tugas kewirus
-
Upload
serli-asmanawati -
Category
Documents
-
view
30 -
download
3
Transcript of tugas kewirus
USAHA-USAHA DALAM BIDANG PERTANIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan Dan Etika Bisnis Semester Genap (II)
disusun oleh:
Agroteknologi A
Serli Asmanawati
150510110006
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
1. Bidang usaha : Minuman yaitu berbagai jenis kopi
Badan usaha : Perusahaan (PT)
Alasan usaha : karena peluangganya besar
Jumlah karyawan : 80 staff dan lebih dari 300 buruh kontrak
Deskripsi Usaha
Tak ada yang menyangkal, bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sangat
kaya akan sumber daya alam. Salah satu hasil bumi yang cukup terkenal dari Indonesia
adalah biji kopi yang memiliki beragam varian, sesuai dengan daerah penghasil biji kopi
tersebut. Kini, salah satu jenis kopi yang sedang populer dikalangan penikmat kopi adalah
jenis kopi luwak, yang memiliki banyak sekali peminat, khususnya di luar negeri. Tak
salah jika nilai jual kopi tersebut sangat tinggi dan menjadi salah satu potensi bisnis
eksport yang sangat menjanjikan.
Peluang bisnis itulah yang dicium oleh seorang pengusaha muda asal Sumatra Utara,
bernama Irfan Anwar. Disaat usianya baru menginjak angka 30 tahun, Irfan yang juga
pemilik dan direktur utama PT. Coffindo telah sukses melakukan penetrasi pasar biji
kopi, hingga ke 40 negara mulai dari Amerika, Eropa, hingga Negara-negara di Timur
Tengah. Dengan mengandalkan perkebunan kopi Aceh, Sumatera Utara, Lampung hingga
Sulawesi, PT. Coffindo kini mampu mempekerjakan 300 pekerja dan berencana
meningkatkan pertumbuhan 20% kapasitas produksinya.
Atas pencapaian yang telah dicapainya, entrepreneur kelahiran 20 Juli 1980 ini,
tercatat sebagai satu-satunya penerima penghargaan termuda dari 24 penerima
penghargaan Ketahanan Pangan Indonesia 2010, dan didaulan untuk menerima
penghargaan dalam Kategori Perusahaan Eksportir Hasil Perkebunan 2010.
Irfan mengisahkan, keinginannya untuk terjun sebgai seorang entrepreneur bermula
karena ia termotivasi dan rasa kagumnya melihat sukses seorang eksportir kopi teman
almarhum ayahnya, Amir Syarifuddin. Dan didukung kebiasaannya yang sudah akrab
bermain saham sewaktu duduk di bangku SMP, ia memberanikan diri membuka
perusahaan kopi pada tahun 1999. Pahit manisnya operasional bisnis dialami hingga
2001. Ia bahkan mengumpulkan biji kopi mulai dari Aceh, Sidikalang, Lintong Nihuta
hingga Lampung. Pada fase itu, hampir tidak ada laba yang berhasil dicatatkan. Maklum,
kapasitas produksinya masih terbatas di kisaran 1 ton- 4 ton per bulan. Namun bukan
berarti semuanya hampa, dalam kurun waktu dua tahun itu, ia rupanya mengasah
pemahaman berbisnis kopi.
Hasilnya, secercah harapan kebangkitan mulai nampak. Pada 2001-2006, kapasitas
produksi yang disempurnakan dengan kualitas terbaik biji kopi hijau, biji kopi goreng dan
bubuk kopi siap minum, meningkat menjadi rata-rata 220 ton per bulan, yang otomatis
mendorong laju pertambahan laba.
Ia pun mulai merambah pasar internasional, antara lain sejumlah negara di Amerika,
Eropa, Jepang, Timur Tengah dan negara lainnya. Hanya sekitar 5% dari hasil produksi
yang dilempar ke pasar lokal. Sukses bermain di kancah internasional, membuat Irfan
semakin tertantang.
PT Coffindo, lanjut Irfan, melihat dan memahami prilaku masyarakat dunia yang
tidak lagi menjadikan kopi sebagai minuman pembuka di pagi hari atau teman di saat
santai. Lebih dari itu, Kopi juga menjadi unsur penting dalam gaya hidup. PT Coffindo
menjawab kebutuhan itu melalui produk kopi premium dengan brand original Luwak,
100% kopi arabika luwak liar dari Aceh yang tersedia dalam empat kemasan. Selain itu,
Coffindo pun turut memproduksi kopi berkualitas tinggi dngan 9 macam varian yang
tergabung dalam Indonesia Speciality Coffee yang tersedia untuk biji kopi hijau, kopi
goreng maupun kopi bubuk siap minum.
“Perusahaan selalu berupaya menjaga mutu agar memberikan kepuasan bagi
konsumen. Sebab, bisnis kopi dibangun aras dasar kepercayaan antara pembeli dan
penjual,” jelas Irfan, seperti dikutip dari Harian Ekonomi Neraca, (14/10/11).
