Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

download Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

of 26

  • date post

    05-Jul-2018
  • Category

    Documents

  • view

    273
  • download

    3

Transcript of Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    1/26

    1

    APLIKASI SELULOSA BAKTERI DALAM

    INDUSTRI PANGAN

    Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Molekular

    Disusun oleh:

    Kelompok 18

    Adeline Jessica 1406567813

    Rizki Larasati 1406533541

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK, 2016

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    2/26

    2

    DAFTAR ISI 

    LEMBAR JUDUL ............................................................................................. I

    DAFTAR ISI..................................................................................................... II

    Bab I : Pendahuluan ......................................................................................... 3 

    1.1  Latar Belakang ......................................................................................... 3 

    1.2  Perumusan Masalah ................................................................................ 4 

    Bab II : Pembahasan ........................................................................................ 5 

    2.1 Keunggulan BC ........................................................................................ 5 

    2.2  Bahan Makanan Mentah ......................................................................... 6 

    2.2.1 Nata De Coco  ......................................................................................... 6 

    2.2.2 Daging Buatan  ....................................................................................... 8 

    2.3  Bahan Makanan Multifungsi .................................................................. 9 

    2.3.1 Meningkatkan Rheologi Bahan Makanan .......................................... 10 

    2.3.2 Menghasilkan Rendah Kalori Produk Bahan Makanan ................... 15 

    2.3.3. Menghasilkan Produk Rendah KolesteroL ................................... 16 

    2.4 Bahan Kemasan Makanan .................................................................... 18 

    Bab III : Penutup ............................................................................................ 21 

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22 

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    3/26

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Selulosa merupakan salah satu biopolimer utaman, dan sangat mempengaruhi ekonomi

    global. Selulosa merupakan penyusun utama katun (lebih dari 94%), serta kayu (lebih dari 50%).

    Maka itu, selulosa merupakan sumber daya untuk pembuatan kertas, tekstil, material konstruksi,

    serta turunan dari selulosa seperti cellophane, rayon, dan cellulose acetate. Selulosa dari tanaman

    tersusun atas glukosa, yang diproduksi oleh sel tanaman hidup melalui proses fotosintesis. Dalam

    lautan, selulosa lebih banyak diproduksi oleh plankton uniseluler ataupun alga menggunakan

    fiksasi karbon dioksida yang sama pada fotosintesis. Ditemukan bahwa selulosa tersebut

    merupakan sumber selulosa terbesar, dan dikenal sebagai selulosa bakteri atau bacterial cellulose

    (BC).

    Selulosa bakteri (BC) merupakan bahan material yang dianggap ramah lingkungan,

     polimer tidak bercabang dengan nanofibril, yang terdiri atas unit glukosa yang berikatan (1→4) β-

    glikosidik. Secara umum, selulosa yang dihasilkan bakteri berkualitas lebih baik apabila

    dibandingkan dengan selulosa hasil fotosintesis. Selulosa yang dihasilkan bakteri lebih murni

    (tidak mengandung baik hemiselulosa maupun lignin), lebih kuat, lebih tipis, dan lebih ringan

    dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Hal ini disebabkan adanya struktur

     jaringan 3 dimensi yang dimilikinya, yang terbentuk oleh mikrofibril. sehingga karakteristik BC

    menjadi berbeda dengan polisakarida.

    Dengan karakteristik yang sedemikian rupa, terdapat berbagai aplikasi dari BC dalam

     berbagai bidang, terkhusus dalam pembahasan ini industri pangan. Dalam industri pangan, salah

    satu aplikasi yang umumnya diketahui adalah dalam pembuatan nata de coco, serta daging buatan.

    Selain sebagai bahan dasar, BC dapat mempengaruhi karakteristik dari suatu produk makanan,

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    4/26

    4

    misalnya dari sifat reologinya, ataupun kandungan nutrisinya. Adapun BC juga dapat diaplikasikan

    dalam pengemasan makanan itu sendiri, yang tentunya masih terkait dalam industri pangan.  

    1.2  Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa hal yang dianggap

    sebagai masalah utama dalam makalah ini: 

    1.  Apa keunggulan BC dari selulosa dari tumbuhan?

    2.  Bagaimana aplikasi BC dalam industri pangan, baik sebagai bahan dasar makanan ataupun

    dalam mempengaruhi karakteristiknya?

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    5/26

    5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Keunggulan BC

    Serat makanan mempunyai berbagai keuntungan dalam kesehatan, dan dapat mengurangi

    resiko penyakit kronis seperti diabetes, obesitas, penyakit kardiovaskular, serta diverticulitis.

    elulosa bakteri (BC) merupakan suatu serat makanan, yang diklasifikasikan sebagai generally

    recognized safe (GRAS), dan diterima oleh administrasi pangan dan obat-obatan Amerika di

    1992. Ketika dibandingkan dengan serat makanan lainnya, BC mempunyai beberapa keunggulan

    seperti:

      BC dihasilkan oleh mikroorganisme, sehingga selulosa yang dihasilkan adalah

    dalam bentuk paling murni selulosa, dan tidak membutuhkan pengolahan kimiawi

    yang ekstrim untuk mengisolasi dan memurnikannya seperti pada selulosa dari

    tanaman

      BC dapat menggunakan sumber medium kultur seperti sirup buah. BC yang

    dikultur dalam medium demikian dapat bertumbuh, bereproduksi, dan bersekresi

    secara in situ rasa, serta warna dari medium.

      BC dapat menghasilkan berbagai bentuk, serta tekstur, seperti film, pulp berbagai

     bentuk, filamen, bola, partikel, dan lainnya, sehingga dapat diaplikasikan dalam

     pangan

      Serat BC dalam skala nano dengan dengan jaringan struktur 3 dimensi, yang

    memungkinkannya untuk digunakan dalam proses manufaktur makanan

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    6/26

    6

    Gambar 1 Berbagai Aplikasi BC dalam Pangan

    (Sumber: The Korean Society of Food Science and Technology and Springer Netherlands, 1993)

    2.2 Bahan Makanan Mentah

    2.2.1 Nata de Coco

     Nata, suatu gel selulosa bakteri, umumnya diterapkan pada suatu sajian penutup tradisional

    di Filipina. Pembuatan nata sendiri diawali dengan bibit nata, yang merupakan bakteri Acetobacter

     xylinum yang akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah

    diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Acetobacter xylinum dapat

    tumbuh pada pH sekitar 3,5 –  7,5, namun akan tumbuh optimal bila pada pH 4,3. Sedangkan suhu

    ideal bagi pertumbuhan bakteri tersebut adalah pada suhu 28° –  31 °C.

    Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun

    zat gula menjadi polisakarida, seperti selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa

    tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat

     berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    7/26

    7

    Gambar 2  Nata de coco yang Diproduksi Umumnya

    (Sumber:http://www.xcalate.com/pt-saa.com/media/k2/items/cache/077ab55046ce80eaf9a3ddea999597ca_XL.jpg) 

     Nata sendiri terdiri atas beberapa varians, misalnya nata de coco, yang menggunakan

    sumber medium kelapa, dan nata de pina, yang menggunakan nanas. Komponen utama dari nata

    de coco adalah selulosa, bukan dekstran, yang diasumsikan dahulunya. Dalam produksi nata de

    coco,  Acetobacter xylinum  memetabolisme glukosa dalam air kelapa yang berperan sebagai

    sumber karbon, dan mengkonversinya menjadi selulosa ekstraseluler sebagai metabolit.

     Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat, yang dikenal karena kemampuannya untuk

    mengoksidasi berberapa jenis alkohol dan gula menjadi asam asetat. Bakteri asam asetat

    merupakan gram negatif dan bersifat sangat aerob.

    Gambar 3 Siklus Krebs

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    8/26

    8

    (Sumber: http://masterman2013.pbworks.com/f/1275419773/Krebs%20Cycle%20Diagram.jpg)

     Acetobacter, dapat mengoksidasi asam asetat menjadi CO2  dan H2O melalui aktivitas

    enzim dalam siklus Krebs. Genus lain, Gluconobacter , tidak dapat mengoksidasi asam asetat

    karena tidak memiliki susunan lengkap dari enzim yang dibutuhkan.  Acetobacter , yang sekarang

    dikenal sebagai Gluconacetobacter , dapat memproduksi selulosa. Seperti yang dikatakan

    sebelumnya, selulosa yang dihasilkan memiliki sifat-sifat seperti kemurnian tinggi, kristalinitas,

    serta kekuatan yang tinggi. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau

    meningkatkan keasaman air kelapa.

    Shirai menyatakan bahwa selulosa yang dihasilkan melalui fermentasi dengan Acetobacter

    aceti terdiri atas cellulose fibrils (0,9%), bound water  (0,3%) dan  free water  (98,8%). Jaringan

    selulosa mengabsorbsi air dalam kapiler berukuran 0,5-1 mikron. Ketika diberi tekanan, gel

    melepaskan air, dan berdeformasi tanpa fraktur. Gel itu sendiri sedikit keras, namun menjadi layak

    dikonsumsi setelah melalui proses baik dengan gula alkohol maupun alginate dan CaCl2.

    Teksturnya menyerupai buah, misalnya anggur, dan moluska seperti cumi-cumi. Mekanisme yang

    terjadi adalah imobilisasi air dari selulosa bergelatin oleh bahan pembentuk gel, sehinga gel dapat

    menjadi mudah dipotong oleh gigi. Hasil tersebut menyatakan bahwa selulosa bergelatin dapat

    menjadi bahan untuk salad, makanan penutup rendah kalori, ataupun makanan yang direkayasa.

    2.2.2 Daging Buatan

    Monascus, ekstrak pigmen merah alami telah diteliti sebagai pewarna untuk BC (Jzlová,

    Martinkova & Ken,1996). Kompleks Monascus BC memiliki kestabilan yang baik dalam

    morfologi dan warna (Purwadaria, Gunawan & Gunawan, 2010; Wonganu & Kongruang, 2010).

    Rasa yang dihadirkan BC seperti daging dan merupakan pilihan yang baik untuk vegetarian dalam

    menggantikan daging dan makanan laut. Monascus-nata, memiliki sifat yang menggabungkan

     penurun kolesterol dengan keuntungan lain dari bakteri serat makanan (Ng, Sheu, Wang & Shyu,

    2004; Ng & Shyu, 2004).

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    9/26

    9

    Gambar 4 Pengaruh Treatment  pada Kompleks Monascus-nata dengan (a) Pencucian selama 60 Jam; (b) Pemanasan; (c)Pembekuan; dan (d) Larutan dengan pH Berbeda selama 48 Jam

    (Sumber: Ng, Chang-Chai 2004)

    Hal ini juga ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan oleh Chang Chai Ng, yakni

    memfermentasikan Monascus pada selulosa bakteri berbentuk nata de coco. Didapatkan kompleks

    Monascus-nata mempunyai kestabilan warna yang cukup baik, dan serat makanan yang

     berpengaruh baik dalam kesehatan. Namun, didapatkan bahwa kompleks tersebut cenderung

    kurang stabil secara termal. Maka itu, efek pernurunan kolestrol masih bergantung pada kondisi

    suhu tertentu. Secara umum, kompleks Monascus-nata mempunyai potensi untuk diaplikasi dalam

    industri pangan, baik sebagai daging buatan, dan lain sebagainya.

    2.3 Bahan Makanan Multifungsi

    Hidrokoloid diterapkan untuk berbagai makanan olahan. Aplikasi hidrokoloid pada

    makanan seperti pengental dalam sup, salad dressing, saus (Krystyjan, Sikora, Adamczyk, &

    Tomasik, 2012); gelling agent  di puding, jeli ; pengemulsi di yogurt, es krim dan mentega (Kiani,

    Mousavi,Razavi, & Morris, 2010); pengganti lemak dalam daging dan produk susu; coating agent  

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    10/26

    10

    dalam kembang gula dan gorengan; perekat di glasir roti; agen pengklarifikasi dalam bir dan

    anggur;  flocculating agent dalam anggur; encapsulating agent  di bubuk atau minyak; inhibitor

    kristalisasi dalam es krim dan gula sirup; stabilisator busa dalam bir; agen pengendap di susu

    cokelat; pati retrogradasi inhibitor di roti dan adonan; agen pengikat air dalam makanan bebas

    gluten (Ziobro, Korus, Juszczak, & Witczak, 2013); sineresis inhibitor dalam keju dan makanan

     beku; dan bioplastik untuk kemasan makanan.

