Tugas K3 Noor Misuary

533

Click here to load reader

description

tugas

Transcript of Tugas K3 Noor Misuary

PERATURANMENTERI TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN KOPERASI REPUBLIK INDONESIANOMOR : PER.03/MEN/1978TENTANGPERSYARATAN PENUNJUKAN DAN WEWENANG SERTA KEWAJIBAN PEGAWAI PENGAWASKESELAMATAN KERJA DAN AHLI KESELAMATAN KERJA.MENTERI TENAGA KERJA TRANSMIGRASI DAN KOPERASIMenimbang : bahwa wewenang dan kewajiban pegawai pengawas dan Ahli Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 perlu dikeluarkan peraturanpelaksanaannya.Mengingat :1.Undang-undang No. 3 tahun 1951 tentang Pengawasan

Perburuhan (Lembaran Negara No. 4 tahun 1951).

2.Pasal 1 ayat (4), (5), (6) dan pasal 5 ayat (2) Undang-undang

No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kera (Lembaran

Negara No. 1 tahun 1970).

3.Surat Keputusan Presiden R.I No. 5 tahun 1973 tentang

Pembentukan Kabinet Pembangunan II.

4.Keputusan Presiden R.I. No. 44 dan 45 tahun 1974 No. Surat

Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi R.I. No. Kep.-1000/Men/1977 tanggal 30 Juli 1977 tentang Penunjukan Direktur dimaksud dalam Undang- undang No. 1 tahun 1970;5. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi R.I. No. 79/MEN/1977 tanggal 30 Juli 1977 tentang Penunjukan Direktur dimaksud dalam Undang-undang No. 1Tahun 1970.

M E M U T U S K A NMenetapkan: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA, TRANSMI- GRASI DAN KOPERASI TENTANG PERSYARATAN PE- NUNJUKAN WEWENANG DAN KEWAJIBAN PEGAWAI PENGAWAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN AHLI KESELAMATAN KERJA.Pasal 1Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:(1) Direktur adalah direktur sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat KeputusanMenteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi R.I. No. 79/MEN/1977 tanggal30 juli 1977;(2)Pegawai Pengawas adalah pegawai pengawas sebagaimana telah ditetapkan pada pasal 1 ayat (5) Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970;(3)Ahli Keselamatan Kerja adalah seorang ahli sebagaimana telah ditetapkan pada pasal 1 ayat (6) Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970.Pasal 2Pegawai Pengawas Keselamatandan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada pasal1 ayat (2) dan ayat (3) dalam Peraturan ini ditunjuk oleh Menteri atas usul DirekturPerlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.Pasal 3(1)Untuk dapat ditunjuk sebagai Pengawas Keselamatan Kerja harus memenuhi syarat- syarat:a. Pegawai Negeri Departemen Tenaga Kerja Transkop. b. Mempunyai keahlian khusus.c. Telah mengikuti pendidikan calon pegawai pengawas yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja Transkop.(2)Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:a. Mempunyai keahlian khusus.b. Telah mengikuti pendidikan oleh Departemen Tenaga Kerja Transkop.

c. Mengetahui ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan perubahan pada umumnya serta bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada khususnya.Pasal 4(1) Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwenang untuk:a. memasuki semua tempat kerja.b. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha, pengurus dan tenaga kerja mengenai syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.c. Memerintahkan agar Pengusaha, pengurus dan tenaga kerja melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.d. Mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-undang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya termasuk:1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;2. Lingkungan;3. Sifat pekerjaan;4. Cara kerja;5. Proses produksi;e. Memerintahkan kepada pengusaha/pengurus untuk memperbaiki, merubah dan atau mengganti bilamana terdapat kekurangan, kesalahan dalam melaksanakan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.f.Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat maupun proses produksi yang membahayakan.g. sesuai dengan pasal 8 Undang-undang No. 3 Tahun 1951 Pegawai Pengawas Keselamatn dan Kesehatan Kerja berwenang pula untuk melakukan pengusutan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan Perundang-undangan Kese- lamatan Kerja.(2) Pegawai Pengawas berkewajiban:a. Mengadakan pemeriksaan disemua tempat kerja;b. Menelaah dan meneliti segala perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja;c. Memberikan petunjuk dan penerangan kepada pengusaha, pengurus dan tenaga kerja atas segala persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;

d. Memberikan laporan kepada Direktur mengenai hasil segala kegiatan yang diwajibkan tersebut diatas menurut garis hirarchi Departemen Tenaga Kerja Transkop;e. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan yang dapat berhubungan dengan jabatannya.Pasal 5(1) Ahli Keselamatan Kerja berwenang untuk:a. Memasuki tempat kerja yang ditentukan dalam surat pengangkatannya dan tempat kerja lain yang diminta oleh Direktur;b. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha, pengurus dan tenaga kerja yang bersangkutan mengenai syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja;c. Memerintahkan agar Pengusaha, pengurus dan tenaga kerja melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan;d. Mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-undang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya termasuk:1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;2. Lingkungan;3. Sifat pekerjaan;4. Cara kerja;5. Proses produksi.e. Memerintahkan kepada pengusaha/pengurus untuk memperbaiki, merubah dan atau mengganti bilamana terdapat kekurangan, kesalahan dalam melaksanakan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;f.Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat maupun proses produksi yang membahayakan.(2) Ahli Keselamatan Kerja berkewajiban:a. Mengadakan pemeriksaan di tempat kerja yang ditentukan dalam surat pengangkatannya dan tempat kerja lain yang diminta oleh Direktur;b. Menelaah dan meneliti segala perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang bersangkutan;

c. Memberikan laporan kepada Direktur mengenai hasil segala kegiatan yang diwajibkan tersebut diatas menurut garis hirarchi Departemen Tenaga Kerja Transkop;d. Memberikan petunjuk dan penerangan kepada pengusaha, pengurus dan tenaga kerja atas segala persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;e. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan yang didapat berhubung dengan jabatannya.Pasal 6(1)Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja yang dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (2) sub e dan pasal 5 ayat (2) sub e dalam Peraturan ini dihukum sesuai pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan.(2)Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja karena kehilapannya menyebabkan rahasia tersebut menjadi terbuka dihukum sesuai pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan.Pasal 7(1) Sebelum diadakan penunjukkan kembali berdasarkan Peraturan Menteri ini.Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja yang telah ada tetap melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya.(2)Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bahwa semua persatuan perundang-undangan yang telah ada tetap berkalu sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri.Ditetapkan di JakartaPada tanggal 10 Maret 1978MENTERITENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN KOPERASI REPUBLIK INDONESIAttd.SUBROTOPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No. Per.02/MEN/1980

TENTANG

PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA DALAM PENYELENGGARAAN KESELAMATAN KERJA.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Menimbang : a. bahwa keselamatan kerja yang setinggi-tingginya dapat dicapai bila antara lain kesehatan tenaga kerja berada dalam taraf yang sebaik- baiknya.

b. bahwa untuk menjamin kemampuan fisik dan kesehatan tenaga kerja yang sebaik-baiknya perlu diadakan pemeriksaan kesehatan yang terarah.

Mengingat : 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970;

2. Keputusan Presiden RI No.44 Tahun 1974 dan No.45 Tahun 1974;

3. Keputusan Presiden R.I No.47 Tahun 1979;

4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Kepts. 79/Men/1977;

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Per. 0l/Men/1976;

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.71/MEN/1978.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Pemeriksaan

Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.Yang dimaksud dengan:

Pasal 1

(a) Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.

(b) Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.

(c) Pemeriksaan Kesehatan Khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.

(d) Dokter adalah dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. Per1O/Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

(e) Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Transmigrasi dan Koperasi No. Kepts. 79/Men/1977.

Pasal 2

(1) Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lain-lainnya dapat dijamin.

(2) Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No.

1 tahun 197O harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja.

(3) Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

(4) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.

(5) Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya dan pedoman tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh Direktur.

(6) Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja dibina dan dikembangkan mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.

(7) Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang dimaksud pasal 1 (sub d), tidak ada keraguan-raguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

Pasal 3

(1) Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

(2) Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut di atas harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

(3) Pemeriksaan Kesehatan Berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratoriuin rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

(4) Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan berkala sesuai dengan kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada.

(5) Pedoman Pemeriksaan kesehatan berkala dikembangkan mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.

(6) Dalam hal ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan ada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.

(7) Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang luas, maka pelayanan kesehatan diluar perusahaan dapat dimanfaatkan oleh pengurus menurut keperluan.

(8) Dalam melaksanakan kewajiban pemeriksaan kesehatan berkala Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja dapat menunjuk satu atau beberapa Badan sebagai penyelenggara yang akan membantu perusahaan yang tidak mampu melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan berkala.

Pasal 4

Apabila Badan sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (8) didalam melakukan pemeriksaan kesehatan berkala menemukan penyakit-penyakit akibat kerja, maka Badan tersebut harus melaporkan kepada Ditjen Binalindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen Binalindung Tenaga Kerja.

Pasal 5

(1) Pemeriksaan Kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.

(2) Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap:

a. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua minggu).

b. tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.

c. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.

(3) Pemeriksaan Kesehatan Khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-keluhan diantara tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan dan Balai- balainya atau atas pendapat umum dimasyarakat.

(4) Terhadap kelainan-kelainan dan gangguan-gangguan kesehatan yang disebabkan akibat pekerjaan khusus ini berlaku ketentuan-ketentuan Asuransi Sosial Tenaga Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6

(1) Perusahaan-perusahaan yang diwajibkan melakukan pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada pasal 2, 3, dan 5 wajib membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.

(2) Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sesudah pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Direktur Jenderal Bina-lindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen Binalindung Tenaga Kerja setempat.

(3) Pengurus bertanggung jawab terhadap ditaatinya Peraturan ini.

(4) Peranan dan fungsi paramedis dalam pemeriksaan kesehatan kerja ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh dokter sebagaimana tersebut pasal 1 sub (d).

Pasal 7

(1) Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan peraturan ini.

(2) Untuk menilai pengaruh pekerjaan terhadap tenaga kerja Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan Kerja beserta Balai-balainya menyelenggarakan pelayanan dan pengujian di perusahaan.

(3) Bentuk/formulir permohonan sebagai dokter Pemeriksa Kesehatan, pelaporan dan bentuk/formulir lain yang diperlukan pelaksanaan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur.

Pasal 8

(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai hasil pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus, maka penyelesaiannya akan dilakukan oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Daerah.

(2) Apabila salah satu pihak tidak menerima putusan yang telah diambil oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Daerah, maka dalam jangka waktu 14 hari setelah tanggal pengambilan keputusan tersebut pihak yang bersangkutan dapat mengajukan persoalannya kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat.

(3) Pembentukan susunan keanggotaan serta tugas dan wewenang Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat dan Daerah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

Pasal 9

Pengurus bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan terhadap pemeriksaan kesehatan berkala atau pemeriksaan kesehatan khusus yang dilaksanakan atas perintah baik oleh Pertimbangan Kesehatan Daerah ataupun oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat.

Pasal 10

Pengurus yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini diancam dengan hukuman sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 13 Maret 1980

MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

ttd

HARUN ZAIN

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA No. Kept. 40/DP/1980

TENTANG

PENETAPAN BENTUK/FORMULIR SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 7 AYAT (3) PERATURAN MENTERI

TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA.

