Adang Karyana - Klasifikasi Barang

95
Pendahuluan 1 PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Di Indonesia tugas untuk memungut dan mengamankan penerimaan negara dari sektor impor atau ekspor menjadi tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kegiatan lalu lintas barang impor atau ekspor dapat dijadikan alasan bagi suatu negara untuk memungut bea dan pajak untuk kepentingan kas negara. Untuk memudahkan penetapan tarif atas barang impor , barang harus diklasifikasi dalam satu sistem klasfikasi barang , dimana jenis barang yang ada di dunia ini disusun dan dikelompokkan secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan perdagangan. Sistem klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan perdagangan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia. Oleh karena itu setiap pegawai Bea dan Cukai seyogyanya mengetahui jenis dan jumlah setiap barang yang masuk maupun keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia B. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari bahan ajar ini, para Mahasiswa mampu mengklasifikasi berbagai jenis barang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dengan benar. C. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bahan ajar ini para Mahasiswa mampu: 1. menjelaskan Harmonized System 2. menjelaskan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 3. menjelaskan Asean Harmonized Tariff Nomenclature

Transcript of Adang Karyana - Klasifikasi Barang

Pendahuluan

1

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Di Indonesia tugas untuk memungut dan mengamankan penerimaan negara

dari sektor impor atau ekspor menjadi tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kegiatan lalu lintas barang impor atau ekspor dapat dijadikan alasan bagi suatu

negara untuk memungut bea dan pajak untuk kepentingan kas negara. Untuk

memudahkan penetapan tarif atas barang impor , barang harus diklasifikasi dalam

satu sistem klasfikasi barang , dimana jenis barang yang ada di dunia ini disusun dan

dikelompokkan secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan

perdagangan.

Sistem klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang

dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan

perdagangan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi

pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu setiap pegawai Bea dan Cukai seyogyanya mengetahui jenis dan

jumlah setiap barang yang masuk maupun keluar wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia

B. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari bahan ajar ini,

para Mahasiswa mampu mengklasifikasi

berbagai jenis barang berdasarkan Buku Tarif

Bea Masuk Indonesia dengan benar.

C. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bahan ajar ini para Mahasiswa mampu:

1. menjelaskan Harmonized System

2. menjelaskan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

3. menjelaskan Asean Harmonized Tariff Nomenclature

Pendahuluan

2

4. menjelaskan pengelompokan barang berdasarkan Harmonized System

5. menjelaskan jenis catatan dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

6. menjelaskan dan menerapkan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi

Harmonized System dalam mengklasifikasi barang

7. menerapkan tahapan dalam mengklasifikasi Barang

8. membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang

9. menjelaskan catatan penting dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Harmonized System

I.1

KEGIATAN BELAJAR I

HARMONIZED SYSTEM

A. Tujuan Intruksional Khusus Setelah mempelajari Bab 1 bahan ajar

ini, para Mahasiswa mampu menjelaskan:

1. sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

2. alasan penggunaan

3. tujuan Harmonized System

4. publikasi pelengkap Harmonized System

5. sistem pengkodean

B. Uraian Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat

secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan, transaksi

perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-

undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur

lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di

Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu

daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah

menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu:

a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan

Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.

b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak

tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.

Harmonized System

I.2

c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan

penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada

tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.

d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem

pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini

terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit

menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai

diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.

e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan

dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April

1987 sampai dengan 31 desember 1988. f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia

berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif

Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari

1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1989. Selanjutnya mulai

1 januari 1996 menggunakan BTBMI dengan HS versi 1996, mulai tanggal 1

Mei 2003 menggunakan BTBMI dengan HS versi 2002 dan BTBMI 2004

berdasarkan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature dengan HS tetap versi

2002. Saat ini menggunakan HS versi 2007 mulai 1 Januari tahun 2007

2. Alasan Penggunaan Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang

dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah

membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu

nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean,

tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan

negosiasi perdagangan.

Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu

nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang

dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih

dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan

hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang

dikenal dengan nama Konvensi HS.

Harmonized System

I.3

Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian

besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah

meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS

dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun

1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak

tanggal 1 Januari 1989.

3. Tujuan Harmonized System

Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia,

mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,

perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari

hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai

berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan:

a. Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat

secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.

b. Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan

dunia, dan;

c. Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen

jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif

pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.

d. Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan

perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola

perdagangan Internasional.

Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa

keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman

klasifikasi barang, yaitu:

a. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang

diperdagangkan secara internasional.

b. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara

internasional.

c. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti

oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.

Harmonized System

I.4

d. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang

benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

e. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat

digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan

sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan

oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya:

a. World Customs Organization (WCO).

b. The International Chamber or Shipping (ICS).

c. The International Air Transport Association (IATA).

d. The International Union Railway (IUR).

e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

4. Publikasi Pelengkap HS

Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang

digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi tersebut

juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

a. The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun

sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap

yang sangat penting dari HS.

Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan

interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian

anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum. Seiring

perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan

(amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca

Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam HS.

Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi keempat (tahun

2007) yang terdiri dari lima volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 – 28), Volume 2 (Bab 29- 43),

Volume 3 (Bab 44 – 70), Volume 4 (Bab 71 – 84) dan Volume 5 (Bab 85 – 97).

Harmonized System

I.5

b. The Alphabetical Index

Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau

sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan

buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index. Alphabetical Index

terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A – L) dan Volume II (M – Z).

c. Publikasi

Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of

Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam

bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan

Correlation Tables.

5. Sistem Pengkodean Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar,

yaitu:

a. Multipurpose nomenclature

HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk

keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam

bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, 5egara5ic, dan

sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party)

dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang lebih

spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan tetap

berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi tentang

pengklasifikasian suatu barang.

b. Structured nomenclature

HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan

1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan

Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos,

merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam. Ada tiga

Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan 99.

Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang, sedangkan Bab 98 dan

Harmonized System

I.6

99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party,

misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan

Bab 98 untuk keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut

kembali.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga

bagian utama atau integral, yaitu:

1) Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules

for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized

System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum

melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan HS. KUM

HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang.

Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas tersendiri.

2) Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.

3) Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode

nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem

penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-

digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

0 1 01 1 0 __ Bab (Chapter) 1 _______ Pos (Heading) 01. 01 ______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 10

1) Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu

diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada Bab

1.

2) Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada

contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.

3) Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di

atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.10.

Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10

Harmonized System

I.7

digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam

HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan

berikutnya.

C. Rangkuman a. Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat

secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi

perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2

Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995 sebagaimanan

telah diubah dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006. Pada saat ini

sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized

System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan

sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

b. Perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan

timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan

masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. WCO meluncurkan

HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988. HS

menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang.

c. Kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara

sistematis. Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem

penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut

dari sub-sub pos dalam HS.

D. Latihan 1

Harmonized System

I.8

Pertanyaan Jawaban

1. Apa yang dimaksud dengan Harmonized

System ?

1.

2. Landasan hukum penggunaan Harmonized

System sebagai dasar Sistem

pengklasifikasian pada BTBMI

2.

3. Apa tujuan Harmonized System 3.

4. Bagaimana sistem penomoran Harmonized

System ?

4.

5. Sebutkan bahan publikasi yang merupakan

pelengkap HS ?

5.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.1

KEGIATAN BELAJAR II

BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA

A. Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab II, para

Mahasiswa mampu menjelaskan:

1. dasar hukum penggunaan

2. struktur

3. kode penomoran dan pentakikan Buku Tarif

Bea Masuk Indonesia

B. Uraian 1. Dasar Hukum

Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah

berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang Kepabeanan, yang

kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan saat ini telah diamandemend dengan UU no. 17 tahun 2006 . Pasal 14

ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan bahwa “Untuk penetapan tarif Bea Masuk,

dan Bea Keluar barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang”.

Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan

klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan

memperhatikan:

a. Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional.

b. Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.

c. Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung

terciptanya perdagangan bebas.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.2

d. Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.

Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni

1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk

Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan “Untuk penetapan tarif

Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi

sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention The Harmonized

Commodity Description and Coding System beserta protocol-nya”.

Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang

sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30

April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang

aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini.

Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem

dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh Indonesia.

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993,

Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the

Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sebagai tindak lanjutnya ,

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16

Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur Klasifikasi

barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem

klasifikasi dari HS Convention.

Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah

mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS

versi 1992, menjadi “HS versi 1996”.

Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada

tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:

a. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.

b. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur

bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.

c. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang

Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang

Impor.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya

dijabarkan dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini BTBMI

1996 dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan

perkembangan kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007

menggunakan HS versi 2007 berdasarkan AHTN.

2. Struktur Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang

Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI

adalah buku tarif bea masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu,

beberapa tahun sebelum Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang

berlaku adalah BTBMI 2007 berdasarkan AHTN.

BTBMI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut

untuk digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia.

BTBMI mempunyai struktur sebagai berikut:

a. Kolom:

1) Kolom pertama adalah kolom “Pos/Subpos/Pos Tarif” yang mencantumkan

nomor pos/subpos sebagai berikut :

a) 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System-

World Customs Organization (HS-WCO);

b) 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;

c) 10 (sepuluh) digit merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa

Indonesia, kecuali:

(1) yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8711.10.11.00 ) berasal dari teks

AHTN;

(2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8713.10.00.00) berasal dari

teks HS – WCO.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.4

(3) 4 (empat), 6 (enam) dan 10 (sepuluh) digit pada bab 98 merupakan teks

berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia.

2) Kolom kedua adalah kolom “Uraian Barang” dalam bahasa Indonesia yang

disusun dengan pola sebagai berikut:

a) Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan terjemahan

dari teks HS-WCO;

b) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari teks

AHTN;

c) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari

uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali : yang 2 digit terakhirnya 00 (

misalnya 8708.99.11.00 berasal dari teks AHTN; yang 4 digit terakhirnya

00.00 ( misalnya 8713.10.00.00) berasal dari teks HS – WCO.

d) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian

barang dalam bahasa Indonesia.

