kompetensi dokter indonesia (modul etika, profesional dan humaniora)
Tugas 4 Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam Dan Barat, Dan Etika Profesional
-
Upload
kartika-sandi-utami -
Category
Documents
-
view
80 -
download
0
description
Transcript of Tugas 4 Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam Dan Barat, Dan Etika Profesional
ETIKA BISNIS
PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN
BARAT, DAN ETIKA PROFESIONAL
NAMA : KARTIKA SANDI UTAMI (14212035)
KELAS : 4EA19
Program Sarjana Ekonomi
Universitas Gunadarma
2015/2016
PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA
PROFESI
A. Beberapa aspek etika bisnis islami
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan
manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang
komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan
dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi
kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada
etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial
demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis
menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang
sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun
keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi,
sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci
keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan
mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan
dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya
yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap
masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat
dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas
dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam
konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar
yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang
melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis
B. Teori Ethical Egoism
Teori Ethical Egoism, Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan
bahwa benar atau salah dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari
apakah hal tersebut mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu
sendiri. Apa dampak perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan, kecuali jika
akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang
bersangkutan.
C. Teori Relativisme
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan
dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia,
budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan
perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis,
relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah
tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini
dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
D. Konsep Deontology
Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti sesuatu yang harus dilakukan
atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
Sesuatu itu dianggap baik karena tuntutan norma sosial dan moral, apapun dampaknya
dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang
menguntungkan atau tidak, menyenangkan atau tidak. Istilah ini, digunakan kedalam
suatu sistem etika. Istilah ini digunakan pertama kali oleh filsuf dari Jerman yaitu
Immanuel Kant.
E. Pengertian Profesi
Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari termasuk pelatihan yang
diselenggarakan secara formal ataupun tidak formal dan memperoleh sertifikat yang
dikeluarkan oleh sekelompok / badan yang bertanggung jawab pada keilmuan tersebut
dalam melayani masyarakat, menggunakan etika layanan profesi dengan
mengimplikasikan kompetensi mencetuskan ide, kewenangan ketrampilan teknis dan
moral serta bahwa perawat mengasumsikan adanya tingkatan dalam masyarakat.
F. Kode Etik
Kode etik adalah merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang
dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari
kode etik. Dengan demikian kode etik adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
PERBANDINGAN KODE ETIK
American
Marketing
Association (AMA)
Institute of
Management
Accountants
Association for
Investment
Management and
Research (AIMR)
Association for
Computing Machine
(ACM)
Tanggung jawab Kompetensi KompetensiTanggung jawab dan
komitmen
Kejujuran dan
KewajaranIntegritas
Integritas, Martabat
(dignity)
Jujur dan dapat
dipercaya
Hak dan KewajibanKerahasiaan,
Objektivitas
Kerahasiaan,
Objektivitas,
Independensi
Kerahasiaan,
Menghormati hak
kekayaan intelektual
Hubungan
organisasi
Resolusi atas konflik
etis
Kehati-hatian:
Larangan
menggunakan
informasi non publik
Adil dan tidak
diskriminatif:
Menghormati privasi
orang lain
Sehubungan dengan hal tersebut dibawah ini akan diulas beberapa konsep yang biasa muncul
dalam pedoman kode etis suatu profesi :
1. Integritas
Banyak yang mengitepretasikan integritas sama dengan keujujuran, meski sebenarnya
konsep integritas lebih luas dari konsep kejujuran. Kejujuran hanya merupakan salah
satu unsur yang membangun integritas seseorang. Menurut Cloud, Pengertian
integritas bukan hanya sekedar berarti jujur, tetapi juga menyiratkan adanya sifat
utuh, tidak terbagi, menyatu, kokoh, serta konsisten. Pandangan lain dikemukakan
oleh Julian M dan Alfred yang mengatakn bahwa integritas merujuk pada segala hal
yang membuat seseorang bisa dipercaya. Dengan menyimak kedua pandangan diatas,
dapat disimpulkan bahwa integritas menyiratkan pengertian keutuhan atau
keseimbangan, menjadi dasar atau pondasi untuk membangun kepercayaan, meliputi
banyak atribut atau kualitas terkait untuk membangun karakter atau pribadi utuh.
2. Whistleblowing
Menurut Sonny Keraf, Whistleblowing dalam konteks etika adalah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan
kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain.
3. Kompetensi
Dalam arti luas, Kompetensi mencakup penguasaan ilmu atau pengetehuan dan
keterampilan atau skill yang mencukupi, seta mempunyai sikap dan perilaku yang
sesuai untuk melaksanakan pekerjaan atau profesinya. Bila kompetensi mencakup
ketuga unsure ini, pegetahuan, ketampilan, sikap dan perilaku, maka orang yang
kompeten sama artinya dengan orang yang professional.
4. Objektifitas dan Independensi
Objektif Berarti sesuai tujuan, sesuai sasaran, tidak berat sebelah, selalu didasarkan
atas fakta, atau bukti yang mendukung. Konsep ini menyiratkan bahwa segala sesuatu
diungkapkan apa adanya, tidak menyembunyikan sesuatu, jujur dan wajar.
Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau
tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan atau tindakan.
G. Prinsip Etika Profesi
Pertama, prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum
profesional. Bahkan sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi
dikatakan. Karena, sebagaimana diuraikan di atas, orang yang profesional
sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama
bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan
kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang
yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak
dan kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka
profesinya.
Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang
dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi
kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan
konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini
punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung
jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi
tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. kedua, otonomi itu
juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama
menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada
waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak
sampai merugikan umum.
Keempat, prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas,
terlihat jelas bahwa orang yang profesional juga orang yang punya integritas
pribadi atau moral yang tinggi. Karena itu punya komitmen pribadi untuk
menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain
atau masyarakat.