Tugas Akhir Kajian Mandiri

22
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara biologis, wanita dan laki-laki berbeda. Perbedaan itu menunjukkan pada jenis kelamin mereka (sex) yang kodrati. Namun secara historis masyarakat memiliki stereotypes terhadap prasangka-prasangka psikologis terhadap perbedaan kodrati itu. Bahwa berdasarkan citi-ciri fisik biologis pada wanita dan laki-laki, ditentukan bahwa peran utama wanita ialah bekerja di dalam rumah (ranah domestik) seperti merawat anak, memasak, dan membereskan pekerjaan rumah, sedangkan peran pria ialah sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah utama keluarga di luar rumah (ranah publik). Sehingga scara langsung atau tidak langsung terciptalah ketergantungan ekonomi istri terhadap suami (ketimpangan gender). Berbagai bentuk persoalan ini seringkali dipandang sebagai sebuah persoalan yang lebih banyak dimunculkan oleh adanya budaya patriarki yang mengharuskan perempuan tunduk dan patuh pada suami. Di samping itu perempuan menjadi tergantung secara ekonomi kepada suami. Ketergantungan inilah yang dipandang telah meletakkan perempuan pada posisi yang sulit di hadapan suami. Perempuan menjadi tidak bisa melawan pada saat menerima perlakuan kekerasan karena secara ekonomi perempuan tergantung kepada suaminya. Bagi mereka persoalan perempuan di sektor domestik timbul, karena secara ekonomi perempuan dalam posisi lemah. Mereka menganggap jika secara ekonomi seorang perempuan tergantung kepada suaminya, maka ketika menerima kekerasan atau perlakuan

Transcript of Tugas Akhir Kajian Mandiri

Page 1: Tugas Akhir Kajian Mandiri

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara biologis, wanita dan laki-laki berbeda. Perbedaan itu menunjukkan pada jenis

kelamin mereka (sex) yang kodrati. Namun secara historis masyarakat memiliki stereotypes

terhadap prasangka-prasangka psikologis terhadap perbedaan kodrati itu. Bahwa berdasarkan

citi-ciri fisik biologis pada wanita dan laki-laki, ditentukan bahwa peran utama wanita ialah

bekerja di dalam rumah (ranah domestik) seperti merawat anak, memasak, dan membereskan

pekerjaan rumah, sedangkan peran pria ialah sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah

utama keluarga di luar rumah (ranah publik). Sehingga scara langsung atau tidak langsung

terciptalah ketergantungan ekonomi istri terhadap suami (ketimpangan gender).

Berbagai bentuk persoalan ini seringkali dipandang sebagai sebuah persoalan yang lebih

banyak dimunculkan oleh adanya budaya patriarki yang mengharuskan perempuan tunduk

dan patuh pada suami. Di samping itu perempuan menjadi tergantung secara ekonomi kepada

suami. Ketergantungan inilah yang dipandang telah meletakkan perempuan pada posisi yang

sulit di hadapan suami. Perempuan menjadi tidak bisa melawan pada saat menerima perlakuan

kekerasan karena secara ekonomi perempuan tergantung kepada suaminya.

Bagi mereka persoalan perempuan di sektor domestik timbul, karena secara ekonomi

perempuan dalam posisi lemah. Mereka menganggap jika secara ekonomi seorang perempuan

tergantung kepada suaminya, maka ketika menerima kekerasan atau perlakuan yang dirasakan

tidak sebagaimana mestinya dari suaminya, perempuan tidak berani bereaksi atau bertindak

lantaran takut kehilangan suami yang menjadi tumpuan hidupnya secara ekonomi.

Tetapi dengan seiring waktu perempuan yang hanya berkutat di sektor domestik dalam

perspektif feminisme liberal dianggap sudah bukan masanya lagi, perspektif ini sesungguhnya

muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal umumnya yang menjunjung tinggi nilai

otonomi, persamaan dan nilai moral, serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama

dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam mendefinisikan masalah kaum

perempuan, mereka tidak melihat struktur dan sistem sebagai pokok permasalahan. Asumsi

dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan sekualitas berakar

pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan umum. Kerangka feminisme liberal

dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak

yang sama sebagai individu” termasuk di dalamnya hak kesempatan kaum perempuan. Dan

berdasarkan perspektif ini bisa-bisa dinilai sebagai penolakan terhadap kelanggengan

Page 2: Tugas Akhir Kajian Mandiri

ketertindasan perempuan di bawah laki-laki. yang menjadikan para perempuan tidak bisa

tinggal diam, dan memilih untuk bekerja memasuki sektor publik untuk dapat membantu

menafkahi keluarganya.