    2.3.1 Meningkatkan Rheologi Bahan Makanan

    Fungsi hidrokoloid dalam industri makanan bergantung pada reologi dan sifat permukaan.

    Sifat reologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang mengakibatkan deformasi dan aliran

    material dari adanya tekanan, yang meliputi dua dasar sifat sistem pangan yaitu, perilaku aliran

    (viskositas) dan sifat mekanik padat (tekstur). Diperlukan pemahaman mengenai sifat reologi

    sehingga dapat terlihat lebih dalam struktur suatu bahan, misalnya, hubungan antara tingkat cross-

    linkage polimer dengan elastisitasnya. Kemudian, sifat reologi sering diterapkan untuk mengontrol

     bahan dasar dan mengontrol proses suatu pengolahan.

    Viskositas, sering disebut viskositas dinamis, merupakan gesekan internal cairan atau

    kecenderungan untuk menolak aliran. Pada suspensi, viskositas akan meningkat dengan penebalan

    fase cair menuju penyerapan cairan dan hasil dari penebalan koloid tersebar. Viskositas dari sistem

    hidrokoloid tergantung pada 10 faktor:

    1.  Konsentrasi,

    2.  Suhu,

    3.  Kelarutan,

    4.  Muatan listrik,

    5.  Derajat dispersi,

    6.  Perlakuan termal,

    7.  Perlakuan mekanik,

    8.  Keberadaan koloid liofilik,

    9.  Usia koloid liofilik,

    10. Elektrolit dan non-elektrolit.

    Untuk mendapatkan hasil produk, teknisi makanan biasanya menguji sifat reologi bahan

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    11/26

    11

    makanan puluhan bahkan ratusan kali. Tekstur memiliki sifat organoleptik yang menentukan

     palatability  atau kelezatan makanan. Profil tekstur makanan termasuk kekerasan, kekenyalan,

    kelengketan, keutuhan, kekuatan tarik dan fracturability atau tingkat kepatahan (Sahin & Sumnu,

    2006).

    Tekstur memiliki efek yang besar terhadap konsumen produk makanan karena banyak

    orang memperoleh kenikmatan tersendiri saat merasakan adanya perubahan tekstur pada makanan.

    Selain itu, tekstur banyak berarti untuk orang tua dan pasien dengan kesulitan pengunyahan yang

    harus makan makanan tekstur yang mudah dicerna, seperti bentuk pasta dan gel lembut, di mana

    hidrokoloid makanan digunakan sebagai bahan utama (Funami, Ishihara, Nakauma, Kohyama, &

     Nishinari, 2012).

    Setiap jenis produk makanan olahan dapat dimanipulasi untuk mengubah tekstur dengan

     penambahan hidrokoloid. Sifat permukaan yang terhubung dengan sistem koloid dalam makanan

    dapat dikategorikan menjadi empat kelompok sol, gel, emulsi, dan busa berdasarkan keadaan

     bahan dalam fase kontinyu dan dispersi (Sahin & Sumnu,2006). Modifikasi tekstur, viskositas dan

    aktivitas permukaan sistem pangan merupakan fungsi dari hidrokoloid di makanan.

    Sifat dan struktur BC sebagai bahan dalam formulasi makanan berfungsi sebagai pengaktif,

     bahkan pada konsentrasi rendah, menghindari terjadinya pencampuran rasa, meningkatkan

    stabilitas makanan dalam rentang pH, suhu dan kondisi beku-mencair yang beragam. BC

    digunakan dalam beragam hal yaitu sebagai pengental, pembentuk gel, penstabil, dan pengikat air

    (Okiyama, Motoki dan Yamanaka, 1992; Okiyama et al., 1993).

    Berikut ini adalah sifat-sifat fungsional utama hidrokoloid :

    1.  Bahan Pengental

    Aplikasi dari hidrokoloid dengan kemampuan mengentalkan bahan makanan. Sifat

     pengentalan, yaitu peningkatan viskositas adalah kunci dalam penggunaan hidrokoloid. Sebagai

     pengemulsi, penstabil, dan bodying agent  dalam makanan. Berdasarkan pengklasifikasian dansistem penomoran internasional untuk bahan aditif makanan yang diadaptasi dari Codex

     Alimentarius Commission, pengental sebagai aditif makanan dengan tujuan pelabelan, yang

    memiliki subkelas yaitu agen pengental, texturizer dan bodying agen sebagai fungsi teknologi.

    Pengentalan terjadi ketika konsentrasi di atas kritis dikenal sebagai konsentrasi tumpang tindih (C

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    12/26

    12

    *). Pada konsentrasi rendah, hidrokoloid terdispersi berperilaku sebagai cairan Newtonian tapi

    memperlihatkan perilaku non-newtonian pada konsentrasi tinggi (Phillips & Williams, 2009).

    Saus tomat, menunjukkan aliran shear-thinning  (geser-menipis) dengan kecenderungan

    untuk menghasilkan tegangan, yang merupakan salah satu jenis makanan yang paling umumdimana hidrokoloid pengental digunakan untuk mengontrol viskositas efek dari bahan pengental

    seperti karboksimetilselulosa dan pati pada kualitas saus tomat selama penyimpanan pada 30 C

    menemukan bahwa karboksimetilselulosa pada saus tomat lebih diinginkan daripada pati (Alam,

    Ahmed, Akter, Islam, & Eun, 2009). Juszczak et al. menyatakan bahwa pati yang dimodifikasi

    secara fisik, tidak menghasilkan hasil sifat reologinya yang baik, meskipun mengunakan beberapa

     jenis pati. Sementara itu, dalam kasus saus tomat dengan pati yang dimodifikasi secara kimia, baik

     jenis modifikasi pati, serta sumber pati secara signifikan mendiferensiasikannya terhadap sifat

    reologinya. Saus tomat yang dikentalkan dengan pati acetylated distarch adipate menunjukkan

    sifat reologi yang berbeda. Sampel dengan pati yang dimodifikasi secara fisik tidak berbeda begitu

     jauh secara sifat reologi, walaupu berbagai tanaman dapat menjadi sumber untuk pati

    (Juszczak,Oczadły, & Gałkowska, 2013). 

