tugas

46
REFRAT INFEKSI JAMUR Disusun Oleh : Restoe Agustin Riagara 1102006219 Dosen Pembimbing : Dr. Yenni, SpKK. KEPANITERAAN KLINIK KULIT RSUD ARJAWINANGUN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

description

tugas

Transcript of tugas

REFRATINFEKSI JAMUR

Disusun Oleh :

Restoe Agustin Riagara1102006219Dosen Pembimbing :

Dr. Yenni, SpKK.KEPANITERAAN KLINIK KULIT RSUD ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

FEBRUARI 2015TINJAUAN PUSTAKA

MIKOSIS

PENDAHULUANInsidensi mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, oleh karena itu akan dibicarakan secara luas. Sebaliknya mikosis profunda karena jarang terdapat akan diuraikan secara singkat. Mengenai kandidosis yang disebabkan oleh Candida spp. akan dibicarakan terpisah pada akhir bab ini. Alasannya karena jamur tersebut bersifat intermediate, sehingga dapat mem beri berbagai bentuk klinis, baik sistemik maupun superfisialis.DEFINISIMikosis ialah penyakit yang disebabkan oleh jamur.SINONIMPenyakit jamurKLASIFIKASIPenyakit jamur atau mikosis dibagi menjadi :

A. Mikosis profunda

B. Mikosis superfisialis

MIKOSIS PROFUNDA

Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur, dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang-kadang kulit. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa efek primer, maupun akibat proses dari jaringan di bawahnya ( per kontinuitatum ).

Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu dengan yang lain misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of Clinical Mycology pelbagai penyakt, yaitu :1. Aktinomikosis

2. Nokardiosis

3. Antinomikosis misetoma

4. Blastomikosis

5. Parakoksidiodomikosis

6. Lobomikosis

7. Koksidiomikosis

8. Histoplasmosis

9. Histoplasmosis afrika10. Kriptokokosis

11. Kandidosis

12. Geotrikosis

13. Aspergillosis

14. Fikomikosis

15. Sporotrikosis

16. Maduromikosis

17. Rinosporidiosis

18. Kromobastomikosis

19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiaceae (berpigmen coklat)

Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atas aktinomikosis menurut RIPPON (1974) sudah bukan penyakit jamur asli. Ia cenderung memasukan Axtinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini dalam golongan bakteri, walaupun masih mempunyai sifat-sifat jamur, yang branching di daalam jaringan, membentuk anyaman luas benang jamur pada jaringan maupun pada media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik. Namun Actomuces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri, yaitu adanya asam muramik pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria, besar mikroorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat-obat anti-bakterial.

Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manifestasi klinis morfologi dapat berupa tumor, infiltrasi peradangan vegetative, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusisa, keganasan, sarkiodosis, dan pioderma kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verivikasi sangat diperlukan.

Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur, pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun serologi dan pemeriksaan imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk memastikan atau menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai contoh, pemeriksaan lapangan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis (T.S.S.) yang spesifik maupun yang non spesifik dapat menyingkirkan sifilis bila hasilnya negatif. Demikian pula pemeriksaan-pemeriksaan khusus lain untuk penyakit tertentu.

Mengenai mikosis profunda akan dikemukakan beberapa penyakit jamur subkutis yang kadang-kadang dijumpai di Indonesia.

MISETOMA

Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif dan granulomatosa yang dapat sebabkan bakteri Actinomyces dan Nocardia, yang termasuk schizomycetes dan eumycetes atau jamur berfilamen. Gejala klinis biasanya terdiri atas pembengkakan, abses, sinus, dan fistel multiple. Di dalam sinus ditemukan butir-butir (granules) yang berpigmen yang kemudian dikeluarkan melalui eksudat.

Berhubunagn dengan penyebabnya, misetoma yang disebabkan actinomyces disebut actinomycotic mycetoma, yang disebabkan bakteri tersebut botryomycosis dan yang disebabkan jamur berfilamen disebut maduromycosis.

Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan seperti tumor jinak dan harus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, facia, otot, dan tulang. Sering berbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir-butir sering bersama-sama eksudat mengalir keluar dari jaringan.

Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian di atas. Namun bila disokong dengan gambaran histologik dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat penting artinya untuk terapi dan prognosis.

Pengobatan misetoma biasanya harus disertai reseksi radikal, bahkan amputasu kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Obat-obat, misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin dapat bermanfaat, bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotok, tetapi pengobatan memerlukan waktu lama (9 bulan 1 tahun )dan bila kelainan belum meluas benar. Obat-obatan baru antifungal, misalnya itrakonazol dapat mempertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.

