Tugas 1 Gender

2
Ketika saya menginjakan kaki di semester tujuh HI Unpad kemudian mengenal mata kuliah Gender dan Seksualitas dalam Hubungan Internasional muncul pertanyaan besar dalam benak saya, What is it for? Gender yang saya tahu selama ini simple antara laki-laki dan perempuan. Sampai pada akhirnya memasuki kuliah pertama akhirnya saya tahu bahwa gender yang saya tahu selama ini adalah seks bukan gender. Lalu apa itu gender? Walaupun masih di permukaan saya berusaha mendefinisikan gender yaitu sebagai perlakuan yang kita terima atau perbuat berdasarkan seks yang dimiliki. Ada pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan gender dalam hidup saya. Saya sebut sebagai konstruksi gender dalam diri saya. Lahir sebagai anak perempuan di tahun 1993 menjadikan saya anak pertama perempuan untuk Papa dan Ibu saya dan juga menjadikan saya sebagai cucu pertama perempuan bagi Kakek dan Nenek saya. Lingkungan terdekat saya pada saat kecil ya hanya keluarga. Sejak kecil saya dididik dan tumbuh besar sebagaimana perempuan kebanyakan. Saat saya kecil Papa tidak memperbolehkan saya memotong rambut menjadi potongan pendek karena katanya itu akan membuat saya seperti anak laki-laki. Semakin tumbuh besar, adik-adik saya yang laki-laki diperbolehkan untuk main hujan-hujanan dan ketika saya ingin ikut bergabung saya tidak diperbolehkan karena nanti katanya akan jatuh sakit. Semakin beranjak, adik laki-laki saya diperbolehkan membawa motor untuk pergi ke sekolah, tetapi saya tidak diperbolehkan dan hanya boleh diantar jemput oleh supir menggunakan mobil katanya nanti kalau saya bawa motor saya bisa jatuh dan terluka. Dari beberapa larangan-larangan tersebut muncul sebuah pertanyaan bagi saya: “Memangnya hanya laki-laki yang boleh berambut pendek? Mengapa perempuan tidak? Memangnya kalau laki-laki yang main hujan-hujanan tidak akan jatuh sakit? Memangnya kalau laki-laki yang jatuh dari motor tidak akan terluka? Apakah memang perempuan selemah itu?” Well, semakin dipikir saya tahu maksud papa saya terhadap saya adalah sangat baik untuk melindungi putri satu-satunya. Namun di satu sisi, memunculkan pandangan atau konstruksi dalam otak saya bahwa perempuan menjadi mahluk yang lemah yang harus dilindungi agar tidak terluka. Melihat pengalaman saya ini, mungkin jika dikaitkan dengan realitas hubungan internasional adalah masih banyaknya orang-orang yang menganggap bahwa perempuan itu mahluk lemah yang tidak bisa memimpin atau menjadi seorang pemimpin. Sehingga seperti yang saat ini dapat dilihat kebanyakan pemimpin negara adalah laki-laki dengan anggapan bahwa laki-laki lebih

description

Gender dalam studi Hubungan Internasional

Transcript of Tugas 1 Gender

Ketika saya menginjakan kaki di semester tujuh HI Unpad kemudian mengenal mata kuliah Gender dan Seksualitas dalam Hubungan Internasional muncul pertanyaan besar dalam benak saya,What is it for?

Gender yang saya tahu selama inisimpleantara laki-laki dan perempuan. Sampai pada akhirnya memasuki kuliah pertama akhirnya saya tahu bahwa gender yang saya tahu selama ini adalah seks bukan gender. Lalu apa itu gender? Walaupun masih di permukaan saya berusaha mendefinisikan gender yaitu sebagai perlakuan yang kita terima atau perbuat berdasarkan seks yang dimiliki.Ada pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan gender dalam hidup saya. Saya sebut sebagai konstruksi gender dalam diri saya. Lahir sebagai anak perempuan di tahun 1993 menjadikan saya anak pertama perempuan untuk Papa dan Ibu saya dan juga menjadikan saya sebagai cucu pertama perempuan bagi Kakek dan Nenek saya. Lingkungan terdekat saya pada saat kecil ya hanya keluarga. Sejak kecil saya dididik dan tumbuh besar sebagaimana perempuan kebanyakan. Saat saya kecil Papa tidak memperbolehkan saya memotong rambut menjadi potongan pendek karena katanya itu akan membuat saya seperti anak laki-laki. Semakin tumbuh besar, adik-adik saya yang laki-laki diperbolehkan untuk main hujan-hujanan dan ketika saya ingin ikut bergabung saya tidak diperbolehkan karena nanti katanya akan jatuh sakit. Semakin beranjak, adik laki-laki saya diperbolehkan membawa motor untuk pergi ke sekolah, tetapi saya tidak diperbolehkan dan hanya boleh diantar jemput oleh supir menggunakan mobil katanya nanti kalau saya bawa motor saya bisa jatuh dan terluka. Dari beberapa larangan-larangan tersebut muncul sebuah pertanyaan bagi saya:Memangnya hanya laki-laki yang boleh berambut pendek? Mengapa perempuan tidak? Memangnya kalau laki-laki yang main hujan-hujanan tidak akan jatuh sakit? Memangnya kalau laki-laki yang jatuh dari motor tidak akan terluka? Apakah memang perempuan selemah itu?Well, semakin dipikir saya tahu maksud papa saya terhadap saya adalah sangat baik untuk melindungi putri satu-satunya. Namun di satu sisi, memunculkan pandangan atau konstruksi dalam otak saya bahwa perempuan menjadi mahluk yang lemah yang harus dilindungi agar tidak terluka.Melihat pengalaman saya ini, mungkin jika dikaitkan dengan realitas hubungan internasional adalah masih banyaknya orang-orang yang menganggap bahwa perempuan itu mahluk lemah yang tidak bisa memimpin atau menjadi seorang pemimpin. Sehingga seperti yang saat ini dapat dilihat kebanyakan pemimpin negara adalah laki-laki dengan anggapan bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan. Jika merujuk pada pertanyaan saya sebelumnya bukankah cukup membuktikan bahwa ada kesetaraan antara laki-laki dan perempuan? Bahwa laki-laki pun bisa jatuh sakit ketika main hujan-hujanan tidak hanya perempuan dan laki-laki pun akan terluka jika jatuh dari motor tidak hanya perempuan.Men Are From Mars Women Are From Venus.So, does it make the differences between Men and Women? Think twice;)