TUGAS HUKUM PIDANA

13
TUGAS HUKUM PIDANA ANALISA KASUS BERDASARKAN UNSUR-UNSUR DALAM TINDAK PIDANA PERCOBAAN (POGING) DAN PENYERTAAN (DEELNEMING) OLEH : TEDY KISWANTO B1A007034 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BENGKULU 2010

Transcript of TUGAS HUKUM PIDANA

Page 1: TUGAS HUKUM PIDANA

TUGAS HUKUM PIDANA

ANALISA KASUS BERDASARKAN UNSUR-UNSUR DALAM

TINDAK PIDANA PERCOBAAN (POGING) DAN

PENYERTAAN (DEELNEMING)

OLEH :

TEDY KISWANTO

B1A007034

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BENGKULU

2010

Page 2: TUGAS HUKUM PIDANA

BAB I

PERCOBAAN (POGING)

A. PENGERTIAN PERCOBAAN (POGING)

Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku I tentang Aturan

Umum, Bab IV pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54

KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen

Kehakiman adalah sebagai berikut:

Pasal 53:

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah

ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya

pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya

sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan

dikurangi sepertiga.

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Pasal 54:

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana. Kedua pasal tersebut

tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan percobaan

melakukan kejahatan (poging), yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut

dengan percobaan.

Pengertian percobaan tidak dijelaskan oleh undang-undang, namun

yang ditetapkan bahwa percobaan melakukan tindak pidana diancam dengan

pidana jika telah memenuhi sejumah persyaratan tertentu.

Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan

sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang

dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi

tidak selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi

1

Page 3: TUGAS HUKUM PIDANA

orangnya tidak mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat

mengambil barang itu.

Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan

kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan

syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena

bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Adanya niat/kehendak dari pelaku;

b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;

c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari

pelaku.

Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan

melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya. Suatu

percobaan dianggap telah terjadi jika memenuhi ketiga syarat tersebut.

B. DESKRIPSI KASUS BERDASARKAN UNSUR-UNSUR PERCOBAAN

(POGING)

1. Niat/Kehendak (Voornemen)

Menurut Moeljatno dalam Adami Chazawi, niat jika dipandang dari

sudut bahasa adalah sikap batin seseorang yang memberi arah kepada apa

yang akan diperbuatnya. Menurut Memori Penjelasan KUHP Belanda (MvT)

niat sama dengan kehendak atau maksud. Hazewinkel-Suringa

mengemukakan bahwa niat adalah kurang lebih suatu rencana untuk

mengadakan suatu perbuatan tertentu dalam keadaan tertentu pula. Dalam

rencana itu selalu mengandung suatu yang dikehendaki mungkin pula

mengandung bayangan-bayangan tentang cara mewujudkannya yaitu akibat-

akibat tambahan yang tidak dikehendaki, tetapi dapat direka-reka akan timbul.

Maka jika rencana tadi dilaksanakan dapat menjadi kesengajaan

sebagai maksud, tetapi mungkin pula menjadi kesengajaan dalam corak lain

(sengaja sebagai keinsyafan kepastian ataupun sengaja sebagai keinsyafan

kemungkinan).

2

Page 4: TUGAS HUKUM PIDANA

Kasus Posisi :

Seorang anggota polisi untuk keperluan pemeriksaan telah

memerintahkan pengemudi mobil tersebut untuk berhenti. Namun pengemudi

itu ternyata tidak mentaati perintah yang diberikan oleh anggota polisi

tersebut, bahkan dengan kecepatan yang tinggi mengarahkan mobil yang

dikendarainya langsung ke arah anggota polisi tersebut, dan hanya karena

anggota polisi tersebut pada saat yang tepat sempat menyelamatkan dirinya

dengan melompat ke pinggir, maka terhindarlah ia dari kematian.

Berdasarkan kasus posisi diatas, maka dapat mempersalahkan

pengemudi dengan percobaan pembunuhan, meskipun secara sepintas

mungkin tidak ada rencana untuk membunuh anggota polisi itu. Tetapi

kemungkinan yang diinsyafi (disadari) dapat diterima juga sebagai niat.

Dalam hal ini niat terwujud dalam sengaja bersyarat (dolus eventualis) atau

disebut juga dengan sengaja berinsyaf kemungkinan (opzet bij mogelijkheid

bewustzinjn).

2. Pemulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering)

Adalah suatu hal yang musykil apabila seseorang akan mengutarakan

niatnya melakukan suatu kejahatan. Oleh karena itu dalam percobaan, niat

seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan

pelaksanaan.

Syarat (unsur) kedua yang harus dipenuhi agar seseorang dapat

dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan kepada Pasal 53 KUHP

adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan

pelaksanaan (begin van uitvoering).

Permulaan pelaksanaan sangat penting diketahui untuk menentukan

apakah telah terjadi suatu percobaan melakukan kejahatan atau belum. Sejak

seseorang mempunyai niat sampai kepada tujuan perbuatan yang dikehendaki,

biasanya terdiri dari suatu rangkaian perbuatan.

Sejak seorang mempunyai niat hingga sampai kepada tujuan perbuatan

yang dikehendaki, biasanya terdiri dari suatu rangkaian perbuatan.

3

Page 5: TUGAS HUKUM PIDANA

Kasus Posisi :

A mempunyai niat untuk membunuh B, untuk itu ada serangkaian

perbuatan yang dilakukannya, yakni:

1. A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol;

2. A mengisi pistol dengan peluru;

3. A membawa pistol tersebut menuju ke rumah B;

4. A membidikkan pistol ke arah B;

5. A menarik pelatuk pistol, akan tetapi tembakannya meleset

sehingga B masih hidup.

Dari seluruh rangkaian perbuatan tersebut, perbuatan manakah yang

dianggap sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan. Apakah perbuatan A

pergi ke rumah C untuk meminjam pistol sudah dianggap sebagai permulaan

pelaksanaan? Apabila melihat niatnya, memang perbuatan A pergi ke rumah

C untuk meminjam pistol adalah dalam kaitan pelaksanaan niatnya untuk

membunuh B. Akan tetapi apakah A pergi ke rumah C sudah dianggap

permulaan dari pelaksanaan pembunuhan?

Berdasarkan analisis, maka apabila niat itu telah terwujud dari adanya

permulaan pelaksanaan. Jadi dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan adalah

semua perbuatan yang merupakan perwujudan dari niat pelaku. Apabila suatu

perbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya, maka perbuatan tersebut

sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. Pada kasus posisi diatas, A

pergi ke rumah C untuk meminjam pistol, sudah merupakan permulaan dari

niatnya yakni ingin membunuh B. Sehingga A pergi ke rumah C untuk

meminjam pistol sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan

percobaan membunuh B.

3. Percobaan Tidak Selesai Bukan Disebabkan Kehendak Pelaku

Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan

percobaan menurut KUHP adalah pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-

mata disebabkan karena kehendak pelaku.

Dalam hal ini tidak merupakan suatu percobaan jika seseorang yang

semula telah berkeinginan untuk melakukan suatu tindak pidana dan niatnya

4

Page 6: TUGAS HUKUM PIDANA

itu telah diwujudkan dalam suatu bentuk perbuatan permulaan pelaksanaan,

tetapi disebabkan oleh sesuatu hal yang timbul dari dalam diri orang tersebut

yang secara sukarela mengundurkan diri dari niatnya semula. Tidak

terlaksananya tindak pidana yang hendak dilakukannya itu bukan karena

adanya faktor keadaan dari luar diri orang tersebut, yang memaksanya untuk

mengurungkan niatnya semula.

Kasus Posisi :

A ingin membunuh B. Untuk itu A dengan menarik pistol yang telah

dipersiapkan memasuki ruangan dimana B pada waktu itu berada. Dengan

berjalan membungkuk dan dengan pistol di tangan A menuju ke arah B

berada. Akan tetapi pada saat pistol hendak ditembakkan, pistol tersebut macet

dan tidak meletus, perbuatan A diketahui oleh B, karena merasa sudah

ketahuan maka A pun melarikan diri.

Maka berdasarkan analisis kasus posisi diatas, perbuatan tidak selesai

bukan karena kehendak pelaku adalah dikarenakan adanya penghalang fisik,

yakni tidak berfungsinya alat/pistol yang digunakan untuk membunuh,

seehingga perbuatan tersebut tidak selesai.

5

Page 7: TUGAS HUKUM PIDANA

BAB II

PENYERTAAN (DEELNEMING)

A. ISTILAH PENYERTAAN

Menurut para sarjana, istilah penyertaan adalah turut campur dalam

peristiwa, turut berbuat delik dan turut serta.

Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan

pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu:

a. Pembuat/Dader (Pasal 55) yang terdiri dari:

1. pelaku (pleger)

2. yang menyuruhlakukan (doenpleger)

3. yang turut serta (medepleger)

4. penganjur (uitlokker)

b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari:

1. pembantu pada saat kejahatan dilakukan;

2. pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

1. Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang

memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas

kejahatan.

Kasus Posisi :

Pada hari minggu oleh A, B, C dan D lagi berkumpul bersama main

gitar di kosan D. Setelah pukul 24.00 Wib A, B dan C berniat melakukan

pencurian ayam milik pak kos yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul

main gitar. Pencurian dilakukan pada pukul 01.30 Wib dalam pelaksanaan

pencurian ada satu orang yang turut serta melakukan yaitu E, pencurian

berjalan dengan mulus dilakukan atas dasar ide-ide dari D. Dengan demikian

unsur ”mereka yang melakukan” secara sah terpenuhi.

6

Page 8: TUGAS HUKUM PIDANA

2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan

perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat.

Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus

ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor

intellectualis).

Kasus Posisi :

Unsur ini dilakukan oleh D, karena pada saat A, B dan C berbincang

memeikirkan bagaimana cara melakukannya, D memberikan masukan kepada

mereka bertiga. menurut D pintu pagar belakang rumah pak kos tidak pernah

dikunci, sehingga bisa dengan mudah mengambil ayam yang ada didalam

kandangnya. Menurut D pencurian akan berjalan mulus apabila dilakukan

pada pukul 01.30 Wib, karena semua penghuni rumah sudah tidur semua,

karena jam 24.00 Wib anak pak kos biasanya masih nonton TV. Dengan unsur

”yang menyuruh melakukan” atas ide D terpenuhi.

3. Orang yang turut serta (Medepleger)

Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut

berbuat atau turut mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas

masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.

Syarat adanya medepleger:

a. ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untuk

bekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.

b. ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik.

Kasus Posisi :

Unsur “yang turut serta melakukan perbuatan” dilakukan oleh E, ketia

E bertemu dengan A, B dan C ia bertanya ”lagi apa malam-malam begini”

mereka menjawab ”ada proyek ayam panggang gratis”, E secara spontan tanpa

mikir menjawab ”wah.. saya ikut dong, habisnya saya laper nih..”, dan dalam

pelaksanaan pencurian E ikut melakukan perbuatan. Dengan demikian unsur

turut serta melakukan atas E terpenuhi.

7

Page 9: TUGAS HUKUM PIDANA

4. Penganjur (Uitlokker)

Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk

melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang

ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau

menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan,

ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau

keterangan (Pasal 55 (1) angka 2).

Kasus Posisi :

Dalam kasus ini F sangat menganjurkan, terjadinya pencurian. Alasan

F, menganjurkan karena ia sangat sakit hati dengan anak gadis pak kos, kata F

”kalian panggang habis saja semua ayamnya”. Sebab F sakit hati adalah ketika

F mau mengajak anak pak kos jalan-jalan, F malah dicaci maki oleh pak kos

dengan sebutan kasar, katanya ”kamu itu orang miskin, gak cocok sama anak

saya, kamu cuman pengangguran, ”. Kata-kata itulah yang membuat F sangat

sakit hati dan sangat setuju dengan keinginan A, B, C dan E untuk mencuri

ayam milik pak kos. Dengan demikian unsur sengaja menganjurkan orang lain

supaya melakukan perbuatan atas F terpenuhi.

8