Prognosis quo ad vitam umumnya baik. Pada madukromikosis prognosis quo ad sanationam tidak begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis / botriomikosis. Diseminasi limfogen atau hermatogen dengan lesi pada alat-alat dalam merupakan kecualian.SPOROTRIKOSIS

Sporotrikosis adalah infeksi kronis yang disebabkan sporotrichium schenkil dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen.

Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi pada daerah tertentu. Diagnosis klinis umumnya mudah dibuat berdasarkan kelainan kulit yang multiple yang umumnya khas (lihat definisi). Penyakit ini umumnya ditemukan pada pekerja dihutan maupun petani.

Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat. Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit atau tikus, dan pemersaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-kali selain bentuk kulit yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi infeksi melalui inhalasi.

Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium iodide jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat diberikan.

KROMOMIKOSIS

Komomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbuhan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.

Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran melalui saluran getang bening. Penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan. Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu kegiatan penderita sehari-hari.

Pengobatannya sulit. Terapi sinar X pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda. Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin graft member hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasnayan memberikan hasil yang kurang memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.

Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan ysng memuaskan dicapai dengan kombinasi amfoterisisn B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di Jepang. Prognosis, seperti diuraikan pada hasil terapi di atas, tidak begitu baik, kecuali pada lesi yang baru. Itrakonazol pada akhir-akhir ini memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Clasdosporium carrionii.ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS

Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermacam-macam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis.

Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan Cuning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserah. Contohnya rinozigomikosis, otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan sebagainya.

Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes militus, misalnya, merupakan factor predisposisi. Demikian pula penyakit primer berat lain.

Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-kadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan India. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.

Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas, hifa lebar 6 50 mikro, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.

Sebagai terapi fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jenuh kalium yodida. Mulai dari 10-15 tetes 3 kali sehari dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tets dan dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazol berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan sebanyaj 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik.

MIKOSIS SUPERFISIALIS

a. Dermatofitosis

b. Nondermatofitosis, yterdiri atas pelbagai penyakit :

1. Pitriasia versikolor

2. Piedra hitam

3. Piedra putih

4. Tinea negra Palmaris

5. Otomikosis

6. Keratomikosis

A. DERMATOFITOSIS

PENDAHULUAN

Istilah dermatofisis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis telah jelas pada definisi di atas, sedangkan dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Di dalam beberapa buku kedua istilah ini dicampuradukkan. Yang akan dibahas hanya terbatas pada dermatofitosis sesuai dengan definisi di atas.DEFINISI

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur4 dermatofita.

SINONIM

Tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.

ETIOLOGI

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (EMMONS, 1934). Menurut RIPPON (1974) selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomi, antigenic, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhan, dan penyebab penyakit.

Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesiesepidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies trichophyton. Pada tahun-tahun terakhir ditemukan bentuk sempurna (perfect stage), yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan jenis kelaminnya. Adanya bentuk sempurna ini menyebabkan dermatofita dapat dimasukan ke dalam family Gymnoascaceae. Dikenal genus Nannizzia dan Arthroderma yang masing-masing dihubungkan dengan genus Microsporum dan Trichophyton.KLASIFIKASI

Dermatofitosis dibagi oleh beberapa penulis, misalnya SIMONS dan GOHAR (1954), menjadi dermatomikosis, trikomikosis dan onimikosis berdasarkan bagian tubuh manusia yang terserang. Pembagian yang llebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi. Dengan demikian dikenal bentuk-bentuk : Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot

Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagaian bawah Tinea pedis eat manum, dermatitosis pada kaki dan tangan

Tinea unguiun, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :

Tinea imbri kata : dermatofitosis dengan susunan skueama yang konsentris dan disesbabkan trichophyton concentrium.

Tinea favosa atau favus : dermatofitosis yang terutama disebabkan trichophyton schomleini: secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor).

Tinea fasialis, tinea aksiliaris, yang juga menunjukan daerah kelainan

Tinea sirsinata arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.

Keenam istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis.

Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid tropical kuat.

GEJALA KLINIS

Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan yang berbatas tegas, terdiri atas macam-macam elfloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Eczema marginatum adalah istilah yang tepat untuk lesi dermatofitosis secara deskriptif.

Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat dilihat berbagai macam lesi kulit. Wujud lesi yang beraneka raga mini dapat merupakan sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun oleh Trichophyton rubrum sampai kerion celsi yang disebabkan Microsporum canis. Di antara 2 bentuk ekstrim ini,dapat dilihat macam-macam kelainan kulit denagn tingkat peradangan yang berbeda.Beberapa penulis berdasarkan berat ringan nya peradangan lesi, menggunakan istilah dermatofitosis superfisialis, media, dan profunda.

