Tugas Hukum Pemilu 337.docx
-
Upload
nita-alisyahbana -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Tugas Hukum Pemilu 337.docx
Tugas Hukum Pemilu
SISTEM PEMILIHAN
DISTRIK & PROPORSIONAL
ANDI FACHRUL IKSAN NIZAAR
B 111 10 337
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I
PENDAHULUAN
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu sarana demokrasi. Pesta
demokrasi yang merupakan perwujudan tatanan kehidupan negara dan masyarakat
yang berkedaulatan rakyat, pemerintahan dari dan untuk rakyat. Pemilihan Umum
menjadi salah satu kunci demokratisasi dalam sebuah Negara. Masyarakat diberikan
kebebasan untuk berperan serta aktif menentukan pilihan pemimpin yang layak
menjadi kepala pemerintahan. Partisipasi dan kontestasi terlihat jelas dalam
pemilihan umum, partisipasi dilakukan oleh masyarakat yang berperan langsung
dalam proses pemilu dan kontestasi oleh dilakukan calon yang bersaing dalam kursi
pemerintahan. Kontestasi dan Partisipasi inilah yang menurut Samuel P Huntington
menjadi salah satu pilar kekuatan demokrasi.
Di Indonesia, pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan
yang menganut sistem demokrasi. Pemilihan umum melibatkan seluruh lapisan
masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap masyarakat
yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih dan dipilih
dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi, pemilihan umum dilakukan
sebagai upaya untuk mencapai sebuah suara politik warga negara yang diharapkan
nantinya menghasilkan berbagai kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih
anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan
presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati
untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam
rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu
2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian
dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk
kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan
setiap 5 tahun sekali. Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta
pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat
dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu.
Ketentuan mengenai pemilu diatur dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk memberi
landasan hukum yang lebih kuat bagi pemilu sebagai salah satu wahana
pelaksanaan kedaulatan rakyat, salah satunya mengenai distrik pemilihan.
Di dunia ini, dikenal 2 sistem distrik pemilu yang digunakan untuk
menempatkan wakil dari masyarakat ke pemerintahan, yaitu sistem distrik dan
proporsional. Untuk pengertian dari masing-masing sistem diatas akan diuraikan
dalam bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
Macam-macam Sistem Pemilihan :
A. Sistem Proporsional :
Adalah suatu sistem pemilihan di mana kursi yang tersedia di parlemen dibagi-bagi
kepada partai-partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat
partai politik bersangkutan. Oleh karena itu, sistem pemilihan umum ini disebut juga
dengan “sistem berimbang”.
Dalam sistem ini, wilayah negara merupakan satu daerah pemilihan. Akan tetapi,
karena luasnya wilayah negara dan jumlah penduduk negara yang cukup banyk,
ilayah itu dibagi atas daerah-daerah pemilihan misalnya provinsi menjadi satu
daerah pemilihan. Kepada daerah-daerah pemilihan ini dibagikan sejumlah kursi
yang harus diperebutkan, luas daerah pemilihan, pertimbangan politik dan
sebagainya. Hal yang pasti adalah jumlah kursi yang diperebutkan pada masing-
masing daerah pemilihan lebih dari satu. Karena itu sistem pemilihan proporsional ini
disebut juga dengan “Multi-Member Constituency”. Sisa suara dari masing-masing
peserta pemiliha umum di daerah pemilihan tertentu tidak dapat lagi digabungkan
dengan sisa suara di daerah pemilihan lainnya. Jika sistem distrik sering digunakan
di negara yang menganut sistem dwi-partai, maka sistem proposional banyak
digunakan di negara yang menganut sistem banyak partai seperti Belanda, Italia,
Swedia, Belgia dan di negara Indonesia sendiri.
Sistem pemilu Proporsional terbagi 2, yaitu
1. Proporsional Daftar
Dalam sistem ini setiap partai memuat daftar calon-calon bagi setiap daerah/distrik
pemilihan.Calon diurut berdasarkan nomor (1, 2, 3, dan seterusnya). Pemilih memilih
partai, dan partai menerima kursi secara proporsional dari total suara yang
dihasilkan. Calon yang nantinya duduk diambil dari yang ada di daftar tersebut. Jika
kursi hanya mencukupi untuk 1 calon, maka calon nomor urut 1 saja yang masuk ke
parlemen.
2. Single Transforable Vote ( STV )
STV menggunakan satu distrik lebih dari satu wakil, dan pemilih merangking calon
menurut pilihannya di kertas suara seperti pada Alternate Vote. Dalam memilih,
pemilih dibebaskan untuk merangking ataupun cukup memilih satu saja. Sistem ini
dipakai di Malta dan Republik Irlandia.
Segi-segi positif dari sistem pemilihan proporsional :
1. Suara yang terbuang sangat sedikit.
2. Partai-partai kecil / minoritas, besar kemungkinan mendapat kursi di
parlemen.
3. Dianggap lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama
dengan persentase kursinya di parlemen.
Segi-segi negatif dari sistem pemilihan proporsional adalah :
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik dan timbulnya partai-partai
politik baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah integrasi bermacam-macam
golongan dalam masyarakat, tetapi kecenderungan lebih mempertajam
perbedaan-perbedaan yang ada dan oleh karena itu kurang terdorong untuk
mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Sebagai akibatnya
sistem pemerintahan umum ini memperbanyak jumlah partai politik.\
2. Setiap calon yang terpilih menjadi anggota parlemen merasa dirinya lebih
terikat kepada partai politik yang mencalonkan dan kurang merasakan
loyalitasnya kepada rakyat yang telah memilihnya.
3. Banyaknya partai politik mempersukar dalam membentuk pemerintah yang
stabil, lebih-lebih dalam sistem pemerintah parlementer. Karena
pembentukan pemerintah / kabinet hanya didasarkan atas koalisi (kerja
sama) antara dua partai politik atau lebih.
4. Terjadinya pencerminan pendapat yang salah tingkat pertama (the first stage
of distortion of opinion)
B. Sistem Distrik :
Adalah suatu sistem pemilihan yang wilayah negaranya dibagi atas distrik-distrik
pemilihan, yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia di parlemen.
Setiap distrik pemilihan hanya memilih satu orang wakil dari calon-calon yang
diajukan oleh masing-masing partai politik / organisasi peserta pemilihan umum.
Oleh karena itu, sistem pemilihan ini disebut “Single Member Constituency”. Pihak
yang menjadi pemenangnya (calon terpilih) adalah yang memperoleh suara
terbanyak (mayoritas) dalam distrik tersebut. Sistem ini sering digunakan di Negara
yang memiliki sistem dwi-partai seperti Inggris dan bekas jajahannya (Amerika, India
dan Malaysia).
Segi-segi positif sistem pemilihan distrik adalah :
1. Hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat dekat, karena itu partai
politik tidak berani mencalonkan orang yang tidak populer dalam distrik
tersebut. Terpilihnya seorang calon biasanya karena kualitas dan
kepopulerannya, dan baru kemudian kepopuleran partai politiknya.
2. Sistem ini mendorong bersatunya partai-partai politik. Karena calon yang
terpilih hanya satu, beberapa partai / organisasi politik dipaksa atau terpaksa
bergabung untuk mencalonkan seorang yang lebih populer dan berkualitas
serta berbakat di antara calon-calon yang lain.
3. Sistem pemilihan ini akan mengakibatkan terjadinya pernyederhanaan partai
politik.
4. Organisasi penyelenggara pemilihan dengan sistem ini lebih sederhana, tidak
perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam Panitia Pemilihan. Biaya
lebih murah dan penghitungan suara lebih singkat karena tidak perlu
menghitung sisa suara yang terbuang
Segi-segi negatif sistem pemilihan distrik adalah :
1. Kemungkinan akan ada suara yang terbuang. Bahkan, ada kemungkinan
calon terpilih mendapatsuara minoritas lawan-lawanya.