Contohnya seperti penelitian wanita pedagang di Pasar Cik Puan, yang di mana pada

kenyataan suami tidak selalu dapat melaksanakan peran dan fungsinya tersebut, wanita pun

telah masuk ke ranah publik, berperan sebagai pencari nafkah utama sebagai pedagang di

Pasar Cik Puan.

II. KONSEP KELUARGA DAN MATRIFOKAL

Keluarga merupakan suatu bentuk dari awalnya tercipta hubungan sosial, yang di mana

hubungan sosial itu berawal dari hubungan suami dan istri yang membentuk suatu jalinan

kekeluargaan yang besar dari pihak sang suami maupun sang istri dan juga membentuk suatu

institusi sosial yang baru melalui keturunan mereka. Seperti yang diutarakan oleh

G.P.Murdock berdasarkan penelitiannya pada kurang lebih 250 kebudayaan di dunia

menunjukkan bahwa susunan keluarga dapat berbentuk keluarga besar (extended family) dan

keluarga batih (nuclear family) yang terjelma akibat hubungan perkawinan antara lelaki dan

wanita (Budhisantoso, 1990). Namun keluarga batih lebih universal penyebarannya. Untuk

melihat pengaruh keluarga batih kepada tatanan ruang maka sebaiknya dilihat juga adanya

struktur keluarga yang lebih mendalam. Antara lain, terdapat beberapa jenis hubungan sosial

di dalam keluarga batih yang mempunyai fungsi khusus dan amat penting di dalam mengatur

hubungan seks, kerjasama ekonomi, dalam memperbanyak keturunan dan penyelenggaraan

pendidikan anak. Pola tersebut, antara lain pola hubungan antara ayah dan ibu, ayah dan anak

laki-laki, ayah dan anak perempuan, ibu dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan,

hubungan kakak beradik laki-laki, hubungan kakak beradik perempuan, hubungan kakak

beradik lelaki dan perempuan.

Dalam perkembangannya pada keluarga batih dikenal juga adanya penyimpangan yang

dimana kehadiran suami ayah tidak teratur maka timbullah gejala matrifokal. Menurut Peter

Kunstadter (1963) pola ini menunjukkan bahwa istri-ibu lebih besar pengaruh dan tanggung

jawabnya terhadap keluarga dibandingkan dengan suami-ayah. Pola ini dikenal pada

masyarakat Negro di kepulauan Karibia dan Minangkabau di Sumatra Barat. Struktur

kekerabatan ini menunjukkan adanya peranan yang cukup besar dari perempuan dalam

struktur sosial suatu keluarga. Dalam perkembangan lebih lanjut pada masyarakat saat ini

Page 3: Tugas Akhir Kajian Mandiri

terjadi sistem kekerabatan antara laki-laki dan perempuan yang lebih egaliter (persamaan

derajat) kekuasaannya.

Matrifokalitas adalah suatu sistem kekerabatan yang menempatkan peran ibu secara

struktutral, kultural, dan afektif dalam posisi yang sangat penting dan justru mendapat

legitimasi. Hal semacam ini menurut Tanner terdapat dalam masyarakat yang hubungan jenis

sifat egaliter dan secara ekonomis dan sosial para laki-laki dan perempuan memiliki peran

yang penting. (Tanner, 1974: 131).

Matrifokal merupakan ciri budaya yang sangat mempengaruhi tingginya posisi kaum

perempuan mencakup sistem kekeluargaan bilateral, penekanan pada sifat saling melengkapi

daripada pertentangan dalam relasi gender, dan hierarki, terutama berdasarkan umur dan

status sosial. Pada saat perkawinan ketika kaum pria membayar mas kawin, pola budaya

setempat cenderung berpusat pada ibu (matrifokal), dan jaringan di antara kaum perempuan

yang berkerabat sering merupakan basis pembentukan suatu kelompok masyarakat. Di bidang

ekonomi, kaum perempuan biasanya menguasai uang belanja rumah tangga dan berpartisipasi

dalam kegiatan pertanian, perdagangan, dan profesi lainnya.

Posisi perempuan di sini mempunyai peranan yang cukup penting dalam sistem keluarga.

Karena dalam keluarga matrifokal peran perempuan memiliki peran penguasa dalam sumber

daya suatu keluarga, sehingga ia dapat memiliki andil di dalam mengambil keputusan untuk

keluarganya, biasanya faktor ini terjadi akibat dari peran perempuan juga bekerja keluar di

ranah publik.

2.1 . Kodrat Perempuan di Dalam Struktur Keluarga

Kodrati perempuan di dalam masyarakat pada umumnya bahwa peran utama seorang

perempuan adalah merawat anak karena sudah memiliki kodrat alam hanya wanita yang bisa

melahirkan, selain itu pekerjaan wanita hanya berada di dalam kegiatan rumah tangga (ranah

domestik); seperti memasak, membersihkan rumah, dan menghabiskan sebagian besar

waktunya didalam rumah. Sedangkan peran laki-laki adalah sebagai kepala keluarga yang

kerja mencari nafkah utama keluarga di luar rumah (ranah publik).

Kodrati perempuan selalu dikait-kaitkan dengan hal psikologisnya. Bahwa mengapa peran

perempuan selalu berada di ranah domestik karena perempuan memang makhluk yang pasif

dan permisif yang pada dirinya melekat perasan penuh kasih saying, atau memiliki sifat

keibuan. Berdasarkan teori tentang sifat-sifat keibuan (mothering) pada perempuan

Page 4: Tugas Akhir Kajian Mandiri

menunjukkan unsur psikolois internalnya yang membuatnya dengan sukarela melestarikan

kepercayaan masyarakat tentang peranan perempuan yang lebih banyak mencurahkan

kemampuan dan tanaganya dalam rumah tangga. Dengankata lain bahwa posisi dan aktivitas

perempuan dalam rumah tangga dianggap sebagai sesuatu yang alamiah (natural), karena

melekat pada emosi diri perempuan itu sendiri; sebaliknya dengan laki-laki yang tidak

memiliki sifat seperi itu membuat dirinya akan banyak bergerak di domain publik

(Chocodrow, 1983).

Tetapi di dalam kodratinya perempuan memiliki peran penting di dalam struktur keluarga

salah satunya seperti sistem keluarga tradisional Jawa didasarkan pada keluarga inti. Setelah

menikah, pasangan mungkin hidup dengan baik suami atau keluarga istri (biasanya keluarga

istri), tetapi mereka hidup sendiri segera setelah mereka dapat mendukung diri mereka

sendiri. Kekerabatan organisasi keturunan diperhitungkan sama melalui ayah dan ibu. Suami

adalah kepala keluarga, dan istri adalah manajer rumah tangga, yang bertanggung jawab

untuk kegiatan rumah tangga sehari-hari. 

Sementara perdebatan tentang kodrat umumnya dilakukan dalam kerangka kemampuan

dan praktik berdasarkan gender, sebuah benang merah dalam pustaka etnografi menyoroti

keunikan masing-masing individu. Ide ini berasal dari kaitannya nasib dalam agama Islam.

Arti nasib dalam Islam, yang disertai kemampuan unik pada setiap orang. Nasib menentukan

kepribadian dan pilihan individu, menakdirkan kekasih dan perkawinan (jodoh), waktu dan

cara kematian, dan, yang paling relevan dengan pembahasan saya di sini adalah, nasib

ekonomi setiap orang atau rezeki. Suatu konsep yang mirip (rejeki) juga ditemukan

dipegunungan Meratus, sebuah kawasan yang tersisih (tetapi bukan berarti tidak terpengaruh)

oleh Islam: Seperti dikatakan oleh Tsing, dalam konteks daerah Meratus, orang tua dan sanak

keluarga lainnya tidak memiliki banyak cara untuk menumpuk sumber daya dan

mewariskannya kepada seorang anak. Yang berbeda bagi setiap individu adalah praktik

melakukan mata pencaharian dan mendapatkan rejeki . Rejeki seseorang dapat diperoleh

melalui kerja sama dengan orang lain: dengan kelompok umbun atau perladangan berpindah

(biasanya sepasang suami-isteri), dan dalam kelompok yang lebih besar yang mencari

keberuntungan besar secara kolektif melalui ritual-ritual masyarakat. Pada saat yang sama,

“pembicaraan mengenai rejeki menjelaskan mengapa manusia, bahkan sanak keluarga,

menempuh jalan hidup mereka sendiri-sendiri” (1984:491). Sebagai individu-individu yang

unik, manusia diharapkan mengungkapkan keinginan-keinginan pribadinya, dan mencari cara

Page 5: Tugas Akhir Kajian Mandiri

untuk mewujudkan keberuntungan mereka sendiri. Meskipun mereka biasa hidup dan bekerja

bersama orang lain, bentuk hubungan mereka umumnya bersifat sukarela dan sementara,

karena nasib mereka pada akhirnya berada di tangan mereka sendiri. Ditingkat pemisahan ini,

kaum pria dan kaum wanita di Asia Tenggara sama-sama memiliki kodrat yang lengkap.

