Tugas

20
Tugas INFARK PARU & EMBOLI PARU KELOMPOK 1 dr. Siska Nurlela Anggota :

description

dna

Transcript of Tugas

TugasINFARK PARU & EMBOLI PARUKELOMPOK 1

dr. Siska NurlelaAnggota :

INFARK PARUDefinisiInfark adalah kematian suatu jaringan tubuh. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya pasokan darah yang menuju jaringan tubuh tersebut. Adanya penyumbatan pada vena atau arteri yang mengalirkan darah menuju organ tubuh dapat menimbulkan terjadinya infark jaringan.Infark paru adalahistilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus nekrosis lokal pada jaringan parenkim paru yang diakibatkan oleh penyumbatan vaskular.1,2 Kematian jaringan paru akibat tersumbatnya aliran darah seperti arteri pulmonalis oleh suatu embolus. EtiologiInfark paru merupakan suatu keadaan yang sering disebabkan oleh adanya embolus pada paru (pulmonary embolism).2,3,5 Emboli dapat terjadi dikarenakan tromboemboli vena (venous thromboembolism).2,3,5,6Hal ini dapat berhubungan dengan adanya trauma, post operasi dan kelahiran.Tiga faktor predisposisi yang dapat menimbulkan trombus sesuai trias virchow adalah : Endotel cedera Statis aliran darah Darah hiperkoagulabilitasEmboli yang dapat menyebabkan infark paru jika terjadi penyumbatan total di arteri pulmonalis dan arteri bronkialis yang merupakan pembuluh darah secara langsung berada pada alveoulus.2,3,6 Jika sirkulasi bronkus normal dan ventilasi tetap normal, keadaan infark paru jarang terjadi. Infark paru terjadi jika adanya gangguan pada jantung atau sirkulasi bronkus.2,3,6Embolus yang dapat menyebabkan infark paru biasanya sering berasal dari vena dalam ekstremitas bawah seperti vena femoralis, vena poplitea dan vena iliaka.2,3,6 Embolus tersebut masuk kealiran darah menuju jantung dan akhirnya menyumbat di pembuluh darah paru.

EpidemiologiKasus emboli paru dapat berhubungan dengan infark paru, namun biasanya hanya 10% kasus emboli paru yang berujung pada infark paru.3Kasus terbanyak yang dapat menyebabkan infark paru adalah adanya penyakit dasar seperti gagal jantung ataupun thromboflebitis.3,5Faktor predisposisi lain yang dapat menimbulkan penyumbatan pembuluh darah akibat embolus antara lain2,3,5 : ObesitasHal ini dapat menyebabkan terjadinya emboli lemak yang jika terjadi penyumbatan pada pembuluh darah paru dapat menyebabkan infark paru. Hiperkoagulabilitas darahAktivitas pembekuan darah yang meningkat dapat menyebabkan penggumpalan darah dan jika gumpalan darah tersebut terlepas yang mungkin menyebabkan penyumbatan pada aliran darah paru akan menimbulkan infark pada paru. Obat kontrasepsiTerapi dengan kontrasepsi ataupun steroid dapat menyebabkan hiperkoagulobilitas darah.

Patofisiologi dan PatogenesisInfark paru sangat berhubungan dengan adanya penyumbatan pada aliran darah paru, seperti arteri pulmonalis dan arteri bronkialis oleh karena adanya embolus (emboli paru). Pembentukan trombus dapat berasal dari pembuluh arteri dan vena, terutama pada ekstremitas bawah, pelvis serta dapat pula akibat lepasnya trombus dari jantung kanan.3Trombus ini terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah arteri, aliran darah vena yang tidak lancar serta pembekuan darah dalam vena jika terjadi kerusakan endotel vena.2,3 Infark paru yang sering terjadi sering berhubungan dengan tromboemboli vena.2,3,4,5 Trombus vena ini biasanya lepas dari pembuluh darah dan mengalir bersama darah vena menuju jantung. Saat diperjalanan, trombus tersebut dapat beragregasi dengan trombus-trombus kecil yang lain sehingga dapat menambah ukuran trombus tersebut.3 Ditambah dengan perlambatan aliran darah (statis) dan faktor pembekuan darah dapat mendukung terbentuknya trombus dengan ukuran besar.3 Faktor pembekuan darah dapat meningkat kerjanya pada beberapa keadaan seperti post operasi, persalinan dan trauma pada organ-organ tubuh.3,5Trombus tersebut akan mengikuti aliran darah menuju jantung, lalu dari jantung kanan akan menuju paru melewati arteri pulmonalis. Trombus tersebut dapat menyumbat pada arteri pulmonalis yang menyebabkan obstuksi total ataupun sebagian.3Perlu diketahui, penyumbatan tersebut dapat mengaktifkan refleks neurohumoral yang akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pada cabang-cabang arteri pulmonalis serta timbulnya bronkokonstriksi (gangguan respirasi) akibat adanya obstruksi tersebut.3 Hal ini dapat menjelaskan gejala-gejala yang akan timbul dari infark paru akibat emboli paru.Namun, keadaan ini belum tentu dapat dengan mudah menyebabkan terjadinya infark paru. Infark paru dapat terjadi jika terjadi penyumbatan tidak hanya di arteri pulmonalis namun juga pada arteri bronkialis dan terjadi gangguan pada saluran pernapasan.2,3Infark paru sangat jarang terjadi pada keadaan emboli paru disalah satu arteri paru saja. Ini dikarenakan jaringan paru mendapatkan oksigen dari sirkulasi arteri pulmonalis, sirkulasi arteri bronkialis dan langsung dari saluran pernapasan.2,3Sehingga infark paru jarang terjadi dan mekanismenya tidaklah jelas. Namun, infark paru sering terjadi pada pasien gagal jantung serta penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).2,3 Pada pasien gagal jantung akan terjadi penurunan aliran darah menuju arteri bronkialis dalam waktu lama sedangkan PPOK dapat menyebabkan perubahan atau hilangnya struktur normal arteri bronkialis yang akan memudahkan terjadinya infark paru.2,3Keadaan lain yang dapat menyebabkan infark paru adalah vaskulitis yang terjadi pada arteri bronkialis dapat menyebabkan peradangan pan trombosis.2,3,5 Serta emboli sepsis yang akan mengaktifkan proses radang dari suatu mikroorganisme pada jaringan parenkim paru yang akan menimbulkan nekrosis langsung pada paru.3

Manifestasi Klinis Infark ParuGejala infark paru hampir menyerupai gejala emboli paru3. Adapun gejala dapat terjadi antara lain : Sesak napas mendadakKeadaan ini disebabkan bronkokonstriksi dari penyumbatan arteri paru secara total. Takipnea Batuk-batuk HemoptisisHemoptisis dapat timbul setelah 12 jam terjadinya emboli paru dan sesudah 24 jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat serta terbentuknya suatu perdarahan dan ateletaksis. Lama kelamaan jaringan yang mengalami perdarahan tersebut akan mengering dan terbentuk jaringan parut. Nyeri PleuritikNyeri dirasakan pada dinding dada daerah paru yang terkena serta sering juga dirasakan pada daerah bahu ipsilateral. Nyeri pleuritik ini disebabkan karena terjadinya perdarahan pada arteri pulmonalis segmental atau subsegmental yang mengalami obstruksi.6 Cairan pleura akan bercampur dengan darah sehingga akan terjadi gesekan pleura. Nyeri ini juga dapat dilihat pada pasien dengan ketidaksimetrisan pergerakan dinding dada.3 Adanya tanda-tanda fisis paru, seperti : peluritis, elevasi diafragma yang terkena dan tanda-tanda konsolidasi daerah paru yang terkena seperti terjadinya ateletaksis. Jika terjadi obstruksi pada arteri besar paru, maka akan tampak gejala seperti gagal jantung kanan (tanda hemodinamika) : tekanan vena jugularis meninggi, sianosis sentral. Apabila terjadi obstruksi pada ateri kecil, maka akan tampak gangguan respirasi (bronkokonstriksi).

