Transpalansi Organ Tubuh Manusia

27
TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA Kita perlu bicarakan dulu pengertian transplantasi. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat . Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang ,

description

transpalais organ manusi

Transcript of Transpalansi Organ Tubuh Manusia

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIAKita perlu bicarakan dulu pengertian transplantasi. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan terlarang,

Artinya : "... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa 4 ayat 29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit. Para shahabat bertanya, Penyakit apa itu ya Rasulullah? Beliau menjawab, Penyakit tua. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil muamalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya. Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Quran ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan.

Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.

Artinya : "Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 ayat 2)

Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi pribadi. Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan diri sendiri, sebagaimana firman-Nya,

dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah 2 ayat 195)

Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak membahayakan pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan ibadah kalau dilakukan secara ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram. Lalu, bagaimana dengan pemanfaatan organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada dua pendapat tentang masalah ini. Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa hidupnya. Landasannya, sabda Rasulullah saw., Memotong tulang mayat sama dengan memotong tulang manusia ketika masih hidup. (HR. Abu Daud)Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat. Apabila dilakukan untuk pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut. Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat) atau dari ahli warisnya (setelah ia wafat).Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat pertama, menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar kalau sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafii, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidiyyah membolehkannya. Kesimpulannya, transplantasi merupakan cara pengobatan yang diperbolehkan Islam. Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya. Wallahu Alam.

Hukum Transplantasi Organ dari Non Muslim

Mencangkok (transplantasi) organ dari tubuh seorang nonmuslim kepada tubuh seorang muslim pada dasarnya tidak terlarang. Mengapa? Karena organ tubuh manusia tidak diidentifikasi sebagai Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat bagi manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya.

Apabila suatu organ tubuh dipindahkan dari orang kafir kepada orang Muslim, maka ia menjadi bagian dari wujud si muslim itu dan menjadialat baginya untuk menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.

Hal ini sama dengan orang muslim yang mengambil senjata orang kafir. Dan mempergunakannya untuk berperang fi sabilillah. Bahkan sesungguhnya semua organ di dalam tubuh seorang kafir itu adalah pada hakikatnya muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah). Karena organ tubuh itu adalah makhluk Allah, di mana benda-benda itu bertasbih dan bersujud kepada Allah SWT, hanya saja kita tidak mengerti cara mereka bertasbih.

Kekafiran atau keIslaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya, termasuk terhadap hatinya (organnya) sendiri. Memang AL-Quran sering menyebut istilah hati yang sering diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup.

Namun sebenarnya yang dimaksud di sini bukanlah organ tubuh yang dapat diraba (ditangkap dengan indra), bukan yang termasuk bidang garap dokter spesialis dan ahli anatomi. Sebab yang demikian itu tidak berbeda antara yang beriman dan yang kafir, serta antara yang taat dan yang bermaksiat.

Tetapi yang dimaksud dengan hati orang kafir di dalam istilah Al-Quran adalah makna ruhiyahnya, yang dengannya manusia merasa, berpikir, dan memahami sesuatu, sebagaimana firman Allah: Artinya : Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. "Lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami "(QS. Al-Hajj: 46)

Artinya : Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) "(QS. Al-A`raf: 179)

Lalu bagaimana dengan firman Allah SWT yang menyebutkan bahwa Orang musyrik itu najis?

Benar bahwa Allah SWT telah menyebutkan bahwa orang musyrik itu najis, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 28)

Namun para ulama sepakat mengatakan bahwa 'najis' dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk najis indrawi yang berhubungan Dengan badan, melainkan najis maknawi yang berhubungan dengan hati dan akal (pikiran). Karena itu tidak terdapat larangan bagi orang muslim untuk memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim, apabila memang diperlukan.

CLONING & BAYI TABUNG / INSEMINASI BUATANMENURUT HUKUM ISLAMI. PendahuluanMateri tentang bayi tabung ini dimaksudkan memenuhi harapan Pimpinan Poltekes Kota Kupang agar mahasiswa terutama yang beragama Islam dapat memberikan tanggapan dan masukan bagi Prodi Keperawatan Poltekes Kotabumi tentang masalah Bayi Tabung di Indonesia, yang telah lama menjadi acuan pembahasan tentang bayi tabung. Tulisan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada Umat Islam di Indonesia yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, mengenai hukum bayi tabung dan dasar hukumnya agar Umat Islam tidak ikut-ikutan itu dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surat Al Isra ayat 36 :

