Transmission position makalah
-
Upload
lavanter-simamora -
Category
Documents
-
view
959 -
download
2
Transcript of Transmission position makalah
POSISI TRANSMISI :
Sebuah Konteks
A. KONTEKS FILOSOFIS
Sebuah filosofi yang empiris di mana posisi transmisi sebenarnya sudah ada
sejak zaman Yunani Kuno, tetapi orientasi yang filosofis ini tidak begitu terkenal
hingga suatu hari dikemukakan oleh ahli filsafat seperti Francis Bacon dan Jhon
Locke. Dan saat ini, posisi transmisi dapat dihubungkan dengan filosofi analitik.
1. Francis Bacon
Bacon (1561-1626), seorang ahli filsafat berkebangsaan Inggris berpendapat
bahwa berbagai kesulitan filosofi kita berasal dari ajaran agama dan pengambilan
keputusan, dan malahan kita perlu kembali ke pemikiran induktif atau penelitian
ilmiah, yang mana memungkinkan kita untuk menciptakan teori dengan pengamatan
alami: “sebuah metode kebenaran dari filosofi cahaya sebuah lilin, dengan
menggunakan sebuah lilin lalu kemudian menunjukan sebuah cara; ketika memulai
dengan pengalaman dan melakukannya sebagaimana diperintahkan dan dipahami,
tidak sembarangan, dan dari itu lalu mengembangkan aksioma, dan dari menentukan
aksioma kembali memerlukan uji coba/pembuktian.” (Dikutip dalam Durant, 1961,
hal.133)
Dengan pengamatan yang alami, kemudian kita dapat menciptakan sebuah
teori. Di dalam pandangan Bacon, penelitian ilmiah seharusnya menjadi metode yang
paling utama dalam memperoleh pengetahuan baru. Induksi, yang mana merupakan
pusat bagi penelitian ilmiah, tidak hanya sekedar menghitung sederhana; pemikiran
induktif harus pula meliputi metode pengelompokan cara untuk menilai kebenaran
suatu hipotesis.
Gagasan Bacon tentang psikologi dan pendidikan mengantisipasi aliran
bihaviorisme. Sebagaimana pendapat Durant (1961), “dalam psikologi Bacon hampir
saja (menjadi) behavioris: dia menuntut suatu studi tentang sebab dan akibat di dalam
tindakan manusia, dan berharap untuk menghapus kata „kesempatan‟ dari kosa kata
ilmu pengetahuan” (hal.122). Pandangan Bacon dalam studi ilmiah tentang manusia
dalam abad ke dua puluh dipenuhi oleh (pandangan) B.F.Skinner dan kaum
bihavioris. Seperti Bacon, Skinner membantah bahwa semua tingkah laku manusia
dapat dipahami dalam kaitannya dengan sebab dan akibat.
2. Jhon Locke
Locke, yang lebih lanjut mengembangkan sebuah pandangan filosofi empiris,
dia dengan konsepsinya menyebutkan bahwa fikiran sebagai tabula rasa (batu tulis
kosong). Dalam pandangan Locke (1889), fikiran pada dasarnya pasif: “di dalam
wadah dari ide-ide sederhana, sebuah pemahaman adalah untuk bagian pasif yang
paling banyak…bagaikan sebuah organ tubuh yang mengelilingi (dan yang)
mempengaruhi bagian tubuh kita yang lain dengan cara berbeda-beda, sebuah fikiran
terpaksa menerima kesan dan tidak bisa menghindari persepsi dari semua ide-ide itu
yang menggabungkan mereka.” (hal.70). Walaupun Locke mengakui kapasitas
manusia untuk merefleksi (cerminan), tidak cukup memadai menggabungkan ini
dengan teorinya bahwa fikiran adalah pasif di dalan caranya menerima sensasi.
Locke (1889) Menerapkan konsep berfikirnya sebagai tabula rasa untuk
mengajar dan belajar dalam „Beberapa Pemikiran Mengenai Pendidikan‟, dimana
dikatakannya bahwa yang muncul pertama kali adalah sensasi; kemudian diikuti oleh
ide-ide yang masuk ke dalam fikiran; ide-ide membangkitkan tindakan; tindakan
mengarah ke kebiasaan; kebiasaan membentuk karakter seseorang. Dengan kata lain,
pendidikan sebenarnya merupakan proses tentang formasi kebiasaan.
Tetapi ingatlah, anak-anak tidak harus selalu diajarkan dengan peraturan yang mana
akan selalu mereka ingat. Apa yang anda fikir penting bagi mereka untuk dilakukan,
mengatasi mereka dengan perlakuan yang sangat diperlukan setiap kali ada
kesempatan, dan jika mungkin, membuat peluang. Ini akan mengakibatkan kebiasaan
pada mereka, yang tidak bisa dipungkiri, yang dengan mudah dan alami berproses di
dalam diri mereka sendiri, tanpa bantuan ingatan. Tetapi di sini akan saya berikan dua
perhatian.
1. Salah satunya adalah, bahwa anda yang membawa mereka untuk
menerapkan apa yang anda kembangkan dalam suatu kebiasaan pada mereka, dengan
bahasa yang baik, dan peringatan yang lembut, melainkan seperti mengingatkan
mereka dari apa yang mereka lupakan, dari pada dengan teguran kasar dan mencerca,
seolah-olah mereka dengan sengaja bersalah.
2. Hal lain yang perlu anda diperhatikan, adalah, tidak mencoba untuk
mengatasi terlalu banyak kebiasaan dengan cara singkat, lakukan dengan variasi anda
mengacaukan mereka, dan tidak terlalu sempurna. Ketika custome telah membuatnya
jadi lebih mudah dan alami pada mereka, dan mereka menerapkannya tanpa cerminan,
anda boleh melanjutkannya ke yang lain. (hal.39)
Pandangan Locke tentang pendidikan sebagai formasi kebiasaan adalah sama
persis dengan cara pandang atomistik yang di dalamnya dia melihat formasi kebiasaan
sebagai sebuah peletakan secara bersamaan dari komponen-komponen kecil tingkah
laku.
Pernyataannya, bahwa untuk mengembangkan kebiasaan di dalam (diri) para
siswa seorang guru harus memusatkan pada pengulangan dan latihan, mengantisipasi
psikologi pendidikan Thorndike (yang menekankan prinsip latihan berulang dan
konsep berguna dan tidak berguna).
3. Filosofi Analitik / Atomisme Logis
Saat ini, orientasi aliran empirisme dapat ditemukan di dalam filosofi analitik,
suatu pergerakan filosofis yang , dalam format yang berbeda, disebut juga „atomisme
logis, positifisme logis, dan teori pengalaman ilmiah‟. seorang cendekiawan telah
meringkas inti dari filosofi analitik sebagai “semacam analisa pilosofis yang berproses
dengan sedikit demi sedikit penguraian tentang segala hal pokok ke dalam kelogisan
komponen-komponen terakhir”. (Barrett, 1979, hal.36)
Ludwig Wittgeistein (1921/1961) yang memainkan suatu peran rumit di dalam
pengembangan pilosofi analitik. Beliau melihat bahwa alam semesta dibuat dari fakta
terisolasi, atau atom, yang bisa atau tidak bisa dihubungkan satu sama lain; yang tidak
terikat mata rantai atau ikatan (pertalian) apapun diantara mereka. Ia sampai pada akar
teori pengalaman dan cara pandang yang atomistik ketika ia menyatakan bahwa
“masing-masing item (yang manapun) dapat menjadi kasus atau bukan kasus, selagi
segalanya masih sama”. (hal.7)
Filosofi analitik fokus pada bahasa, yang mencoba membaginya ke dalam
komponen-komponen kecil, sehingga verifikasi dan kejelasan dapat dicapai. Daya
dorong untuk mengurai ke dalam atom bahasa dan, akhirnya, kenyataan adalah
terletak di pusat kedua paradigma yang atomistik dan posisi transmisi. Di (dalam)
pandangan Wittgenstein, permasalahan yang filosofis yang muncul ketika " bahasa
kita telah mati suri" dapat dibersihkan dan bahasa yang tepat. Dengan kata lain,
kebingungan di (dalam) tulisan filosofis tradisional telah sering muncul sebagai hasil
kekacauan bahasa yang fungsional tetapi itu dapat diatasi dengan penelitian bahasa.