Dibawah ini akan dibahas bentuk-bentuk klinis yang sering dilihat sesuai dengan lokalisasinya.

a. Tinea pedis ( Athlete foot, ringworm of the foot, kutu air )

Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki.

1. Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital ) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejala-gejala umum.

2. Bentuk lain ialah yang disebut moccasin foot.pada seluruh kaki,dari telapak,tepi samapai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya rinagan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.3. Pada bentuk subakut terlihat vesikel,vesiko-pustul dan kadang-kadang bula.kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari,kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki.Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental.setelah pecah,Vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang di sebut koloret.Infeksi skunder dapat terjadi juga pada bentuk ini, sehingga dapat menyebabkan selulitis,limfangitis, dan kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur terdapat pada bagian atap vesikel atau bula untuk di periksa secara sediaan langsung atau untuk dibiak.Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup di sertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Penserita biasa nya orang dewasa.Di Indonesia penyakit ini tidak begitu sering dilihat di poliklinik Ilmu penyakit kulit dan kelamin di pelbagai kota besar.Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk yang dilihat dikaki dapat terjadi pula pada tangan.b. Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis, ringworm of the nail).Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita. ZAIAS membaginya dalam 3 bentuk klinis

1. Bentuk subungual distalis

Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke proksimal dan dibawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.

2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikotika

Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Kelainan ini dihubungkan dengan tricophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya.

3. Bentuk subungual proksimalis

Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lainyang sudah sembuh atau belum. Kuku kaki lebih sering diserang dari pada kuku tangan.Tinea unguium adalah dermatofitosis yang paling sukar dan lama disembuhkan, kelainan pada kuku kaki lebih sukar disembuhkan dari pada kuku tangan.

c. Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas kedaerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi yang berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata dari pada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.d. Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechete, kurap, herpes sircine trichophytique)

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak dari pada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.2. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang disebabkan oleh trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.

3. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat diberbagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya Kalimantan, Sulawesi, irian barat, kepulauan aru dan kei dan Sulawesi tengah, juga dipulau jawa. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari bagian dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah kea rah luar akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran disebelahnya sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal akan tetapi kelainan yang menaun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai iktiosis.

4. Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi kusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembut oleh satu atau dua rambut dn bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea korporis, yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya dapat tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Kadang-kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroik. Tinea favosa pada kulit dapat dilihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa, disertai kelainan kulit berbentuk cawan yang khas, yang kemudian menjadi jaringan parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan dengan tinea unguium pada umumnya, yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang lain. 3 spesies dermatofita dapat menyebabkan favus yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum dan mikrosporum gypceum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingakat kebersihan, umur dan ketahanan penderita sendiri.

e. Tinea kapitis ( ringworm of the scalp )

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan alopesia dan kadanmg-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas.

1. Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh mikrosporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang dilihat didalam klinik tidak menunjukan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat dilihat flouresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut. Pada kasus-kasus tanpa keluhan, pemeriksan dengan lampu wood banyak membatu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh mikrosporum audouini biasanya disertai tanpa peradangan ringan, hanya sekali-kali terbentuk kerion.2. Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya bila penyebabnya mikrosporum kanis dan mikrosporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya trichophyton tonsurans, sedikit seklai bila penyebabnya trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menyebabkan jaringan parut dapat berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.

3. Black dot ringworm terutama desebabkan oleh trichophyton tonsuran dan trychophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus mikrosporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini member gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, kalo tumbuh kadang-kadang masuk kebawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat bahan biakan jamur.

Tinea kapitis juga akan menunjukan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh trichophyton mentagrophytes dan trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis.PEMBANTU DIAGNOSIS

Pemeriksaan mikologi untuk membantu menegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang dan imunologik tidak diperlukan.

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut : terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70% kemudian untuk :1. Kulit tidak berambut (glabrous skin) : dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit diluar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.

2. Kulit berambut; rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan; kulit didaerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit, pemeriksaan dengan lampu wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.

3. Kuku ; bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan dibawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan pembesaran 10 x 45. Pemeriksaan dengan pembesaran 10 x 100 biasanya tidak diperukan.

Sediaan basah dilakukan dengan meletakan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutn KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlakukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelautan dapat dilakukan pemanasn sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dai sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bla terjadi penguapan, maa akan terbenu Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dpat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, mialnya tinta Parker superchroom blue black.