Artinya : dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra ayat 36) Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau teknologi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa serta akibat-akibat yang negatif lainnya yang tidak terbaayangkan oleh kita sekarang ini. Sebab apa yang bisa dihasilkan dengan teknologi , belum tentu bisa diterima dengan baik menurut agama, etika dan hukum yang hidup dimasyarakat. Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di Amerika Serikat, dimana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead di meja hijaukan, karena tidak mau menyerahkan banyinya kepada keluarga William Stern sesuai dengan kontrak. Dan setelah melalui proses peradilan yang cukup lama, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan, keluarga Mary menyerahkan bayi tabungnya kepada keluarga William sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum disana.Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran antara lain :Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian di proses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan , lalu ditranfer ke rahim istri.1. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur (tuba palupi).Teknik kedaua ini lebih alamiah dari pada teknik pertama, sebab sperma hanya biasa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual.Maslah bayi/inseminasi buatan telah banyak dibicarakan dikalangan Islam dan diluar kalangan Islam, baik ditingkat nasional maupun di tingkat internasioanal. Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengaharamkan bayi tabung dengan donor sperma Lembaga Fiqih Islam OKI (Organisasi Koferensi Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahasa beberapa teknik inseminasi buatan/bayi tabung, dan mengaharamkan bayi tabung dengan sperma dan / atau ovum donor. Vatilan secara resmi tahun 1987 telah mengancam keras pembuahan buatan bayi tabunh, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Kemudia Kartono Muhammad, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memberi informasi, bayi tabung pertama di Indonesia yang diharapkan lahir di Indonesia sekita bulan Mei yang akan datang ditangani oleh dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengaharapkan agar masyarakat Indonesia bisa memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami dan istri sendiri.

II. Hukum Bayi Tabung (Cloning) / Inseminasi Buatan Menurut Islam

Kalau kita hendak mengkaji maslah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metodeijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihad-nya sesuai denga prinsip-prinsip dan jiwa Al-Quran dan sunnah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung da Cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proposional dan mendasar.Bay abung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami) , maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakuakan di luar rahim , kemudian buahannya (vertilized ovum) ditanam didalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqih Islam : Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu)diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergeny). Padhal keadaan darurat/terpaksa itu memperbolehkan melakukan hal-hal yang melarang.Sebaiknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibuyanmelahirkan.Menurut hemat penulis, dalili-dalil syari yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :

1. Al-Quran Surat Al-Isra ayat 70 :

Artinya : Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al-Isra ayat 70)

dan Surat Al-Tin ayat 4 : Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Al-Tin ayat 4)

Kedua ayat tersebuit menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi mahluk-mahluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan martabat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yanng diinseminasi.

2. Hadist Nabi :

Tidaklah halal seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadist riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadi ini ipandang sahih oleh Ibnu HibbanDengan hadis ini para ulama mazhab sepakat mengharamkan seseorang mengawini/melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. tetapi mereka berbeda pendapat : apakah sah/tidak seseorang pria mengawini wanita hamil dari orang lain akibat zina ? Menurut Mazhab Hanbali, wanita tersebut tidak boleh nikahi oleh orang pria yang tidak menghamilinya sebelum lahir kandungannya. sebab dia itu terkena iddah. Zufar al-Hanafi juga sependapat dengan mazhan Hanbali. Sedang mazhab Syafii membolehkan wanita hamil tersebut dikawini oleh orang yang tidak menghamilinya tanpa harus menunggu lahir bayinya, sebab anak yanng dikandungannya itu tidak ada hubungan dengan nasab dengan pria yang berzina yang menghamili ibunya. karena itu, adanya si janin itu sama dengan tidak ada, sehingga tidak perlu ada iddah. Sementara Abu Hanifah membolehkan juga seorang mengawini wanita hamil dari zina dengan orang lain (sah nikahnya), tetapi dengan syarat si pria yang men jadi suaminya itu untuk sementara tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya sebelum kandungan lahir.jelaslah, bahwa masalah mengawini wanita hamil karena zina itu merupakan maslah ijtihadiyah dan dikalangan ulama terdapat tiga pendapat. menurut hemat, penulis, pendapat yanng paling membawa masalah bagi masyarakat Islam di Indonesia, ialah pendapat Abu Hanifah yang membolehkan seseorang pria menikahi wanita hamil karena zina dengan pria lain yang tidak mau bertanggung jawab, dengan catatan : si suami tidak boleh mensetubuhi si istri sebelum lahir kandungannya berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut :1. Fatwa hukum Abu Hanifah telah mengandung unsur hukuman yang bersifat edukatif dan kuratifterhdapa wnita pelaku zina itu. 2. Untuk menjaga kehormatan anak yang tak berdosa yang lahir dari hubungan yang tidak sah. sebab semua anak lahir sebagai anak suci, tidak membawa dosa. Yang berdosa itu adalah pria dan wanita yang menyebabkan kelahiran sebagai anak zina.3. Untuk menutup aib (cela) pada keluarga wanita itu, sebab kehamilan si wanita dan kelahiran si anak tanpa mempunyai suami / bapak yang formal adalah sangat tercela di masyarakat, sedangkan Islam menganjurkan orang mau menutup aib orang lain.4. Sesuai dengan hadis Nabi SAW :