    Pati, paling umum digunakan sebagai pengental hidrokoloid, karena jumlahnya yang

     berlimpah, relatif murah dan tidak merubah rasa pada konsentrasi rendah dari 25% (Saha &

    Bhattacharya, 2010). Secara umum, pati memiliki keterbatasan dalam hal kelarutan dalam air

    dalam aplikasi industri. Karena hubungan antara struktur dan fungsi, pati hasil modifikasi telah

    dipelajari lebih lanjut untuk mendapatkan struktur dengan fungsi khusus yang diinginkin (Singh,

    Kaur, & McCarthy, 2007).

    Dengan adanya kelompok karboksil dan karbonil dapat menurunkan kadar amilosa dan

    kekuatan untuk mengembang pada pati teroksidasi, dan pati teroksidasi menunjukkan peningkatan

    kelarutan dan suhu dibanding pati murni (Sandhu, Kaur, Singh, & Lim, 2008). Sebaliknya,

    acetylating  akan menurunkan kekuatan ikatan dan meningkatkan kekuatan untuk mengembang

    dan kelarutan butiran pati, meningkatkan stabilitas, sehingga pati yang terasetilasi dapat digunakan

    untuk mencegah retrogradasi selama penyimpanan produk.

    2.  Bahan Penstabil dan Pengemulsi

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    13/26

    13

    Kombinasi komponen makanan diatur dalam kompleks internal struktur mikro yang

    dengan beragam jenis seperti dispersi, gel, emulsi dan sebagainya (Garti, 1999). Dalam perumusan

    sistem emulsi, dibedakan antara pengemulsi dan penstabil. Emulsifier  adalah spesies kimia tunggal

    (atau campuran spesies) yang mendorong pembentukan emulsi dan mempertahankan campuran

    dengan mengurangi tegangan permukaan antara dua fase. Stabilizer  adalah suatu komponen bahan

    kimia, atau campuran dari komponen, yang dapat memberi stabilitas jangka panjang dalam suatu

    emulsi (Dickinson, 2003). Hidrokoloid kaku tidak dianggap sebagai pengemulsi klasik namun

    masuk ke dalam stabilisator karena hidrofilisitas, yaitu berat molekul tinggi dan gelasi. Contoh

     pengemulsi hidrokolid diantaranya :

      Gum Arabic, yang secara luas diterapkan dalam minuman ringan untuk pengemulsi

    rasa pada pH rendah dan kekuatan ion tinggi serta sebagai pewarna minuman

    (Nakauma et al., 2008). Gum arabic (Akasia gusi) dikategorikan ke dalam protein

    arabinogalaktan yang merupakan protein rantai melalui hidroksiprolin dan serin

    (Islam, Phillips, Sljivo, Snowden, & Williams, 1997).

     

    Gum Ghatti, juga dikenal sebagai gum India, mempunyai kemampuan emulsifikasi

    karena memiliki kemampuan mengikat minyak besar, tahan asam dan garam.

    Komponen karet yang teradsorbsi ke tetesan minyak dalam emulsi dari Ghatti karet

    (30%, w / w) dibandingkan gum arabic (7-10%). Komponen terserap dari gum

    Ghatti dalam emulsi didistribusikan di kisaran berat molekul utuh dan sebaliknya

    hanya molekul tinggi fraksi berat gum arabic teradsorpsi pada minyak permukaan.

    Kandungan protein (4,16%) dari gum Ghatti lebih tinggi dari gum arabic

      Pektin dan galaktomannan, pati yang dimodifikasi dan beberapa turunan selulosa.

    Pektin biasanya diambil dari kulit jeruk tidak bekerja sebagai pengemulsi terlepas

    dari derajat esterifikasi. Pektin asetat dari gula bit menunjukkan aktivitas

     permukaan yang baik sementara pektin dari jeruk buah-buahan dan apel dengan

    kandungan rendah asetil (

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    14/26

    14

    dikeluarkan dari pendingin. Sedangkan, es krim standar akan meleleh pada waktu yang sama.

    3.  Bahan Pembuat Gel

    Sebuah gel, keadaan antara solid dan sol, memiliki jaringan tiga dimensi dimana matriks

     padat disertai fasa cair halus dipisahkan cairan di dalamnya dan membentuk struktur kaku yangtahan aliran. Dengan kata lain, gel adalah dispersi koloid di mana matriks padat adalah fase

    kontinyu sementara cairan adalah fase terputus-putus (Saha & Bhattacharya, 2010). Berdasarkan

    aspek reologi, gel adalah sistem viskoelastik dengan 'storage modulus '(G0) lebih besar dari'

    modulus kehilangan '(G00). Jenis pembentuk gel hidrokoloid termasuk agar, alginat, karagenan,

     pektin, gelatin, gellan, furcellaran, pati diubah, metil selulosa, dan lainnya. Produsen makanan

    yang membuat penggunaan BC dalam produk seperti selai, jeli, puding serta makanan

    direstrukturisasi (Saha & Bhattacharya, 2010; Soultani, Evageliou, Koutelidakis, Kapsokefalou,

    & Komaitis, 2014).

    Tekstur gel terkait erat dengan jumlah molekul yang membentuk zona persimpangan

    ( Junction Zone) (Stewart, Gray, Vasiljevic, & Orbell 2014; Ventura, Jammal, & Bianco-Peled,

    2013). Molekul yang lebih dalam pada junction zone, lebih kaku dan akan menjadi gel. Junction

     zone juga mempengaruhi perilaku termal gel. Gelatin meleleh pada suhu jauh lebih rendah karena

     junction zone  hanya terikat oleh ikatan hidrogen yang lemah. Sedangkan, untuk membuat gel

    alginat agar yang tidak mencair pada saat dipanaskan, dibutuhkan kekuatan jembatan kalsium

    dalam junction zone. Persimpangan atau junction yang paling terkenal adalah 'egg-box junction' di

    alginat dan yang lain seperti triple helix pada gelatin dan double helix  pada permen karet welan

    (Saha & Bhattacharya, 2010).