Pada sediaan kulit dan kuku yang teliht adalah hfa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, an bercbang, maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan atau suda diobat. Pada sediaan rambut yang dapat dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau dii dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa paa sediaan rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dari untuk meentukan spesies jamur. Pemeriksan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambahkan antibiotic saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan unntu menghindarkan kontaminasi bacterial maupun jamur kontaminan.

DIAGNOSIS BANDING

Tinea pedis et manum harus dibedakan dengan dermatitis, yang batasnya tidak jelas, bagian tepi tidak boleh akif daripada bagian tengah. Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dan tangan (pomfoliks) dapat merupakan reaksi id, yaitu akibat setempat hasil reaksi antigen dengan zat anti pada tempat tersebut (BEARE dkk., 1972). Efek samping obat juga dapat member gambaran serupa yng menyerupai ekzem atau dermatitis, pertama-tama haru dipikirkan adanya dermatitis kontak. Pada hiperhidrosis terlhat kulit yang mengelupas (maserasi). Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam dan terbatas pada telapak kaki dan tangan. Kelainan tidak meluas sampai disela-sel jari. Akrodermatitis kontinua dan morbus Andrews yang juga dapat menyerupai tinea pedis dan manum sangat sukar dibedakan dengan dermatofitosis bila berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk membedakan satu dengan yang lain (ORMSBY dan MONTGOMERY 1995; LEWIS dkk., 1958). Penyakit lain yang harus memdapat perhatian adalah kandidosis (erosion interdigitalis blastomisetika), membedakannya dengan tinea pedis muri kadang-kadang agak sulit. Pemeriksaan sediaan langsung dengan menggunakan KOH dan pembiakan dapat menolong. Infeksi sekunder dengan spesies Candida atau bakteri lain sering menyertai tinea pedis, sehingga pada kasus-kasus demikian diprlukan interpretasi yang bijaksana terhadap hasil pemeriksaan laboratorium. Sifilis II dapat berupa kelainan kulit di telapak tangan dan kaki. Lesi yang merah dan basah dapat merupakan petunjuk. Dalam hal ini tanda-tanda lain sifilis akan terdapat misalnya: kndilomata lata, pembesaran kelenjar getah bening yang menyeluruh, anamnesis tentang afek primer, dan pemeriksaan serologi serta lapangan gelap dapan menolong. Tinea unguium yag disebabkan bermmacam-macam dermatofita memberikan gambaran akhir yang sama. Psoriasis yang menyerang kuku pun dapat berakhir dengan kelainan yang sama. Lekukan-lekukan pada kuku ( nail pits), yang terlihat pada psoriasis tidak didapati pada tinea unguium. Lesi-lesi psoriasis pada bagian lain badan dapat menolong membedakannya dengan tinea unguium. Banyak penyakit kulit yang menyerang bagian dorsal jari-jari tangan dan kaki dapat menyebabkan kelainan yang berakhir dengan distrofi kuku, misalnya: paronikia, yang etiooginya bermacam-macam, ekzem atau dermatitis, akrodermatitis perstans (BEARE dkk., 1972).

Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosi tinea korpporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang data mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika,psoriasis dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroia selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalya belakang telinga, daerah nosalabial, dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, sku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada peyakit ini. Adanya lekukan-lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badn, sukan dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis tanpa heral path yang dapat membedakan enyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. Tinea korporis kadang-kadang sukar dibedakan dengan dermatis seboroika pada sela paha. Lesi-lesi ditempat-tempat predileksi sangat menolong menentukan diagnosis. Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lumelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada daerah lipat paha mempunyai konfigurasi den and chicken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya flour albus dapat membantu pengarahan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes militus, kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai.PENGOBATAN DAN PROGNOSIS

Pengobatan dermatofitosis mengalami kemajuan sejak tahun 1958. GENTLES (1958) dan MARTIN (1958) secara terpisah melaporkan bahwa griseofulvin per oral dapat menyembuhkan dermatofitosis yang ditimbulkan pada binatang percobaan. Sebelum jaman griseofulvin pengobatan dermatofitosis hanya dilakukan secara topical dengan zat-zat keratolitik dan fungistatik.

Pada tinea kapitis yang disebabkan oleh microsporum audouini misalnya, dilakukan pengobatan topical dan disertai penyinaran dengan sinar X untuk merontokan rambut dibagian yang sakit. Cara penyinaran ini yang diberi dengan dosis tunggal memerlukan perhitungan yang cermat. Persiapan untuk melindungi bagian yang sehat juga sangat rumit. Selain itu efek samping penyinaran yang mungkin timbul pada masa akan dating cukup berbahaya. Hal ini dibuktikan oleh ALBERT dan BURTON (1966). Menurut penelitian retrospektif mereka, anak-anak yang telah mendapat penyinaran, ternyata pada masa akan dating mendapat kemungkinan menderita keganasan 10x lebih besar dari pada anak-anak yang tidak mengalami penyinaran untuk pengobatan tinea kapitis.

Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda-beda. Secara umum griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. BEAR dkk (1972) menganjurkan dosis harian dibagi menjadi 4 kali sehari. Didalam klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian besar penderita. Untuk mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu penyembuhan , kadang-kadang diperlukan tindakan khusus atau pemberiaan obat topical tambahan. CANIZARES (1975) menganjurkan pengobatan tambahan sebagai berikut ; tindakan pemotongan rambut pada tinea kapitis dan pemberian obat-obat.

Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti imflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolon 3x4 mg sehari selama dua minggu. Obat tersebut diberikan bersama-sama dengan griseofulfin. Griseofulvin diteruskan selama dua minggu setelah sembuh klinis.

Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapat pada 15% penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus ialah nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Obat per oral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.

Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari 10 hari, dapat diberikan suatu obat tiazol yaitu itrakonazol yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir untuk penyakit jamur biasanya cukup 2x100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Khusus onikomikosis dikenal sebagai dosis denyut selama 3 bulan. Cara pemberiannya sebagai berikut, diberiakn 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1 minggu dengan dosis 2x200 mg sehari dalam kapsul.

Hasil pemberian itrakonazol dengan dosis denyut untuk onikomikosis hamper sama dengan pemberian terbinafin 250 mg sehari selama 3 bulan. Kelebihan itrakonazol terhadap terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis.

Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberi sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung pada berat badan.

Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10& penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diarea, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecap hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu minum obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 7 % kasus.

Pada masa kini selain obat-obat topikan konfesional, misalnya asam salisilat 2-4% , asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian 1%, dalam cat castellani) dikenal banyak obat topical baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, derivate-derivat imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine masing-masing 1%.

Selain melihat obat yang begitu banyak ragamnya perlu juga diterapkan cara pengobatan yang efektif dengan menggunakan vehikulum yang sesuai.B. NONDERMATOFITOSIS

PITIRIASIS VERSIKOLORDEFINISI

Pitiriasis versikolor yang disebabkan malassezia furfur robin (BAILLON 1889) adalah penyakit jamur superficial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut.SINONIM

Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liverspots, tinea flava, pitiriasis versikolor flava, dan p-anau.

Epidemiologi

Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal dan terutama ditemukan didaerah tropis.

PATOGENESIS

Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organism yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media dan kelembapannya.

Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Factor predisposisi menjadi pathogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan diantaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena factor suhu, kelembapan udara dan keringat.

GEJALA KLINIS

Kelainann kulit pitiriasis versikolor sangat superficial dan ditemukan terutama dibadan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak warna-warni, bentuk tudak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak menyetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.

Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinann pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.

Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa factor yang mempengaruhi infeksi yaitu factor heriditer, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi kulit dengan lampu wood, dan sediaan langsung.

Gambaran klinis dapat dilihat pada judul gejala klinis, fluoresensi lesi kulit pada pemeriksaan lampu wood berwarna kuning keemasan dan pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang berkelompok.DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, eritrasma, sifilis II, achromia parasitic dari pardo-castello dan dominiquez, morbus Hansen, pitiriasis alba serta vitiligio

PENGOBATAN

Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat-obatan yang dapat dipakai misalnya ; suspense selenium sulfide (selsun) dapat dipakai sebagai sampo 2-3 kali seminggu. Obat digosokan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit, sebelum mandi. Obat-obat lain yang berkhasiat terhadap penyakit ini adalah salisil spiritus 10%, derivate-derivat azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; tolsiklat; tolnaftat dan haloprogin. Jika sulit disembuhkan ketokonazol dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x200 mg sehari selama 10 hari.

PROGNOSIS

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negative dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negative.PITIROSPORUM FOLIKULITIS

PENDAHULUAN

Pitirosporus folikulitis (malasezia folikulitis) merupakan penyakit yang sudah cukup lama dikenal di dunia kedokteran, khususnya di kalangan para ahli kulit, oleh karena klinis mirip akne vulgaris. Di daerah tropis penyakit ini menarik perhatian para dokter kulit setelah dipublikasikan di Korea, Filipina, dan Indonesia. D Indonesia telah diteliti oleh Harjandi dkk (2000) dan Indrarini (2001).

DEFINISI

Pitirosporum folikulitis adalah penyakit kronis pada folikel pitosebasea yang disebabkan oleh spesies Pitirosporum, berupa papul dan postul folikular, yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh, leher dan lengan bagian atas.

