TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA … awal.pdf · Dengan ini menyatakan bahwa karya...

35
TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA POSTMODERN DI KLUNGKUNG BALI I WAYAN MUDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Transcript of TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA … awal.pdf · Dengan ini menyatakan bahwa karya...

TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA POSTMODERN DI KLUNGKUNG BALI

I WAYAN MUDANA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA POSTMODERN DI KLUNGKUNG BALI

I WAYAN MUDANA NIM 1190371021

PROGRAM STUDI DOKTOR KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2015

i

TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA

ERA POSTMODERN DI KLUNGKUNG BALI

Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I WAYAN MUDANA NIM 1190371021

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

ii

LEMBAR PENGESAHAN

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 4 AGUSTUS 2015

Promotor,

Prof. Dr. A.A.N. Anom Kumbara, M.A.

NIP 195702141983031001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. Dr. I Nyoman Dhana, M.A.

NIP 195505261981031002 NIP 195709161984031002

Mengetahui,

Ketua Direktur

Program Studi Doktor Program Pascasarjana

Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar

Universitas Udayana

Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S.(K).

NIP 19480720 1978031001 NIP 195902151985102001

iii

Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup

Tanggal, 4 Agustus 2015

Panitia Penguji Disertasi, berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana No : 410/H14.4/HK/2015. Tanggal, 27 Juli 2015

Ketua : Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.

Anggota :

1. Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A.

2. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A.

3. Dr. I Nyoman Dhana, M.A.

4. Prof. Dr. Ir. Sulistyawati, M.S., M.Mis., M.M., D.Th.

5. Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.

6. Dr. Putu Sukardja, M.Si.

7. Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si.

iv

SURAT PERNYATAAN PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : I Wayan Mudana

NIM : 1190171021

Program Studi : Program Doktor Kajian Budaya Pascasarjana

Universitas Udayana

Judul Disertasi : Transformasi Seni Lukis Wayang Kamasan

Pada Era Postmodern di Klungkung, Bali.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sangsi sesuai dengan Peraturan Mendiknas RI Nomor, 17 Tahun 2010 dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 4 Agustus 2015

Yang membuat Pernyataan,

I Wayan Mudana

NIM 1190171021

v

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sanghyang Widhi

Wasa penulis panjatkan atas asung kertha wara nugrahaNya dan rahmat-Nya penulis

berhasil menyusun penelitian disertasi dengan judul ”Transformasi Seni Lukis Wayang

Kamasan pada Era Postmodern di Klungkung, Bali”. Keberhasilan penyusunan

disertasi ini adalah berkat bimbingan, pemberian motivasi, dan dukungan dari promotor

yaitu, Prof. Dr. A.A. Anom Kumbara, M.A., kopromotor I, Prof. Dr. I Wayan Rai S.,

M.A., dan kopromotor II, I Nyoman Dhana, M.A.

Rasa hormat dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.P.D-KEND., dan mantan Rektor,

Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.P.D. (KHOM)., atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menempuh pendidikan doktor di Universitas Udayana. Rasa hormat dan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K), Asdir I, Prof. Dr. Made Budiarsa,

M.A., Asdir II, Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D., Ketua Program Studi Doktor

(S3) Kajian Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.,

Sekretaris Dr. Putu Sukardja, M.Si., dan pembimbing akademik, Prof. Dr. Ir.

Sulistyawati, M.S. M.S., M.Mis., M.M, D.Th., serta semua dosen pengajar S3 Kajian

Budaya Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada penguji proposal yaitu,:

Ketua, Prof. Dr. A.A. Anom Kumbara, M.A., anggota: Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A.,

Dr. I Nyoman Dhana, M.A., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. Ir.

Sulistyawati, M.S., M.Mis., M.M, D.Th., Prof. Dr. Gde Parimartha, M.A., Dr. Putu

vii

Sukardja, M.Si., dan Dr. Ni Made Ruastiti, SST, M.Si. dan Prof. Dr. Putu Rumawan

Salain, M.Si. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pegawai dan staf

S3 Kajian Budaya Unud yaitu, Putu Sukaryawan, S.T., Ketut Budiastra, Nyoman

Candra, Putu Hendrawan., Dra. Ni Luh Witari., Cok Istri Murniati., Ni wayan Arniati.,

dan A.A.A. Indrawati., atas segala bantuan administrasi akademik, informasi dan

pelayanan perpustakaan yang prima selama penulis menempuh studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Institut Seni

Indonesia Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Kar, M.Hum., atas izin dan surat

tugas yang diberikan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan doktor (S3),

mantan Rektor ISI Denpasar dan Rektor ISBI Papua., Prof. Dr. I Wayan Rai S, M.A.,

atas rekomendasinya untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 Kajian Budaya. Pembantu

Rektor I, Prof. Dr. I Nyoman Artayasa, M.Kes., Pembantu Rektor II, Drs. I Gst Ngurah

Seramasara, M.Hum., Pembantu Rektor III, Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn., dan

Pembantu Rektor IV, I Ketut Garwa, S.Kar, M.Sn. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Ketua LP2M, Dr. Drs. I Gst Ngurah Ardana,M.Erg., Dekan dan

jajaran Fakultas Seni Rupa dan Desain, Dra. Ni Made Rinu, M.Si., Pembantu Dekan I,

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn., Drs. I Made Bendi Yudha, M.Sn., sebagai pembantu

dekan II, A.A. Bagus Udayana, S.Sn, M.Si., Pembantu Dekan III, Dra. Ni Made

Purnami Utami, M.Erg., Ketua Prodi Seni Murni, Drs. Ketut Karyana, M.Pd., sebagai

Sekretaris Prodi, Dewa Putu Budiartha, S.Sn.,M.Si., sebagai Ketua Lab , Drs. A.A.

Gede Surya Surya Buana, M.Sn., sebagai Ketua Minat Seni Lukis.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman sejawat, Prof.