Ingatlah Tidak boleh disetubuhi wanita-wanita hamil, sehingga mereka melahirkan, dan tidak boleh pula disetubuhi wanita-wanita tidak hamil, sehingga jelas bersih rahimnya karena menstruasi.Hadis ini disampaikan kepada Nabi dalam kasus tawanan perang Authas.Menurut hemat penulis, mazhab Hanbali yang mengharamkan perkawinan antara wanita hamil karena zina dengan pria yang tidak menghamilinya sebelum habis iddahnya (lahir kandungannya) adalah mengandung hukuman yang cukup berat yang tidak hanya dirasakan oleh si wanita pelaku zina, melainkan juga oleh keluarganya, lebih-lebih nantinya akan dirasakan oleh si anak yan tidak berdosa akibat ulah ibunya. sebaliknya mazhab Syafii yang membolehkan wanita hamil karena zian bisa dinikahi pria lain tanpa syarat bisa membawa dampak negatif dalam masyarakat, yakni pria dan wanita tidak merasa takut melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sebab kalu terjadi kehamilan, pria dan wanita tersebut biasa kawin atau wanita tersebut bisa kawin dengan pria lain tanpa menunggu iddah, kecuali kalau keduanaya atau salah seorang dari keduanya atau salah seorang dari keduanya masih terikat tali perkawinan dengan orang lain (vide UU No. 1/1974 Pasal 9 ji. Pasal 3 (2) dan Pasal 4).pada zaman imam-imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga tidak boleh memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. menurut hemat penulis, Hadis tersebut bisa menjadi dalil untuk mengaharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata ma ( ) didalam bahasa Arab juga di dalam Al-Quran bisa dipakai dengan pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti tersebut dalam Suarat Al-Nur ayat 45

Artinya : Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Suarat Al-Nur ayat 45 )

3. Kaidah Hukum Figh Islam yang berbunyi :Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atau mencari/menarik maslah/kebaikan.kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madaratnya dari pada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau isteri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) tertlalu lemah. Namun, Mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain sebagai berikut :

a. pencampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa yang harum dikawini) dan kewarisan;b. bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam;c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi / zina, karena terjadi pencampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;d. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya.e. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung pencampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek dari pada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya.f. bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak. tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami (perhatiakn Al-Quran Surat Luqman ayat 14 dan Al-Ahqar ayat 15).

Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan /atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita perhatikan bunyi Pasal 42 UU Perkawinan No. 11974 : Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalama atau sebagai akibat perkawinan yang sah, maka tampaknya memberikan pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang pula sebagai anak sah, karena ia pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahaan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya Pasal 2 (1) tentang Pengesahan Perkawinan, Pasal 8 (f) tentang Larangan Kawin Antara Dua Orang Karena Agama Melarangnya, Pasal 29 ayat 2 (sahnya perjanjian perkawinan), dan pasal 37 dengan penjelasannya (pengaturan harta bersama dalam perkawinan bila terjadi perceraian ). dan lagi negara kita tentuanya tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor, karena tidak sesuai denga Pancasila , UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, dan Bangsa Indonesia yang religious itu. Karena itu, pasal 42 UU Perkawinan No. 1 / 1974 harus dipahami dan diberi interprestasi tanpa lepas kaitannya dengan pasal-pasal dan ayat-ayat lainnya dan Pancasila serta UUD 1945 diatas, atau pasal 42 UU Perkawinan itu perlu diberi tambahan penjelasan sehubungan dengan adanya teknologi bayi tabung/inseminasi buatan dengan donor atau dengan transfer embrio ke rahim titipan/kontrakan.Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan agama nantinya bisa menerima bayi tabung seperti halnya KB. Namun harus diingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yanng bertentangan dengan agama, seperti sterilisasi, Menstrual Regulation dan abortus. Karena itu, diharapkan pemerintah hanya mau mengizinkan praktek inseminasi/bayi tabung yang tidak bertentangan denngan prinsip agama, dalam hal ini Islam melarang sama sekali percampuran nasab dengan perantaraan sperma dan/atau ovum donor.

III. Kesimpulan dan HarapanDari uraian-uraian diatas, dapattlah disampaikan kesimpulan dan saran sebagai berikut :1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan dalam Islam, jika keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam;2. Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini/bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang alhir diluar perkawinan yang sah;3. pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfa / sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agam dan moral, serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan;4. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor.