TT3_1300768_MEIDA_PREFIK_N_B[1]
-
Upload
meida-prefik-nugraeni -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of TT3_1300768_MEIDA_PREFIK_N_B[1]
Tafsir Surat Ar-Rahmân Ayat 31-34
Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah-satu tugas
Manahij Tarbawiyah dengan dosen pengampu Drs. H. Aam Abdussalam M.Pd
dan Saepul Anwar Q. Ces. S.Pd.I M.Ag
Disusun oleh:
Meida Prefik Nugraeni (1300768)
Kelas B
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
TUGAS III
ANALISIS KEPENDIDIKAN SURAT AR-RAHMÂN AYAT 31-34
A. Al-Quran Surat Ar-Rahmân Ayat 31-34 dan Artinya
Artinya: Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu Hai manusia dan jin.
(31) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(32) Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan. (33) Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan? (34) (QS. Ar-Rahmân [55]: 31-
34)
B. Makna Global
Surat Ar-Rahmân yang diartikan Maha Pemurah, Pengasih dan juga Tuhan
Pemurah. Dengan membaca Surat Ar-Rahmân, yang terbayang terlebih dahulu
ialah betapa kasih dan sayang Allah Swt. kepada seluruh alam semesta ini.
Menurut Tafsir Al-Azhar (1982:176), di dalam Surat Ar-Rahmân terdapat seruan
kepada jin dan manusia dari Tuhan supaya sadar akan hidupnya dan sadar akan
hubungannya dengan Allah, sebagai Khaliqnya. Maka di dalam Surat Ar-Rahmân
ini disadarkanlah kepada manusia dan jin tentang kedudukan kedua makhluk itu
di dalam wujud alam ini.
Begitupun menurut Tafsir Al-Maragi (1993:183), Surat Ar-Rahmân
menyebutkan tentang bermacam-macam kenikmatan agama maupun dunia yang
Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, baik yang terdapat pada diri
mereka maupun pada alam sekelilingnya, dan Allah Swt. mengingkari dibelakang
setiap macam kenikmatan tersebut terhadap kelalaian hamba-hamba-Nya kepada
kewajiban bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut.
C. Pendapat Para Ahli Tafsir
Ayat ini memiliki arti “Kami akan menuju kepada penghabisan dan
pembalasan terhadapmu atas perbuatan-perbuatan kamu.” Menurut Tafsir Al-
Maragi (1993:206), pernyataan ini merupakan ancaman berat dari Allah terhadap
hamba-hamba-Nya, sebagaimana orang berkata kepada orang yang diancamnya,
“Izan Atafar Rah Laka.” Artinya kalau begitu aku benar-benar menuju kepadamu.
Demikianlah, dan sesungguhnya urusan akhirat tak lain hanyalah salah satu
urusan saja. Artinya bahwa Allah takkan disibukkan oleh suatu urusan, sehingga
tidak sempat mengurusi urusan yang lain.
Menurut Tafsir Al-Misbâh (2009: 305), kata (سنفرغ) sanafrughu terambil
kata (فرغ) faragha yang pada mulanya berarti kelowongan setelah sebelumnya
sibuk. Al-Biqâ’i memahami kata ini dalam arti: Kami akan melakukan seperti
yang dilakukan seseorang yang tadinya sibuk menghadapi sesuatu lalu lowong
waktunya untuk dia gunakan sepenuhnya menghadapi yang lain sehingga tidak
ada lagi kesibukan selain yang dia hadapi itu. Kata (الثقالن) ats-staqalân adalah
bentuk dari kata ( الثقل ن ) ats-tsaqal yang berarti berat. Manusia dan jin dinamai
demikian karena mereka berpotensi memikul beban yang berat, baik berupa dosa
maupun tanggung jawab.
Menurut Tafsir Al-Maragi (1993:206), ayat ketiga puluh dua ini ialah
sebagai peringatan tentang pembalasan yang akan kamu temui, agar kamu
waspada terhadap hal-hal yang akan menyebabkan kamu mendapat hisab yang
buruk dan hukuman yang berat.
Begitu pula Tafsir Al-Misbâh (2009:306), ayat ini sebagai pernyataan
yang menggugah dan atau mengecam itu diulang kembali, walaupun uraiannya
berkaitan dengan ancaman siksa. Karena ancaman siksa atau peringatan
menyangkut bencana yang dapat terjadi merupakan nikmat yang besar bagi
mereka yang hendak menghindarinya.
“Hai golongan jin dan manusia, jika kamu mampu keluar dari penjuru-
penjuru langit dan bumi buat menghindari hukuman Allah dan melarikan diri
dari azab-Nya maka lakukanlah.” Menurut Tafsir Al-Maragi (1993:207),
maksudnya, bahwa kalian takkan mampu melakukan itu. Karena Dia meliputi
kamu sehingga kamu takkan kuasa melepaskan diri daripadanya kemanapun kamu
perhi, maka kamu tetap terkepung.
Menurut Tafsir Al-Misbâh (2009:307), kata (معشر) ma‟syar berarti
jamaah/kelompok yang banyak. Agaknya ia terambil dari kata (عشرة) „asyrah yang
juga berarti sepuluh karena mereka tidak dihitung satu per satu, tetapi sepuluh
demi sepuluh. Didahulukannya penyebutan jin disini atas manusia karena jin
memiliki kemampuan lebih besar daripada manusia dalam mengarungi angkasa.