Barret, seorang (ahli) yang telah menganalisa pekerjaan awal Wittgenstein'S,
menunjukkan bagaimana ia terikat pada pemikiran Bertrand Russell dan Alfred North
Whitehead, terutama sekali konsep Russell tentang atomisme logis. Anggapan
Bertrand Russell ini tidak hanya pada bahasa, tetapi sebuah kenyataan itu sendiri,
yang terdiri atas " atom logis"; komponen-komponen dalam pecahan bahasa "sebuah
atom yang logis yang menata dunia" ( 1979, hal.39)
Sebab itu, sejalan dengan teori gambaran bahasa kita, dunia akhirnya harus terdiri dari
fakta atomis yang sesuai dengan pernyataan yang atomis yang dengan diakhiri analisa
logis. Dan berbagai pengelompokan tentang fakta (yang) atomis ini membentuk fakta
yang kompleks yang mendasari pengalaman kita. Kita tiba-tiba menemui sebuah
doktrin yang sangat penuh (yang) ditumbuhi bulu dari Atomisme Logis. ( Barrett,
1979, hal.39)
Suatu pendapat yang mendasar di dalam filosofi analitik bahwa itu
meninggalkan pertanyaan metafisis dan yang pendukung ilmu pengetahuan. Dalam
pendapat Wittgeinstein, " Tentang dimana tidak seorangpun bisa berbicara, (maka)
satu orang harus diam" (1921). Di (dalam) filosofi empiris, pandangan dunia
seseorang bukanlah suatu pertanyaan pilihan, atau spekulasi, atau rasa pribadi. Satu-
Satunya jawaban yang akurat adalah pertanyaan, " Apakah kenyataan (itu)?"
diperoleh dari menerapkan metode latihan dari pertanyaan filosofis terakhir ini.
Kaplan (1961) menawarkan suatu uraian dari sudut pandang ini:
Secara tradisional, filosofi memperkenalkan sejumlah penampilan tentang pandangan-
pandangan dunia, masing-masing melengkapi dengan sendirinya, dan mustahil untuk
menilai dalam kaitan dengan beberapa filosofi lain tanpa mengharap pertanyaan
mendasar. Diantaranya adalah Platonist atau Aristotelian, Spinozist atau Thomist,
Kantian Atau Cartesian, dan lain-lain. Dan pilihan di antara sistem yang besar nampak
seperti sebuah perangai atau rasa; tidak heran kontroversi tentyang hal ini masih terus
berlanjut … Saat ini, menurut para ahli filsafat analitik, telah tiba waktunya untuk
mengakhiri perdebatan tanpa makna seperti itu. Ketika suatu disertasi filosofis
dirumuskan di (dalam) bahasa yang tepat, tidak ada ruang lebih untuk mendebatkan
hal-hal yang dapat diselesaikan dengan cara apapun, dan seterusnya. Filosofi bisa
mendapat kemajuan hanya jika para ahli filsafat lebih suka meyakini sebuah
kesalahan mutlak dibanding kebenaran yang samar-samar. (hal.59)
Di dalam pandangan penganut aliran empirisme, usaha untuk berteori
(menyatukan) seharusnya tidak dilakukan sampai pada unsur-unsur dasar dari
masalah yang telah dikenali dan dianalisa. Filosofi perlu menggunakan metode ilmiah
sebagai model untuk memecahkan permasalahan yang spesifik pada suatu basis yang
sedikit demi sedikit; sampai pada analisa-analisa kecil seperti (itu), (sehingga)
keuntungan kumulatif dapat dibuat. Usaha pertama filosofi analitik untuk
mengidentifikasi pertanyaan yang merupakan penyelidikan berharga. Ketika
pertanyaan yang sesuai telah dipahami, ilmu pengetahuan diperlukan untuk
mengkonfirmasikan apakah sebuah pernyataan itu adalah salah atau benar. Basis
untuk mengidentifikasi pertanyaan [yang] sesuai di (dalam) filosofi analitis disebut
"teori pembuktian tentang maksud/arti" (penggunaan metoda tentang pernyataan
pembuktian ini pada suatu basis empiris di (dalam) alasan yang filosofi analitis telah
pula dinamakan teori pengalaman ilmiah).
Para ahli filsafat analitik membantah bahwa dalil metafisis di (dalam) filosofi
tradisional adalah omong kosong sebab tidak bisa dibuktikan/diuji:
Pada filosofi analitik pertanyaan yang muncul di (dalam) metafisika tradisional adalah
tidak dapat disangkal sebab mereka bukanlah pertanyaan yang sebenarnya.
Argumentasi filosofis telah (menjadi) tak berkesudahan sebab pada prinsipnya tidak
ada cara untuk menetapkan yang satu itu benar dan yang lain salah… yang paling
penting, dari sudut pandang filosofi analitik, adalah pertanyaan-pertanyaan metafisis
yang tidak dapat disangkal karena perumusan mereka, dan bukan oleh karena
pembatasan dugaan apapun yang menyangkut pikiran manusia. ( Kaplan, 1961,
hal.66-67)
Dalam formatnya yang paling radikal, teori pengalaman memandang pada
prinsip physicalism (fisikalisme), di mana ilmu pengetahuan dapat dikerjakan lagi di
dalam bahasa ilmu fisika. Dari sudut pandang ini, psikologi dikurangi menjadi
pengamatan atas perilaku fisik. Physicalism menjadi mata rantai antara sebuah
filosofis dan konsep yang psikologis di dalam posisi transmisi.
Para ahli filsafat analitik memandang diri sebagai tidak lebih daripada suatu
koleksi mental negara bagian:
Secara skematis, kita boleh katakan bahwa (diri) kita sendiri menjadi satuan dari
semua dan hanya mental negara bagian yang ingat atau diingat oleh pemberian
negara-dengan menentukan suatu penafsiran yang menyangkut hubungan antar
ingatan. Saya dibenarkan dengan mengatakan bahwa pengalaman tertentu adalah
salah satu milik saya dan tidak ada satupun kepunyaanmu, sebab saya mengingatnya
dan kamu hanya mengetahui tentangnya secara tidak langsung; dan bahwa "Saya"
mengingat ini dengan pengecualian terkait suatu cara membedakan pada sebuah
pengalaman-yaitu adalah, kepada seseorang yang saya sukai, tetapi dengan tidak
mengurangi, menyampaikan dengan mengacu padanya seperti pengalaman sekarang
ini berada didepan anda. Pada terminologi ini, kemungkinan menghadirkan dirinya
sendiri dalam membangun keseluruhan dunia keluar dari material pengalaman saya. (
Kaplan, 1961, hal.85)
Para ahli filsafat analitik mempertentangkan bahwa manusia itu dihubungkan hanya
melalui penggunaan bahasa yang masuk akal. Mereka mengurangi penggunaan
pengalaman manusia (dengan cara yang sama untuk mengurangi dalil filosofis
mereka) yang dapat dibuktikan secara logika. Kembali kita diingatkan dengan dua
pernyataan Wittgenstein: "fakta apapun dapat menjadi kasus atau bukan kasus, dan
segala hal lain yang menyisakan hal yang sama" dan "dimana tidak seorangpun dapat
berbicara, oleh karena itu satu (orang) harus diam."
Di dalam filosofi analitik, tidak ada hubungan antara filosofi dan nilai-nilai
pribadi seseorang. Di (dalam) Kaplan ( 1961) kata-kata, " Apa yang oleh ahli filsafat
analitik identifikasi sebagai filosofi bukanlah sesuatu yang ia hidup dengannya, tetapi
murni suatu penelaahan intelektual, seperti studi ilmu fisika atau matematika yang
mana itu menjadi suatu hubungan yang sangat dekat" ( hal.88).