Sejak Juli 2010, PT Coffindo melakukan ekspansi pasar secara nasional dengan
membuka kantor perwakilan di Menara Kadin Lantai 24 Jakarta. Saat ini, sedang dalam
proses tahap pembukaan kantor perwakilan di Surabaya dan menyusul kota besar lainnya
di dalam dan di luar negeri. Rencana pengembangan ini, tambahnya, seiring dengan
komitmennya menjadikan kopi Indonesia sebagai tuan rumah di negaranya dan di mata
internasional, dimana Indonesia termasuk lima besar produsen kopi di dunia, yakni
sebesar 2%, setelah Columbia 7%-8%, Vietnam 15% dan Brazil 65%.
“Saat ini kami sedang berupaya memperkuat pasar domestik dengan membuka kantor
perwakilan di Jakarta dan Surabaya dan akan menyusul kota-kota lain. Saya harap
produsen kopi nasional bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus berbicara di
kancah global,” tegas Irfan.
Analisis
2. Bidang usaha :
Badan usaha : Perseorangan
Alasan usaha :
Jumlah karyawan : 10 orang
Sejarah
Darul Mahbar (37), Direktur Utama sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) nekat
berhenti kerja untuk membangun usaha barunya di Jakarta. Kini, tindakan gila itu mulai
berbuah manis.
"Saya bersyukur telah memilih resign dari posisi Dirut (Direktur Utama) sebuah BPR
di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Sebab, sekarang dengan berbisnis, saya bisa
memiliki kebebasan waktu bersama keluarga," ujar Darul Mahbar, pemilik usaha Tri
Agro Sukses, memulai percakapannya dengan Warta Kota di rukonya di Semanan Indah,
Kalideres, Jakarta Barat, belum lama ini.
Bisnis yang dibangun Darul Mahbar bersama teman akrabnya, Sanusi, saat ini fokus
pada usaha gula aren batok linggau dan minuman kesehatan herbal. Persisnya jahe merah
instan, kunyit, dan temu lawak instan.
Darul mengaku, saat ini dia bersama keluarganya masih tinggal di rumah kontrakan.
Tapi, katanya, dia sekarang merasa lebih sukses dibandingkan sebelumnya saat masih
menjadi Dirut BPR.
"Bagi saya, waktu bersama keluarga merupakan sesuatu yang berharga. Sekarang,
saya bisa nganter anak sekolah. Bisa jalan sama anak-istri, itu enggak perlu nunggu hari
libur,” ujar Darul yang memiliki 10 karyawan.
Pria kelahiran Musi Rawas, 23 Desember 1970, ini bersyukur dalam waktu dua tahun
dia berhasil mendapatkan penghasilan dari bisnisnya melebihi gaji dan fasilitas Dirut
BPR. "Dulu gaji saya sekitar Rp 7 juta per bulan. Gaji segitu di kampung kan besar.
Tapi, gaji besar, pengeluaran juga besar. Begitulah gaya hidup karyawan. Ujung-
ujungnya, utang banyak," ujarnya.
Menurut Darul, langkah resign itu dianggap banyak temannya sebagai tindakan tidak
rasional dan nekat. Apalagi saat membuat keputusan itu dia belum memiliki rencana apa-
apa. Yang terpikirkan, pokoknya ke Jakarta mau bisnis.
Tidak heran, banyak orang yang berpikiran negatif terhadap keputusan Darul.
Beruntung, istrinya bisa memahami dan mendukung tindakannya. Itulah yang membuat
pendiran Darul semakin kokoh.
"Saya akui, modal saya ketika itu, hanya keyakinan dan nekat. Bukan uang. Saya juga
percaya Sanusi yang ngajak saya berbisnis di Jakarta. Saya yakin, kalau niat kita baik,
Allah pasti akan memberi kita jalan," ujar Darul mengemukakan prinsip hidupnya.
Darul mengakui, tidak semua orang mau mengambil tindakan nekat dan penuh resiko
seperti yang dilakukannya. "Saya akui, nggak semua orang berani, berhenti kerja tanpa
persiapan seperti saya. Tapi kan karakter manusia beda-beda. Jadi, ini bukan masalah
benar atau salah,"tambahnya.
Dicurangi teman
Datang merantau ke Jakarta tanggal 23 Februari 2008, Darul Mahbar seperti memulai
hidup baru.
Sekitar tahun 1995, dia mulai karir di BPR Sindang Binaharta sebagai account officer.
Berkat kerja keras, kariernya terus menanjak hingga tahun 2005 menjadi Dirut BPR.
Tiga tahun kemudian, dia berhenti kerja. Saat itu, dia berusia 37 tahun dan punya tiga
anak.
"Untuk saya tak ada istilah tua untuk memulai bisnis. Itu pilihan saya. Keyakinan
saya. Sebab, saya yakin kalau kita kerja keras dan ikhlas, kita bisa berhasil," kata Darul.