SINONIM

Malasezia folikulitis

ETIOLOGI

Jamur penyebab adalah spesies Pitysporum yang identik dengan Malassezia furtur, penyebab peteriasisversikolor. Spesies ini sekarang disebut kembali sebagai Malassezia setelah ditemukan 7 spesies, sehingga penyakit yang disebabkan oleh jamur ini atau dihubungkannya yang dahulu dinamai pitirosporosis sekarang disebut malaseziosis.

PATOGENESIS

Spesies Malassezia pitirosporum folikulitis dengan sifat dimorfik, lipofilik dan komensal. Bila pada hospes terdapat factor predisposisi spesies Malassezia yang tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folikel dapat pecah. Dalam hal ini reaksi peradangan terhadap produk, tercampur dengan lemak bebas yang dihasilkan melalui aktivitas lipase.

Factor predisposisi antara lain adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi, penggunaan bahan-bahan berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan, antibiotic kortikosteroid local/sistemik, sitostati dan penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, keganasan, keadaan imunokompremais dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

GEJALA KLINIS

Malassezia folikulitis memberikan keluhan gatal pada tempat predileksi. Klinis morfologi terlihat papul dan pustule perifolikular, berukuran 2-3 mm diameter, dengan peradangan minimal. Tempat predileksi adalah dada, punggung dan lengan atas. Kadang-kadang dapat di leher dan jarang di muka.

DIAGNOSIS BANDING

Akne vulgaris

Folikulitis bacterial

Erupsi akneformis

PENGOBATAN

Antimikotik oral

Misalnya:

1. Ketokonazol 200 mg selama 2-4 minggu

2. Itrakonazol 200 mg sehari selama 2 minggu

3. Flukonazol 150 mg seminggu selama 2-4 minggu

Antimikotik topical biasanya kurang efektif, walaupun dapat menolong

Prognosis : baik

PIEDRA

DEFINISI

Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, ditandai dengan benjolan (nodus) sepanjang rambut, dan disebabkan oleh piedraia hortai (black piedra) atau Trichosporon beigelii (white piedra). Di Indonesia hingga sekarang hanya dilihat piedra hitam.

SINONIM

Black piedra, white piedra, tinea nodosa, piedra nostros, trikomikosis nodularis, trikomikosis nodosa, chiqnon disease, beigel disease.

GEJALA KLINIS

Piedra hanya menyerang rambut kepala, janggut, dan kumis tanpa memberikan keluhan pada keluhan. Krusta melekat erat sekali pada rambut yang terserang dan dapat sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Benjolan yang besar mudah dilihat, diraba, dan teraba kasar bila rambut diraba dengan jari-jari. Bila rambut disisir terdengar suara metal (klik).

Piedra hitam, yang hanya ditemukan di daerah tropis tertentu, merupakan penyakit endemis di tempat tertentu, terutama yang banyak hujan. Piedra hortai hanya menyerang rambut kepala. Jamur ini menyerang rambut di bawah kutikel, kemudian membengkak dan pecah untuk menyebar di sekitar rambut (shaft) dan membentuk benjolan tengguli dan hitam.

Piedra putih, yang lebih jarang ditemukan, terdapat di daerah beriklim sedang, hanya sekali-sekali ditemukan di daerah tropis. Infeksi ini menyerang janggut dan kumis. Benjolan berwarna coklat muda dan tidak begitu melekat pada rambut. Diperkirakan bahwa Trichosporon beigelii hanya dapat menyerang rambut yang telah rusak.

DIAGNOSIS

Diagnosis piedra berdasarkan atas gambaran klinik sesuai yang dilukiskan pada judul Gejala klinis dan disokong oleh pemeriksaan sediaan langsung dan biakan.

Pada sediaan langsung dengan larutan KOH 10%, rambut yang sakit dan telah dipotong akan terlihat sebagai berikut. Benjolan yang disebabkan P.hortai berukuran bermacam-macam dan terpisah satu dengan yang lain. Benjolan berwarna tengguli hitam ini terdiri atas hifa berseptum, teranyam padat dan di antaranya terdapat askus-askus. Di dalam askus terdapat 4-8 askospora.

Diagnosis piedra putih yang disebabkan Trichosporon beigelii juga dibuat berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan sediaan langsung, dan biakan. Benjolan-benjolan tidak begitu terpisah satu dengan yang lain seperti pada piedra hitam. Anyaman hifa terlihat mengelilingi rambut sebagai selubung. Benjolan lebih mudah dilepas dari rambut dan berwarna kehijau-hijauan yang transparan. Rambut yang terserang mungkin terlihat sebagai kutikel yang terangkat, akan tetapi biasanya terlihat kerusakan yang lebih berat sampai menghasilkan trikoreksis atau trikoptilosis. Sekeliling rambut terlihat anyaman hifa.

