Trauma Basa Mata
-
Upload
radjaingintau -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
description
Transcript of Trauma Basa Mata
Trauma Basa Pada MataPosted on July 9, 2010. Filed under: Uncategorized |
LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan
yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan
bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang
cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain
terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.1
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga
dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.1
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan
mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.2
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan
atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah
trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat
ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel
ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya
laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan
saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.2
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk
mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun
CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.2
DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.2
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7.2
EPIDEMIOLOGI
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan
bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang
cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-
negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali
lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan
dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.2
ANATOMI MATA
Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah bola
mata yang terletak di dalam rongga orbita yang dikelilingi tulang-tulang yang
membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa mata yaitu;
palpebra, sistem lakrimalis, konjungtiva, oto-otot ekstraokular, fasia, lemak
orbital, pembuluh darah, dan serat saraf.3,4
Kelopak mata atau palpebra yang terdiri atas palpebra superior dan inferior
mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata. Setiap kelopak terdiri dari
bagian anterior (kulit, folikel rambut, m. orbikularis, dan m. levator palpebralis
superior) dan bagian posterior (tarsus dan konjungtiva palpebralis). Sistem
lakrimal mata terdiri dari sistem sekresi yang diperankan oleh glandula lakrimalis
yang terletak di temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang
dimulai dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, duktus nasolakrimal, dan
berakhir di meatus nasi inferior. Konjungtiva merupakan membran yang
menutupi permukaan luar bola mta dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva
terdiri atas tiga bagian, yaitu; konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan
konjungtiva forniks. 3,4
Bola mata berbentuk bulat yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:3,4
1. Lapisan jaringan ikat yang terdiri dari kornea di bagian depan dan sklera di
bagian belakang yang merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata.
Kornea merupakan selaput bening mata yang bersifat transparan yang
tembus cahaya yang mempunyai kelengkungan yang lebih besar dibanding
sklera. Kornea teridiri dari 5 lapisan yaitu; epitel, membran Bowman, stroma,
membran descement, dan endotel. Sklera merupakan bagian bola mata yang
berwarna putih dengan tebal + 1 mm yang mempunyai kekakuan tertentu
sehingga mempengaruhi tekanan bola mata.
2. Lapisan vaskular (uvea), yang terdiri atas iris dan badan silir dibagian depan
dan koroid di bagian belakang. Uvea mengandung banyak pembuluh darah
yang diperdarahi oleh arteri siliaris anteror dan posterior. Persarafan uvea
berasal dari ganglion siliar yang mengandung serat saraf sensoris, motorik,
dan otonom.
3. Lapisan dalam (lapisan neuroreseptor/ retina), yang terdiri dari 10 lapisan
yang menerima rangsangan cahaya kemudian mengubahnya dan
menghantarkannya ke pusat penglihatan di lobus occipitalis.
Media refraksi bola mata dari depan ke belakang meliputi kornea, bilik mata
depan, pupil, bilik mata belakang, lensa, corpus vitreus, dan retina. Otot-otot
penggerak bola mata terdiri dari; m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus
lateralis, m. rektus medialis, m. oblik superior, dan m. oblik inferior.3,4
Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior yang
merupakan semua struktur bola mata yang terletak di depan lensa dan segmen
posterior yang merupakan struktur yang terletak dibelakang lensa.3,4
PATOFISIOLOGI
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma
basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses
persabunan, disertai dengan dehidrasi.5,6
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan
disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali. Mukopolisakarida jaringan
oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumapalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam
stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membrane sel basal epitel kornea
rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru
terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen activator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivatir
dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan
terjadi gangguan penyembuhan empitel yang berkelanjutan dengan tukak
kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak
pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan
tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah
menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata
depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya
akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua
unsure ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5,6
Teori terbentuknya kolagenase :5,6,7
Pada defek epitel kornea plasminogen activator yang terbentuk merubah
plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit
polimorfonuklear (PMN)
Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya
tripsin, plasmin ketepepsin.
Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea.
Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten.
Perjalanan penyakit trauma alkali :5,6,7
Keadaan akut yang terjadi ada minggu pertama :
Sel membrane rusak.
Bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel,
keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah.
Terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa,
trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi.
Tekanan intra ocular akan meninggi.
Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
Kornea keruh dalam beberapa menit.
Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast
Keadaan minggu kedua dan ketiga :
Mulai terjadi regenerasi sel epitel konjugtiva dan kornea.
Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea diserta dengan sel radang.
Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali,
Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea.
Terbentuknya kolagen.
Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan
siliar sehingga terjadi fibrosis.
Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya :
Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh
darah.
Jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan
penyembuhan jaringan seperti protein dan fibroblast.
Akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi
perforasi kornea.
Mulai terjadi pembetukan panus pada kornea.
Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea.
Terdapat membaran retrokornea, iristis, dan membrane siklitik.
Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala seperti
tekanan bola mata mata dapat rendah atau tinggi.
Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali :5,6,7
Kelopak Mata :
Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak.
Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up time
air mata.
Lapisan air pada depan kornea atau tear film menjadi tidak normal.
Terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesori air mata yang
mengakibatkan mata menjadi kering.
Konjungtiva :
Terjadi kerusakan pada sel goblet.
Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap
kedipan kelopak. Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan
menarik bola mata sehingga pergerakan mata menjadi terbatas.
Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata.
Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea.
Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin.
Lensa :
Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.
ETIOLOGI
Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara
lain :5,6,7
Semen
Soda kuat
Amonia
NaOH
CaOH
Cairan pembersih dalam rumah tangga
Bahan alkali Amonia merupakan gas yang tidak berwarna, dipakai sebagai bahan
pendingin lemari es, larutan 7% ammonia dipakai sebagai bahan pembersih.
Pada konsentrasi rendah ammonia bersifat merangsang mata. Amonia larut
dalam air dan lemak, hal ini dangat merugikan karena kornea mempunyai
komponen epitel yang lipofilik dan stroma yang hidrofilik. Amonia mudah
merusak jaringan bagian dalam mata seperti iris dan lensa. Amonia merusak
stroma lebih sedikit disbanding dengan NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik
beberapa detik setelah trauma.5
Bahan alkali lainnya adalah NaOH dan Ca(OH)2. NaOH dikenal sebahai kausatik
soda. NaOH dipakai sebagai pembersih pipa. pH cairan mata naik beberapa
menit sesudah trauma akibat NaOH. Ca(OH)2 memiliki daya tembus yang kurang
pada mata. Hal ini akibat terbentuknya sabun kalsium pada epitel kornea. pH
cairan mata menjadi normal kembali sesudah 30 sampai 3 jam pascatrauma.5
DIAGNOSIS
Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
ANAMNESE
Sering sekali pasien menceritakan telah tersiran cairan atau tersemprot gas
pada mata atau pastikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Tanyakan kepada
pasien apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi).2
Secara umum, pada anamneses dari kasus trauma mata perlu diketahui apakah
terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari
penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat
salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.2,6,7
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topical boleh digunakan untuk membantu pasien lebih nyaman dan
kooperatif. Setalah dilakukan irigasi, pemeriksaan mata yang seksama dilakukan
dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea,
derajat iskemik limbus dan tekanan intra okuli.2
Pada kasus trauma basa dapat dijumpai kerusakan kornea yaitu terjadi
kekeruhan kornea, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan
kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang serta perforasi kornea.
Apabila trauma basa tersebut mengakibatkan penetrasi kedalam intraokuler
dapat kita jumpai adanya komplikasi katarak, glaukoma sekunder dan kasus
berat ptisis bulbi. Kelainan lain yang dapat dijumpai yaitu pada palpebra berupa
jaringan parut pada palpebra dan sindroma mata kering. Pada konjungtiva dapat
dijumpai adanya simbleparon.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma basa mata
adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus
dilakukan sampai tercapai pH netral. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan
lup atau slit lamp yang bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraocular.2
DIAGNOSA DIFFERENSIAL
Diagnosa differenisal dari trauma basa pada mata adalah :6
Konjugtivitis
Konjugtivitis hemoragik akut
Keratokunjugtivitis sicca
Ulkus kornea
Dan lain-lain
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama
dalam mengatasi kasus trauma okular adalah :2,5
Memperbaiki penglihatan.
Mencegah terjadinya infeksi.
Mempertahankan arsitektur mata.
Mencegah sekuele jangka panjang.
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk menangani trauma basa pada mata
adalah :2,5
1. Bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam
fisiologik selama mungkin. Irigasi dilakukan sampai pH menjadi normal,
paling sedikit 2000 ml selama 30 menit. Bila dilakukan irigasi lebih lama
akan lebih baik.
2. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan pemeriksaan
dengan kertas lakmus. pH normal air mata 7,3.
3. Bila penyebabnya adalah CaOH, dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat
bereaksi dengan CaOH yang melekat pada jaringan.
4. Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman
oportunis.
5. Pemeberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris mengatasi iritis dan
sinekia posterior.
6. Pemberian Anti glaukoma (beta blocker dan diamox) untuk mencegah
terjadinya glaucoma sekunder.
7. Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid menghambat
penyembuhan. Steroid diberikan untuk menekan proses peradangan akibat
denaturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva. Steroid
topical ataupun sistemik dapat diberikan pada 7 hari pertama pasca trauma.
Diberikan Dexametason 0,1% setiap 2 jam. Steroid walaupun diberikan
dalam dosis tinggi tidak mencegah terbentuknya fibrin dan membrane
siklitik.
8. Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek
kolagenase. Diberikan satu minggu sesudah trauma karena pada saat ini
kolagenase mulai terbentuk.
9. Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.
10.Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
11.Operasi Keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu
penglihatan.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain :2,5,7
1. Simblefaron
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera
pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang
terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik
ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata.
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain
menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang
masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut
ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam,
namun karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata
dibandingkan basa maka jarang
4. Phtisis bulbi
PROGNOSIS
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat
jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosinya ditentukan oleh
anestesi kornea dan bahan alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2
klasifikasi trauma basa pada mata untuk menganalisis kerusakan dan beratnya
kerusakan.5
Klasifikasi akbat luka bakar alkali:5
Klasifikasi Huges
Enteng :
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang :
Prognosis baik
Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara
terperinci
Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
Sangat berat :
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sclera pucat
Klasifikasi Thoft
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa
terdapatnya neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4
membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
KESIMPULAN
Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma
tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi.
Trauma kimia basa mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat,
sehingga berakhir dengan kebutaan.
Trauma basa adalah trauma kimia yang disebabkan zat basa dengan pH>7.
Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara
lain Semen, Soda kuat, Amonia, dan Cairan pembersih dalam rumah tangga
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi
dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan
paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia,
antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu
trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada
hari ketujuh.
Penyulit yang dapat terjadi ada trauma basa mata adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema, dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai
dengan ptisis bola mata.
Pada rauma alkali biasanya prognosisnya tidak terlalu baik dan tergantung
pada kerusakan yang terjadi.
SARAN
Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :
1. Menghindari perkelahian
2. Memakai alat pelindung saat bekerja
3. Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa
yang ada di tempat kerjanya.
4. Pada pekerja las, memakai kaca mata
5. Awasi anak yang sedang bermain.
REFERENSI
1. Rumah Sakit Mata Dr. Yap. Trauma Mata. [serial online] 2008 [cited 2008
August 1] hal. 1-3.
2. Kedokteran Islam. Trauma pada Bulbus Okuli. [serial online] 2009 [cited 2009
November 20]. Available
on :http://ackogtg.wordpress.com/2009/11/20/trauma-pada-bulbus-oculi/
3. Khurana AK. Ocular Injuries. Comprehensive Ophtalmology. Edisi keempat.
2007. New Delhi: New Age Internasional Limited. Hal: 414-16
4. Lang GK. Ocular Trauma. Opthalmology. A Short Textbook. 2000. New York:
Thieme Stuttgat. Hal 517-22
5. Ilyas, H. Sidarta. Luka Bakar Kimia. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit
Mata. Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 29-36
6. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. 2008.
Philadelphia: Elseiver Limited. Hal: 864-68
7. Riorda-Eva, P. Trauma Mata dan ORbita. Vaughan, Asbury Oftalmologi
Umum, Edisi 17. 2007. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 372-78