Tubo Ovarial Abses

18
Abses tuba ovarium (ATO) adalah akumulasi suatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada dinding pelvis yang mengalami inflamasi. Sepertiga sampai setengah pasien dengan ATO mempunyai riwayat pelvic inflamatory disease (PID). PID dan ATO merupakan infeksi dari polymicrobial bakteri aerobic dan anaerobic. Di mana Neissheria gonorrhoeeae dan klamidia trakomatis merupakan bakteri yang berperan dalam hal ini menginfeksi abses. Namun lebih banyak bakteri yang berperan adalah Escherisia koli dan spesies dari Batroides. Gejala yang ditimbulkan nya berupa 1. Demam tinggi dan mengigil 2. Nyeri kiri dan kanan perut bagian bawah terutama kalau ditekan 3. Mual dan muntah, jadi ada gejala abdomen akut yang terjadi akaibat perangsangan peritoneum 4. Tenesmus ani bila proses yang terjadi berdekatan dengan rektum dan sigmoid 5. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kana uterus, terjadi penebalan tuba dan nyeri pada ovarium. Etiologi 1. Pelvic inflamatory disease 2. Penggunaan IUD

Transcript of Tubo Ovarial Abses

Page 1: Tubo Ovarial Abses

Abses tuba ovarium (ATO) adalah akumulasi  suatu keadaan penyakit

inflamasi akut pelvis di mana kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya

massa pada dinding pelvis yang mengalami inflamasi. Sepertiga sampai setengah

pasien dengan ATO mempunyai riwayat pelvic inflamatory disease

(PID). PID dan ATO merupakan infeksi dari polymicrobial bakteri aerobic dan

anaerobic. Di mana Neissheria gonorrhoeeae dan klamidia trakomatis merupakan

bakteri yang berperan dalam hal ini menginfeksi abses. Namun lebih banyak

bakteri yang berperan adalah Escherisia koli dan spesies dari Batroides.

Gejala yang ditimbulkan nya berupa 1. Demam tinggi dan mengigil 2. Nyeri

kiri dan kanan perut bagian bawah terutama kalau ditekan 3. Mual dan muntah,

jadi ada gejala abdomen akut yang terjadi akaibat perangsangan peritoneum 4.

Tenesmus ani bila proses yang terjadi berdekatan dengan rektum dan sigmoid 5.

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kana

uterus, terjadi penebalan tuba dan nyeri pada ovarium.

Etiologi

1. Pelvic inflamatory disease

2. Penggunaan IUD

3. Infeksi intra abdominal

4. Pengobatan infertilitas

Patogen

Polimikrobial : Streptokokus, E coli, bakteri usus gram negatif, gonokokus dan

klamidia

Anaerob : bakteroides, prevotella, peptostreptokokus

Patofisiologi

Dengan adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau

parametrium terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Mekanisme

Page 2: Tubo Ovarial Abses

pembentukan TOA yang pasti sukar ditentukan, tergantung sampai dimana

keterlibatan tuba pada proses infeksi. Pada permulaan proses penyakit, lumen tuba

masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulent dari fimbriae dan

menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis

mengalami peradangan. Abses dapat terbatas mengenai tuba dan ovarium saja

atau dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain seperti usus besar, buli – buli

atau adneksa yang lain. Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai

respon terhadap pengobatan, keadaan ini dapat menimblkan perubahan anatomi

disertai perlekatan terhadap organ terdekatnya. Apabila proses nya menghebat

dapat terjadi pecahnya abses.

Struktur anatomi yang dapat terlibat dalam TOA

Pemeriksaan dan diagnosa

a. Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat infeksi daerah panggul

dengan umur antara 30 – 40 tahun, dimana 25 – 50 % nya adalah nullipara

b. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis pada 60 – 80%

kasus

c. Foto abdomen dilakukan apabila ditemukan adanya tanda – tanda ileus dan

atau dicurigai massa di adneksa

Page 3: Tubo Ovarial Abses

d. Ultrasonografi dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya pembentukan

kantung – kantung pus dan untuk evaluasi kemajuan terapi dengan

sensitifitas 82% dan spesifisitas 91%. USG transvaginal merupakan

pilihan untuk pemeriksaan TOA dan membedakan antara TOA dengan

Tubo ovarian compleks (TOC). Ultrasonografi juga dapat digunakan

sebagai pemandu dalam pemasangan drainase.

Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat ditemukan gambaran:

- massa kistik, hipoekhoik, berdinding tebal pada adneksa atau retrouterina

- massa bisa berlokus – lokus dengan septum atau komponen padat

- air fluid level

- Adanya cairan bebas

- Batas uterus tidak jelas

Kaakaji et al, “Sonography of Obstetric and Gynecological Emergencies,” AJR 2000, 174:65

e. Computed Tomography

Direkomendasikan untuk mengevaluasi penumpukan cairan bebas.

Gambaran abses pada adneksa dapat terlihat berupa penebalan dinding

adneksa, adanya septum, gambaran gelembung gas, batas uterus yang

tidak jelas, penebalan ligamentum sakrouterina, hidronefrosis apabila ada

keterlibatan ureter.

Page 4: Tubo Ovarial Abses

f. Magnetic resonance imaging (MRI)

Dapat melihat cairan yang mengisi tuba, abses dan cairan bebas yang lebih

sedikit bila dibandingkan dengan yang bisa dilihat dengan USG. MRI ini

bukan pilihan utama untuk mengevaluasi massa di rongga pelvis.

Pemeriksaannya pun menghabiskan banyak biaya dan waktu.

g. Pungsi kavum douglas dilakukan bila pada pemeriksaan Vaginal toucher

didapatkan kavum Douglas yang menonjol. Pada TOA yang pecah atau

pada abses yang mengisi kavum Douglas didapatkan pus pada lebih dari

70% kasus.

h. Laparaskopi

Pemeriksaan laparaskopi merupakan gold standard untuk mendiagnosa

TOA. Laparaskopi dapat juga digunakan untuk terapi TOA baik yang

bersifat konservatif maupun radikal. Pada pemeriksaan laparaskopi

ditemukan adanya perlengketan antara tuba dan ovarium yang tidak dapat

dipisahkan, adanya massa kompleks pada adneksa disertai dengan

pembentukan abses. Prosedur operatif dengan laparaskopi berupa lisis

perlengketan secara tumpul, hydrodissection, drainase rongga abses,

aspirasi pus, pengangkatan jaringan nekrosis dan irigasi rongga

peritoneum. Apabila tidak ada ruptur TOA laparaskopi lebih disukai

dibandingkan laparatomi

Pada pasien yang masih mengharapkan fungsi reproduksinya, untuk

mengurangi komplikasi lebih lanjut teknik laparaskopi berupa insisi dan

drainase rongga abses lebih disukai dari pada salpingektomi dan

salpingoooforektomi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh young dkk tahun 2002 menyimpulkan

bahwa laparaskopi mempunyai keuntungan yang lebih dibandingkan

laparatomi. Laparaskopi memperpendek waktu perawatan pasien, resiko

infeksi yang rendah, menurunkan angka kejadian demam post operasi.

Page 5: Tubo Ovarial Abses

Young dkk juga menyimpulkan bahwa walaupun pada penatalaksanaan

TOA terdapat perawatan konservatif dengan antibiotik tetapi sebaiknya

tindakan bedah juga dilakukan setelah diagnosis ditegakkan.

Komplikasi TOA

a. TOA yang utuh : pecah sampai sepsis, reinfeki di kemudian hari. Ileus,

innfertilitas dan kehamilan ektopik

b. TOA yang pecah : Syok sepsis, abses intra abdominal, abses subkronik,

abses paru atau otak

Penatalaksanaan

a. Curiga TOA utuh tanpa gejala

1. Antibiotika golongan doksisiklin 2 x 100mg/ hari selama 1 minggu

atau ampisilin 4 x 500mg/hari selama 1 minggu

2. pengawasan lanjut, bila massa tak mengecil dalam 14 hari atau

mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut

dengan kemungkinan laparatomi.

b. TOA utuh dengan gejala

1. Masuk rumah sakit, tirah baring posisi semi fowler, observasi ketat

tanda vital dan produksi urin, periksa lingkar abdomen, jika perlu

pasang infus 2 line.

