translete jurnal.docx

11
Pak. J. Bot., 36(3): 549-556, 2004 Pelestarian In Vitro dari Plasma Nutfah Tebu (Saccharum officinarum L.) Muhammad Sarwar and Sadar U.Siddiqui Pusat Penelitian Pertanian Nasional, Islamabad-45500, pakistan Intisari Dalam rangka pelestarian plasma nutfah tebu secara in vitro, studi dilakukan di Lembaga Sumber Daya Genetik Tanaman, Pusat Penelitian Pertanian Nasional, Islamabad. Kultur berhasil dibuat untuk var. Katha pada media MS yang mengandung BA. Pembuatan pada 8 varietas tebu lain dengan komposisi media yang sama menunjukkan kesesuaian untuk pelestarian plasma nutfah tebu. Pelestarian in vitro dari var. Katha pada cekaman osmotik menunjukkan kultur dengan 2 % mannitol dapat tumbuh sampai 165 hari (ditunjukkan dengan 75 % tingkat ketahanan hidup), sedangkan kultur dengan 1 dan 3 % mannitol menunjukkan 100 % bertahan hidup sampai 105 hari penyimpanan. Teknik ini memiliki potensi yang besar terhadap pelestarian sumber daya genetik tanaman dan diperlukan lebih lanjut untuk memperpanjang waktu subkultur dengan menggabungkan cekaman osmotik dengan pengaturan kondisi inkubasi. Pendahuluan

Transcript of translete jurnal.docx

Pak. J. Bot., 36(3): 549-556, 2004

Pelestarian In Vitro dari Plasma Nutfah Tebu (Saccharum officinarum L.)Muhammad Sarwar and Sadar U.SiddiquiPusat Penelitian Pertanian Nasional,Islamabad-45500, pakistan

IntisariDalam rangka pelestarian plasma nutfah tebu secara in vitro, studi dilakukan di Lembaga Sumber Daya Genetik Tanaman, Pusat Penelitian Pertanian Nasional, Islamabad. Kultur berhasil dibuat untuk var. Katha pada media MS yang mengandung BA. Pembuatan pada 8 varietas tebu lain dengan komposisi media yang sama menunjukkan kesesuaian untuk pelestarian plasma nutfah tebu. Pelestarian in vitro dari var. Katha pada cekaman osmotik menunjukkan kultur dengan 2 % mannitol dapat tumbuh sampai 165 hari (ditunjukkan dengan 75 % tingkat ketahanan hidup), sedangkan kultur dengan 1 dan 3 % mannitol menunjukkan 100 % bertahan hidup sampai 105 hari penyimpanan. Teknik ini memiliki potensi yang besar terhadap pelestarian sumber daya genetik tanaman dan diperlukan lebih lanjut untuk memperpanjang waktu subkultur dengan menggabungkan cekaman osmotik dengan pengaturan kondisi inkubasi.