Yang menjadi isu di Asia Tenggara bukanlah perbedaan konsep kodrat kaum wanita/kaum

pria, tetapi bagaimana keunikan spiritual manusia terungkap secara berbeda antara kaum

wanita dan kaum pria, dan tidak dengan katakata atau ucapan, tetapi dalam konteks

operasional pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.

Para peneliti feminis berusaha mencari letak “perbedaan yang membuat berbeda” posisi

kaum wanita di Asia Tenggara, hal tersebut sulit dipahami bahwa wanita yang ikut andil

dalam memberikan kekuasaan dan martabat yang lebih besar kepada kaum pria (Atkinson

1990:90). Keuntungan kaum pria tidak terdapat dalam konsep kodrat saja: Errington menulis

bahwa “di sebagian besar kawasan di Asia Tengara laki-laki dan perempuan dipandang

sebagai makhluk yang sama, yaitu, makhluk yang memiliki jiwa dan fungsi sangat mirip atau

setara” (1990:39).

Dan sebaliknya, dalam teori lokal, “akses yang berbeda pada kekuasaan bagi laki-laki dan

perempuan cenderung tidak berada pada tingkat ciri-ciri gender 'seseorang' atau analogi

anatomi, tetapi dalam kenyataan kaum wanita dan kaum pria pada dasarnya sama, tetapi

karena keterlibatan atau ketidakberhasilan wanita untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas

tertentu, mereka cenderung menjadi tidak menonjol dan berkuasa” (1990:40; Atkinson 1990;

Tsing 1990:124). Kunci martabat kaum pria yang lebih besar muncul dalam hal-hal praktis

tempat mereka terlibat. Errington (1990:7) membantah bahwa kesibukan kaum wanita dalam

masalah-masalah ekonomi dan perhatian mereka terhadap uang bukan merupakan tanda-tanda

kekuasaan (sebagaimana dipahami oleh orang Barat), tetapi justru menunjukkan kelemahan.

Menurut Atkinson (1990) kaum wanita Wana di pedalaman Sulawesi tidak dilarang

mencari tahu dan memperoleh kekuatan spiritual dan berperan sebagai dukun namun karena

mereka terikat dengan siklus pekerjaan tahunan di ladang dan katanya tidak memiliki cukup

keberanian, mereka jarang melakukan perjalanan ke dalam hutan dan tempat-tempat yang

jauh tempat kekuatan spiritual dapat diperoleh. Begitu juga di Kalimantan, Tsing (1984, 1990)

mengamati bahwa kaum pria Meratus dalam pembagian kerja menurut gender (persiapan

lahan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan, dan perjalanan untuk melakukan perdagangan

di berbagai pasar yang jaraknya jauh) mendapat status khusus. Selain itu, dalam kondisi-

Page 6: Tugas Akhir Kajian Mandiri

kondisi yang tidak mendukung hirearki yang dilembagakan dan kepemimpinan formal,

martabat dan pengalaman yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas ini yang memberi peluang

pada kaum pria untuk menampilkan diri mereka dalam forum politik, yang dihadiri kaum pria

dan kaum wanita dan sebagian besar bersuara, tetapi hanya suara kaum pria tertentu yang

didengarkan.

2.2 Otonomi Perempuan di Dalam Keluarga

Secara hakiki kaum perempuan dengan kepribadian yang khas mempunyai peranan yang

sama penting dengan laki-laki. Dengan begitu dalam rangka pembangunan nasional pun

perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama untuk mengaktualisasikan diri.

Hal yang membedakan mereka adalah bentuk kodrati yang membawa pada konsekuensi yang

berbeda, misalnya perempuan mempunyai kekuatan fisik yang lebih lemah dari pada pria,

maka perempuan tidak diberi beban tugas fisik yang lebih berat daripada laki-laki. Menjadi

jelas bahwa perempuan dan laki-laki berbeda tetapi saling membutuhkan, sehingga mereka

harus saling tolong-menolong, saling mengisi kekurangan masing-masing (saling melengkapi)

karena masing-masing dari mereka mempunyai hakikatnya (Fauzie Ridjal, dkk., 1993; 29).

Dengan demikian tidak perlu diperdebatkan secara mendasar antara perempuan dan lakilaki,

karena masing-masing mempunyai kesempatan yang sama dalam mengisi pembangunan

dalam bidang apapun, sepanjang tidak menyimpang dari kodrat masing-masing. Di samping

itu perempuan terus berupaya menemukan hakikat dirinya yang khas untuk disumbangkan

bagi kesejahteraan manusia, termasuk kelebihan dan kelainannya.

Menemukan jati diri sebagai kaum perempuan bukan harus diujudkan dalam

keberhasilannya dalam jabatan-jabatan tertentu yang menunjukkan persamaan derajat dengan

laki-laki, namun lebih melihat pada aspek otonomi dirinya dalam melaksanakan tugas

kemanusiaan dan keperempuannnya sesuai dengan hati nurani yang tulus. Perempuan tidak

harus tampil di depan mempimpin kaum laki-laki. kaum laki-laki. semua itu pada hakikatnya

lebih berkaitan dengan otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan tindakannya,

karena selama ini nyaris perempuan dengan predikat “sukses” tidak membedakan realitas

kodrati.

Keterlibatan wanita disektor publik membawa dampak terhadap peranan wanita dalam

kehidupan keluarga. Di satu pihak, wanita bekerja dapat berperan membantu ekonomi

keluarga dan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, disisi lain peranannya dalam

Page 7: Tugas Akhir Kajian Mandiri

urusan rumah tangga (domestik) menjadi berkurang karena lamanya waktu yang digunakan

untuk aktivitas di luar rumah tangga (publik).

Di Asia Tenggara telah lama dikenal sebagai daerah di mana perempuan memiliki status

yang tinggi. Banyak literatur yang telah mendokumentasikan posisi menguntungkan

perempuan Jawa. (Hull, 1982) mencatat bahwa status perempuan di Jawa tampaknya berada

di depan itu di negara-negara Asia lainnya. Di ranah domestik, otonomi perempuan juga telah

diakui secara luas. Orang Jawa percaya bahwa suami dan istri harus bekerja sama sebagai

sebuah tim. Saat itu istri, misalnya, yang memiliki kontrol keuangan keluarga, dan karenanya

membuat banyak keputusan keluarga. Di sebuah kota di Jawa Tengah, (Hull, 1982)

menemukan bahwa dalam setiap kategori pendapatan dan kelas sosial, 80% wanita menikah

mengklaim bahwa itu adalah mereka yang memelihara pendapatan rumah tangga. (Geertz,

1961) mengamati bahwa istri membuat sebagian besar keputusan rumah tangga. Mereka

biasanya berdiskusi dengan suami mereka hanya hal-hal utama. "Laki-laki kuat berkemauan

keras mungkin memiliki hubungan kemitraan yang setara dengan istri mereka, tetapi keluarga

sebenarnya didominasi oleh orang yang sangat langka."(Geertz 1961, 45) Sebuah jaringan

yang kuat dari hubungan antara perempuan Jawa terkait menghasilkan "matrilineal" sistem

kekerabatan. Seperti dijelaskan oleh Geertz: Wanita memiliki kewenangan lebih, pengaruh,

dan tanggung jawab dari suaminya, dan pada saat yang sama menerima kasih sayang lebih

dan loyalitas. Konsentrasi kedua fitur tersebut dalam peran perempuan meninggalkan laki-laki

relatif functionless dalam urusan internal keluarga inti. (1961, 79) 

Selanjutnya, warisan yang sama dan kontrol perempuan aset memberikan dia kekuatan tawar

yang cukup dalam keluarga. Status relatif tinggi dan kemandirian perempuan dapat

dihubungkan dengan sistem pertanian di Indonesia. Winzeler (1982) hipotesis bahwa ketika

laki-laki dan wanita keduanya sama-sama terlibat dalam pertanian, status perempuan

cenderung menguntungkan.

2.3 Peran Pedangan Wanita Pedagang di Pasar Cik Puan

Di dalam penelitiannya Rahim (1996) menjelaskan bahwa wanita pedagang di Pasar Cik

Puan, yang di mana pada kenyataan suami tidak selalu dapat melaksanakan peran dan

fungsinya tersebut, wanita pun telah masuk ke ranah publik, berperan sebagai pencari nafkah

utama sebagai pedagang di Pasar Cik Puan. Keadaan ini diperkirakan berdampak kepada

kehidupan keluarga dan masyarakat. Meskipun pandangan dikotomi pada sebagian

Page 8: Tugas Akhir Kajian Mandiri

masyarakat mengenai ranah domestik dari ranah publik masih kuat, dari hasil studi, ternyata

bahwa keberadaan wanita di perdagangan (ranah publik) diterima secara terbuka oleh

masyarakat, karena kemampuan kontribusi ekonominya kepada keluarga.