2. Antibiotika massif (golongan beta laktam) 48 – 72 jam

3. Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi

4. jika perlu dilakukan laparatomi, salpingoooforektomi unilateral

atau pengankatan seluruh organ genitalia interna

c. TOA yang pecah

Page 6: Tubo Ovarial Abses

1. Laparatomi dan pemasangan drain

2. Kultur darah

3. Pemberian antibiotik sefalosporin generasi ke tiga dan

metronidazol 2 x gr selama 7 hari

Terapi medis

Penatalaksanaan TOA masih merupakan kontroversi. Pilihan pertama terapi

adalah medisinalis (antibiotik) tetapi ada juga yang menyatakan penatalaksanaan

abses tidak akan adekuat apabila tidak disertai tindakan bedah. Tindakan bedah

biasanya berupa drainase abses, adnexectomy dan histerektomi, tergantung

keadaan klinis dan kondisis pasien. Saat ini telah dikembangkan teknik

laparaskopi sebagai modalitas terapi bagi PID yang disertai dengan TOA

Banyak penelitian yang terapi medis pada PID yang menunjukkan TOA

bertanggung jawab terhadap 80% atau lebih dari kegagalan terapi. Masih

merupakan kontroversi apakah pembedahan (atau beberapa bentuk prosedur

drainase) diperlukan pada kebanyakan kasus.

Beberapa ahli merekomendasikan terapi medis meliputi antimikroba untuk bakteri

anaerob menunjukkan 75% angka kesuksesan. Jika terapi medis saja gagal atau

ditemukan abses besar, prosedur drainase perlu dikerjakan. Oleh kebanyakan

kasus melibatkan wanita dalam usia reproduksi, tujuan utama penanganannya

adalah sebisa mungkin secara konservatif. Keberhasilan prosedur drainase umum

nya didefinisikan sebagai kesembuhan dari infeksi akut tanpa diperlukan

laparatomi. Prsedur drainase dapat dilakukan dengan syarat 1. Rongga abses dapat

teridentifikasi 2. Jalur drainase tidak terhalang oleh usus atau organ lainnya 3. Pus

cukup halus untuk dapat melewati kateter. Ada beberapa hal yang dapat

dipertimbangkan dalam pemilihan terapi antara drainase perkutaneus dengan

laparatomi

Page 7: Tubo Ovarial Abses

Drainase PC Laparatomi

Akses pembedahan “Hostile abdomen”

Accessible

Adanya akses PC Ya Tidak

Ketersediaan alat Ya Tidak

Lokasi Visceral Interloop

Jumlah abses Single Multiple

Lokulasi Tidak Ya

Hubungan dengan usus

Tidak Ya

Nekrosis Tidak Ya

Keganasan Tidak Ya

Kandungan Pus Halus Tebal

Radiologi invasif Available Non-

Page 8: Tubo Ovarial Abses

Drainase PC Laparatomi

available

Keadaan umum pasien Stabil Sakit berat

Kegagalan drainase PC

Tidak Ya

Perbandingan aspirasi jarum dengan drainase kateter

Penelitian menunjukkan bahwa drainase kateter lebih efektif daripada aspirasi

dengan jarum (tingkat kepercayaan level II). Aspirasi dengan jarum memang

terbukti dapat sukses mengeradikasi abses dengan syarat rongga abses tersebut

kecil dan abses nya dengan viskositas yang rendah.

Ukuran kateter yang digunakan untuk drainase

Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan kateter dengan

ukuran yang besar lebihmenguntungkan tapi ada juga penelitian yang lain

mengatakan penggunaan kateter dengan ukuran 7 french sama efektif nya dengan

kateter ukuran 14 french.

Perawatan drain perkutaneus

Drain harus selalu dipastikan tidak tersumbat dengan cara mengalirkan NaCL.

Tempat pemasangan drain harus bersih dan dapat dilihat. Ada sebuah laporan

kasus tentang necrotizing fascitis pada dinding abdomen disekitar tempat

Page 9: Tubo Ovarial Abses

pemasangan drain. Drain baru dilepaskan apabila keadaan sepsis telah teratasi dan

out put nya di bawah 25 ml. Rata – rata drain dilepas setelah lebih dari 7 hari.

Pemeriksaan ulang

Perbaikan secara klinis harusnya sudah terlihat dalam 24 – 72 jam setelah

pemasangan drain kateter. Ada sebuah penelitian dengan tingkat kepercayaan

level V menyatakan bahwa adanya demam yang persisten dan leukositosis setelah

empat hari pemasangan drain kateter menunjukkan adanya kegagalan. Kegagalan

ini seharusnya dilakukan pemeriksaan ulang dengan computed tomography (CT)

dengan menggunakan larutan kontras yang dimasukkan lewat drain. Setelah

dilakukan pemeriksaan ulang baru diputuskan apakah diperlukan tindakan

pembedahan. Apabila jumlah cairan yang keluar melalui drain tetap banyak

sedangkan terjadi perbaikan klinis dari pasien memerlukan pemeriksaan tube

sinogram untuk memastikan ukuran kavum sisa abses. Kavum abses yang tidak

kolaps umum nya dapat terisi kembali.

1. Drainase transvaginal

Drainase TOA menggunakan arahan USG atau laparaskopi merupakan

kemajuan besar dalam terapi TOA. Pendekatan transvaginal memberikan

jalur langsung dari vagina ke dalam cavum douglas atau regio adneksa

dimana abses biasanya terlokalisasi. Penelitian retrospektif penggunaan

aspirasi dengan arahan USG transvaginal dari tahun 1986 hingga 2003

melaporkan keberhasilan pengobatan pada 282 wanita (93%). Ukuran

abses atau adanya multilokularitas tidak mempengaruhi angka kesuksesan

dari aspirasi transvagina.

2. Drainase transgluteal

Drainase transgluteal terarah dengan USG untuk abses pelvis juga telah

diteliti sebagai alternatif pembedahan. Pada satu penelitian dari 140 pasien

dengan abses pelvis dengan berbagai etiologi, 96% berhasil diterapi

dengan drainase saja. Kateter dilepas setelah rata – rata delapan hari.

Page 10: Tubo Ovarial Abses

3. Drainase laparaskopi

Penggunaan laparaskopi sebelum pemasangan drainase merupakan

pendekatan alternatif. Pada satu laporan, drainase laparaskopi dengan

antibiotika sebagai terapi awal mampu menyenbuhkan 20 dari 21 pasien

TOA dan sekitar empat dari tujuh pasien yang menginginkan kehamilan

berhasil hamil.

4. Drainase pembedahan

Drainase kavum douglas dengan insisi kolpotomi telah digunakkan selama

beberapa tahun sebelumnya. Akan tetapi, prosedur ini harus tidak

dikerjakan kecuali abses teraba pada linea mediana, melekat pada dinding

vagina, dan mengisi sepertiga atas septum rektovaginal. Pasien dengan

TOA jarang memiliki kriteria tersebut. Kolpotomi kurang disukai karena

beberapa laporan berhubungan dengan tingginya komplikasi kematian, dan

angka reoperasi untuk infeksi lanjutan.

5. Rekomendasi terapi

Hingga saat ini belum ada standar terapi TOA. Klinisi tidak boleh

mengecam ekstirpasi laparatomi pelvis bagi pasien dengan TOA (terutama

jika pasien tidak stabil atau masih dalam masa reproduktif) atau untuk

manajemen medis saja dengan pengawasan ketat dan antibiotika spektrum

luas (terlebih jika pasien masih muda dan dalam kondisi stabil). Akan

tetapi, terdapat beberapa keterbatasan untuk kesuksesan manajemen TOA.

Penanganan rawat jalan awal TOA tidak aman, ruptur dan sepsis dapat

terjadi tanpa terduga dan membawa mortalitas sekitar 25 persen. Regimen

antibiotika oral dan yang tidak mamapu menjangkau patogen fakultatif

dan anaerob tidak adekuat. TOC harus diobati terlebih dahulu.

Keberhasilan terapi setelah pemberian 3 antibiotik yang berbeda telah

dilakukan penelitian pada 139 dari 154 wanita (90,2650. Dari 136 pasien

dengan inflamasi pelvis takterkomplikasi angka kesuksesannya adalah 129

(94,85%), dan 10 (55,56%) dari 18 pasien dengan abses tuboovarial

Page 11: Tubo Ovarial Abses

mengalami kesembuhan. Sekitar 51 wanita diobati dengan kombinasi

ceftriakson dan doksisiklin, 46 wanita sembuh (90,19%). Limapuluh lima

wanita yang diobati dengan kombinasi gentamisin dan klindamisisn,50

pasien sembuh (90,19%). Dari 48 wanita diaobati dengan kombinasi

gentamisisn dan metronidazole, 43 (89,58%) sembuh. Tidak terdapat

perbedaan statistik yang signifikan dalam pemberian terapi antibiotik. Dari

18 wanita dengan abses tuboovarial 8 diantaranya dilakukan operasi. Dari

8 tersebut 6 diantaranya dikerjakan histerektomi dengan

bisalpingoooforektomi dan dua diantaranya unilateral

salpingoooforektomi.

Penanganan TOA membutuhkan cakupan luas. Jika Actinomises

ditemukan pada TOA, dianjurkan konsultasi dengan ahli. Pasien diterapi

awal untuk TOA harus menunjukkan respon klinis sekitar empat hari,

termasuk resolusi komplet atau parsial demam, leukositosis, nyeri dan

ileus.

Pada pasien yang menunjukkan respon baik terhadap protokol konservatif

ini, antibiotika harus dilanjutkan sedikitnya 10 hari. Setelah respon

lengkap dicapai di rumah sakit, penanganan selanjutnya dapat dilakukan

dengan rawat jalan. Pasien harus dilakukan pemeriksaan bimanual setiap

minggu untuk dua hingga tiga minggu setelah permulaan proses

penyembuhan. Massa yang berhubungan dengan TOA dapat tidak sembuh

total selama beberapa bulan, semua pembesaran harus diperiksa dengan

teliti dan jika perlu diberikan terapi. Penyakit menular seksual harus

diyakinkan. Pasien harus dijelaskan bahwa masih ada kemungkinan hamil

dan mereka harus cepat diperiksa untuk semua keadaan amenore atau

nyeri abdomen.

Kebanyakan pasien yang gagal berespon dalam empat hari dengan

pengobatan membutuhkan pembedahan walaupun saat tersebut sesuai

untuk menilai sensitivitas antibiotika terhadap organisme dari abses.

Page 12: Tubo Ovarial Abses

Komplikasi potensial harus diantisipasi sebelum operasi; mencakup

pembentukan kembali abses, perforasi usus, endokarditis dan lainnya.

Laparatomi dengan incisi vertikal harus segera dikerjakan untuk

mengambil semua jaringan yang terinfeksi pada pelvis, jika infeksi pelvis

tidak daspat diatasi dengan cara ini atau jika terdapat bukti adanya sepsis

(hipotensi dan disfungsi dua atau lebih sistem organ), yang dapat terjadi

kapanpun selama terapi dengan atau tanpa ruptur abses intraperitoneal.

Jika diperlukan laparotomi, pemeriksaan terhadap penyebaran abses harus

dilakukan meliputi saluran cerna dan spatium subprenik dan subhepatik.

Penyedotan tertutup melalui vagina dapat berguna sebagai tambahan pada

operasi ini. Dianjurkan penutupan peritoneum, otot dan fascia

menggunakan jahitan monofilamen dan jahitan terkunci. Penutupan kulit

dan lapisan subkutan dikerjakan hanya untuk abdomen yang bebas pus dan

pemasangan drain melalui irisan dapat berguna. Manajemen paska operasi

pada ruang rawat intensif harus dipikirkan pada pasien dengan shok septik,

terutama jika dicurigai adanya sindrom gagal nafas akut.

Ruptur TOA adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan tindakan

pembedahan segera dengan tingkat kematian yang tinggi. Diagnosis dari

ruptur TOA harus dipertimbangkan apabila ditemukan adanya peningkatan

rangsangan peritoneum dan rigiditas abdomen.