambing-lambang komunikasi yang penuh arti, yaitu: bahasa (lisan atau tulis), gambar-gambar, dan isyarat-syarat. Simbol-simbol dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang jiwa komunikan untuk menerima pesan dan kemudian memberikan reaksi seperti yang diharapkan oleh komunikator .b) Menggunakan perbuatan nyata, propaganda of the deed. Propaganda jenis ini menggunakan tindakan nyata untuk memaksa komunikan menerima pesan dan melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan oleh komunikator .

Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee, (1939) dalam buku The Fine Art of Prapaganda, berpendapat bahwa terdapat tujuh teknik propaganda, yaitu:a. Name Calling, teknik memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya.b. Glittering Generality , teknik menghubungkan sesuatu dengan kata yang baik dipakai untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti.c. Transfer , teknik membawa otoritas, dukungan, gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima.d. Testimoni (kesaksian), teknik memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk.e. Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka adalah bagian dari rakyat.f. Card Staking, meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk. Teknik ini memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal-hal yang mendukung posisi itu. Argument-argumen yang dipilih bisa benar atau salah.g. Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera menggabungkan diri pada kelompok.

2. Mediaa. Media Massa

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyatakan bahwa Media massa merupakan jenis media yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaluddin Rakhmat, 1994). Ditujukan kepada khalayak yang tersebar bisa berupa banyaknya jangkauan media. Misalkan koran dengan jumlah oplah yang mencapai ribuan maupun televisi yang menjadi media primadona karena ditonton oleh sebagian besar masyarakat atau bisa juga baliho yang terletak di tempat yang strategis hingga banyak orang berlalu-lalang yang melihatnya. Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam propaganda.

Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, terdapat ciri-ciri khusus media massa antara lain :

1. Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan dan budaya.2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya.3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik.4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial.5. Institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan.6. Meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media. (McQuail, 1987)

b. Media Sosial (Social Media)Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputiblog,jejaring sosial, wiki, forum dandunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Media sosial lain yang kita kenal antara lain yaitu facebook, twitter ataupun media messenger seperti Yahoo Messenger, Google Talk, BBM (BlackBerry Messenger).

3. Propaganda dalam Media Massa dan Media Sosial

Propaganda dan media massa memang tak bisa terpisahkan, lewat media massa inilah kemudian propaganda bisa terlaksana dengan baik terlepas itu oleh media audio, visual, ataupun audio visual. Media massa memang memiliki pengaruh yang sangat sentral dalam pembentukan opini publik sehingga dalam hal ini informasi yang diberikan dapat mempengaruhi keadaan komunikasi sosial pada masyarakat. Masyarakat yang tidak tahu apa-apa banyak yang menelan mentah-mentah berbagai informasi yang diberitakan pada sebuah media, padahal di sisi lain berita tersebut ada kemungkinan memiliki ketimpangan yang harus diverifikasi.

Berbagai informasi yang kemudian masuk tanpa mengindahkan sisi objektivitas itulah yang kemudian menjadi permasalahan. Propaganda yang tak berimbang tentunya memiliki kepentingan-kepentingan yang biasanya berkenaan dengan kepentingan politik, bertujuan untuk menjatuhkan figur atau tokoh-tokoh tertentu dan berusaha menaikan pamor tokoh tertentu. Sebagai gambarannya adalah ketika Pemilu berlangsung para kontestan dengan menggunakan media berusaha mepromosikan dirinya melalui partai yang mengusungnya. Dengan begitu mereka berusaha mempropagandakan dirinya agar mendapat simpati masyarakat sehingga banyak yang memilih.Kemudian untuk memperoleh suara yang banyak, tak sedikit diantara mereka yang melakukan praktik Black Propaganda. Menggunakan cara-cara yang licik dengan menghasut dan mengadu domba. Tak ayal denngan propaganda jenis ini terberssit sebuah istilah lempar batu sembunyi tangan.

Pelaksanaan Pemilu memang rawan dengan berbagai kegiatan Propaganda utamanya yang berbau negatif. Segala cara yang bisa ditempuh digunakan demi memenangkan pemilihan terlepas dengan jalur yang terhormat (positif) dan tidak terhormat (negatif).

Selain pelaksanaan pemilu diatas, Propaganda yang sering dilancarkan media pada dewasa ini ialah mengenai pemberitaan Islam dan teroris. Islam dan teroris seolah menjadi satu paket yang terus diliput oleh media, utamannya Barat. Sehingga terjadilah opini publik yang mengartikan Islam sebagai agama yang keras, bengal, dan barbar yang menghasilkan partisipan terorisme belaka.

Media memang menjadi alat Propaganda yang efektif untuk menghasilkan dan membentuk pemikiran dan pola pikir masyrakat. Maka, propaganda pun dengan demikian terkait erat dengan salah satu teori dalam komunikasi yakni, teori agenda setting.

Dengan agenda setting ini media dengan sepihak menampilkan dan memberikan asupan informasi kepada publik karena mengangap hal tersebut penting oleh media massa. Sebagai contohnya ketika media massa dipergunakan pemerintah di AS (Amerika Serikat) dalam memprogandakan peperangan. Pada dasarnya masyarakat AS menentang dengan keras peperangan yang di usung pemerintah, namun dengan media AS kemudian memberikan Propagandanya bahwa peperangan adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk menghasilkan kedamaian.

Melalui propaganda seperti itu kemudian pola pemikiran masyarakat pun berubah dan mendukung peperangan, bahkan tak sedikit yang rela menyumbang untuk kepentingan tersebut terlepas dengan menggunakan berbagai teknik yang ada pada Propaganda.

Pada masa Plato, media massa sudah diyakini mempunyai pengaruh. Karena itu, ia membatasi bahan-bahan bacaan untuk masyarakat tertentu. Di Amerika Serikat (AS), sejak 1960-an, studi media sudah membuktikan bahwa media massa memunyai efek terhadap tindakan masyarakat, termasuk dalam tindakan-tindakan yang agresif dan revolusioner. Sejauh studi yang dilakukan para ahli, interpretasi media massa menjadi pertimbangan bagi sebuah gerakan sosial (Ray Eldon Hiebert dan kawan-kawan, 1982). Stephen Crane (1895) mengatakan media adalah sebuah pasar, di mana kebijaksanaan bebas dijual, ia adalah permainan, juga bisa membuat kematian. Maksud Crane tentu menyatakan bahwa surat kabar bukanlah sebuah kebenaran. Ia bergantung pada perspektif dan fakta yang didedahkan. Hal yang paling berbahaya adalah kematian akibat efek berita.

Media massa memang hanya jalinan antara tinta, suara, visual, dan kertas. Namun, ia bisa mempengaruhi siapa saja untuk bertindak; media secara beruntun memberikan informasi, merayu massa tanpa henti. Penyajian berita dan informasi adalah proganda yang kadangkala tidak disadari. Kebodohan media bisa membuat kebodohan terhadap masyarakat jika masyarakat mengidentifikasi diri mereka sebagai kelompok teraniaya dan dalam kategori yang sama, umpamanya sebagai orang-orang tertindas atau sebagai bangsa yang dizalimi. Kesalahan media akan bisa membawa tindakan sosial yang tragis.

Selain hal di atas, media massa juga bisa dijadikan alat kepentingan dan propaganda dalam pemilihan umum untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam teori analisis media, Louis Althusser mengemukakan tentang struktural Marxism yaitu media massa bagian dari aparatus idioligis negara. Media dan kekuasaan negara saling terkait. Misalnya saja dalam pelaksanaan pemilu beberapa media massa akan memberikan berita yang mungkin tidak netral karena beberapa alasan.

Media massa membuat penting isu-isu yang diangkat walaupun tak sepenuhnya dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat seolah membutuhkan pesan dan informasi yang pada akhirnya mengubah pemikiran dan bahkan kebudayaan dalam masyarakat tersebut.