PendahuluanTeknik kultur jaringan memiliki tujuan yang baik yaitu untuk koleksi, memperbanyak dan menjaga plasma nutfah tanaman (Engelmann, 1991). Sistem kultur jaringan memungkinkan penyebaran tanaman dengan tingkat perbanyakan yang tinggi di dalam lingkungan yang aseptik. Tanaman bebas virus dapat diperoleh melalui kultur meristem pada kombinasi dengan termoterapi sehingga dipastikan menghasilkan stok yang bebas penyakit dan mempermudah prosedur karantina untuk pertukaran Internasional dari plasma nutfah. Miniaturisasi dari eksplan memungkinkan pengurangan syarat tempat dan berdampak pada biaya pekerja dalam pemeliharaan koleksi plasma nutfah. Tai & Miller (2002) menegaskan karakteristik pada koleksi dunia tebu untuk pelestarian yang efektiv dan penggunaan sumber daya genetik. Tebu memiliki dua genotip steril dan benih biasa. Benih biasa umumnya sangat heterozigot dan memiliki keterbatasan dalam pelestarian (Roberts, 1973). Spesies ini biasanya dipertahankan sebagai klon. Pelestarian di bidang ini memiliki kelemahan seperti penyakit, penyakit membatasi efektivitas dan dengan cara ini mengancam keamanan dari pelestarian sumber daya genetik (Withers & Engels, 1990). Tai et al., (1994) juga melaporkan klon dari tebu liar (Saccharum spontaneum) dalam koleksi dunia tebu berkaitan dengan rumput, yang mana mempertahankan vegetatif memiliki biaya yang sangat mahal dan beresiko terhadap manusia dan alam. Shaw (1990) menyatakan aplikasi saat ini dan istilah jangka dekat dari teknik in vitro dalam tebu melibatkan dua meristem dan kalus disamping budidaya, perkembangan dari klon bebas penyakit dan pelestarian sumber daya genetik.Hal yang paling utama dalam pelestarian sumber daya genetik adalah stabilitas genetik dan ketahanan hidup. Stabilitas genetik dipertahankan ketika kultur berasal dari sel meristem. Kazim & Shahid (2001) mengusahakan dengan budidaya dari 8 klon tebu yang menggunakan metode kultur ujung meristem dan ditemukan ukuran 4 mm dari ujung meristem yang sesuai untuk pembuatan kultur. Hasil mereka menunjukkan tanaman budidaya memiliki fenotip yang sama dengan induk tanamannya. Sementara, ketika variabilitas diperlukan untuk diinduksi, kultur tumbuh dari sumber eksplan selain meristem dan callogenesis dimulai pada awalnya. Demikian Shahid et al., (2001) telah mengembangkan teknik kultur jaringan menggunakan eksplan daun dan MS (Murashige & Skoog) media pertumbuhan dengan variasi tingkat 2,4-D. Mereka mengembangkan varian klonal dari genotipe 7 tebu. Demikian pula, Sorory & Hosien (2000) membandingkan eksplan dari jaringan daun muda dan meristem apikal tebu untuk inisiasi kalus. Analisis mereka menunjukkan bahwa eksplan daun dibandingkan dengan eksplan meristem apikal memiliki sedikit waktu untuk memulai kalus. Dengan demikian kekhawatiran tentang variabilitas genetik dapat diatasi dengan metodologi yang tepat. Gonzalez et al., (1999) tidak menemukan perbedaan untuk 6 sifat agronomi diantara tanaman regenerasi dari kontrol dan apikla kriopreservasi dari dua varietas tebu.Paulet & Glaszmann (1994) menyatakan bahwa kemajuan bioteknologi telah memberi manfaat terhadap ekstensi tebu dan pertukaran. Koleksi tebu secara in-vitro (hampir 400 varietas atau klon, 10 spesimen dari masing-masing) telah ditetapkan sebagai suplemen untuk International Layanan Karantina yang diselenggarakan oleh CIRAD, Montpellier, Prancis. Ini "vitrotheque" tidak memerlukan banyak ruang dan memungkinkan distribusi cepat dari berbagai tanaman yang sehat.Tebu adalah ciri utama dan merupakan tanaman industri Pakistan. Plasma nutfah dipertahankan di bank gen di mana bahaya hilangnya plasma nutfah yang berharga karena akibat manusia dan alam yang ada. Mengingat semua keuntungan dari konservasi in vitro, studi penelitian yang diawali dengan tebu di Laboratorium Pelestarian in vitro dari Lembaga Sumber Daya Genetik Tanaman, Pusat Penelitian Pertanian Nasional, Islamabad, 45500, Pakistan yang telah dilaporkan.

Bahan dan MetodeTiga percobaan dilakukan secara berurutan setelah pembuatan kultur dari tebu varietas Katha. A: Pengaruh masa inkubasi (penyimpanan in vitro) pada ketahanan hidup kultur. B: Respon varietas dari 8 kultivar tebu lainnya dibandingkan dengan kultur Katha (kontrol) pada media yang sama dan kondisi kultur seperti pada percobaan A. C: Pengaruh kondisi pertumbuhan lambat (menggunakan cekaman osmotik) untuk memperpanjang masa penyimpanan tanpa mempengaruhi ketahanan hidup kultur.

Pembuatan KulturBahan (sumber Ex-plant) yang digunakan dalam penelitian adalah tunas lateral dari ladang tumbuh tebu var. Katha. Kumpulan tunas ditutupi dengan kain muslin yang ditempatkan di bawah air yang mengalir selama 10 menit kemudian diberi perlakuan dengan 30% Clorox selama 20-30 menit dan dibilas dengan air bersih tiga kali dalam kabinet aliran laminar. Ukuran tunas dikurangi menjadi minimum mungkin dengan mata telanjang sebelum kultur satu tunas di setiap tabung kultur. Media MS dengan BA (benzyl adenin) 1.125 mg / l, 30 g gula pasir yang digunakan. pH disesuaikan dengan 5.8. dan 15 ml media yang dibagikan per tabung kultur dan autoklav. Kultur yang diinkubasi dalam gelap pada suhu 17oC selama 1 minggu dan kemudian dipindahkan ke cahaya selama 16 jam pada suhu 25oC. Perpindahan media segar (sub-kultur) dilakukan setiap 5-6 minggu.

A.Pengaruh masa inkubasi (penyimpanan in vitro) pada ketahanan hidup kultur: pembuatan kultur var. Katha yang sub kultur pada media MS yang mengandung BA 1,0 mg / l dengan 10 ulangan dari setiap perlakuan. Data panjang pucuk (mm) diambil pada 15, 45, 75, 105 dan 195 hari dari kultur, jumlah tunas diambil pada 15, 45 dan 75 hari dan jumlah daun tercatat sebesar 15 dan hanya hari ke-45 saja, selama masa penyimpanan 6 bulan. Data diolah untuk % kenaikan pertumbuhan awal untuk tinggi, jumlah tunas dan daun, rata-rata dan dibandingkan untuk disimpulkan. Rincian perlakuan adalah sebagai berikut:

T1 25oC suhu inkubasi di bawah cahaya 16h, (Control). T2 17oC suhu inkubasi di bawah cahaya 16h. T3 17oC suhu inkubasi di bawah gelap. T4 10oC suhu inkubasi di bawah cahaya 8h. T5 10oC suhu inkubasi bawah gelap.

B.Respon varietas dari 8 kultivar tebu lainnya dibandingkan dengan kultur Katha (kontrol) pada media yang sama dan kondisi kultur seperti pada percobaan A: Protokol ini diterapkan pada 8 varietas lain untuk menentukan respon mereka dan membandingkan dengan kultur Katha (kontrol). Media seperti yang disebutkan di atas digunakan dengan kondisi kultur yang sama yaitu 16 jam cahaya pada 25oC. Data biomassa kultur dicatat setelah 3 bulan dan dibandingkan.

C.Pengaruh kondisi pertumbuhan lambat (menggunakan cekaman osmotik) untuk memperpanjang masa penyimpanan tanpa mempengaruhi ketahanan hidup kultur: Pembuatan kultur dari var. Katha subkultur pada media MS yang mengandung BA 1,0 mg / l, dan 4 konsentrasi yang berbeda dari osmotik yang ditambahkan ke dalam media yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4% W/V manitol. Ada 10 ulangan dari setiap perlakuan. Cekaman osmotik dievaluasi untuk melihat pengaruhnya dalam memperlambat pertumbuhan kultur dalam hal peningkatan ketahanan hidup selama periode enam bulan. Data ketahanan hidup kultur yang menjadi target utama.

Hasil dan DiskusiA. Pengaruh masa inkubasi Pertumbuhan tunas: Lebih dari enam bulan masa pertumbuhan kultur, peningkatan % panjang tunas menunjukkan bahwa kultur tebu dalam kontrol tumbuh sehat dan penuh semangat hingga 45 hari setelah subkultur (DAS). Pertumbuhan Kemudian normal hingga 105 DAS setelah itu menurun drastis dan tidak ada kultur yang selamat (Gbr. 1). Semua kondisi inkubasi lainnya menunjukkan penurunan pertumbuhan dibandingkan dengan kontrol.Pada rezim suhu rendah (10oC), di bawah dua kondisi terang dan gelap, kultur menunjukkan kinerja yang buruk seperti penurunan tunas setelah 45 DAS dan kultur tidak dapat bertahan hidup seperti dalam kasus kontrol (Gambar. 1). Dalam rezim suhu menengah (17oC) kultur tumbuh sehat dengan penurunan pertumbuhan dibandingkan dengan kontrol sementara, di bawah kondisi pencahayaan kultur mati sebelum kontrol (75DAS). Kultur di bawah gelap pada suhu 17oC memiliki masa ketahanan hidup yang setara dengan kontrol. Percobaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kultur dapat dikurangi pada suhu 17oC dalam kondisi gelap, tapi masa penyimpanan tidak dapat ditingkatkan untuk mempertahankan kultur yang sehat. Aspek ini perlu penelitian lebih lanjut untuk memperpanjang periode subkultur. Hal ini juga menunjukkan bahwa suhu rendah 10oC tidak cocok untuk tebu dalam penyimpanan in vitro.

Jumlah tunas: % kenaikan pada jumlah tunas kultur tebu var. Katha selama periode 75 DAS menunjukkan bahwa kultur dalam kondisi kontrol menghasilkan jumlah tertinggi tunas diikuti oleh 17oC cahaya > 17oC gelap > 10oC terang > 10oC gelap (Gbr. 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap temperatur, kultur di bawah cahaya menghasilkan tunas lebih dibandingkan dengan kondisi gelap (Gambar. 2). Jumlah tunas menurun dengan penurunan suhu inkubasi. Ini menunjukkan bahwa kedua kondisi gelap dan suhu rendah dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pertumbuhan kultur untuk tujuan penyimpanan in vitro. Pertumbuhan yang buruk terjadi pada suhu 10oC yang menunjukkan bahwa suhu rendah tersebut tidak cocok untuk penyimpanan in vitro kultur tebu.

Jumlah daun: kondisi inkubasi gelap di 10oC dan 17oC menunjukkan efek negatif pada peningkatan jumlah daun setelah 15 DAS (Gambar. 3). Karena pertumbuhan berlimpah, jumlah daun tidak mungkin setelah 15 DAS. Tanggapan mirip dengan suhu rendah dan kondisi gelap kondisi yang diamati pada jumlah tunas dan jumlah daun. Namun, penurunan pertumbuhan pada ketahanan hidup tidak mudah untuk konservasi plasma nutfah in vitro.

B. Tanggapan varietas untuk penyimpanan in vitro Tebu var. Katha, menunjukkan respon terbaik pada 25oC di bawah cahaya (kontrol). Untuk mengevaluasi kinerja dari 9 media varietas yang dibudidayakan di bawah kontrol kondisi (Gbr. 4). Kultur dibuat untuk semua varietas dan dipertahankan untuk 3 bulan. Atas dasar produksi biomassa kultur, diamati bahwa pertumbuhan varietas JN 89-3 sangat kuat dan dibutuhkan pada kondisi media dan kultur yang dimodifikasi untuk penyimpanan in vitro. Sebaliknya dua varietas BF162 dan Nco310, menghasilkan biomassa rendah dan perlu beberapa modifikasi media untuk mempertahankan kultur sehat selama pelestarian (Gbr. 4). Demikian disimpulkan bahwa respon varietas kultur tebu umumnya satu protokol (kondisi inkubasi yaitu satu media dan) tidak berlaku. Dalam kasus ini jika salah satu protokol tersebut mengikuti kultur harus dikelompokkan menurut respon dan periode subkultur. Namun, media ini ditemukan sesuai untuk sebagian besar dari varietas yang diuji untuk pelestarian plasma nutfah in vitro.

C. Pengaruh cekaman osmotik Untuk memperpanjang umur kultur (periode penyimpanan), pengaruh cekaman osmotik dievaluasi. Tebu var. Katha menjadi sasaran utama terhadap lambatnya pertumbuhan dimana cekaman osmotik adalah induksi dengan menambahkan manitol (0 sampai 4% W / V). Telah dicatat bahwa dari waktu ke waktu tingkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan kontrol meningkat oleh cekaman osmotik (Gbr. 5). Kultur dalam kontrol bertahan selama 135 DAS tetapi dengan tingkat kelangsungan hidup yang rendah sekitar 20%, sedangkan pada 2% manitol persentase hidup adalah 75% bahkan setelah 165 DAS. Meskipun kelangsungan hidup kultur tidak 100% menggambarkan bahwa kultur dari biasanya (10 kultur / varietas) akan diperlukan, menuntut lebih banyak ruang. Itu menarik untuk dicatat bahwa pada 1% dan 3 tingkat% manitol, 100% kultur bertahan hidup selama 105 DAS di bawah 25oC dan pencahayaan selama 16 h (Gbr. 5). Lal (1993) saat bekerja dengan pelestarian in vitro dari kultur tunas tebu cv. CoS 8436, ditemukan bahwa produksi biomassa, laju perbanyakan dan kekuatan tunas kultur yang tertinggi pada 4% sukrosa, sedangkan konsentrasi klorofil tunas yang tertinggi sebesar 2% sukrosa. Tanggapan kultur berubah karena kebutuhan nutrisi dan mikro-lingkungan yang harus diselidiki secara rinci dalam rangka mengembangkan protokol untuk berbagai macam genotipe. Variasi suhu dan / atau cahaya untuk perlakuan ini dapat dievaluasi untuk mengeksplorasi efek terhadap penyimpanan in vitro kultur tebu. Sreenivasan & Sreenivasan (1985) telah menunjukkan bahwa tebu berakar pada tanaman kultur in vitro pada media basal White yang disimpan sampai 9 bulan.Ini merupakan potensi besar untuk kultur tebu yang disimpan secara in vitro dan sebagian besar varietas dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup. Namun, protokol saat ini perlu perbaikan; media lain juga perlu dievaluasi untuk pelestarian in vitro tebu atau di bawah satu rezim protokol, pengelompokan untuk periode subkultur yang berbeda mungkin membantu.

Pengakuan Para penulis berterima kasih kepada JICA yang telah menyediakan fasilitas bank gen in vitro yang baik di Lembaga Sumber Daya Genetik Tanaman, Pusat Penelitian Pertanian Nasional, Islamabad untuk pelestarian in vitro dari sumber daya genetik tanaman.