TUGAS
description
Transcript of TUGAS
UNIVERSITAS INDONESIA
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PATOFISIOLOGI
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI
Tugas ini diajukan untuk Mata Kuliah Pengkajian KMB Lanjut
Oleh:
SAHRUDI
1506707650
PASCA SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
1. Resiko Aspirasi berhubungan dengan hilang/tidak ada kemampuan menelan,
Penurunan kesadaran. Beberapa tanda dan gejala yang dapat dilihat berupa :
a) Tingkat kesadaran menurun
b) Adanya reflex batuk dan muntah
c) Penurunan Refleks gag
d) Disfagia
e) Peningkatan residu lambung
f) Penurunan kemampuan batuk
Mekanisme :
Diperkirakan terjadi masalah pada nervus kranial IX (Glossopharyngeal),
dihubungkan dengan keadaan fungsi menelan, refleks gag, mengalami
gangguan. Masalah pada nervus X (Vagus), hal ini terkait dengan fungsi
menelan, pencernaan dan NK XII (Hypoglosus), yang terkait dengan
fungsi pergerakan lidah untuk menelan.
Disfagia merupakan kondisi kesulitan menelan, merasakan makanan
dalam esophagus disebabkan adanya kerusakan pada syaraf kranial ke IX
dan X. akibat suatu kondisi masalah neurologis sebagai contoh pada
pasien stroke, maka sel neuron akan mengalami nekrosis sehingga
mengalami gangguan fungsi salah satunya disfagia. Jika kerusakan di otak
akibat edema otak, maka disfagia bersifat reversible, sedangkan jika
penyebabnya lesi di daerah batang otak, maka disfagia biasanya terjadi
permanen. Beberapa mekanisme disfagia akibat kerusakan syaraf kranial
terdiri dari beberapa prosess menelan. Pada fase oral akan terjadi
gangguan koordinasi bibir, lidah, kelemahan pada pangkal lidah, disertai
penurunan kesadaran. Jika terjadi gangguan pada fase faringeal maka
terjadi disfungsi palatum mole dan faring superior, kelemahan muskulus
kontriktor dan kelemahan relaksasi muskulus krikofaring. Pada fase
esophagus gangguan berupa kelainan dinding esophagus, dan kelemahan
peristaltic esophagus.
Kondisi pasien dengan bedrest total disertai penurunan kesadaran akan
cenderung immobilisasi sehingga gerak peristaltik di saluran cerna
menurun, hal ini menyebabkan peningkatan retensi isi lambung dan
meningkatkan refluks esophagus yang meningkatkan risiko aspirasi.
Kehilangan kemampuan batuk yang disebabkan penurunan tonus otot dan
kesadaran menurun. Normalnya seorang manusia dewasa memproduksi
mukus dan cairan sekret di saluran nafas 20-30ml/hari (Chung, 2003), dan
sekret yang diproduksi ini dapat dibersihkan dari saluran nafas melalui
mekanisme batuk.
2. Gangguan pemenuhan Nutrisi b/d kesadaran menurun, hilang fungsi menelan.
Signs and symptom :
a. Penurunan kesadaran
b. Disfagia
c. Demam (pada kondisi infeksi dan atau trauma)
d. Kehilangan berat badan
e. Inadekuat intake per oral
f. Tonus otot di area wajah menurun
Mekanisme :
Terdapat kerusakan pada beberapa nervus kranial yaitu NK V
(Trigeminus) dalam fungsi sensasi di langit-langit, sensasi pada lidah, gigi,
dagu, gerakan mengunyah, menggigit, dan gerakan rahang ke lateral, NK
VII (Facial) terkait fungsi pergerakan otot wajah dan reseptor indera
pengecap (2/3 anterior lidah). Kerusakan pada area ini juga akan
mempengaruhi penurunan tonus otot di wajah sehingga pergerakan otot
wajah juga akan menurun. Selain itu, NK IX (Glossopharyngeal) yang
berfungsi untuk gerakan menelan yang terganggu, reseptor indera
pengecap (1/3 posterior lidah).
