translete jurnal

download translete jurnal

of 4

description

a

Transcript of translete jurnal

Teknik dilatasi balon untuk terapi lesi intramaksila menggunakan kateter foley dalam sinusitis maksilaris kronis

Latar belakangDalam sinusitis maksilaris kronis, mucosas patologi anterior dan dinding lateral dari sinus maksilaris sulit untuk dihilangkan. Penyisipan trocar ke dalam fosa canin adalah prosedur umum yang sering dipakai. Dalam kata ini, kami melaporkan sebuah metode yang melibatkan teknik dilatasi balon untuk pengobatan lesi intramaxilaris menggunakan kateter Foley pada sinusitis maksila kronis dan hasil dari pendekatanMetodeRekaman 34 pasien dengan lesi sinus intramaxilaris yang menjalani operasi sinus endoskopik. Setelah pelebaran ostium alami, 10f Foley kateter dimasukkan melalui ostium ke sinus maksilaris. Lesi intramaxilaris itu menghapus inflasi balon ulang dan deflasi dari kateter Foley. Pasien ditindaklanjuti selama minimal 6 bulan setelah operasiHasil Tidak ada komplikasi yang berarti baik saat operasi maupun setelah operasi. Kami menemukan bahwa tidak ada perbedaan dari gejala setelah operasi dan resolusi dari bekas lesi dibandingkan dengan bedah sinusitis endoskopi klasik tidak ada perbedaan dari pengalaman penulis.KesimpulanTeknik dilatasi balon menggunakan kateter foley adalah tindakan yang infasive dan efektif yang tidak menyebabkan komplikasi berat dalam kasus lesi intramaxilaris

PendahuluanBedah sinus endoskopi telah menjadi terapi standar bagi pasien sinusitis yang tidak respon pada pengobatan. Tetapi ESS mempunyai angka keberhasilan yang bervariasi antara 75%-95%. Salah satu teknik dari ESS sudah diperkenalkan dengan inovasi alat alat berdasarkan tujuan yang meminimalisasi tindakan invasif dan memaksimalkan perbaikan jaringan dan mukosa kembali ke normal. Sudah terbukti bahwa ESS adalah tindakan operasi invasive yang minimal. Pada sinusitis maxillaris kronik, ESS di gunakan untuk melebarkan ostium dan membuang lesi patologi. Bagaimanapun juga, mukosa yang tidak normal di bagian anterior dan lateral dari dinding sinus maxillaris sulit untuk di singkirkan.Maka dari itu, insersi dai trocar ke fossa canin masih sering dilakukan. Dalam penelitian ini, kami menguraikan tentang teknik baru dari dilatasi balon untuk mengatasi inflamasi kronik pada sinusitis maxillaris kronik.

IsiStudi analisis retrospective dari 34 pasien dengan sinusitis maxillaris kronik yang menjalani teknik operasi dilatasi balon menggunakan kateter Foley ,di lakukan pada Februari 2007 dan Maret 2008 di Chuncheon Sacred Heart Hospital (Korea). Semua pasien adalah yang terdiagnosis Sinusitis maxilaris kronik yang tidak berespon pada pengobatan medikamentosa dan belum menjalani ESS

Kriteria ekslusi terdiri dari operasi sinus sebelumnya, lokasi lesi di sinus frontalis, sinus sfenoid ataupun bagian posterior dari sinus ethmoidalis, serta sinusitis fungal. Semua pasien adalah yang terkena pada bagian sinus maxilaris atau pada sinus maxilaris dengan gambaran dari bagian anterior etmoidalis sebesar 3mm di paranasal yang ditemukan dari hasil Scanning Tomographic (CT). Kami melakukan evaluasi preoperatf dan post operatif berdasarkan score CT sinus maxilaris dimana; Score 0, tidak ada bukti sinusitis, Score 1, intensitas pengisian mukosa, Score 2, intensitas sebagian pengisian dari jaringan lunak, Score 3, intensitas pengisian dari seluruh jaringan lunak. Dan kamimembandingkan gejala subjektif pasien dari gejala preoperative dan post operatif kurang lebih 6 bulansetelah operasi.

Teknik OperatifOperasi ini dilakukan dengan anestesi umum. Operasi ini menggunakan Sebuah teleskop kaku dengan diameter 4mm dengan kemiringan 0-300. Prosedur operasi dilakukan sambil memonitor video dengan endoskopi. Setelah dilakukananestesi topikal dan infiltrasi, kemudian di reseksi. Ostium di lebarkan menggunakan spekulum ataupun mikrodebrider yang berdiameter 1.5-2 cm , dan Foley kateter yang berukuran 10F dimasukkan ke ostium yang akan dilebarkan ke dalam sinus maksila menggunakan spekulum ke arah atas.Balon di letakkan di mukosa yang mengalami edem dan di dinding bagian anterolateral dari sinus maksilaris, kemudian di berikan injeksi 10-20 cc normal saline ke dalam kateter Foley dengan pengawasan dari endoskopi agar balon terisi dan tetap pada posisi yang tepat. Mukosa yang mengalami edem ataupun polipoid mukosa akan pecah karena balon, dan isinya akan terbuang dan terdorong ke ostium. Setelah balon di kempiskan, kami memeriksa sisa dari edem ataupun mukosa polipoid dengan bantuan endoskopi. Pengembangan balon di lakukan berulang kali setlah mereposisi balon pada lesi yang masih tersisa. Kami dapat menemukan sisa lesi mukosa patologi dan membuang sisa dari proses pengembangan balon dengan menggunakan speculum dan mikrodebrider.

HasilRata-rata usia dari pasien kami adalah 30.8 tahun. Dimana distribusinya adalah 19 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Keluhan utama di rumah sakit adalah obstruksi nasal (28/34, 82%), Rhinorhea (10/34,29.4%), nasal drip posterior (9/34, 62.4%), dan konsistensi dari premaksila yang terlalu lembut (4/34,11.7%). Satu-satunya gejala yang di laporkan oleh pasien setelah 3 bulan post operasi adalah obstruksi nasal(2/34,5.8%), semua keluhan lain sudah teratasi. Tingkat dari preoperative CT score adalah 1 sampai 3 denagn rata-rata 2.3 poin. Hasil CT score post operative dari semua pasien meningkat. Ada perbedaan bermakna antara setiap grup (p=0.05). sebagian besar dari mukosa patologis di sinus maksilaris sudah teratasi. Tidak ada komplikasi yang signifikan dari intraoperative maupun post operatif.

PembahasanDahulu, tujuan dari ESS adalah melebarkan ostium, memudahkan ahli bedah untuk menghilangkan lesi patologi dari sel etmoid dan reses frontal karena tindakan ini lebih mudah daripada yang lain. Dalam kasus sinusitis maksilaris, bagaimanapun juga, ahli bedah mempunyai bias terhadap manajemen yang lebih konservatif dan pelebaran ostium secara alami dan menunggu untuk penyembuhan spontan, ataupun manajemen pengobatan dari mukosa patologi; tetapibeberapa mukosa yang patologi ini bersifat irevesibel karena bekurangnya fungsi dari mukosilari dan retensi cairan. Pasien pasien ini berlanjut dengan keluhan seperti posterior nasal drip. Ahli bedah mulai mengunakan speculum lengkung ataupun suction lunak untuk membuang lesi patologis dari sinus maksilla, tetapi pengangkatan lesi saja tidak cukup. Penemuan terakhir tentang endoskopi dan penggunaan dari debrider telah memudahkan untuk menyingkirkan lesi tersebut secara menyeluruh, tetapi lesi patologi dari dinding anterior dan lateral dari sinus maksilaris tidak dapat di singkirkan.Insersi dari Trocar ke fossa canine adalah tindakan umum untuk lesi dinding lateral dan anterior, tetapi teknik ini mempunyai komplikasi seperti pembengkakan wajah dan rasa baal. Kami mencoba metode baru menggunakan kateter Foley, dan tindakan ini efektif untuk menyingkirkan lesi tersebut. Kateter balon Foley sudah di setujui balai pengawasan dan di gunakan di seluruh dunia. Kami mengidentifikasi metode operasi baru menggunakan Foley kateter. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah harganya yang lebih murah dari pada alat operasi yang lain. Kemudian, sedikit dari mukosa normal menghilang saat mukosa patologis hancur karena pengisian balon dalam sinus maksilaris. Teknik ini mempunyai tingkat invasive yang llebih rendah di bandingkan teknik fossa canine dan lebih mudah di lakukan.Jika ESS di anggap lebih tidak invasif dibandingkan dengan prosedur Caldwell-Luc, maka teknik dilatasi balon ini dapat di anggap operasi bedah invasive yang sangat minimal karena mencapai tujuan dari ESS. Kemampuannya untuk membuka ostium sinus paranasal tanpa cedera mukosa di sekitarnya dan ahli bedah sinus yang berpengalaman akan memiliki teknik tambahan yang tidak menimbulkan trauma.Kami telah mendeskripsikan teknik fungsional untuk operasi sinus paranasal yang aman, menimbulkan lebih sedikit ataupun tidak ada perdarahan sama sekali, yang menyebabkan kerusakan minimal dari mukosa, maka dari itu di perlukan penelitian lebih lanjut.

KesimpulanTeknik diatasi balon menggunakan kateter Foley untuk terapi lesi intramaksila terbukti minimal dalam teknik invasive, efektif, dan tidak menimbulkan komplikasi berat