TUGAS ALJABAR - rumiteputri.files.wordpress.com subgrup dari . Bukti: ... 1.13 Teorema Lagrange ......
Transcript of TUGAS ALJABAR - rumiteputri.files.wordpress.com subgrup dari . Bukti: ... 1.13 Teorema Lagrange ......
TUGAS ALJABAR
RESUME GRUP, GRUP PERMUTASI, RING, dan RING POLINOMIAL
oleh
WAYAN RUMITE
NRP 1213201037
Kelas: A
Dosen Pengampu MK:
Dr. SUBIONO, M.Sc.
PROGRAM PASCASARJANA MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
1. GRUP
1.1 Definisi Grup
Suatu grup (𝐺,∗) merupakan himpunan tidak kosong (𝐺 ≠ ∅) bersama-sama dengan suatu
operasi biner ∗: 𝐺 𝑥 𝐺 → 𝐺 dengan (𝑎, 𝑏) didefinisikan pada 𝐺 dan memenuhi aksioma-aksioma
berikut:
1. Tertutup terhadap operasi biner(∗): 𝑎 ∗ 𝑏 ∈ 𝐺 untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺.
2. Berlaku sifat assosiatif: (𝑎 ∗ 𝑏) ∗ 𝑐 = 𝑎 ∗ (𝑏 ∗ 𝑐) untuk semua 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝐺.
3. Mempunyai elemen identitas: ∃ 𝑒 ∈ 𝐺, ∋ 𝑎 ∗ 𝑒 = 𝑎 = 𝑒 ∗ 𝑎, ∀ 𝑎 ∈ 𝐺.
4. Setiap elemen mempunyai invers: ∀ 𝑎 ∈ 𝐺 ∃ 𝑎−1 ∋ 𝑎 ∗ 𝑎−1 = 𝑒 = 𝑎−1 ∗ 𝑎
Biasanya lambang (𝐺,∗) hanya dituliskan 𝐺, demikian juga ab artinya 𝑎 ∗ 𝑏.
Tambahan: Jika juga terpenuhi bahwa 𝑎 ∗ 𝑏 = 𝑏 ∗ 𝑎 untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, maka grup 𝐺
dinamakan grup komutatif/Abelian.
Contoh:
Himpunan bilangan bulat ℤ (berasal dari bahasa Jerman yang berarti Zahlen), merupakan grup
komutati (abelian) dengan operasi penjumlahan biasa.
Bukti:
Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℤ, maka:
1. 𝑎 + 𝑏 ∈ ℤ, untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ (tertutup).
2. (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐), untuk semua 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℤ (assosiatif).
3. Ada suatu elemen 0 ∈ ℤ sehingga 𝑎 + 0 = 0 + 𝑎 = 𝑎, Untuk semua 𝑎 ∈ ℤ
(0 disebut elemen identitas).
4. Setiap 𝑎 ∈ ℤ ada suatu elemen −𝑎 ∈ ℤ sehingga 𝑎 + (−𝑎) = (−𝑎) + 𝑎 = 0 (−𝑎 disebut
invers dari 𝑎).
5. Setiap 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ maka berlaku 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎 (komutatif).
Jadi, (ℤ,+) adalah grup komutatif (abelian).
1.2 Sifat-Sifat Grup
Misalkan 𝐺 adalah suatu grup, maka:
1. Hanya ada satu (tunggal) elemen identitas.
Bukti:
Misalkan 𝑒1 dan 𝑒2 adalah elemen identitas di 𝐺, maka 𝑒1 ∗ 𝑒2 = 𝑒1 (𝑒2sebagai elemen
identitas) dan 𝑒1 ∗ 𝑒2 = 𝑒2 (𝑒1 sebagai elemen identitas), sehingga diperoleh 𝑒1 = 𝑒1 ∗ 𝑒2 =
𝑒2, atau 𝑒1 = 𝑒2.
2. Setiap 𝑎 ∈ 𝐺, invers dari 𝑎 adalah tunggal.
Bukti:
Andaikan invers dari 𝑎 ∈ 𝐺 tidak tunggal yaitu 𝑎1−1 dan 𝑎2
−1 dengan
𝑎1−1 ≠ 𝑎2
−1 dan e adalah unsur identitas di 𝐺, maka:
𝑎1−1= 𝑎1
−1 ∗ 𝑒
= 𝑎1−1 ∗ (𝑎 ∗ 𝑎2
−1)
= (𝑎1−1 ∗ 𝑎) ∗ 𝑎2
−1
= 𝑒 ∗ 𝑎2−1
= 𝑎2−1
𝑎1−1 = 𝑎2
−1, hal ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa 𝑎1−1 ≠ 𝑎2
−1.
Jadi, haruslah 𝑎1−1 = 𝑎2
−1, yang artinya unsur di 𝐺 memiliki invers tunggal.
3. Jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, maka ada dengan tunggal 𝑥 dan 𝑦 sehingga 𝑎 ∗ 𝑥 = 𝑏 dan 𝑦 ∗ 𝑎 = 𝑏.
Bukti:
Diketahui: 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, maka terdapat 𝑎−1, 𝑏−1 ∈ 𝐺.
i) Jika 𝑎 ∗ 𝑥0 = 𝑏, maka 𝑎−1 ∗ (𝑎 ∗ 𝑥0) = 𝑎−1 ∗ 𝑏
(𝑎−1 ∗ 𝑎) ∗ 𝑥0 = 𝑎−1 ∗ 𝑏
𝑒 ∗ 𝑥0 = 𝑎−1 ∗ 𝑏
𝑥0 = 𝑎−1 ∗ 𝑏
Sehingga untuk 𝑥 = 𝑎−1 ∗ 𝑏 berakibat 𝑎 ∗ 𝑥 = 𝑎 ∗ 𝑎−1 ∗ 𝑏
𝑎 ∗ 𝑥 = 𝑒 ∗ 𝑏
𝑎 ∗ 𝑥 = 𝑏
Jadi, 𝑎 ∗ 𝑥 = 𝑏 mempunyai solusi tunggal yaitu 𝑥 = 𝑎−1 ∗ 𝑏.
ii) Selanjutnya untuk 𝑦0 ∗ 𝑎 = 𝑏 (kalikan kedua ruas dengan 𝑎−1 dari kanan)
(𝑦0 ∗ 𝑎) ∗ 𝑎−1 = 𝑏 ∗ 𝑎−1
𝑦0 ∗ (𝑎 ∗ 𝑎−1) = 𝑏 ∗ 𝑎−1
𝑦0 ∗ 𝑒 = 𝑏 ∗ 𝑎−1
𝑦0 = 𝑏 ∗ 𝑎−1
Jadi, 𝑦 ∗ 𝑎 = 𝑏 mempunyai solusi tunggal yaitu 𝑦 = 𝑏 ∗ 𝑎−1.
4. Jka 𝑔 ∗ 𝑥 = 𝑔 ∗ 𝑦, maka 𝑥 = 𝑦 untuk 𝑥, 𝑦, 𝑔 ∈ 𝐺 (kanselasi kiri).
Bukti:
Jika 𝑔 ∗ 𝑥 = 𝑔 ∗ 𝑦, maka 𝑔−1 ∗ 𝑔 ∗ 𝑥 = 𝑔−1 ∗ 𝑔 ∗ 𝑦 (kanselasi kiri)
𝑒 ∗ 𝑥 = 𝑒 ∗ 𝑦
𝑥 = 𝑦
5. Jka 𝑥 ∗ 𝑔 = 𝑦 ∗ 𝑔, maka 𝑥 = 𝑦 untuk 𝑥, 𝑦, 𝑔 ∈ 𝐺 (kanselasi kanan).
Bukti:
Jika 𝑥 ∗ 𝑔 = 𝑦 ∗ 𝑔 maka 𝑥 ∗ 𝑔 ∗ 𝑔−1 = 𝑦 ∗ 𝑔 ∗ 𝑔−1 (kanselasi kanan)
𝑥 ∗ 𝑒 = 𝑦 ∗ 𝑒
𝑥 = 𝑦
6. Jika 𝑔 ∈ 𝐺, maka (𝑔−1)−1 = 𝑔.
Bukti:
Karena 𝑔 ∈ 𝐺 maka 𝑔−1 ∈ 𝐺 sehingga 𝑔 ∗ 𝑔−1 = 𝑒
(𝑔 ∗ 𝑔−1) ∗ (𝑔−1)−1 = 𝑒 ∗ (𝑔)−1
𝑔 ∗ (𝑔−1 ∗ (𝑔−1)−1) = (𝑔−1)−1
𝑔 ∗ 𝑒 = (𝑔−1)−1
𝑔 = (𝑔−1)−1
7. Jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, maka berlaku (𝑎𝑏)−1 = 𝑏−1𝑎−1.
Bukti:
Jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 maka 𝑎−1, 𝑏−1 ∈ 𝐺 sehingga (𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ (𝑎 ∗ 𝑏) = 𝑒
(𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ (𝑎 ∗ 𝑏) ∗ 𝑏−1 = 𝑒 ∗ 𝑏−1
(𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ 𝑎 ∗ 𝑒 = 𝑏−1
(𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ 𝑎 = 𝑏−1
(𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ 𝑎 ∗ 𝑎−1 = 𝑏−1 ∗ 𝑎−1
(𝑎 ∗ 𝑏)−1 ∗ 𝑒 = 𝑏−1 ∗ 𝑎−1
Jadi, (𝑎 ∗ 𝑏)−1 = 𝑏−1 ∗ 𝑎−1.
1.3 Order Grup dan Order Elemen
i. Order dari suatu grup 𝐺 adalah banyaknya elemen dalam grup 𝐺 dan biasanya ditulis |𝐺|.
ii. Order dari suatu elemen/unsur 𝑔 ∈ 𝐺 merupakan bilangan bulat positif terkecil 𝑛 sehingga
memenuhi 𝑔𝑛 = 𝑒 . Jika tidak ada 𝑛 yang demikian, maka |𝑔| = +∞.
iii. Sifat untuk order elemen:
a. 𝑎𝑚+𝑛 = 𝑎𝑚 ∗ 𝑎𝑛
b. (𝑎𝑚)𝑛 = 𝑎𝑚𝑛
Contoh:
Diberikan (ℤ4, +) adalah grup yang elemen-elemennya adalah
ℤ4 = {[0]4, [1]4, [2]4, [3]4} maka:
i. Order grup ℤ4 adalah 4, ditulis |ℤ4| = 4.
ii. Order elemen ℤ4 yaitu:
|[0]4| = 1
|[1]4| = [1]4 + [1]4 + [1]4 + [1]4 = [1 + 1 + 1 + 1]4 = [4]4 = [0]4 = 4
|[2]4| = [2]4 + [2]4 = [2 + 2]4 = [4]4 = [0]4 = 2
|[3]4| = [3]4 + [3]4 + [3]4 + [3]4 = [3 + 3 + 3 + 3]4 = [12]4 = [0]4 = 4
1.4 Subgrup (Grup Bagian)
i. Definisi:
Misalkan 𝐺 suatu grup dan 𝐻 ⊆ 𝐺 dengan 𝐻 ≠ ∅, 𝐻 dikatakan subgrup dari 𝐺 jika 𝐻
merupakan grup dengan operasi biner yang sama dengan grup 𝐺. Hal ini dinotasikan oleh
𝐻 < 𝐺.
ii. Sifat Subgrup
Misalkan 𝐺 adalah suatu grup. Himpunan 𝐻 adalah subgrup dari 𝐺 jika dan hanya jika
untuk sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻 maka 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻 (𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻). Bukti:
(⟹). Diketahui 𝐻 < 𝐺, berarti 𝑖). 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑎𝑏 ∈ 𝐻
𝑖𝑖). 𝑎 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑎−1 ∈ 𝐻
𝑎 ∈ 𝐻, 𝑏−1 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻
(⟸). Jika 𝑎 ∈ 𝐻 maka 𝑎𝑎−1 = 𝑒 ∈ 𝐻
𝑒 ∈ 𝐻, 𝑎 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑒𝑎−1 = 𝑎−1 ∈ 𝐻
𝑏 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑏−1 ∈ 𝐻
Jadi, 𝑎, 𝑏−1 ∈ 𝐻 ⟹ 𝑎(𝑏−1)−1 = 𝑎𝑏 ∈ 𝐻.
Untuk Sifat Assosiatif menurun, karena 𝐻 ⊆ 𝐺.
Jadi, 𝐻 < 𝐺 jika dan hanya jika 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻 (𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻).
iii. Contoh
Himpunan 𝑆𝐿(𝑛,ℝ) dengan operasi biner perkalian matriks adalah subgrup dari
𝐺𝐿(𝑛,ℝ).
Bukti:
𝑆𝐿(𝑛, ℝ) adalah suatu matrik dengan determinan sama dengan 1.
Ambil sebarang 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑆𝐿(𝑛,ℝ).
karena 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑆𝐿(𝑛,ℝ) maka det(𝐴) = 1 dan det(𝐵) = 1.
det(𝐴−1𝐵) = det(𝐴−1) . det (𝐵)
= 𝟏
det(𝐴) . det(𝐵)
=𝟏
1 . 1 = 1 .1 = 1 ∈ 𝑆𝐿(𝑛,ℝ)
Jadi, himpunan 𝑆𝐿(𝑛,ℝ) dengan operasi biner perkalian matriks adalah subgrup dari
𝐺𝐿(𝑛,ℝ).
1.5 Sifat Subgrup
Jika {𝐻𝛼} adalah himpunan subgrup-subgrup dari grup 𝐺, maka irisan dari anggota-anggota
𝐻𝛼 adalah subgrup dari 𝐺.
Bukti:
Jika 𝐻 =∩ 𝐻𝛼, maka 𝐻 ≠ ∅. Karena 𝑒 ∈ 𝐻. Jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻, maka 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻𝛼 dan 𝑎 ∗ 𝑏−1 ∈
𝐻𝛼, juga 𝑎 ∗ 𝑏−1 ∈ 𝐻. Jadi untuk 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻 mengakibatkan 𝑎 ∗ 𝑏−1 ∈ 𝐻, sehingga 𝐻 <
𝐺.
1.6 Grup Siklik dan Generator
Misalkan 𝐺 adalah grup. Grup 𝐺 dikatakan grup siklik jika dan hanya jika ada 𝑎 ∈ 𝐺
sedemikian hingga setiap elemen dari 𝐺 dapat dibangun oleh 𝑎.
Dalam hal ini, jika 𝐺 dibangun oleh 𝑎, maka ditulis sebagai 𝐺 = ⟨𝑎⟩ atau 𝐺 = {𝑎𝑛|𝑛 ∈ ℤ}.
Dengan 𝑎 ∈ 𝐺 disebut sebagai generator atau pembangun.
Contoh:
(ℤ4, +) adalah grup siklik, karena ℤ4 = ⟨1,3⟩, untuk 1,3 ∈ ℤ4.
⟨[1]4⟩ = {[0]4, [1]4, [2]4, [3]4} membangun ℤ4. (untuk 𝑛 = 1,2,3,4)
⟨[3]4⟩ = {[3]4, [2]4, [1]4, [0]4} membangun ℤ4. (untuk 𝑛 = 1,2,3,4)
1.7 Sifat Grup Siklik
Setiap grup siklik adalah komutatif (abelian)
Bukti:
Misal 𝐺 adalah grup siklik yang dibangun oleh 𝑎, maka dapat ditulis 𝐺 = ⟨𝑎⟩ atau 𝐺 ={𝑎𝑘|𝑘 ∈ ℤ}.
Ambil sebarang 𝑎𝑚, 𝑎𝑛 ∈ 𝐺 sehingga 𝑎𝑚 ∗ 𝑎𝑛 = 𝑎𝑚+𝑛 = 𝑎𝑛+𝑚 = 𝑎𝑛 ∗ 𝑎𝑚.
Jadi 𝑎𝑚 ∗ 𝑎𝑛 = 𝑎𝑛 ∗ 𝑎𝑚.
1.8 Homomorfisma Grup dan Isomorfisma Grup
Misalkan 𝐺 dan 𝐻 adalah grup dan 𝑓 merupakan fungsi pemetaan dari 𝐺 ke 𝐻 yang
dinotasikan oleh 𝑓: 𝐺 ⟶ 𝐻 maka 𝑓 dikatakan homomorpisma jika 𝑓(𝑎𝑏) = 𝑓(𝑎)𝑓(𝑏)
untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺. Suatu homomorpisma grup yang bijektif dinamakan isomorpisma
grup dan 𝐺 isomorpik dengan 𝐻 dinotasikan oleh 𝐺 ≅ 𝐻.
Contoh:
Pemetaan 𝑓: ℤ ⟶ ℤ𝑛. 𝑓 merupakan suatu homomorpisma terhadap operasi penjumlahan.
Bukti:
Ambil sebarang 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ.
Misal 𝑓(𝑎) = [𝑎]𝑛 dan 𝑓(𝑏) = [𝑏]𝑛. Maka:
𝑓(𝑎 + 𝑏) = [𝑎 + 𝑏]𝑛 = [𝑎]𝑛 + [𝑏]𝑛 = 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏).
1.9 Sifat Homomorfisma
Misalkan 𝑓 adalah suatu homomorfisma grup 𝐺 → 𝐻, maka:
1. 𝑓(𝑒𝐺) = 𝑒𝐻 dengan masing-masing 𝑒1 dan 𝑒2 adalah elemen identitas di 𝐺 dan 𝐻.
Misalkan 𝑔 ∈ 𝐺 maka 𝑓(𝑔) . 𝑒𝐻 = 𝑓(𝑔)
= 𝑓(𝑔 ∗ 𝑒𝐺)
= 𝑓(𝑔) . 𝑓(𝑒𝐺)
(𝑓(𝑔))−1 . 𝑓(𝑔) . 𝑒𝐻 = (𝑓(𝑔))
−1 . 𝑓(𝑔) . 𝑓(𝑒𝐺)
𝑒𝐻 . 𝑒𝐻 = 𝑒𝐻 . 𝑓(𝑒𝐺)
𝑒𝐻 = 𝑓(𝑒𝐺)
2. Untuk setiap 𝑔 ∈ 𝐺 berlaku 𝑓(𝑔−1) = (𝑓(𝑔))−1
Ambil sebarang 𝑎 ∈ 𝐺 maka 𝑓(𝑎)−1 = 𝑓(𝑎)−1𝑜 𝑒𝐻
= 𝑓(𝑎)−1𝑜(𝑓(𝑒𝐺))
= 𝑓(𝑎)−1𝑜(𝑓(𝑎 ∗ 𝑎−1))
= 𝑓(𝑎)−1𝑜(𝑓(𝑎)𝑜𝑓(𝑎−1))
= (𝑓(𝑎)−1𝑜𝑓(𝑎))𝑜𝑓(𝑎−1)
= 𝑒𝐻𝑜𝑓(𝑎−1)
= 𝑓(𝑎−1)
1.10 Kernel (Ker) dam Imagr (Im)
Jika f suatu homomorfisma grup, maka:
i. Kernel dari f yaitu: 𝐾𝑒𝑟(𝑓) = {𝑔 ∈ 𝐺|𝑓(𝑔) = 𝑒𝐻}
ii. Image dari f yaitu: 𝐼𝑚(𝑓) = {ℎ ∈ 𝐻|ℎ = 𝑓(𝑔), untuk beberapa 𝑔 ∈ 𝐺}
1.11 Koset dan Partisi
Misalkan 𝐺 adalah suatu grup dan 𝐻 subgrup dari 𝐺. Jika 𝑔 elemen tetap di 𝐺, maka 𝑔𝐻 =
{𝑔ℎ|ℎ ∈ 𝐻} disebut koset kiri dari 𝐻 di 𝐺 dan 𝐻𝑔 = {ℎ𝑔|ℎ ∈ 𝐻} disebut koset kanan dari
𝐻 di 𝐺.
Contoh:
Diberikan 𝐺 = (ℤ,+) suatu grup dengan operasi penjumlahan dan 𝐻 = 2ℤ = {2𝑟 |𝑟 ∈ ℤ}
suatu subgrup dari 𝐺. Tunjukkan bahwa 𝐻+𝑛 = 𝐻, untuk 𝑛 bilangan bulat genap.
Jawab:
Misal 𝑛 = 2𝑚,𝑚 ∈ ℤ, maka koset kanan dari 𝐻 di 𝐺 yaitu:
𝐻+𝑛 = { ℎ + 𝑛 |ℎ ∈ 𝐻, 𝑛 = 2𝑚,𝑚 ∈ ℤ}
= {2𝑟 + 2𝑚|𝑟,𝑚 ∈ ℤ}
= {2(𝑟 + 𝑚)|𝑟,𝑚 ∈ ℤ}
= {2𝑘|𝑘 ∈ ℤ}
= 𝐻
1.12 Sifat Koset
Untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dan 𝐻 < 𝐺, maka
i. Jika 𝑎~𝑏 maka 𝐻𝑎 = 𝐻𝑏 (𝑎𝐻 = 𝑏𝐻)
ii. Jika 𝑎 ≁ 𝑏 maka 𝐻𝑎 ∩ 𝐻𝑏 = ∅ (𝑎𝐻 ∩ 𝑏𝐻 = ∅)
iii. 𝑎𝐻 = 𝑏𝐻 jika dan hanya jika 𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻
iv. 𝐻𝑎 = 𝐻𝑏 jika dan hanya jika 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻
Bukti:
i. Misal 𝑎~𝑏 maka ℎ0 = 𝑎𝑏−1 untuk ℎ0 ∈ 𝐻, didapat 𝑎 = ℎ0𝑏 atau 𝑏 = ℎ0
−1𝑎. Misal
ℎ𝑎 ∈ 𝐻𝑎, didapat ℎ𝑎 = ℎ(ℎ0𝑏) = (ℎℎ0)𝑏 ∈ 𝐻𝑏. Sehingga 𝐻𝑎 ⊂ 𝐻𝑏. Misal ℎ𝑏 ∈ 𝐻𝑏
maka ℎ𝑏 = ℎ(ℎ0−1𝑎) = (ℎℎ0
−1)𝑎 ∈ 𝐻𝑎. Sehingga 𝐻𝑏 ⊂ 𝐻𝑎. Jadi 𝐻𝑎 = 𝐻𝑏.
ii. Misal 𝑎 ≁ 𝑏 dan andaikan 𝑔 ∈ 𝐻𝑎 ∩ 𝐻𝑏 maka 𝑎 = ℎ1−1𝑔 dan 𝑏−1 = 𝑔−1ℎ2 untuk
ℎ1, ℎ2 ∈ 𝐻. Sehingga 𝑎𝑏−1 = ℎ1−1𝑔𝑔−1ℎ2 = ℎ1
−1ℎ2 ∈ 𝐻. Jadi 𝑎~𝑏. Kontradiksi
dengan 𝑎 ≁ 𝑏. Jadi haruslah 𝐻𝑎 ∩ 𝐻𝑏 = ∅ .
iii. Jika 𝑎𝐻 = 𝑏𝐻 maka 𝑎−1𝑎𝐻 = 𝑎−1𝑏𝐻, didapat 𝐻 = 𝑎−1𝑏𝐻. Jadi 𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻.
Jika 𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻 maka diperoleh 𝑎−1𝑏𝐻 = 𝐻 ⟺ 𝑎𝐻 = 𝑏𝐻.
Jadi, 𝑎𝐻 = 𝑏𝐻 jika dan hanya jika 𝑎−1𝑏 ∈ 𝐻.
iv. Jika 𝐻𝑎 = 𝐻𝑏 maka 𝐻𝑎𝑏−1 = 𝐻𝑏𝑏−1 ⟺𝐻𝑎𝑏−1 = 𝐻di dapat 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻.
Jika 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻 maka diperoleh 𝐻𝑎𝑏−1 = 𝐻 ⟺ 𝐻𝑎 = 𝑏𝐻.
Jadi, 𝐻𝑎 = 𝐻𝑏 jika dan hanya jika 𝑎𝑏−1 ∈ 𝐻.
1.13 Teorema Lagrange
Misalkan 𝐺 adalah grup dan 𝐻 < 𝐺 dengan |𝐺| berhingga, maka |𝐺| = |[𝐺:𝐻]|𝐻|.
Bukti:
Misal |𝐺| = 𝑚, |𝐻| = 𝑛 dan |[𝐺: 𝐻]| = 𝑘.
Berdasarkan definisi |𝐻| = |𝐻 ∗ 𝑎| = |𝑎 ∗ 𝐻| = 𝑛, maka untuk setiap 𝑔𝐻 ∈ [𝐺:𝐻] atau
dengan kata lain 𝑛 + 𝑛 + 𝑛 +⋯+ 𝑛⏟ 𝑘
= 𝑚. Sehingga 𝑘𝑛 = 𝑚. Jadi |𝐺| = |[𝐺:𝐻]|𝐻|.
1.14 Centralizer, Normalizer, dan Center dari Suatu Grup
Misal 𝐺 adalah grup dan 𝐴 ⊂ 𝐺 dengan 𝐴 ≠ ∅.
1. Normalizer
Normalizer didefinisikan sebagai himpunan elemen di 𝐺 yang memenuhi 𝑔 ∗ 𝑎 ∗ 𝑔−1 ∈
𝐴 untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐴, atau bisa dituliskan dengan 𝑁𝐺(𝐴) = {𝑔 ∈ 𝐺|𝑔 ∗ 𝐴 ∗ 𝑔−1, 𝑎 ∈ 𝐴}.
2. Centralizer
Centralizer didefinisikan dengan himpunan elemen-elemen di 𝐺 yang komutatif dengan
semua elemen 𝐴. Atau biasa dituliskan dengan 𝐶𝐺(𝐴) = {𝑔 ∈ 𝐺|𝑔 ∗ 𝑎 = 𝑎 ∗ 𝑔, 𝑎 ∈ 𝐴}.
3. Center
Center didefinisikan sebagai himpunan elemen di 𝐺 yang komutatif dengan semua
elemen 𝐺, atau bisa dituliskan dengan 𝑍(𝐺) = {𝑔 ∈ 𝐺|𝑔 ∗ ℎ = ℎ ∗ 𝑔, ℎ ∈ 𝐺}. Karena
𝑔 ∗ 𝑎 ∗ 𝑔−1 = 𝑎 iff 𝑔 ∗ 𝑎 = 𝑎 ∗ 𝑔 maka 𝐶𝐺(𝐴) dapat dinyatakan dengan 𝐶𝐺(𝐴) = {𝑔 ∈
𝐺|𝑔 ∗ 𝑎 ∗ 𝑔−1 = 𝑎, 𝑎 ∈ 𝐴}.
II. GRUP PERMUTASI
2.1 Sifat Subgrup
a. Bila 𝐻 < 𝐺 maka 𝐻𝐻 = 𝐻 dan 𝐻−1 = 𝐻.
b. Bila 𝐻 suatu subgrup dari 𝐺 maka (𝑎𝐻)(𝑏𝐻) = (𝑎𝑏)𝐻 untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 bila dan
hanya bila 𝑐𝐻𝑐−1 = 𝐻 untuk semua 𝑐 ∈ 𝐺.
Bukti:
a. i) 𝐻 < 𝐺, ambil sebarang 𝑥 = 𝑎𝑏 ∈ 𝐻𝐻.
Akan dibuktikan 𝑎𝑏 ∈ 𝐻. Pada 𝑎𝑏 ∈ 𝐻𝐻, meunjukkan untuk suatu 𝑎𝑏 ∈ 𝐻. Karena 𝐻
Adalah subgrup, maka 𝑎𝑏 = 𝑥 ∈ 𝐻. Jadi, ∀𝑥 ∈ 𝐻𝐻 → 𝑥 ∈ 𝐻 atau dapat ditulis
𝐻𝐻 ⊆ 𝐻.
ii) Ambil sebarang 𝑥 ∈ 𝐻. Akan dibuktikan 𝑥 ∈ 𝐻𝐻.
𝑥 ∈ 𝐻, karena 𝐻 subgrup maka 𝑒 ∈ 𝐻, sehingga 𝑥𝑒 ∈ 𝐻𝐻 = 𝑥 ∈ 𝐻𝐻
Jadi, ∀𝑥 ∈ 𝐻 → 𝑥 ∈ 𝐻𝐻 atau dapat ditulis 𝐻 ⊆ 𝐻𝐻.
Dari i) dan ii) diperoleh 𝐻𝐻 = 𝐻.
iii) Jika ℎ ∈ 𝐻 (𝐻 subgrup), maka ℎ−1 ∈ 𝐻. Sehingga (ℎ−1)−1 ∈ 𝐻−1⟺ ℎ ∈ 𝐻−1.
Jadi 𝐻 ⊆ 𝐻−1. Sebaliknya, 𝑥 ∈ 𝐻−1 maka 𝑥 = ℎ−1 dengan ℎ ∈ 𝐻. Jika ℎ ∈ 𝐻 maka
ℎ−1 ∈ 𝐻 (𝐻 subgrup). Akibatnya 𝑥 ∈ 𝐻. Jadi 𝐻−1 ⊆ 𝐻. Sehingga 𝐻−1 = 𝐻.
b. i. Jika 𝐻𝐾 < 𝐺 maka 𝐻𝐾 memuat semua invers dari 𝐻𝐾.
𝐻𝐾 = (𝐻𝐾)−1 = 𝐾−1 ∗ 𝐻−1 = 𝐾𝐻
ii. Misal 𝐻𝐾 = 𝐾𝐻 didapatkan (𝐻𝐾)−1 = 𝐾−1𝐻−1 = 𝐾𝐻 = 𝐻𝐾 .
Jadi, semua elemen di 𝐻𝐾 punya invers. Untuk (𝐻𝐾)(𝐻𝐾) = 𝐻𝐾𝐻𝐾 = 𝐻𝐻𝐾𝐾 =
𝐻𝐾. Jadi, untuk (𝐻𝐾)(𝐻𝐾) = 𝐻𝐾, tertutup. Elemen identitasnya adalah dirinya
sendiri, sesuai dengan definisi. Berlaku hukum assosiatif, karena 𝐻 dan 𝐾 subgrup dari
𝐺.
2.2 Subgrup Normal dan Grup Faktor (Kuasi)
Suatu subgrup 𝑁 dari 𝐺 dinamakan subgrup normal dari 𝐺 Jika memenuhi:
𝑎𝑁𝑎−1 = 𝑁 untuk semua 𝑎 ∈ 𝐺 dan dinotasikan dengan 𝑁 ⊲ 𝐺. Ddikatakan juga sebagai
subgrup normal jika koset kanan sama dengan koset kiri.
Jika 𝑁∇𝐺 maka 𝐺/𝑁 dinamakan grup faktor atau grup kuasi dari 𝐺 oleh 𝑁.
Jika 𝑁 ∇𝐺 dan |𝐺| < ∞, maka dari teorema Lagrange diperoleh |𝐺/𝑁| = |[𝐺:𝑁]| = |𝐺|/|𝑁|.
Contoh:
Diberikan grup GL(𝑛,ℝ), maka SL(𝑛,ℝ) adalah subgroup normal dari GL(𝑛,ℝ).
Ambil 𝐴 ∈ GL(𝑛, ℝ) dan 𝐵 ∈ 𝑆𝐿(𝑛,ℝ), maka:
det (𝐴𝐵𝐴−1) = (det 𝐴)(det 𝐵)(det 𝐴)−1 , (det 𝐴)−1 = 1
det𝐴)
= 1 . 1 . 1
1= 1
Jadi, 𝐴𝐵𝐴−1 ∈ 𝑆𝐿(𝑛,ℝ)untuk semua 𝐴 ∈ 𝐺𝐿(𝑛,ℝ) dan 𝐵 ∈ 𝐺𝐿(𝑛,ℝ).
2.3 Grup Permutasi
Misalkan 𝑆 = {1,2,3, … , 𝑛} dan 𝑆𝑛 adalah himpunan dari semua fungsi satu-satu pada 𝑓 ∶
𝑆 → 𝑆. Jika dengan operasi komposisi fungsi 𝑆𝑛 adalah suatu grup, maka 𝑆𝑛 dinamakan
grup permutasi atau grup simetri.
Misalkan 𝑓(1) = 𝑎1, 𝑓(2) = 𝑎2,…., 𝑓(𝑛) = 𝑎𝑛, dengan 𝑎𝑖 ∈ 𝑆 untuk 𝑖 = 1,2,3… , 𝑛.
Notasi pemetaan 𝑓 yaitu:
𝑓 = (1 2 … 𝑛
𝑎1 𝑎2 … 𝑎𝑛)
Hasil dari komposisi ini juga bijektif, sehingga 𝑓𝑜𝑔 ∈ 𝑆𝑛.
Dalam kompoosisi fungsi berlaku sifat assosiatif yaitu: 𝑓(𝑔ℎ) = (𝑓𝑔)ℎ.
Elemen netral di 𝑆𝑛, yaitu fungsi identitas:
𝑒 = (1 2 … 𝑛
1 2 … 𝑛)
Untuk 𝑓 ∈ 𝑆𝑛, maka invers 𝑓 ∈ 𝑆𝑛 adalah 𝑓−1 diberikan oleh:
𝑓−1 = (𝑎1 𝑎2 … 𝑎𝑛1 2 … 3
)
Contoh:
Misalkan 𝑆 = {1,2, 3}, maka |𝑆3| = 3! = 6. Elemen-elemen dari 𝑆3 adalah:
𝑒 = (1 2 3
1 2 3) , 𝑎 = (
1 2 3
1 3 2) , 𝑏 = (
1 2 3
2 1 3),
𝑐 = (1 2 3
2 3 1) , 𝑑 = (
1 2 3
3 1 2 ) , 𝑓 = (
1 2 3
3 2 1)
Kemudian
𝑎𝑏 = (1 2 3
1 3 2) (1 2 3
2 1 3) = (
1 2 3
3 1 2) = 𝑑,
𝑏𝑎 = (1 2 3
2 1 3) (1 2 3
1 3 2) = (
1 2 2
2 3 1) = 𝑐,
𝑎−1 (1 2 3
1 3 2) = 𝑎, 𝑑−1 (
1 2 3
2 3 1) = 𝑐.
Terlihat bahwa 𝑎𝑏 ≠ 𝑏𝑎, sehingga 𝑆3 tidak komutatif.
2.4 Sikel dan Notasi Sikel
Misalkan 𝑆 = {1,2,3,… , 𝑛} dan 𝑎𝑖,𝑎𝑗 , … ∈ 𝑆. Bila 𝑓 ∈ 𝑆𝑛 dengan 𝑓(𝑎1) = 𝑎2, 𝑓(𝑎2) =
𝑎3, … . , 𝑓(𝑎𝑘−1 = 𝑎𝑘, 𝑓(𝑎𝑘) = 𝑎1 dan 𝑓(𝑎𝑗) = 𝑎𝑗 untuk 𝑗 ≠ 1,2,3,… . , 𝑘. 𝑆𝑛 dikatakan
suatu permutasi sikel atau sikel-𝑘 dan dinotasikan dengan 𝑓 = (𝑎1, 𝑎2, … , 𝑎𝑘), jika
terdapat suatu fungsi pemetaan 𝑓 ∈ 𝑆𝑛, dengan 𝑓: 𝑆 ⟶ 𝑆, yaitu 𝑓(𝑎𝑖) = 𝑎(𝑖 𝑚𝑜𝑑 𝑘)+1
untuk 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑘 dan 𝑓(𝑎𝑗) = 𝑎𝑗 untuk 𝑗 ≠ 1,2,3, … , 𝑘.Dalam hal ini 𝑘 adalah
panjang sikel 𝑓.
Notasi sikel untuk 𝑆3 yaitu: 𝑒 = (), 𝑎 = (2,3), 𝑏 = (1,2), 𝑐 = (1,2,3), 𝑑 = (1,3,2) dan
𝑓 = (1,3).
Sikel dengan panjang 2 dinamakan transposisi. Pada 𝑆3 yang merupakan transposisi
yaittu: 𝑎 = (2,3), 𝑏 = (1,2), dan 𝑓 = (1,3).
Dua sikel 𝑓 dan 𝑔 adalah disjoint bila representasi dari masing-masing sikel tidak ada
yang sama dan berlaku 𝑓𝑔 = 𝑔𝑓.
2.5 Teorema Sikel
Misalkan 𝑓 dan 𝑔 adalah dua sikel yang saling asing di 𝑆𝑋, maka 𝑓 𝑜 𝑔 = 𝑔 𝑜 𝑓.
Bukti:
Misal 𝑓 = (𝑎1, 𝑎2, 𝑎3, … , 𝑎𝑚) dan 𝑔 = (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, … , 𝑏𝑛).
Akan ditunjukkan bahwa 𝑓 𝑜 𝑔(𝑥) = 𝑔 𝑜 𝑓(𝑥), untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋.
Jika 𝑥 tidak di 𝑓 atau di 𝑔, maka 𝑓(𝑥) = 𝑥 dan 𝑔(𝑥) = 𝑥.
Sehingga: 𝑓 𝑜 𝑔(𝑥) = 𝑓(𝑔(𝑥))
= 𝑓(𝑥) = 𝑥 = 𝑔(𝑥) = 𝑔(𝑓(𝑥)) = 𝑔 𝑜 𝑓(𝑥)
Selanjutnya jika 𝑥 ∈ 𝑓 maka 𝑥 = 𝑎𝑖 untuk 𝑖 = 1,2,3,… ,𝑚 dan untuk 𝑓(𝑎𝑖) = 𝑎(𝑖 𝑚𝑜𝑑 𝑚)+1
dan 𝑥 ∉ 𝑔 dan 𝑔(𝑥) = 𝑥, maka: 𝑓 𝑜 𝑔(𝑥) = 𝑓 𝑜 𝑔(𝑎𝑖)
= 𝑓(𝑔(𝑎𝑖)) = 𝑓(𝑎𝑖) = 𝑎(𝑖 𝑚𝑜𝑑 𝑚)+1
= 𝑔(𝑎(𝑖 𝑚𝑜𝑑 𝑚)+1)
= 𝑔(𝑓(𝑎𝑖))
= 𝑔(𝑓(𝑥))
= 𝑔 𝑜 𝑓(𝑥)
Dan jika 𝑥 ∈ 𝑔 maka 𝑥 = 𝑎𝑗 untuk 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑛 dan untuk 𝑓(𝑎𝑗) = 𝑎(𝑗 𝑚𝑜𝑑 𝑛)+1 dan 𝑥 ∉
𝑓 dan 𝑓(𝑥) = 𝑥, maka: 𝑓 𝑜 𝑔(𝑥) = 𝑓 𝑜 𝑔(𝑎𝑗) = 𝑓(𝑎(𝑗 𝑚𝑜𝑑 𝑛)+1) = 𝑎(𝑗 𝑚𝑜𝑑 𝑛)+1
= 𝑔(𝑎𝑗)
= 𝑔 (𝑓(𝑎𝑗))
= 𝑔(𝑓(𝑥))
= 𝑔 𝑜 𝑓(𝑥)
2.6 Definisi Tanda dalam Sikel
Misalkan ada permutasi 𝑓 ∈ 𝑆𝑛, maka 𝑠𝑔𝑛(𝑓) merupakan tanda dari sikel yang
didefinisikan sebagai:
𝑠𝑔𝑛(𝑓) =∏𝑓(𝑖) − 𝑓(𝑗)
𝑖 − 𝑗𝑖<𝑗
Contoh:
1. 𝑆3 = (1,2,3) dan 𝑓 = (1,2,3)
Untuk 𝑖 = 1, maka 𝑗 yang mungkin adalah 2 dan 3.
Untuk 𝑖 = 2, maka 𝑗 yang mungkin adalah 3.
Sehingga 𝑠𝑔𝑛(𝑓) =(𝑓(1)−𝑓(2))
1−2.(𝑓(1)−𝑓(3))
1−3.(𝑓(2)−𝑓(3))
2−3=1−2
1−2.1−3
1−3.2−3
2−3= 1.1.1 = 1
(𝒔𝒈𝒏(𝝈) = 𝟏, Dinamakan permutasi genap)
2. 𝑆3 = (1,2,3) dan 𝑔 = (1,2)
Untuk 𝑖 = 1 maka 𝑗 yang mungkin adalah 2 dan 3.
Untuk 𝑖 = 2 maka 𝑗 yang mungkin adalah 3.
Sehingga 𝑠𝑔𝑛(𝑔) =(𝑔(1)−𝑔(2))
1−2.(𝑔(1)−𝑔(3))
1−3.(𝑔(2)−𝑔(3))
2−3=2−1
1−2.2−3
1−3.1−3
2−3= −1
(𝒔𝒈𝒏(𝝈) = −𝟏, Dinamakan permutasi ganjil)
2.7 Grup Alternating dan Grup Dihedral
i. Grup Alternating dinotasikan dengan 𝐴𝑛 yaitu himpunan bagian dari grup permutasi
𝑆𝑛 yang menyatakan himpunan dari semua permutasi genap dan banyaknya permutasi
genap di 𝑆𝑛 untuk 𝑛 ≥ 2 adalah 𝑛!
2.
Contoh:
Grup Alternating 𝐴4 dari grup permutasi 𝑆4 dengan elemen–elemen permutasi genap
yaitu:
( ), (1,2)(3,4), (1,3)(2,4), (1,4)(2,3), (1,2,3), (1,3,2), (1,2,4) (1,4,2), (1,3,4), (1,4,3),
(2,3,4), (2,4,3).
ii. Grup Dihedral adalah suatu grup permutasi yang mempertahankan bentuk geometri dari
segi-n beraturan terhadap rotasi dan refleksi. Banyaknya elemen grup dihedral segi-𝑛
yang diperoleh melalui rotasi dan refliksi adalah 2𝑛 dan dinotasikan dengan |𝐷𝑛| = 2𝑛.
Contoh:
Grup dihedral segi-4 beraturan.
Elemen diperoleh dari rotasi: 𝑟 = (1,2,3,4), 𝑟2 = (1,3)(2,4), 𝑟3 = (1,4,3,2), 𝑟4 = () dan
pencerminan 𝑠1 = (2,4) dan 𝑠2 = (1,3). Dua elemen lainnya adalah 𝑟 𝑜 𝑠1 = (1,2)(3,4)
dan 𝑟3 𝑜 𝑠1 = (1,4)(2,3). Jadi, banyak elemen dari grop dihedral segi-4 yaitu 8 atau
|𝐷4| = 2 . 4 = 8.
2.8 Tindakan Suatu Grup
Misalkan 𝐺 suatu grup dan himpunan tak kosong 𝑋. Tindakan dari 𝐺 pada 𝑋 direpresentasi
sebagai permutasi Φ:𝐺 → 𝑆𝑥. Umumnya Φ(𝑔)(𝑥)ditulis dalam bentuk 𝑔𝑥, sedemikian
sehingga terpenuhi:
i. 𝑒. 𝑥 = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋
ii. (𝑔. ℎ). 𝑥 = 𝑔. (ℎ. 𝑥) untuk setiap 𝑔, ℎ ∈ 𝐺.
2.9 Orbit dan Stabilizer
Misal tindakan suatu grup 𝐺 pada himpunan tak kosong 𝑋.
Orbit dari 𝑥 ∈ 𝑋 adalah himpunan bagian dari𝑋 dan dinotasikan oleh:
𝐺𝑥 = {𝑔𝑥|𝑔 ∈ 𝐺} ⊂ 𝑋.
Stabilizer dari 𝑥 ∈ 𝑋 adalah himpunan bagian dari 𝐺 dan dinotasikan oleh 𝐺(𝑥) =
{𝑔 ∈ 𝐺|𝑔𝑥 = 𝑥} ⊂ 𝐺, dengan 𝐺(𝑥) < 𝐺.
2.10 Sifat Tindakan Grup
i. Misalkan grup (𝐺,∗) bertindak pada suatu himpunan berhingga 𝑋, maka
|𝑋| = ∑ |[𝐺 ∶ 𝐺(𝑥𝑖)]|𝑁𝑖=1 dengan 𝑁 adalah banyaknya orbit yang berbeda dari 𝐺 pada 𝑋.
ii. Misalkan (𝐺,∗) bertindak pada himpunan berhingga 𝑋 dan 𝑁 adalah banyaknya orbit
berbeda dari 𝐺 pada 𝑋. Untuk sebarang 𝑔 tetap di 𝐺 didefinisikan sebgai:
𝐼(𝑔) = |{𝑥 ∈ 𝑋|𝑔 ∗ 𝑥 = 𝑥}|, maka 𝑁 =𝐼
|𝐺|∑ 𝐼(𝑔)𝑔∈𝐺 .
Bukti:
ii. Definisikan suatu fungsi: 𝑇: 𝐺 𝑥 𝑋 → {0,1}oleh 𝑇(𝑔, 𝑥)𝑑𝑒𝑓={1, 𝑔𝑥 = 𝑥𝑥 0, 𝑔𝑥 ≠ 𝑥
Sehingga untuk sebarang 𝑔 tetap di 𝐺 diperoleh 𝐼(𝑔) = ∑ 𝑇(𝑔, 𝑥)𝑥∈𝑋 dan untuk
sebarang 𝑥 tetap di 𝑋 diperoleh |𝐺(𝑥)| = ∑ 𝑇(𝑔, 𝑥)𝑔∈𝐺 .
Misal 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑁 adalah 𝑁 orbit yang saling asing dari 𝐺 dalam 𝑋.
Maka:
∑𝐼(𝑔)
𝑔∈𝐺
= ∑(∑𝑇(𝑔, 𝑥)
𝑥∈𝑋
)
𝑔∈𝐺
=∑(∑𝑇(𝑔, 𝑥)
𝑔∈𝑋
)
𝑥∈𝐺
=∑|𝐺(𝑥)| =
𝑥∈𝑋
∑|𝐺|
|𝐺𝑥|𝔵∈𝑋
=∑ ∑|𝐺|
|𝐺𝑥|𝑥∈𝐺𝑥𝑖
𝑁
𝑖=1
=∑ ∑|𝐺|
|𝐺𝑥𝑖|𝑥∈𝐺𝑥𝑖
𝑁
𝑖=1
=∑|𝐺𝑥𝑖|
𝑁
𝑖=1
|𝐺|
|𝐺𝑥𝑖|= ∑|𝐺|
𝑁
𝑖=1
= 𝑁. |𝐺|.
Diperoleh 𝑁 =1
|𝐺|∑ 𝐼(𝑔)𝑔∈𝐺 .
Contoh:
Diberikan 3 jenis warna yaitu merah, hitam, biru dan sati batang tongkat yang terdiri
dari dua bagian. Berapa banyak cara yang berbeda dari hasil pewarnaan tongkat itu, bila
aturan pewarnaan tongkat tersebut yaitu setiap bagian hanya boleh diwarnai oleh satu
warna saja.
Penyelesaian:
Dimisalkan warna-warna yangdiberikan yaitu: 𝑚 = merah, ℎ = hitam, dan 𝑏 = biru.
Maka kemungkinan pewarnaan dari 2 bagian tongkat tersebut adalah 32 = 9 cara
pewarnaan.
Kemungkinan-kemungkinan itu yaitu: 𝑥1 = 𝑚𝑚, 𝑥2 = ℎℎ, 𝑥3 = 𝑏𝑏, 𝑥4 = 𝑚ℎ, 𝑥5 =
𝑚𝑏, 𝑥6 = ℎ𝑏, 𝑥7 = ℎ𝑚, 𝑥8 = 𝑏𝑚, 𝑥9 = 𝑏ℎ.
Sehingga himpunan tak kosong = {𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, 𝑥4, 𝑥5, 𝑥6, 𝑥7, 𝑥8, 𝑥9} dan
𝐺 = {( ), (1,2)} adalah grup permutasi.
Tindakan Grup 𝐺 b pada 𝑋 yaitu: ( )𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 , 𝑖 = 1,2,3, … ,9
(1,2)𝑥1 = 𝑥1, (1,2)𝑥2 = 𝑥2, (1,2)𝑥3 = 𝑥3, (1,2)𝑥4 = 𝑥5, (1,2)𝑥5 = 𝑥4, (1,2)𝑥6 =
𝑥7, (1,2)𝑥7 = 𝑥6, (1,2)𝑥8 = 𝑥9, (1,2)𝑥9 = 𝑥8
Maka 𝐼(𝑔) = |{𝑥 ∈ 𝑋|𝑔𝑥 = 𝑥}| atau 𝐼(𝑔𝑖) = |{𝑥 ∈ 𝑋|𝑔𝑖𝑥 = 𝑥}|
Untuk: ( )𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 , 𝑖 = 1,2,3, … ,9
Untuk: (1,2)𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 , 𝑖 = 1,2,3.
Didapat 𝑁 =1
|𝐺|∑ 𝐼(𝑔𝑖)2𝑖=1 =
1
2(9 + 3) = 6.
Jadi, Berapa banyak cara yang berbeda dari hasil pewarnaan tongkat itu, bila aturan
pewarnaan tongkat tersebut yaitu setiap bagian hanya boleh diwarnai oleh satu warna
saja adalah 6 cara.
III. Ring
3.1 Definisi Ring
Suatu ring (𝑅,+, . ) adalah suatu himpunan tak kosong 𝑅 dengan operasi biner penjumlahan
(+) dan perkalian (.). Pada 𝑅, setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅, memenuhi sifat-sifat berikut:
1. (𝑅,+) adalah suatu grup komutatif (Abelian).
2. Tertutup terhadap operasi perkalian dan (𝑎 . 𝑏) . 𝑐 = 𝑎 . (𝑏 . 𝑐) assosiatif terhadap
perkalian.
3. Ada 1 ∈ 𝑅 sedemikian hingga 1. 𝑎 = 𝑎. 1 = 𝑎.
4. Berlaku hukum distributif perkalian:
𝑎 . (𝑏 + 𝑐) = 𝑎. 𝑏 + 𝑎. 𝑐 dan (𝑏 + 𝑐). 𝑎 = 𝑏. 𝑎 + 𝑐. 𝑎
5. Jika 𝑅 memenuhi: 𝑎 . 𝑏 = 𝑏 . 𝑎 untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅, maka ring 𝑅 dikatakan ring yang
komutatif.
Contoh:
Himpunan bilangan bulat modul 𝑛, 𝑍𝑛 dengan dua operasi biner
[𝑎] + [𝑏] ≝ [𝑎 + 𝑏] dan [𝑎]. [𝑏] ≝ [𝑎. 𝑏]
Untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑍𝑛 adalah suatu ring komutatif.
Penyelesaian:
1. (ℤ𝑛, +)
a). Tertutup
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka [𝑎]𝑛 + [𝑏]𝑛 = [𝑎 + 𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛
b). Assosiatif
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛, [𝑐]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka ([𝑎]𝑛 + [𝑏]𝑛) + [𝑐]𝑛 = ([𝑎 + 𝑏]𝑛) + [𝑐]𝑛
= [𝑎 + 𝑏 + 𝑐]𝑛
= [𝑎]𝑛 + ([𝑏 + 𝑐]𝑛)
= [𝑎]𝑛 + ([𝑏]𝑛 + [𝑐]𝑛)
c). Elemen Satuan
∃[0]𝑛 ∈ ℤ𝑛, ∀[𝑎]𝑛 ∈ ℤ𝑛, sedemikian sehingga:
[0]𝑛 + [𝑎]𝑛 = [0 + 𝑎]𝑛 = [𝑎]𝑛 = [𝑎 + 0]𝑛 = [𝑎]𝑛 + [0]𝑛
d). Invers
∀[𝑎]𝑛 ∈ ℤ𝑛, ∃(−[𝑎]) ∈ ℤ𝑛, sedemikian sehingg:
[𝑎]𝑛 + (−[𝑎]𝑛) = ([𝑎]𝑛 + (−[𝑎]𝑛)) = [0]𝑛 = (−[𝑎]𝑛 + [𝑎]𝑛) = −[𝑎]𝑛 + [𝑎]𝑛
e). Komutatif
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛 maka [𝑎]𝑛 + [𝑏]𝑛 = [𝑎 + 𝑏]𝑛 = [𝑏 + 𝑎]𝑛 = [𝑏]𝑛 + [𝑎]𝑛
2). (ℤ𝑛,∘)
a). Tertutup
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka [𝑎]𝑛[𝑏]𝑛 = [𝑎𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛
b). Assosiatif
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛, [𝑐]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka ([𝑎]𝑛. [𝑏]𝑛). [𝑐]𝑛 = ([𝑎 . 𝑏]𝑛). [𝑐]𝑛 = [𝑎 . 𝑏 . 𝑐]𝑛
= [𝑎]𝑛 . ([𝑏. 𝑐]𝑛)
= [𝑎]𝑛. ([𝑏]𝑛. [𝑐]𝑛)
3). Elemen Satuan
∃[1]𝑛 ∈ ℤ𝑛, ∀[𝑎]𝑛 ∈ ℤ𝑛 sedemikian sehingga:
[1]𝑛. [𝑎]𝑛 = [1 . 𝑎]𝑛 = [𝑎]𝑛 = [𝑎 .1]𝑛 = [𝑎]𝑛 . [1]𝑛
4). Hukum Distributif
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛, [𝑐]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka:
[𝑎]𝑛. ([𝑏]𝑛 + [𝑐]𝑛) = [𝑎]𝑛. ([𝑏 + 𝑐]𝑛) = [𝑎 . 𝑏 + 𝑎 . 𝑐]𝑛 = [𝑎 . 𝑏]𝑛 + [𝑎 . 𝑐]𝑛
∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛, [𝑐]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka:
([𝑏]𝑛 + [𝑐]𝑛) . [𝑎]𝑛 = ([𝑏 + 𝑐]𝑛) . [𝑎]𝑛 = [𝑏 . 𝑎 + 𝑐 . 𝑎]𝑛 = [𝑏 . 𝑎]𝑛 + [𝑐 . 𝑎]𝑛
5) ∀[𝑎]𝑛, [𝑏]𝑛 ∈ ℤ𝑛, maka [𝑎]𝑛 . [𝑏]𝑛 = [𝑎 . 𝑏]𝑛 = [𝑏 . 𝑎]𝑛 = [𝑏]𝑛 . [𝑎]𝑛
Jadi ℤ𝒏 adalah ring komutatif.
3.2 Sifat Ring
Bila 𝑅 suatu ring, maka untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 berlaku:
(1) 𝑎. 0 = 0. 𝑎 = 0
Bukti:
Berdasarkan sifat distributif, maka: 𝑎. 0 = 𝑎. (0 + 0) = 𝑎. 0 + 𝑎. 0
Tambahkan dengan – (𝑎 . 0) kedua ruas, didapat:
𝑎. 0 + (– (𝑎 . 0)) = (𝑎. 0 + 𝑎. 0) + (– (𝑎 . 0))
0 = 𝑎 .0 + 0
𝑎 . 0 = 0
Dengan cara serupa didapat 0 . 𝑎 = 0
(2) 𝑎 . (−𝑏) = (−𝑎) . 𝑏 = −(𝑎 . 𝑏)
Bukti:
−(𝑎. 𝑏) adalah invers dari (𝑎. 𝑏).
Akan ditunjukkan bawa 𝑎 . (−𝑏) adalah balikan dari (𝑎 . 𝑏).
(𝑎 . 𝑏) + (𝑎 . (−𝑏)) = 𝑎 . (𝑏 + (−𝑏)) = 𝑎 . 0 = 0
Sehingga diperoleh 𝑎 . (−𝑏) = −(𝑎 . 𝑏).
(3) (−1). 𝑎 = −𝑎
Bukti:
Dari (2), maka (−1) . 𝑎 = −(1 . 𝑎) = −𝑎
(4) (– 𝑎). (−𝑏) = 𝑎 . 𝑏
Bukti:
Dari (3), maka – 𝑎 = (−1) . 𝑎 dan – 𝑏 = (−1) . 𝑏, didapat:
(−𝑎). (−𝑏) = ((−1) . 𝑎) . ((−1) . 𝑏) = (−1) . (−1) . (𝑎 . 𝑏) = 1 . (𝑎 . 𝑏) = 𝑎 . 𝑏
(5) (−1) . (−1) = 1
Bukti:
Dari (4), maka (−1) . (−1) = 1 . 1 = 1
3.3 Daerah Integral
i. Definisi Pembagi Nol
Misalkan 𝑅 suatu ring komutatif, suatu elemen 𝑎 ∈ 𝑅 dikatakan suatu pembagi nol bila
ada suatu elemen tak nol 𝑏 ∈ 𝑅 yang memenuhi 𝑎 . 𝑏 = 0.
Contoh:
ℤ4 = {[0]4, [1]4, [2]4, [3]4}
Misal 𝑎 = [2]4 ∈ ℤ4, dan 𝑏 = [2]4 ≠ [0]4 ∈ ℤ4, maka [2]4 . [2]4 = [4]4 = [0]4
Jadi, ℤ4 memuat pembagi nol.
ii. Definisi Daerah Integral
Jika 𝑅 adalah suatu ring komutatif yang tidak memuat pembagi nol, maka disebut daerah
integral. Dengan kata lain, jika 𝑎 . 𝑏 = 0, maka 𝑎 = 0 atau 𝑏 = 0.
Contoh:
ℤ5 = {[0]5, [1]5, [2]5, [3]5, [4]5} adalah Daerah Integral.
Karena untuk sebarang 𝑎 ≠ [0]5 ∈ ℤ5 dan 𝑏 ≠ [0]5 ∈ ℤ5, tidak ada yang mengakibatkan
𝑎 . 𝑏 = [0]5. Kecuali 𝑎 = [0]5 atau 𝑏 = [0]5 atau 𝑎 = 𝑏 = [0]5.
3.4 Sifat Daerah integral
Bila 𝑎 suatu elemen taknol dari suatu daerah integral 𝑅 dan 𝑎 . 𝑏 = 𝑎 . 𝑐, maka 𝑏 = 𝑐.
Bukti:
𝑎 . 𝑏 = 𝑎 . 𝑐, (tambahkan kedua ruas dengan – (𝑎 . 𝑐) sehingga:
𝑎 . 𝑏 + (−(𝑎 . 𝑐) = 𝑎 . 𝑐 + (−(𝑎 . 𝑐))
𝑎 . 𝑏 − 𝑎 . 𝑐 = 𝑎 . 𝑐 − 𝑎 . 𝑐
𝑎. (𝑏 − 𝑐) = 𝑎. 𝑏 − 𝑎. 𝑐 = 0. Karena 𝑅 adalah suatu daerah integral. Maka 𝑅 tak memuat
pembagi nol (𝑎 ≠ 0), maka haruslah (𝑏 − 𝑐) = 0 atau 𝑏 = 𝑐.
3.5 Definisi Lapangan (Field)
Suatu lapangan (field) adalah suatu ring komutatif 𝑅 dan juga memenuhi sifat: Untuk setiap
elemen taknol 𝑎 ∈ 𝑅 ada 𝑎−1 ∈ 𝑅sehingga 𝑎. 𝑎−1 = 𝑎−1. 𝑎 = 1.
Contoh:
ℤ5 = {[0]5, [1]5, [2]5, [3]5, [4]5} adalah Field (Lapangan)
Berikut ini disajikan tabel operasi biner perkalian pada elemen-elemen di ℤ5.
. [1]5 [2]5 [3]5 [4]5
[1]5 [1]5 [2]5 [3]5 [4]5
[2]5 [2]5 [4]5 [1]5 [3]5
[3]5 [3]5 [1]5 [4]5 [2]5
[4]5 [4]5 [3]5 [2]5 [1]5
Dari tabel di atas,tampak bahwa,selain elemen [0]5 di ℤ5, semua elemen yang lainnya
mempunyai invers yang secara umum: untuk elemen tak nol 𝑎 ∈ ℤ5 ada 𝑎−1 ∈ ℤ5 sehingga
𝑎. 𝑎−1 = 𝑎−1. 𝑎 = [1]5.
3.6 Sifat Lapangan (field)
Setiap lapangan adalah suatu daerah integral.
Bukti:
Jika 𝑎 . 𝑏 = 0 belaku dalam suatu lapangan 𝐹, maka untuk 𝑎 ≠ 0 ∈ 𝐹 pastilah 𝑎 ∈ 𝐹
mempunyai invers 𝑎−1 ∈ 𝐹. Sehingga 𝑏 = 1 . 𝑏 = (𝑎−1. 𝑎). 𝑏 = 𝑎−1. (𝑎 . 𝑏) = 𝑎−1. 0 = 0.
Hal ini menunjukkan bahwa, bila 𝑎 ≠ 0 dan 𝑎. 𝑏 = 0 berakibat 𝑏 = 0. Jadi 𝑎 bukan elemen
pembagi nol. Oleh karena itu 𝐹 adalah suatu daerah integral.
3.7 Sifat Lapangan (field)
Setiap daerah integral dengan elemen berhingga adalah suatu lapangan.
Bukti:
Misalkan daerah integral 𝐷 = {𝑥0, 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛} dengan 𝑥0 = 𝑒 dan 𝑥1 = 𝑖. Untuk sebarang
𝑥𝑖 ≠ 𝑒, himpunan 𝑥𝑖 . 𝐷 = {(𝑥𝑖 . 𝑥0), (𝑥𝑖 . 𝑥1), (𝑥𝑖 . 𝑥2), … , (𝑥𝑖 . 𝑥𝑛)} adalah sama dengan
𝐷 sendiri. Sebab jika 𝑥𝑖 . 𝑥𝑗 = 𝑥𝑖 . 𝑥𝑘 maka 𝑥𝑗 = 𝑥𝑘. Jadi semua elemen 𝑥𝑖 . 𝐷 adalah
berbeda. Tetapi 𝑥𝑖 . 𝐷 ⊂ 𝐷, jadi haruslah 𝑥𝑖 . 𝐷 = 𝐷. Oleh karena itu ada elemen 𝑥𝑗 yang
memenuhi 𝑥𝑖 . 𝑥𝑗 = 𝑥1 = 𝑖 sehingga diperoleh 𝑥𝑖−1 = 𝑥𝑗 . Sehingga D adalah field.
3.8 Subring dan Homomorpisma Ring
Jika 𝑆 himpunan bagian tak kosong dari suatu ring 𝑅, maka 𝑠 dikatakan subring 𝑅 bila untuk
semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑆 berlaku sifat-sifat berikut.
(1) 𝑎 − 𝑏 ∈ 𝑆
(2) 𝑎 . 𝑏 ∈ 𝑆
(3) 1 ∈ 𝑆
Contoh:
ℚ(√2) = {𝑎 + 𝑏√2|𝑎, 𝑏 ∈ ℚ} adalah subring dari ℝ.
Bukti:
Misal 𝑚 = 𝑎1 + 𝑏1√2 ∈ ℚ(√2) dan 𝑛 = 𝑎2 + 𝑏2√2 ∈ ℚ(√2), maka akan ditunjukkan
memenuhi ketiga sifat subring.
1). 𝑚 − 𝑛 = (𝑎1 + 𝑏1√2) − (𝑎2 + 𝑏2√2) = (𝑎1 − 𝑎2) + (𝑏1 − 𝑏2)√2
= 𝑎3 + 𝑏3√2 ∈ ℚ(√2)
2). 𝑚 . 𝑛 = (𝑎1 + 𝑏1√2) . (𝑎2 + 𝑏2√2) = 𝑎1 . 𝑎2 + 𝑎1 . 𝑏2√2 + 𝑏1√2 . 𝑎2 + 2𝑏1 . 𝑏2
= (𝑎1 . 𝑎2 + 2𝑏1 . 𝑏2) + (𝑎1 . 𝑏2 + 𝑎2 . 𝑏1)√2 ∈ ℚ(√2)
3). 1 = 1 + 0√2 ∈ ℚ(√2)
Jadi, ℚ(√2) = {𝑎 + 𝑏√2|𝑎, 𝑏 ∈ ℚ} adalah subring dari ℝ.
3.9 Homomorpisma Ring
Misalkan (𝑅,+, . ) dan (𝑆,⊕,∘) masing-masing adalah ring, maka fungsi 𝑓: 𝑅 → 𝑆
dikatakan suatu homomorpisma ring bila untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅:
(1) 𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑓(𝑎) ⊕ 𝑓(𝑏).
(2) 𝑓(𝑎 . 𝑏) = 𝑓(𝑎) . 𝑓(𝑏).
(3) 𝑓(1𝑅) = 1𝑠.
Jika homomorpisma ring 𝑓 adalah satu-satu pada, maka 𝑓 disebut Isomorpisma Ring.
Dalam hal ini ring 𝑅 dan 𝑆 dikatakan saling isomorpik dan ditulis 𝑅 ≅ 𝑆.
Contoh:
Fungsi 𝑓: ℤ ⟶ ℤ𝑛 yang didefinisikan oleh 𝑓(𝑥) = [𝑥]𝑛, ∀𝑥 ∈ ℤ adalah suatu
homomorpisma ring dari ℤ ke ℤ𝑛.
Bukti:
Misal 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ
(1) 𝑓(𝑎 + 𝑏) = [𝑎 + 𝑏]𝑛 = [𝑎]𝑛 + [𝑏]𝑛 = 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏) (2) 𝑓(𝑎 . 𝑏) = [𝑎 . 𝑏]𝑛 = [𝑎]𝑛 . [𝑏]𝑛 = 𝑓(𝑎) . 𝑓(𝑏) (3) 𝑓(1) = [1]𝑛
Jadi 𝑓 adalah homomorpisma ring.
3.10 Karakteristik Daerah Integral
Misalkan 𝐷 adalah daerah Integral, 𝐷 dikatakan berkarakteristik berhingga jika ada
beberapa bilangan bulat positip 𝑚 > 0 dan beberapa 𝑎 ≠ 0 ∈ 𝐷 yang memenuhi 𝑚𝑎 = 0.
Elemen terkecil yang memenuhi 𝑝𝑎 = 0 untuk beberapa 𝑎 ∈ 𝐷 dinamakan karakteristik
dari 𝐷. Jila tidak ada 𝑚 yang memenuhi 𝑚𝑎 = 0, maka 𝐷 dikatakan berkarakteristik nol .
Diberikan: 𝑝𝑎 = 𝑎 + 𝑎 + 𝑎 +⋯+ 𝑎⏟ 𝑝
= 0, maka untuk sebarang 𝑥 ∈ 𝐷 berlaku:
0 = (𝑝𝑎)𝑥 = (𝑎 + 𝑎 + 𝑎 +⋯+ 𝑎)⏟ 𝑝
𝑥
= (𝑎𝑥 + 𝑎𝑥 + 𝑎𝑥 +⋯+ 𝑎⏟ 𝑝
𝑥
= 𝑎(𝑥 + 𝑥 + 𝑥 +⋯+⏟ 𝑝
𝑥 = 𝑎(𝑝𝑥)
Karena 𝑎 ≠ 0 dan 𝐷 tidak memuat pembagi nol, maka haruslah 𝑝𝑥 = 0, ∀𝑥 ∈ 𝐷.
Contoh:
1). ℤ3 = {[0]3, [1]3, [2]3} adalah Daerah Integral.
Untuk 𝑎𝑖 ≠ 0 ∈ 𝐷, maka 𝑎1 = [1]3, 𝑎2 = [2]3
𝑝 = 3 adalah elemen terkecil yang memenuhi 𝑝𝑎𝑖 = 0, ∀𝑎𝑖 ∈ 𝐷.
Jadi ℤ3 berkarakteristik 3.
2). ℤ4 = {[0]4, [1]4, [2]4, [3]4} bukan Daerah Integral.
Untuk 𝑎𝑖 ≠ 0 ∈ 𝐷, maka 𝑎1 = [1]4, 𝑎2 = [2]4, 𝑎3 = [3]4
𝑝. 𝑎1 = 4. [1]4 = 0
𝑝. 𝑎2 = 2. [2]4 = 0
𝑝. 𝑎3 = 4. [3]4 = 0
karena nilai 𝑝 lebih dari satu jenis untuk setiap 𝑎𝑖 ∈ 𝐷 yang mengakibatkan
𝑝. 𝑎1 = 0 , yaitu 𝑝 = 2 dan 𝑝 = 4, maka ℤ4 berkarakteristik nol.
3.11 IDEAL
Diketahui 𝑅 adalah suatu ring dan 𝐼 ⊂ 𝑅 dengan (𝐼, +) adalah subgroup dari 𝑅, maka 𝐼
dikatakan ideal dari 𝑅 bila 𝑎𝑟, 𝑟𝑎 ∈ 𝐼 untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐼 dan 𝑟 ∈ 𝑅.
i. Ideal Utama
Jika 𝑅 suatu ring komutatif dan sebarang 𝑎 ∈ 𝑅 dengan 𝑎 tetap yang didefinisikan
(𝑎) = {𝑟𝑎|𝑟 ∈ 𝑅}, maka ini disebut ideal utama yang dibangun oleh 𝑎.
ii. Ideal Terkecil
Jika 𝑅 suatu ring komutatif. Ideal (𝑎)merupakan Ideal Terkecil di 𝑅 yang memuat 𝑎 dan
𝑎generator dari ideal tersebut.
iii. Ideal Maksimal
Jika 𝑅 suatu ring. 𝑀 disebut ideal sebagai ideal maksimal jika tidak ada ideal selain nol
yang memuat 𝑀 kecuali 𝑅 sendiri yaitu bila ada ideal lain 𝐼 di 𝑅 dengan 𝑀 ⊂ 𝐼, maka
𝐼 = 𝑅.
iv. Ideal Prima
Suatu ideal disebut ideal prima jika 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑏𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎 maka 𝑎 ∈ 𝑏𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎 atau 𝑏 ∈
𝑏𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎.
3.12 Pemetaan Proyeksi Natural dan Ring Faktor
Misal 𝑅 adalah suatu ring dan 𝐼 adalah suatu ideal dari ring 𝑅 maka 𝑅/𝐼 disebut sebagai
ring faktor jika memenuhi dua sifat berikut.
i. (𝑟 + 𝐼) + (𝑠 + 𝐼) = (𝑟 + 𝑠) + 𝐼 ii. (𝑟 + 𝐼) . (𝑠 + 𝐼) = 𝑟𝑠 + 𝐼
3.13 Teorema Isomorpisma Pertama
Misalkan f : R → S suatu homomorpisma ring, maka R/f ≅ Im (f).
Bukti:
Miasalkan K = Ker (f). difinisikan 𝑓 ̅: R/K→ Im oleh 𝑓 ̅( a + K) = f(a). Dapat diselidiki
bahwa definisi ini well defined isomorpisma grup. Tinggal menyelidiki operasi perkalian
koset 𝑓 ̅ ((a + K)(b + K)) = 𝑓 ̅(ab+ K)=f(a)f(b)=𝑓(̅a+K)𝑓̅(̅b+K).
Jadi 𝑓 ̅adalah suatu homomorpisma ring dan 𝑓 ̅bijektif, dengan demikian suatu
isomorpisma.
3.14 Teorema Isomorpisma Kedua
Misalkan R adalah ring. I ⊆ R adalah suatu ideal dan S ⊆ R subring. Maka S+ I adalah
suatu subring dari R I adalah suatu ideal dari S + i, S ∩ I adalah suatu ideal dari S. Ada
suatu isomorpik ring (S + I)/ I ≅ S/(S ∩ I).
Bukti:
Misalkan 𝑠, 𝑠′ ∈ 𝑆 dan 𝑎, 𝑎1 ∈ 𝐼, maka
(𝑠 + 𝑎)(𝑠′ + 𝑎′) = 𝑠𝑠′ + (𝑎𝑠′ + 𝑠𝑎′ + 𝑎𝑎′) ∈ 𝑆 + 𝐼.
Jadi 𝑆 + 𝐼 tertutup terhadap perkalian. Dari pembahasan grup jelas bahwa 𝑆 + 𝐼 adalah
grup komutatif terhadap operasi tambah . dengan demikian 𝑆 + 𝐼 adalah subring dari 𝑅 .
fakta dari 𝐼 suatu ideal dari 𝑆 + 𝐼 dan 𝑆 ∩ 𝐼 suatu ideal dari 𝑆 adalah jelas. Misalkan
𝜋: 𝑅 → 𝑅/𝐼 suatu homomorpisma natural dan 𝜋0 adalah pembatasan dari 𝜋 pada . maka
𝜋0 adalah suatu homomorpisma ring dengan ker (𝜋0) = 𝑆 ∩ 𝐼 dengan menggunakan
teorema isomorpisma pertama didapat 𝑆/(𝑆 ∩ 𝐼) = 𝑆/Ker (𝜋0) ≅ Im (𝜋0) .
Tetapi im (𝜋0) adalah himpunan dari semua koset dari 𝐼 dengan representasi di 𝑆. Jadi im
(𝜋0) = (𝑆 + 𝐼)/𝐼. Dengan demikian (𝑆 + 𝐼)/𝐼 ≅ 𝑆/(𝑆 ∩ 𝐼).
3.15 Teorema Isomorpisma Ketiga
Misalkan 𝑅 adalah suatu ring. 𝐼 dan 𝐽 adalah ideal dari 𝑅 dengan 𝐼 ⊆ 𝐽. maka 𝐽/𝐼 adalah
ideal dari 𝑅/𝐼 dan 𝑅/𝐽 ≅ (𝑅/𝐼)(𝐽/𝐼) .
Bukti:
Didefinisikan suatu fungsi 𝑓: 𝑅/𝐼 → 𝑅/𝐽 Oleh 𝑓(𝑎 + 𝐼) = 𝑎 + 𝐽. ∀𝑎 + 𝐼 ∈ 𝑅/𝐼.
Mudah dicek bahwa 𝑓 well-defining homomorpisma ring,
maka ker(𝑓) = {𝑎 + 𝐼|𝑎 + 𝐽 = 𝐽} = {𝑎 + 𝐼|𝑎 ∈ 𝐽} = 𝐽/𝐼.
Dengan menggunakan teorema isomorpisma pertama didapat: 𝑅/𝐽 ≅ (𝑅/𝐼)/(𝐽/𝐼).
IV. Ring Polinomial
4.1 Ring Produk
Misalkan ada dua buah ring (𝑅, +, . ) dan (𝑆, +, . ),maka produk ringnya adalah (𝑅 x 𝑆, +, . )
adalah suatu himpunan pasangan terurut dua elemen yang dinotasikan dengan 𝑅 x 𝑆 =
{(𝑟, 𝑠)| 𝑟 𝜖 𝑅, 𝑠 𝜖 𝑆} dan operasi biner didifinisikan oleh:
i. (𝑟1, 𝑠1) + (𝑟2, 𝑠2) = (𝑟1 + 𝑟2) + (𝑠1 + 𝑠2)
ii. (𝑟1, 𝑠1) . (𝑟2, 𝑠2) = (𝑟1 . 𝑟2, 𝑠1 . 𝑠2)
Contoh:
misal ℤ2 = {[0]2, [1]2} dan ℤ3 = {[0]3, [1]3, [2]3}
maka: ℤ2 x ℤ3 =
{([0]2, [0]3), ([0]2, [1]3), ([0]2, [2]3), ([1]2, [0]3), ([1]2, [1]3), ([1]2, [2]3)}
ℤ2 dan ℤ3 adalah suatu ring dari himpunan bilangan bulat modulo 2 dan 3.
4.2 Sifat Ring Produk
Ring ℤ𝑚 x ℤ𝑛 isomorpik dengan ring ℤ𝑚𝑛 bila dan hanya bila gcd(𝑚, 𝑛) = 1.
Bukti:
Jika gcd(𝑚, 𝑛) = 1, maka 𝑓: ℤ𝑚𝑛 → ℤ𝑚 x ℤ𝑛 yang di definisikan oleh 𝑓([𝑥]𝑚𝑛 =
([𝑥]𝑚, [𝑥]𝑛) adalah suatu isomorpisma grup.
Funsi 𝑓 juga mempertahankan perkalian, yaitu:
𝑓([𝑥]𝑚𝑛 . [𝑦]𝑚𝑛) = 𝑓[𝑥𝑦]𝑚𝑛
= ([𝑥𝑦]𝑚, [𝑥𝑦]𝑛)
= ([𝑥]𝑚, [𝑥]𝑛). ([𝑦]𝑚, [𝑦]𝑛)
= 𝑓([𝑥]𝑚𝑛) . 𝑓([𝑦]𝑚𝑛)
Contoh:
ℤ6 isomorpik dengan ℤ2 x ℤ3 (perhatikan ring produk ℤ2 x ℤ3 di contoh sebelumnya). funsi
pemetaan ini didefinisikan sebagai:
𝑓([𝑥]6) = ([𝑥]2, [𝑥]3), ∀𝑥 ∈ ℤ berikut ini adalah bentuk pemetaanya:
[0]6 → ([0]2, [0]3)
[1]6 → ([1]2, [1]3)
[2]6 → ([0]2, [2]3)
[3]6 → ([1]2, [0]3)
[4]6 → ([0]2, [1]3)
[5]6 → ([1]2, [2]3)
Dari hasil pemetaan diatas, maka ℤ6 isomorpik dengan ℤ2 x ℤ3 .
4.3 Ring polinomial
Misalkan 𝑅 adalah ring komutatif. Polinom 𝑃(𝑥) atas ring 𝑅 dinyatakan sebagai: 𝑃(𝑥) =
𝑎0 + 𝑎1𝑥 + 𝑎2𝑥2 + …+ 𝑎𝑛𝑥
𝑛, dengan 𝑎𝑖 adalah koefisien dari 𝑥𝑖 dan 𝑖 𝜖 𝑁. Selanjutnya
polinomial nol yaitu suatu polinomial yang semua 𝑎𝑖 = 0. Jika untuk 𝑖 > 0, 𝑎𝑖 ≠ 0, maka
nilai terbesar dari 𝑖 yang demikian disebut derajat dari 𝑃(𝑥) yang dinotasikan oleh
𝑑𝑒𝑔(𝑃(𝑥)) = 𝑖.
Contoh:
1) 𝑃(𝑥) = 𝑎 (𝑎 𝜖 ℤ) atas ℤ berderajat 0.
2) 𝑃(𝑥) = √𝑥 + 23
+ 𝑥2 atas ℝ berderajat 2.
3) 𝑃(𝑥) = 2𝑥 + (7 + 2𝑖)𝑥2 – 𝑖 atas ℂ berderajat 2.
4.4 Penjumlahan dan Perkalian Polinomial
Himpunan semua polinomial dalam 𝑥 dinyatakan sebagai:
𝑅[𝑥] = {𝑎0 + 𝑎1𝑥 + 𝑎2𝑥2 + …+ 𝑎𝑛𝑥
𝑛 | 𝑎𝑖 𝜖 𝑅, 𝑛 𝜖 𝑁}
Misalkan 𝑝(𝑥), 𝑞(𝑥) 𝜖 𝑅[𝑥], dengan 𝑝(𝑥 ) = ∑ 𝑎𝑖𝑚0 𝑥𝑖 dan 𝑞(𝑥 ) = ∑ 𝑏𝑖
𝑛0 𝑥𝑖
Maka:
i. 𝑝(𝑥) + 𝑞(𝑥) = ∑ (𝑎𝑖 + 𝑏𝑖)max (𝑚,𝑛)0 𝑥𝑖
ii. 𝑝(𝑥) . 𝑞(𝑥) = ∑ 𝑐𝑘𝑚+𝑛0 𝑥𝑘 dengan 𝑐𝑘 = ∑ 𝑎𝑖𝑏𝑗𝑖+𝑗=𝑘
Contoh:
Diberikan polinomial 𝑝(𝑥) = 3𝑥3 + 𝑥 + 2 dan 𝑞(𝑥) = 2𝑥2 + 4𝑥 + 1, dalam ℤ5, maka:
i. 𝑝(𝑥) + 𝑞(𝑥) = (3𝑥3 + 𝑥 + 2) + (2𝑥2 + 4𝑥 + 1) = 3𝑥3 + 3
ii. 𝑝(𝑥). 𝑞(𝑥) = (3𝑥3 + 𝑥 + 2). (2𝑥2 + 4𝑥 + 1) = 𝑥5 + 2𝑥4 + 3𝑥2 + 4𝑥 + 2
4.5 Teorema Ring
(1) Jika ring 𝑅 komutatif maka 𝑅[𝑥] komutatif.
(2) Jika 𝑅 mempunyai anggota satuan maka 𝑅[𝑥] mempunyai anggota satuan.
(3) Jika 𝑅 daerah integral maka 𝑅[𝑥] daerah integral.
Bukti:
(1) Jika f(x) dan g(x) dalam R[x] maka f(x) dan g(x) dapat dinyatakan sebagai
𝑓(𝑥) = 𝑎𝑛 𝑥𝑛 + 𝑎𝑛 − 1 𝑥
𝑛 − 1 + …… .+ 𝑎1 𝑥1 + 𝑎0 𝑥
0
𝑔(𝑥) = 𝑏𝑚 𝑥𝑚 + 𝑏𝑚 − 1 𝑥
𝑚 − 1 + … . . + 𝑏1 𝑥1 + 𝑏0 𝑥
0
sehingga koefisien 𝑥𝑘 dari:
𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥) = ( 𝑎𝑛 𝑥𝑛 + 𝑎𝑛 − 1 𝑥
𝑛 − 1 + …… .+ 𝑎1 𝑥1 + 𝑎0 𝑥
0 ) (𝑏𝑛 𝑥𝑛 + 𝑏𝑛 −
1 𝑥𝑛 − 1 + … . . + 𝑏1 𝑥
1 + 𝑏0 𝑥0 ) adalah 𝑎0 𝑏𝑘 + 𝑎1 𝑏𝑘 − 1 + …… .+ 𝑎𝑘 𝑏0 .
Pada sisi lain koefisien dari 𝑥𝑘 dalam 𝑔(𝑥)𝑓(𝑥) sama dengan 𝑎0 𝑏𝑘 + 𝑎` 𝑏𝑘 − 1 +
…… .+ 𝑎𝑘 𝑏0 dan hal ini sama dengan 𝑏0 𝑎𝑘 + 𝑏1 𝑎𝑘 − 1 + …… .+ 𝑏𝑘 𝑎0 karena 𝑅
ring komutatif. Berarti 𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥) = 𝑔(𝑥) 𝑓(𝑥) untuk semua 𝑓(𝑥), 𝑔(𝑥) dalam 𝑅[𝑥].
(2) Misalkan 𝑝(𝑥) = ∑ 𝑏𝑘𝑥𝑘𝑚
𝑘=0 dalam 𝑅[𝑥].
Sifat ini berlaku 1𝑥0 . ∑ 𝑏𝑘𝑥𝑘𝑚
𝑘=0 = ∑ ((1𝑥0)(𝑏𝑘𝑥𝑘))𝑚
𝑘=0
= ∑ (1𝑏𝑘)𝑥0+𝑘𝑚
𝑘=0
= ∑ 𝑏𝑘𝑥𝑘𝑚
𝑘=0
= 𝑝(𝑥)
Diperoleh juga bahwa 𝑝(𝑥) . 1𝑥0 = 𝑝(𝑥)
(3) Misalkan 𝑅 daerah integral. Dengan menggunakan sifat (1) dan (2) maka 𝑅[𝑥]
komutatif dan mempunyai anggota satuan. Tinggal ditunjukkan bahwa tidak ada
pembagi nol dalalm 𝑅[𝑥]. Misalkan 𝑓(𝑥), 𝑔(𝑥) polinomial tidak nol dalam 𝑅[𝑥] dan
𝑓(𝑥), 𝑔(𝑥) dinyatakan sebagai:
𝑓(𝑥) = 𝑎𝑛 𝑥𝑛
+ 𝑎𝑛 − 1 𝑥𝑛−1
+ …… .+ 𝑎1 𝑥1
+ 𝑎0 𝑥0
𝑔(𝑥) = 𝑏𝑚 𝑥𝑚
+ 𝑏𝑚 − 1 𝑥𝑚−1
+ … . . + 𝑏1 𝑥1
+ 𝑏0 𝑥
Karena 𝑓(𝑥) dan 𝑔(𝑥) polinomial tidak nol maka koefisien pemimpin polinomial
𝑓(𝑥) yaitu an tidak nol dan bm juga tidak nol. Karena 𝑅 daerah integral maka 𝑎𝑛 𝑏𝑚
tidak nol sehingga koefisien pemimpin dari 𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥) juga tidak nol. Berarti
𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥) tidak nol atau 𝑅[𝑥] tidak mempunyai pembagi nol.
4.6 Pembagian Bilangan Bulat
Dalam sistem pembagian bilangan bulat dikenal dengan adanya bilangan yang dibagi (𝑎),
pembagi (𝑏), hasil bagi (𝑞), dan sisi dari pembagian (𝑟).
i. Untuk 𝑎 dan 𝑏 > 0 adalah bilangan bulat tak nol, maka ada tunggal bilangan bulat 𝑞
dan 𝑟. Sehingga dapat diformulasikan dalam bentuk matematika sebagai berikut: 𝑎 =
𝑞𝑏 + 𝑟 dan 0 ≤ 𝑟 < 𝑏.
Contoh:
Misal 𝑎 = 7, 𝑏 = 2, maka 7 = (3) .2 + 1.
Tampak bahwa 𝑞 = 3(𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙), 𝑟 = 1(𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙), dengan 0 ≤ 1 < 2.
ii. Untuk 𝑎 dan 𝑏 adalah bilangan bulat dan 𝑏 ≠ 0, maka ada tunggal bilangan bulat 𝑞 dan
𝑟. Sehingga 𝑎 = 𝑞𝑏 + 𝑟 dan 0 ≤ 𝑟 < |𝑏|.
Contoh:
Misal 𝑎 = 7, 𝑏 = −2, maka 7 = (−4) . −2 + (−1).
Tampak bahwa 𝑞 = −4(𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙), 𝑟 = −1(𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙), dengan
0 ≤ −1 < |−2|.
4.7 Ring Euclidean
Suatu daerah integral 𝑅 dinamakan suatu RING EUCLIDE bila untuk setiap elemen tak nol
𝑎 𝜖 𝑅 ada bilangan bulat tak negatif 𝛿 (𝑎) sedemikian hingga:
i. Bila 𝑎 dan 𝑏 elemen tak nol di 𝑅, maka 𝛿 (𝑎) ≤ 𝛿 (𝑎𝑏)
ii. Untuk setiap pasangan elemen 𝑎, 𝑏 𝜖 𝑅 dengan 𝑏 ≠ 0, ada elemen 𝑞, 𝑟 𝜖 𝑅 sehingga 𝑎 =
𝑞𝑏 + 𝑟 dimana 𝑟 ≠ 0 atau 𝛿 (𝑟) < 𝛿 (𝑏) .
4.8 Algoritma Pembagian untuk Polinomial
Misal 𝑓(𝑥), 𝑔(𝑥) ∈ 𝐹(𝑥) dengan 𝐹(𝑥) suatu lapangan. Jika 𝑔(𝑥) tak nol, maka secara
tunggal terdapat 𝑞(𝑥), 𝑟(𝑥) ∈ 𝐹(𝑥) sehingga 𝑓(𝑥) = 𝑞(𝑥)𝑔(𝑥) + 𝑟(𝑥), dengan 𝑟(𝑥) = 0
atau deg (𝑟(𝑥)) < deg (𝑔(𝑥)).
Contoh:
𝑓(𝑥) = (𝑥3 + 2𝑥2 + 𝑥 + 2) dibagi oleh 𝑔(𝑥) = 𝑥2 + 2 di ℤ3[𝑥]. Berdasarkan algoritma
untuk pembagian, maka:
𝑥3 + 2𝑥2 + 𝑥 + 2 = [(𝑥 + 2)( 𝑥2 + 2)] + (2𝑥 + 1)
Tampak bahwa 𝑞(𝑥) = 𝑥 + 2 (tunggal), 𝑟(𝑥) = 2𝑥 + 1 (tunggal) dan juga
deg(𝑟(𝑥)) = 1 dan deg(𝑔(𝑥)) = 2, sehingga deg (𝑟(𝑥)) < deg (𝑔(𝑥)).
4.9 Teorema Sisa
Polinomial 𝑓(𝑥) bila dibagi oleh (𝑥 – 𝑎) di 𝐹(𝑥) sisanya adalah 𝑓(𝑎).
Bukti:
Dengan menggunakan algoritma pembagian didapat: ada hasil bagi yaitu 𝑞(𝑥) dalam 𝐹(𝑥)
dan sisa pembagian 𝑟(𝑥) dalam 𝐹(𝑥).
Dapat ditulis bahwa 𝑓(𝑥) = 𝑞(𝑥) . (𝑥 – 𝑎) + 𝑟(𝑥)
Berdasarka algoritma pembagian bahwa 0 ≤ 𝑟(𝑥) < (𝑥 – 𝑎), hal ini menunjukka bahwa
(𝑥 – 𝑎) berderajad satu dan karena 𝑟(𝑥) kurang dari (𝑥 – 𝑎) maka haruslah 𝑟(𝑥)
berderajad 0. 𝑟(𝑥) berderajad nol artinya 𝑟(𝑥) adalah suatu konstanta (r0) dalam 𝐹(𝑥).
Sehingga 𝑓(𝑥) = 𝑞(𝑥) . (𝑥 – 𝑎) + 𝑟0. Dengan mensubstitusikan 𝑎 kedalam 𝑥, maka: f(a) =
q(a) . (a – a) + 𝑟0
= 𝑞(𝑎) . 0 + 𝑟0
= 0 + 𝑟0
= 𝑟0
Sisa pembagian (𝑟0) = 𝑓(𝑎).
Contoh:
Dalam ℤ7[𝑥] berlaku bahwa jika 𝑝(𝑥) = 2𝑥3 + 3𝑥2 + 20 , 𝑏(𝑥) = 𝑥 + 3 dalam ℤ7[𝑥] maka
terdapatlah 𝑞(𝑥) = 2𝑥2 + 4𝑥 + 2 dan 𝑟(𝑥) = 3 dalam ℤ7[𝑥] sehingga 2𝑥3 + 3𝑥2 + 20 =
[(2𝑥2 + 4𝑥 + 2)(𝑥 + 3)] + 3.
4.10 Teorema Faktor
Polonomial (𝑥 – 𝑎) adalah faktor 𝑓(𝑥) di 𝐹(𝑥) bila dan hanya bila 𝑓(𝑎) = 0
Bukti:
Berdasarkan hasil sebelumnya,diperoleh 𝑓(𝑥) = 𝑞(𝑥)(𝑥 − 𝑎) untuk beberapa 𝑞(𝑥) ∈ 𝐹(𝑥)
jika dan hanya jika 𝑓(𝑥) mempunyai sisa 0 bila dibagi oleh (𝑥 − 𝑎). Hal ini menunjukkan
bahwa jika dan hanya jika 𝑓(𝑎) = 0.
Contoh:
Polinomial (𝑥3 + 𝑥2 + 2𝑥 + 2) dibagi oleh (𝑥 − 2) dalam ℤ3[𝑥]. Berdasarkan algoritma
pembagian untuk polinomial diperoleh bahwa:
(𝑥3 + 𝑥2 + 2𝑥 + 2) = (𝑥2 + 2). (𝑥 − 2) + 0, sehingga di peroleh hasil baginya (𝑞(𝑥)) =
(𝑥2 + 2) dan sisa pembagiannya (𝑟(𝑥)) = 0.
4.11 Teorema Polinomial
Jika 𝑝(𝑥) polinomial berderajat 𝑛 ≥ 0 dengan koefisien dalam suatu daerah integral 𝐷
maka 𝑝(𝑥) paling banyak mempunyai 𝑛 akar dalam 𝐷.
Bukti :
Dalam pembuktian ini digunakan prinsip induksi pada derajat dari p(x).
Polinomial derajat 0 merupakan konstan tidak nol 𝑎𝑥0 = 𝑎 dan jelas bahwa mempunyai 0
akar.
Misalkan 𝑝(𝑥) mempunyai derajat 𝑛 > 0.
Jika 𝐷 mengandung akar 𝑡1 dari 𝑝(𝑥) mempunyai faktor 𝑥 – 𝑡1 dan
𝑝(𝑥) = (𝑥 – 𝑡1 ) 𝑞(𝑥) dengan 𝑞(𝑥) mempunyai derajat 𝑛 − 1.
Anggapan induksinya adalah bahwa 𝑞(𝑠) dan sebarang polinomial derajat 𝑛 − 1 yang lain
mempunyai paling banyak 𝑛 − 1 akar.
Misalkan 𝑡2 , 𝑡3 , …… , 𝑡𝑘 dengan k ≤ n (𝑡1 mungkin termasuk dalam akar yang sama).
Berarti faktorisasi 𝑞(𝑥): 𝑞(𝑥) = (𝑥 – 𝑡2 ) (𝑥 – 𝑡3 ) …… ( 𝑥 – 𝑡𝑘 ) 𝑔(𝑥).
Dalam hal ini 𝑔(𝑥) mempunyai derajat 𝑛 – 𝑘 yang tidak mempunyai akar dalam 𝐷.
Akibatnya: 𝑝(𝑥) = (𝑥 – 𝑡1) 𝑞(𝑥) = (𝑥 – 𝑡1) (𝑥 – 𝑡2) (𝑥 – 𝑡3) …… . (𝑥 – 𝑡𝑘 ) 𝑔(𝑥)
Misalkan s sebarang anggota dalam 𝐷 yang berbeda dari 𝑡1 , 𝑡2, …… , 𝑡𝑘 . Dengan
mengingat bahwa: Jika 𝑅 ring komutatif dan 𝑝(𝑥) dalam 𝑅[𝑥] mempunyai faktorisasi
𝑓(𝑥) 𝑔(𝑥) maka untuk sebarang 𝑠dalam 𝑅 berlaku
𝑝(𝑠) = 𝑓(𝑠) 𝑔(𝑠),
Diperoleh:
𝑝(𝑠) = (𝑠 – 𝑡1) (𝑠 – 𝑡2 ) (𝑠 – 𝑡3 ) …… (𝑠 – 𝑡𝑘 ) 𝑔(𝑠).
Terlihat bahwa 𝑝(𝑠) merupakan pergandaan dari 𝑘 + 1 angota tidak nol dalam suatu daerah
integral sehingga 𝑝(𝑠) tidak nol. Hal itu berarti 𝑝(𝑥) paling banyak mempunyai 𝑘 akar 𝑡1 ,
𝑡2 , …… , 𝑡𝑘 dengan 𝑘 ≤ 𝑛.
4.12 i. Pembagian Persekutuan Terbesar
Misal 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅, dengan 𝑅 adalah suatu daerah integral,maka elemen 𝑔 ∈ 𝑅 dikatakan
pembagi persekutuan terbesar dari 𝑎 dan 𝑏 yang ditulis dalam bentuk 𝑔 = gcd (𝑎, 𝑏) yang
memenuhi:
1. Jika 𝑔| 𝑎 dan 𝑔| 𝑏.
2. Jika 𝑐 | 𝑎 dan 𝑐 | 𝑏, maka 𝑐 | 𝑔.
Contoh:
gcd(12,20) = 4 .
ii. Kelipatan Persekutuan Terkecil
Elemen 𝑙 ∈ 𝑅 dikatakan persekutuan terkecil dari 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 ditulis 𝑙 = 𝑙𝑐𝑚(𝑎, 𝑏) jika
memenuhi:
1. Jika 𝑎 | 𝑙 dan 𝑏| 𝑙.
2. Jika 𝑎 | 𝑘 dan 𝑏 | 𝑘, maka 𝑙 | 𝑘.
Contoh:
𝑙𝑐𝑚(12,20) = 60
4.13 Teorema Faktor Persekutuan Terrbesar
Jika diketahui 𝑎(𝑥) dan 𝑏(𝑥) dalam 𝐹[𝑥] maka 𝑎(𝑥) dan 𝑏(𝑥) mempunyai FPB (𝑑(𝑥))
dalam 𝐹[𝑥] dan terdapatlah polinomial 𝑠(𝑥) dan 𝑡(𝑥) dalam 𝐹[𝑥] sehingga 𝑠(𝑥) 𝑎(𝑥) +
𝑡(𝑥) 𝑏(𝑥) = 𝑑(𝑥).
Bukti:
Untuk mempermudah penulisan, dimisalkan 𝑎 = 𝑎(𝑥) dan 𝑏(𝑥).
Dibentuk himpunan 𝐽 = { 𝑢 𝑎 + 𝑣 𝑏 | 𝑢, 𝑣 dalam [𝑥] }.
Mudah ditunjukkan bahwa 𝐽 ideal dalam F[x].
Tetapi karena setiap ideal dalam berbentuk 𝐽 = ( 𝑑(𝑥) ) untuk suatu 𝑑(𝑥) dalam 𝐹[𝑥]
maka 𝑑 = 𝑠𝑎 + 𝑏𝑡 untuk suatu 𝑠 dan 𝑡 dalam 𝐹[𝑥].
Akan dirunjukkan bahwa d sebenarnya merupakan FPB dari a dan b.
Karena a = 1 . a + 0. b dan b = 0 . a + 1 . b maka a dan b dalam J.
Karena 𝑑 membangun 𝐽 maka d merupakan faktor dari s dan juga faktor dari b. Misalkan
𝑔 sebarang faktor persekutuan dari a dan b.
Karena 𝑑 = 𝑠𝑎 + 𝑡𝑏 dan 𝑔 membagi kedua suku pada ruas kanan maka 𝑔 membagi 𝑑.
Berarti 𝑑 memenuhi syarat sebagai FPB dari 𝑎 dan 𝑏.
4.14 Algoritma Pembagian Persekutuan Terbesar
Misalkan a,b ϵ R dengan R merupakan ring euclid dan b ≠ 0 maka berdasarkan algoritma
pembagian diperoleh:
𝑎 = 𝑞1 𝑏 + 𝑟1 dengan 𝛿(𝑟1) < 𝛿(𝑏)
𝑏 = 𝑟1𝑞2 + 𝑟2 dengan 𝛿(𝑟2) < 𝛿(𝑟1)
𝑟1 = 𝑟2𝑞3 + 𝑟3 dengan 𝛿(𝑟3) < 𝛿(𝑟2)
.
.
.
𝑟𝑘−2 = 𝑟𝑘−1𝑞𝑘 + 𝑟𝑘 dengan 𝛿(𝑟𝑘) < 𝛿(𝑟𝑘−1)
𝑟𝑘−1 = 𝑟𝑘𝑞𝑘+1 + 0
Jika 𝑟1 = 0, maka 𝑏 = gcd(𝑎, 𝑏) dan 𝑟𝑘 = gcd (𝑎, 𝑏) untuk yang lainnya.
Selanjutnya, elemen 𝑠, 𝑡 ∈ 𝑅 sedemikian hingga gcd(𝑎, 𝑏) = 𝑠𝑎 + 𝑡𝑏 diperoleh dengan
memulai persamaan 𝑟𝑘 = 𝑟𝑘−2 − 𝑟𝑘−1𝑞𝑘 secara berurutan.
Contoh:
1. Tentukan 𝑔𝑐𝑑(713,253) dalam ℤ dan juga dua bilangan 𝑠 dan 𝑡 yang memenuhi
𝑠713 + 𝑡253 = gcd (713,253)!
2. Tentukan 𝑔𝑐𝑑 𝑔(𝑥) dari 𝑎(𝑥) = 2𝑥4 + 2 dan 𝑏(𝑥) = 𝑥5 + 2 di ℤ3[𝑥] kemudian
dapatkan 𝑠(𝑥), 𝑡(𝑥)𝜖 ℤ3[𝑥] sehingga memenuhi
gcd(𝑥) = 𝑠(𝑥). (2𝑥4 + 2) + 𝑡(𝑥) . (𝑥5 + 2)!
Penyelesaian:
1. Berdasarkan algoritma pembagian, diperoleh:
i. 713 = 2 . 253 + 207, (r1 = 207)
ii. 253 = 1 . 207 + 46, (r2 = 46)
iii. 207 = 4 . 46 + 23, (r3 = 23)
iv. 46 = 2 . 23 + 0, (r4 = 0)
Diperoleh gcd(713,256) = 23.
Selanjutnya akan dicari 𝑠 dan 𝑡 dengan menggunakan persamaan i – iii, yaitu: 23 = 207
- 4 . 46 (dari iii)
= 207 - 4 . (253 -207) (dari ii)
= 207 + 4 . 207 + (-4) . 253
= (1 + 4) . 207 – 4 . 253
= 5 . 207 – 4 . 253
= 5 . (713 – 2 . 253) – 4 . 253 (dari i)
= 5 . 713 + (-10) . 253 – 4 .253
= (5) . 713 + (-10 + (-4)) . 253
= (5) . 713 + (-14) . 253
Didapat 𝑠 = 5 dan 𝑡 = -14
2. Berdasarkan algoritma pembagian, diperoleh:
i. 𝑥5 + 2 = (2𝑥) . (2𝑥4 + 2) + (2𝑥 + 2)
ii. 2𝑥4 + 2 = (𝑥3 + 2𝑥2 + 𝑥 + 2) . (2𝑥 + 2) + 1
iii. (2𝑥 + 2) = (2𝑥 + 2) . 1 + 0
Diperoleh gcd(𝑎(𝑥), 𝑏(𝑥)) = 1.
Selanjutnya akan dicari 𝑠(𝑥) dan 𝑡(𝑥)dengan menggunakan persamaan i dan ii,
yaitu:
1= 2𝑥4 + 2 − (𝑥3 + 2𝑥2 + 𝑥 + 2) . (2𝑥 + 2) (dari ii)
= 2𝑥4 + 2 − (𝑥3 + 2𝑥2 + 𝑥 + 2) . [(𝑥5 + 2) − (2𝑥) . (2𝑥4 + 2)]
= (2𝑥4 + 𝑥3 + 2𝑥2 + 1) . 2𝑥4 + 2 + (2𝑥3 + 𝑥2 + 2𝑥 + 1) . 𝑥5 + 2
Didapat 𝑠(𝑥) = 2𝑥4 + 𝑥3 + 2𝑥2 + 1, 𝑡(𝑥) = 2𝑥3 + 𝑥2 + 2𝑥 + 1.