2. Sistem ini akan menyulitkan partai-partai kecil dan golongan-golongan
minoritas. Sukar bagi mereka mempunyai wakil di lembaga perwakilan.
3. Terjadinya pencerminan pendapat yang salah tingkat pertama dan tingkat dua
(the first and the second stage of distortion of opinion).
4. Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya
daripada kepentingan nasional
Sistem Pemilihan Di Indonesia
Indonesia, dengan tingkat kemajemukan masyarakat di Indonesia yang cukup
besar, maka dipandang Indonesia lebih pas menggunakan sistem pemilu
proporsional dibandingkan sistem distrik. Oleh karena terdapat kekhawatiran ketika
sistem distrik di pakai akan banyak kelompok-kelompok yang tidak terwakili
khususnya kelompok kecil.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam
sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
Sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan
reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami transformasi
politik dan sistem pemilu.
Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009
adalah sistem pemilihan Proporsional, adanya usulan sistem pemilihan umum Distrik
di indonesia yang sempat diajukan, ternyata di tolak.
Pada Pemilihan Umum, Indonesia menerapkan sistem distrik untuk pemilihan
anggota Legislative Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana dalam sistem Distrik
ini tiap provinsi memiliki beberapa kursi yang diperebutkan oleh calon legislator,
tidak seperti disistem proporsional, suara yang kalah dalam pemilihan tidak dapat
dialihkan ke calon legislator yang lain walaupun dari partai yang sama.
Sistem Semi proporsional ini adalah Sistem yang mengonversi suara menjadi
kursi dengan hasil yang berada di antara sistem pemilihan proporsional dengan
mayoritarian dari sistem plural-majorit. Dan sistem Semi proporsional ini adalah
gabungan atau kombinasi antar varian-varian Sistem Distrik dan Sistem
Proporsional
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia. Di pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih
presidennya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius
mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah
Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung
untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden,
anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan
Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan
yang berbeda.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon
Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap
daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah
selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional
dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD,
digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV).
Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas
dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).
Di Indonesia sendiri sistem pemilu sudah mengalami perubahan dari sistem
tertutup menjadi sistem proporsional semi daftar terbuka dan sistem proporsional
terbuka.
Upaya memperbaiki penyelenggaraan Pemilu ini merupakan bagian dari proses
penguatan dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) serta upaya
mewujudkan tata pemerintahan presidensiil yang efektif. Agar tercipta derajat
kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih
tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, maka
penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke
waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
Dalam rangka mewujudkan berdirinya sebuah negara sesuai aspirasi
masyarakat guna mewujudkan good governance, diperlukan penerapan sistem
pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas korupsi. Sistem tidak akan berjalan
baik jika dari pelaksananya juga tidak bias menanamkan sikap adil dan jujur dalam
diri. Jika sikap adil dan jujur sudah tertanam dalam diri , maka sistem di Negara akan
baik adanya. Maka dari itu dibuthkan sebuah sistem pemilihan umum yang sesuai
kondisi dan realita negara tersebut, dikenal ada dua sistem pemilu yaitu: sistem
distrik dan sistem proporsional. Sistem ini yang kemudian berkembang dan menjadi
acuan dalam penyelenggaraan pemilihan umum di berbagai negara.
Dalam sistem distrik, jumlah pemenangnya yang akan menjadi wakil di
parlemen adalah satu orang, sedangkan dalam sistem proporsional jumlah wakil
yang akan mewakili suatu daerah pemilihan adalah beberapa orang sesuai dengan
proporsi perolehan suaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjdo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet.3. Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama
Huda, Ni’matul, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pustaka
Hadiwinata, Bob Sugeng dan Schunk, Christoph. Ed. Demokrasi di Indonesia Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010
Syafiie, Inu Kencana, 2000, Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia