tugas
-
Upload
qurnia-wulan-cucur -
Category
Documents
-
view
5 -
download
6
description
Transcript of tugas
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Meningkatnya jumlah populasi manusia menyebabkan kebutuhan hidup meningkat
sehingga terjadi peningkatan permintaan akan lahan. Contohnya: di sektor pertanian, pemukiman
dan pertambangan. Sejalan dengan hal tersebut terjadi peningkatan kemampuan teknologi untuk
memodifikasi alam. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap kehidupan mahkluk hidup baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga Manusia merupakan faktor yang dominan dalam
merestorasi ekosistem rusak.
Areal penambangan batubara di Indonesia terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat dengan perkiraan deposit sebesar 750
sampai 1.050 juta metrik ton (Tala’ohu, ). Kegiatan pertambangan adalah salah satu kegiatan yang
merubah bentang alam. Karena kegiatan ini menimbulkan dampak yang sangat signifikan terutama
pencemaran air permukaan dan air tanah, kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk
seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan, kekurangan unsur hara yang penting, pH
rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi
mikroba tanah.
Dampak negatif dari kegiatan tersebut perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan diluar batas kewajaran, dengan cara melakukan reklamasi terhadap lahan
bekas pertambangan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mempertegas bahwa betapa pentingnya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam hubungannya dengan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainaibility). (Nurlaela, dkk, 2014)
Salah satu bentuk pencegahan kerusakan lingkungan yang lebih parah adalah dengan
melakukan Reklamasi lahan pasca tambang. Reklamasi menurut Undang-undang No.4 tahun 2009
adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan
negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu
dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup manusia sekarang dan generasi yang akan
datang.
Besarnya potensi ekonomi yang diperoleh dari batubara tersebut membuat pengusaha atau
investor melakukan eksploitasi terhadap daerah yang mempunyai potensi untuk dijadikan daerah
pertambangan batubara. Namun upaya perbaikan atau reklamasi yang dilakukan tidak sesuai dengan
kerugian yang telah ditanggung dan sering mengalami kendala. Hal inilah yang membuat
kekhawtiran serta kecemasan berarti bagi masyarakat yang berada pada daerah sekitar lokasi
pertambangan tersebut. Pada umumnya setelah kawasan tersebut ditambang upaya perbaikan lahan
tidak maksimal dilakukan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara dan dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang
Reklamasi dan Pascatambang dan Peraturan daerah tempat pertambangan itu dilaksanakan. Namun
kenyataannya masih banyak perusahaan pertambangan yang belum melakukan reklamasi atas lahan
bekas pertambangan.
Berdasarkan latar belakang dan beberapa kasus diatas, besarnya cadangan batubara
di Indonesia sebagai salah satu sumber energi akan mendatangkan banyak pengusaha yang akan
melakukan kegiatan pertambangan. Hal tersebut secara langsung akan menimbulkan masalah
terhadap lingkungan. Bagaimana perbandingan kebijakan setiap daerah terhadap kegiatan pasca
pertambangan dan implementasi hukumnya. Karena penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap
norma-norma pengelolaan kekayaan alam menimbulkan ketidak adilan terhadap over comsumtion
dan under comsumtion. Berikut masalah lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan
pertambangan:
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Pertambangan
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Berikut data cadangan dan Sumber daya Mineral Batubara Di Indonesia
Gambar 1. Data cadangan dan Sumber daya Mineral Batubara di Indonesia (Retno, H, 2005).
Setiap Usaha pertambangan yang akan dilakukan memerlukan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan
IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Hal inilah yang menjadi awal kerusakan lingkungan jika
tidak ada tindakan pengelolaan lingkungan terpadu.
2. REKLAMASI
Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam merehabilitasi/reklamasi lahan
bekas tambang yaitu dampak perubahan dari kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah, revegetasi,
pencegahan air asam tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca tambang. Kegiatan
pertambangan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan
hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, yang juga berakibat pada terganggunya fungsi-fungsi
lainnya. Di samping itu, juga dapat mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya
degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, dan terlepasnya logam-logam berat
yang dapat masuk ke lingkungan perairan.
Terdapat 4 kegiatan yang perlu ditempuh dalam pengelolaan lahan timbunan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Upaya reklamasi lahan sudah harus irencanakan
secara komprehensif sebelum penambangan dimulai. Prinsip reklamasi lahan pasca penambangan
batubara antara lain: (Ta’alohu,
a. Perbaikan kondisi fisika, kimia, dan biologi
b. Mengendalikan aliran permukaan guna mencegah erosi dan longsor
c. Prioritas pertama menaman tanaman pohon-pohonan pioner untuk penghijauan seperti
tanaman angsana, akasia mangium, sengon, lamtoro, gamal, bambu, yang fungsinya
terutama untuk meningkatkan bahan organik dan melindungi tanah dari curahan air hujan.
d. Menanam pohon-pohonan yang bernilai ekonomi sebagai prioritas kedua seperti mahoni,
bambu, sukun, sungkai, jambu mente, yang sifatnya jangka panjang karena bila ditanam
dalam jangka pendek kemungkinan mengalami kegagalan karena tingkat kematiannya
cukup besar.
Lahan pasca penambangan bisa dimanfaatkan untuk udidaya perikanan, lahan peternakan,
Agroforestry, pariwisata, perumahan atau perkantoran dan Tempat pengelolaan sampah terpadu.
Dasar Kebjiakan Reklamasi lahan
a) Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
b) PASAL 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
d) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing
e) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pertambangan
f) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara
g) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan
h) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan)
i) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008.
j) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara.
k) Peraturan daerah tempat kegiatan pertambangan tersebut dilakukan.
Gambar 2. Alur Kebijakan subsektor Mineral dan Batubara (Warta Minerba, 2013)
Berikut kegiatan reklamasi di beberapa daerah:
1. Menurut Kepala Devisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur,
menytakan bahwa ada lebih 1.300 izin usaha pertambangan di Kalimantan Timur akan tetapi
sebagian besar belum melakukan kegiatan reklamasi termasuk perusahaan tambang batubara
terbesar di dunia yaitu PT.Kaltim Prima Coal (www.portalkbr.com/nusantara, 2014).
Pemanfaatan lahan pasca tambang batubara di wilayah operasional PT Kitadin dilakukan
program pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi kerakyatan yang meliputi
pengembangan kawasan pertanian terpadu, peternakan sapi potong secara intensif dan semi
intensif, peternakan ayam, dan peternakan itik, yang dibina oleh PT. Kitadin Divisi
Community Development. Tujuan dari pemanfaatan lahan eks tambang batubara adalah
untuk menjamin keberlanjutan perekonomian masyarakat sekitar tambang perusahaan pasca
proses operasional penambangan batubara (PT. Kitadin, 2011).
Gambar (Tim BPPMD, Kaltim, 2012)
Gambar (Tim BPPMD, Kaltim, 2012)
2. Sumatera Selatan (PT. Bukit Asam)
Berdasarkan Perda Kabupaten Muara Enim Nomor 4 tahun 2004, luas lahan bekas tambang yang
dicadangkan untuk TAHURA Enim adalah 5.640 ha yang terdiri dari dua status kawasan, yakni:
Kawasan pinjam pakai kehutanan (hutan produksi) seluas 2.291 ha
Kawasan yang berada di areal penggunaan lain (APL) seluas 3.349 ha
Gambar. Wilayah kegiatan pertambangan PT BA (Laporan kegiatan PT BA, 2013).
Mekanisme penetapan kawasan pinjam pakai kehutanan (hutan produksi) menjadi TAHURA
mengikuti tahapan sebagai berikut:
Setelah tambang ditutup pada tahun 2030 (IUP Air Laya) dan 2040 (IUP Banko Barat), PT.
Bukit Asam mengembalikan kawasan pinjam pakai kehutanan ke Menteri Kehutanan
dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku.
Setelah pengembalian tersebut diterima oleh Menteri Kehutanan, Bupati Muara Enim
mengajukan usulan perubahan fungsi (antar fungsi pokok) kawasan hutan dari kawasan
hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi ke Menteri Kehutanan.
3. Kalimantan selatan
PT Adaro, Tabalong, PT ARUTMIN Indonesia, Tanah Bumbu, Telah membuat penetapan
jaminan reklamasi sebagai wujud kesungguhan PT Arutmin Indonesia dalam hal pemulihan
lingkungan khususnya reklamasi. Namun realisasi pelaksanaan reklamasi PT Adaro dan PT
Arutmin Indonesia belum sepenuhnya mencapai target seperti yang tercantum dalam
rencana reklamasi PT Arutmin Indonesia periode 2003-2007. Selain itu pelaksanaan
reklamasi oleh PT Adaro dan PT Arutmin Indonesia masih terkendala karena kurang
melibatkan pemerintah daerah setempat.
4. Provinsi Banten
Salah satu contoh di Kab. Lebak, Prov. Banten, sumber pembiayaan untuk kegiatan
reklamasi lahan pasca penambangan diatur berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kab.