Karena dunia memandang para ahli filsafat analitik yang terdiri dari segmen
terisolasi yang dapat atau tidak dapat dihubungkan satu dengan yang lain, ahli filsafat
ini memusatkan pada ilmu pengetahuan, pengamatan, kesimpulan, kejelasan, dan
ketepatan; seni, kecantikan, etika, dan kerohanian adalah dunia yang tidak bertalian
dan terpisah. Pemisahan antara gaya pikiran intuitif dan masuk akal, tentu saja,
tidaklah terbatas pada filosofi analitik; hal ini cenderung mendominasi kebanyakan
dari para akademis dan telah menyebar ke seluruh bagian psikologi dan filosofi
pendidikan sepanjang abad ini, sedangkan yang sekarang berbeda, seperti
eksistensialisme dan psikologi humanistik, sudah terbiasa terisolasi dari tendensi yang
akademis itu. Singkatnya, filosofi analitik telah menguatkan pembagian terpisah itu
dari jantung (dalam) kultur kita.
Dikotomi yang sama ini adalah nyata sekarang ini kembali pada dasar
pergerakan-sebuah pendekatan kurikulum yang menerangkan dengan contoh posisi
transmisi. Pergerakan ini menganjurkan mengembalikan kurikulum ke unsur-unsur
dasar ( e.g., trhee Rs), yang masing-masing diajarkan secara terpisah. Tentu saja, ada
perbedaan pemikiran di dalam pergerakan kembali-ke-dasar, tetapi biasanya konsisten
dengan posisi transmisi di dalam pembagian kurikulum ke dalam segmen kecil yang
tidak bertalian dan terputus dari keefektifan dan dimensi kehidupan rohani.
B. KONTEKS PSIKOLOGIS
Dalam bidang psikologi, akar dari posisi transmisi dapat ditemukan dalam karya
Thorndike dan baru-baru ini dalam karya B.F. Skinner, dari keduanya itu
dikembangkan suatu orientasi tingkah laku untuk pelajaran.
1. Edward L. Thorndike
Uraian Thorndike, tentang kecerdasan binatang (1911), mencerminkan pengaruh dari
penelitiannya tentang binatang atas pandangannya terhadap sifat dasar manusia.
Thorndike melukiskan tingkah laku manusia dalam kaitan dengan stimulus dan
Respon (S -> R). sebuah situasi (S) yang merangsang sistem kegelisahan, yang mana
pada gilirannya mencetuskan tanggapan kelenjar atau otot tertentu (R): "Kecerdasan
manusia, ketrampilan dan karakter menjadi penggabungan dari kecenderungan ini
untuk tanggap terhadap unsur-unsur dari keadaan. Ada banyak situasi berbeda-
hubungan tanggapan yang menata penggabungan ini, di dalam pendidikan orang
dewasa, berpacu menuju tak terhingga"(Thorndike, 1913, vol.2,hal.4)
Thorndike (1911) menyebutkan bahwa yang menjembatani antara stimulus
dan respon ("syaraf-syaraf” sensorik dan motorik) adalah synapses dalam
otak,"dimana sebuah gangguan, atau arus neural, timbul di dalam pelaksanaan
terdahulu dari yang terdahulu kepada yang belakangan dibanding beberapa tempat
lainnya. Kekuatan atau kelemahan dari hubungan ini adalah kondisi synapses"
(hal.246-247). Ia juga menyangkal bahwa orang yang sejak lahir mempunyai
kecenderungan tertentu yang dipandang sebagai akibat oleh adanya hubungan
bawaan sejak lahir antara stimulus dan respon:
Suatu hubungan mendasar antara situasi dan tanggapan dalam tingkah laku manusia
yang menjadi dasar fisiologisnya adalah suatu kesenangan kepemimpinan dimana
tindakan fisiologis dibangun dalam neurones ke arah alur akhir tertentu dibanding
ke arah lainnya. Pengaturan sebenarnya dari syaraf-syaraf… yang menjadi faktor
penentu yang utama dari apa yang di tanggapi dari pergerakan dan sensasi adalah
situasi yang diberikan akan muncull. ( Thorndike, 1913, hal. 221)
Walaupun Thorndike ( 1913) memandang manusia sebagai mahluk yang sangat pasif
mudah bereaksi terhadap situasi (stimuli), ia mengakui adanya berbagai tanggapan
yang tidak seragam dalam semua situasi:
Masa awal kanak-kanak dan di antara yang lemah berfikir…pada situasi yang lemah
akan memungkinkan untuk sama-sama bertindak. Beberapa dari unsur-unsurnya akan
menghasilkan hanya tanggapan pengabaian; orang lain akan menjadi terikat pada
suatu kesadaran yang lemah di antara mereka; lain dengan menghubungkan dengan
beberapa tanggapan enerjik sebuah pemikiran, tindakan atau perasaan, dan akan
menjadi gambaran yang positif pada masa depan manusia.(hal.27)
Bagaimanapun, dalam analisa terakhir, Thorndike mengurangi pelajaran pada suatu
mekanisme fisiologis. Menurut Thorndike (1912), "Sebuah pendidikan dasar yang
fisiologis memodifikasi synapses di antara syaraf-syaraf" (hal.64). Pendidikan, bagi
Thorndike, adalah di atas semuanya itu sesuatu yang memudahkan hubungan antara
"jaringan syaraf."
Thorndike mengembangkan sejumlah hukum berdasar pada pandangan belajar
fisiologis. Salah satunya, hukum berguna dan tidak berguna, pernyataan bahwa
hubungan antara "jaringan syaraf" ditingkatkan melalui latihan dan tidak mengurangi
makna di saat tidak menggunakannya lagi. Dengan demikian, pengulangan adalah
penting dalam belajar. Prinsip Thorndike yang lain adalah hukum akibat, yang
mengantisipasi hukum penguatan Skinner "Ketika modifikasi koneksi antara situasi
(stimulus) dan respon terjadi dan suatu tanggapan dibuat dan diikuti oleh suatu
kondisi yang memuaskan, kekuatan koneksi ditingkatkan: ketika dibuat secara
bersamaan atau diikuti oleh suatu kondisi yang mengganggu: kekuatan nya
dikurangi"(1913, jilid 2, hal.4)
Pemecahan masalah, bagi Thorndike, melibatkan percobaan dan kesalahan:
"Seseorang pada umumnya bertujuan memecahkan suatu teka-teki mekanik yang
mungkin mendapatkan penyelesaian, atau beberapa bagiannya, selama masa yang
belum pasti, boleh menggunakannya lebih cepat dalam percobaan yang berikutnya,
dan dengan demikian maju ke pelajaran berikutnya-dengan sedikit bantuan dari
gagasan tentang teka-teki atau tentang pergerakannya" ( 1913, hal. 131).
Tidak sama dengan mereka yang berada pada posisi transaksi, yang terdiri atas
pemecahan masalah yang ditandai oleh penilaian alternative yang masuk akal,
Thorndike (dalam teori pendidikan siapa jatuh tanpa sengaja ke dalam orientasi
transmisi) melihat pemecahan masalah sebagai sebuah proses meraba-raba oleh
orang-orang, sebab mereka adalah pasif secara alami, yang dapat memecahkan
permasalahan hanya sampai pada tahap mencoba-coba.
Thorndike (1916) membantah bahwa " pengajaran adalah sebuah pengaturan
situasi yang akan mengarah pada ikatan diinginkan dan memuaskan mereka"
(hal.174). Definisi ini serupa dengan Skinner (1968) definisi pengajaran yaitu sebagai
"pengaturan ketidak tentuan pada siswa belajar" (hal. 64). Dalam Thorndike (1916)
pandangan, kemudian, guru adalah penentu aktif dari lingkungan belajar dan para
siswa adalah penerima yang pasif.
Penggunaan terminologi psikologis, sebuah seni pengajaran menggambarkan sebagai
seni memberi dan menolak stimuli dengan hasil dari memproduksi atau mencegah
tanggapan tertentu... . Tujuan dari guru adalah untuk menghasilkan yang diinginkan
dan mencegah perubahan yang tidak diinginkan pada manusia dengan memproduksi
dan mencegah tanggapan tertentu. (hal. 60-61)
Sekalipun orang setuju bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan
tanggapan yang diinginkan siswa, masih sangat perlu untuk menentukan ukuran apa
yang harus digunakan dalam memilih tanggapan yang sesuai.