Propaganda media untuk menghembus-hembuskan perang saat ini bisa diambilalih oleh media sosial atau jejaring sosial. Pertanyaanya, mengapa media sosial sedemikian dahsyat dalam menyebarkan pesan-pesannya?Pertama, masyarakat sedang euforia untuk tak menyebut kemaruk media sosial. Media itu sedang digandrungi masyarakat dunia. Tak ada warga kota yang tidak terpengaruh oleh media sosial. Bahkan semua media massa cetak dan elektronik sekarang harus memanfaatkan media sosial itu untuk menyebarkan pesan-pesannya. Dimanapun tempat, masyarakat memanfaatkan media sosial. Itu bukti betapa hebatnya pengaruh media sosial. Bahkan Indonesia menduduki ranking ke-4 pemakai facebook (43 juta pengguna)setelah Amerika, India, dan Brazil.Kedua, media sosial mampu menyebarkan pesan secara revolusioner. Pesan yang disebarkan lewat media sosial sedemikian dahsyatnya memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Revolusi Mesir (2011) dengan tergulingnya Hosni Mobarak karena media sosial juga.Kaitannya dengan media sosial, Revolusi Mesir berawal dari inisiatif Whael Ghonim yang membuat akun FB We are all Khaled Said pada Juli 2010. Akun tersebut kemudian menarik massa yang sangat banyak, khususnya yang menjadi oposan pemerintah. Akun itu dibuat Ghonim sebagai bentuk simpati terhadap Khaled Said yang menjadi korban penyiksaan anggota kepolisian Mesir di sebuah warnet di Alexandria. Akhirnya, kasus itu menjadi media komunikasi kelompok anti pemerintah dalam melakukan gerakan demonstrasi (Lutvia, 2011).Ketiga, kepercayaan masyarakat pada media sosial melebihi kenyataan sebenarnya. Ini bisa dilihat karena sedemikian kuatnya kepercayaan manusia pada media sosial, meskipun kenyataannya belum tentu seperti itu. Analoginya bisa begini, seseorang yang kecanduan nonton tayangan hantu di TV mendadak bisa takut keluar malam karena seolah banyak hantu di sekelilingnya. Padahal kenyataan sebenarnya tidak sebagaimana ditayangkan dalam televisi. Itu sebabnya, media sosial juga telah menanamkan sebuah kepercayaan yang melampaui kenyataan sebenarnya.

4. Kasus Propaganda Media di IndonesiaKonflik kepentingan dalam media massa karena pertimbangan pemasukan iklan. Partai-partai politik bermodal besar menjanjikan akan memasang iklan, yang berarti pemasukan uang besar untuk media, sehingga mereka cenderung untuk tidak terlalu kritis terhadap potensi pelanggaran yang dilakukan partai bersangkutan.Konflik kepentingan dalam media massa karena pimpinan media massa menjadi pengurus/simpatisan/atau pendukung parpol tertentu. Dalam Pemilu semasa Orde Baru, misalnya, mayoritas pimpinan media massa adalah anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan pendukung Golkar. Oleh karena itu, pemberitaan mereka cenderung membesarkan Golkar dan mengecilkan partai lain. Kecenderungan semacam ini masih besar kemungkinannya terjadi pada Pemilu selanjutnya. Apalagi wartawan bermental Orde Baru ini sampai sekarang masih kuat bercokol di organisasi jurnalis dan di medianya.Konflik kepentingan dalam media massa karena sebagian wartawan menjadi anggota, pengurus atau pendukung partai politik tertentu (posisi ini bisa dengan restu atau tanpa restu dari pemimpin media bersangkutan). Hal ini juga akan mempengaruhi pemberitaan mereka. Konflik kepentingan dalam media massa karena pimpinan media bersangkutan ikut aktif sebagai kandidat dalam Pemilu, baik untuk posisi anggota DPR, DPD ataupun Presiden. Contoh yang paling menonjol adalah majunya Surya Paloh, pemimpin grup penerbitan Media Indonesia dan Metro TV, sebagai calon Presiden RI melalui Konvensi Partai Golkar. Sulit diharapkan, Media Indonesia dan Metro TV dapat bersikap fair terhadap kandidat lain, tapi akhirnya Surya Paloh tidak terpilih juga menjadi presiden.Selain itu, dengan menggunakan teori Agenda Setting media berusaha membuat penting sebuah sajian informasi. Sehingga, menghasilkan masyarakat yang terpengaruh karena dengan begitu pula masyarakat dapat dengan mudah saja mengikuti dan menyetujui apa yang disampaikan dalam media massa.B. Provokasi dalam Media1. Pengertian Provokasi

Pengertian provokasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan untuk membangkitkan kemarahan atau tindakan menghasut atau penghasutan atau pancingan.

2. Provokasi dalam Media Massa dan Media Sosial

Tak dapat dipungkiri saat ini perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat, salah satunya yakni perkembangan teknologi dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Kebutuhan tentang informasi tersebut seakan telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di zaman ini. Masyarakat kini dapat mendapatkan infomasi dengan mudah melalui media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Seiring perkembangan zaman, penyedia informasi pun tumbuh menjamur dalam bentuk stasiun televisi swasta. Tumbuhnya media elektronik pun berakibat pada persaingan antar media yang semakin ketat, namun persaingan tersebut bukan persaingan yang sehat. Media berlomba-lomba menyediakan berita atau informasi yang dapat menarik perhatian masyarakat. Bahkan sekarang banyak media yang memberitakan peristiwa biasa yang dikesankan menjadi berita yang luar biasa.

Media massa sebenarnya memiliki arti sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas atau juga channel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication). Jika kita tinjau dari fungsi awal keberadaan media massa, tentu saja dapat disimpulkan bahwa media massa identik dengan sifat informatif, atau bersifat menyampaikan informasi. Namun, jika kita perhatikan, fenomena yang sekarang terjadi, keberadaan media massa justru menjadi media provokatif yang paling ampuh digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan pada hal tertentu.

Jika kita tinjau, provokatif itu sendiri memiliki arti merangsang untuk bertindak; bersifat menghasut, atau dalam kasus ini, berarti media massa memiliki fungsi untuk mempengaruhi pikiran para penikmat nya agar berpandangan sesuai dengan apa yang diharapkan pihak media massa tersebut. Hal ini menjadi seimbang dengan fungsi media massa dalam hal informatif, ketika apa yang diberitakan menjadi informasi bermanfaat bagi penikmat yang memang membutuhkannya. Namun yang terjadi adalah bahwa saat ini media massa justru lebih bersifat provokatif dalam makna negatif. Ini bisa kita lihat dari keberadaan tayangan infotainment yang hampir merambah di seluruh stasiun televisi.

Jika kita perhatikan, tayangan tersebut menjadi begitu diminati oleh banyak penonton karena secara tidak disadari, tiap acara nya saling menguatkan satu sama lain sehingga info yang ada -yang mungkin sebenarnya biasa saja- menjadi tampak hot. Fenomena ini terbukti terutama ketika sekumpulan ibu-ibu sedang berkumpul (baca: bergosip) mengenai seorang artis bernama X. Mereka hampir bisa menyebutkan secara detil informasi mengenai X dari berbagai infotainment. Hal ini disebabkan tiap acara infotainment dari berbagai stasiun televisi berlomba-lomba mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai X, mulai dari yang penting, sampai yang mungkin sebenarnya biasa saja.

Lagi-lagi jika kita tidak jeli, ini hanya akan dianggap sebagai sebuah informasi yang menceritakan kehidupan orang terkenal. Media massa -dengan dalih mendekatkan kehidupan para orang terkenal atau para idola tersebut, dengan masyarakat luas atau para fans nya-, menyuguhkan berita-berita tersebut pada para penikmatnya. Padahal, jika kita pikirkan dengan jernih, apakah informasi itu akan bermanfaat bagi kehidupan kita? Apakah akan ada dalam soal ujian kita? Mampukah meningkatkan performance kita di kampus? Ini justru hanya akan membuat penonton terdoktrin oleh suguhan infotainment tersebut, sehingga para penonton akan berpikir sesuai dengan apa yang diberitakan. Padahal, apakah media infotainment itu benar-benar mengetahui apa yang terjadi? Bukankah itu bisa mengundang pemikiran buruk (suuzhan) atas pihak tertentu yang diberitakan?