Lebak Nomor: 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, mencakup:
a. Iuran tetap (land rent): iuran dari pemegansg hak pertambangan kepada Pemkab sebagai
imbalan atas kesempatan melakukan usaha pertambangan, satuannya dalam Rp/ha/th
b. selama kegiatan operasi penambangan.
c. Iuran produksi (royalty): iuran dari pemegang hak pertambangan kepada Pemerintah
sebagai imbalan atas produksi bahan galian, satuannya dalam % dari nilai produksi.
d. Tarif pajak pengambilan bahan galian skala menengah sampai besar: 10% dari nilai jual
bahan galian yang ditambang. Retribusi surat ijin penambangan umum (SIPU), terdiri
atas Kuasa Pertambangan dan surat ijin pertambangan galian industri (SIPGI) dengan
perincian sebagai berikut:
i. Kuasa Pertambangan:
- Eksploitasi : Rp 5.000.000,-
- Pemurnian dan pengolahan : Rp 5.000.000,-
- Pengangkutan dan penjualan : Rp 5.000.000,-
ii. SIPGI:
- Eksploitasi : Rp. 2.500.000,-
- Pemurnian dan pengolahan : Rp 1.250.000,-
- Pengangkutan dan penjualan : Rp 1.250.000,-
Berdasarkan informasi tersebut maka sumber pembiayaan yang cukup besar akan
diperoleh dari bentuk royalti penambangan dan pajak pengambilan karena berhubungan
langsung dengan jumlah produksi bahan tambang yang diperoleh pengusaha.
Berikut beberapa perbandingan kebijakan daerah mengenai kegiatan pasca tambang
Sumatera selatan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur Jawa Barat/Banten
Perda:
1. Peraturan daerah kabupaten
daerah muara enim nomor 30
tahun 2001 tentang
pengusahaan pertambangan
umum.
2. Perda Kabupaten Muara Enim
Nomor 4 tahun 2004,
mengenai
3.
Kalimantan selatan.
1. Peraturan daerah provinsi kalimantan
selatan nomor 6 tahun 2014 tentang
pertambangan mineral dan batubara
2. Peraturan daerah provinsi Kalimantan
selatan nomor 1 tahun 2013 tentang
reklamasi lahan pasca tambang batubara
di kalimantan selatan (Ada sanksi
berupa penghentian kegiatan
pertambangan, pencabutan izin IUP)
Kalimantan Timur
1. Peraturan daerah provinsi Kalimantan
selatan nomor 8 tahun 2013 tentang
reklamasi lahan pasca tambang batubara
di kalimantan selatan. Tidak ada sanksi
bagi yang tidak melakukan reklamasi.
2.
Perda:
1. Peraturan Daerah (Perda) Kab.
Lebak Nomor: 7 tahun 2004
tentang Pengelolaan
Pertambangan Umum.
2. Peraturan daerah provinsi banten
nomor 11 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan pertambangan
mineral dan batubara.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hal yang menyebabkan kurang optimalnya
1. Sanksi hukum lemah.
2. Tidak ada standar yang jelas, batas reklamasi dilakukan. Tidak sesuai dengan arahan
dari pemerintah.
3. Tidak keseimbangan antara kerusakan yang dilakukan terhadap reklamasi yang
dilakukan.
4. Pemerintahan yang tidak berfikir secara sistemik, holistik dan organismik ketika
mengeluarkan IUP atau IUPK terhadap dampak yang timbul dari kegiatan
pertambangan.
5. Banyaknya pertambangan ilegal, pertambangan masyarakat lokal.
6. Tidak ada komitmen kuat dari pemerintah dan pengusaha pertambangan.
7. Pada kegiatan reklamasi dengan tujuan untuk revegetasi seringkali lahan sulit
ditanami karena berbagai penyebab, seperti tanah sangat padat, tidak subur, masam,
erosi tinggi dan lain-lain.
B. saran
Langkah konkrit yang harus dilakukan oleh pemerintah
1. Melakukan moratorium atau penghentian pemberian izin baru pertambangan batubara
secara bebas hingga dikeluarkan kebijakan pertambangan yang pro lingkungan.
2. Evaluasi perijinan yang telah diberikan. Seharusnya evaluasi ini dilakukan secara
sistematis untuk semua enis perijinan.
3. Meningkatkan standar kualitas pengelolaan lingkungan Hidup.
4. Pembentukan lembaga penyelesaian sengketa pertambangan.
5. Kebijakan strategi pemanfaatan sumber daya mineral.
Referensi
Supranto, JS, 2011, TINJAUAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN
ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN; Kelompok penelitian KOnservasi,
Pusat sumber daya geologi,
Tala’ohu , Sidik Haddy dan I rawan, REKLAMASI LAHAN PASCA PENAMBANGAN
BATUBARA,
Tim pengembangan dan penerapan, 2001, AMDAL BAPEDAL, Aspek Lingkungan dalam
Amdal Bidang Pertambangan,
Nasarudin, M, 2013. Kegiatan Prioritas dan sinergis Ditjen Mineral dan Batu Bara,Warta
Minerba, hal 5.
Retno, H, Susmiyati 2005, Tinjauan terhadap permasalahan dalam pengusahaan Batu bara di
Indonesia.
Tim BPPMD, Kaltim, 2012, Penyususnan Kajian Ivestasi di lahan Eks Tambang, Kaltim, Hal
16-17