    Beberapa hidrokoloid secara reversibel mengubah sol ke gel dengan menaikkan atau

    Gambar 5  Junction zone pada Formasi Gel

    (Sumber : http://www.nutravit-technology.com/gel-formation/) 

    http://www.nutravit-technology.com/gel-formation/http://www.nutravit-technology.com/gel-formation/http://www.nutravit-technology.com/gel-formation/

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    15/26

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    16/26

    16

    Saat ini kebutuhan manusia akan penemuan produk makanan baru lebih mengutamakan

    makanan dengan kadar lemak rendah bahkan bebas lemak. Pada awal tahun 1960-an penemuan

    didiasari dengan memanfaatkan selulosa tanaman sebagai texturizer, bulking agent   dan bahan

    alami rendah lemak. Saat ini, pemilihan polisakarida didasarkan pada kemurnian dan lebar

    seratnya. Penambahan 10% BC pada bakso menurunkan kadar lemak pada bakso namun tetap

    memberikan hasil rasa yang sama dengan bakso pada umumnya. Hasilnya bakso kenyal, sehingga

     berpontesial untuk menggantikan lemak dalam produk daging beremulsi (Lin & Lin, 2004).

    Di Cina makanan khas tradisional surimi yaitu  produk olahan, hasil perikanan setengah

     jadi berupa hancuran daging ikan yang telah mengalami proses, pelumeran (leaching),

     pengepresan, penambahan bahan tambahan, pengepakan, pembekuan, dan penyimpanan biasanya

    ditambahkan sejumlah lemak babi untuk memberikan produk surimi yang lebih lembut di mulut.

    Gum tanaman dan gel selulosa sekarang sering digunakan sebagai pengganti lemak babi dalam

     produk surimi. Dalam penelitian ini, selulosa bakteri, yang memiliki kemampuan air-daya serap

    yang tinggi, telah ditambahkan ke surimi untuk menilai karakteristik komposit gel. Surimi dengan

    alkali-treatment menunjukkan karakteristik jaringan fase gel campuran. Penambahan nata sebagai

     pengganti lemak dan tambahan sumber serat makanan yang tepat (5% atau kurang) dari tidak

    mengurangi sifat kekenyalan surimi. Hasil ini membuat nata sebuah "lemak tinggi serat rendah"

    emulsifier produk surimi sehat berpotensi kompetitif.

    Surimi dengan penambahan BC memiliki kapasitas menyimpan air yang lebih baik karena

    yang dihasilkan BC yang dapat menyempurnakan struktur jaringan sari surimi. Surimi dengan BC

    dapat mempertahankan struktur setelah penyimpanan yang lama., BC sudah banyak digunakan

    sebagai lemak pengganti dalam kategori ini makanan (Lin, Chen & Chen, 2011).

    Guar gum  merupakan hidrokoloid yang digunakan sebagai tambahan dalam makanan

    rendah kalori. Guar gum digunakan sebagai pengental dan menstabilkan agen dalam berbagai

    makanan. Diet dengan guar gum secara peridik dapat memperlama proses pemecahan makanan,

    yang akan menunda pengosongan lambung scra cepat, memperlambat peningkatan glikemia

     postprandial dan memberikan manfaat untuk fungsi usus.

    2.3.3. Menghasilkan Produk Rendah Kolesterol

    Es krim, salad dressing, puding, saus dan produk makanan berbasis emulsi lainnya

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    17/26

    17

    memiliki kandungan lemak dan kalori yang relatif tinggi. Maka itu, masalah yang sedang ditelusuri

    adalah bagaimana merancang strategi yang efektif untuk mengurangi lemak produk. Pengurangan

    kandungan lemak biasanya menurun kualitas yang diinginkan karena lemak berperan penting

    dalam menentukan penampilan, tekstur dan rasa (Chung, Olson, Degner, & McClements, 2013).

    Metode yang efektif adalah dengan memanfaatkan penggantian lemak.

    Miraglio (1995) menyatakan sebuah pengganti lemak menunjukkan bahan yang

    menggantikan beberapa atau semua fungsi lemak dan mungkin tidak memberikan nilai gizi.

    Sebaliknya, lemak pengganti menggantikan semua fungsi dari lemak dan tidak meunjukkan akan

    menghasilkan energi. Pengganti lemak berbasis hidrokoloid melibatkan Bacterial Cellulose (BC),

    inulin, pektin, barley beta glukan, guar gum, permen okra, karet tragakan, gum xanthan,

    kappacarrageenan, natrium alginat, curdlan, permen kacang locust.

      Bacterial Cellulose (BC)

    BC yang telah dimurnikan terbukti dapat mengurangi jumlah kolesterol (Stephens, Westland &

     Neogi, 1990). Dalam percobaan vivo untuk menguji kemampuan penurun kolesterol,

    menunjukkan bahwa penurunan yang signifikan dari serum trigliserida, serum kolesterol total, dan

    kolesterol hati, bila dibandingkan dengan kelompok  fiber- free  atau bebas serat. Kelompok BC

     juga memiliki kemampuan yang baik dalam menyimpan air dan cation-exchange dibandingkan

    dengan selulosa dari tanaman. Sehingga, BC menjadi bahan yang sangat berguna untuk industri

    makanan untuk saat ini.

      Inulin

    Inulin adalah fruktan linear yang terdiri fruktosa dihubungkan oleh β  (2-1) ikatan glikosidik

    dengan terminal unit glukosa. Selain menguntungkan pada kesehatan, serta sebagai bahan

     prebiotik, inulin berfungsi sebagai rendah kalori pemanis, pengganti lemak atau tekstur pengubah

    (Bayarri, Chuli A, & Costell, 2010). Sebagai lemak pengganti, inulin secara luas digunakan dalam

    susu dan produk daging. Penambahan rantai panjang inulin pada konsentrasi di atas 8%, susu

    rendah lemak minuman bisa menunjukkan kekentalan yang sama, dengan yang dirasakan dalam

    minuman susu utuh (Villegas, Carbonell, & Costell, 2007).