Menimbang : a. Bahwa sesuai pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 bentuk/formulir permohonan sebagai Dokter Pemeriksa, serta bentuk/formulir lain yang diperlukan guna pelaksanaan Peraturaan Menteri tersebut ditetapkan oleh Direktur;

b. bahwa untuk itu perlu diterbitkan Surat Keputusan Ditjen Binalindung

Tenaga Kerja untuk menetapkan bentuk/formulir dimaksud.

Mengingat : 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. 01/Men/1976;

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Kepts. 79/Men/1977;

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/Men/1980.Menetapkan :

M E M U T U S K A N

Pertama : Bentuk/formulir yang harus dipergunakan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Transmigrasi No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja. Sebagaimana termuat dalam Lampiran 1 sampai dengan V Surat Keputusan ini.

Kedua : Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 09 Juni 1980DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN PERLINDUNGN TENAGA KERJAttdOETOJO OESMAN S.H.NIP : 160015903PERATURAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR : PER.01/MEN/1981

TENTANG KEWAJIBAN MELAPOR PENYAKIT AKIBAT KERJAMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Menimbang : a. bahwa penyakit akibat kerja berat bertalian dengan kemajuan teknologi sehingga pengetahuan tentang penyakit-penyakit tersebut perlu dikembangankan antara lain dengan pemilikan data yang lengkap;

b. bahwa "untuk melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja terhadap pengaruh akibat kerja, perlu adanya tindakan pencegahan lebih lanjut;

c. bahwa penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan suatu kecelakaan yang harus dilaporkan.

Mengingat : 1. Undang-undang No. 14 tahun 1964;

2. Undang-undang No. 2 tahun 1951;

3. Undang-undang No. 1 tahun 1970;

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Per.02/Men/1980

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini dengan:

a. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

b. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung suatu kegiatan kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

c. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah dokter atau pegawai yang berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

d. Dokter ialah dokter sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980.

Pasal 2

(1) Apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.

(2) Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(1) Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.

(2) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

Pasal 4

(1) Pengurus wajib dengan segera melakukan tindakan-tindakan preventif agar penyakit akibat kerja yang sama tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya.

(2) Apabila terdapat keraguan-keraguan terhadap hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Dokter, pengurus dapat meminta bantuan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam hal ini aparatnya untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja.

(3) Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

Pasal 5

(1) Tenaga kerja harus memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan bila diperiksa oleh Dokter atau pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja.

(2) Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

(3) Tenaga kerja harus memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

(4) Tenaga kerja berhak meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat pencegahan penyakit akibat kerja sebagaimana ditetapkan pada pasal 4 ayat (1) dan ayat (3).

(5) Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan pada pekerjaan yang diragukan keadaan pencegahannya terhadap penyakit akibat kerja.

Pasal 6

(1) Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja menyelenggara- kan latihan-latihan dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam meningkatkan pencegahan penyakit akibat kerja.

(2) Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan badan- badan lain yang ditunjuk oleh Menteri menyelenggarakan bimbingan diagnostik penyakit akibat kerja.

Pasal 7

Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan peraturan ini.

Pasal 8

Pengurus yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam peraturan Menteri ini, diancam dengan hukuman sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undangNo. 1 tahun1970 tentang keselamatan kerja.

Pasal 9

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 04 April 1981MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIAttd. HARUN ZAIN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.04/MEN/1987T E N T A N GPANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN KERJAMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIAMenimbang:a.b.c.bahwa untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan keseha- tan tenaga kerja dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja, perlu penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan;bahwa bertalian dengan hal tersebut diatas, perusahan perlu memiliki Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk membantu pimpinan perusahaan dalam penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan Kesehatan Kerja;bahwa untuk maksud itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Mengingat:1.2.Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja;Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

3.4.Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. PER.03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja;Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.03/MEN/1984 tentang

Pengawasn Ketenagakerjaan Terpadu.

M E M U T U S K A NMenetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHA- TAN KERJA SERTA TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELA- MATAN KERJA.Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:a. Tempat kerja ialah setiap ruangan atau lapangan, terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.b. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung suatu kegiatan kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.c. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan berfungsi membantu pimpinan perusahaan atau pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja, membantu pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan peraturan perundangan bidang keselamatan dan kesehatan kerja;d. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut P2K3 ialah badan pembantu di tempat kerja yang meruakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.Pasal 2(1) Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus wajib membentuk P2K3.(2) Tempat kerja dimaksud ayat (1) ialah:a. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih;b. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.

Pasal 3(1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.(2) Sekretaris P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan.(3) P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha atau pengurus yang bersangkutan.Pasal 4(1) P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.(2) Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (1), P2K3 mempunyai fungsi:a. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja;b. Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara penanggulangannya.2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;3) Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya;c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan;5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, hygiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;6) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di perusahaan;7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;

9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan;10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja.d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.Pasal 5(1) Setiap pengusaha atau pengurus yang akan mengangkat Ahli Keselamatan Kerja harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.(2) Permohonan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1)harus bermaterai cukup dan dilampirkan:a. Daftar riwayat hidup calon Ahli Keselamatan Kerja;b. Surat keterangan pengalaman kerja;c. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;d. Surat pernyataan bekerja penuh di perusahaan yang bersangkutan;e. Poto copy ijasah atau STTB terakhir;f.Sertifikat pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja atau Badan atau Lembaga Pendidikan yang diakui Departemen Tenaga Kerja.Pasal 6Permohonan dimaksud pasal 5 disampaikan kepada Menteri dengan tembusan disampaikan kepada:a. Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat;b. Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja di mana perusahaan yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya.Pasal 7Untuk menunjuk Ahli Keselamatan Kerja, Menteri membentuk Tim Penilai yang secara fungsional diketuai oleh Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja dan anggotanya terdiri dari pejabat Departemen Tenaga Kerja