PENGOBATAN

Memotong rambut yang terkena infeksi atau mencuci rambut dengan larutan sublimat 1/2000 setiap hari. Obat anti jamur konvensional dan yang baru pun berguna.

TINEA NIGRA PALMARIS

DEFINISI

Tinea nigra yang disebabkan cladosporium wermeckii adalah infeksi jamur superficial yang asimtomatik pada stratum korneum. Kelainan kulit berupa macula tengguli sampai hitam. Telapak tangan yang biasanya terserang, walaupun telapak kaki dan permukaan kulit lain dapat terkena.

SINONIM

Keratomikosis nigrikans Palmaris, pitiriasis nigra, kladosporiosis epidemika, mikrosporosis nigra, tinea nigra.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit terutama terdapat di amerika selatan dan tengah, kadang-kadang ditemukan diamerika serikat dan Eropa. Di asia penyakit ini juga ditemukan; di Indonesia penyakit ini sangat jarang dilihat.

ETIOLOGI

Penyebab penyakit adalah Cladosporium wermeckii di Amerika utara dan selatan, sedangkan di asia dan afrika organism ini disebut cladosporium mansonii.

GEJALA KLINIS

Kelainan kulit telapak tangan berupa bercak-bercak tengguli hitam dan sekali-sekali bersisik. Penderita umumnya berusia muda dibawah 19 tahun dan penyakitnya berlangsung kronik sehingga dapat dilihat pada orang dewasa diatas umur 19 tahun. Perbandingan penderita wanita 8x lebih banyak daripada pria. Faktor-faktor predisposisi penyakit belum diketahui kecuali hiperhidrosis. Kekurangan respon imun penderita rupanya tidak berpengaruh.

DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan kerokan kulit dan biakan. Pada pemeriksaan sediaan langsung dalam larutan KOH 10% jamur terlihat sebagai hifa bercabang, bersekat ukuran 1,5-3, berwarna coklat muda sampai hijau tua. Biakan pada agar Sabouraud (suhu kamar) menghasilkan koloni yang tampak sebagai koloni menyerupai ragi dan koloni filament berwarna hijau tua dan hitam.

DIAGNOSIS BANDING

Tinea nigra dapat menyerupai dermatitis kontak, tinea versikolor, hiperkromia, nevus pigmentosus, dan kulit yang terkena zat kimia, misalnya perak nitrat.

PENGOBATAN

Tinea nigra dapat diobati dengan obat-obat jamur konvensional, misalnya salap salisil sulfur, whitfield dan tincture jodii. Obat anti jamur baru juga berkhasiat.

PROGNOSIS

Tinea nigra oleh karena asimptomatik tidak memberi keluhan pada penderita kecuali keluhan estetik, kalau tidak diobati penyakit akan menjadi kronik.

KANDIDOSIS

PENGERTIANKandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru-paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia endokarditis, atau meningitis.

EPIDEMIOLOGIPenyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.

ETIOLOGIYang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah C.parapsilosis dan penyebab kandidosis septikemia adalah C. tropicalis

KLASIFIKASIBerdasarkan tempat yang terkena CONANT, dkk (1971), membaginya sebagai berikut :Kandidosis selaput lendir :

1. Kandidosis oral (thrush)

2. Perleche

3. Vulvoganitis4. Balanitis atau balanopostitis

5. Kandidosis mukokutan kronik

6. Kandidosis bronkopulmonar dan paru

Kandidosis kutis :

1. Lokalisata :

a. daerah intertriginosa

b. daerah perianal2. Generalisata3. Paronikia dan onikomikosis4. Kandidosis kutis granulomatosa

Kandidosis sistemik :

1. Endokarditis2. Meningitis

3. Pielonefritis

4. SeptikemiaPatogenesis

Infeksi kandida dapat terjadi apabila ada factor predisposisi baik endogen maupun eksogen.

Faktor endogen :

1. Perubahan fisiologi

a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina.

b. Kegemukan karena banyak keringat.

c. Debilitas

d. Iatrogenik

e. Endokrinopati, gangguan gula darah kulit.

f. Penyakit kronik : tuberkolosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.

2. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna.

3. Imunologik : penyakit genetic

Factor eksogen

a. Iklim, panas dan kelembapan menyebabkan perspirasi meningkat.

b. Kebersihan kulitc. Kebisaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur

d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush balanopostitis.GEJALA KLINIS

1. Kandidosis selaput lendir

a.ThrushBiasanya mengenai bayi melalui kontak dengan vagina ibunya, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah; dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.

Pada glositis kronik lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih ini tidak tampak jelas bila pasien sering merokok.

Pada orang dewasa biasanya mengenai mukosa pipi dan lidah. Tampak atrofi papil lidah, permukaan lidah menjadi licin dan berwarna merah cerah.

b. Perleche (keilitis angular)

Lesi berupa fisur pada sudut mulut, lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Biasanya bilateral. Kemungkinan adaanemiadefisiensi besi. Biasanya terjadi pada anak-anak yang menghisapjempol.

c. Vulvovaginitis

Biasanya sering terdapat pada pasien diabetes melitus karena kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Gejala berupa pruritus hebat, rasa terbakar, labia eritema dan maserasi. Serviks hiperemis, edema dan erosif serta terdapat vesikel-vesikel yang kecil pada permukaan. Duh vagina biasanya kental.

Balanitis atau balanopostitis

Pasien mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.

Kandidosis mukokutan kronik

Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada pasien dengan bermacam-macam defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip pasien dengan defek poliendokrin.

2. Kandidosis kutis

a. Kandidosis interniginosa

Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak vang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.

b. Kandidosis perianal

Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani. Terdapat dermatitis perianal berupa eritema dan maserasi yang sangat gatal dan terbakar.

c. Kandidosis kutis generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia.

Paronikia dan onikomikosis

Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisajaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium. Merupakan inflamasi kronik pada lipatan kuku yang menghasilkan pus, erosi pada pinggir lateral kuku, penebalan dan warna kecoktatan pada lempeng kuku.Diaper-rashKelainan pada kulit daerah bokong yang sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti dan juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dennatitis oral dan perianal. Gejalanya terdapat makula dan vesikel-vesikel dengan maserasi pada daerah yang tertutup popok menyebabkan rasa gatal seperti terbakar dan tidak nyaman. Diagnosis ditegakkan dengan adanya lesi satelit yang eritematosa.

Kandidosis granulomatosa

Penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.

Catatan: Manifestasi klinis pada kandidosis sistemik dapat berupa seringnya timbul demam yang tidak diketahui penyebabnya, infiltrasi pulmonal, perdarahan gastrointestinal, endokarditis, gagal ginjal, meningitis,osteomielitis,endoftalmitis, peritonitis atau eksantema papulodiseminata. Pada kulit ditemukan makula, eritema dengan papul pustul dan vesikel hemoragik yang berkembang menjadi nekrosis dan lesi ulserasi.

3. Kandidosis sistemik

a. Endokarditis

Sering terdapat pada morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita pasien pasca-operasi jantung.

b. Meningitis

Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitistuberkulosisatau karena bakteri lain.

4. Reaksi id (kandidid)

Reaksi terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya bsrupa vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain, mirip dermatofitid.

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan langsung

Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat gambaran Gram positif, sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

2. Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37oC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupayeast like colony.

Diagnosis Banding1. Kandidosis kutis lokalisata dengan:a. Eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit, pemeriksaan dengan lampu Wood positif.b. Dermatitis interniginosa.c. Dermatofitosis (tinea).2. Kandidosis kuku dengan tinea unguium.3. Kandidosis vulvovaginitis dengan:a. Trikomonas vaginalisb. Gonore akutc. Leukoplakiad. Liken planusPenatalaksanaan1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.2. Topikal:a. Larutan ungu gentian 1/2 1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.b. Nistatin: berupa krim, salep, emulsic. Amfoterisin Bd. Grup azol antara lain: Mikonazol 2% berupa krim atau bedak Klotrimazol 1 % berupa bedak, larutan dan krim Tiokonazol, bufonazol, isikonazol Siklopiroksolamin 1 % larutan, krim Antimikotik lain yang berspektrum luas

3. Sistemik:a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cema, obat ini tidak diserap oteh usus.b. Ketokonazol, bila dipakai untuk kandidosis vagina dosisnya 2 x 200 mg selama 5 hari (untuk orang dewasa)c. Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginitis dosis tunggal 300 mg (untuk orang dewasa)

PrognosisUmumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G.; Setiabudy R.; Suyatna, F.D. dan Purwantyastuti: Farmakologi dan terapi; edisi4.Prof. Dr. dr. Adhi Djuana.: dr. Mochtar Hamzah.: Prof.Dr.dr.Siti Aisah: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi 5