      Locust Bean Gum

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    18/26

    18

     Locust bean gum dan konjac juga telah diteliti pada makanan rendah lemak. Seperti kita ketahui,

    lemak sangat penting untuk palatabilitas produk seperti sosis.  Locust bean gum menyajikan

    sebagai fase terputus emulsi sosis dan mempengaruhi kelembutan dan juiciness di sosis. Jika agen

     pembentuk gel ditambahkan ke sosis, selain meningkatkan kemampuan mengikat air tetapi

    stabilitas panas. Digunakan tepung kentang, kacang locust karet serta kappacarrageenan dalam

    kombinasi untuk meningkatkan retensi kelembaban, dari hasil uji tiga hidrokoloid, dibuat

     perbandingan efeknya pada tekstur sosis rendah lemak, dan menemukan bahwa kappa-karagenan 

    dengan locust bean gum dapat meningkatkan tekstur dan retensi air, selama kappa-karagenan dan

    locust bean gum ditambahkan dalam proporsi yang sama, terendah pengujian pati dapat digunakan

    sebagai extender dalam saus daging rendah lemak (García-García & Totosaus, 2008).

    2.4 Bahan Kemasan Makanan

    Kemasan makanan umumnya dipakai untuk meningkatkan daya simpan atau keamanan

     produk. agen antimikroba, oksigen dan etilena. Penghilang kelembaban dan penghilang noda

    semua digunakan dalam sistem kemasan untuk makanan. Bahan kemasan harus kuat dan

    mempertahankan sifat penghambatan kontaminasi dari luar. Esterifikasi membran berhasil

    menunjukkan sifat menghambat yang lebih baik terhadap uap dan gas, dari membran BC asli.

    Sementara,  polylactic acid   (PLA) yang merupakan poliester termoplastik memiliki sifat

     biodegradable dan terbarukan tidak cocok untuk beberapa aplikasi tertentu. Dengan

    menggabungkan PLA dengan selulosa bakteri, sifat komposit mengalami peningkatan untuk

    kemasan makanan, karena sifat mekanik masih tetap dipertahankan transparansi dan

     biokompatibilitasnya.

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    19/26

    19

    Hidrokoloid bioplastik adalah hidrofilik, kemasan berdasarkan bahan-bahan ini memiliki

     penghalang uap air rendah, yang menyebabkan stabilitas pengawetan terbatas dan sifat mekanik

    yang rendah (sensitif terhadap kadar air) (Kristo, Biliaderis, & Zampraka, 2007). Namun dalam

     bentuk gel, dapat menghambat kehilangan air selama penyimpanan jangka pendek dengen

    menggunakan film hidrogel berbahan dasar karboksimetilselulosa (CMC) dan polivinilpirolidon

    (PVP).

    CMC dan PVP sebagai film hidrogel bersifat transparan, fleksibel dan memiliki sifat

    mekanik serta biodegradasi yang baik. Selain itu, lebih menguntungkan sebagai bahan kemasan

    makanan, terutama untuk buah-buahan segar dan sayuran. Hidrogel film dapat menyerap

    Gambar 6  Mikoorganisme yang Diisi dengan Material Polimer

    Sumber: Metabolix website (www.metabolix.com).

    Gambar 7  Conventional Moulded Cellulose Cup Holder(L) vs Cellulopack Cup Holder (R)

    (Sumber: http://www.cellulopack.com/en/fabrication/)

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    20/26

    20

    kelembaban dan menjaga lingkungan tetap kering, sehingga mencegah makanan dari pembusukan

    cepat, dan juga mempertahankan difusi oksigen. Selain itu, karena ada hubungan terbalik antara

    uap air dan permeabilitas oksigen dalam beberapa kasus, film tersebut bisa digunakan untuk

    melindungi terhadap oksidasi lipid.

    Agen antimikroba ditambahkan ke dalam kemasan makanan untuk membuat sebuah sistem

    kemasan aktif yang akan mempertahankan aktivitas mereka selama penyimpanan makanan (JIPA,

    Stoica-Guzun & Stroescu, 2012). Jenis agen mikroba diantaranya :

       Nisin untuk mengontrol  Listeria monocytogenes  dan jumlah bakteri aerobik pada

     permukaan sosis. Nisin yang mengandung film BC efektif dalam mengendalikan  L.

    monocytogenes  dan mengurangi jumlah bakteri aerobik pada permukaan. bakteri film

    selulosa menawarkan metode yang menjanjikan untuk meningkatkan keamanan dan

    memperpanjang umur simpan daging olahan.

      ε-Poly-L-lysine (Ε-PL) juga merupakan bahan antibakteri yang dapat dimasukkan ke

    dalam membran BC untuk bertindak sebagai bahan kemasan sosis. Produk ini dapat

    diproduksi dengan merendam BC dalam bentuk tubular menjadi larutan yang mengandung

    ε-PL. Selain itu, permeabilitas oksigen dari komposit ini lebih rendah dari bahan kemasan

    umum dan kekuatan tarik hanya sedikit lebih rendah dari SM dan tetap cukup baik untuk

    kemasan bahan (Zhu et al., 2010).

     

    Asam sorbat (Sorbat Acid ) sebagai bahan kemasan makanan dengan kemampuan untuk

    melepaskan agen antimikroba secara terkontrol.

       Nanopartikel logam seperti tembaga, emas, perak dan ZnO juga agen antimikroba yang

     baik. Dari jumlah tersebut nanopartikel berbasis perak lebih kuat menahan aktivitas

    antimikroba terhadap banyak bakteri yang berbeda, jamur, dan virus dengan toksisitas yang

    relatif rendah untuk manusia yang memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi terhadap

    model mikroba seperti  Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis 

    (Maneerung, Tokura & Rujiravanit, 2008; Sureshkumar, Siswanto & Lee, 2010).

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    21/26

    21

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Pembahasan diatas merupakan keunggulan serta aplikasi selulosa bakteri dalam industri

     pangan, baik itu sebagai bahan dasar makanan, mempengaruhi produk makanan yang ingin

    dihasilkan, maupun pengemasannya. Sebagai bahan dasar makanan, selulosa bakteri digunakan

    untuk menghasilkan produk makanan seperti nata de coco, serta daging buatan yang masih dalam

    tahap pengembangan. Dalam pembuatan nata de coco, selulosa dihasilkan dari bakteri Acetobacter

     xylinum  yang dikultur dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen.

