Tugas Dr.lukas

download Tugas Dr.lukas

of 19

description

kdktrn

Transcript of Tugas Dr.lukas

Klasifikasi Obat OAD&HT By Dion Faisal

Lab/SMF Farmasi-Farmakoterapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

TUGAS P-TREATMENT

Disusun Oleh Kelompok I :

Adhaniar Purwanti Megasari0910015044Ayu Milasari

0910015029Famela Asditaliana

0910015058Hardin Bin Baharuddin

0910015022Suryanti Soewardi

0808015033Pembimbing

dr. Lukas D.Leatemia, M.KesLab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda

2014BAB IPENDAHULUANTINJAUAN PUSTAKA1. Tinjauan Tentang Diabetes Melitus

1.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).1.2. Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi dan klasifikasi diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005)

I. Diabetes Melitus Tipe I

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

A. Melalui proses imunologik

B. Idiopatik

II. Diabetes Melitus Tipe 2

(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III. Diabetes Melitus Tipe lain

A. Defek genetik fungsi sel beta

Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1) Kromosom 13, insullin promoter factor-1(IPF 1, dahulu MODY4)

Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)

Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)

DNA Mitochondria

Lainnya

B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.

C. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopi fibro kalkulus, lainnya

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatioma, aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat/ zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis adrenergic, tiazid, dilantin, interferon, alfa, lainnya

F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya

G. Imunologi (jarang) : sindrom Stiff-man, antibodi anti reseptor insulin, lainnya

H. Sindroma genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom Wolfarms, ataksia Friedreichs, chorea Huntigton, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porifia, sindrom Prader Willi, lainnya

IV. Diabetes Kehamilan

(American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care. 2005 ; 28 (Supl 1), S37-42).

1.3. Faktor Resiko

Faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 yaitu: Adanya riwayat keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2

Obesitas ( BMI > 27kg/m2)

Umur > 45 tahun

Ras (afrika-amerika, amerika latin, asia-amerika dan penduduk kepulauan pasifik)

Melalui tes GDP dan toleransi glukosa oral

Riwayat diabetes gestasional dan bayi lebih dari 9 kg

Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg)

HDL < 0,90 mmol/L dan atau level trigliserida > 2,82 mmol/L

Sindrom polikistik ovary (Gustaviani, 2006) (Power, 2001). 1.4. Diagnosa

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Gustaviani, 2006).

Diagnosa DM umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sebelumnya. Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritas vulvae pada wanita. Jika keluhan sudah khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) 200 mg/dl sudah cukup untuk mendiagnosa DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP) 126 mg/dl juga digunakan sebagai patokan diagnosa DM (Gustaviani, 2006).

Untuk pasien dengan keluhan yang tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal. Diperlukan satu kali lagi pemeriksaan glukosa untuk mendapatkan hasil yang abnormal baik kadar glukosa darah 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200mg/dl atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl (Gustaviani, 2006). (Gustaviani, 2006)

1.5 Gambaran Pasien

Karakteristik yang bisa ditemukan pada pasien DM tipe 1 adalah : 1. Munculnya penyakit dibawah usia 30 tahun

2. Bertubuh kurus

3. Memerlukan insulin sejak awal terapi

4. Memiliki kecenderungan untuk terjadi ketoasidosis

5. Memiliki resiko terkena penyakit autoimun yang lain seperti thyroid autoimun disease, anemia pernisiosa dan vitiligo (Gustaviani, 2006).Karakteristik pada pasien DM tipe 2 adalah :1. Munculnya penyakit di atas umur 30 tahun

2. Biasanya cenderung gendut (80%)

3. Tidak selalu memerlukan insulin

4. Mungkin memiliki kaitan deangan keadaan yang menyebabkan resistensi insulin lainnya seperti, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dyslipidemia, atau sindrom ovari polikistik (Gustaviani, 2006).1.5. Komplikasi

Komplikasi kronik diabetes mellitus yaitu :1. Mikrovaskular

a. Gangguan mata

Retinopathy

Makular edema

Katarak

Glaukoma

b. Neuropathy

Saraf sensory dan motorik

Saraf autonom

c. Nephropathy

2. Makrovaskular

a. Penyakit koroner

b. Penyakit pembuluh darah perifer

c. Penyakit cerebrovaskular

3. Kelainan lain

a. Gastroparesis dan diare

b. Uropathy dan disfungsi seksusal

c. Kelainan dermatologi (Power, 2001) (Gustaviani, 2006).1.6 Terapi Biguanid. Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka mentformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan dengan dosis maksimal akan menurunkan A1C sebesar 1-2%. Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dl pada perempuan dan > 1,5 mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang lanjut usia (Soegondo, 2006).

Mekanisme kerja. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makanan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu 2-5 jam. Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah. Kombinasi dengan dosis maksimal dapat menurunkan glukosa darah yang lebih banyak. Sediaan yang sering digunakan adalah metformin dengan dosis 1-3 gr dibagi dalam 2 atau 3 kali sehari. (Soegondo, 2006)Sulfonylurea yang merupakan perangsang sekresi insulin, juga sering dipergunakan sebagai antidiabetik oral. Glibenklamid merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan dengan dosis 5-20 mg, 1-2 kali sehari. (Soegondo, 2006). BAB IIKASUSSeorang pasien Diabetes Melitus datang secara rutin ke tempat praktek anda. Diabetes Melitus tersebut timbul 15 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik diagnostik jantung paru tidak ada kelainan. Pemeriksaan laboratorium kadar gula darah acak 200 mg/dl HbA1c 8%. Pasien telah mendapat pengobatan rutin glibenklamid 5 mg sekali sehari dan Metformin 500 mg dua kali sehari.

Tentukan P-Treatment dari kasus tersebut ?I. Menentukan Problem Pasien :

Pasien menderita Diabetes Melitus tipe II terkontrolII. Rencana Tujuan Pengobatan :

Menurunkan gula darah agar tetap stabil dimana GDS yang diharapkan 177 mikromol/L.++

Relatif terjangkau

Thiazolidine-diones++

Menurunkan resistensi insulin ++

Diasosiasikan dengan peningkatan berat badan minor, penurunan hematokrit, dan peningkatan ringan volume plasma.Efek samping obat : Infeksi saluran nafas atas, anemia, edema, sakit kepala, nyeri punggung, kelemahan, diare.

++

Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan hati, dan kelainan jantung kongestif. Insiden edem perifer meningkat pada pengguanaan obat ini.+

Harganya nahal

Nama obat Golongan BiguanidEfficacySafetySuitabilityCost

Metformin+++

Mengaktivasi kinase di sel (AMP) sehingga meningkatkan potensiasi/sensitivitas insulin di jaringan otot dan lemak.++ESO: mual, muntah, diare, kecap logam, pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan kardiovaskular dapat meningkatkan asam laktat namun jarang terjadi++

KI: tidak bisa diberikan pada wanita hamil, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dan uremia, dan penyakit jantung kongestif, dan penyakit paru dengan hipoksia kronik+++Metformin HCl OGB Dexa

500mg x 10 x 10

(Rp11,289)

Per tablet= Rp112

buformin+++

Mengaktivasi kinase di sel (AMP) sehingga meningkatkan potensiasi/sensitivitas insulin di jaringan otot dan lemak.++

ESO: sama seperti metformin++

KI: sama seperti metformin_

Tidak tersedia

Kesimpulan :

Terapi yang di pilih untuk pasien ini adalah terapi kombinasi dari golongan Sulfonilurea dan Biguanid karena saat ini merupakan kombinasi yang sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah. Dari tabel diatas obat yang dipilih ialah Sulfonilurea Generasi II yaitu Glibenklamid harganya murah dan relatif terjangkau dan dari tabel berikutnya obat yang dipilih untuk pasien ini adalah metformin. Selain dari biaya (cost) yang lebih murah, obat ini juga tersedia dan mudah didapatkan.IV. Pemberian Terapi

a. Terapi Non Farmakologis

Menjelaskan kepada pasien untuk diet maksimal untuk menurunkan BB

Menjelaskan kepada pasien jenis olahraga yang bisa dilakukan pasien, misalnya jalan kaki pada pagi hari sekitar 30-60 menit, 3-5 kali/minggu.b. Terapi Farmakologis

V. Komunikasi Terapi

a. Informasi penyakit

Diabetes Melitus yang diderita pasien adalah Diabetes Melitus tipe II yang penatalaksanaannya harus dengan anti diabetik oral.b. Informasi terapi

Disarankan untuk berolahraga dengan teratur dan harus diet maksimal untuk menurunkan BB.

c. Informasi Obat dan penggunaan

Pengobatan rutin glibenklamid 7,5 mg sehari sekali karena kadar HbA1C pasien masih di atas normal, diharapkan dengan adanya peningkatan dosis dari glibenklamid kadar HbA1c pasien dalam batas normal dan Metformin diberikan 500 mg dua kali sehari Dalam mengkonsumsi kedua obat tersebut pasien harus meminum obat tersebut bersamaan pada saat makan Sebelum obat habis pasien diharapkan untuk langsung ke dokter

VI. Monitoring dan evaluasi

Evaluasi gula darah puasa dan gula darah sewaktu 2 minggu sekali. Jika timbul efek samping obat yang sangat menganggu maka pasien diharapkan segera kembali berkonsultasi dengan dokter.DAFTAR PUSTAKAEvaria. MIMS Edisi Bahasa Indonesia. Edisi 14. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. 2013 : 337-349

Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2007 : 481-495.Gustaviani R. diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1857-63.

Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam : braunwald E, fauci AS, kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons Principle og Internal Medicine. 15th edition. New york : McGraw-Hill Medical Publishing Division 2001 :2109-37Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1860-3.

PRAKTER DOKTER BERSAMA

dr. Satrio

Jl. Basuki Rahmat No.68 Samarinda Telp.(0541)-741063

SIP. No 2999/XX/99

Samarinda, 09/03/2014

R/ Padonil 5 mg tab No. XLV

1 dd tab I 1/2 d.c

R/ Metformin HCL OGB Dexa 500 mg tab No. LX

2 dd tab I d.c

Pro: Tn. Eko

Umur: 50 thn

Alamat: Jl. M.Yamin No.9

1