Tugas Kuliah Makalah Kawasan Dan Bidang Garapan Teknologi Pendidikan
makalah pendidikan tugas kuliah
description
Transcript of makalah pendidikan tugas kuliah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari “profesionalisme dan profesi” telah menjadi kosa
kata umum. Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua
pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang
lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah
yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi
berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut
daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi adalah pekerjaan
yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang
mengandalkan suatu keahlian. Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Profesi di dalam dunia pendidikan dikenal dengan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan. Dalam arti lain pendidik mempunyai dua arti, adalah arti yang luas dan
arti yang sempit. Pendidik dalam arti yang luas adalah semua orang yang
berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah semua anak sebelum mereka
dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka bisa berkembang
dan tumbuh secara wajar. Sementara itu pendidik dalam arti sempit adalah orang-
orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru atau dosen. Kedua pendidik
ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka
menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya dilapangan. Pendidik ini tidak
cukup belajar di perguruan tinggi saja sebelum diangkat menjadi guru atau dosen,
melainkan juga belajar dan diajar selama mereka bekerja, agar profesionalisasi
mereka semakin meningkat. Sedangkan tenaga kependidikan adalahtenaga/pegawai
yang bekerja pada satuan pendidikan selain tenaga pendidik. Tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikanAntara
pendidik dan tenaga kependidikan dibutuhkan profesionalisme Pendidik sebagai
sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah dan juga membantu perkembangan peserta
didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan,
1 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.
Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas
guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan
membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya
manusia (SDM).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu profesi kependidikan?
2. Bagaimana profesi kependidikan ?
3. Apa fenomena lapangan ?
4. Bagaimana fenomena lapangan?
5. Solusi polapikir saya?
C. Batasan Masalah
Penulis hanya membahas dan menjelaskan tentang Profesi Kependidijan.
D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Profesi Kependidikan.
2. Mengetahui bagaimana Profesi Kependidikan.
3. Mengetahui apa fenomena lapangan.
4. Mengetahui bagaimana fenomena lapangan.
5. Mengetahui solusi polapikir saya.
2 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa Profesi Kependidikan
UUD SISDIKNAS No 20 Tahun 2003
Pasal 39Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Pasal 40
Ayat 2 yang berbunyi Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis;
mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan; dan
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
UUD Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005
Pasal 1
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Pasal 2
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Pasal 7
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen
diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak
4 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik
profesi.
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi
akademik dan kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,
serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
5 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
Selama lebih dari lima dasa warsa para ahli memperdebatkan idealisasi tenaga
pengajar dan berupaya mengkristalkannya sebagai profesi professional. Menurut
istilah Brian Rowan sebagaimana ditulis dalam Comparing Teachers’ Work With
Work in Other Occupations: Notes on The Profesional Status of Teaching (1994), hal
itu disebut profesiisme. Suatu upaya untuk menerapkan faham profesi terhadap
jabatan tenaga pengajar (guru) dan membandingkannya dengan jabatan lain sehingga
menjadikan profesi guru sebagai jabatan professional yang bias dibandingkan
karakteristisknya dengn profesi lain.
Pada tingkat wacana, upaya itu sudah banyak menunjukan hasil. Di Amerika
Serikat misalnya, menurut The Dictionary of Occupational Titles (1991) yang
diterbitkan Departemen Tenaga Kerja AS, jabatan tenaga pengajar tercantum sebagai
profesi dalam kelompok jabatan kependidikan dengan kode K-12 (Education
Occupations). Termasuk dalam kelompok ini antara lain guru pendidikan dasar dan
menengah, asisten guru, kepala sekolah, dan guru pembimbing.
Maksud profesiisme adalah untuk menunjukkan btapa kompleks pekerjaan guru
berkaitan dengan manusia dan alat-alat. Kira-kira sama kompleks dengan pekerjaan
seorang dokter. Tujuan akhir dari pembuktian itu ialah memperbaiki kedudukan status
social guru yang berimplikasi pada tingginya imbal jasa professional. Namun agaknya
upaya itu belum sepenuhnya berhasil. Sebagai suatu contoh, di Amerika Serikat imbal
jasa terhadap guru rata-rata hanya 1,7 pendapatan per kapita Negara itu tiap bulannya.
Bandingkan dengan Jepang yang member imbal jasa rata-rata 2,4 kali pendapatan per
kapitanya (Mutrofin: 2007).
Guru didefinisikan sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Profesi guru adalah jabatan fungsional yang memiliki ruang
linigkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki
oleh PNS.
6 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
Jabatan fungsional guru adalah jabatan tingkat keahlian termasuk dalam rumpun
pendidikan tignkat taman kanak-kanak, dasar, lanjutan, dan sekolah khusus. Jenis
guru berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya meliputi berikut ini:
1. Guru Kelas
Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh dalam proses pembelajaran seluruh mata pelajaran di kelas tertentu
di TK/RA/BA/TKLB dan SD/MI/SDLB dan yang sederajat, kecuali mata pelajaran
pendidikan jasmani dan kesehatan serta pendidikan agama.
2. Guru Mata Pelajaran
Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran pada suatu mata
pelajaran tertentu di sekolah/madrasah.
3. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor adalah guru yang mempunyai tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Jenjang jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi,
yaitu: a. Guru pertama (Penata Muda, golongan ruang III/a; dan Penata Muda Tingkat
I, golongan ruang III/b); b. Guru Muda(Penata, golongan ruang III/c; dan Penata
Tingkat I, golongan ruang III/d); c. Guru Madya (Pembina, golongan ruang IV/a;
Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan Pembina Utama Muda, golongan ruang
IV/c); dan d. Guru Utama(Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
Pembina Utama, golongan ruang IVe).
7 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
B. Bagaimana Profesi Kependidikan
Bagaimana dengan profesi guru di Indonesia? Episode perjuangan bangsa
mencatat, sebagaimana ditulis Mutrofin (2007), profesi guru sangat disegani penguasa
colonial Hindia Belanda bersama dengan profesi dokter, jaksa, serta “pokrol bambu” alias
pengacara. Itulah babak ketika profesi ini menjadi semacam pekerjaan yang menantang
kaum muda di zamannya. Terutama mereka yang terpanggil untuk berbuat “sesuatu” bagi
bangsanya. Karenanya tak mengherankan jika kemudian melahirkan aktivis politik yang
menentang penjajahan Belanda dan sebagian besar terdiri atas guru-guru muda. Sebut
misalnya Bung Hatta. Pada masa revolusi, dari kalangan mereka sebagian tak lagi
mengajar, melainkan bertempur seperti halnya Panglima Besar Soedirman dan AH
Nasution.
Namun tak ada guru yang begitu disegani seperti Suwardi Suryaningrat alias Ki
Hajar Dewantara. Ia bukan saja seorang pendidik tapi juga peletak pergerakan dasar
nasional. Keturunan pangeran Sri Paku Alam III inilah yang bersama-sama dengan Dr
Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Deker mendirikan partai politik pertama di tanah
air pada tahun 1912 dengan nama Indisbe Partij sehingga mengakibatkan ketiganya dibui
dan diasingkan ke negeri Belanda. Guru lain yang juga populer dalam sejarah karena
kontak intensifnya dengan dunia politik tercatat Ki Sarino, Perumus konsep falsafah
pendidikan Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Residen Pati dan Menteri
Pendidikan pada masa Bung Karno. Guru pertanian Ki Sarino yang mendapat gelar
Doktor Honoris Causa dari IKIP Malang pada 1976.
Profil dan identitas profesi guru sepanjang sejarahnya mengalami pasang surut
yang luar biasa. Berbeda dengan masa colonial, pada masa Orde Lama dan Orde Baru,
profesi guru boleh dibilang “profesi kelas dua” (Sudarwan Danim, 2010). Hal itu bukan
saja disebabkan karena pada umumnya menjadi guru adalah “panggilan jiwa” namun juga
disebabkan banyaknya mitos yang dilekatkan kepada profesi guru yang nyaris membuat
para guru “tersandera”. Pada masa-masa iru profesi guru dipandang sebelah mata. Guru,
seperti yang dinyatakan oleh Ernest House, telah dibelenggu kondisi economic
scarcity dan issolated profesion, suatu kondisi yang menyebabkan dirinya miskin dan
terasing di lingkungannya. Daya tawar-menawar para guru yang tergolong silent majority
itu sangat minimal. Sehingga seolah-olah sudah menjadi kodrat bahwa guru – meinjam
istilah Mutrofin (2007) – ibarat “sapi perah” yang harus siap diambil sari madunya,
8 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
diperas manfaatnya, diperlukan tenaganya, tetapi tetap dibiarkan bergumul
penderitaan,ata u ibarat “sandal jepit”, kumuh dan diinjak-injak namun tetap dibutuhkan.
Pada masa Orde Baru, pemberlakuan Undang-Undang No 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN); Peraturan Pemerintah (PP) No 38/1992 tentang
Tenaga Kependidikan; dan SK Men-PAN No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya, belum signifikan “mengubah” profil dan identitas profesi guru
dimata masyarakat, lebih-lebih dikalangan akademisi dan dunia tenaga kerja.
Kini, zaman telah berubah. Perjuangan panjang untuk menjadikan profesi guru
sebagai profesi yang professional hampir menampakkan hasil yang signifikan. Terutama
setelah terjadi pembaruan pendidikan dan pengembangan profesi guru dan “ketatnya”
persyaratan untuk menjadi guru. Pengakuan bahwa profesi guru adalah profesi yang
professional semakin kukuh dengan diberlakukanya Keputusan Presiden No. 87/1999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS); Undang-undang (UU)
No. 20/2003 tentang Sisdiknas; UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen; PP No.
74/2008 tentang Guru; Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 16/2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
dan Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN No: 03/V/PB/2010, Nomor: 14
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya.
C. Fenomena Lapangan (Fakta)
Pendidikan guru di Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang sejak masa
kolonial hingga pasca kemerdekaan. Akan tetapi, titik berangkat pembaruan pendidikan
guru secara signifikan dapat dikatakan terjadi sejak tahun 1979. Setelah bekerja keras
selama empat tahun sejak 1975, Konsorium Ilmu Pendidikan berhasil menelurkan
Pedoman Pola Pembaruan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan (PP-SPTK) pada
1979. PP-SPTK yang terdiri atas lima buku pedoman itu, dianggap banyak kalangan
sebagai langkah mendasar dalam memperbaiki profesionalisme guru dari sisi institusi.
Banyak orang menyangka akan terjadi “revolusi” dalam hal mutu pendidikan sebagai
imbasnya. Faktanya, justru banyak yang malah kecewa. Sepanjang waktu lebih dari
empat belas tahun sejak lahirnya pembaruan itu, tak henti-hentinya orang mempersoalkan
9 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
betapa profesionalisme para guru melorot terus. Meskipun upaya tambal sulam lain juga
dilakukan.
Hal itu disebabkan karena kita “menjiplak” begitu saja sistem pendidikan guru
sebagaimana berlaku di Amerika. Konsep Pendidikan Guru Berbasis Kompetensi
(Competence-Based Teacher Education/CBTE) diterapkan tanpa respek apapun.
Maksunya, tidak memperhitungkan kesiapan lembaga pendidikan guru, baik ditinjau dari
segi tenaga pendidik, sarana dan prasarana, perpustakaan mendukung, serta budaya
belajar. Padahal CBTE itu bertujuan agar para calon guru kelak dapat menjadi guru
profesional, memiliki profil kompetensi seperti diharapkan.
Sebagian besar guru sudah sebenarnya sudah mengikuti semacam pelatihan
ataupun penataran kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru, dan sikap guru
terhadap KBK pun dapat dikatagorikan tinggi (Mulyana, 2006). Namun demikian, Djalal
& Sardjunani (2006) menemukan bahwa banyak guru yang kurang layak kualifikasinya.
Ketaklayakan kualifikasi mereka teridentifikasi dari kurangnya kemampuan
profesionalisme guru yang berakibat pada keengganan belajar siswa dan kemerosotan
kualitas pendidikan (Nasanius, 1998). Banyak di antara guru ditengarai kurang memenuhi
kualifikasi mengajar dan kinerja kurang memadai, dimana dalam praktiknya masih tetap
menerima pembayaran tunjangan fungsional yang sama dengan kualifikasi guru yang
memenuhi kinerja yang memadai. menyebutkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih
tergolong relatif rendah.
Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan
minimal terutama bila mengacu pada amanat UU RI No 14/2005 tentang Guru dan
Dosen (UUGD), dan PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada
tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.050 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK,
dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal. Kualifikasi guru
dimaksud masing-masing sebagai berikut: guru TK terdapat 91,54%, SD terdapat
90,98%, SMP terdapat 48,05%, dan SMA terdapat 28,84% yang belum memiliki
kualifikasi pendidikan S1/D4 (Kustono, 2007).
Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan juga masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya (Sumargi, 1996). Banyak di antara para guru
yang keliru menyampaikan materi, juga kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benarbenar berkualitas (Dahrin, 2000); kurang
10 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
mampu mengaplikasikan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA; mengalami
kesulitan dalam cara menggunakan Kit-IPA dan karenanya kurang difungsikan dalam
pembelajaran di kelas, bahkan ada guru yang mengasumsikan penggunaan Kit-IPA
kurang efisien dari sisi waktu (Budiastra, 2001).
D. Bagaimana Fenomena di Lapangan
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak
mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di
berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%
(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),
untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73%(swasta), serta untuk SMK yang layak
mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu
sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru
SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas.Selain
itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma
D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru
57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari
181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan
S3).
Ada beberapa penyakit guru yang sedang marak
yakni Kusta (KurangStrategi) ,Tbc (Tidak Banyak Cara), Kudis (Kurang Disiplin),Kra
m (Kurang
Terampil),Lesu (Lemah Sumber) ,Wts (Wawasan Tidak Luas) ,Mual (MutuAmat Lem
ah)Dll
11 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
E. Solusi (Pola Pikir Sendiri)
Menjadi Guru kadang di lihat orang adalah pekerjaan yang mudah , sebenarnya
tidak guru malah pekerjaan yang berat karena memiliki tanggung jawab yang cukup besar
, Berdasarkan Fakta atau Fenomena yang sudah saya uraikan dalam makalah ini solusi
nya adalah Guru harus mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada
serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru.
Harus labih banyak pembinaan pada guru dan motivasi untuk meningkatkan
kinerja guru , meningkatkan kemampuan professional dan harus lebih ketat lagi
pengawasan terhadap guru – guru , seringkali saya mengamati pada lingkungan sekitar
tentang guru ataupun pengawas guru , itu mereka lebih mementikan kebaikan dari pada
kebenaran , apa yang terjadi jika mementingkan kebaikan , kita ambil contoh pada saat
menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS) banyak guru yang menjawabkan soal – soal
ataupun ikut membantu siswa mencari kunci jawaban karena takut atau kasihan melihat
anak didiknya tidak LULUS , nah itu permasalahannya jika kita mengutamakan kebaikan.
Sedangkan jika lebih mementingkan kebenaran pasti akan lebih baik , karena di
dalam sebuah kebenaran pasti ada kebaikan , jika guru – guru atau tenaga pengajar di
Indonesia memang bekerja dengan professional maka ia akan bekerja dengan kebenaran ,
contohnya saja Siswa sedang menghadapi Ujian akhir Sekolah (UAS) , Jangan pernah
untuk membatu mencarikan kunci jawaban ataupun membantu menjawab kan soal – soal
ujian , Maka siswa pasti akan berpikir sendiri dan menjadikan siswa – siswa di Indonesia
ke pribadiannya yang lebih baik .
Lebih sering di adakannya pembinaan guru seperti Kunjungan kelas , pertemuan
pribadi , rapat dewan guru , kunjungan antar sekolah , kunjungan antar kelas dan juga
harus sering – sering di adakannya pelatihan untuk guru – guru , jangan lebih
mengutamakan guru – guru yang ada di kota , kita juga harus membuka mata dan hati
12 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
untuk tenaga pengajar yang ada di daerah , yang mana banyak kurangnya sarana dan
prasarana untuk proses belajar mengajar maupun transportasinya , harapan saya
pemerintah harus bisa membuka matanya lebih besar lagi untuk guru – guru atau tenaga
pengajar yang ada di daerah terpencil atau perdesaan
Berikan juga penghargaan terhadap guru agar bisa menambah semangat para guru
untuk mengajar dan meningkatkan professional , dan hidup yang sejahtera supaya guru
bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya , jika hidup guru tidak sejahtera mereka nanti
akan lebih banyak memikirkan tentang kehidupannya masing – masing dan mereka akan
lupa apa tanggung jawabnya sebagai seorang guru .
13 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Profesionalisme merupakan suatu kemestian yang harus dimiliki oleh guru dalam
mentransfer segal macam ilmu kepada para murid-muridnya.
Guru adalah bukan seorang pengajar saja, akan tetapi seorang pendidik, stimulator,
dan motivator bagi para muridnya.
Guru merupakan sosok yang menjadi contoh dalam segala aspek kehidupan pada
muridnya. Guru mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap para siswa
didiknya
Dari pemaparan diatas hendaklah mampu menjadi variabel penilaian guru profesianal
(sertifikasi guru), bukan haya dinilai melalui sekumpulan kertas yang dinamakan
portofolio saja tapi juga sapai menyentuh substansi kompetensi guru dalam dunia
pendidikan.
B. SARAN
Dari kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan kepada pembaca khususnya
kepada peserta didik bahwa Guru sangatlah penting . Dimana dengan adanya guru dapat
merubah tingkah laku kearah yang lebih baik dan menambah wawasan atau pengetahuan
lebih banyak . Dengan adanya guru pula kita dapat mengembangkan beragam
kemampuan dan sikap. Sedangkan untuk para peserta didik, khususnya penulis sendiri
menyarankan bahwa seorang guru, menjadi fasilisator bagi peserta didiknya untuk
mengembangkan potensi yang ada pada diri peserta didik dan merubah tingkah laku
peserta didik menjadi lebih baik.
14 | Makalah Profesi Kependidikan M Ridha Putra Kesuma