NK X (Vagus) yaitu terganggunya fungsi menelan, gerakan palatum,
fungsi pencernaan, sense of taste pada tenggorok. Serta yang terkait NK
XII (Hypoglosus), yang terkait dengan fungsi pergerakan lidah untuk
menelan.
Adanya kerusakan pada beberapa area nervus syaraf kranial di otak
mengakibatkan asupan nutrisi per oral menurun.
Kondisi infeksi atau inflamasi pada trauma dapat menimbulkan keadaan
hipertermi dan hal ini memicu hipermetabolisme, dimana metabolisme sel
banyak menggunakan cadangan energi (lemak dan protein) penurunan
berat badan.
3. Risiko atau penurunan volume cairan
Signs and symptom :
a. Demam (infeksi dan atau trauma)
b. Disfagia
c. Inadekuat intake cairan per oral
d. Diaphoresis
e. Hiperventilasi (pola nafas yang cepat, teratur, dalam)
Mekanisme :
Kerusakan pada beberapa Nervus Kranial di otak yaitu NK IX
(Glossopharyngeal), yang terkait dengan fungsi menelan
NK X (Vagus), yang terkait dengan fungsi menelan, pencernaan,
sense of taste. NK XII (Hypoglosus), yang terkait dengan fungsi
pergerakan lidah untuk menelan. Kerusakan pada beberapa nervus ini
berdampak pada penurunan intak cairan per oral sehingga kebutuhan
cairan tidak terpenuhi secara adekuat.
Kondisi infeksi atau inflamasi pada trauma dapat menimbulkan
keadaan hipertermi dan menyebabkan terjadinya hipermetabolisme
dan menghasilkan panas → diaphoresis (mekanisme untuk
mengeluarkan panas dari dalam tubuh).
Gangguan pusat pengatur suhu. Adanya pyrogen seperti infeksi atau
mediator inflamasi merangsang keluarnya monosit, makropag atau sel
endothelial yang akan melepaskan pyrogen cytokines-IL –1, TNF, IL-
6 dan IFN. Komponen tersebut merangsang hipotalamus anterior yang
akan mengakibatkan peningkatan termoregulator dari set point. Gejala
yang ditimbulkan berupa produksi panas atau mempertahankan panas
yang menyebabkan demam.
Gangguan pusat rangsang haus di hipotalamus.
Gangguan pusat pernafasan di medulla oblongata.
4. Risiko trauma b/d kesadaran menurun, Immobilisasi, aktifitas kejang
Signs and symptom :
penurunan kesadaran
Kelemahan otot
gangguan keseimbangan
keterbatasan kognitif
penurunan persepsi sensori; penglihatan
Mekanisme :
Sistem keseimbangan dalam otak bekerjasama dengan sistem visual,
vestibular dan skeletal untuk menjaga keseimbangan tubuh. Pada kondisi
kelemahan otot dan penurunan kesadaran kemampuan ini menurun dan
berisiko untuk terjadinya trauma/jatuh.
Kelemahan otot sering disertai dengan manifestasi lain dan menyebabkan
disabiliti. Kelemahan bisa terjadi tiba-tiba dan permanen misalnya pada
stroke, atau progresif seperti pada penyakit neuromuskular amitropik
lateral sklerosis. Pasien juga dapat mengalami gangguan sensasi seperti
baal atau sensasi abnormal atau kehilangan sensasi baik sebagai
manifestasi sistem saraf pusat maupun perifer. Gangguan sensasi dapat
mempengaruhi sebagian area atau mencakup pula area yang lebih luas.
Sering terjadi pula gangguan sensasi nyeri (hiperestesia). Baik kelemahan
maupun baal, dapat mengganggu koordinasi dan keseimbangan sehingga
meningkatkan jatuh pada pasien dan berisiko menimbulkan injury.