Diagnosa Infark Paru3,4,5Untuk mendiagnosa suatu infark paru dapat dilakukan beberapa pemeriksaan. Namun, untuk mengetahui penyebab pasti terjadinya infark paru tetap dapat dilakukan dengan anamnesa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik lalu menentukan bagian paru yang terkena infark dengan pemeriksaan penunjang. AnamnesisDapat dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya gejala-gejala yang menjurus pada kasus infark paru. Tanyakan riwayat penyakit yang dapat menerangkan faktor risiko terjadinya infark paru. Serta tanyakan gejala-gejala yang terjadi yang dapat menunjang penegakan diagnosa. Pemeriksaan fisikDari inspeksi lihat tanda-tanda adanya trombosis vena dalam biasanya pada daerah ekstremitas bawah. Adakah terjadinya fraktur femur, tirah baring yang lama, tanda-tanda infark miokard lainnya. Dari auskultasi dapat didengan suara gesekan pleura pada bagian yang terkena obstruksi. Pemeriksaan penunjang RadiologisDensitas paru yang sesuai dengan infark paru didapatkan sekitar 25-30% kasus, dengan tampak sebagai kesuraman pada sudut kosto frenik. Atau sebagai densitas bulat dengan batas tidak jelas diatas diafragma, yang disebut Hamptons hump yang berbentuk kerucut dengan dengan basis pada pleura dan puncak menuju hilus tetapi gambaran ini jarang ditemukan. Sidikan Paru Perfusi dan VentilasiPemeriksaan sidikan perfusi paru dengan menggunakan albumin yang ditanda dengan Te99m. Bahan kontras radioaktif tadi disuntikkan intravena. Beberapa saat kemudian perfusinya dibaca dengan kamera gamma. Efek sidikan paru (cold nodule) menentukan kemungkinan letak infark paru. Namun hal ini perlu dikombinasikan dengan sidikan ventilasi paru dengan gas Xenon133 yang diinhalasi oleh pasien, hasilnya akan dibaca pada kamera gamma. Angiografi paruPemeriksaan ini paling akurat untuk menilai terjadi penyumbatan pada arteri-arteri paru. Pada kasus infark paru akibat adanya penyumbatan (emboli paru) akan terlihat penghentian aliran kontras dengan mendadak (filling defect). Angiografi penting dilakukan jika penegakan diagnosa pasti pada sidikan paru perfusi dan ventilasi telah menunjukkan adanya suatu obstruksi arteri. Angiografi paru mutlak perlu dilakukan apabila pasien akan embolektomi paru. Angiografi paru dapat dilakukan satu minggu setelah fase akut. CT Scan7Jika terdapat sarana penunjang yang tepat seperti CT Scan, dapat dengan mudah menilai adanya infark paru tanpa memberikan intervensi dengan pemberian kontras seperti sidikan dan angiografi. Namun, sering terkendala pada sarana dan harganya yang mahal. Gambaran infark paru pada CT Scan :

Diagnosa Banding Pneumonia Sumbatan bronkus oleh lendir pekat Tuberkulosis paru dengan efusi pleura Karsinoma paru

Penatalaksanaan Infark ParuPengobatan emboli paru dan infark paru mempunyai prinsip terapi yang sama dan juga keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat yang harus ditindaklanjuti dengan tepat dan segera. Pengobatan yang diberikan kepada pasien emboli paru dan infark paru, terdiri dari:1. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasienTindakan ini adalah hal untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi vital tubuh seperti memberikan oksigen saat terjadinya sesak atau hipoksemia, infus untuk menstabilkan cairan yang keluar dari ventrikel kanan menuju aliran darah pulmonal.2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus.Keadaan ini mencakup menangani faktor penyebab terjadinya emboli dan infark paru, seperti gagal jantung kanan yang dapat diberikan vasopressor, obat inotropik ataupun digitalis.3. Pengobatan utama terhadap emboli dan infark paruDengan cara memberikan pengobatan untuk menghambat pertumbuhan tromboemboli dan melarutkan tromboemboli.

Pengobatan antikoagulan Heparin dapat diberikan untuk melarutkan trombus, menghambat agregasi trombosit dan mencegah emboli ulang. Pemberian heparin dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti : 1) drip heparin dengan infus intravena, 2) suntikan intravena intermitten, 3) suntikan subkutan. Namun pemberian drip heparin dengan infus intravena lebih disukai dibanding dengan suntikan intra vena intermiten karena kasus perdarahan yang minimal.Dosis heparin : bolus 3000 5000 unit IV ditambah dengan 30.000 35.000 unit/hari infus glukosa 5% atau salin 0,9%. Lama pengobatan diberikan selama 7 10 hari, selanjutnya diberikan obat antikoagulan oral. Warfarin juga dapat diberikan untuk menghambat aktivitas vitamin K sebagai faktor pembekuan darah. Dikarenakan aktivitas warfarin bekerja lama, dianjurkan pemberian warfarin setelah pemberian heparin. Dosis yang biasa dipakai adalah 10-15 mg/Kg BB oral. Lama pemberian warfarin sekitar 3 bulan (12 minggu) secara terus menerus. Pengobatan trombolitikPengobatan ini ditujukan untuk menghilangkan sumbatan mekanik karena tromboemboli dengan melisiskan tromboemboli tersebut. Obat yang tersedia adalah streptokinase dan urokinase.

4. Pengobatan lainPembedahan dapat dilakukan pada pasien yang tidak adekuat dengan pemberian terapi warfarin ataupun heparin. Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah : Venous interruptionYang bertujuan untuk mencegah terjadinya emboli berulangdari trombus vena pada ekstremitas bawah. Cara kerjanya dengan memasang filter pada vena cava inferior sehingga dapat mencegah emboli dengan ukuran lebih dari 2 mm memasuki sirkulasi jantung dan paru. EmbolektomiDahulu banyak dikerjakan pada pasien kontraindikasi dengan pemakaian antikoagulan. Namun, risiko yang cukup besar dengan embolektomi dapat terjadi sehingga pada masa sekarang sudah sangat jarang dipakai.PencegahanCegah terjadinya tromboemboli vena dalam pada ekstremitas bawah dengan pemakaian stocking elastis yang akan membantu aliran darah secara lancar dan mencegah terjadinya statis aliran darah. Mencegah posisi duduk atau berdiri yang terlalu lama untuk mencegah pembentukan trombus.Tindakan lain yang dapat dilakukan dengan meninggikan letak kaki pada pasien tirah baring yang lama. Suntikan heparin dosis rendah, 5000 unit subkuran tiap 8 -12 jam dapat diberikan sebelum 2 jam operasi dapat mencegah terjadinya trombus pada pasien pasca operasi.

EMBOLI PARUDEFINISISuatu keadaan ketika mekanisme fibrinolitik pada paru paru untuk mengeliminasi gumpalan (Trombus) baik darah,lemak,udara,dan lain lain,yang ada di aliran darah di paru paru terganggu,sehingga terjadi obstruksi jalan darah yang akan mengaliri paru paru.ETIOLOGIBerdasakan hasil hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), udarah, lemak, sumsum tulang dan lain lain.Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinisPATOFISIOLOGIEmbolus berasal dari vena illiaca,popliteal,dan femoris embolus tidak dapat disaring akibat ukurannya yang terlalu besar mengganggu mekanisme fibrinolitik terjadi sumbatan pada pembuluh darah di paru paru terjadi emboli paruFAKTOR PRESDIPOSISI1. Adanya aliran darah lambat (stasis).2. Kerusakan dinding pembuluh darah vena.3. Keadaan darah mudah membeku (Hiperkoagulasi). MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis emboli paru bervariasi tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru, ukurannya, lokasi emboli, umur pasien dan penyakit kordiopulmonal yang ada. Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak napas.

1. Tanda tanda yang muncul pada pasien dengan emboli paru paru adalah:a. Dispneab. Nyeri dada pleuritikc. Kecemasan d. Batuk e. Hemoptisis

2. Gejala yang muncul pada pasien dengan emboli paru paru adalah:a. Takipneab. cracklesc. Takikardiad. Bunyi jantung S3e. Jika tidak ada bunyi S3 bisa jadi ada bunyi S4f. Keringat berlebih g. DemamPEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratoriuma. Pemeriksaan darah tepi: Kadang kadang ditemukan leukositosis dan laju endap darah yang sedikit tinggi.b. Kimia darah: Peningkatan kadar enzim SGOT, LDHc. Analisis gas darah: Pao2 rendah (Hipoksemia), menurunnya Pa Co2 atau dibawah 40 mmhg.

2.ElektrokardiografiKelainan yang ditemukan pada elektrokardiografi juga tidak spesifik untuk emboli paru, tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda pertama dugaan adanya emboli paru, terlebih kalau digabungkan dengan keluhan dan gambaran klinis lainnya.

3.RontgenThoraxPada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya ditemui kelainan yang sering berhubungan dengan adanya kelainan penyakit kronik paru atau jantung pada pasien emboli paru tanda radiologi yang sering didapatkan adalah pembesaran arteri pulmonalis desendens, peninggian diagfrakma bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan tanda westermark. PENATALAKSANAANTindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien.Kebanyakan pasien emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, tindakan pertama pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien untuk mempertahankan fungsi fungsi vital tubuh:a. Memberikan Oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksimia.b. Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kesetabilan keluaran ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal.

2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus.Kembali pada persoalan bahwa emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, sedikit atau banyak menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, maka perlu dilakukan tindakan pengobatan terhadap gangguan jantung tadi, yang dengan sedirinya diberikan atas dasar indikasi khusus sesuai dengan masalahnya.

3. Pengobatan Utama Terhadap Emboli Paru a. Pengobatan anti koagulan dengan heparin dan warfarin.b. Pengobatan trombolitik.

Tujuan pengobatan utama ini adalah:a. Segera menghambat pertumbuhan tromboemboli.b. Melarutkan tromboemboli.c. Mencegah terjadinya emboli ulang.

4.Pengobatan Anti Koagulan Dokter biasanya memberikan obat anti koagulan untuk mencegah pembesaran embolus dan mencegahnya timbulnya pembentukan bekuan darah baru. Perdarahan aktif, stroke dan trauma adalah beberapa kontra indikasi yang memungkinkan penggunaan anti koagulan.Heparin bisa digunakan jika embolus paru paru tidak masif (berat) atau tidak mempengaruhi keseimbangan himodinamik. Enzim trombolitik dapat digunakan selanjutnya untuk melisiskan bekuan darah yang ada. Terapi heparin biasanya berlanjut selama 7 10 hari. Dokter biasanya memberikan terlebih dahulu obat oral seperti warfarin (Coumadin dan warfilone), pada hari ke 3 warfarin baru diberikan. Tetapi kombinasi dari wafarin dan heparin selama protrombin time mencapai 1,5 dan 2 kali nilai control. Selanjutnya warfarin selama 3 6 minggu.

KOMPLIKASIa.Asma Bronkhial Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

b. Efusi Pleura Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam rongga pleura.

c. Anemia Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan.

d. Emfisema Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.

e. Hipertensi PulmonerHipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana didapatkan peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada HPP tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan darah pada cabang cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru. Peningkatan tahanan arteri pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan sehingga harus bekerja lebih kuat untuk memompa darah ke paru.

Faktor-faktor Risiko terjadinya Emboli paruA. Keadaan yang menyebabkan stasis vena1. Tirah baring atau immobilisasi yang lama2. Keadaan postpartum3. Bedah tulang atau memakai gips4. Obesitas5. Usia lanjutB. Cedera pada dinding vena1. Pascabedah, terutama yang berhubungan dengan toraks, abdomen, pelvis atau tungkai2. Fraktur pelvis atau tulang panggul3. Terapi intravenaC. Keadaan yang meningkatkan bekuan darah1. Keganasan2. Kontrasepsi oral tinggi estrogen3. PolisitemiaD. Gangguan-gangguan risiko tinggi1. Gagal jantung kongestif tingkat 42. Keadaan pascaoperasia. Bedah tulang panggulb. Bedah pelvis atau abdominal akibat keganasan yang meluas3. Keadaan postpartum4. Riwayat trombosis vena (DVT), emboli paru (PE), varises5. Fraktur tulang-panjang6. Infeksi abdominal7. Diabetes melitus8. Anemia sel bulan sabit9. Penyakit paru kronikPencegahanPencegahan terhadap timbulnya trombosis vena dalam dan tromboemboli paru dilakukan dengan tindakan-tindakan fisis, suntikan heparin dosis kecil dan obat anti platelet (antitrombosit) pada pasien-pasien risiko tinggi.Tindakan tindakan fisis, misalnya pemasangan stocking stastik dan kompresi udara intermiten pada tungkai bawah. Pemasangan stocking elastik mungkin efektif untuk mencegah timbulnya trombosis vena dalam. Pemasangan alat kompresi udara intermiten pasca operasi pada tungkai bawah dianjurkan pada pasien sesudah pembedahan saraf, prostat atau lutut. Tindakan-tindakan lain untuk mencegah trombosis vena dalam misalnya mobilisasi dini sesudah pembedahan, kaki letaknya ditinggikan pada pasien tirah baring, dan latihan aktif dan pasif menggerakkan kaki pada pasien tirah baring. Suntikan heparin dosis rendah, 5.000 unit subkutan diberikan tiap 8-12 jam, dimulai 2 jam sebelum operasi. Monitoring sama seperti pengobatan heparin.Pencegahan dengan obat antitrombosit dalam mencegah trombosis vena dalam belum ada bukti keberhasilannya.

PrognosisPrognosis emboli paru jika terapi yang tepat dapat segera diberikan adalah baik. Emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak. Prognosis emboli paru tergantung pada penyakit yang mendasarinya, juga tergantung ketepatan diagnosis dan pengobatan yang diberikan.Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Pada emboli paru masif prognosisnya lebih buruk lagi, karena 70 % dapat mengalami kematiandalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan yang sering mengalami ulangan serangan. Resolusi emboli paru dapat terjadi dengan terapi trombolitik yang progresif. Umumnya resolusi dapat dicapai dalam waktu 30 jam. Resolusi komplet terjadi dalam waktu 7-19 hari, variasinya tergantung pada kapan mulai terapi, adekuat tidaknya terapi dan besar kecilnya emboli paru yang terjadi.Sumber :

REFERENSI1. Sundaru, Heru & Sukamto. Tromboemboli paru 2305-2314 dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Editor: Aru W. Sudoyo, dkk. Jakarta: InternaPublishing. 2009. p. 404-4142. A. Price, Sylvia & M. Wilson, Lorraine. 2005. Emboli paru dalam Patofisiologi Edisi 6 Volume. Jakarta:EGC. p. 816-818.