Sebelum merantau ke Ibu Kota, Darul sudah beberapa kali mencoba membangun
bisnis di kampungnya, tapi usahanya bangkrut. Penyebabnya adalah tidak fokus 100
persen mengurus bisnis.
Awal tiba di Jakarta, Darul menumpang di rumah orangtua Sanusi yang keturunan
Tionghoa. Dia sempat nganggur satu bulan, sambil mencari peluang usaha. Dengan
modal Rp 10 juta dari Sanusi, mereka mulai berdagang gula aren batok linggau. "Tiap
hari kerjaan saya keliling Jakarta, mencari warung pempek menawari gula aren. Usaha
itu sampai sekarang masih berjalan," ujarnya.
Semuanya dilakukan dengan ikhlas, tanpa berpikir gengsi sebagai mantan Dirut BPR.
Sebab, dia yakin proses itu harus dilaluinya untuk mencapai sukses.
Dari pemasok gula aren itu pula, Darul berkenalan dengan pengusaha jahe merah.
Awalnya, Darul hanya memesan 25 kg jahe merah. "Tapi, niat dagang jahe itu tidak
terlaksanakan karena jahe merah yang dikirim berkualitas rendah. Saya merasa
dicurangin teman (pemasok—Red) saya," ujar Darul.
Dari pengalaman itu ternyata memunculkan bisnis baru. Semua tanpa direncanakan.
Ceritanya, jahe merah itu mau dibuang karena disimpan terlalu lama. Namun, oleh
seorang juru masak di restorannya, jahe merah itu masih diolah menjadi minuman
kesehatan.
Ternyata, hasil olahannya bagus dan enak rasanya. Dari situlah muncul gagasan untuk
memasarkan jahe merah kemasan lewat milis. Tidak diduga, tanggapannya positif.
Bahkan, ada seseorang yang pesan jahe merah instan itu sebanyak 20 kg.
"Itulah awal dari bisnis jahe merah ini. Modalnya hanya ratusan ribu rupiah dengan
menggunakan peralatan seadanya.”ujarnya.
Karena tidak paham seluk beluk jahe , ia pun mulai mencari dari berbagai referensi
dari internet. Jahe hasil blenderannya pun ia tawarkan di internet .”Ternyata tawaran saya
itu ada yang merespon . Wah ini prospek untuk dijadikan peluang bisnis .” ujarnya
Produksi jahe pun mulai ia jalankan . Sehari bisa memblender 1-5 kg jahe . Masalah
pun datang , blender yang dipakai sering kali jebol , sementara pasarsemakin bergairah .
Perlahan-lahan masalah sudah mulai terurai . Puncaknya ia memberi kemasan eksklusif
dan label cangkir mas pada produk yang dijualnya. Bukan itu saja ,ia juga mengurus izin
usahanya dengan serius.
Kini bisnis yang dilakoninya semakin berkembang pesat . Bahkan dalam sehari ia bisa
memproduksi sekitar 500 kg jahe. Jahe yang diproduksinya pun dikemas dalam 3 varian
yaitu toples , sachet kotak , dan sachet.saat ini produk cangkir Mas pun sudah bisa
ditenukan di berbagai supermarket di Jabotabek dan hypermarket di seluruh Indonesia.
Mengenai harga untuk yang sachet yaitu sekitar Rp 2.000,- . Saat ini untuk
meningkatkan hasil produksinya ia tengah menjalin hubungan kerjasama dengan petani di
beberapa kota untuk menanam jahe merah . Selama ini bahan baku berasal dari
Bengkulu , Lampung , Jawa , dan Sulawesi.
Bahkan kini ia juga mulaimembuka program kemitraan dengan nama Red Ginger
Corner, sebuah kemitraan yang menjual berbagai varian jahe. Saat ini outletnya sudah
tersebar di 10 kota di tanah air , seperti Jakarta , Bandung, Mlang , Surabaya , Madura,
dll. Untuk kemitraan yang ditawarkan sekitar 7,5 juta dan sudah mendapatkan fasilitas
lengkap dengan produknya .
Kedepannya Darul Mahbar berkeinginan untuk mengangkat jahe ke kelas
resto.Terkait omset ia hanya berklakar , “Yang jelas bisa melebihi gaji saya ketika say
masih menjadi Dirut BPR dan bia menghidupi 20 orang karyawan .” jelasnya.
Syukur, sekarang dengan kerja keras, kreativitas dan keikhlasan bisa berkembang
besar seperti saat ini. Makanya, saya bersyukur sudah dicurangin pemasok jahe itu.
Mungkin kalau dia kirim jahe merah yang bagus, ceritanya akan lain. Barangkali, saya
tidak akan punya bisnis minuman jahe merah instan seperti sekarang," ujar Darul.
Analisis
3. Bidang usaha :
Badan usaha :
Alasan usaha :
Jumlah karyawan :