Tugas k3 New

6
Penentuan dan Perhitugan Final Skor REBA Final skor dari metode REBA ini adalah merupakan hasil penambahan antara “Skor TABEL C” dengan peningkatan jenis aktivitas Otot. Tabel 7.42 Skoring untuk jenis Aktivitas Otot. Skor Aktivitas +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang untuk lebih dari 1 menit. +1 Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4kali per menit (tidak termasuk berjalan). +1 Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh tidak stabil selama kerja. Selanjutnya, metode REBA ini mengklasifikasikan skor akhir kedalam lima tingkatan. Setiap tingkat aksi menentukan tingkat resiko dan tindak korektif yang disarankan pada posisi yang dievaluasi. Semakin besar nilai dari hasil yang diperoleh, maka akan lebih besar resiko yang dihadapi untuk posisi yang bersngkutan. Nilai 1 menunjukan resiko yang dapat diabaikan, sedangkan nilai maksimum adalah 15, yang menyatakan bahwa posisi tersebut beresiko tinggi dan haru segera diambil tindakan secepatnya. Tabel 7.43 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir Skor Akhir Tingkat Aksi Tingkat Resiko Tindakan 1 0 Sangat rendah Tidak ada tindkan yang diperlukan 2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan 4-7 2 sedang Diperlukan tindakan 8-10 3 tinggi Diperlukan tindakan segera 10-15 4 Sangat tinggi Diperlukan tindakn sesegera mungkin

description

dfsdfdfsdfs

Transcript of Tugas k3 New

Page 1: Tugas k3 New

Penentuan dan Perhitugan Final Skor REBA

Final skor dari metode REBA ini adalah merupakan hasil penambahan antara “Skor TABEL C” dengan peningkatan jenis aktivitas Otot.

Tabel 7.42 Skoring untuk jenis Aktivitas Otot.

Skor Aktivitas

+1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang untuk lebih dari 1 menit.

+1 Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4kali per menit (tidak termasuk berjalan).

+1 Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh tidak stabil selama kerja.

Selanjutnya, metode REBA ini mengklasifikasikan skor akhir kedalam lima tingkatan. Setiap tingkat aksi menentukan tingkat resiko dan tindak korektif yang disarankan pada posisi yang dievaluasi. Semakin besar nilai dari hasil yang diperoleh, maka akan lebih besar resiko yang dihadapi untuk posisi yang bersngkutan. Nilai 1 menunjukan resiko yang dapat diabaikan, sedangkan nilai maksimum adalah 15, yang menyatakan bahwa posisi tersebut beresiko tinggi dan haru segera diambil tindakan secepatnya.

Tabel 7.43 Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir

SkorAkhir

TingkatAksi

Tingkat Resiko Tindakan

1 0 Sangat rendah Tidak ada tindkan yang diperlukan

2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan

4-7 2 sedang Diperlukan tindakan

8-10 3 tinggi Diperlukan tindakan segera

10-15 4 Sangat tinggi Diperlukan tindakn sesegera mungkin

Dibawah ini akan disajikan ringkasan alur proses penilaian dengan metode REBA, dengan maksud untuk lebih memudahkan pemahaman dan implementasi metode ini.

Page 2: Tugas k3 New

Group A

Skor badan

Skor leher

Skor kaki

Gambar 7.1 Arus Proses Penilaian dengan metode REBA

Skor Aktivitas Otot

Skor Tabel C

Skor B

Skor Pegangan

Skor A

Skor Beban/Force

Skor table BSkor A

Group B

Skor lengan

Skor lengan bawah

Skor pergelangan tangan

Final Skor REBA

Tingkat Resiko dan Perbaikan

Page 3: Tugas k3 New

Dapat disimpulkan bahwa, aplikasi metode reba ini dapat digunakan sebagai pedomn penilaian dar suatu posisi atau postur tubuh pekerja dengan maksud untuk menentukan, apakah perlu dilakukan atau tidak suatu tindakan korektif pada posisi kerja tertentu . salain itu, skor individu yang diperoleh pada segmen tubuh, beban, pegangan, dan akivitas ptpt dapat membantu dalam penyelesaian permasalahan ergonomi sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan resiko dan menciptakan kenyamanan kerja.