    Pembuatan daging buatan merupakan kelanjutan dari nata de coco, dimana pada nata de coco

    difermentasikan Monascus.

    Selain menjadi bahan dasar, selulosa bakteri (BC) dapat digunakan untuk mempengaruhi

    karakterisitik suatu produk makanan. Sifat karakterisitik yang dibahas dalam kesempatan ini

    adalah rheologi, tingkat kolestrol, serta kalori. Sifat rheologi mencakup struktur suatu bahan,

    misalnya, hubungan antara tingkat cross-linkage  polimer dengan elastisitasnya. Kemudian, sifat

    reologi sering diterapkan untuk mengontrol bahan dasar dan mengontrol proses suatu pengolahan.

    Adapula penambahan nata sebagai salah satu BC adalah untuk menggantikan lemak pada produkseperti salad dressing untu menurunkan kadar kolestrolnya. Tak hanya itu, BC dapat ditambahkn

    dalam bakso ataupun surimi misalnya sebagai emulsifier untuk mengurangi kadar kalorinya tanpa

    merubah rasa. Nisin yang mengandung BC dapat digunakan pula sebagai kemasan sosis untuk

    mengendalikan Listeria monocytogenes, serta mengurangi bakteri aerobic di permukaan

    3.2 Saran

    Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan kajian literatur lebih

    dalam lagi sehingga dapat mengetahui perkembangan topik lebih baik lagi. Misalnya, untuk

    mengetahui pemanfaatan BC secara detail dalam pembuatan daging buatan. Selain itu, perlu

    ditelusuri lebih lanjut mengenai aplikasi selulosa bakteri lainnya dalam industri makanan, maupun

    industri lainnya.

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    22/26

    22

    DAFTAR PUSTAKA

    Alam, M. K., Ahmed, M., Akter, M. S., Islam, N., & Eun, J. B. 2009. Effect of

    Carboxymethylcellulose and Starch as Thickening Agents on the Quality of Tomato

    Ketchup. Pakistan Journal of Nutrition, 8 (8), 1144-1149.

    Bayarri, S., Carbonell, I., Barrios, E. X., & Costell, E. 2010. Acceptability of Yogurt and Yogurt‐

    Like Products: Influence of Product Information and Consumer Characteristics and

    Preferences. Journal of Sensory Studies, 25(s1), 171-189.

    Chung, C., Olson, K., Degner, B., & McClements, D. J. 2013. Textural Properties of Model Food

    Sauces: Correlation Between Simulated Mastication and Sensory Evaluation Methods.

    Food research international, 51(1), 310-320.

    Dickinson, E. 2003. Hydrocolloids at Interfaces and The Influence On the Properties of

    Dispersed Systems. Food hydrocolloids, 17 (1), 25-39.

    Emmanuel O, Olorunsola, Musiliu O. Adedokun, 2014. Surface Activity as Basis for

    Pharmaceutical Applications of Hydrocolloids. Journal of Applied Pharmaceutical

    Science, 4 (10), 110-116.

    Funami, T., Ishihara, S., Nakauma, M., Kohyama, K., & Nishinari, K. 2012. Texture design for

     products using food hydrocolloids. Food Hydrocolloids, 26 (2), 412-420.

    García-García, E., & Totosaus, A. 2008. Low-Fat Sodium-Reduced Sausages: Effect of The

    Interaction Between Locust Bean Gum, Potato Starch and Κ -Carrageenan by A Mixture

    Design Approach. Meat science, 78 (4), 406-413.

    Garti, N. 1999. What Can Nature Offer from an Emulsifier Point Of View: Trends And

    Progress? . Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 152(1),

    125-146.

    Islam, A. M., Phillips, G. O., Sljivo, A., Snowden, M. J., & Williams, P. A. 1997. A Review of

    Recent Developments On the Regulatory, Structural and Functional Aspects of Gum

    Arabic. Food Hydrocolloids, 11(4), 493-505.

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    23/26

    23

    Jipa, I. M., Stoica-Guzun, A., & Stroescu, M. 2012. Controlled Release of Sorbic Acid from

    Bacterial Cellulose Based Mono and Multilayer Antimicrobial Films. LWT Food Science

    and Technology, 47(2), 400-406.

    Jonas, R., & Farah, L. F. 1998. Production and Application of Microbial Cellulose. Polymer Degradation and Stability, 59(1), 101-106.

    Juan, Shao, Juan-Mei Li, Shao-Ping Nie*, 2015. The functional and nutritional aspects of

    hydrocolloids in foods. Food Hydrocolloids, 53, 46-61.

    Juszczak, L., Oczadły, Z., & Gałkowska, D. 2013. Effect of Modified Starches On Rheological

    Properties of Ketchup. Food and Bioprocess Technology, 6 (5), 1251-1260.

    Jzlová, P., Martinkova, L., & Ken, V. 1996. Secondary Metabolites of the Fungus Monascus:  A

    Review.  Journal of Industrial Microbiology & Biotechnology, 16(3), 163-170.

    Kiani, H., Mousavi, M. E., Razavi, H., & Morris, E. R. 2010. Effect of Gellan, Alone and in

    Combination with High-Methoxy Pectin, On The Structure and Stability of Doogh, A

    Yogurt-Based Iranian Drink. Food Hydrocolloids, 24(8), 744-754.

    Kristo, E., Biliaderis, C. G., & Zampraka, A. 2007. Water Vapour Barrier and Tensile Properties

    of Composite Caseinate-Pullulan Films: Biopolymer Composition Effects and Impact of

    Beeswax Lamination. Food chemistry, 101(2), 753-764.

    Krystyjan, M., Sikora, M., Adamczyk, G., & Tomasik, P. 2012. Caramel Sauces Thickened with

    Combinations of Potato Starch and Xanthan Gum. Journal of Food Engineering, 112(1),

    22-28.