Terjadi gangguan syaraf kranial nervus VIII (Vestibulocochlear), untuk
fungsi keseimbangan
Aktifitas kejang (seizure) terjadi karena perubahan abnormal di korteks
serebri yang kemudian bermanifestasi pada gangguan sensasi, perilaku,
pergerakan, persepsi, dan kesadaran (Hickey, 2003). Tipe aktivitas kejang
dipengaruhi area otak yang terkena. Kejang juga dapat menandai gejala
awal lesi otak. Seizure dihasilkan oleh ketidakseimbangan antara eksitasi
dan inhibisi sistem saraf pusat (Hickey, 2003). Eksitasi eksesif atau inhibisi
eksesif dapat terjadi pada area fokal korteks serebri (kejang fokal) atau di
atas korteks serebri (kejang generalisasi).
Selain itu, gangguan atau terjadinya disrupsi pada area diensefalon akibat
hipoksia jaringan akan merusak jaringan neuron di otak yang akan
berpengaruh pada bangkitan aktifitas kejang. Aktifitas kejang yang
berkelanjutan akan merusak bagian otak secara perlahan ataupun cepat
sehingga menimbulkan resiko cedera.
Keterbatasan kognitif yang terjadi karena adanya destruksi langsung yang
diakibatkan kondisi iskemia dan hipoksia serta destruksi tidak langsung
yang disebabkan kompresi atau pengaruh toksin serta zat kimia sehingga
akan terjadi kerusakan fungsi korteks serebri terutama pada lobus frontalis,
parietalis, serta temporalis dan sebagian batang otak. Akibatnya terjadi
gangguan neurologis fokal berupa kemampuan berpikir logis,
mempersepsikan, mengingat dan judgment.
5. Risiko gangguan integritas kulit b/d immobilisasi, kesadaran menurun
Signs and symptom :
Kesadaran menurun
Kontraktur
Edema interstitial
Hemiplegi
Hemiparese
Inadekuat sirkulasi perifer
Mekanisme :
Kondisi penurunan kesadaran menyebabkan terjadinya ketidakmampuan
untuk menjaga kebutuhan bergerak, normalnya orang mampu berubah posisi
pada saat tidur setiap 11 menit (Lemone, 1996), hal ini mengakibatkan
penekanan pada kulit dan jaringan subkutan sehingga berisiko untuk terjadi
iskemi dan cenderung untuk mengalami luka tekan. Adanya penekanan
yang terlalu lama mengakibatkan asupan nutrisi dan oksigenasi ke jaringan
tidak adekuat, sehingga tekanan arteri kapiler pada kulit meningkat, aliran
darah terhambat, memperbesar pembuangan metabolic sehingga timbul
iskemik yang akhirnya terjadi nekrosis.
Kontraktur, hemiplegi, hemiparese, dapat menyebabkan ketidakmampuan
untuk menjaga kebutuhan bergerak, sehingga berisiko iskemi dan terjadi
luka tekan.
Edema interstitial dan inadekuat sirkulasi perifer, dapat menyebabkan
terjadinya penurunan metabolime di sel kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Chung, K.F., Widdicombe, W.G., Boushey, H.A., (2003). Cough; Causes,
Mechanisms and Therapy. Hongkong. Blackwell Publishing.
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F, & Murr. (2010). Nursing Care Plan; Guidline
for Individualizing Client care Across the Life Span. Philadelphia; F.A. Davis
Company.
Fitriyani. (2009). Pengaruh Posisi Lateral Inklin 300 Terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek I Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Diakses Pada December 5, 2015.
http://eprints.ums.ac.id.
Hickey, J.V. (2003). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical
Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Kowalak, J., Weish, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lemone, Priscilia. & Burke, M Karen (1996). Medical surgical Nursing; Criticak
Thinking in Client Care. California; Addison welshey Nursing.
Lewis, S.L., Heitkemper M.M., Bucher, Linda., Camera I.M, 2011. Medical
surgical Nursing; Assesment and Management of Clinical Problems. United
State of America, Elsevier Mosby.