dan Instansi atau Badan atau Lembaga di Luar Departemen Tenaga Kerja yang dipandang perlu.Pasal 8Tim Penilai sebagaimana dimaksud pasal 7 mempunyai fungsi:a. Memeriksa kelengkapan persyaratan calon Ahli Keselamatan Kerja yang diajukan pengusaha atau pengurus;b. Melakukan pengujian kemapuan teknis di bidang keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;c. Menyampaikan kepada Menteri:1) Untuk dikeluarkan keputusan penunjukan sebagai Ahli Keselamatan Kerja apabila calon Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan dinilai telah meemnuhi persyaratan oleh Tim Penilai;2) Untuk dikeluarkan keputusan penolakan permohonan pengusaha atau pengurus apabila calon Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan dinilai tidak memenuhi persyaratan oleh Tim Penilai.Pasal 9Bila pengusaha atau pngurus yang ditolak permohonannya sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf c butir 2 dapat mengajukan kembali permohonan penunjukan ahli Keselamatan Kerja sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pasal 5.Pasal 10Keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dapat dicabut apabila:a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan kerja;b. Pindah ke Perusahaan lain;c. Melakukan kesalahan atau kecerobohan sehingga menimbulkan kecelakaan;d. Mengundurkan diri;e. Meninggal dunia.Pasal 11(1) Keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 huruf c butir 1 berlaku untuk jangka waktu 3 tahun.

(2) Setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) berakhir, dapat dimintakan perpanjangan kepada Menteri.(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan menurut prosedur pasal 6 dengan melampirkan:a. Poto copy keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan;b. Surat pernyataan pengurus yang menyatakan bahwa Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan mempunyai prestasi baik.Pasal 12Sekurang-kurangnya 3 bulan sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang kegiatan P2K3 kepada Menteri melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.Pasal 13(1) Ahli Keselamatan Kerja yang telah ditunjuk sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sampai paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini dinyatakan berlaku.(2) Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dimaksud ayat (1) dapat diperpanjang dengan melalui prosedur sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) dan (3).Pasal 14Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan pasal 2 diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) sesuai ketentuan pasal 13 ayat (2) dan (3) Undang-undangNo. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.Pasal 15Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dimaksud Undang-undang No. 1 Tahun 1970, melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 16Paraturan menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.Ditetapkan di JakartaPada tanggal 03 Agustus 1997MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIAttd.SUDOMO

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIAPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NO.PER-04/MEN/1995

TENTANG

PERUSAHAAN JASA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MENTERI TENAGA KERJA R.I.,

Menimbang :a.bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di semua sektor kegiatan dengan penerpan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat untuk memenuhi tingkat produksi yang tinggi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan kecelakaan apabila tidak ditangani secara profesional dan berkesinambungan;

b.bahwa dalam rangka mencegah terjadinya bahaya kecelakaan.

Perlu mengikutsertakan pihak-pihak lain yang berhubungan

dengan masalah pengawasan k3 mulai dari thap konsultasi,

pabrikasi, pemeliharaan, reparasi, penelitian, pemeriksaan,

pengujian, Audit K3 dan pembinaan K3;

c.bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja No

Kep. 1261/Men/1998 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan,

sehingga perlu disempurnakan;

d.bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat :1.Undang-Undang Uap tahun 1930 (Staatsblad tahun 1930

No.225);

2.Undang-undang No. 3 tahun 1951 tentang Pernyataan

berlakunya Undang-undang Pengawasan perburuhan tahun

1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia

(Lembaran Negara Tahun 1951 No. 4)

3.Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara

tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912).

4.Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

(Lembaran Negara Tahun 1970 No. 1, Tambahan Lembaran

Negara No.2918).

5. Keputusan Presiden RI No. 96/M ttahun 1993 tentang

Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.

6.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Men/1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PERUSAHAAN JASA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

a.Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang memperkerjakan pekerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik Negara.

b.Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut PJK3 adalah perusahaan yang usahanya di bidang jasa K3 untuk membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.Pengawasan Ketenagakerjaan adalah suatu sistem pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan yang merupakan rangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengujian guna melakukan tindakan korektif baik secara prefentif maupun represif.

d.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh bahan keterangan tentang suatu keadaan disesuaikan dengan peraturan perundang-umdangan yang berlaku dalam rangka tindakan korektif.

e.Pengujian adalah rangkaian kegiatan penilaian suatu obyek secara teknis atau medis yang mempunyai resiko bahaya dengan cara memberi beban uji atau dengan teknik pengujian lainnya sesuai dengan ketentuan teknis atau medis yang telah ditetapkan.

f.Pemeriksaan dan pengujian teknik adalah pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan pada keadaan mesin-mesin, pesawat- pesawat, alat-alat dan peralatan kerja, bahan-bahan, lingkungan kerja sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi.

g.Pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja.

h.Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Ahli K3 adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi langsung ditaatinya Undang- Undang Keselamatan Kerja.

i.Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri

j. Pengusaha adalah :

1.Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2.Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3.Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

k.Dokter pemeriksa adalah Dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1970.

l. Direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga

Kerja untuk melaksanakan Undang-Undang Keselamatan Kerja.

Pasal 2

(1)PJK3 dalam melaksanakan kegiatan jasa K3 harus terlebih dahulu memperoleh keputusan penunjukan dari Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jendral Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

(2)Untuk memperoleh keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam yat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Bab II.

Pasal 3

PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) meliputi :

a. Jasa Konsultan K3 ;

b. Jasa Pabrikasi, Pemeliharaan , Reparasi dan Instalasi Teknik

K3;

c. Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik;

d.Jasa pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja;

e. Jasa Audit K3;

f. Jasa Pembinaan K3.