Menurut Tafsir Al-Maragi (1993:207), maka nikmat manakah di antara
nikmat-nikmat Tuhanmu yang kamu dustakan, yang diantaranya ialah nikmat
yang diperoleh dari ancaman dan teguran Allah. karena nikmat ini menambah
seseorang untuk berbuat kebajikan dan mencegah orang yang berbuat buruk dari
meneruskan keburukannya. Di samping itu bahwa yang menegur dan
memperingatkan kamu adalah Maha Kuasa untuk membencanai kamu tanpa
ditangguh-tangguhkan lagi. Namun memafkan orang yang berdosa, sekalipun
mempunyai kekuatan yang sempurna untuk menghukum adalah suatu nikmat
terbesar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya.
Sama seperti Tafsir Al-Misbâh (2009:287), ayat ini kembali diulang
dalam Surat Ar-Rahmân sampai 31 kali. Pengulangan disini sebagai penegasan
dan teguran akan nikmat Allah yang tak dapat didustakan oleh makhluk-Nya.
Sebagian ulama menyatakan bahwa ketiga puluh satu ayat tersebut terbagi dalam
empat kelompok uraian. Uraian pertama berkaitan dengan keajaiban ciptaan Allah
yang terhampar di bumi dan langit serta penciptaan dan kebangkitan, ini diselingi
dengan 8 kali pernyataan fa bi ayyi âlâ‟i Rabbikumâ tukadzdzibân. Selanjutnya,
uraian kedua berkaitan dengan siksa neraka dan kengeriannya, ini diselingi 7 kali
pengulangan pertanyaan yang sama. Uraian ketiga adalah menyangkut penghuni
surge serta aneka kenikmatannya, ini diselingi dengan 8 kali ayat tersebut. Dan
uraian keempat tentang dua surga yang tidak sama dengan surga yang disebut
pada uraian ketiga dan ini pun diselingi dengan 8 kali pengulangan ayat tersebut.
D. Analisis Kandungan Ayat
Surat Ar-Rahmân ayat ketiga puluh satu menunjukan bahwa Allah tidak
akan disibukkan oleh suatu urusan, sehingga tidak sempat mengurusi urusan yang
lain. Karena pada dasarnya, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah tidak
akan pernah merasa kelelahan ataupun beristirahat dalam meninjau hamba-
hamba-Nya. Pada ayat ini pun Allah mengingatkan bahwa nanti Kami bersama
malaikat-malaikat yang Kami tugaskan akan berkonsentrasi terhadap kamu,
yakni memerhatikan sepenuhnya dengan melakukan perhitungan terhadap setiap
orang dari kamu, wahai manusia dan jin! Maka, nikmat Tuhan kamu berdua yang
manakah yang kamu berdua ingkari?
Pada ayat ketiga puluh dua sebagai penegasan bahwa kita harus tetap
waspada terhadap hal-hal yang menyebabkan diri kita dihisab yang buruk oleh
Allah Swt. Karena walaupun kita hanya melakukan suatu dosa yang sebesar biji
dzarrah pun pasti akan diberikan balasannya. Inilah sebagai penegas bahwa kita
harus senantiasa bersyukur, terus menjaga rasa kehati-hatian dalam melakukan
sesuatu dan mengingat bahwa Allah Swt. senantiasa memantau kita dalam segala
hal. Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk senantiasa melakukan segala
aktivitas semata-mata untuk meraih ridha Allah Swt. dan sesuai dengan hukum
syara’.
“Hai jama‟ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan.” Pada ayat ini, Allah memberikan tantangan bagi orang-orang
yang sombong terhadap Allah Swt. Dia memberikan ketegasan bahwa walaupun
mereka berusaha untuk menembus penjuru langit dan bumi, mereka tidak akan
pernah sanggup tanpa izin dan kekuatan dari Allah Swt. Maka sangat tidak pantas
jika kita merasa lebih tinggi dan hebat daripada Allah sebagai sang khaliq dan kita
hanya sebagai makhluk yang diciptakan. Karena pada hakikatnya, sebagai seorang
makhluk pasti memiliki kekurangan.
Begitupun dengan ayat yang ketiga puluh empat, kembali diulang ayat
yang berbunyi fa bi ayyi âlâ‟i Rabbikumâ tukadzdzibân. Allah Swt. berulang kali
memberikan pertanyaan akan nikmat manakah yang didustakan. Pengulangan
disini sebagai penegasan dan teguran akan nikmat Allah yang tak dapat
didustakan oleh makhluk-Nya. Sebab tidak ada satupun nikmat yang mampu
didustakan oleh seorang makhluk ciptaan Allah Swt. Maka pada ayat yang
kembali diulang-ulang ini memberikan kita pelajaran agar selalu mengucapkan
syukur dan terus melakukan kebaikan untuk mengharapkan ridha Allah Swt.
semata. Karena kita tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang akan diterima
oleh-Nya, sedangkan jika kita melakukan keburukan itu sudah pasti akan
diberikan ganjarannya oleh Allah Swt.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi, A. M. (1993). Tafsir Al-Maraghi (Vol. 1, Juz XXV). Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
Hamka, P. D. (1982). Tafsir Al-Azhar (Vol. 8). Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M. Q. (2009). Tafsir Al-Misbâh. Jakarta: Penerbit Lentera Hati.