7.4.4 metode “Nordic Body Map” (NBM)

Merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedara pada otot-otot skeletal. Aplikasi metode ini sangat bergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penilaian dan juga bergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. `

Dalam aplikasinya, metode ‘ Nordic Body Map’, dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh ( body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang sangat singkat. Observer dapat langsung mewancarai atau menanyakan pada responden, pada otot-otot skeletal bagian mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau sakit, atau dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai yang tercantum pad lembar kerja kuisioner ‘ Nordic Body Map’. Melalui kuisioner ‘Nordic Body Map’ maka akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah( tidak ada keluhan/ cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi( keluhan sangat sakit).

Keluhan pada otot-otot skeletal biasanya keluhan yang sangat kronis, artinya keluhan ini sering dirasakan beberapa lama setelah melakukan aktivitas dan sering meninggalkan residu yang dirasakan pada hari-hari berikutnya. Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka desain pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivias kerja. Dari perbedaan skor antara sebelum kerja dan sesudah melakukan kerja merupakan skor gangguan otot skeletal yang sebenarnya.

Pengukuran gangguan otot skeletal dengan menggunakan menggunakan kisisoner sebaiknya digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau sekelompok ampel yang dapat mempresentasikan populasi secara keseluruhan.

Penilaian dengan mengguanakan kuisioner ‘ Nordic Body Map’ dapat dilakukan dengan berbagai cara; misalakan dengan menggunakan 2 jawaban sederhana, yaitu ‘ YA’ (ada keluhan ) dan ‘TIDAK’ (tidak ada keluhan). Tapi lebi utama untuk menggunakan desain penilaian dengan skoring 4 skala likert. Apabila digunakan skoring dengan skala likert, maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami responden.

Dibawah ini adalah contoh desain penilaian dengan 4 likert, dimana:

Skor 1 : tidak ada keluhan/kenyerian yang dirasakan pekerja. Skor 2 : dirasakan sedikit keluhan/kenyerian pada otot skeletal. Skor 3 : responden merasakan adanya kenyerian pada otot skeletal.

Page 4: Tugas k3 New

Skor 4 : responden merasakan keluahan sangat sakit pada otot skeletal.

Selanjutnya, setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner, maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skeletal ( 28 bagian otot skeletal) yg diobservasi. Setelah mendapat total skor individu maka dapat langsung digunakan dalam entri data statisktik.

Langkah terakhir dari aplikasi ‘nordic body map’ ini adalah melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun posisi/sikap kerja, diperoleh hasil yang menunjukan tingkat keparahan pada otot skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat bergantung dari resiko otot skeletal mana saja yang mengalami gangguan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan melihat prsentase pada setiap bagian otot dan dengan menggunakan kategori tingkat resiko otot skeletal.

Tingkat aksi Total skor individu Tingkat resiko Tindakan perbaikan1 28-49 Rendah Belum diperlukan

tindakan2 50-70 Sedang Mungkin perlu tindakan

dikemudian hari3 71-79 Tinggi Diperlukan tindakan

segera4 92-112 Sangat tinggi Diperlukan tindakan

menyeluruh sesegera mungkin

7.4.5 Metode Identifikasi dan penilaian MSDs dengan checklist

Page 5: Tugas k3 New

Checklist merupakan alat ukur ergonomic yang paling sederhana dan mudah, oleh karena itu pada umumnya menjad pilihan pertama untuk melakuakan pengukuran yang bersifat umum. Checklist terdiri dari beberap pertanyaan yang diarahkan untuk mengidentifikasi sumber keluhan/penyakit. Ada dua tipe pertanyaan yang biasanya dipakai yaitu, pertanyaan umum dan prtanyaan khusus.

Checklist merupakan alat ukur ergonomic yang sangat mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya kurang teliti. Oleh karena itu checklist lebih cocok untuk studi pendahuluan dan identifikasi masalah.

Dari uraian tentang berbagai metode untuk mengukur dan mengenali sumber keluhan otot skeletal tersebut diatas, terlihat bahwa masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, sebelum memilih dan menetapkan metode yang akan digunakan, hendaknya dikaji terlebih dahulu karakteristik dari aktivitas kerja yang diukur, selanjutnya barulah ditetapkan metode yang cocok untuk kondisi dan karakteristik aktivitas kerja yang ada.