    Lin, K. W., & Lin, H. Y. 2004. Quality characteristics of Chinese-style Meatball Containing

    Bacterial Cellulose (Nata). Journal of Food Science, 69(3), Q107-Q111.

    Lin, S. B., Chen, L. C., & Chen, H. H. 2011. Physical Characteristics of Surimi and Bacterial

    Cellulose Composite Gel. Journal of Food Process Engineering, 34(4),1363-1379.

    Maneerung, T., Tokura, S., & Rujiravanit, R. 2008. Impregnation of Silver Nanoparticles Into

    Bacterial Cellulose for Antimicrobial Wound Dressing. Carbohydrate Polymers. 72(1), 43-

    51.

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    24/26

    24

    Miraglio, A. M. 1995. Nutrient substitutes and their energy values in fat substitutes and

    replacers. The American journal of clinical nutrition, 62(5), 1175S-1179S.

     Nakauma, M., Funami, T., Noda, S., Ishihara, S., Al-Assaf, S., Nishinari, K., & Phillips, G. O.

    2008. Comparison of Sugar Beet Pectin, Soybean Soluble Polysaccharide, And GumArabic as Food Emulsifiers. 1. Effect of Concentration, pH, And Salts On the

    Emulsifying Properties. Food Hydrocolloids, 22(7), 1254-1267.

     Ng, C., Sheu, F., Wang, C., & Shyu, Y. 2004. Fermentation of Monascus Purpureus On Agri-By-

    Products to Make Colorful and Functional Bacterial Cellulose (NATA). Food and

    Fertilizer Technology Center.

     Ng, Chang-Chai, dan Yuan-Tay Shyu. 2004. Development and Production of Cholesterol-

    lowering Monascus-nata Complex. World Journal of Microbiology & Biotechnology, 20:

    875-879.

    Okiyama, A., Motoki, M., & Yamanaka, S. 1992. Bacterial Cellulose II: Processing of The

    Gelatinous Cellulose for Food Materials. Food Hydrocolloids, 6(5), 479-487.

    Okiyama, A., Motoki, M., & Yamanaka, S. 1993. Bacterial cellulose IV: Application to

    Processed Foods. Food Hydrocolloids, 6(6), 503-511.

    Phillips, G. O., & Williams, P. A. (Eds.). 2009. Handbook of Hydrocolloids. Elsevier.

    Phisalaphong, M., & Chiaoprakobkij, N. 2012. Applications and Products-Nata de coco. Bacterial

    Cellulose: A Sophisticated Multifunctional Material, 9, 143.

    Purwadaria, T., Gunawan, L., & Gunawan, A. W. 2010. The Production of Nata-colored by

    Monascus purpureus J1 Pigments as Functional Food. Microbiology Indonesia, 4(1), 2.

    Saha, D., & Bhattacharya, S. 2010. Hydrocolloids as thickening and gelling agents in food: a

    critical review. Journal of food science and technology, 47 (6), 587-597.

    Sahin, S., & Sumnu, S. G. 2006. Physical Properties of Foods. Springer Science & Business

    Media.

    Sandhu, K. S., Kaur, M., Singh, N., & Lim, S. T. 2008. A Comparison of Native and Oxidized

     Normal and Waxy Corn Starches: Physicochemical, Thermal, Morphological and Pasting

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    25/26

    25

    Properties. LWT-Food Science and Technology, 41(6), 1000-1010.

    Shi, Zhijun, Yue Zhang, Glyn O. Phillips, dan Guang Yang. 2014. Utilization of Bacterial

    Cellulose in Food. Food Hydrocolloids: 35, 539-545.

    Singh, J., Kaur, L., & McCarthy, O. J. 2007. Factors Influencing the Physico-Chemical,

    Morphological, Thermal and Rheological Properties of Some Chemically Modified

    Starches for Food Applications — A Review. Food hydrocolloids, 21(1), 1-22.

    Soultani, G., Evageliou, V., Koutelidakis, A. E., Kapsokefalou, M., & Komaitis, M. 2014. The

    Effect of Pectin and Other Constituents On the Antioxidant Activity of Tea. Food

     Hydrocolloids, 35, 727-732.

    Stewart, M. B., Gray, S. R., Vasiljevic, T., & Orbell, J. D. 2014. Exploring The Molecular Basis

    for The Metal-Mediated Assembly of Alginate Gels. Carbohydrate polymers, 102, 246-

    253.

    Sureshkumar, M., Siswanto, D. Y., & Lee, C. 2010. Magnetic Antimicrobial Nanocomposite

    Based On Bacterial Cellulose and Silver Nanoparticles. Journal of Materials Chemistry,

    20(33), 6948-6955.

    Ventura, I., Jammal, J., & Bianco-Peled, H. 2013. Insights into The Nanostructure of Low-

    Methoxyl Pectin – Calcium Gels. Carbohydrate polymers, 97 (2), 650-658.

    Villegas, B., Carbonell, I., & Costell, E. 2007. Inulin Milk Beverages: Sensory Differences in

    Thickness and Creaminess Using R ‐Index Analysis of the Ranking Data. Journal of

    sensory studies, 22(4), 377-393.

    W. Yang a, E. Fortunati a, F. Dominici a, G. Giovanale b, A. Mazzaglia b, G.M. Balestra b, J.M.

    Kenny a, D. Puglia, 2016. Macromolecular Nanotechnology Synergic effect of cellulose

    and lignin nanostructures in PLA based systems for food antibacterial

     packaging. European Polymer Journal, 79, 1-12.

    Zhu, H., Jia, S., Yang, H., Tang, W., Jia, Y., & Tan, Z. 2010. Characterization of Bacteriostatic

    Sausage Casing: A Composite of Bacterial Cellulose Embedded With 3-Polylysine. Food

    Science and Biotechnology, 19(6), 1479-1484.

    Ziobro, R., Witczak, T., Juszczak, L., & Korus, J. 2013. Supplementation of Gluten-Free Bread

  • 8/15/2019 Tugas Akhir Biomolekuler - 18 - Aplikasi Selulosa Bakteri Dalam Industri Pangan

    26/26

    26

    with Non-Gluten Proteins. Effect On Dough Rheological Properties and Bread

    Characteristic. Food Hydrocolloids, 32(2), 213-220.