Pasal 4

(1) Perusalan Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c meliputi bidang :

a. Pesawat uap dan bejana tekan;

b. Listrik;

c. Penyalur petir dan peralatan elektronik;

d. Lift;

e. Instalasi proteksi kebakaran;

f. Konstruksi Bangunan;

g. Pesawat angka dan angkut cdan pesawat tenaga dan produksi;

h. Pengujian merusak (Destructif Test) dan tidak merusak (Non desntructif test ).

(2) Perusahaan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf d meliputi bidang :

a Kesehatan tenaga kerja ;

b lingkungan kerja

(3) Rincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat diubah sesuai dengan

perkembangan teknik dan teknologi yang ditetapkan oleh menteri tenaga kerja.

Pasal 5

Perusahaan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Ayat (1) dilarang melakukan kegiatan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf 3 a,b, e dan f.

Pasal 6

Ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3 mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan pengujian teknik atau pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan keputusan penunjukannya.

BAB II

SYARAT-SYARAT PENUNJUKAN Pasal 7

Untuk menjadi PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf b harus memenuhi persyaratan sabagai berikut :

a. Berbadan hukum;

b. Memiliki ijin usaha perusahaan (SIUP);

c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);

d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan;

e. Memiliki peralatan yang memadai sesuai usaha jasanyah;

f.Memiliki ahli K3 yang sesuai dengan usaha jasanyah yang bekerja penuh pada perusahaan yang bersangkutan;

g. Memiliki tenaga teknis sesuai usaha jasanya sebagaimana dimaksud dalm pasal 3 huruf b.

Pasal 8

(1) Untuk mendapat keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal

2, PJK3 harus mengajukan permohonan kepada menteri tenaga kerja c.q. direktur jendral pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan diberi meterai cukup dengan disertai lampiran :

a. salinan akte pendirian perusahaan :

b. salinan surat ijin usaha perusahaan (SIUP)

c. Surat keterangan domisilin perusahaan d. Salin bukti NPWP perusahaan

e. Daftar peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya f. Struktur organisasi perusahaan

g. Salin wajib laporan ketenagakerjaan

h. Salin keputusan penunjukan sebagai Ahli K3 atau dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja kecuali untuk perusahaan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal

3 huruf b dan f

i.Riwayat hidup Ahli K3 atau Tenaga Teknis yang bekerja pada perusahaan yang bersangkutan.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus mencantumkan bidang usaha jasa sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat (1), dan (2) yang sesuai dengan Ahli K3 yang dimiliki.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat .

Pasal 9

(1) Setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diterima, Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja memeriksa kelengkapan syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis.

(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membentuk Tim Penilai;

(3) Ketua, anggota, hak, kewajiban dan masa kerja Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan kesehatan kerja ;

(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterimanya permohonan, menetapkan penolakan atau Keputusan penunjukan .

(5) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus disertai alasan- alasannya.

Pasal 10

(1) Keputusan Penunjukan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) belaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun, dan setelah berakhir dapat diperpanjang.

(2) Untuk mendapatkan Keputusan Penunjukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PJK3 harus mengajukan surat permohonan perpanjangan dengn melampirkan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan daftar kegiatan selama berlakunya Keputusan Penunjukan.

(3) Perpanjangan permohonan perpanjangan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir masa berlakunya Keputusan Penunjukan yang lama.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 11

PJK3 yang telah mendapatkan keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4), berhak :

a. Melakukan kegiatan sesuai dengan keputusan penunjukan.

b. Menerima imbalan jasa sesuai dengan kontrak di luar retribusi pengawasan norma keselamtan dan kesehatan kerja, sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 12PJK3 yang telah mendapatkan keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4), berkewajiban :

a. Mentaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku;

b. Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat

K3 sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku;

c. Membuat kontrak kerja dengan pcmberi kerja yang isinya antara lain memuat secara jelas hak kewajiban;

d. Memelihara dokumen kegiatan untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun

Pasal 13

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 PJK3 harus melaporkan dan berkonsultasi dengan Kepala Kantor Departemen atau Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan meyerahkan laporan teknis sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 14PJK3 yang melakukan kegiatan di bidang jasa pemeriksaan dan pengujian teknik atau jasa pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian pihak lain karena tidak mengikuti pihak lain karena tidak mengikuti produsen sesuai peraturan perundang-undngan yang berlaku, wajib bertanggung jawab atas kerusakan atau kerugian tersebut.

BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 15

Dalam hal adanya perubahan Ahli K3 atau tenaga teknis, PJK3 harus melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industri dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Pasal 16

(1) Penunjukan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini untuk mencapai nihil kecelakaan di tempat kerja.

(2) Untuk mencapai nihil kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PJK3 haruis memiliki arena. Dan prasarana yang diperlukan untuk pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(3) Untukmemenuhi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk badan tertentu untuk melaksanakan kegiatan jasa K3.

BAB V SANKSI

Pasal 17

PJK3 yang telah ditunjuk oleh Menteri Tenaga kerja c.q. Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industri dan pengawasan Ketenagakerjaan, apabila dalam melaksanakan kewajibannya tidak sesuai dengan Ketentuan Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi pencabutan Keputusan penunjukan sebagai PJK3

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

PJK3 yang telah mendapat Keputusan Penunjukan dari Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industri dan pengawasan ketenagakerjaan berdsarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.

1261/Men/1988 tetap berlaku sampai berakhirnya Keputusan Penunjukan yang lama.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan melakukan pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini.

Pasal 20

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 1261/ Men/1988 tentang Syarat-syarat Penunjukan Perusahaan jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik Pesawat Uap dinyatakan tidak berlaku lgi.

Pasal 21

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIAPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996TENTANGSISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJAMenimbangMengingat

a. Bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia dan sebagaian kecil disebabkan oleh faktor teknis ;

b. Bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan ama, maka perlu penerapan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja.c. Bahwa dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

d. Bahwa untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan KesehatanKerja perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.1. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);3. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1918);

MEMUTUSKANMenetapkan

PERATURAN MENTERI TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJABAB I KETENTUAN UMUM

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan produktif ;

2. Tempat Kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia ;

3. Audit adalah pemeriksaaan secara sistematik dan independen, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan peraturan yangdirencanakan, dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan ;

4. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari laba atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara ;

5. Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun19706. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknik berkeahlian khusus dariDeparteman Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri ;

7. Pengusaha adalah :

a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja ;

b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja ;

c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada huruf a dan b, jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia8. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung tempat kerja atau lapangan yangterdiri sendiri ;

9. Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ;

10. Laporan Audit adalah hasil audit yang dilakukan oleh Badan Audit yang berisi faktayang ditemukan pada saat pelaksanaan audit di tempat kerja sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat pencapaian kinerja Sistem Manajemen K3 ;

11. Sertifikat adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan perundangan Sistem Manajemen K3 ;

12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

BAB IITUJUAN DAN SASARAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAPasal 2Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

BAB IIIPENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAPasal 3(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.(2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana di maksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

Pasal 4(1)

Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3;b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja;c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja ;

d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan ;

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja ;

(2) Pedoman penerapan Sistem Manajeman K3 sebagaimana dimaksud ayat (1)sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri ini.BAB IVAUDIT SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pasal 5(1) Untuk pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud pasal 4 perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk oleh Menteri.(2) Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi unsur- unsur sebagai berikut :

a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen;

b. Strategi pendokumentasian;c. Peninjauan ulang desain dan kontrak;d. Pengendalian dokumen;

e. Pembelian;f. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3;g. Standar Pemantauan;

h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan;

i. Pengelolaan material dan pemindahannya;j. Pengumpulan dan penggunaan data;k. Pemeriksaan sistem manajemen;l. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan.

(3) Perubahan atau panambahan sesuai perkembangan unsur-unsur sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh Menteri.(4) Pedoman teknis audit sistem manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri ini.

BAB V KEWENANGAN DIREKTUR Pasal 6Direktur berwenang menetapkan perusahaan yang dinilai wajib untuk diaudit berdasarkan pertimbangan tingkat resiko bahaya.BAB VIMEKANISME PELAKSANAAN AUDIT Pasal 7(1) Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun(2) Untuk pelaksanaan audit Badan Audit harus :

a. Membuat rencana tahunan audit

b. Menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.

c. Mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.(3) Pengurus tempat kerja akan diaudit wajib menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan audit sistem manajemen K3.

Pasal 8(1) Badan Unit wajib menyampaikan laporan audit lengkap kepada Direktur dengan tembusan yang disampaikan kepada pengurus tempat kerja yang diaudit.(2)Laporan audit lengkap sebagimana dimaksud ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran III Peraturan Menteri ini.

(3) Setelah menerima laporan Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat

(2), Direktur melakukan evaluasi dan penilaian.

(4) Berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian tersebut pada ayat (3) Direktur melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Memberikan sertifikat dan bendera penghargaan sesuai dengan tingkat pencapaian atau

b. Menginstruksikan kepada Pegawai Pengawas untuk mengambil tindakan apabila

berdasarkan hasil audit ditemukan adanya pelanggaran atas peraturan perundangan.

BAB VIISERTIFIKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pasal 9(1) Sertifikat sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (4) huruf a, ditanda tangani olehMenteri dan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.(2) Jenis sertifikat dan bendera penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Peraturan Menteri ini.

BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASANPembinaan dan pengawasan terhadap penerapan Sistem Manajemen K3 dilakukan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.BAB IX PEMBIYAYAANBiaya pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3 dibebankan kepada Perusahaan yang diaudit.

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 12Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITERBITKAN : J A K A R T APADA TANGGAL : 12 DESEMBER 1996MENTERI TENAGA KERJA R.I. ttdDrs. ABDUL LATIF

LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor: PER. 05/MEN/1996 Tanggal: 12 Desember 1996PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN1.1 Kepimpinan dan KomitmenPengurus harus menunjukan kepimpinan dan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan menyediakan sumberdaya yang memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukan komitmen terhadap keselamatan kerja yang diwujudkan dalam :

a. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan.

b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana yang lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.c. Menetapkan personal yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.d. Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.e. Malakukan penilaian kerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai dengan e diadakan peninjauan ulang secara teratur.Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga penerapan Sistem Manajemen K3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.

Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.1.2 Tinjauan Awal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Initial Review)Peninjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan saat ini dilakukan dengan :

a. ldentifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan Pedoman ini. b. ldentifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan kaitan perusahaan

c. Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja.

d. Membandingkan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja denngan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.e. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan gangguanserta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

f. Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang disediakan.

Hal peninjauan awal keselamatan dan kesehatan merupakan bahan masukan dalam perencanaan dan pengembangan Sistem Manajemen K3.

1.3 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatankerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan dan pelanggan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kerja keselamatan dan kesehatan kerja.2. PERENCANAANPerusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan Sistem Manajemen K3 dengan sasaran yanng jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dann indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko sesuai persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1 Perencanaan ldentifikasi bahaya, penialaina dan pengendalian Risikoldentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya.

2.2 Peraturan Perundangan dan Persyaratan lainnya.Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.

2.3 Tujuan dan SasaranTujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi :

a. Dapat diukur

b. Satuan /indikator pengukuran c. Sasaran pencapaiand. Jangka waktu pencapaianPenetapan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahlli K3, P2K3 dan pihak- pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan.

2.4 lndikator KinerjaDalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian Sistem Manajemen Kerja K3.

2.5 Perencanaan Awal dan perencanaan kegiatan yang Sedang berlangsung.Penerapan awal Sistem Manajemen K3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan dengan jelas menetapkan tujuan serta sasaran Sistem Manajemen K3 yang dapat dicapai dengan :

a. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan.b. Menetapkan sarana dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran.

3. PENERAPANDalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menunjuk personal yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan.

3.1 Jaminan kemampuan3.1.1 Sumber Daya Manusia, Sarana dan DanaPerusahaan harus menyediakan personil yang memiliki kualifikasi, sarana dan dana yang memadai sesuai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan.

Dalam menyediakan sumber daya tersebut perusahaan harus membuat prosedur yanng dapat memantau manfaat yang akan didapat maupun biaya yang harus dikeluarkan.

Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan.b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan.

c. Membuat ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif.

d. Membuat peraturan untuk mendapatkan pendapat dan saran dari para ahli.e. Membuat peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan tenaga kerja secara aktif.3.1.2 lntegrasiPerusahaan dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen K3 ke dalam sistem manajemen perusahaan yang ada. Dalam hal pengintergrasian tersebut terdapat pertentangan dengan tujuan dan prioritas perusahaan , maka :

a. Tujuan dan prioritas Sistem Manajemen K3 harus diutamakan.b. Penyatuan Sistem Manajemen K3 dengan sistem manajemen perusahaan dilakukan secara selaras dan seimbang.

3.1.3 Tanggung Jawab dan Tanggung GugatPeningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3.Perusahaan harus :

a. Menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung jawab gugat keselamatan dan kesehatan kerja dan wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk semua tingkatan manajemen, tenaga kerja, kontraktor dan subkontraktor dan pengunjung.

b. Mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program keselamatan dan kesehatan kerja.c. Dapat memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.Tanggung jawab pengurus terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

adalah :

a. Pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa Sistem Manajemen K3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan.b. Pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangan Sistem Manajemen K3.3.1.4 Konsultasi, Motivasi dan KesadaranPengurus harus menunjukan komitmennya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja melalui konsultasi dan dengan melibatkan tenaga kerja maupun pihak lain yang terkait di dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen K3 , sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.

Tenaga kerja harus memahami serta mendukung tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3, dan perlu disadarkan terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomik, radiasi, bilogis dan pskologis yang mungkin dapat menciderai dan melukai tenaga kerja pada saat bekerja serta harus memahami sumber bahaya tersebut sehingga dapat mengenali dan mencegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

3.1.5 Pelatih dan Kompetensi KerjaPenerapan dan pengembangan Sistem Manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Prosedur untuk melakukan identifikasi standar kompetensi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia.Standar kompetensi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan :

a. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada. b. Memeriksa uraian tugas dan jabatanc. Menganalisis tugas kerja

d. Menganalisis hasil inspeksi dan audit. e. Meninjau ulang laporan insiden

Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetensi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektivitasnya harus ditetapkan. Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja tenaga kerja serta pelatihan.

3.2 Kegiatan Pendukung3.2.1 KomunikasiKomunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan Sistem Manajemen K3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkann kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.Perusahan harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa informasi keselamatan dan kesehatan kerja terbaru di komunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan. Ketentuan dalam prosedur tersebut dapat menjamn pemenuhan kebutuhan untuk :

a. Mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, pertemuan audit dan

tinjauan ulang manajemen pada semua pihak dalam perusahan yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja perusahaan.

b. Melakukan identifikasi dan menerima informasi keselamatan dan kesehatan kerja yang terkait dari luar perusahaan.c. Menjamin bahwa informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang- orang di luar perusahaan yang membutuhkannya.3.2.2 PelaporanProsedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk menjamin bahwa Sistem Manajemen K3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.

Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani :

a. Pelaporan terjadinya insiden b. Pelaporan ketidaksesuaian

c. Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

d. Pelaporan identifikasi sumber bahaya.Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani :

a. Pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan b. Pelaporan kepada pemegang saham

3.2.3 PendokumentasianPendokumentasian merupakan unsur utama setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta dibebarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif. Pendokumentasian Sistem Manajemen K3 mendukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja dan evaluasi terhadap sistem dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur Sistem Manajemen K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian Sistem Manajemen K3 harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada.

Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk :

a. Menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran keselamatam dan kesehatan kerja.c. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur.d. Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan.e. Menunjuk bahwa unsur-unsur Sistem Manajemen K3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

3.2.4 Pengendalian DokumenPerusahaan harus menjamin bahwa :

a. Dokumentasi dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan.

b. Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan, dapat direvisi.c. Dokumen sebelum diterbitkan harus labih dahulu disetujui oleh personal yang berwenang.

d. Dokumen versi terbaru harus bersedia di tempat kerja yang dianggap perlu.

e. Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan.

f. Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.3.2.5 Pencatatan dan Manajemen lnformasiPencatatan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menunjukan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen K3 dan harus mencakup :

a. Persyaratan eksternal/peraturan perundangan dan internal/indikator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.b. lzin kerja

c. Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat- pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya bahan-bahan dan sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaan , cara kerja dan proses produksi.d. Kegiatan pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja. e. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaanf. Pemantauan data

g. Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut h. ldentifikasi produk termasuk komposisinyai. lnformasi mengenai pemasok dan kontraktorj. Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3.3.3 ldentifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian ResikoSumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menetukan tingkat risiko yan g merupakan tolak ukur kemungkina terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko.3.3.1. ldentifikasi Sumber Bahayaldentifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan :

a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.

b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang meungkin dapat terjadi.3.3.2. Penilaian RisikoPenilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.3.3.3. Tindakan PengendalianPerusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan, produk dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui metode :

a. Pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi.b. Pendidikan dan pelatihan.

c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan dan motivasi diri.d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi e. Penegakan hukum

3.3.4. Perancangan (Design) dan RekayasaPengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahap perancangan dan perencanaan.Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi pengembangan, verifikasi tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian harus dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Personel yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan Sistem Manajemen K3.3.3.5. Pengendalian AdmnistratifProsedur dan instruksi kerja terdokumentasi pada saat dibuat harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap tahapan. Rancangan dan tinjauan ulang prosedur hanya dapat dibuat oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan melibatkan para pelaksana. Personel harus dilatih agar memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur. Prosedur harus ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan.