Dr. Drs. Made Gede Arimbawa, Dr. Ni Gst Srinatih, SST., M.Si., Drs. I Ketut

Murdana, M.Sn., Drs. I Made Subrata, M.Si., Drs. I Nyoman Marsa, M.Si., Drs. I Ketut

viii

Buda, M.Si., Drs. I Nyoman Wiwana., Drs. D.A. Tirta Rai, M.Si., Drs. A.A. Ngurah

Ty, M.Si., Drs. I Wayan Kondra, M.Si., Drs. A.A. Yugus, M.Si., Drs. I Wayan Karja,

M.F.A., I Made Jodog, S.Sn, M.FA., Drs. I Wayan Gunawan, M.Sn., Drs. I Gst Ngurah

Putra., Drs. Dewa Putu Merta, M.Si., I Wayan Sujana, S.Sn., M.Sn., I Wayan Setem,

S.Sn., M.Sn., M.Sn., Ketut Sidearsa, S.Sn., M.Si., I Made Griya, S.Sn., M.Si., Drs. I

Made Suparta, M.Sn., Ni Putu Swandayani, SE., Ketut Suwitra, S.E., I Nyoman Alit

Buana, S.E., I Nyoman Artini, S.S., Agus Yulianto S.Sos., Lia Susati, M.A., Hery.,

Arya Pageh., dan Ary, M.Par

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat S3 angkatan

2011, teman-teman seperjuangan di Program Doktor Kajian Budaya, yaitu: A.A. Rai

Sita Laksmi (Universitas Warmadewa)., Cok Istri Ratna Cora S. (ISI, Dps.), Ida Ayu

Mahyuni (Fak. Sastra Unud), I Ketut Wenten Aryawan (Poltek Bali), Lingua Sanjaya

Usop (Kalimantan), I Gst Ngurah Seramasara (ISI. Dps.), I Nyoman Arba Wirawan

(ISI, Dps.), Salman Alfarisi (Lombok), Mustain (Lombok), I Nyoman Wiratmaja

(Universitas Warmadewa), I Wayan Kondra (ISI, Dps.), Ketut Muka Pendet (ISI, Dps.),

Refly (LSM), I Nyoman Sudipa (Universitas Mahendradata), Michiko Okada (Jepang),

Ervantia Restulita (Kalimantan), Abdul Alim (Sulawesi), Grece Langi (Menado), I

Wayan Kandia (Universitas Mahasaraswati), Ketut Kodi (ISI, Dps.), La Batia

(Sulawesi), Maria Rahayu (Banyuwangi), Mustaman (Sulawesi), A.A.Raka

(Warmadewa), I Made Suantina (Universitas Warmadewa), Linda Suryana (Pemda), I

Gede Suardana (Wartawan), I Made Suastana (LPMP Bali), I Ketut Supir (Undiksa),

Syahrun (Sulawesi), I Nyoman Wardi (Fak. Sastra Unud), dan I Wayan Munggah

(Sesetan). Terima kasih atas persahabatan yang selalu kompak selama mengikuti

ix

perkulihan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih atas diskusi dan

motivasinya.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala badan Kesatuan

Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Klungkung Drs. I Gede

Kusuma jaya, M.A.P. Kepala Desa Kamasan, I.B. Narendra, Anom Diatmika, M.Par.,

Bapak Kamajaya sebagai Kepala Dinas Industri Kecil dan Menengah, Bapak I.B.

Purnama sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tempat melakukan

penelitian.

Rasa terimakasih juga disampaikan kepada nara sumber, antara lain I Nyoman

Mandra, N Gunarsa, Pande Sumantra, Wayan Sriwedari, Nengah Muriati, I Wayan

Kondra, Ketut Darmini, Widiatmika, Kadek Nata, Ni Tanjung, Komang Arcana, I

Made Sondra, Mangku Gina, Wayan Puspa, Madra, Sinarwati, Gede Wedaswara,

Kadek Dah, Mangku Wayan Muliarsa, Sujana (Suklu), dan Mangku Pura Kori Batu

(Nyoman Paing).

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada kedua

orang tua yang telah membesarkan saya dengan cinta dan kasih, I Made Bakti (Alm

Tahun 2014), Ni Ketut Rubig (Alm Tahun 1986). Kepada istri tercinta Pande Ketut

Ribek, S.E., M.M., yang selalu setia mendampingi di kala suka dan duka penulis

ucapkan terima kasih, anak-anakku P. Gery Santha dan M Wahananda Murti penulis

ucapkan terima kasih atas dorongannya. Kakak dan adik yaitu, I Wayan Arjono, Ni

Made Gunung, Ni Ketut Asmari, Drs. I Made Erawan, M.P., Ni Nyoman Erawati,

terima kasih atas motivasinya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mesti diperbaiki

dalam penelitian disertasi ini. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan disertasi ini

x

penulis memohon masukan dari semua pihak sehingga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi ilmu seni, ilmu budaya, ilmu politik, profesionalisme khususnya industri

pariwisata. Sebagai akhir dari ucapan terima kasih, penulis sekali lagi mengucapkan

terimakasih dan maaf kalau ada kata yang salah.

ABSTRAK

Seni lukis wayang Kamasan (SLWK) merupakan seni tradisional yang

tumbuh dan berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, Bali memiliki identitas sangat

khas dan unik. Secara tradisi SLWK memiliki identitas yang sangat khas dan unik,

digunakan sebagai persembahan dalam ritual agama Hindu. SLWK juga sangat terikat

oleh pakem, nilai, norma, dan ketentuan yang bersifat mengikat dan baku. Dikerjakan

secara kolektif dan komunal dengan menggunakan bahan dan peralatan yang diambil

dari alam serta diolah dengan teknik-teknik tradisional. Secara visual SLWK memiliki

estetika yang sangat artistik, didalamnya terkandung nilai-nilai filsafat yang bersifat

simbolik yang sering digunakan sebagai pencerahan dan bayangan dalam kehidupan

manusia di dunia maupun di akhirat. Pada era modern SLWK dikomersialkan sebagai

profesi untuk menghidupi keluarga. Di pihak lain, pada era postmodern SLWK

mengalami transformasi yang berimplikasi terjadi perubahan dari sakral ke profan, dari

idealisme tradisi ke idealisme pasar, dan dari produsen ke konsumen.

Fenomena SLWK pada era postmodern menarik untuk dikaji secara kritis

dengan menggunakan pendekatan culture studies terfokus pada tiga masalah. Pertama,

mengapakah terjadi transformasi pada seni lukis wayang Kamasan di Klungkung Bali?

Kedua, bagaimanakah bentuk transformasi seni lukis wayang Kamasan pada era

postmodern di klungkung, Bali? dan Ketiga, bagaimanakah implikasi dari transformasi

seni lukis wayang Kamasan pada era postmodern di Klungkung, Bali? Pengkajian

terhadap masalah tersebut digunakan teori praktik dengan rumus generatif (habitus x

modal) + ranah = praktik, teori komodifikasi, dan teori estetika postmodern. Metode

yang digunakan mengkaji penelitan transformasi SLWK adalah metode kritis yang

bersifat emansipatoris dengan data wawancara secara mendalam, observasi, studi

kepustakaan, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. Pertama, SLWK sudah

mengalami transformasi yang berimplikasi perubahan dari sakral menjadi profan, dari

idealisme tradisi ke idealisme pasar, dan dari produsen ke konsumen. Faktor pendorong

terjadinya perubahan, yaitu (1) motivasi ekonomi, (2) identitas diri, (3) kreativitas

melukis (4) globalisasi, dan (5) pariwisata. Kedua, bentuk perubahan transformasi

SLWK pada era postmodern, yaitu (1) perubahan produksi, (2) perubahan distribusi,

dan (3) perubahan konsumsi. Ketiga, implikasi dari transformasi SLWK pada era

postmodern di Klungkung, Bali bersifat positif dan negatif. Sifat positif transformasi

SLWK dapat meningkatkan kesejahtraan, meluasnya distribusi dan konsumsi sosial,

munculnya pelukis perempuan, dan berkembangnya industri kreatif. Sifat negatifnya,

SLWK yang bersifat simbolik diprofanisasi menjadi produk massa sehingga terjadi

desakralisasi yang berimplikasi melunturnya nilai-nilai tradisi lokal dan terpasungnya

kreativitas melukis.