Padahal dalam agama manapun, dapat dipastikan bahwa segala bentuk pencemaran nama baik (jika itu merupakan gosip belaka) atau segala bentuk provokatif yang berakibat negatif merupakan sesuatu hal yang terlarang, yang dirasa dapat membawa akibat buruk nantinya. Inilah yang harus dipikirkan lebih panjang, karena tanpa disadari pemberitaan media massa yang sedang digandrungi tersebut (yang katanya bersifat informatif) justru membawa misi provokasi dengan membumbuinya dengan pernyataan-pernyataan doktrin secara halus sehingga membuat para penikmatnya secara tak sadar mengikuti alur pemberitaan tersebut.Teknologi saat ini sudah dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk melakukan hal yang kurang baik. Salah satunya yaitu provokasi dengan memanfaatkan media sosial yang dilakukan provokator untuk menjalankan misi mereka.

Media sosial yang kita kenal seperti Facebook, Twitter ataupun media messenger seperti Yahoo Messenger, Google Talk, BBM (BlackBerry Messenger) dan lain sebagainya. Melalui media sosial Facebook misalnya, banyak akun tidak jelas yang sengaja dibuat dengan menyertakan upload foto dan video yang bersifat SARA yang dapat menimbulkan kebencian serta perpecahan diantara masyarakat.Adapun melalui media Messenger, BBM merupakan salah satu contoh yang sering dijadikan sebagai media provokasi. Sering kita dengar adanya Broadcast Message berbau SARA yang sengaja disebarkan oleh orang orang yang kurang bertanggung jawab untuk menciptakan ketidakharmonisan didalam masyarakat. Yang pada akhirnya jika pesan itu tidak disikapi dengan cerdas dan bijaksana tentunya akan menimbulkan gejolak sosial yang sangat merugikan bagi masyarakat, baik kerugian materil maupun spirituil terlebih pada tekanan psikis.

Dan jika kita lihat ke aturan hukum yang ada, dalam UU No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (5) menyebutkan bahwa :

Isi siaran dilarang :

a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau

c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

3. Kasus Provokasi Media di IndonesiaBisa kita ambil contoh kasus artis inisial DP dan JP yang awalnya sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan, jika tak banyak pihak yang ikut campur di dalamnya. Namun, karena pemberitaan di infotainment yang membuat semakin panas, membuat greget, panas sang artis yang terlibat, sehingga perselisihan pun menjadi tak terelakkan. Kasus ini akan terlihat begitu biasa karena penonton sudah terbiasa dengan pemberitaan semacam ini. Namun dampak yang terjadi tentu tidak sesederhana itu. Media massa di sini seolah menjadi pengobar api, namun tetap saja yang terkena dampak api tersebut adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan kasus terkait, padahal media massa hanya secara sepintas memberitakan dari satu kasus ke kasus lainnya.Model-model pemberitaan seperti Surya Paloh dan TV One takkan menagih pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo. Media (beserta seluruh aparaturnya) bertekuk lutut kepada sang pemilik modal. Di negeri ini, ucapkanlah selamat tinggal kepada cita-cita tentang media yang benar-benar netral. Sebut saja telepon selular yang didalamnya sebagian besar sudah berisi aplikasi canggih penunjang yang lazim disebut dengan Smart Phone. Yang mana telepon selular saat ini digunakan tidak hanya sebagai alat untuk bertelepon atau berkirim sms semata, tetapi sudah merupakan alat penunjang kebutuhan informasi, pekerjaan dan banyak lagi manfaat positif yang didapat. REFERENSIMuhfid Muhammad, 2009, etika filsafat komunikasi, Jakarta: media grup

www.google.com,privasi. Pekanbaru 20 November 2011, 19:30 WIB

www.wikepidea.com konfidensialitas. Pekanbaru 20 november 2011, 19:45 WIB

Liliweri,Alo.2003,Dasar-Dasar Komunukasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Nurudin, 2004, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, Jakartahttp://pramsky.blogspot.com/2009/12/kaitan-antara-komunikasi-dan-budaya.html