3.3.6. Tinjauan Ulang KontrakPengadaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan.3.3.7. PembelianSistem pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.Pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.3.3.8. Prosedur menghadapi keadaan Darurat atau BencanaPerusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keandalan pada saat kejadian yang sebenarnya.Pengujian prosedur secara berkala tersebut dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang.

3.3.9. Prosedur menghadapi lnsidenUntuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden perusahaan harus memiliki prosedur yang meliputi :

a. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik.b. Proses perawatan lanjutan.

3.3.10. Prosedur Rencana Pemulihan keadaan DaruratPerusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.4. PENGUKURAN DAN EVALUASIPerusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja Sistem Manajemen K3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.4.1 Inspeksi dan PengujianPerusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja, Frekuensi inspeksi dan pengujian harus sesuai dengan obyeknya.

Prosedur inspeksi, pengujian dan pemantaun secara umum meliputi :

a. Personel yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup.b. Catatan inspeksi, pengujian dan pemantauan yang sedang berlangsung harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait.c. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar keselamatan dan kesehatan kerja.d. Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dari hasil inspeksi, pengujian dan pemantauan.e. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan menemukan inti permasalahan dari suatu insiden.

f. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang.

4.2 Audit Sistem Manajemen K3Audit Sistem Manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan Sistem Manajemen K3. Audit harus dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang sudah ditetapkan. Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang di dapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.4.3 Tindakan Perbaikan dan PencegahanSemua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif.5. TINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH PIHAK MANAJEMENPimpinan yang ditinjau harus melaksanakan tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja.

Ruang lingkup tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus dapat mengatasi implikasi keselamatan dan kesehatan kerja terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.Tinjauan ulang Sistem Manajamen K3 meliputi :

a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerjac. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manjamen K3 sesuai dengan :

1) Perubahan peraturan perundangan2) Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.3) Perubahan produk dan kegiatan perusahaan.

4) Perubahan struktur organisasi perusahaan.

5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi.6) Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja

7) Pelaporan

8) Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.

DITERBITKAN : J A K A R T A PADA TANGGAL : 12 DESEMBER 1996MENTERI TENAGA KERJA R.I TtdDrs. ABDUL LATIFj

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998TENTANGTATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAANMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

a.bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diperlukan adanya ketentuan mengenai tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan di tempat kerja.

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat:

1.Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 Dan Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4);

2. Undang-undang Nomor I Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara

Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1981).

3. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 14);

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M/Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet

Pembangunan VI;

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja;

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran

Kepesertaan. Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN: Menetapkan:

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN

BAB I PENGERTIANDalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan

Pasal 1

1. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat

menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

2.Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran peledakan dan bahaya pembuangan limbah.

3.Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

4.Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

5.Pegawai pengawas adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (5) UU No. I Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

6. Pengurus adalah:

a.Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri

b.Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c.Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

7. Menteri adalah Menteri yang membidangi ketenagakerjaan.

BAB IITATACARA PELAPORAN KECELAKAANPasal 2(1) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dipimpinnya. (2) Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (t) terdiri dari:

a. Kecelakaan Kerja:

b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;

c. Kejadian berbahaya lainnya.

Pasal 3Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992.

Pasal 4(1)Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, b, c dan d kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 KK2 A

lampiran I.

(2)Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.

Pasal 5(1)Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan b dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993.

(2)Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf a dan b dengan tata cara pelaporan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1993.

BAB III PEMERIKSAAN KECELAKAANPasal 6(1)Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (I ), dan Pasal 5, Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan pegawai pengawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan.

(2)Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan terhadap setiap kecelakaan yang dilaporkan oleh pengurus atau pengusaha.

(3)Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 7Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian mempergunakan formulir laporan pemeriksaan dan pengkajian sesuai lampiran II untuk kecelakaan kerja, Lampiran III untuk penyakit akibat kerja, Lampiran IV untuk peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 limbah dan Lampiran V untuk bahaya lainnya.

Pasal 8(1)Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 pada tiap-tiap akhir bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana Lampiran VI peraturan ini.

(2)Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja harus menyampaikan analisis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.

Pasal 9

(1)Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 menyusun analisis kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana Lampiran VII peraturan ini.

(2) Analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk tiap bulan.

(3)Kepala kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus segera menyampaikan analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 10Cara pengisian formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran II, III, IV, V, VI. dan VII sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1). pasal 8 ayat (1) dan pasal 9 ayat (I) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Pasal 11Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) menyusun analisis laporan kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional.

BAB IV SANKSIPasal 12Pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 2.,Pasal 4 ayat (1), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

BAB V PENGAWASANPasal 13Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan.

BAB VI KETENTUAN PENUTUPPasal 14Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini, maka formulir bentuk 3 KK2 dalam Peraturan Menteri No. PER-

04/MEN/1993 dan Peraturan Menteri No. PER-05/MEN/1993 dinyatakan tidak berlaku.Pasal 15

peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta, Pada Tanggal 26 Februari 1998

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

DRS. ABDUL LATIEF

KEP.333/MEN/1989

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP.333/MEN/1989