Kata kunci: Transformasi, seni lukis wayang Kamasan (SLWK), postmodern dan

industri kreatif.

xi

ABSTRACT

Wayang Kamasan painting (SLWK) is a traditional art that grows and

develops in Kamasan village, Klungkung, Bali has a very distinctive and unique

identity. Traditionally SLWK has a very distinctive identity and unique, are used as

offerings in Hindu rituals. SLWK also very bound by the grip, values, norms, and

conditions are binding and raw. Collective and communal done by using materials and

equipment taken from nature and processed with traditional techniques. Visually

SLWK have a very artistic aesthetics, it contains values that are symbolic philosophy

that is often used as an enlightenment and shadow in the lives of people in the world

and in the hereafter. In the modern SLWK commercialized as a profession to support

his family. On the other hand, in the postmodern SLWK undergone a transformation

which implies a change from the sacred to the profane, from idealism tradition of

idealism to the market, and from producers to consumers.

SLWK phenomenon in the postmodern era is interesting to examine critically

using culture studies approach focused on three issues. First, why did the

transformation occur in wayang Kamasan painting in Klungkung Bali? Second, how is

the form of the transformation of wayang Kamasan painting the postmodern era in

Klungkung, Bali? and third, how the implications of the transformation of wayang

Kamasan painting in the postmodern era in Klungkung, Bali? Assessment of the

problem with the formula used practice of generative theory (habitus x capital) +

domain = practice, commodification theory, and the theory of postmodern aesthetics.

Reviewing research methods used SLWK transformation is a method that is

emancipatory critical data in-depth interviews, observation, literature study, and

documentation.

The results showed as follows. First, SLWK already undergone a

transformation which implies a change of the sacred into the profane, from idealism

tradition of idealism to the market, and from producers to consumers. The driving

factor of change, namely (1) the economic motivation, (2) identity, (3) creativity paint

(4) globalization, and (5) tourism. Second, the shape changes SLWK transformation in

postmodern, namely (1) changes in production, (2) changes in the distribution, and (3)

changes in consumption. Third, the implications of the transformation SLWK in the

postmodern in Klungkung, Bali are positive and negative. SLWK positive nature of the

transformation can improve livelihoods, widespread distribution and social

consumption, the rise of female painters, and the development of creative industries.

The negatively of mass production occurs desecration SLWK which implies the erosion

of local traditions and inhibition of creativity paint.

Keywords: Transformation, art wayang Kamasan (SLWK), postmodern, and creative

industries.

xii

xiii

RINGKASAN

Seni lukis wayang Kamasan (SLWK) merupakan karya seni tradisi yang

tumbuh dan berkembang sangat subur di Desa Kamasan, Klungkung, Bali. SLWK

memiliki identitas sangat khas dan unik, digunakan sebagai pelengkap sarana ritual

agama Hindu. Secara tradisi SLWK sangat terikat oleh pakem, norma, nilai, dan

ketentuan-ketentuan yang bersifat mengikat dan baku. Dikerjakan secara kolektif dan

komunal dengan menggunakan bahan-bahan dan peralatan yang diambil dari alam dan

diolah dengan menggunakan teknik-teknik tradisi. Secara visual estetika SLWK sangat

artistik, di dalamnya terkandung nilai-nilai filsafat yang bersifat simbolik yang sering

digunakan sebagai pencerahan dan bayangan dalam kehidupan manusia, baik di dunia

maupun di akhirat.

Pada era modern, SLWK dikomersialkan sebagai profesi dan dijadikan

sandaran untuk menghidupi keluarga. Sebagai profesi pelukis didorong bekerja lebih

keras sehingga menghasilkan karya-karya maksimal yang layak dikomersialkan.

Pelukis juga didorong menunjukkan identitas diri sebagai cerminan kepribadian,

meskipun secara umum identitas lukisan di Desa Kamasan masih mengacu pada

identitas kelompok, yaitu SLWK. Di lain pihak ketika pelukis diberikan kepercayaan

untuk ngayah pelukis senantiasa menunda pekerjaan yang bersifat pribadi dan

mendahulukan pekerjaan ngayah. Pelukis sadar bahwa ngayah tidak mendapatkan

imbalan berupa uang.

Semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Kamasan pada era

postmodern disertai dengan permintaan terhadap produk-produk souvenir yang terus

meningkat dalam praktik-praktik sosial kultural SLWK diproduksi menjadi komoditas

dikomodifikasi menjadi produk penunjang pariwisata. Komodifikasi merupakan ciri

postmodern yang diasumsikan sebagai kapitalisme yang memiliki kemampuan untuk

mengubah objek, kualitas, dan tanda menjadi komoditas. Komodifikasi merupakan

konsep sangat luas dan sangat dinamis yang tidak hanya berhubungan dengan produksi

dan komoditas, tetapi juga berhubungan dengan distribusi dan konsumsi. Pada era

postmodern SLWK mengalami transformasi yang berimplikasi perubahan dari sakral ke

profan, dari idealisme tradisi ke idealisme pasar, dan dari produsen ke konsumen.

xiv

Fenomena transformasi SLWK pada era postmodern menarik untuk dikaji

secara kritis dengan menggunakan pendekatan Kajian Budaya (culture studies) terfokus

pada tiga masalah. Pertama, mengapakah terjadi transformasi pada SLWK di

Klungkung, Bali ? Kedua, bagaimanakah bentuk transformasi SLWK pada era

postmodern di Klungkung, Bali? dan Ketiga, bagaimanakah implikasi dari transformasi

SLWK pada era postmodern di Klungkung, Bali?

