tugas
-
Upload
jijin-kuwi-kuprit -
Category
Documents
-
view
29 -
download
5
Transcript of tugas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada
usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes.
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang
menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis
yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati
diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit
retinopati diabetik. 1,2,3
Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan
pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50%
dansesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik.
Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25% sudah
menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun,
prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.
Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2
mengalami kebutaan total setiap tahun.
Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang. Namun demikian, karena
angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat maka retinopati
diabetik masih teteap menjadi masalah penting.19
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisiologi, patologi,
penatalaksanaan dan prognosis Neuropati Diabetik.
1.3 Tujuan Penulisan
1
1. Memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisologi, patologi,
penatalaksanaan dan prognosis neuropati diabetik.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah kedokteran.
3. Memenuhi tugas Praktikum Biokimia di Bagian Laboratorium Biokimia Fakultas
Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Definisi
Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan
inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami
dilatasi dan berkelok-kelok (lihat gambar 1 dan 2). 2,8
Gambar 1 dan 2. Retinopati diabetik non proliferatif
2.2. Epidemiologi
Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan pada sekitar 2,5 juta dari 50%
penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik adalah satu dari empat kasus kebutaan yang
paling banyak terjadi di amerika.
Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat. Biasanya
mengenai penderita berusia 20-64 tahun sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12%
kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak
dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun
menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes,
dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes
selama 17-25 tahun.
Di Inggris, retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien
berumur 30-65 tahun. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah 10
tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat
setelah pubertas1,3
Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama
timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati
pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah
perjalanan penyakit sistemik ini.
3
Hasil-hasil serupa diabetes tipe II (nonindependen insulin), tetapi pada para pasien ini
onset dan lama penyakit telah ditentukan secara tepat. Dianjurkan pasien diabetes mellitus
tipe I dirujuk untuk pemeriksaan oftalmologi dalam tiga tahun setelah diagnosis dan diperiksa
ulang paling sedikit sekali setahun
2.3. Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita
lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan
mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di
depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam
ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah
yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
2.4. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 1,10
1. Retinopati diabetik non proliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit
ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada
mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang
dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran
4
darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-
abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan
dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina
(makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat
penglihatan seseorang. (Lihat gambar).
Gambar Retinopati diabetik non proliferatif . 7,11
2. Retinopati diabetik preproliferatif
Gambar Retinopati diabetik preproliferatif .12
3. Retinopati diabetik proliferative. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang
menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati
diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari
pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini
mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi
penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina
terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara
permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan
penglihatan yang berat atau kebutaan. (Lihat gambar).
5
Gambar Retinopati diabetik proliferatif. 13
2.5. Gambaran Klinis
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan
retina.2
Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 8
Penglihatan kabur
Kesulitan membaca
Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya
adalah:
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata
. 6,8,15
Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina. 7
6
Gambar Blot hemorrhages dan microaneurysms . 13
Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-
kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang- kadang disertai kelainan endotel
dan eksudasi plasma.6,8,15
Gambar Dilatasi pembuluh darah balik. 16
Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat
gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6,8,15
7
Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif. 16
Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata,
kemudian membesar dan bergabung. 6,8,15
Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea . 16
Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina
yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk
zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan
mikroaneurisma dan eksudat intra retina (lihat gambar 14).
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema
(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:6,8,15
Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 µmdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk. 17
8
Gambar Funduskopi makula normal. 14
Gambar Funduskopi edema makula. 9
Gambar Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak, mikroaneurisma,hard
eksudat, cotton wool spot. 13
9
Vision of normal and diabetic people. 6,18
2.6. Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur
poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan reactive
oxygen speciasi (ROS)
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan
bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat
10
akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi
kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan
sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak
akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi
sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil)
yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati. 19.20,21
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran
darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan
agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
11
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan
matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor
sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan,
hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh
sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular
retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada
non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada
intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat
melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di
jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 19
12
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis
terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam
menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini
akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa
pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat
ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi. 6,18
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi
karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian
lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang
lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada
funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters
atau benda yang melayang-layang pada penglihatan. 4,6,18
13
Gambaran retina penderita DM
2.7. Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan
aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea.
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran basalis
dan sel endotel.
Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yangterletak
diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel
kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsimempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan
transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling
berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis
membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul
kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler retinopati diabetik dimulai dari
penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana keadaan lanjut perbandingan
antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima
proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
3. Penyumbatan pembuluh darah
14
4. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina
5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkankebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati
diabetik dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler
2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan
fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment )
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. 19
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran
plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan
serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot,
intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.
Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui
dua mekanisme yaitu: 14
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang
menyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular. 1,2,8
Kebutaan pada Retinopati Diabetik
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut,
antara lain:
1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini
dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat
15
melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada
retinopati diabetik.19
2) Oklusi vaskular retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular
retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila
oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada
retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami
kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi
vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan
oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri
retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap
tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
seluruh retina berwarna pucat. 6,19
3) Glaukoma
16
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan
dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular. 4,19
2.8 Patologi
Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis
klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus,
hialinosis, mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga
terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau
ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria.
Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak
struktur heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1.20
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis,
ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus,
hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.8,20
2.9. Diagnosis
Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :
1.Anamnesis
Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan yang terjadi secara
perlahan-lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya kelainan.
2.Pemeriksaan Fisis
-Tes ketajaman penglihatan
-Dilatasi pupil
3.Pemeriksaan Penunjang
-Fundal flourescein angiography
-Pemotretan dengan memakai film berwarna
-Oftalmoskopi
-Slit lamp biomicroscopy
17
-Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang menyerupai ultrasound
yang digunakan untuk mengukur tekanan intraocular.
-Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk deteksi dini penyakit
mata termasuk retinopati diabetik.19
2.10. Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic merupakan upaya yang harus
dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk
memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah
untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan
retinopati diabetic saat ini meliputi :
1.Kontrol glukosa darah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik
secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga
progresivitasnya
2.Kontrol tekanan darah
3.Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
4.Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan
retinopati diabetic. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal
yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan jjuga untuk beberapa tipe
makulopati.
Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi
lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, factor vasoformatif
pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto
koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut
fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-
retinal.2,10,19
18
2.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:
Perdarahan vitreus body
Ablasio retina
2.12. Prognosis
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian
metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi
secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap
penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah
social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan
dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada
pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati
yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang
bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.19
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
19
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat
dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala
klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes non
proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah
yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya
seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu
mata,melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip.
Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain
mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard
eksudat,edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi
penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina
yangmenyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non
proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler
abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu darikeempatnya
dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada retinopati
diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic menggunakan lensa +
90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi
kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati
diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko penurunan
penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Pada edema
makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak berespon dengan
terapi laser.
3.2 Saran
20
Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mecegah komplikasi
pada penderita
Memberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi angka mortalitas akibat
komplikasi Diabetes Mellitus
Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai neuropati diabetik agar diketahui
data insidensi neuropati diabetik di Indonesia.
Daftar Pustaka
21
1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition. Boston:Little
Brown Company.1988. 145-7.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.211-4.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.168-9.
4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:
Erlangga.2005.131
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto.2002.8-9.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,21820.
7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.
http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FKUSU
RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema. http://www.vrmny.com
[diakses 29 April 2008]
10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth
Heinemann.1994.344-57
11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org [diakses 29
April 2008]
12. Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org [diakses 29 April 2008]
13. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29 April
2008]
14. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United State:American
Academi of Ophtalmologi.1997.71-86
15. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
16. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com [diakses 29 April 2008]
17. Benson WE, Tasman T. Retina. In: Rhee DJ, Pyfer MF. The Wills Eye Manual Office
and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 3 Edition. Philladelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 1999.452-7th.
22
18. Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam
http://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010.
Pemutakhiran data terakhir tanggal 6 Oktober 2009.
19. Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
20. Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy.
Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing: Australia.
21. Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K,
Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in Diabetic
Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26 Oktober 2010.
Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.
23