2. Franklin Bobbitt
Bobbitt, yang pemikirannya dipengaruhi oleh Thorndike, menanggapi pertanyaan ini
dengan pengusulan satu set ukuran-ukuran berdasar pada asumsi bahwa tujuan
pendidikan akan menyiapkan para siswa untuk mendapat kedewasaan bagi hidup
mereka; secara terperinci, pendidikan, dalam pendapatnya, diperlukan persiapan para
siswa "untuk aktivitas segala macam tatanan dimana, atau hendaknya menata, dengan
baik kedewasaan hidup" (Bobbitt, 1924,hal. 7). Lagi pula, menurut Bobbitt,
pendidikan, mestinya tidak meliputi aktivitas manapun yang tidak secara rinci
diharapkan untuk melakukan seperti yang diminta. Pemilihan dari aktivitas bidang
pendidikan harus didasarkan pada pengetahuan "hal-hal di mana para siswa perlu
dilatih" (1924,hal.8). Begitu juga dalam memilih ukuran-ukuran untuk program
bidang pendidikan, "tugas yang pertama akan menemukan aktifitas dimana
hendaknya menata kehidupan pria dan wanita; dan bersama dengan ini, kemampuan
dan kualitas seseorang yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian. Inilah yang
menjadi sasaran hasil bidang pendidikan" (1924, hal.8).
Bobbitt (1924) mengenali sejumlah aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-
hari. Pendapatnya mencerminkan pekerjaan Thorndike dalam sebuah ”buku kamus
guru ( 1921), yang terdiri dari 30,000 kata-kata yang dikembangkan dari hitungan
seringnya kata-kata tertentu nampak dalam majalah, surat kabar, dan media lainnya;
kata-kata ini diatur sedemikian sehingga para guru bisa mengidentifikasi keseringan
penggunaannya. Bobbitt ( 1942) membagi daftar aktifitas hariannya ke dalam 10
kategori:
1. Aktivitas berbahasa; komunikasi satu dengan lain secara sosial.
2. Aktivitas kesehatan
3. Aktivitas kewarganegaraan.
4. Aktivitas sosial umum-bertemu dan berbaur dengan orang lain.
5. Aktivitas waktu senggang, hiburan, rekreasi.
6. Pemeliharaan diri seseorang secara mental sejalan dengan aktivitas kesehatan
tentang pemeliharaan diri seseorang secara fisik.
7. Aktivitas religius.
8. Aktivitas berkenaan dengan orangtua, pengasuhan anak-anak, pemeliharaan
hidup rumah tangga.
9. Aktivitas praktis bukan kejuruan atau tidak khusus
10. Tenaga kerja panggilan.
Menurut Bobbitt (1924), aktivitas ini harus dipecah ke dalam sasaran khusus.
Sasaran hasil yang tidak dianalisa umumnya diharapkan untuk dihindari. Karena
sepuluh divisi manusia yang utama adalah tindakan, ada kemungkinan untuk
menyatakan kesepuluhnya sesuai kemampuan. Dimana akan sangat umum seperti
menjadi pekerjaan yang sia-sia untuk membuat sebuah kurikulum. "kemampuan
untuk mempedulikan kesehatan seseorang," sebagai contoh, terlalu umum untuk
menjadi bermanfaat. Maka harus dikurangi menjadi kekhususan: kemampuan untuk
mengatur ventilasi dari ruang tidur seseorang, kemampuan perlindungan diri
seseorang melawan microorganisme, kemampuan untuk merawat gigi, dan lain-lain.
Bobbbitt yang dipengaruhi oleh Thorndike tidak hanya dalam kepercayaannya
bahwa sekolah harus fokus pada menghasilkan tanggapan yang diinginkan, tetapi juga
dalam dalilnya bahwa tanggapan diperkuat melalui apa yang digunakan. Menurut
Bobbitt (1924), ”mengasah yang kita inginkan terhadap ilmu pengetahuan atau akal
sehat, prinsip dominan dari metoda bidang pendidikan menjadi nampak seperti ini:
Pemikiran tumbuh karena adanya latihan"
Thorndike secara langsung menanggapi gagasan Bobbitt tentang kurikulum.
Pendapat Bobbitt's dalam hal ini adalah contoh yang baik untuk bagaimana posisi
transmisi dinyatakan dalam kurikulum. Konsepsi kurikulum ini mencerminkan
konteks sosial; dengan kata lain, kurikulum sekolah adalah suatu cermin masyarakat.
Disana hanya ada sedikit peluang bagi rencana Bobbitt untuk menganalisis kritis
masyarakat atau untuk sekolah untuk mempromosikan pertukaran sosial. Suatu
keadaan yang tetap pada suatu saat tertentu dapat diterima.
3. B.F Skinner
Skinner dikenal baik dalam teorinya lakon pengaruh keadaan, yang menjelaskan
bahwa perilaku dapat dikendalikan oleh situasi:" Jika kejadian dari suatu operant
(suatu perilaku yang dapat dikendalikan melalui penguatan) diikuti oleh suatu
presentasi penguatan stimulus, kekuatan meningkat"(Skinner, 1968,hal.4).
Walaupun ia tidak mempertimbangkan dirinya sendiri sebagai psikolog bidang
pendidikan, Skinner telah menulis secara ekstensif tentang pendidikan. Dalam In The
Technology of Teaching (1968), ia menyatakan bahwa "peningkatan terbaru dalam
kondisi-kondisi perilaku dalam bidang pelajaran menjadi dua macam
prinsip"(1968,hal.10), kedua-duanya diakibatkan oleh pengenalan dan aplikasi dari
pengaruh hukum akibat. Pertama, kita dapat menggunakan hukum ini untuk
membentuk " perilaku dari suatu organisme kapanpun diperlukan"(1968,hal.10); dan,
kedua , kita dapat menggunakannya untuk memelihara perilaku dalam setiap keadaan
dari kekuatan untuk periode waktu yang lama (1968,hal.10). Skinner mengacu kepada
penggunaan penguatan, yang mana merupakan pusat komponen dalam teorinya
operant pengaruh keadaan. Pendidikan, dalam pandangan Skinner, adalah sesuatu
tentang memilih dan menggunakan teknik penguatan; pengajaran adalah "Suatu
pengaturan ketidaktentuan penguatan oleh para siswa belajar "(1968, hal.64). Dengan
pengaturan penguatan dengan cara khusus, guru dapat meningkatkan perilaku tertentu
yang diinginkan. Skinner membedakan antara penguatan negatif dan penguatan
positif. Penguatan positif, ketika ditambahkan ke sebuah situasi, akan meningkatkan
perilaku yang diinginkan, sedangkan, penguatan negatif sebaliknya; mereka
meningkatkan frekuensi perilaku ketika mereka dipindahkan.
Hukuman yang dilibatkan dalam mempresentasikan penguatan negatif atau
memindahkan penguatan positif. Skinner tidak menyukai hukuman. Walaupun
mungkin nampak sukses pada mulanya, akibatnya tidaklah permanen dan perilaku
yang yang tidak diinginkan dapat terjadi kembali. Sebagai tambahan, efek samping
hukuman yang emosional adalah hal negatif dan dapat menghasilkan perilaku yang
kedua-duanya tak dapat dipercaya dan tak dapat diramalkan:" Menggantikan kelakuan
buruk dengan tangisan atau kemarahan jarang menjadi sebuah penyelesaian yang baik
"(Skinner, mengutip dalam Hill, 1971,hal.69). Secara umum, Skinner mendukung
penggunaan penguatan positif. Didalam pendapatnya, pendidikan aversive, yang
mana bersandar pada hal penguatan negatif, mengarah pada ”penderita atau penyakit
saraf" perilaku.
Skinner menyarankan bahwa penguatan secara alami yang terjadi di dalam
lingkungan adalah terlalu lambat membawa perubahan. Adalah pendapatnya bahwa
jika guru bersandar pada lingkungan untuk penguatan, dia benar-benar meninggalkan
perannya sebagai seorang guru. Sebagai gantinya, guru harus campur tangan untuk
menggerakkan lingkungan tersebut. Satu teknik Skinner (1968) yaitu
merekomendasikan program belajar.
Instruksi yang diprogramkan terutama pada suatu perencanaan untuk pembuatan suatu
penggunaan efektif dari penguat, tidak hanya membentuk semacam perilaku yang
baru tetapi juga dalam hal pemeliharaan kekuatan perilaku. Suatu program tidak
menetapkan jenis penguatan tertentu (siswa boleh bekerja di bawah pengendalian
aversive atau untuk uang, makanan, prestise, atau cinta), tetapi itu dirancang untuk
membuat lemah penguat atau ukuran yang kecil dari yang kuat dan efektif.
Skinner menyarankan bahwa siswa yang memulai suatu tugas pelajaran akan
diberi hadiah dengan seketika. Sebagai contoh, langkah-langkah dalam program
pelajaran harus sedikit untuk memperkecil kesulitan. Secepatnya, bagaimanapun,
siswa telah diperkuat dengan hadiah. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah
mendapat penguatan dengan sebuah coklat, dia dapat menjadi bosan dan tidak akan
berpengaruh lagi. Ketika ini terjadi, perbandingan penguatan mungkin telah menjadi
penegasan. Teknik ini, dikenal sebagai penguatan sebentar-sebentar, bekerja atas
prinsip bahwa jika penguatan diatur hanya kadang kala, sebuah keinginan perilaku
yang diinginkan dapat dijaga oleh sejumlah kecil penguat. Dengan kata lain,
penguatan sebentar-sebentar adalah suatu teknik yang mana guru mencoba untuk
meningkatkan banyaknya tanggapan setiap penguatan tanpa kehilangan ketertarikan
siswa dalam beraktivitas.
Skinner membedakan antara dua jenis penguatan yaitu: penguatan interval dan
penguatan perbandingan. Di (dalam) penguatan perbandingan, penguat memberi
sejumlah tanggapan tertentu, sedangkan penguatan interval adalah suatu aturan pada
interval waktu tertentu. Riset menyatakan bahwa penguatan perbandingan lebih
efektif dibanding penguatan interval, yang nampak logis sebab penguatan
perbandingan dihubungkan dengan bagaimana individu sedang menjawab sedangkan
penguatan interval tidak.
Walaupun di program dengan baik penguat yang dirancang perlu menjaga agar
siswa tetap sibuk bekerja, Skinner mengakui bahwa sukar untuk merancang jadwal
penguat yang efektif untuk berhubungan dengan berbagai ketrampilan/keahlian.
Sebagai contoh, membaca sebuah buku yang hebat adalah sesuatu yang pada
umumnya terjadi sebagai hasil kejanggalan jadwal penguatan yang sulit untuk di
contoh. Keheningan, Skinner (1968) mengusulkan bahwa seniman yang hebat itu
adalah di dalam sebagian besar produk dari variable-jadwal perbandingan:
orang yang didedikasikan itu adalah yang dikenang sepanjang waktu yang lama tanpa
penguatan. Ia melakukannya sebab, yang manapun yang ditangani guru baik itu yang
mahir atau secara kebetulan, ia telah dikenal ke sesuatu secara berangsur-angsur
memperpanjang jadwal variable-ratio. Pada mulanya, apa yang ia "penuhi" dengan
cepat, tetapi ia kemudian berjalan terus sedikit demi sedikit diperkuat. Barangkali itu
terlalu dini untuk di bandingkan dengan Faraday, Mozart, Rembrandt, atau Tolstoy
dengan seekor merpati yang mematuk suatu kunci atau dengan seorang penjudi
mengenai penyakit, tetapi jadwal variable-ratio meskipun demikian menarik perhatian
menyangkut riwayat hidup ilmuwan, penggubah, seniman, dan para penulis.
Bahkan argumentasi Skinner tentang seniman nampak membekas, aplikasi
operant pengaruh keadaan pada berbagai program spesial pendidikan telah (menjadi)
efektif. Sebagai contoh, Skinner menguraikan suatu situasi di mana perilaku seorang
anak laki-laki [yang] dilahirkan buta dengan katarak menjadi tak terkendali. Setelah
suatu operasi yang memindahkan katarak, ia menolak untuk memakai kacamata,
sungguhpun penolakannya dengan maksud bahwa akan segera menjadi buta untuk
selamanya. Kemarahannya yang tak dapat dikendalikan dan ia mengakui bahwa itu
sebagai suatu hasil diagnosa dari rumah sakit jiwa khusus untuk anak." Dalam hal ini,
dua prinsip operant mempengaruhi keadaan yang digunakan. Dahulu, perangai
temperamen walau bagaimanapun tidak diredakan oleh pemberi penghargaannya.
kedua, suatu program penguatan digunakan untuk membentuk perilaku yang
diinginkan dalam memakai kacamata. Pada mulanya, memakai bingkai sendiri, tanpa
memasukkan lensa, memperkuat dengan makanan. Setelah anak laki-laki menerima
bingkai, lensa dimasukkan pada mereka. Secepatnya, ia dikondisikan untuk memakai
kacamata selama 12 jam setiap hari.
Skinner mengembangkan sejumlah teknik untuk menerapkan program
pelajaran. Salah satunya, siswa diberi suatu urutan pertanyaan yang berasal dari yang
paling sederhana kepada yang lebih sulit, dan diperkuat jika setiap jawaban yang
diberikan benar. Program lain yang dikembangkan oleh Skinner memusatkan pada
diskriminasi- kemampuan untuk menceritakan perbedaan antara warna, bentuk, pola
teladan, bunyi; serasi, tempo dan semacamnya. Program seperti itu, di rancang untuk
digunakan di (dalam) alat pengajaran, instruksikan sebelum masuk sekolah anak-anak
di (dalam) mempertemukan bentuk, warna, dan lain lain program yang lain untuk
pengajaran diskriminasi didasarkan pada operant pengaruh keadaan. Program jenis ini
sudah digunakan sejak 40 tahun yang lalu; yang dikatakan mempunyai suatu kapasitas
otak sesuai usia 18 bulan. Penggunaan coklat sebagai penguat, pokok materi diajar
untuk membeda-bedakan antara perbedaan jenis bentuk (lingkaran, elips
(penghilangan kata)) dan juga untuk menggunakan pensil yang sewajarnya di (dalam)
jiplakan surat.
Walaupun yang diprogramkan pelajaran pasti mempunyai beberapa dampak
pada praktek bidang pendidikan, alat pengajar menurut Skinner yang digunakannya
tidak pernah mengalami kemajuan. Prinsip dari alat pengajar adalah bahwa suatu
program di atur di dalam mesin dan siswa memutar suatu tombol yang biasanya,
mesin pengajaran telah dikenalkan oleh sekolah bersama dengan buku teks dasar.
Permasalahannya adalah bahwa alat tak peduli apakah mereka mempunyai tujuan
yang mulia, pada akhirnya, hanya menunjukkan luncuran tua seseorang,
menggunakan remote dari milik murid, dan ketiadaan kecerdasan dasar dengan cepat
diarahkan. Untuk mempersulit persoalan mereka hampir selalu tak dapat dipercaya,
menjadi komponen yang peka seperti (itu) sebagai alat perekam dan proyektor slide,
dan lagi pula tidak murah.( Evans, 1979, p. 117)
Kembali kepada pertanyaan bagaimana teori pendidikan Skinner dinyatakan di
(dalam) posisi transmisi, itu telah jelas bahwa psikologi Skinner atomistic: teknik
pelajaran yang diprogramkannya terbagi ke dalam bagian-bagian kecil yang dapat
digerakkan; komponen kecil yang bisa diidentifikasi digunakan untuk mengorganisir
kemajuan siswa dengan menggunakan alat-alat kritikus percontohan mereka. Kritikus
ini terutama sekali tidak menyukai visi yang berupa khayalan Skinner seperti Walden
II. Khususnya untuk kritik seperti itu, yang telah (menjadi) berlebihan, komentar ini
dibuat oleh Becker ( 1967).
Permasalahan dengan orientasi tingkah laku muncul ketika Skinner dan
(orang) yang lain, di (dalam) kegiatan mereka, membangun pandangan mereka
tentang masyarakat baru atas dasar teoritis sempit seperti itu. Ada satu hal untuk
mengembangkan suatu program penguatan untuk seorang anak di masa lalu,
sunggung yang lain untuk memperbincangkan tentang tatanan masyarakat yang
radikal berdasarkan prinsip operant pengaruh keadaan. Di dalam visi Skinner, teknik
atomistic menjadi ideologi.
C. KONTEKS SOSIAL/EKONOMI
Di antara banyaknya variasi konservatisme adalah azas keagamaan, Tory
Concervatism, Laissez-Faire, Sosial Darwinisme, dan Konservatisme Teknologi.
Jenis konservatisme tertentu yang dibahas di sini dalam hubungan dengan posisi
transmisi adalah konservatisme laissez-faire yaitu salah satu yang terdekat dengan
paradigma atomistic dan, juga, terutama sudut pandang konservatif di Amerika Utara.
1. Konservatisme Laissez- faire
Adam Smith. Konservatisme laissez-faire dapat ditelusuri dari Adam Smith, whose
Inquiry into the Nature and Cause of Wealth of Nations, diterbitkan di tahun 1776,
menyerang sistem ekonomi dominan saat ini-aliran mercantile-dan membantah
system pasar bebas. Pandangan Smith menyangkut pasar bebas didasarkan pada
kompetisi dan kepentingan diri individu: kepentingan diri individu menciptakan pasar
yang kompetitif yang menghasilkan masyarakat jasa dan barang-barang yang
dibutuhkan. Kepentingan diri individu mengarahkan orang-orang untuk bekerja pada
masyarakat manapun yang akan membayar dan bertindak kompetitif sebagai suatu
pengekangan kepentingan pribadi. Ada dua faktor-kepentingan diri individu dan
kepentingan kompetisi-bertindak sebagai pemeriksa satu sama lain untuk
menyediakan kemungkinan terbaik barang-barang pada kemungkinan harga yang
paling rendah. Sebagai contoh, jika konsumen mulai menuntut salah satu yang
terbaik, harga awal mungkin akan mulai naik. Bagaimanapun, harga lebih tinggi akan
mendorong produsen lain untuk masuk pasar dan kompetisi ini akan mengurangi
harga. Sama halnya dengan harga yang sangat diatur oleh pasar yaitu pendapatan.
Gaji pada umumnya akan jadi seragam di dalam satu industri sebab kompetisi akan
bertindak sebagai suatu pemeriksa untuk menjaga pendapatan pada tingkatan yang
memungkinkan produsen untuk bersaing. Pasar adalah di mana kepentingan diri dan
kompetisi bertemu; ini merupakan suatu mekanisme diri yang mengendalikan
kebebasan individu di bawah pengendalian.
Heilbroner (1980), uraian Smith yang menyoroti "atomistik" saling
berhubungan dengan paradigma transmisi.
Dunia Adam Smith telah juga disebut sebagai dunia yang kompetisi atomistic: suatu
dunia di mana tidak ada agen yang memiliki mekanisme yang produktif, pada sisi
tenaga kerja atau modal, adalah kuat cukup untuk bertentangan dengan atau untuk
menentang tekanan kompetisi. Yaitu suatu dunia di mana masing-masing agen
terpaksa berjalan cepat setelah kepentingan dirinya tertarik akan suatu kelas sosial
yang bebas.
Walaupun argumentasi dasar Smith adalah monopoli atau pemerintahan itu
mestinya tidak bertentangan dengan hukum alam dari pasar, ia tidak menentangkan
beberapa bentuk intervensi pemerintah, sebagai contoh, intervensi pemerintahan
untuk mencegah pelemah semangat efek produksi massal. Bagaimanapun, ia
dipertentangkan dengan mengendalikan pada barang-barang import dan ekspor dan
pada hukum yang akan memayungi industri dari kompetisi. Smith juga menentang
dominasi pasar oleh pelaku monopoli dan kritik industriawan yang "menaruh minat
untuk menipu dan bahkan menekan orang banyak/masyarakat." Ironisnya, kapitalis
sudah mengabaikan aspek pekerjaan Smith ini dan sudah fokus pada ucapan nya:
tinggalkan pasar.
Milton Friedman. Saat ini, salah satu dari advokat terkuat kapitalisme Laissez-Faire
adalah Friedman, yang membantah pemerintah itu telah turut campur terlalu jauh ke
dalam hidup sosial dan ekonomi negeri, hal itu mengurangi kebebasan dari individu.
Friedman (1962) menyatakan kebebasan berpolitik dan ekonomi itu saling berkaitan:
Pengaturan ekonomi memainkan suatu peran ganda di dalam memperkenalkan
masyarakat yang bebas. Pada setiap orang, kebebasan di dalam pengaturan ekonomi
apakah suatu komponen kebebasan yang dengan luas sudah di pahami, kebebasan
ekonomi adalah suatu akhir di dalam dirinya sendiri. Pada tempat yang kedua,
kebebasan ekonomi adalah juga suatu alat-alat yang sangat dibutuhkan ke arah
prestasi dari kebebasan berpolitik.
Alasan Friedman's ( 1962), yang diperoleh dari Smith, yaitu " kapitalisme
adalah suatu kondisi yang diperlukan untuk kebebasan berpolitik" mengarah ke suatu
pandangan ekonomi alternatif:
Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinir jutaan kegiatan ekonomi.
Salah satunya adalah pusat yang menyertakan penggunaan paksaan yang secara
tehnis dari angkatan perang dan dari yang modern ke negara talitarian. Yang lain
secara sukarela bekerjasama secara induvidu-sebuah teknik pasar.
Friedman (1962) juga mengadopsi pandangan atomistic Smith yang
menyangkut individu di (dalam) pasar: "Dalam format paling sederhana, masyarakat
seperti itu terdiri dari sejumlah rumah tangga yang berdiri sendiri-suatu koleksi
Robinson Crusoes, sebagaimana seharusnya" Visi masyarakat ini merupakan koleksi
Robinson Crusoes yang menyatakan: satu-satunya mata rantai antara individu adalah
pasar. Pemerintah, di dalam pandangan Friedman, perlu bertindak sebagai suatu wasit
untuk meyakinkan setiap individu atau kelompok individu tidak mengambil alih pasar
itu. Dengan cara ini, memelihara kebebasan ekonomi.
Friedman (Friedman & Friedman, 1980), yang sering membuat acuan kepada
Smith untuk mendukung argumentasinya mengenai pasar bebas, membantah bahwa"
pengertian kunci yang mendalam dari Adam Smith adalah kekayaan negara-negara
secara sederhana menyesatkan: jika suatu pertukaran antara dua peserta sukarela,
tidak akan berlangsung kecuali jika kedua-duanya percaya mereka akan mendapatkan
manfaatnya". Ia menyatakan bahwa permasalahan berkembang ketika pemerintah
berusaha untuk mengatur pertukaran ini. sebagai contoh, Friedman menyangka bahwa
pada tahun 1974 dan 1979, ketika negara-negara organisasi minyak tanah (OPEC)
yang mengekspor minyak dalam jumlah terbatas masuk ke Amerika Serikat, ketidak
seimbangan permintaan dan menyediakan yang terjadi itu adalah dalam kaitan dengan
intervensi pemerintah, sedangkan di Negara Jerman dan Jepang, sistem harga
diizinkan untuk berjalan dengan bebas, tidak terjadi pemasangan gas dalam waktu
singkat.
Friedman juga mengutip pendapat Smith (1930) untuk mendukung
argumentasinya bahwa pemerintah perlu membatasi perannya ke wilayah yang sangat
spesifik:
Menurut sistem kebebasan alami, kedaulatan hanya mempunyai tiga tugas untuk
dilaksanakan; ada tiga tugas yang sangat penting, tentu saja, tetapi berdasar dan dapat
dimengerti ke pemahaman umum: pertama tugas melindungi masyarakat dari invasi
dan kekerasan dari masyarakat mandiri yang lain; kedua, tugas dalam melindungi,
sejauh mungkin, tiap-tiap anggota masyarakat dari ketidakadilan atau tekanan dari
semua anggota, atau tugas yang menetapkan suatu tata laksana peradilan yang tepat,
dan, ketiga, tugas menegakkan dan memelihara pekerjaan umum tertentu dan institusi
publik tertentu (Smith, 1930, vol 2, hal. 184-185)
Friedman menambahkan suatu tugas pemerintah yang keempat yaitu tugas
untuk melindungi anggota masyarakat yang tidak bisa dihormati sebagai tanggung
jawab individu (contoh, anak-anak yang disalah-gunakan oleh orang tua mereka).
Friedman (1980) mengambil Hong kong sebagai contoh terbaik dari bentuk
pemerintahan terbatas yang didukung oleh Smith.
Hong kong tidak punya tarif atau mengendalikan lain atas perdagangan internasional
(kecuali beberapa "sukarela" menerima pengekangan yang dikenakan oleh Amerika
Serikat dan beberapa negara-negara utama lain). Pemerintah tidak mempunyai arah
kegiatan ekonomi, tidak (ada) aturan upah minimum, tidak (ada) perbaikan harga.
Penduduk bebas untuk membeli dari siapa yang mereka mau, dan menjual kepada
siapapun mereka ingin, berinfestasi sebagaimana yang mereka ingin, untuk
melakukan yang mereka ingin, dan bekerja sebagaimana yang mereka inginkan.
Pemerintah memainkan suatu peran penting utama yang terbatas kepada
sedikitnya empat penafsiran tugas-tugas kita. Hal itu menguatkan hukum dan order,
menyajikan makna dan perumusan aturan-aturan pemberlakuan, menimbang dan
memutuskan perselisihan, memudahkan komunikasi dan transportasi, dan
mensupervisi pengeluaran mata uang. Menyediakan pemondokan publik untuk
pengungsi dari Cina. Meskipun demikian pembelanjaan pemerintah tumbuh disaat
ekonomi telah tumbuh, ini mengingatkan tentang antara yang paling rendah di dunia
sebagai pecahan pendapatan orang-orang. Sebagai hasilnya, pajak rendah. Para pelaku
bisnis dapat meraup keuntungan-keuntungan besar mereka tetapi harus pula
membayar biaya kekeliruan mereka. (hal.34)
Friedman juga mempunyai sesuatu untuk disampaikan seputar pendidikan.
Secara ringkas, ia menerapkan teori pasar bebas pada pendidikan, bahwa orang tua itu
harus bisa memilih dan membayar secara langsung untuk berbagai macam pendidikan
yang mereka sukai. Ia menyatakan bahwa ini menjadi kasus di (dalam) United States
sebelum tahun 1840, sampai waktu sekolah dibiayai oleh pembayaran yang dibayar
oleh orang tua. Sejak pendidikan yang diterima di sekolah diambil alih oleh sekolah
pemerintah. Sebagai pemerintah yang mengambil suatu peran besar, fokus pendidikan
yang diterima di sekolah mengalami perubahan. Friedman membantah sekolah itu
"Masih diharapkan untuk memberi pengajaran untuk memperlihatkan nilai-nilai
umum" (suatu pernyataan klasik yang menyangkut posisi transmisi) dan apakah untuk
mengkritik sekolah menjadi melibatkan persoalan, seperti pengintegrasian rasial, yang
itu ia rasakan hanya pada "hubungan tugas pokok mereka yang sangat jauh."
Untuk meperbaiki kembali kesehatan pendidikan, Friedman mendukung suatu
sistem yang mana orang tua akan menerima suatu voucher untuk suatu penjumlahan
uang ($ 2,000) yang hanya akan dapat ditebus jika terlebih dahulu membayar ongkos
pendidikan yang diterima di sekolah. Orang tua akan diijinkan untuk memilih jenis
sekolah yang mereka ingin untuk anak mereka.
Friedman membantah hukum kehadiran wajib harus dikumandangkan,
mengutip fakta bahwa pendidikan adalah universal di (dalam) kedua United States
dan Inggris sebelum kehadiran wajib. Friedman sekali lagi mengacu pada Smith
(1930) untuk mendukung kasus nya.
Di (dalam) model Friedman, voucher menjadi medium pertukaran dengan cara
yang sama yaitu uang menjadi alat pembayaran di (dalam) pasar yang komersil;
voucher mengijinkan orangtua untuk memilih jenis pendidikan yang diterima di
sekolah (produk) yang mereka butuhkan untuk anak-anak mereka.
Sistem voucher bukan pendekatan bagi semua konservatif. Beberapa, yang
memberikan perhatian fokus pada keberhasilan kedekatan antara pendidikan dan
masyarakat, keberatan dengan system voucher yang diciptakan. Bagaimanapun, hal
ini menjadi perluasan yang logis bagi kedua kapitalisme Smith laissez-faire dan
orientasi yang atomistik ke praktek bidang pendidikan.
RANGKUMAN
Pendekatan-pendekatan implementasi kurikulum yang berkembang hingga
saat ini pada dasarnya berpijak dari pandangan/orientasi dalam menempatkan/
memposisikan hubungan antara kurikulum dengan siswa sebagai subjek pembelajar.
Artinya bahwa pendekatan implementasi kurikulum dalam bentuk kegiatan belajar
mengajar sangat bergantung kepada konsep orientasi dalam menempatkan hubungan
antara kurikulum dengan peserta didik dan pendidik itu sendiri. Dalam penjelasan
Miller and Seller (1985:6-8) terdapat tiga orientasi yang mendasari suatu
penyelenggaraan pembelajaran sebagai suatu aktivitas implementasi kurikulum,
yakni: (a) orientasi transmisi (transmission position); (b) orientasi transaksi
(transaction position); dan (c) orientasi transformasi (transformation position).
Landa-
san
Teori Analisis
Filo-
sofi
1) Francis Bacon
- berbagai kesulitan filosofi kita berasal dari
ajaran agama dan pengambilan keputusan
- kurikulum dirinci
menjadi sasaran belajar
yang hasilnya dalam
- kembali ke pemikiran induktif atau
penelitian ilmiah, yang mana
memungkinkan kita untuk menciptakan
teori dengan pengamatan alami.
- penelitian ilmiah menjadi metode yang
paling utama dalam memperoleh
pengetahuan baru.
2) Jhon Locke
- mengembangkan sebuah pandangan
filosofi empiris (berdasarkan pengalaman
ilmiah)
- konsepsinya menyebutkan bahwa fikiran
sebagai tabula rasa (batu tulis kosong).
Dalam pandangan Locke, fikiran pada
dasarnya pasif.
- pendidikan sebenarnya merupakan proses
tentang formasi kebiasaan.
3) Filosofi analitik/logika atomisme;
- Barrett (1979) filosofi analitik sebagai
“semacam analisa pilosofis yang berproses
dengan sedikit demi sedikit penguraian
tentang segala hal pokok ke dalam
kelogisan komponen-komponen
terakhir”.(h.36)
- Ludwig Wittgeistein (1921/1961) yang
memainkan suatu peran rumit di dalam
pengembangan pilosofi analitik. Ia sampai
pada akar teori pengalaman dan cara
pandang yang atomistik ketika ia
menyatakan bahwa “masing-masing item
(yang manapun) dapat menjadi kasus atau
bukan kasus, selagi segalanya masih sama”.
(hal.7)
bentuk perilaku/tindakan
yang dapat
diamati/diukur;
- penyusunan kurikulum
dan perangkatnya
dilakukan oleh ahli
berdasarkan metode
ilmiah.
- Pendidik transmisi
perhatiannya bukan untuk
mengembangkan potensi
pribadi peserta didik,
melainkan untuk
mempertahankan keadaan
tetap pada suatu saat
tertentu.
- Bertrand Russell (1979) ini tidak hanya
pada bahasa, tetapi sebuah kenyataan itu
sendiri, yang terdiri atas " atom logis";
komponen-komponen dalam pecahan
bahasa "sebuah atom yang logis yang
menata dunia" (h.39)
- Kaplan ( 1961) kata-kata, " Apa yang oleh
ahli filsafat analitik identifikasi sebagai
filosofi bukanlah sesuatu yang ia hidup
dengannya, tetapi murni suatu penelaahan
intelektual, seperti studi ilmu fisika atau
matematika yang mana itu menjadi suatu
hubungan yang sangat dekat" (hal.88).
Psiko-logi 1) Edward L.Thorndike (1911), ia
menyebutkan bahwa yang menjembatani
antara stimulus dan respon ("syaraf-syaraf”
sensorik dan motorik) adalah synapses
dalam otak, "dimana sebuah gangguan, atau
arus neural, timbul di dalam pelaksanaan
terdahulu dari yang terdahulu kepada yang
belakangan dibanding beberapa tempat
lainnya. Ia juga menyangkal bahwa orang
yang sejak lahir mempunyai
kecenderungan tertentu yang dipandang
sebagai akibat oleh adanya hubungan
bawaan sejak lahir antara stimulus dan
respon.
2) Franklin Bobbitt ( 1942),
- pendidikan, mestinya tidak meliputi
aktivitas manapun yang tidak secara rinci
diharapkan untuk melakukan seperti yang
diminta. Pemilihan dari aktivitas bidang
pendidikan harus didasarkan pada
- menekankan isi berupa
kompetensi;
- siswa bersifat pasif dan
menunggu untuk kemudian
memberikan respon terhadap
instruksi dari guru berkaitan
dengan pengetahuan dan
informasi yang dialihkan guru.
pengetahuan "hal-hal di mana para siswa
perlu dilatih.
- membagi daftar aktifitas harian manusia ke
dalam 10 kategori (10 divisi tindakan
manusia utama):
a. Aktivitas berbahasa; komunikasi satu
dengan lain secara sosial.
b. Aktivitas kesehatan
c. Aktivitas kewarganegaraan.
d. Aktivitas sosial umum-bertemu dan
berbaur dengan orang lain.
e. Aktivitas waktu senggang, hiburan,
rekreasi.
f. Pemeliharaan diri seseorang secara
mental sejalan dengan aktivitas kesehatan
tentang pemeliharaan diri seseorang secara
fisik.
g. Aktivitas religius.
h. Aktivitas berkenaan dengan orangtua,
pengasuhan anak-anak, pemeliharaan hidup
rumah tangga.
i. Aktivitas praktis bukan kejuruan atau
tidak khusus
j. Tenaga kerja panggilan.
3) B.F. Skinner.
a. Respon yang muncul positif di beri
penguatan=Respon sebagai penguatan
b. Individu aktif
c. Skinner membedakan antara dua jenis
penguatan yaitu: penguatan interval dan
penguatan perbandingan. Di dalam
penguatan perbandingan, penguat memberi
sejumlah tanggapan tertentu, sedangkan
penguatan interval adalah suatu aturan pada
interval waktu tertentu. Riset menyatakan
bahwa penguatan perbandingan lebih
efektif dibanding penguatan interval, yang
nampak logis sebab penguatan
perbandingan dihubungkan dengan
bagaimana individu sedang menjawab
sedangkan penguatan interval tidak.
Sosial/Eko-
nomi
Konservatisme Laissez- faire
a. Adam Smith; pasar bebas didasarkan pada
kompetisi dan kepentingan diri individu:
kepentingan diri individu menciptakan
pasar yang kompetitif yang menghasilkan
masyarakat jasa dan barang-barang yang
dibutuhkan. uraian Smith yang menyoroti
"atomistik" saling berhubungan dengan
paradigma transmisi.
b. Milton Friedman;
- ia menentang pemerintah yang telah turut
campur terlalu jauh ke dalam hidup sosial
dan ekonomi negeri, karena menurutnya hal
itu mengurangi kebebasan dari individu
- ia menerapkan teori pasar bebas pada
pendidikan. bahwa orang tua itu harus bisa
memilih dan membayar secara langsung
untuk berbagai macam pendidikan yang
mereka sukai untuk anak mereka.
- Pengembangan
kurikulum berkaitan
dengan masalah sosial
dan dalam
pembelajarannya
menekankan pada belajar
kelompok.
- bahan pelajaran disusun
dalam bentuk media
cetak, modul atau
pengajaran berprogram;
Pengembangan kurikulum menurut Seller dan Miller pada posisi transmisi
merupakan kombinasi dari model transmisi Gagne, yaitu :
- Kebutuhan analisis
- Analisis tujuan
- Analisis cara untuk memenuhi kebutuhan
- Merancang komponen instruksional
- Analisis sumber daya dan kendala
- Penghapusan Kendala
- Memilih atau mengembangkan materi
- Merancang penilaian kinerja siswa
- Lapangan pengujian evaluasi formatif
- Penyesuaian dan evaluasi lebih lanjut
- Sumative evaluasi
- Operasional instalasi (hal.229)
Yang kemudian terbagi ke dalam beberapa komponen berikut ini :
1) Klarifikasi orientasi kurikulum
Pertama-tama hal penting yang dilakukan Seller dan Miller adalah menguji dan
mengklarifikasi orientasi pendangan filosofis, psikologis, dan sosial/ekonomi
terhadap kurikulum yang seharusnya dikembangkan berdasarkan orientasi transmisi.
2) Pengembangan tujuan
Setelah mengklarifikasi, lalu Seller dan Miller mengembangkan tujuan-tujuan
umum dam mengembangkan tujuan-tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum
yang bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks ini adalah merefleksikan pandangan
individu dan pandangan masyarakat. Tujuan umum yang masih sangat luas kemudian
dikembangkan ke dalam tujuan-tujuan khusus hingga pada tujuan intruksional.
3) Identifikasi model mengajar
Identifikasi model mengajar harus sesuai dengan tujuan dan orientasi kurikulum.
Pada tahap ini pelaksana kurikulum harus mengidentifikasi strategi mengajar yang
akan digunakan yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Meliputi:
- Model mengajar harus disesuaikan dengan tujuan umum dan tujuan khusus di dalam
kurikulum.
- Strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
- Guru yang menerapkan kurikulum harus sudah memahami kurikulum secara utuh,
terlatih, dan mendukung model yang digunakan.
- Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan kurikulum
4) Implementasi
Implementasi sebaiknya dilaksanakan berdasarkan komponen-komponen program
studi, identifikasi sumber, peranan, pengembangan profesional, penetapan waktu,
komunikasi dan sistem monitoring. Kurikulum transmisi pada umumnya
menggunakan teknik-teknik evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian antara
pengalaman-pengalaman, strategi belajar, dan tujuan pendidikan.
Khususnya Posisi Transmisi pada makalah ini menurut Seller dan Miller
(1985), dijelaskan bahwa sebagai orientasi transmisi (transmission position), yang
memandang bahwa pendidikan dan pembelajaran adalah proses meneruskan (to
transmit) fakta-fakta, keterampilan dan nilai-nilai kepada peserta didik, akan
memperlihatkan implementasi kurikulum pembelajaran yang bersifat pengalihan
pengetahuan, informasi maupun nilai-nilai dari guru kepada siswa. Dalam konteks ini
siswa bersifat pasif dan menunggu untuk kemudian memberikan respon terhadap
instruksi dari guru berkaitan dengan pengetahuan dan informasi yang dialihkan guru.
Secara filosofis dikatakan bahwa Pendidik transmisi perhatiannya bukan untuk
mengembangkan potensi pribadi peserta didik, melainkan untuk mempertahankan
keadaan tetap pada suatu saat tertentu.
Sumber :
Miller, J. P. & Seller, K. 1985. Curriculum Perspectives and Practice. New York :
Longman