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, membongkar, dan

memahami transformasi SLWK di Desa Kamasan dalam persfektif Kajian Budaya

antara kelompok elite mengusung tradisi lama sehingga menimbulkan transformasi

yang berimplikasi perubahan. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengkaji,

memahami, dan menjelaskan latar belakang transformasi SLWK, (2) mengkaji,

memahami, dan menjelaskan bentuk transformasi SLWK pada era postmodern, (3)

mengkaji, memahami dan menjelaskan implikasi dari transformasi SLWK pada era

postmodern. Manfaat teoretis penelitian ini adalah (1) sebagai sumbangan keilmuan

khususnya menyangkut SLWK dalam kontek Kajian Budaya dan (2) dalam konteks

penelitian lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

rujukan teoritis terutama bagi penelitian-penelitian Kajian Budaya pada masa

mendatang. Sementara itu manfaat praktis penelitian ini bagi Desa Kamasan,

Klungkung, Bali adalah (1) sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan

kehidupan tiga pilar (three folding), yaitu negara, pengelola industri, dan masyarakat

Kamasan menjadi desa wisata yang unggul dan berkelanjutan, (2) sebagai sumbangan

pemikiran bahwa SLWK dapat dijadikan obyek (destination), atraksi, dan produk

penunjang pariwisata yang ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, (3) sebagai sumbangan pemikiran bahwa transformasi

SLWK selain bersifat positif juga bersifat negatif.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kritis dengan paradigma

Kajian Budaya yang digunakan secara eklektik seperti teori praktik Bourdieu, teori

komodifikasi Fairclough, dan teori estetika postmodern Baudrillard. Sedangkan metode

yang digunakan adalah metode kritis yang bersifat emansipatoris. Data penelitian

diperoleh dengan wawancara secara mendalam, observasi di Desa Kamasan, studi

kepustakaan, dan dokumentasi. Data disajikan secara sistematis setelah dilakukan

penyuntingan, dilengkapi dengan dokumen foto, gambar, dan tabel yang secara teknis

xv

dapat menunjang validasi data. Analisis dilakukan secara bertahap sejak pengumpulan

data sampai pada aplikasi data dalam pembahasan. Adapun hasil penelitian dilaporkan

secara deskriptif naratif yang disertai gambar dan tabel yang menguatkan deskripsi.

Hasil analisis dan pembahasan penelitian transformasi seni lukis wayang

Kamasan pada era postmodern di Klungkung, Bali adalah sebagai berikut. Pertama,

Transformasi SLWK pada era postmodern berimplikasi terjadi perubahan. Faktor-

faktor pendorong terjadinya perubahan, yaitu (1) motivasi ekonomi untuk

meningkatkan kesejahteraan, (2) identitas diri yang mencerminkan kepribadian dan

berkelanjutan, (3) kreativitas melukis untuk menghasilkan produk-produk kreatif yang

dapat didistribusikan ke pasar, (4) globalisasi, yang memiliki jaringan pasar sangat luas

dengan agen-agen yang tersebar keseluruh pelosok bersekala dunia, (5) dan pariwisata

merupakan industri global yang mampu mendistribusikan dan mengkonsumsi produk

souvenir untuk didistribusikan di pasar. Kedua, bentuk perubahan transformasi SLWK

pada era postmodern, yaitu (1) perubahan produksi (dari bentuk seni sakral menjadi

produk seni profan), (2) perubahan distribusi (dari idealisme tradisi ke idealisme pasar),

dan (3) perubahan konsumsi (dari produsen ke konsumen). Ketiga, implikasi

transformasi SLWK pada era postmodern bersifat positif dan negatif. Secara positif

transformasi SLWK dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, meluasnya distribusi

dan konsumsi sosial ke pasar lokal maupun ke pasar global, munculnya pelukis

perempuan sehingga terjadi kesetaraan gender, dan berkembangnya industri kreatif

yang sangat cepat sehingga muncul kelompok-kelompok pengusaha baru. Sebaliknya

secara negatif transformasi SLWK mengakibatkan terpasungnya kebebasan melukis

untuk melayani order-order kapitalisme yang sudah berhasil mendominasi pelukis dan

lunturnya nilai-nilai tradisi budaya lokal untuk memproduksi produk-produk pencitraan

sehingga terjadi desakralisasi. Bila tidak dilakukan keberpihakan dan pemberdayaan

terhadap para pelukis yang sudah didominasi oleh kapitalisme akan terjadi degradasi

idealisme tradisi melukis menjadi profanisasi yang semata-mata mendapatkan

keuntungan uang.

Dari hasil analisis dan pembahasan tersebut di atas maka penelitian ini dapat

disimpulkan, sebagai berikut. Pertama, SLWK sudah mengalami transformasi yang

berimplikasi terjadi perubahan. Faktor pendorong terjadinya transformasi, adalah (1)

motivasi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga terjadi komersialisasi

xvi

SLWK, (2) untuk menunjukan identitas diri muncul gaya-gaya lukisan baru, yaitu gaya

lukisan Mangku Mura, Lukisan Nyoman Mandra, dan lukisan pasar, (3) semakin

banyaknya permintaan konsumen terhadap produk pasar maka SLWK dikomodifikasi

menjadi produk penunjang pariwisata. Produk yang didistribusikan ke pasar lokal tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan ritual tetapi juga sebagai pajangan untuk menghias

rumah. Kapitalisme global tidak hanya mampu mendistribusikan produk souvenir tetapi

juga mampu mengkonsumsi SLWK yang didistribusikan ke pasar. Di lain pihak,

pariwisata merupakan industri global yang produk-produknya dapat berupa barang dan

jasa. Kedua, bentuk transformasi SLWK sudah berubah dari sakral menjadi profan, dari

idealisme tradisi ke idealisme pasar, dan dari produsen ke konsumen. Bentuk perubahan

transformasi SLWK pada era postmodern sudah diprofanisasi menjadi produk massa

untuk didistribusikan di pasar untuk kebutuhan konsumen. Ketiga, implikasi

transformasi SLWK bersifat positif dan negatif. Sifat positif perubahan transformasi

tersebut yaitu, banyak dari masyarakat Kamasan yang memperoleh kesempatan kerja

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meluasnya distribusi dan

konsumsi sosial dan munculnya pelukis perempuan sehingga terjadi kesetaraan gender.

Disamping itu, industri kreatif berkembang sangat cepat sehingga mendorong

munculnya kelompok-kelompok pengusaha baru. Sebaliknya, sifat negatif dari

produksi massa terjadi desakralisasi SLWK yang berimplikasi lunturnya nilai-nilai

tradisi lokal dan terpasungnya kreativitas melukis.

Dari pembahasan ketiga rumusan masalah tersebut diproleh temuan sebagai

berikut. Pertama, akibat dari pengaruh globalisasi dan pariwisata SLWK mengalami

transformasi yang berimplikasi perubahan dari sakral ke profan, dari idealisme tradisi

ke idealisme pasar, dan dari produsen ke konsumen. Keterampilan melukis yang

dimiliki oleh habitus masyarakat Kamasan yang khas dan unik dapat dijadikan modal

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan

konsumen SLWK dipertarungkan dalam ranah produksi kultural diproduksi menjadi

produk massa sehingga terjadi desakralisasi. Produk komodifikasi yang dihasilkan

masyarakat Kamasan dapat dijadikan produk penunjang pariwisata untuk

didistribusikan ke pasar. Ketiga, implikasi transformasi SLWK berifat positif dan

negatif. Sifat positifnya, berkembangnya industri kreatif mendorong munculnya dunia

usaha baru yang dapat mengurangi pengangguran dan dapat meningkatkan kesejahtraan

xvii

masyarakat. Sifat negatifnya, SLWK yang pada awalnya digunakan sebagai

persembahan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa untuk memohon keselamatan kini

sudah berubah dipersembahkan kepada pariwisata untuk memohon uang. SLWK yang

bersifat simbolik diprofanisasi menjadi produk massa sehingga dapat melunturkan

nilai-nilai tradisi lokal dan terpasungnya kebebasan kreativitas melukis.

Berdasarkan temuan penelitian di atas dapat dikatakan, bahwa teori praktik

yang dikembangkan oleh Bourdieu, teori komodifikasi yang dikembangkan oleh

Faucoult, dan teori estetika postmodern yang dikembangkan oleh Baudrillard

ditemukan korelasi dengan obyek penelitian. Produk komoditas yang didistribusikan di

pasar merupakan produk kreatif yang dapat mengurangi pengangguran dan dapat

meningkatkan kesejahteraan. Di pihak lain juga dapat melunturkan nilai-nilai tradisi

budaya lokal dan terpasungnya kreativitas melukis.

Berdasarkan hasil temuan di atas, dapat disarankan sebagai berikut. Pertama,

ditujukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung dan Propinsi Bali untuk

terus melakukan pembinaan terhadap masyarakat Desa Kamasan tentang pentingnya

keberadaan SLWK bagi masyarakat Kamasan Klungkung Bali Indonesia bahkan dunia.

Negara wajib hadir untuk melakukan pembelaan terhadap masyarakat Kamasan

khususnya terhadap pelukis yang sudah dikapitalisasi melalui bantuan-bantuan berupa

pembinaan terhadap SDM, permodalan, dan pemasaran sehingga negara tidak terkesan

menihilkan sama sekali nilai-nilai dan makna dari idealisme tradisi. Kedua, ditujukan

kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga untuk ikut serta bertanggung jawab

terhadap pelestarian dan pemberdayaan masyarakat atas tergerusnya mental anak-anak

muda tidak lagi mencintai budayanya sendiri. Melalui kurikulum pendidikan

hendaknya dimasukkan sebagai mata pelajaran yang harus diketahui oleh anak didik.

Sekali waktu siswa diajak melihat dan berinteraksi dengan para pelukis atau sebaliknya,

pelukis didatangkan ke sekolah-sekolah, atau bekerja sama dengan lembaga perguruan

tinggi seperti ISI Denpasar untuk melakukan pencerahan tentang pentingnya SLWK

untuk dilestarikan sehingga dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Ketiga, kepada

pengelola perjalanan wisata, hendaknya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya

pelestarian nilai-nilai budaya lokal yang diwariskan oleh leluhur kita dan juga ikut

memperhatikan kesejahteraan hidup pelukis dan pengerajin. Sebab pelukis dan

xviii

pengerajin merupakan ujung tombak yang mampu memberikan roh terhadap pariwisata

budaya yang dikembangkan di Bali.

xix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSYARATAN GELAR

LEMBAR PENGESAHAN

PANITIA PENGUJI

SURAT PERNYATAN BEBAS PLAGIAT

UCAPAN TERIMA KASIH

ABSTRAK

ABSTRACT

RINGKASAN

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

GLOSARIUM

BAB I PENDAHULUAN

i

ii

iii

iv

v

vi

x

xii

xiii

xix

xxiii

xxiv

xxv

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 10

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 13

2.2 Konsep .................................................................................................... 16

2.2.1 Konsep Transformasi ........................................................................ 16

2.2.2 Seni Lukis Wayang Kamasan ............................................................. 20

2.2.3 Postmodern .......................................................................................... 34

2.2.4 Produksi ............................................................................................... 35

2.2.5 Distribusi ............................................................................................. 37

xx

2.2.6 Konsumsi ............................................................................................. 38

2.3 Landasan Teori ....................................................................................... 40

2.3.1 Teori Praktik ......................................................................................... 41

2.3.2 Teori Komodifikasi .............................................................................. 44

2.3.3 Teori Estetika Postmodern ................................................................... 47

2.4 Model Penelitian .................................................................................... 57

BAB III. METODE PENELITIAN 60

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 60

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 62

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian .......................................................... 64

3.4 Penentuan Informan ............................................................................... 66

3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 67

3.6 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 68

3.7 Teknik Analisis Data .............................................................................. 71

3.8. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .................................................... 73

BAB IV GAMBARAN UMUM KAMPUNG SENI DESA KAMASAN

DAN PROFIL LUKISAN

76

4.1 Lokasi dan Kondisi Umum Desa Kamasan ............................................ 76

4.1.1 Kondisi Geografis ............................................................................... 76

4.1.2 Kondisi Demografi .............................................................................. 78

4.1.3 Desa Wisata Kamasan ......................................................................... 80

4.2 Tinjauan Historis Desa Kamasan Dalam Konteks Seni Lukis .............. 83

4.2.1 Zaman Kuno dan Pengaruh Hindu Jawa di Bali ................................. 84

4.3 Profil Lukisan Wayang Gaya Kamasan ................................................. 94

4.3.1 Struktur Lukisan Wayang Gaya Kamasan........................................... 94

4.3.2 Komposisi ........................................................................................... 97

4.3.3 Proporsi atau Kakuwub ........................................................................ 105

4.3.4 Gelungan ............................................................................................. 107

4.4 Bahan dan Peralatan Melukis Wayang Gaya Kamasan ......................... 109

4.4.1 Bahan Kain .......................................................................................... 109

xxi

4.4.2 Bahan Lukisan dengan Kayu/Papan .................................................... 110

4.4.3 Bahan Warna dan Alat Melukis .......................................................... 110

4.5. Proses Melukis Wayang Gaya Kamasan ................................................ 113

4.5.1 Ngedum Karang................................................................................... 113

4.5.2 Molokan ............................................................................................... 114

4.5.3 Ngereka ............................................................................................... 115

4.6.4 Ngewarnin............................................................................................ 116

4.6.5 Nyawi ................................................................................................... 117

4.5.6 Muluhin ............................................................................................... 118

4.5.7 Neling .................................................................................................. 119

4.5.8 Nyoca.................................................................................................... 120

4.5.9 Meletik ................................................................................................. 120

4.5.10 Ngerus ............................................................................................... 120

BAB V LATAR BELAKANG TERJADINYA TRANSFORMASI SENI

LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA POSTMODERN DI

KLUNGKUNG BALI

5.1 Motivasi Ekonomi: Untuk meningkatkan kesejahteraan .......................

122

131

5.2 Sebagai Identitas Diri: Prinsip yang Berkelanjutan............................... 146

5.2.1 Gaya Lukisan Mangku Mura ................................................................ 149

5.2.2 Gaya Lukisan Nyoman Mandra ........................................................... 152

5.2.3 Gaya Lukisan Pasar .............................................................................. 155

5.3 Kreativitas Melukis: Dalam Menciptakan Produk Kreatif..................... 157

5.4 Globalisasi: Sistem Tunggal Bersekala Dunia .......................................

5.5 Pariwisata ...............................................................................................

169

184

BAB VI BAB VI BENTUK TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG

KAMASAN PADA ERA POSTMODERN

202

6.1 Perubahan Produksi ................................................................................

6.1.1 Bentuk Estetika....................................................................................

6.1.2 Pembagian Ruang ................................................................................

207

220

227

6.1.3 Sketsa .................................................................................................. 233

xxii

6.1.4 Pewarnaan ........................................................................................... 241

6.1.5 Tema-Tema Lukisan ........................................................................... 247

6.1.6 Penyelesaian dan Penyajian................................................................. 250

6.2 Perubahan Distribusi............................................................................... 253

6.2.1 Pemerintah ........................................................................................... 272

6.2.2 Pebisnis (Industri Pariwisata)............................................................... 274

6.2.3 Media ................................................................................................... 279

6.3 Perubahan Konsumsi ............................................................................. 282

6.3.1 Perubahan Kosumsi Pelukis ................................................................ 291

6.3.2 Karakteristik Konsumsi Konsumen ................................................... 302

6.3.3 Pola-Pola Konsumsi Konsumen .......................................................... 305

6.3.4 Tanggapan Konsumsi Konsumen ........................................................ 309

BAB VII IMPLIKASI TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG

KAMASAN PADA ERA POSTMODERN DI KLUNGKUNG BALI

314

7.1 Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Tradisi Lokal ........................................ 316

7.2 Peningkatan Kesejahtraan ............................................. ........................ 329

7.3 Terpasungnya Kebebasan Melukis ......................................................... 336

7.4 Meluasnya Distribusi dan Konsumsi Sosial .......................................... 344

7.5 Munculnya Pelukis Perempuan .............................................................. 348

7.6 Berkembangnya Industri Kreatif ........................................................... 360

BAB VIII PENUTUP 370

8.1 Simpulan ................................................................................................. 370

8.2 Temuan ................................................................................................... 373

8.3 Saran ....................................................................................................... 374

DAFTAR PUSTAKA 376

LAMPIRAN 387

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tabel 2.1 Wacana Utama Estetika di Era Pramodern, Modern, dan

Postmodern .......................................................................................

49

2 Tabel 3.1 Tabel Kalender Penelitian ...............................................

62

3 Tabel 4.3 Jenis dan Tata Letak Senjata Nawa Sanga .......................

104

4 Tabel 4.4 Jenis-Jenis Gelung Wayang ............................................

107

5 Tabel 5.1 Produk Unggulan Kabupaten KlungkungTahun 2014 ....

167

6 Tabel 6.1 Perubahan Perubahan Produksi Seni Lukis Wayang

Kamasan Dalam Era Postmodern .....................................................

219

7 Tabel 6.2 Perubahan Distribusi dan konsumsi Lukisan Pengusung

Identitas Mangku Mura ....................................................................

256

8 Tabel 6.3 Distribusi dan Konsumsi Lukisan Pengusung Identitas

Nyoman Mandra ...............................................................................

257

9 Tabel 6.4 Komoditas yang Didistribusikan Lukisan Pasar .............

259

10 Tabel 7.1 Munculnya Pelukis Perempuan ........................................

349

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Gambar 2.1 Lukisan pada “Daun Lontar” ............................................. 22

2 Gambar 2.2 “Rerajahan” ....................................................................... 22

3 Gambar 2.3 “Pemurtian” I Gede Mersadi/Modara tahun 1686 (abad

ke-17) di atas kanvas dengan warna Bali dan warna emas.....................

28

4 Gambar 2.4“Pemurtian Swatama” oleh Dogol Koleksi Wayan Soka... 31

5 Bagan 2.5 Gambar Model Penelitian: Transformasi Seni Lukis

Wayang Kamasan dalam Era Postmodern .............................................

57

6 Gambar 4.1 Peta Pulau Bali dan Wilayah Kabupaten Klungkung......... 77

7 Gambar 4.2 Peta Kabupaten Klungkung dan Desa Kamasan ............... 78

8 Gambar 4.3 Komposisi Horizontal......................................................... 98

9 Gambar 4.4 Komposisi Vertikal ........................................................... 99

10 Gambar 4.5 Komposisi yang menggambarkan alam “Bur”................... 100

11 Gambar 4.6 Komposisi memusat .......................................................... 105

12 Gambar 5.1 “Estetika Pencerahan”......................................................... 131

13 Gambar 5.2 “Semarandana”................................................................... 135

14 Gambar 5.3 “Pemurtian”......................................................................... 136

15 Gambar 5.4 Lukisan Mangku Mura ...................................................... 150

16 Gambar 5.5 Gaya Lukisan I Nyoman Mandra ...................................... 152

17 Gambar 5.6 Gaya lukisan pasar.............................................................. 156

18 Gambar 5.7 Objek Wisata Kertha Gosa dan Balai Kambang ............... 198

19 Gambar 5.8 Produk Penunjang Pariwisata. ........................................... 200

20 Gambar 6.1 Seni Sakral ......................................................................... 208

21 Gambar 6.2 Seni Profan ........................................................................ 214

22 Gambar 6.3 Perubahan bentuk estetika, pramodern, modern, dan

postmodern ............................................................................................

222

23 Gambar 6.4 Estetika oposisi Seni Lukis Wayang Kamasan dalam

bentuk payung, angklung dan tas ...........................................................

225

24 Gambar 6.5 Pembagian Ruang .............................................................. 230

25 Gambar 6.6 Pertemuan keluarga Mangku Mura dengan Anthony

Forge........................................................................................................

249

26 Gambar 6.7 Kondra membonceng anaknya Widiadnyana .................... 249

27 Gambar 6.8 Lukisan Pasar .................................................................... 249

28 Gambar 6.9 Penyajian Lukisan Pasar..................................................... 252

29 Gambar 6.10 Produk pasar sebagai pencitraan ...................................... 253

30 Gambar 6.11 Barang Kerajinan .............................................................. 264

31 Gambar 6.12 Souvenir dan Barang Kerajinan ........................................ 268

32 Gambar 7.1 Labuh Geni Sita oleh Ni Made Suciarmi .......................... 352

33 Gambar 7.2 Pewayangan oleh Muriati Tahun 1994 .............................. 359

34 Gambar 7.3 Produk souvenir dan Kerajinan 2014 ................................. 369

xxiv

xxv

Glosarium

aringgit : kata ringgit atau reringgitan (bahasa Bali) berarti ada

torehan-torehan, hiasan berupa irisan, yang menghiasi

bagian-bagian bentuk wayang sehingga dapat

memberikan kesan estetik pada bentuk wayang.

adiluhung : seni budaya yang bernilai tinggi dan kekal sepanjang

zaman

ancur : perekat yang digunakan dalam membuat warna Bali

apanage : pemegang wilayah kekuasaan pada pemerintahan Raja-

Raja (Dewa Agung Jambe di Klungkung Tahun 1686)

sembilan kerajaan memisahkan diri, berdiri sendiri.

amerta : sumber pemghidupan atau kemuliaan yang kekal dan

abadi

asta dala : bunga teratai atau padma yang bermahkota delapan yang

digunakan sebagai penunjuk delapan arah mata angin.

awun-awunan : hiasan atau motif yang digunakan untuk menghias ruang

pada langit.

balai dauh : rumah yang ditempatkan di sebelah barat untuk

menyambut tamu juga disebut loji.

baliseering : aprogram politik etis Belanda tentang bagaimana

mengajarkan orang Bali menjadi Bali yang sebenarnya

yang lebih dikenal dengan Baliseering atau “Balinisasi”,

bulih : sejenis kerang yang bentuknya bulat sehingga dapat

dipakai untuk menggerus permukaan kain menjadi halus,

dan licin.

byakala : penyucian diri dari roch jahat ketika manusia sudah

menginjak dewasa.

ade : sarana ritual ngaben yang berbentuk bangunan yang

dikombinasi antara Padmasana dan Meru, digunakan

untuk mengusung mayat ke kuburan.

bokor

:

peralatan yang bentuknya seperti piring, tetapi lebih

berdimensi yang digunakan sebagai tempat upakara.

xxvi

brumbun :

panca warna, dengan lima jenis warna yaitu; putih di

timur (Dewa Iswara), merah di selatan (Dewa Brahma),

kuning di barat (Dewa Mahesora), hitam di utara (Dewa

Wisnu), brumbun di tengah-tengah (Dewa Siwa)

apang : hiasan yang terdapat pada bahu; untuk menekan bapang

ada hiasan yang disebut ketat bahu dan sesimping

diletakkan di pangkal lengan.

cecepan : sebagai tempat air suci

canting : alat untuk mengambil benda cair bentuknya diberikan

tangkai dengan ujung lubang tuang agak kecil.

ceracap : motif hias ornamen geometris distilir dari tumbuhan

yang hidup pada cucuran atap rumah.

cawian :

cawis atau nyawis (bahasa Bali) artinya selesai. Jadi

cawian berarti proses tahapan kerja terakhir. Biasanya

berbentuk reringgitan (cawian)

dalem : penguasa/Raja Klungkung pada masa kerajaan; Dalem di

Made, Dalem Ketut Ngelesir, Dalem Kresna Kepakisan,

Dalem Bungkut.

dewata nawa sanga : sembilan dewa penguasa penjuru mata angin yaitu, utara

Dewa Wisnu, timur Laut Dewa Sambu, timur Dewa

Iswara, tenggara Dewa Sangkara, selatan Dewa Brahma,

barat daya Dewa Ludra, barat Dewa Mahadewa, barat

laut Dewa Kuera, tengah Dewa Siwa.

endek : tekstil, berupa tenunan khas Bali yang banyak diproduksi

di Klugkung.

gambelan :

musik tradisional Bali yang terbuat dari bahan campuran

berbagai logam kemudian dipangkur (dicari nadanya).

Gambelan Bali juga dapat dibuat dari bambu yang

disebut “jegog” (khas Jembrana) dan “rindik” dalam

musik yang mengiringi “joged bumbung”

gegulak : patokan ukuran yang dijadikan standar dalam membuat

ukuran secara tradisional.

gelang : hiasan yang terdapat pada lengan, gelang pada

pergelangan tangan manusia disebut gelang kana.

gelung : hiasan yang terdapat pada bagian kepala

xxvii

subeng : hiasan yang terdapat pada bagian telinga

nagawangsul : hiasan yang menghubungkan antara hiasan leher berupa

badong (kalung) dan hiasan perut berupa karangan

waduk.

oncer : hiasan yang terdapat pada pinggir pinggang

kekendon : hiasan yang digunakan untuk memberikan latar belakang

pada gelung.

ider-ider : bentuk hiasan yang digunakan untuk menghias kolong

bangunan suci atau rumah, yang bentuknya memanjang

sehingga dapat memberikan hiasan keliling pada kolong

bangunan.

jengki : untuk menyatakan ukuran lebih pendek atau lebih kecil

pada bentuk wayang atau dalang.

jagra : dapat membedakan baik dan buruk, selalu terjaga.

kapu-kapu : motif hias ornamen yang distilir dari tumbuh-tumbuhan

planton yang bernama kapu-kapu.

kuta mesir : motif hias ornamen geometris, yang terdiri dari motif

suastika, motif L, motif T, dan kombinasi

keketusan : motif hias geometris yang diketus (diambil) dari

tumbuhan planton yang terdapat di sawah-sawah.

kertaghosa : bangunan yang pernah digunakan sebagai pengadilan

adat yang terdapat di Taman Gili Klungkung.

keben : anyaman yang biasa digunakan untuk menyajikan sarana

upakara.

kakuwub : harmonisasi dalam struktur wayang atau bangunan.

kereb : kain yang dirajah yang biasa digunakan menutupi kepala

atau muka

kekarangan : motif binatang (kekarangan), seperti, karang goak,

karang gajah, karang sae, karang boma, karang tapel,

karang bedulu, karang daun, digunakan menghias pada

bagian busana wayang.

kober : sarana upakara ritual Hindu berbentuk bendera untuk

xxviii

menghiasi tombak.

kalebok ring kawah

candra gomuka :

dibenamkan di kawah yang ada di Yama Loka tempat

Betara Yama, yang berbentuk bulan.

kajang : sarana ritual yang berbentuk gambar rerajahan

digunakan untuk menunjukkan identitas pada upacara

ngaben.

kancut : ujung kain digunakan dalam lukisan wayang laki-laki

(tanggun kancut). Kalau ujungnya dibawa ke belakang

diselipkan di pantat namanya bulet.

kume Udang : setengah kering.

kakuwub : untuk mendapatkan harmonisasi keseimbangan dalam

struktur lukisan.

kakul-kakulan : motif ornamen yang distilir dari binatang siput (kakul)

lamak : hiasan yang menggambarkan kosmologi dari alam atas

sampai alam bawah yang diimplementasikan dalam

bentuk lamak.

lepah : dimasak sampai matang betul

lelontek : hiasan yang bersifat sakral berbentuk tombak, yang berisi

payung pada pangkal mata tombak disebut payung pagut,

yang berisi bulu pada pangkal mata tombal disebut

badrangan, yang ada benderanya disebut kober, dan ada

juga yang disebut umbul-umbul.

langse : hiasan berupa kain berfungsi sebagai pintu gerbang.

lanjar : agak memanjang. Dalam proporsi lanjar digunakan

ukuran yang memberikan kesan kepanjang-panjangan.

mayapada : dunia maya yang tidak tampak secara kasat mata, seperti

di dunia akhirat, Sorgaloka, Kahayangan.

mercapada : dunia yang tampak, tempat kita sekarang berdiri, dunia

suka dan duka, kaya dan miskin, pintar dan bodoh.

muluhin : memberikan hiasan berupa bulu pada bagian-bagian

tertentu seperti pada alis, kumis, kales, rambut, lengan,

dada, kaki.

meletik : memberikan aksen penyinaran pada bagian hiasan yang

xxix

mencerminkan permata sehingga terkesan ada sinar dan

penonjolan.

molokan : pola-pola bentuk wayang yang dikomposisikan di atas

bidang kanvas atau bidang-bidang lain.

mahapatih : patih yang tertinggi, atau penguasa kedua setelah raja

dalam masa kerajaan

merajan

:

pura keluarga, tempat keluarga berkumpul memohon

keselamatan pada roh leluhur yang telah di-stana-kan di

merajan.

ngulig warna : menghancurkan bahan dasar warna batu pere, tulang,

atau jelaga dengan menggunakan alas berupa mangkuk

dihaluskan dengan batu kecil yang keras.

ngayah : bekerja tanpa imbalan uang yang biasanya dilakukan

untuk umum atau pada tempat suci dalam agama Hindu

nyepek : proporsi ideal dalam melukis wayang Kamasan dengan

hitungan 7,5 sampai dengan 9,5 X kepala.

ngereka : membuat struktur bentuk wayang, ekspresi wayang

sehingga diketahuai tokoh yang divisualkan.

ngewarna : memberikan hiasan berupa warna pada lukisan wayang.

Ada warna pengawak yang terkait dengan simbol dan

karakter wayang dan ada sigar warna untuk memberikan

dimensi ruang pada lukisan.

ngetekung : istilah ngetekung hampir sama dengan molokan, tetapi

pada ngetekung bentuk setengah jadi dari lukisan wayang

sudah tampak.

nyawi : merupakan tahapan pekerjaan terakhir dengan

memberikan kontur pada bidang-bidang ornamen, kain,

awun-awun.

ngerus : mengencangkan kanvas setelah dihias dengan lukisan.

Alat pengerusan secara tradisi digunakan bulih/kerang

agar bubur beras yang melapisi kanvas menjadi rata dan

mengkilat.

nyoco : memberikan hiasan berupa manik-manik atau soca pada

bidang-bidang ornamen yang menghias wayang.

ngorten : membuat sketsa lukisan agar bercerita (ngorta) dapat

xxx

berdialog secara estetik.

neling :

memberikan karakter galak, seram, menakutkan, dengan

cara membuat mata wayang molotot atau dibuat besar

(dedelingan).

ngedum karang : membagi ruang, membuat komposisi untuk menjadi

harmonis.

nyeraki : terampil dalam bidang seni menggambar, terampil dalam

pertukangan, menguasai sastra (teks).

ngapon :

memberikan pelapis untuk melindungi lukisan dari

kerusakan. Ngapon juga berfungsi untuk menetralisasi

warna dengan menggunakan lem putih yang dicairkan

atau dengan semir yang netral.

nadiang : setelah warna dihaluskan, diberikan berupa air untuk

melarutkan dicampur dengan ancur atau lem kayu,

langkah berikutnya adalah nedegan/nadiang menjadi

warna siap dipakai.

petites : hiasan ornamen yang terdapat pada dahi.

puputan : selesai (puput) yang dimaknai perang habis-habisan

sampai tuntas.

parbwayang : wayang (pada masa pemerintahan Raja Ugrasena)

praba : latar belakang. Praba dalam tokoh pewayangan diartikan

sebagai sinar suci, sedangkan pada bangunan diartikan

dinding yang di belakang disebut juga parba.

palelintangan : lukisan wayang yang meramalkan bintang

keberuntungan. Dalam lukisan dibagi menjadi dua belas

lintang sesuai dengan hitungan sasih.

palelindon : untuk mengetahui hari baik dan buruk (padewasan) yang

dalam lukisan dibagi menjadi tigapuluh kolom sesuai

dengan hitungan wariga (tahun Bali)

penelek : peralatan melukis tradisional yang terbuat dari bambu

ujungnya dibentuk pipih (penelek untuk molokan,

penelek untuk neling, penelek untuk nyawi).

pemutik/pengrupak : alat berbentuk seperti pisau belati, runcing bermata

tajam, kecil, pipih, dengan panjang ± 18 cm ditoreh-

torehkan pada daun lontar hingga membentuk lukisan

xxxi

wayang.

pepatran : motif tumbuh-tumbuhan (pepatran) juga digunakan

untuk menghias pinggiran, seperti motif samblung,

orlanda, dan wewanggan.

panca serada : lima kepercayaan dalam agama Hindu yaitu, percaya

dengan adanya Ida Sanghyang Widhi Wasa, percaya

dengan adanya atman, percaya dengan adanya

punarbawa, percaya dengan adanya samsara, dan

percaya dengan adanya karmapala.

rentet : kependek-pendekan. Proporsi rentet memberikan kesan

lukisan wayang kependek-pendekan. Biasanya

ditempatkan pada bidang yang memanjang.

ron-ronan : hiasan ornamen berupa ujung dari hiasan petitis pada

ujung silut karna.

selibah : hiasan kain yang digunakan pada bahu.

satyam, siwam,

sundaram :

konsep yang didasari atas penyatuan keberanian,

kejujuran, dan keindahan

sigar mangsi : memberikan gradasi penerapan warna sehingga terkesan

adanya dimensi.

sangku : tempat air suci (sangku sudamala)

sangging : sebutan untuk seniman pada era pramodern yang

mengabdikan keterampilannya sebagai persembahan

sepi ing pamerih : bekerja berdasarkan panggilan hati untuk persembahan

tanpa memikirkan imbalan berupa materi.

sekropak wayang : tempat untuk menyimpan wayang terbuat dari kayu.

sorgaloka : tempat bersemayamnya para dewa.

sulur pecung : motif ornamen yang distilir dari semak yang merambat.

suka tanpewali duka : perasaan senang yang abadi.

tukad : aliran air sungai yang bermuara ke lau.

ulap-ulap : rerajahan yang digunakan sebagai simbolik untuk

memohon perlindungan dari Ida Sanghyang Widhi Wasa.

xxxii

wong-wongan : wong artinya manusia dan wong-wongan artinya

menyerupai sosok manusia dan didukung alam

sekitarnya.

wewanggan : motif ornamen gabungan dari berbagai pepatran dari

berdaun satu, berdaun besar, berbunga, dan berbuah.

: