Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

8
TUGAS KEPENITERAAN KLINIK DASAR KOAS ANAK BHAKTI YUDHA PERIODE 10 AGUSTUS-17 OKTOBER 2015 DIFTERI ETIOLOGI Sesuatu penyakit menular/infeksi akut disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae Baksilus gram positif, tidak bergerak, tidak berkapsul Tahan beku & kering, namun mati bila suhu > 60º C Tumbuh secara aerob. FAKTOR RESIKO DIFTERI Kerentanan terhadap infeksi tergantung pernah terpapar difteri sebelumnya dan kekebalan tubuh. Beberapa faktor lain yang mempermudah terinfeksi difteri : 1. Cakupan imunisasi kurang, yaitu pada bayi yang tidak mendapat imunisasi DPT secara lengkap. 2. Kualitas vaksin tidak bagus, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin.

description

TES

Transcript of Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

Page 1: Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

TUGAS KEPENITERAAN KLINIK DASAR

KOAS ANAK BHAKTI YUDHA

PERIODE 10 AGUSTUS-17 OKTOBER 2015

DIFTERI

ETIOLOGI

Sesuatu penyakit menular/infeksi akut disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae

♦ Baksilus gram positif, tidak bergerak, tidak berkapsul

♦ Tahan beku & kering, namun mati bila suhu > 60º C

♦ Tumbuh secara aerob.

FAKTOR RESIKO DIFTERI

Kerentanan terhadap infeksi tergantung pernah terpapar difteri sebelumnya dan kekebalan

tubuh. Beberapa faktor lain yang mempermudah terinfeksi difteri :

1. Cakupan imunisasi kurang, yaitu pada bayi yang tidak mendapat imunisasi DPT

secara lengkap.

2. Kualitas vaksin tidak bagus, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang

menjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin.

3. Faktor Lingkungan tidak sehat, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasi yang

rendah dapat menunjang terjadinya penyakit difteri. Letak rumah yangberdekatan

sangat mudah menyebarkan penyakit difteri bila ada sumber penular.

4. Tingkat pengetahuan ibu rendah, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi

rendah dan kurang bisa mengenali secara dini gejala penyakit difteri.

5. Akses pelayanan kesehatan kurang, dimana hal ini dapat dilihat dari rendahnya

cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.

Page 2: Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

Difteri hidung

Difteri hidung pada awalnya menyerupai common cold, dengan gejala pilek ringan

tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung pada awalnya serous, kemudian

serosanguinus, pada beberapa kasus terjadi epistaksis. Pengeluaran sekret bisa hanya berasal

dari satu lubang hidung ataupun dari keduanya. Sekret hidung bisa menjadi mukopurulen dan

dijumpai ekskoriasi pada lubang hidung luar dan bibir bagian atas yang terlihat seperti

impetigo.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak membran putih pada daerah septum nasi.

Sekret hidung kadang mengaburkan adanya membran putih pada septum nasi

Difteri tonsil faring

Gejala difteri tonsil faring pada saat radang akut akan memberi keluhan nyeri

tenggorokan, demam sampai 38,5 °C, nadi cepat, tampak lemah, nafas berbau,

anoreksia, dan malaise. Dalam 1 – 2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna

putih – kelabu menutup tonsil, dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke

bawah ke laring dan trakea

Usaha

melepas

membran akan

Page 3: Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

mengakibatkan perdarahan. Limfadenitis servikalis dan submandibular bila terjadi bersamaan

dengan udim ringan jaringan lunak leher yang luas, akan menimbulkan bullneck. Selanjutnya,

gejala tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran. Pada kasus berat, dapat

terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi, dapat juga terjadi paralisis palatum molle baik

unilateral maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan regurgitasi. Penurunan

kesadaran, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari. Pada kasus sedang,

penyembuhan terjadi berangsur dan bisa disertai penyulit miokarditis atau neuritis. Pada

kasus ringan membran akan terlepas dalam 7 – 10 hari dan biasanya terjadi penyembuhan

sempurna.

Difteri laring

Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring jarang sekali dijumpai

berdiri sendiri. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari tipe infectious croups yang

lain, seperti stridor yang progresif, suara parau, dan batuk kering.

Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, supraklavikular,

intrakostal dan epigastrial. Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa

terjadi kematian mendadak. Pada difteri laring yang

terjadi sebagai perluasan dari difteri faring, maka

gejala yang tampak merupakan campuran

gejalobstruksi dan toksemia dimana didapatkan

demam tinggi, lemah, sianosis, pembengkakan

kelenjar leher.

DIAGNOSIS DIFTERI

Page 4: Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

Diagnosis dini sangat penting karena keterlambatan pemberian antiotoksin

sangat mempengaruhi prognosis penderita. Diagnosis harus segera ditegakkan berdasarkan

gejala klinik tanpa menunggu hasil mikrobiologi.

- Adanya membran di tenggorok sebenarnya tidak terlalu spesifik untuk difteri, karena

beberapa penyakit lain juga dapat ditemui adanya membran. Membran pada difteri

berbeda dengan membran penyakit lain, yaitu warna membran pada difteri lebih

gelap, lebih keabuabuan disertai lebih banyak fibrin yang melekat dengan mukosa

dibawahnya, dan apabila diangkat terjadi perdarahan.

- Untuk pemeriksaan bakteriologis dapat dilakukan dengan

Pengambilan preparat langsung dari membran dan bahan di bawah membran

Kultur dengan medium Loeffler, tellurite dan media agar darah

Diagnosis pasti dengan isolasi C.Diphtheria dengan pembiakan pada media Loeffler

dilanjutkan dengan tes toksinogenitas secara in-vivo dan in-vitro dengan tes Elek.

Pengobatan umum

- Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2

kali berturut-turut, pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.

- Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu

- pemberian cairan serta diet yang adekuat

- makanan lunak dan mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori.

Pengobatan Khusus

- Antitoksin : Anti Difteri Serum (ADS)

Antitoksin harus diberikan segera setelah diagnosis difteri. Dengan pemberian

antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada

Dosis ADS Menurut Lokasi Membran

Difteria Hidung 20.000 Intramuscular

Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular /Intravena

Difteria Faring 40.000 Intramuscular /Intravena

Difteria Laring 40.000 Intramuscular /Intravena

Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena

Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena

Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 Intravena

Page 5: Tugas Kepeniteraan Klinik Dasar

Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebihdahulu, oleh karena

pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan

adrenalin 1:1000 dalam spuit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam

larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi

indurasi > 10 mm. Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam

garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila dalam 20

menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi.

- Antibiotik

Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh

bakteri, menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan organisme pada

kontak. C. Diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai ageninvitro, termasuk

penisilin, eritromisin.

Dosis :

- Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari

atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-)

- Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama14 hari.

- Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, im atau iv dibagi dalam

4 dosis.

- Kortikosteroid

Belum ada persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri. Dianjurkan

korikosteroid diberikan kepada kasus difteri yang disertai dengan gejala obstruksi

saluran nafas bagian atas dapat disertai atau tidak disertai bullneck dan bila terdapat

penyulit miokarditis, namun pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis

ternyata tidak terbukti.

Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14

hari.