Meskipun mereka mempunyai keterbatasan dalam hal akses modal formal (bank,

koperasi) dan pranata sosial yang 'bias gender', namun wanita pedagang berkemampuan untuk

mengembangkan usaha dagangnya dari berdagang barang barang yang tidak berdaya tahan

lama yang diperoleh dengan modal kecil dan keuntungannya juga Kecil ke usaha dagang

barang-barang yang berdaya tahan lama dengan modal dan keuntungan yang juga relatif lebih

besar. Keberhasil mereka di ranah publik adalah atas adanya usaha sendiri dari modal awal,

modal kerja dari julo-julo uang, mobilitas dan jaringan kerja yang semakin meningkat.

Keberhasilan wanita pedagang di Pasar Cik Puan telah menempatkan posisi sosialnya pada

posisi yang 'dihormati' baik di ranah domestik maupun di ranah publik.

Kuasa wanita dalam pasar tradisional mendeskrontruksi pemahaman mengenai wacana

domestik-publik. Persepsi selama ini wanita hanya terbatas dalam ruang domestik. Artinya

peran perempuan sebatas sebagai ibu rumah tangga. Namun kenyataan di pasar tradisional

meluluhkan persepsi itu. Jika dilihat dari sudut ideologi produksi, wanita sebenarnya juga

berproduksi di ruang sosial (publik). Artinya ia juga mampu menghasilkan materi

sebagaimana laki-laki. Dalam paham materialisme pun demikian. Dalam pembagian kerja

sosial, wanita juga menempati kedudukan sebagai sebagai produsen sekaligus non produsen

walau dalam peran yang berbeda dengan laki-laki. Dalam pasar tradisional, wanita berada

dalam perspektif publik. Sebab mereka mampu berproduksi dalam ranah sosial. Pasar

tradisional menjadi lakon dalam mempersepsi ulang kuasa wanita. Wanita berada dalam

ruang domestik dan publik sekaligus.

Dengan kata lain, dominasi kaum wanita dalam pasar tradisional adalah karena para

pedagang kebanyakan adalah perempuan itu sendiri. Wanita memliki otoritas sebab

dilegimitasi oleh kaumnya yang juga menjadi pedagang. Namun jika kita menelisik lebih

dalam, maka sesungguhnya wanita memiliki peran yang besar. Kekuasaan kaum laki-laki

hanya terhenti dalam wacana dan ideologi. Ketika dihadapkan dalam keadaan faktual, maka

dominasi laki-laki hanya sebatas mitos. Dengan kata lain, dominasi wanita adalah dominasi

nyata dan praktis yang lebih memperlihatkan kuasa yang sebenarnya dan hidup, meski dalam

ranah ideologi seringkali kalah.

Page 9: Tugas Akhir Kajian Mandiri

2.4 Masyarakat Matrifokal di Karibia

Kawasan Karibia yang yang merupakan kawasan budak yang berasal dari warisan

masyarakat Afrika. Beberapa penulis telah menganggap jenis tertentu dari organisasi keluarga

sebagai bentuk modifikasi dari kelangsungan hidup budaya Afrika. Berdasarkan studi-studi

sistematis pertama dari organisasi keluarga, di masyarakat tertentu di Karibia, adalah yang

dilakukan oleh RT Smith di British Guyana dan oleh E. Clarke dalam Jamaica. Keduanya

memiiki atribut prevalensi matrifocality, yaitu rumah tangga yang dikepalai

perempuan, dengan kondisi sosial dan ekonomi saat ini yang membuat untuk ketidakamanan

ekonomi dan status sosial yang rendah akibatnya laki-laki yang pada gilirannya merusak

peran mereka secara sosial diharapkan sebagai suami dan ayah. 

Studi lapangan RT Smith terhadap tiga masyarakat pedesaan,  ditemukan korelasi antara

stabilitas ekonomi dan frekuensi perkawinan hukum.  Clarke mencari penjelasannya dalam

faktor-faktor ekonomi sosial intrinsik terhadap masyarakat yang dipelajarinya, Smith

berpendapat bahwa kerja tiga komunitas Guianese yang ia selidiki bahwa 'sistem matrilineal

hubungan domestik dan kelompok rumah tangga dapat dianggap sebagai bagian depan dari

sifat marjinal. Marjinalitas peran suami-ayah ini dari laki-laki ditentukan oleh sifat tatanan

sosial Guianese yang RT Smith mendefinisikan sebagai warna sistem kelas. Pada kedua ujung

status hirarki sosial pada dasarnya ascriptive dan akibatnya statis, pada dasarnya ditentukan

oleh kriteria rasial status rendah ras-cum-sosial menyiratkan status pekerjaan yang sama

rendah. Sebagai hasil dari imobilitas sosial dan ekonomi, peran ayah suami sebagai kepala

ekonomi keluarga dan statusnya-menentukan fungsi dibatalkan. Akibatnya ia hanya kepala

keluarga selama istri benar-benar tergantung pada dia untuk subsistennya, yaitu sementara

anak-anak, tetap menjadi terpinggirkan secara bertahap sepanjang siklus perkembangan

keluarga, sehingga fungsi dasar ayah kemudian diambil alih oleh istri-ibu.

Keluarga 'matrilineal' didefinisikan dalam hal pembagian kewenangan, daripada tidak

adanya fisik yang sebenarnya dari seorang ayah suami. Dan yang paling penting, keluarga

matrifokal tidak disusun sebagai suatu pilihan alternatif keluarga 'patrifocal', tetapi sebagai

bentuk yang berkembang dari yang terakhir dalam proses perkembangan yang kebanyakan

keluarga menjalani. Pria memulai dengan niat baik untuk membentuk keluarga yang stabil,

namun karena faktor-faktor sosio-ekonomi yang kemudian terhalang dari memenuhi

tujuannya. Sebaliknya MG Smith, mendefinisikan keluarga matrilineal sebagai satu unit

sering timbul justru dari tidak adanya niat untuk membentuk sebuah keluarga yang stabil. Dia

Page 10: Tugas Akhir Kajian Mandiri

menganggap berbagai bentuk organisasi keluarga sebagai alternatif mungkin ditentukan oleh

jenis kawin terpaksa. Sistem perkawinan adalah prinsip formatif sentral dari struktur

keluarga. Perkawinan dan pergundikan adalah dua pilihan yang berbeda memproduksi dua

jenis yang berbeda secara formal organisasi keluarga. Meskipun pergundikan dapat

berkembang menjadi pernikahan, dua bentuk perkawinan juga mungkin merupakan

pengaturan alternatif. Hal ini penting di sini bahwa RT Smith menolak segala perbedaan

normatif antara pernikahan dan pergundikan. Mengambil tempat tinggal sebagai fitur penting

dari keluarga, ia tidak memiliki tempat dalam siklus perkembangan untuk apa istilah MG

Smith kawin ekstra-perumahan dan konsekuensinya dalam bentuk organisasi keluarga. 

Dengan demikian dalam faktor-faktor sosiologis yang berasal dari jenis tatanan sosial

yang berlaku di masa kolonial, di mana kelas bawah karena etnis, ekonomi dan status sosial

mereka lebih rendah seksual terpinggirkan oleh sektor dominan, bahwa seseorang harus

mencari alasan untuk mendapatkan bentuk keluarga dalam periode pasca-kolonial, dan tidak

begitu banyak dalam hubungan kerja karakteristik dari sistem perkebunan produktif

marjinalitas ekonomi atau ketidakhadiran laki-laki, dan jauh lebih sedikit bahkan dalam

'budaya kemiskinan'  salah satu ciri-ciri yang akan sifat informal dan tidak stabil serikat

suami-istri tersebut, akan mengakibatkan matrifocality.

III. ANALISIS

Dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya wanita memiliki peran yang sangat besar.

Kekuasaan kaum laki-laki hanya terhenti dalam wacana dan ideologi. Ketika dihadapkan

dalam keadaan faktual, maka dominasi laki-laki hanya sebatas mitos. Dengan kata lain,

dominasi wanita adalah dominasi nyata dan praktis yang lebih memperlihatkan kuasa yang

sebenarnya dan hidup, meski dalam ranah ideologi seringkali kalah.

Berdasarkan faktor-faktor sosial budaya yang mendukung aktifitas wanita di perdagangan

antara lain: Budaya merantau (mobilitas dan jaringan kerjanya). Begitu Pula sifat matrifokal

Minang dan kedudukan sentralnya dalam keluarga (matrilineal) berperan terhadap 'bargaining

power' dalam rumah tangga dan dalam transaksi dagang.

Gejala matrifokal mucul disaat peran istri-ibu lebih besar pengaruh dan tanggung

jawabnya terhadap keluarga dibandingkan dengan suami-ayah karena di saat suami tidak

selalu dapat melaksanakan peran dan fungsinya, peran istri menggantikannya sebagai pencari

Page 11: Tugas Akhir Kajian Mandiri

nafkah utama keluarga, memperkokoh posisi sosialnya dalam rumah tangga (ranah domestik),

karena mendapat dukungan dari anggota keluarga.

Hasil penelitian dari Rahim (1996) bahwa kontribusi ekonomi wanita pedagang dalam

keluarga memperkuat 'bargaining power'/'bargaining position-nya’ terhadap suami.

Kemampuan wanita pedagang dalam keluarga terlihat dari akses, dan kontrolnya terhadap

hasil pendapatan. Memotivasi anak-anak perempuan untuk masuk ke ranah publik dan

mencapai pendidikan tertinggi (Universitas).

Di dalam kesimpulannya Rahim (1996) menjelaskan bahwa keberhasilan wanita pedagang

di Pasar Cik Puan telah menempatkan posisi sosialnya pada posisi yang 'dihormati' baik di

ranah domestik maupun di ranah publik. Karena atas dukungan sosial itu terjadinya

keseimbangan dalam proses pertukaran antara suami istri. Keseimbangan pertukaran dapat

dilihat melalui pengambilan keputusan dimana baik istri maupun suami dalam mengambil

keputusan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan oleh hampir sebagian

besar respondennya dalam membuat keputusan yang menyangkut masalah alokasi dana,

reproduksi, kekerabatan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah semakin banyaknya wanita

yang berperan membantu atau menggantikan peran suami dalam mencari atau membantu

tambahan untuk menafkahi kelurga, selain karena didorong oleh kebutuhan ekonomi

keluarga, wanita semakin dapat mengekspresikan dirinya di tengah-tengah keluarga dan

masyarakat. Hal ini mempunyai dampak kepada sikap dan cara berpikir masyarakat baik di

desa maupun di kota, yang mulai berbeda dari masa lampau, dimana kebutuhan materi

cenderung menjadi tujuan. Akibatnya dimana ada lowongan dan kesempatan untuk bekerja

akan mereka lakukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya Perubahan-perubahan

sikap dan cara berpikir demikian dipengaruhi juga oleh kemajuan lptek, seperti alat

transportasi, komunikasi, serta arus globalisasi yang semakin cepat.

Page 12: Tugas Akhir Kajian Mandiri

DAFTAR PUSTAKA

1. Li, Tania, 2003. Bekerja terpisah tetapi Makan bersama: Kodrat, Kekayaan, dan

Kekuasaan dalam Hubungan Perkawinan. Jurnal Analisis Sosial. Vol. 8 No.2

Oktober. Bandung. Yayasan Akatiga.

2. Budiman, Arief, 1982. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta. Gramedia

3. Rajab, Budi, 2009. Perempuan Dalam Modernisme dan Postmodernisme. Jurnal

Sosiohumaniora Vol. 11, No. 3, November. Bandung. UNPAD.

4. Rahim, Marleyli, 1996. Thesis: Wanita Pedagang di Pasar Cik Puan: Posisi Sosialnya

Di Ranah Domestik dan Di Ranah Publik. Jakarta. UI.

5. Alier, Verena Martinez, 1974. Marriage, Class And Colour In Nineteenth-

Century Cuba. United States of America. Cambridge University Press.

6. Megawangi, Ratna, 1997. Gender Perspectives In Early Childhood Care and

Development In Indonesia. Washington D.C. The Consultative Group on ECCD.

Page 13: Tugas Akhir Kajian Mandiri

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

II. KONSEP KELUARGA DAN MATRIFOKAL

II.1 Kodrat Perempuan di Dalam Struktur Keluarga

II.2 Otonomi Perempuan di Dalam Keluarga

II.3 Peran Pedangan Wanita Pedagang di Pasar Cik Puan

II.4 Masyarakat Matrifokal di Karibia

III. ANALISIS

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Tugas Akhir Kajian Mandiri

GEJALA MATRIFOKALITAS PADA MASYARAKAT

PERKOTAAN

Winda Anoem

170510080045

Jurusan Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran

2011