3) Kolom ketiga adalah kolom “Description of Goods” dalam bahasa Inggris yang

disusun dengan pola sebagai berikut :

a) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-WCO

dalam bahasa Inggris;

b) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam

bahasa Inggris;

c) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari

teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :

(1) yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks

AHTN;

(2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan teks

asli

d) HS – WCO.

e) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian

barang dalam bahasa Indonesia.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.5

4) Kolom keempat adalah kolom “Bea Masuk Umum” yang mencantumkan

pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003

tanggal 18 Desember 2003;

5) Kolom kelima adalah kolom “Bea Masuk CEPT” yang mencantumkan

pembebanan tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-

negara ASEAN dalam rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember

2003;

6) Kolom keenam adalah kolom “PPN” yang mencantumkan pembebanan tarif PPN

berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;

7) Kolom ketujuh adalah kolom “PPnBM” yang mencantumkan pembebanan tarif

PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003 dan Nomor

355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;

8) Kolom kedelapan adalah kolom “Larangan/Pembatasan” yang mencantumkan

ketentuan larangan atau pembatasan barang impor berdasarkan Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/02/2001 dan tata niaga impor dan peredaran

bahan berbahaya tertentu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan

instansi teknis lainnya;

9) Kolom kesembilan adalah kolom “Keterangan” yang disediakan untuk

mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain

yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.

a) Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk

hal-hal sebagai berikut:

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.6

(1) Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos

tarif bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT;

(2) Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos

tariff bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM.

b) Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan

untuk hal-hal sebagai berikut:

(1) Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum”

berarti pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai

dengan 87.05;

(2) Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan

“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan

pemberlakuan ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap

sebagian jenis barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif

bersangkutan;

c) Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam

menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum

dalam Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam

menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan

Tambahan (SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN

dalam bahasa Inggris. Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya

BM, PPN, dan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan

Tata Niaga Impor) ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Perlu diingat bahwa selain BM yang tercantum dalam BTBMI, terdapat juga

BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri oleh Menteri Keuangan. Bea

Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 April 1996

berlandaskan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 dan Undang-Undang

Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.

3. Kode Penomoran dan Pentakikan

a. Sistem Penomoran

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.7

Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan

susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu

kepada AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos system nasional. Untuk

memahami system penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut:

0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan) 1) Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.

Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.

2) Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.

Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau

dingin.

3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada.

Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:

0705.10: - Selada

4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif

0705.19.00.00 : - - Lain-lain)

b. Sistem Takik

Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem

takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Pos (4-digit) tidak diberi takik.

2) Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).

3) Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).

4) Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian

seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang

sudah ada (pos tarif 0705.11.000):

07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin).

0705.10 - Selada

Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos tersebut

dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.8

0705.11.00.00 -- Selada kubis (selada bongkolan).

Apabila pos tarif 0705.11 dipecah lagi menjadi pos tarif yang lebih rinci, khusus

untuk negara Indonesia, maka digunakan pemecahan menggunakan tiga takik pada

digit 9 dan 10, misalnya:

0705.11.00.10 - - - Segar

0705.11.00.20 - - - Dingin

Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka: 0705.11.10.00 - - - Segar

0705.11.20.00 - - - Dingin

Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang dipecah

lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh:

1) sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian

barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi

0705.11 dan 0705.19.

2) Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-

lain. Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua

kelompok di atas (barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.

3) Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif)

dibagi atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu B

atau barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).

Contoh:

Barang tertentu A - barang tertentu B :

Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi ketimun

dan ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).

Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.

4) Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam.

Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.

Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat contoh

berikut:

39.01 -Polimer dari etilena, dalam bentuk asal.

3901.10 - Polietilena berat jenis kurang dari 0,94:

3901.10.30.00 - Dalam bentuk cair atau pasta

3901.10.90 - Lain-lain

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.9

3901.10.90.10 - Butiran

3901.10.90.90 - Lain-lain

3901.20.00.00 - Polietilena dengan berat jenis 0,94 atau lebih

Untuk pemecahan pos tarif, perhatikan dua digit terakhir.

5) Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, ..., 30;

6) Barang lainnya (lain-lain) diberi kode 90.

7) Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan, yaitu

menjadi 11, 12, ..., 19.

8) Demikian juga kode 90 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.

4. Arti kata “lain-lain”

Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk

menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata

“lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional

Untuk dapat memahami arti kata “Lain-lain” , perhatikan hal-hal berikut ini:

a. bandingkan kelompok barang “lain-lain” dimaksud dengan kelompok barang yang

setara.

b. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian

barang pada bab-bab terdahulu.

c. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian

barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.

d. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan

uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.

e. apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan

uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.

Metode di atas dapat difahami dengan lebih mudah apabila kita dapat

menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok

barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain yang

ingin kita ketahui.

Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain

dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:

A A1

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.10

A2

Lain-lain (1) B1

B2

Lain-lain (2) C1

C2

Lain-lain (3)

a. Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);

b. Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).

c. Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).

Cara membaca: a. Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).

b. Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).

c. Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.

Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2,

selain B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok barang

A selain A1 dan A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok

barang A selain A1 dan A2.

Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain

tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-lain

dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada judul

Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan catatan

Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.

Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat dalam

BTBMI:

a. Judul Bab

Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya ....

Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil

sudah jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI.

Secara lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi “Tekstil dan

barang tekstil, selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai dengan

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.11

Bab 62”. b. Judul Pos

Pos 01.06: Binatang hidup lainnya.

Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang

belum disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos

tersebut dapat diuraikan menjadi:

Binatang hidup,

1) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis lembu, selain

babi

2) selain biri-biri dan kambing

3) selain unggas dari jenis: ayam spesies Gallus domesticus, bebek, kalkun dan

ayam mutiara

c. Judul Sub Pos

Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain

Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis

lembu, hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara

lebih rinci uraian dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:

Binatang hidup

1) selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,

2) termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit

C. Rangkuman

1. Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the

Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. berdasarkan keputusan

Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Sebagai tindak lanjutnya

struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.12

mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention 2. Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan

susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 2 digit terakhir adalah

pecahan pos tarif nasional. Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga

menggunakan sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang 3. Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk

menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya.

Kata “lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional.

Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut

akan dapat dengan mudah dimengerti

D. LATIHAN

1. Menjawab Pertanyaan

Pertanyaan Jawaban

1. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 10

tahun 1995 sebagaimana telah diamandemen

dengan Undang-undang no. 17 tahun 2006

yang berkaitan dengan klasifikasi barang ?

1.

2. Apa isi Buku Tarif Bea Masuk Indonesia ?

2.

3. Apa yang dimaksud dengan sistem pentakikan

dalam penomoran HS ?

3.

4. Bagaimana cara membaca pengertian kata

“Lain-lain” dalam BTBMI ?

4.

5. Pada digit ke berapa angka yang dapat diubah

oleh ASEAN dan Indonesia ?

2. Betul atau Salah.

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.13

a. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S

apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1) ( B - S ) Untuk mengklasifikasi barang diperlukan data

mengenai nama, jenis dan spesifikasi lainnya secara akurat.

Informasi mengenai barang tersebut dapat kita peroleh melalui :

kondisi fisik, brosur, sertificate of analysis, label kemasan dan

data lainnya.

2) ( B - S ) Customs Cooperation Council di Brussels pada

tanggal 14 Juni 1983 menghasilkan Konvensi Internasional

tentang The Harmonized Commodity Description and Coding

System (HS) dan mulai berlaku di Indonesi sejak tanggal 1

Januari 1988

3) ( B - S ) HS bersifat harmonis karena standard

klasifikasi dan sistem kode penomoran barang digunakan untuk

berbagai kepentingan, seperti Pabean, statistik, perdagangan

internasional dan pengangkutan laut, udara dan kereta api.

Salah satu tujuan HS adalah untuk memberikan ketidak

seragaman secara internasional penggolongan barang dalam

tarif pabean

4) ( B - S ) Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi

pada setiap negara akan memperpanjang waktu untuk

penetapan bea masuk dan pengeluaran barang impor di

pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah untuk memberikan

keseragaman dalam mengklasifikasi barang guna memberikan

kemudahan pada perdagangan internasional

5) ( B - S ) Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur

HS terdiri dari : KUM HS ; Catatan Bagian, Bab dan

Subheading ; Heading, sub-heading dan penomoran hingga ke

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.14

Pos tarif (10 digit). Kekuatan hukumnya yang utama adalah

catatan dan uraian barangnya.

b. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf yang

terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan

sistem klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan UU no. 10

tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaiman telah diubah dengan UU no.

17 tahun 2006 pada :

a. pasal 14

b. pasal 15

c. pasal 16

d. pasal 17

2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai

berlaku secara internasional sejak :

a. tanggal 1 Januari 1989

b. tanggal 1 Agustus 1988

c. tanggal 31 Januari 1988

d. tanggal 11 Januari 1989

3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi

barang. Prosedur tahap pertama dalam mengklasifikasi barang ialah .........

a. memahami BTBM

b. mengidentifikasi jenis barang

c. menentukan klasifikasi dalam BTBMI

d. menentukan bea masuk

4. Penetapan jenis barang dilakukan dalam rangka .........

a. deskripsi barang

b. melihat bab terkait

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.15

c. penetapan tarif dan harga barang

d. menentukan pajak

5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia :

a. mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan RI

b. besaran bea masuk tetap sepanjang masa

c. selalu berubah sesuai keadaan

d. berpatokan kepada WCO dalam digit ke 5 dan 6

6. The Harmonized Commodity Description and Coding System atau HS,

diterbitkan oleh..

a. WTO

b. WCO

c. CCC

d. CTI

7. Untuk penetapan tarif bea masuk, saat ini Indonesia menggunakan

Harmonized System berdasarkan Harmonized System versi 2007 dan ....

a. Convensi Tariff Nomenclature

b. Asean Harmonized Tariff Nomenclature

c. Asean tariff commodity

d. Internasional Tariff Nomenclature

8. Sistem penomoran dalam BTBMI 2007 selain digunakan untuk keperluan

klasifikasi dan pembebanan tariff bea masuk atas barang impor, dapat

digunakan juga untuk …..

a. klasifikasi barang ekspor

b. pungutan yang berkaitan dengan ekspor

c. statistik dan perdagangan

d pernyataan a, b dan c benar

9. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia menggunakan HS versi 2007

Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

II.16

diberlakukan sejak tanggal :

a. 1 Januari 2002

b. 1 April 2003

c. 1 Januari 2004

d 1 Januari 2007

10. Lajur yang menunjukan besarnya tarif Bea Masuk pada BTBMI ada 2

buah, lajur CEPT digunakan bagi barang yang memiliki form D dan

berasal dari negara

a. Malaysia

b. ASEAN

c. Jepang

d. Eropa

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.1

KEGIATAN BELAJAR III

ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE

A. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari Bab III, Mahasiswa

mampu menjelaskan:

1. Latar belakang terjadinya Asean Harmonized

Tariff Nomenclature (AHTN)

2. Sasaran AHTN

3. Struktur B. Uraian

1. Latar Belakang

Dengan adanya Amandemen Harmonized System Tahun 2002, Menteri

Keuangan R.I. telah menetapkan kebijakan sistem klasifikasi dan pos tarif atas

barang impor yang baru sesuai dengan Amandemen HS 2002 melalui keputusan

nomor 96/KMK.01/2003 tanggal 13 Maret 2003 yang secara efektif mulai

diberlakukan pada tanggal 1 Mei 2003. Keputusan Menteri Keuangan tersebut

merupakan dasar Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2003.

Dalam perkembangan terakhir, sehubungan dengan telah ditandatanganinya

Protocol Governing the Implementation of the ASEAN Harmonized Tariff

Nomenclatur (AHTN) oleh Menteri Keuangan, maka seluruh negara anggota ASEAN

diwajibkan memberlakukan struktur klasifikasi AHTN. AHTN mempunyai struktur 8

digit (berbeda dengan struktur klasifikasi pada BTBMI 2003). Struktur klasifikasi

AHTN ini berlaku seragam untuk seluruh negara ASEAN. Indonesia akan

menerapkan AHTN dengan menambahkan dua digit terakhir untuk keperluan

statistik, sehingga yang akan diberlakukan adalah struktur klasifikasi berbasis AHTN

dengan komposisi 10 digit.

BTBMI 2004 yang berbasis AHTN disusun atas dasar adanya kesepakatan

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.2

ASEAN untuk menyusun “common harmonized tariff nomenclature”. Latar belakang

AHTN itu sendiri antara lain adalah adanya:

a. Kerjasama ASEAN di bidang Kepabeanan

b. Forum Pertemuan Tingkat ASEAN

c. Pertemuan Pembahasan AHTN

Protocol Government on the implementation of AHTN:

a. Disahkan oleh Menteri Keuangan ASEAN pada 7 th ASEAN Finance Ministers

Meeting yang diselenggarakan di Manila pada tanggal 7 s.d. 8 Agustus 2003.

b. Memuat ketentuan pokok pelaksanaan AHTN, salah satunya menegaskan

bahwa AHTN dilaksanakan selambat-lambatnya 1 Januari 2004.

2. Sasaran AHTN

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Protocol :

a. AHTN adalah sistem klasifikasi barang yang diterapkan secara seragam pada

negara anggota ASEAN yang dilaksanakan dengan prinsip Transparacy,

Consistency, Effisince dan Appeals.

b. Salah satu kewajiban negara anggota ASEAN adalah harus menerapkan AHTN

sampai dengan tingkat 8-digit untuk tarif semua transaksi perdagangan, untuk

pengumpulan data statistik dan tujuan lainnya.

c. Negara-negara anggota ASEAN dapat memecah AHTN pada level 8-digit untuk

pengumpulan data statistik atau tujuan non-tarif lainnya.

ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) adalah harmonisasi sistem

klasifikasi barang yang akan diberlakukan di negara-negara anggota ASEAN mulai

tanggal 1 Januari 2004.

AHTN adalah pengembangan dari sistem klasifikasi barang berdasarkan HS

berupa penambahan 2 digit setelah 6-digit HS melalui prinsip :

a. Nilai perdagangan dipakai sebagai kriteria (US $ 1 juta/tahun)

b. Menghilangkan pos tarif untuk kepentingan importir

c. Menghindarkan pos tarif “pemakaian akhir (end-use)”

d. Menggunakan prosedur kepabeanan yang normal untuk kasus khusus

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.3

(misal; larangan, pembebasan diplomatik)

e. Mengelompokkan ke dalam satu pos tarif bila bea masuk untuk sejumlah produk

tertentu sama

f. Menyederhanakan uraian barang dan ketentuan dalam Catatan Penjelasan

Tambahan/ Suplementary Explanataory Notes (SEN)

3. Sasaran Penerapan AHTN a. Mempermudah dan menyederhanakan transaksi perdagangan di ASEAN

b. Membuat ketentuan yang jelas dan transparan yang mengatur penerapan AHTN,

Catatan Penjelasan, serta amandemen

c. Meningkatkan transparansi dalam proses klasifikasi barang di ASEAN

d. Menciptakan Nomenklatur yang sesuai dengan standar internasional

e. Menyederhanakan Nomenklatur

4. Struktur BTBMI 2004 Sedangkan penerapan pada AHTN, sistem klasifikasi barang impor negara

ASEAN sepakat untuk menggunakan 2-digit tambahan untuk keperluan nasional,

sehingga BTBMI 2004 mempunyai struktur 10-digit.

XXXX.XX.XX.XX

Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tarif dan uraian barang, dan termasuk

besarnya pembebanan tarif Bea Masuk pada 2-digit pos tarif nasional tersebut tetap

terikat pada 8-digit subpos ASEAN termasuk perubahannya.

Materi pokok BTBMI-2004 terdiri atas :

6-digit Subpos HS WCO

Pos tarif nasional

Subpos ASEAN

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.4

a. Sistem klasifikasi barang impor ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.01/2003 tanggal 18

Desember 2003;

b. Pembebanan tarif bea masuk atas barang impor yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

547/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;

c. Pembebanan tarif bea masuk atas barang impor dalam rangka skema

Common Effective Preferential Tariff (CEPT) for AFTA ditetapkan

berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;

d. Besarnya pembebanan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan

berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18

tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);

e. Pembebanan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditetapkan

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003

dan Nomor 355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;

f. Ketentuan larangan/pembatasan impor barang tertentu yang antara lain

ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor 230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

751/MPP/KEP/11/2002 dan tata niaga impor dan peredaran bahan

berbahaya tertentu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 418/MPP/KEP/6/2003 tanggal 17

Juni 2003 serta peraturan instansi teknis lainnya;

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.5

g. Catatan Penjelasan Tambahan (Supplementary Explanatory Notes/SEN)

yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Buku Tarif Bea

Masuk Indonesia 2004 digunakan sebagai pelengkap untuk memberikan

penjelasan teknis terhadap barang-barang tertentu yang diuraikan dalam

BTBMI 2004.

Tabel III-1

Perbandingan Struktur Klasifikasi dan Pos Tarif

BTBMI 2003 BTBMI 2004

Bagian 21 21

Bab 98 98

Pos (4 digit) 1.247 1.247

Subpos WCO (6 digit) 5.225 5.225

Subpos AHTN (8 digit) 10.689

Pos Tarif (9 digit) 7.548 -

Pos Tarif (10 digit) 11.165

Tabel III-2

Perbandingan Struktur Tarif Bea Masuk Umum

Bea Masuk

(%) BTBMI 2003 BTBMI 2004

0

1.638 21.70%

2.333

20,90

%

5

3.477 46.07%

4.338 38,85

%

10

1.173 15.54%

1.709 15,31

%

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.6

15

984 13.04%

1.569 14,05

%

20 145 1.92% 307 2,75%

25 36 0.48% 340 3,05%

30 5 0.07% 11 0,10%

35 5 0.07% 24 0,21%

40 12 0.16% 115 1,03%

45 16 0.21% 190 1,70%

50 3 0.04% 11 0,10%

60 4 0.05% 18 0,16%

65 3 0.04% 8 0,07%

70 2 0.03% 16 0,14%

75 1 0.01% 5 0,05%

80 3 0.04% 74 0,66%

90 3 0.04% 6 0,05%

170 23 0.30% 48 0,43%

Rp. 430/kg 5 0.07% 20 0,18%

Rp. 550/kg 1 0.01% 1 0,01%

Rp. 700/kg 6 0.08% 5 0,05%

(*) 3 0.04% 17 0,15%

Total 7.548 100,00%

11.165 100,00%

(*) pos tarif yang pembebanan bea masuk-nya

mengikuti jenis barangnya (8706.00, 8707.10 dan

8707.90)

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.7

Tabel III-3

Perbandingan Struktur Tarif Bea Masuk CEPT

Bea Masuk (%)

BTBMI 2003 BTBMI 2004

0

4.037

53.48%

5.091

45.60%

2.5 304 4.03% 505 3.04%

5 3.088 40.91% 5.432 48.65%

- 119 1.58% 137 1.23%

Total 7.548 100,00% 11.165 100,00%

Tabel III-4

Format BTBMI 2004

Pos/Subpos Heading/

Subheading

URAIAN BARANG

DESCRIPTION OF GOODS

Bea Masuk Import Duty

PajakTax Larangan/

Pembatasan Prohibited/ Restricted

Ket. Umum

General

C E P T

PPN VAT

PPnBM Sales

Tax On

C. Rangkuman

Asean Harmonized Tariff Nomenclature

III.8

BTBMI 2004 yang berbasis AHTN disusun atas dasar adanya kesepakatan

ASEAN untuk menyusun “common harmonized tariff nomenclature”. Latar belakang

AHTN itu sendiri antara lain adalah adanya: kerjasama ASEAN di bidang

kepabeanan, forum pertemuan tingkat ASEAN dan pertemuan pembahasan AHTN

Catatan Penjelasan Tambahan (Supplementary Explanatory Notes/SEN) yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2004

digunakan sebagai pelengkap untuk memberikan penjelasan teknis terhadap

barang-barang tertentu yang diuraikan dalam BTBMI 2004.

D. Latihan 4

Pertanyaan Jawaban

1. Sebutkan alasan adanya AHTN ? 1.

2. Jelaskan manfaat adanya AHTN bagi

Indonesia ?

2.

3. Sebutkan yang dimaksud dengan SEN ? 3.

4. Bagaimana pemanfaatan SEN dalam

engklasifikasi ?

4.

5. Jelaskan perbedaan struktur BTBMI 2004

dengan BTBMI sebelumnya dalam hal bea

masuk ?

5.

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.1

KEGIATAN BELAJAR IV

PENGELOMPOKAN BARANG MENURUT HARMONIZED SYSTEM

A. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari Bab IV, Mahasiswa

mampu menjelaskan:

1. gambaran umum perbagian dari Harmonised

System

2. hubungan antar bab

3. pengelompokan bab berdasarkan Harmonized

System

B. Uraian

1. Gambaran Per Bagian Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab (dan

bab 77 sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21 bagian.

Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya, yaitu bahan

baku (raw material), bahan yang tidak atau belum dikerjakan (unworked products),

barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi (finished products).

Sebagai contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1, jangat dan kulit

binatang pada Bab 41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64. Urutan

pengelompokan ini juga berlaku untuk bab dan pos. Di bawah ini disajikan urutan

pengelompokan barang dalam HS/BTBMI. Bagian I mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan,

produk susu, telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang tidak

dapat dimakan). Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari bagian I

dan diklasifikasikan pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat, kulit, bulu dan

barang terbuat daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII). Bab 1 sampai dengan

bab 24 (Bagian I sampai dengan Bagian IV) mencakup produk-produk pertanian

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.2

dalam arti luas.

Bagian II mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak

(tanaman, biji-bijian, sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis

minyak dan lemak tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang

termasuk bagian I dan II belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai tahap

tertentu (dengan beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah mengalami

proses lebih lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21. Contohnya,

produk makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada Bagian IV.

Bagian III hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak

hewani dan nabati dan produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).

Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya minyak

goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak menguap,

karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai minyak atsiri.

Bagian IV mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan tembakau,

bersama-sama dengan produk industri makanan yang tidak dicakup bab-bab

sebelumnya. Bab 16 meliputi daging atau ikan yang telah mengalami proses lebih

lanjut, diantaranyadi goreng, dikukus atau diawetakan secara permanen. Bab 17

meliputi gula dan bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan dan karamel. Berbagai

jenis gula yang murni secara kimiawi diklasifikasikan pada Bab 29. Demikian juga

bahan pemanis tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin dan dulcin.

Hubungan Bagaian I Dengan Bagian IV:

Bagian

I & II

Diproses lebih lanjut

> Bagian IV

*Bab 2 (Daging) > Bab 16

Bab 3 (Ikan)

*Bab 4 (Susu) > Bab 19

Bab 10 (Serealial)

Bab 11 (Produk gilingan)

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.3

*Bab 7 (Sayuran) > Bab 20

Bab 8 (Buah-Buahan)

Bagian V mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik seperti

tanah, batuan pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26 , dan sumber bahan

organik pada Bab 27 seperti batu bara, dan minyak bumi.

Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi produk

tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam keadaan

mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau saringan.

Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan

sebagai bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan hasil

bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan hasil

pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau batu

permata digolongkan pada Bab 71. Bagian VI mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal (primary

form) maupun produk-produk industri kimia seperti produk farmasi, pupuk, sabun,

kosmetik, cat, bahan peledak, dan lain-lain.

Bagian VII mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet dan

produk dari karet (bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari plastik

dan karet buatan banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan teknologi,

maka produk barang-barang tersebut semakin bervariasi dan bertambah jenisnya.

Karena kemajuan teknologi pembuatan barang, maka pengenalan dan proses

pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit, khususnya dalam rangka klasifikasi

barang.

Bagian VII mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari karet.

Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik) dan bab

40 (Karet dan Barang Dari Karet).

Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah:

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.4

BAB 39 BAB 40

Plastik dan barang dari plastik Karet dan barang dari karet

Sub-bab 1

3901-3911 : Polimer buatan 4001-4002 : Bahan karet

3912-3913 : Polimer alami 4003 : Karet pugaran

3914 : penukar ion 4004 : Sisa, Reja

Sub-bab 2

4005 : Coumpond

3915 : Sisa, reja.... 4006 :Tidak divulkasnisasi

3916-3921 : Barang setengah jadi 4007-40016 : Barang setengah jadi

3922-3924 : Barang jadi 4017 : Karet keras

Bagian VIII mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang

seperti jangat dan kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42), kulit

berbulu, termasuk kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos 42.01 dan

42.02 juga mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit. Bagian IX mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan

barang dari kayu (bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang

kerajinan tangan (bab 46). Namun, beberapa produk seperti furniture diklasifikasikan

di bab lain (bab 94).

Bagian X juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu

pulp (bab 47), kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48), dan

produk industri percetakan (bab 49). Bagian XI mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai dengan

pakaian dan permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat bila

diproses akan menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau produk

tekstil lainnya. Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan buatan

manusia. Serat dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat kapas, flaks,

rami, henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan misalnya bulu domba

atau bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu kambing Angora (Mohair) dan

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.5

sutera.

Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat sintetik

dan serat artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia. Untuk

memahami ini lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam hubungan

bahan polimer seperti poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya, sedangkan serat

tiruan digunakan dalam hubungan untuk bahan dari rayon viskosa, asetat sellulosa,

dan semacam itu.

Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang.

Ada dua sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu :

a. Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)

b. Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)

Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin

tenun melalui cara menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain. Benang

tersebut biasa disebut sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau dalam mesin

rajut adalah yang bergerak menyilang benang lusi atau sesuai arah lebar kain. Kain

rajut dibuat dengan jalan menjeratkan benang satu dengan yang lain atau pada

benang itu sendiri, contohnya kaos, T shirt dan kain katun (lihat Bab 60 tentang jenis

kain ini).

Bagian XII mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65),

payung, tongkat jalan, dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga

buatan, dan barang dari rambut manusia (bab 67). Bagian XIII mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips, plaster,

semen, dll. (bab 68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab 70). Bagian XIV mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu mulia,

logam mulia, perhiasan, dan uang logam.

Bagian XV mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya.

Namun demikian bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang termasuk

dalam bab-bab di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).

Bagian XVI mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik.

Bagian ini mempunyai pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan

bagian lainnya. Bagian XVII mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi

lainnya (kereta api, kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.6

Bagian XVIII mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran,

kontrol, medis, atau bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92). Bagian XIX hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.

Bagian XX mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan

nama iluminasi, dan bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan permainan,

dan peralatan olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang hasil pabrik (bab

96).

Bagian XXI hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni, barang

kegemaran kaum pengumpul, dan barang antik.

2. Hubungan Antar Bab

Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita dapati

bahwa terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau beberapa bab

lainnya. Hal ini dapat difahami mengingat antara bab satu dengan bab lainnya

kadang-kadang mencakup barang yang mengandung bahan yang sama atau

merupakan proses lebih lanjut dari barang dalam bab sebelumnya.

Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum. Perlu diingat

bahwa judul bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara hukum.

Dengan demikian dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas termasuk

dalam suatu bab ternyata diklasifikasikan pada bab lain.

Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab dalam

HS:

a. Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup. Namun kuda hidup yang digunakan

dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab 95 (pos 95.08).

b. Daging pada Bab 2 hanya terhadap pengolahan terbatas seperti : segar, dingin,

diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara dan

mengalami pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka

diklasifikasikan pada bab 16.

c. Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual oleh

tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk ditanam

atau dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah atau buah

berbonggol dan umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang diawetkan

dengan cuka atau dengan cara lain misalnya masuk Bab 20.

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.7

d. Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi apabila

kembang gula tersebut mengandung kokoa, maka harus diklasifikasikan olahan

makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos 18.06).

Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik). Namun

apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit monomer

(n) 5 atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik). Barang dari

plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk barang yang khusus

dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut diklasifikasikan di bab-bab lain.

Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab 90), kotak jam dari plastik (bab

91), furniture dari plastik (bab 94), dan sebagainya.

e. Mesin dan peralatan mekanis diklasifikasikan pada bab 84 sedangkan mesin dan

peralatan listrik diklasifikasikan pada bab 85. Namun demikian, beberapa mesin

dan peralatan tertentu tetap diklasifikasikan pada bab 84 meskipun elektrik,

seperti mesin dengan motor listrik, mesin pada pos 84.03 (electric central heating

boiler) dan pos 84.19 (wood dryer), dan beberapa mesin lainnya.

Contoh di atas adalah sebagian kecil contoh keterkaitan antar bab dalam HS.

Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan dengan rinci keterkaitan antas bab

dalam diktat ini. Untuk mengetahui keterkaitan antara bab satu dengan bab lainnya,

kita dapat melihat di catatan bab maupun catatan bagian. Untuk itu membaca

catatan bab maupun catatan bagian merupakan kewajiban sebelum kita

mengklasifikasikan suatu barang pada pos tertentu.

3. Pengelompokan Bab

Bagian I Binatang Hidup; Produk Hewani

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.8

Bab

1. Binatang hidup

2. Daging & sisanya yang dapat dimakan

3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya yang tidak

bertulang belakang

4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat

dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.

5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya

Bagian II

Produk Nabati

Bab

6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga

potong dan daun untuk hiasan

7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan

8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon

9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah

10. Gandum-ganduman

11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.

12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-

macam butir, biji dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan

makanan ternak.

13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya

14. Bahan nabati untuk anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau

termasuk pos lainnya

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.9

Bagian III Minyak dan lemak hewani atau nabati dan

Produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan;

Malam hewani atau nabati

Bab 15

(Judul Bab sama dengan Bagian)

Bagian IV

Bahan makanan olahan; minuman, minuman keras

Dan cuka, tembakau dan tembakau pengganti, buatan

Bab

16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau

dari binatang air yang tidak bertulang belakang

17. Gula dan kembang gula

18. Kakao & olahan kakao

19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri kue.

20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.

21. Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan

22. Minuman, minuman keras dan cuka

23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan

24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.

Bagian V

Produk mineral

Bab

25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.

26. Bijih logam, terak dan abu

27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya; bahan

mengandung bitumen; malam mineral

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.10

Bagian VI Produk industri kimia dan industri yang ada

hubungannya dengan industri kimia

Bab

28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam mulia,

dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop

29. Bahan kimia organik

30. Produk farmasi

31. Pupuk

32. Ekstrak bahan samak atau bahan celup; bahan samak dan turunannya;

bahan celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan vernis; dempul

dan damar lainnya; tinta

33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat

pewangi

34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat

pencuci, preparat pelumas, malam tiruan, malam olahan, preparat pelumas

atau pembersih, lilin dan barang semacam itu, pasta untuk membuat

model, “malam untuk mencetak gigi” dan preparat untuk gigi dengan bahan

dasar gips.

35. Zat albumina ; modifikasi pati ; perekat ; enzim

36. Bahan peledak; produk piroteknik; korek api; paduan piroforik; olahan

tertentu yang mudah terbakar

37. Barang fotografi atau sinematografi

38. Aneka produk kimia

Bagian VII

Plastik dan barang dari plastik ;

Karet dan barang dari karet

Bab

39. Plastik dan Barang dari plastik

40. Kulit dan Barang dari Kulit

Bagian VIII

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.11

Jangat dan kulit mentah, kulit samak, kulit berbulu dan

barang daripadanya; saddlery dan harness; barang untuk bepergian, tangan

dan kemasan semacam itu; dari usus binatang (selain benang ulat sutra)

Bab

41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak

42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian kuda;

barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang

dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)

43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan

Bagian IX

Kayu dan barang dari kayu; arang kayu;

gabus dan barang dari gabus; barang dari jerami, dari rumput esparto atau

dari bahan anyaman lainnya; dan barang anyaman

Bab

44. Kayu dan barang dari kayu; arang kayu

45. Gabus dan barang dari gabus

46. Barang dari jerami, dari rumput esparto atau dari bahan anyaman lainnya;

keranjang dan barang anyaman

Bagian X

Pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya;

Kertas atau kertas karton yang dipulihkan (sisa dan skrap);

kertas dan kertas karton serta barang daripadanya

Bab

47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau

kertas karton (bekas dan sisa) yang diperoleh

48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas

karton

49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.12

percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana

Bagian XI Tekstil dan Barang dari Tekstil

Bab

50. Sutera

51. Wool, bulu hewan halus atau

kasar; benang bulu kuda dan

kain tenunan

52. Kapas

53. Serat tekstil dari nabati lainnya ;

benang kertas dan tenunan dari

benang kertas

54. Filamen buatan

55. Serat staple buatan

56. Gumpalan, kain kempa dan bukan

tenunan; benang khsusu; benang

pintal, tali tambang dan kabel dan

barang-barangnya

57. Permadani dan tekstil penutup lantai

lainnya

58. Kain tenunan khusus; kain tekstil

berjumbai; renda; permadani; hiasan;

sulaman

59. Kain tekstil diresapi, dilapisi, ditutupi

atau dibuat berlapis-lapis; barang

tekstil dari jenis yang cocok untuk

digunakan dalam industri

60. Kain rajutan atau kain kaitan

61. Barang dan perlengkapan pakaian, rajutan atau kaitan

62. Barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait

63. Barang tekstil sudah jadi lainnya, setelan; pakaian bekas dan barang tekstil

bekas; gombal

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.13

Bagian XII

Alas kaki, tutup kepala, payung, payung panas, tongkat jalan,"

tongkat duduk, cambuk, pecut dan bagiannya;"

bulu unggas olahan dan barang dibuat daripadanya;

bunga tiruan; barang dari rambut manusia

Bab

64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang

semacam

65. Tutup kepala dan bagiannya

66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan

bagiannya

67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu

unggas atau bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut

manusia

Bagian XIII

Barang dari batu, plester, semen, asbes, mika atau"

dari bahan semacam itu; produk keramik;

kaca dan barang dari kaca

Bab

68. Barang dari batu, gips, semen, asbes, mika atau bahan semacam itu

69. Produk keramik

70. Kaca dan barang dari kaca

Bagian XIV

Mutiara alam atau mutiara budidaya, batu mulia atau batu semi mulia,"

logam mulia, logam mulia kerajang,dan barang daripadanya;

perhiasan imitasi; koin. Mutiara alam dan mutiara budidaya, batu permata

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.14

Bab

71

(Judul Bab sama dengan judul Bagian)

Bagian XV

Logam tidak mulia dan barang dari logam tidak mulia

BAB

72. Besi dan baja

73. Barang dari besi dan baja

74. Tembaga dan barang terbuat dari

tembaga

75. Nikel dan barang terbuat dari nikel

76. Aluminium dan barang terbuat dari

aluminium

78. Timah hitam dan barang terbuat dari

timah hitam

79. Seng dan barang terbuat dari seng

80. Timah dan barang terbuat dari timah

81. Logam tidak mulia lainnya; sermet;

barangnya

82

Perkakas, peralatan, barang

tajam,sendok dan garpu, dari logam

tidak mulia; bagian

bagiannya dari logam tidak mulia

83

Bermacam-macam barang

dari logam tidak mulia

Bagian XVI

Mesin dan peralatan mekanis; perlengkapan elektris; bagian daripadanya;

perekam dan pereproduksi suara, perekam dan pereproduksi gambar dan

suara televisi, dan bagian serta aksesori dari barang tersebut

Bab

84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya

85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan pesawat

reproduksi suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan suara

untuk televisi, dan bagian serta perlengkapan dari barang yang semacam itu

Bagian XVII

Kendaraan, kendaraan udara, kendaraan air

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.15

dan perlengkapan pengangkutan yang berkaitan

Bab

86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan

bagiannya; alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan

bagiannya; perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis

(termasuk elektronik)

87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian

serta perlengkapannya

88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya

89. Kapal, bahtera, dan bangunan terapung

Bagian XVIII

Instrumen dan aparatus optis, fotografi, sinematografi, pengukur,

pemeriksa, presisi, medis dan bedah; jam dan arloji;

instrumen musik; bagian dan aksesorinya

Bab

90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi,

kedokteran dan bedah; bagian dan perlengkapannya

91. Lonceng dan arloji dan bagiannya

92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu

BAGIAN XIX

Senjata dan amunisi; bagian dan aksesorinya

Bab

93

(judul sama dengan judul Bagian)

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.16

BAGIAN XX

Bermacam-macam barang hasil pabrik

BAB

94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan

kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau

termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi dan

semacam itu; bangunan prefabrikasi

95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan

kelengkapannya

96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain

Bagian XXI

Karya seni, barang kolektor dan barang antik

Bab

97

(Judul Bab sama dengan Bagian)

C. Rangkuman

BTBMI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan 77 dan bab 78 sampai

dengan bab 98. Urutan pengelompokan barang umumnya didasarkan atas bahan

dasar, proses setengah jadi dan barang jadi. Pengelompokan barang ini berawal

dari binatang, hewani, nabati mineral dan selanjutnya kepada bahan kimia dan

produknya. Terakhir dengan mesin, kendaraan, barang presisi, barang untuk

kemanan dan barang kelontong. Pemahaman pengelompokan barang akan

mempermudah dan mempercepat dalam mengklasifikasi.Sebaiknya seorang

klasifikator yang bak akan memahami pengelompokan jenis barang dalam BTBMI

Pengelompokan Barang Menurut Harmonized System

IV.17

D. LATIHAN 4

Pertanyaan Jawaban

1. Sebutkan pos saja untuk barang mentega dan

margarin ?

1.

2. Daging sapi yang diolah sederhana masuk

pos berapa ? Bagaimana bila telah dikukus

masuk Bab berapa ?

2.

3. Sebutkan posnya saja batu pualam yang

masih bongkahan dan yang telah jadi ubin ?

3.

4. Sebutkan pengelompokan bahan kimia pada

Bagian VI BTBMI

4.

5. Sebutkan Bagian dan Bab dari mesin dan

barang elektronik

5.

Jenis Catatan

V.1

KEGIATAN BELAJAR V JENIS CATATAN

A. Tujaun Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bab V, para

Mahasiswa mampu menjelaskan jenis catatan

definitif, eksklusif, ilustratif dan penjelasan

dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

B. Uraian

Disamping Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System,

catatan dalam HS merupakan bagian integral yang harus diperhatikan benar-benar.

Catatan tersebut mempunyai kekuatan hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos.

Harmonized System mempunyai catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos.

Catatan-catatan tersebut dapat dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu catatan definitif,

eksklusive, illustratif dan penjelasan:

1. Catatan Definitif

Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau

sekumpulan pos tertentu.

Contoh: Catatan 4 Bab 30:

Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus diklasifikasikan dalam

pos tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur ini:

a. Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat

kertas steril untuk penutup luka bedah;

b. Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;

c. Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;

d. …

Jenis Catatan

V.2

e. …

f. …

g. …

h. Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh sperma.

2. Catatan Eksklusif Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan

memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.

Contoh: Catatan 1 Bab 2:

Bab ini tidak meliputi:

a. Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan 02.08,

atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi manusia;

b. Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau darah

binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau

c. Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).

3. Catatan Ilustratif Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang

perlu dijabarkan lebih lanjut.

Contoh :

Catatan 3 Bab 42:

Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah “barang pakaian dan perlengkapan pakaian”

berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan olah raga), apron

dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat pinggang, tali sandang dan

semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji tangan (pos no. 91.13).

4. Catatan Lain-lain

Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat

teknis.Contoh:

a. Catatan 2 Bab 3:

Dalam Bab ini pengertian “pellet” adalah produk-produk yang telah

diaglomerasi baik secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan

penambahan sejumlah kecil bahan pengikat.

Jenis Catatan

V.3

b. Catatan 1 Bab 9:

Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan 09.10

harus diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan

dalam pos itu;

2) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus

digolongkan dalam pos no. 09.10.

Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari pos no. 09.04 sampai

dengan 09.10 (atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di

atas) tidak mempengaruhi penggolongannya asalkan…..

c. Catatan 2 Bagian XV:

Dalam seluruh Nomenklatur, istilah “bagian untuk pemakaian umum” berarti:

1) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang

semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;

2) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas

untuk lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan

3) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca

dari logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan

dalam pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah termasuk

uraian tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan di atas.

Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab 83,

barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan 76 Bab

78 sampai dengan 81.

Membaca dengan teliti dan memahami catatan-catatan di atas, termasuk

KUM HS, Explanatory Notes, dan uraian pada pos, sub-pos, dan pos tarif yang

berkaitan dengan barang yang akan diklasifikasikan merupakan syarat mutlak yang

harus dilakukan agar klasifikasi yang dilakukan benar-benar akurat.

Mengklasifikasi barang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mencari satu

pos tertentu saja. Untuk beberapa hal cara seperti ini mungkin berhasil namun labih

banyak risiko kegagalannya. Tatacara mengklasifikasi harus diikuti dengan urut agar

Jenis Catatan

V.4

benar-benar diperoleh hasil yang akurat.

C. Rangkuman Catatan merupakan pintu gerbang dalam memasuk bagian dan bab dalam

BTBMI. Secara garis besarnya pintu gerbang tersebut akan mengatur tentang suatu

barang yang boleh dimasukan, dikeluarkan, atau dikeluarkan sebagian serta

penjelasan lainyya. Hal ini diperlukan agar jangan sampai salah dalam

menempatkan pengelompokan barang sesuai Harmonized system. Secara singkat

jenis catatan tersebut meliputi, catatan definitive, eksklusive, illustratif, dan

penjelasan.

D. Latihan 5

No Pertanyaan Jawaban

1. Sebutkan contoh catatan definitif pada Bab

39 ?

2 Sebutkan contoh catatan ekslusif pada Bab

71 ?

3 Sebutkan catatan ilustratif pada pada Bagian

VIII ?

4 Sebutkan jenis catatan apa pada catatan 4

bab 30

5 Sebutkan jenis catatan lain nya pada bab 30

selain catatan pada soal no. 4

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.1

KEGIATAN BELAJAR VI

KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED

SYSTEM

A. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari Bab VI, para Mahasiswa

mampu mempraktikan Ketentuan Umum untuk

Menginterpretasi Harmonized System nomor 1, 2a, 2b,

3a, 3b, 3c, 4, 5a, 5b dan 6 dengan benar.

B. Uraian Materi

1. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System Nomor 1 Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)

merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu

kompleksnya teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman

dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan klasifikasi

barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus dipergunakan.

Untuk itu, marilah kita pelajari satu-persatu enam butir KUM HS tersebut.

KUM HS 1 :

Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan

referensi saja; untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian yang

terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta

menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak

menentukan lain :

Penjelasan:

HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.2

banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan

persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena

sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani

tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada

bab 50.

Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan

hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau pos

yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum adalah

pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian pos dan

catatan-catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos dan catatan-

catatan tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak bisa digunakan

barulah digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2 Bab 31

menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak boleh

diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Gambar V.1.

Keledai

Spesifikasi keledai :

a. jenis keledai

b. umur 2 tahun

c. dapat mendemontrasikan beberapa

permainan dalam pertunjukan sirkus

Pengklasifikasian apakah pada bab 1 atau

bab 95

Perhatikan gambar keledai yang biasa

digunakan untuk sirkus.

Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup

sirkus dari jerman ?

2. KUM HS 2 KUM HS 2 a :

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.3

Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi

juga referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung,

asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung

tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau

rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut

dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat

digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum

dirakit atau terbongkar.

Penjelasan: Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap

atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai

barang lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor

dalam keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun

tetap dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.

Gambar V.2.

Sepeda

Spesifikasi : Sepeda merk :”Bamby”

a. Ada alat perubah kecepatan

b. memiliki laher dalam as ban

c. bisa dikendarai oleh orang tua

maupun anak-anak namun tidak

ada spakboard

Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila

sepeda tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan

terurai Contoh kasus : Kertas karton dalam bentuk lembaran, ada 6 bidang ukuran 20 x 15 cm

digunakan sebagai box atau kemasan makanan kecil

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.4

KUM HS 2 b : Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga

meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan

bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu harus

dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri

dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan atau zat

harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.

Penjelasan:

Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan

berdasarkan KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit

vitamin, maka pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ? karena

sifat sebagai susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos

atau catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-

lard oil, ...tidak diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah menyebutkan

bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak berlaku.

Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang

seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus digunakan

KUM HS 3).

Gambar V.3. Tutup botol terpasang pada botol

Spesifikasi tutup botol : Terbuat dari gabus; bagian

luarnya dilapisi plastik. Bagaimana

pengklasifikasian tutup botol tersebut, apakah pada

bab 45 atau bab 39. Perhatikan sumbat botol

diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas dilapis plastik ?

Contoh kasus

Minuman susu yang berisi vitamin C

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.5

3. KUM HS 3 : Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain,

barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau

lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut:

Penjelasan: KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.

Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru kemudian

KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan apabila uraian

pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, catatan 4(b)

bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos 97.01 sampai dengan

97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan pada pos terdahulu

awal (berarti bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak

berlaku. KUM HS 3 a :

Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan

dari pos yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua

pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan

atau zat yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau

hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran atau

barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set yang

disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap setara

sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos tersebut

memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

Penjelasan:

Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian

yang lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos

yang menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan

pada pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau

sebagai bagian dari mesin pada pos 8409, namun diklasifikasikan pada pos 8421

pada saringan yang uraian barangnya lebih rinci.

Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih

diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted textile

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.6

for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.

Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat

yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item

dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan

digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos

lainnya.

KUM HS 3 b : Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang

berbeda atau yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan

dalam set untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan

referensi 3 (a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen yang

memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat diterapkan.

Penjelasan: KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri

dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang

berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan

bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.

Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character) pada KUM

HS ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan

bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.

KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu

sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama

membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah. Contoh,

rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.

Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan

eceran yaitu:

a. Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).

b. Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.

c. Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-

eat-meal).

Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir

(96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas

dalam tas kulit (42.02) diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan komponen

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.7

yang memberikan sifat utama).

KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian

yang dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam

proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).

Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika belum

dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap, bumbudan bahan

lainnya. Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam keadaan mentah atau dalam

bungkusan ?

KUM HS 3 c:

Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau

3(b), maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir

berdasarkan urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai

pertimbangan yang setara.

Penjelasan: Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan

pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi

terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari

bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos

83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus

diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.

Gambar V.4

Van Belt

Spesifikasi barang :

a. Van belt merk : :”Ando”

b. mengandung bahan plastik dan karet

yang sama tebal

c. memiliki kekuatan sama pada lapisan

karet dan plastik

Perhatikan vanbelt ini, bagaimana pengklasifikasiannya bila terbuat dari bahan plastik dan karet yang sama tebalnya ?

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.8

4. KUM HS 4: Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi diatas, harus

diklasifikasikan ke dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling menyerupai.

Penjelasan:

a. KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak

dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang yang

sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).

b. Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke

dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai (misalnya

yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan bahwa barang-

barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang yang

memiliki persamaan terbanyak.

c. Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan

harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang

memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk meneliti

pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.

d. Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,

penggunaan, dan seterusnya.

Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada lagi

data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang dimaksud.

Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat disarankan untuk

mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari berbagai sumber yang

ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.

5. KUM HS 5 : Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus

diberlakukan terhadap barang tersebut di bawah ini:

Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar,

kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk

menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka

panjang dan diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan menurut

barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang tersebut.

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.9

Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang memberikan

seluruh karakter utamanya;

Penjelasan: KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu

yang:

a. khusus dibuat untuk barang tertentu. b. digunakan untuk jangka waktu lama. c. dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan pada

pos tersendiri).

d. biasa dijual bersama dengan barangnya. e. tidak memberikan sifat utama.

Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan

sebagainya.

Gambar V.5.

Gitar disertai kemasannya

Spesifikasi barang :

a. gitar dengan kemasannya

b. merk :”Refly”

c. Terbuat dari karet yang dilapisi

tekstil tebal

Perhatikan gambar guitar dan kemasannya diatas. Bagaimana Saudara

mengklasifikasiguitar beserta kemasan diatas ?

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.10

KUM HS 5 b : Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus

dan kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus

diklasifikasikan menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus

tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian

ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut

secara nyata cocok untuk dipakai berulangulang.

Penjelasan: Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan dengan

barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang

digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama

pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada

pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi dari

barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus diklasifikasikan

tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat permen dari porselin

berdekorasi China

Gambar V.6.

Tabung Berisi Gas

Spesifikasi barang:

a. tabung gas berisi gas

b. merk :”Reflon”

c. Terbuat baja tahan karat

Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ?

Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System ?

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.11

6. KUM HS 6: Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus

ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos

bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan

pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali

apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan

juga catatan Bagian dan catatan Bab.

Penjelasan:

KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara

langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik

yang sama).

KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya, catatan

bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi pertimbangan utama.

Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak sama dengan Platinum

pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11 dan 7110.19).

C. Rangkuman Dalam mengklasifikasi barang dalam BTBMI diperlukan suatu pedoman.

Pedoman tersebut adalah Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System

(KUM HS) merupakan ketentuan untuk memasuki klasifikasi barang. Saat ini KUM

HS hanya terdiri dari nomor 1 sampai dengan nomor 6. Dahulu sampai dengan 10,

nomor 7 sampai 10 dihilangkan dan beberapa diantaranya menjadi surat keputusan

Dirjen Bea dan Cukai

D. Latihan 6

1. Mengisi

Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana bunyi KUM HS no. 1

1.

2. Dalam mengklasifikasi barang gantungan 2.

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.12

kunci yang terdiri dari ring baja, rantai baja

dan hiasan dari plastik, harus

menggunakan KUM HS nomor berapa ?

3. Bagaimana menurut pendapat Saudara

mengenai penggunaan KUM HS nomor 4

dalam prakteknya ?

3.

4. Ceritakan KUM HS no 5b.

4.

2. Pilihan Ganda

1 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS. Nomor satu mengandung arti :

a. judul bagian mengikat

b. Judul bab mengikat

c. uraian barang tidak

d. catatan mengikat

2 Susu yang telah dibubuhi dengan vitamin atau mineral tetap diklasifikasikan

sebagai susu menurut prinsip Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi

Harmonized System nomor ..............

a. nomor 2 a

b. nomor 2 b

c. nomor 3 a

d. nomor 3 b

3 Kasus yang dapat diselesaikan dengan Ketentuan Umum Untuk

Mengintrepertasi HS nomor 2 b berkaitan dengan ...

a. minuman mineral murni

b. minuman mineral ditambah vitamin

c. sepeda hanya rangka

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.13

d. mobil tidak ada ban

4 Judul Bab 42 diantaranya “Barang dari kulit samak …”, namun kenyataannya

pada pos 4202 ada peti dari plastik. Hal tersebut diperbolehkan sesuai

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System nomor…......

a. no. 1

b. no. 2 a

c. no. 2 b

d. no. 3 a

5

Diimpor 100 set sepeda dalam keadaan terurai dan masing-msing set tidak ada

sadelnya diklasifikasikan sebagai sepeda menurut Ketentuan Umum untuk

Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) nomor…

a. nomor 2a

b. nomor 2b

c. nomor 3a

d. nomor 3b

6 Penerapan Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi HS nomor 3a dapat

dilakukan terhadap pengklasifikasian barang dibawah ini ….

a. saringan oli mobil tidak pada pos 8409

b. gigi kuda nil dianggap sebagai gading

c.van belt ada lapisan plastik dan karet yang sama tebal

d. barang dengan kemasan yang dapat diisi ulang

7 Suatu sepeda dalam keadaan terurai dan ada kerangkanya menurut Ketentuan

Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) diklasifikasikan

sebagai …

a. sepeda

b. sepeda minus

c. bagian sepeda

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.14

d. sepeda tidak lengkap

8 Suatu barang yang pengklasifikasiannya dapat diselesaikan dengan Ketentuan

Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System nomor 3 a yaitu terhadap

kasus pengklasifikasian barang dibawah ini :

a. karpet mobil pada bab 87

b. karpet mobil pada bab 57

c. sepeda ada variasinya

d. sepeda hanya bannya

9 Satu set spagheti yang terdiri : mie, saus tomat, saus cabe dan kecap harus

diklasifikasikan pada suatu komponen yang paling dominan yaitu mie dengan

pos 19.02 menurut Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized

System nomor ….

a. nomor 2a

b. nomor 2b

c. nomor 3a

d. nomor 3b

10 Penerapan Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi HS nomor 3c dapat

dilakukan terhadap pengklasifikasian barang dibawah ini ….

a. minuman susu mengandung vitamin

b. binatang yang dipergunakan untuk sirkus keliling masuk Bab 95

c.lapisan ban penggerak ada lapisan plastik dan karet yang sama tebal

d. suatu barang yang uraian jenis barangnya tidak ada dalam BTBMI

11 Tabung gas yang dapat diisi ulang berisi gas oksigen, harus diklasifikasikan :

a. pada satu pos tarif

b. pada dua pos tarif

c. sesuai KUM HS no. 5a

d. pernyataan a, b dan c salah

12 Tustel yang diajukan beserta wadahnya diklasifikasikan dalam ...

a. satu pos tarif sesuai wadah

Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

VI.15

b. satu pos tarif sesuai tustel

c. dua pos tarif wadah dan tustel

d. diklasifikasikan sesuai kaidah dalam KUM HS 5b

Tahapan Mengklasifikasi Barang

VII.1

KEGIATAN BELAJAR BAB VII

TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG

A. Tujuan Intrusional Khusus Setelah mempelajari Bab VII, para Mahasiswa

mampu mempraktikan tahapan dalam mengklasifikasi

barang berdarkan Harmonized System

B. URAIAN

Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk

mengklasifikasi barang:

1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui

spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,

atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.

2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila

sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan

Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab

yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan

yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih,

perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.

4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal

tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses

pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai

gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di

bab lainnya.

5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,

Tahapan Mengklasifikasi Barang

VII.2

maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan

kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah

dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah

kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan

sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-

pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan

penentuan pos (4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan

KUM HS 1.

6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi barang,

kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat menggunakan KUM

HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat digunakan. Cara untuk

meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan berusaha membuktikan

bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang tersebut. Dalam hal KUM

HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau data spesifikasi barang kurang

lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah mencari informasi atau data

tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru menggunakan KUM HS 2 sebelum kita

benar-benar yakin KUM HS 1 tidak dapat digunakan.

7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang

dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.

Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama

adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance). Usahakan

paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut sebelum

menentukan sifat utama suatu barang campuran.

8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu

diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,

perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.

9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian

barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM,

atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan

lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu

menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang

terbaru.

Tahapan Mengklasifikasi Barang

VII.3

C. Rangkuman Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai, agar

menghasilkan keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada prinsipnya

meliputi identifikasi barang, mendeskripsikan jenis barang, kemudian melihat uraian

barang dalam BTBMI sesuai dengan yang akan diklasifikasi. Pengamatan uraian

barang dalam BTBMI dengan melihat bagaian, bab dan catatan yang berkaitan

dengan barang yang akan diklasifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut baru

ditentukan pos tarif yang tepat.

D. LATIHAN 7

Pertanyaan Jawaban

1. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang,

diperlukan data mengenai barangnya ?

Sebutkan contoh kasus !

1.

2. Bagaimana tahapan mengklasifikasi barang

agar menghasilkan pos tarif yang akurat ?

2.

3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang harus

memperhatiakan bagian dan bab serta catatan

bagian dan catatan babnya yang terkait dengan

barang tersebut ?

3.

4. Apakah tahapan dalam mengklasifikasi Barang

perlu dilakukan berurut ? Mengapa ?

4.

5. Mengapa dalam menentukan bea masuk harus

menggunakan BTBMI yang up to date ?

5.

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.1

KEGIATAN BELAJAR BAB VIII

NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

A. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari Bab VIII, para Mahasiswa

mampu membuat nota penelitian klasifikasi barang

dengan benar berdarkan Buku Tarif Bea Masuk

Indonesia

B. Uraian

1. Pengantar Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang

berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini

telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri

jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan

meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut.

Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai

klasifikasi barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam mempertahankan

pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci yang menjelaskan

dasar klasifikasi barang dimaksud. Dalam diktat ini disajikan cara membuat uraian

rinci klasifikasi barang tersebut.

Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut saja

Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi barang

sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang

tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini pembuatan

nota penelitian klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti ketentuan-

ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTBMI.

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.2

2. Nota Penelitian Klasifikasi Barang Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang

menggunakan nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab

dengan menggunakan contoh nota penelitian di bawah ini:

Contoh 1.

a. Nama barang/uraian jenis barang

b. Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait

c. Explanatory Notes atau referensi lainnya

d. Uraian klasifikasi barang

- tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit

e. Kesimpulan

Contoh 2.

(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai):

Nama Barang/Uraian Jenis Barang

Spesifikasi Barang (Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)

Pos (pos-pos) Yang Mungkin

(Bisa satu atau lebih kemungkinan pos tarif)

Dasar Klasifikasi Catatan : Bagian, Bab dan Sub pos

a. Uraian pos, Explanatory Notes, BTBMI, dan informasi atau referensi

lainnya

b. Tentukan satu pos yang paling sesuai

c. Tentukan sub-pos yang paling sesuai

d. Tentukan pos tarif yang paling sesuai

Kesimpulan Klasifikasi Barang Barang dimaksud diklasifikasikan pada

tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

3. Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.3

a. Nama dan Jenis barang: Norit mengandung arang aktif dari arang kayu dalam bentuk tablet 5 gram

dipergunakan untuk mengatasi keracunan atau perut kembung. Bahan tersebut

telah terdaftar dalam Farmakope Indonesia

Alasan Klasifikasi:

1) Arang kayu masuk Bab 44.

2) Menurut catatan 1 (d) Bab 44 tidak meliputi arang aktif masuk pos 3802

3) Bab 38 catatan 1 (d) tidak meliputi barang untuk obat …masuk Bab 30

Uraian klasifikasi : 1) Bab 30..Produk farmasi

2) Pos 3004. Obat dalam dosis tertentu..

3) Subpos 3004.90 Lain-lain

4) Subpos 3004.90.90 Lain-lain

5) Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain

Kesimpulan :

Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00 BM …. % .PPN … % PPh....%.

b. Nama dan Jenis barang: Shampo merk : KAO dalam tube 100 ml mengandung obat anti ketombe dan anti

jamur atau kerontokan rambut

Alasan Klasifikasi:

1) Shampo termasuk kosmetik Bab 33, shampo Pos 3305. ;

2) Bila mengandung obat Bab 30 Lihat Bab 30 catatan 1(d) :Bab ini tidak

meliputi pos 3303-3307 walau mengandung obat

Uraian klasifikasi:

1) Bab 33..kosmetika…

2) Pos 3305 preparat digunakan pada rambut..

3) Subpos 3305.10 shampo

4) Pos tarif 3305.10.90.00..shampo

Kesimpulan:

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.4

Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif

3305.10.90.00 BM …. % .PPN … % PPh.......% c. Nama dan Jenis barang :

Sosis daging sapi yang dimasak

Alasan Klasifikasi : 1) Makanan olahan masuk Bagian IV

2) Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat cat 1 “..diolah selain dari bab 2 dan 3

masuk Bab 16…”

3) Lihat Bab 16 catatan 2 “Bab 16 meliputi olahan makanan mengandung

daging lebih dari 20 %

Uraian klasifikasi :

1) Bab 16 ...Olahan dari daging

2) Pos 1601 ...sosis

3) Subpos 1601.00.10. sosis

4) Pos tarif 1601.00.12.00…mengandung daging sapi

Kesimpulan : Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM ….

% .PPN … % PPh %.

d. Nama dan Jenis barang: Bahan untuk membuat cat besi mengandung bahan alkyd resin (poliester resin)

55 %, bahan pelarut yang mudah manguap 28 % dan bahan lainnya 13 %

Alasan Klasifikasi :

1) Bahan cat termasuk produk kimia bagian VI, cat masuk bab 32

2) Lihat catatan 4 bab 32 ....... pos 3208 meliputi bahan yang mengandung

bahan pelarut mudah menguap lebih dari 50 %

3) pelarut kurang dr 50 % ke pos 3907..

Uraian klasifikasi : 1) Bab 39..polimer

2) Pos 3907 poliester (alkid resin)

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.5

3) Subpos 3907.50 alkid (poliester) dari poliester

4) Pos tarif 3907.50.10.00 cair

Kesimpulan : Bahan cat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 3907.50.10.00 BM …. % .PPN

… % PPh.....%.

e. Nama dan Jenis barang: Kawat pilinan dari baja terdiri dari 5 buah yang dipilin tidak diisolasi ukuran total

diameter 2,5 cm digunakan untuk penarik mobil derek

Alasan Klasifikasi : 1) Barang dari logam tidak mulia masuk Bagian XV.

2) Lihat Bagian XV catatan 2 “kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian

umum pos 7312 ….Mobil derek masuk bab 87

3) Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh

masuk Bab 87

4) Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil

derek)

Uraian klasifikasi : 1) Bab 73..barang dari baja

2) Pos 7312 ..kawat

3) Subpos 7312.10. kawat dipilin

4) Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm

Kesimpulan : Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00 BM ….% PPN …%

PPh….%.

f. Nama dan Jenis barang :

Bagian dari kendaraan bermotor berupa : Radiator untuk mobil bus mini untuk

pengangkutan 15 orang dengan mesin diesel dalam keadaan CKD masa total 10

ton

Alasan Klasifikasi : 1) Kendaraan…bergerak selain diatas rel… Bagian XVII, Kendaraan Bab 87

2) Radiator bagian dari kendaraan bermotor. Bagiannya masuk pos 8708.

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.6

Uraian klasifikasi:

1) Bab 87 Kendaraan yang bergerak selain diatas rel …

2) Pos 8708 bagian untuk kendaraan bermotor..

3) Sub pos 8708.90 bagian dan aksesori lainnya ….

4) Sub pos 8708.91. radiator

5) Pos tarif 8708.91.30.00 untuk bus mini

Kesimpulan : Radiator tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00 BM …. % .PPN

… % PPh %.

C. Rangkuman 1. Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian juga

hasil penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format yang

benar. Pada umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format yang

berisikan komponen : nama dan jenis barang, alas an klasifikasi, uraian

klasifikasi dan kesimpulan.

2. Dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ada yang sederhana dengan

hanya menggunakan BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan

hasil pemeriksaan, ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa

laboratorium atau sumber informasi lainnya

D. Latihan 8

Pertanyaan Jawaban

1. Sebutkab tahapan dalam membuat nota

penelitian klasifikasi barang ?

1.

Nota Penelitian Klasifikasi Barang

VIII.7

2. Nota penelitian klasifikasi barang

seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?

2.

3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang

tidak hanya menyebutkan 9 digitnya atau

kesimpulannya saja ?

3.

4. Tentukan pos tariff dari : Ayam gallus

domesticus berat 300 gr, untuk bibit

4

5. Tentukan pos tariff dari personal komputer 5

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.1

KEGIATAN BELAJAR IX

CATATAN PENTING DALAM BTBMI

A. Tujuan Unstruksional Khusus Setelah mempelajari Bab IX, para

Mahasiswa mampu menerapkan

pengklasifikasian barang dengan benar

sesuai catatn penting dalam Buku Tarif Bea

Masuk Indonesia

B. Uraian Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral

yang harus diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan

hukum sama seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian,

Catatan Bab, dan Catatan Sub-pos. Catatan-catatan penting tersebut adalah:

1. Bagian II Bab 7 Catatan 2

2.- Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata "sayuran" meliputi jamur,

cendawan tanah, buah zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning, terong, jagung

manis (Zea mays var. saccharata), buah dari genus Capsicum atau dari genus

Pimenta, adas pedas, parsley, chervil, tarragon, cress dan marjoram manis

(Majorana hortensis atau Origanum majorana) yang dapat dimakan.

Contoh kasus :

Biji jagung manis (sweet corn) dalam keadaan utuh dan kering untuk benih

2. Bagian II Bab 16 Catatan 2

2.- Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan mengandung sosis, daging,

sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya,

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.2

atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut beratnya. Dalam hal

apabila olahan mengandung dua atau lebih produk yang disebut di atas,

diklasifikasikan dalam pos pada Bab 16 yang sesuai dengan komponen atau

komponen-komponen yang mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak

berlaku untuk produk diisi dari pos 19.02 atau olahan dari pos 21.03 atau 21.04.

Contoh kasus

Hamburger mengandung (dalam persentase berat) : roti 52 %, daging sapi goreng

22 %, sayuran 21 % dan lainnya 5 %

3. Bagian IV

Bab 19 catan 1

1.- Bab ini tidak meliputi :

a) Kecuali dalam hal produk diisi dari pos 19.02, olahan makanan mengandung

b) sosis, daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau

invertebrata air lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut

beratnya (Bab 16);

c) Biskuit atau barang lain yang dibuat dari tepung atau dari pati, diolah secara

khusus untuk makanan hewan (pos 23.09); atau

d) Obat-obatan dan produk lain dari Bab 30.

Contoh kasus

Suatu bungkusan olahan makanan spageti instan masak terdiri dari : 22 % daging

sapi, 56 % spageti diisi (stuffed products) & 20 % bumbu lainnya Dikemas dalam

kemasan kedap udara 500 gram untuk penjual eceran.

4. Bagian IV

Bab 20 catatan subpos 2

2.- Untuk keperluan subpos 2007.10, istilah "olahan homogen" berarti olahan buah,

dihomogenisasi secara halus, disiapkan untuk penjualan eceran sebagai makanan

bayi atau untuk keperluan diet, dalam kemasan dengan berat bersih tidak melebihi

250 g. Untuk penerapan definisi ini tidak memperhitungkan sejumlah kecil berbagai

bahan yang ditambahkan pada olahan tersebut sebagai penyedap, pengawet atau

keperluan lain. Olahan ini dapat mengandung sejumlah kecil buah yang dapat dilihat.

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.3

Subpos 2007.10 harus dipertimbangkan lebih dahulu daripada subpos lain dari pos

20.07.

Contoh kasus

Suatu olahan yang serba sama (homogen) dalam bentuk tepung mengandung

campuran dari (persentase berat) : daging 11 %, ikan 10 %, sayuran 15 % dan tepung

beras 55 %. Dijual untuk penjual eceran sebagai makanan bayi dalam kemasan 200

gram.

5. Bagian VI Bagian VI catatan 3

3.- Barang yang disiapkan dalam set yang terdiri dari dua atau lebih unsur yang

terpisah, beberapa atau seluruhnya yang digolongkan dalam Bagian ini dan

dimaksudkan untuk dicampur bersama untuk memperoleh produk dari Bagian VI

atau VII, harus diklasifikasikan dalam pos yang sesuai dengan produk tersebut,

asalkan unsur tersebut :

a) berdasarkan penyiapannya jelas dapat dikenal untuk digunakan bersamasama

tanpa dibungkus ulang sebelumnya;

b) diajukan bersama; dan

c) pada saat diajukan, dapat dikenali sebagai unsur yang saling melengkapi

d) satu sama lain, baik berdasarkan sifat atau perbandingan relatifnya.

Contoh kasus

Cairan pengkoreksi (correction fluid) dalam kotak ukuran 5 x 7 x 8 cm berisi 1 (satu)

botol plastik berisi cairan pengencer 25 cc dan 1 (satu) botol plastik berisi correction

fluid 25 cc.

6. Bagian VII

Bab 39 catatan 4

4.- Istilah "kopolimer" meliputi semua polimer yang unit monomer tunggalnya tidak

ada yang beratnya 95% atau lebih menurut berat total kandungan polimer tersebut.

Untuk keperluan Bab ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain,

kopolimer (termasuk kopolikondensasi, produk kopoliadisi, block copolymer dan graft

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.4

copolymer) dan campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos yang mencakup

polimer dari unit komonomer tersebut yang beratnya mendominasi berat unit

komonomer tunggal lainnya. Untuk keperluan Catatan ini, bagian unit komonomer

dari polimer yang termasuk dalam pos yang sama harus digolongkan bersama.

Dalam hal tidak terdapat unit komonomer tunggal yang mendominasi, maka

kopolimer atau campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos terakhir

berdasarkan urutan penomoran di antara pos yang mempunyai pertimbangan yang

setara.

Contoh kasus :

1. Bahan plastik jenis polivinil klorida dalam bentuk bubuk yang mengandung filler 10

% dan bahan plastisasi 10 % digunakan untuk pembuatan pipa pralon

2. Suatu bahan plastik kopolimer dari monomer polietilena 60 % dan komonomer

vinil asetat 40 % dalam bentuk bubuk

7. Bagian VII Bab 40 catatan 4

4.- Dalam Catatan 1 Bab ini dan dalam pos 40.02, istilah "karet sintetik"

berlaku untuk:

a. Zat sintetik tidak jenuh yang dapat diubah dengan tidak kembali ke sifat semula

melalui vulkanisasi menggunakan belerang menjadi zat non termoplastik, yang

pada suhu antara 18 C dan 29 C tidak akan putus bila di rentang hingga tiga kali

panjang aslinya, dan setelah direntang hingga dua kali panjang aslinya selama

lima menit, panjangnya akan kembali menjadi tidak lebih dari satu setengah kali

panjang aslinya. Untuk keperluan pengujian ini, dapat ditambahkan zat yang

diperlukan untuk ikatan silang, seperti pengaktif dan akselerator vulkanisasi;

keberadaan zat yang dimaksud oleh Catatan 5.

b. (ii) dan (iii) juga diperkenankan. Namun demikian, keberadaan berbagai zat yang

tidak diperlukan untuk ikatan silang, seperti perentang, peliat dan pengisi, tidak

diperkenankan. Contoh kasus : Butiran stirene butadiene rubber

8. Bagian XI Bagian XI catatan 2

2.- (A) Barang yang dapat diklasifikasikan dalam Bab 50 sampai dengan 55 atau

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.5

dalam pos 58.09 atau 59.02 dan dari campuran dua bahan tekstil atau lebih harus

diklasifikasikan seolah-olah seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang beratnya

mendominasi berat setiap bahan tekstil lainnya. Apabila tidak satupun bahan tekstil

yang mendominasi menurut beratnya, barang tersebut harus diklasifikasikan seolah-

olah seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang termasuk dalam pos terakhir

berdasarkan urutan penomoran di antara pos-pos dengan pertimbangan yang

setara.

2.- (B) Untuk keperluan ketentuan di atas:

1) benang lilit dari bulu kuda (pos 51.10) dan benang berlogam (pos 56.05) harus

diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal yang beratnya dianggap seperti berat

keseluruhan komponennya; untuk pengklasifikasian kain tenunan, benang

berlogam harus dianggap sebagai bahan tekstil;

2) pilihan pos yang sesuai harus dilakukan, pertama, dengan menentukan Babnya,

dan kemudian pos yang tepat dalam Bab tersebut, tanpa memperhatikan

berbagai bahan yang tidak diklasifikasikan dalam Bab tersebut;

3) apabila Bab 54 dan 55 berkaitan dengan berbagai Bab lainnya, maka Bab 54 dan

55 harus diperlakukan sebagai Bab tunggal;

4) apabila Bab atau pos merujuk pada barang dari bahan tekstil yang berbeda ,

maka bahan tersebut harus diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal.

Contoh kasus :

Kain tenun terbuat dari serat rayon (tiruan) stapel 26 %, poliester filamen 33 % dan

kapas 41 % dicelup

9. Bagian XV

Bagian XV catatan 2

2. Dalam Nomenklatur ini, istilah "bagian untuk pemakaian umum" berarti :

a) barang dari pos 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang semacam itu

dari logam tidak mulia lainnya;

b) pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas jam atau

arloji (pos 91.14); dan

c) barang dari pos 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta cermin dari logam

tidak mulia, dari pos 83.06.

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.6

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan Bab 78 sampai dengan 82 (tetapi tidak dalam

pos 73.15) referensi untuk bagian barang tidak meliputi referensi untuk bagian

pemakaian umum sebagaimana dirinci di atas.

Contoh kasus

Mur dan baut dari baja tahan karat, ukuran diameter 2 cm digunakan pada mesin

cetus api untuk mobil sedan 1500 cc

10. Bagian XVI

Bagaian XVI catatan 3, 4 dan 5

3.- Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, mesin gabungan yang terdiri dari

dua atau lebih mesin yang dipasang bersama untuk membentuk satu kesatuan dan

mesin lainnya yang dirancang untuk keperluan melakukan dua fungsi atau lebih yang

saling melengkapi atau fungsi alternatif, harus diklasifikasikan seolah-olah terdiri

hanya dari komponen tersebut atau sebagai mesin tersebut yang melakukan fungsi

utama.

4.- Apabila mesin (termasuk kombinasi mesin) terdiri dari komponen tersendiri

(terpisah atau saling dihubungkan dengan pipa, dengan peralatan penggerak,

dengan kabel listrik atau dengan peralatan lainnya) yang dimaksudkan untuk

digunakan bersama untuk melakukan fungsi tertentu secara jelas, yang termasuk

dalam salah satu pos dalam Bab 84 atau 85, seluruhnya harus diklasifikasikan dalam

pos yang sesuai dengan fungsi tersebut.

5.- Untuk keperluan Catatan ini, istilah " mesin " berarti berbagai mesin,

permesinan, instalasi, perlengkapan, aparatus atau peralatan yang disebut dalam

pos pada Bab 84 atau 85.

Contoh kasus :

Diimpor mesin tenun yang terdiri dari 3 kelompok, yaitu :1) meisn tenun 2) komputer

untuk merancang bangun pola kain dan 3) printer

Bagian XVI catatan 5

5.- (A) Untuk keperluan pos 84.71, istilah "mesin pengolah data otomatis"

berarti :

(a) Mesin digital, yang dapat : (1) Menyimpan program atau programprogram

pengolahan dan sekurang-kurangnya data yang diperlukan segera untuk

pelaksanaan program tersebut; (2) Diprogram secara bebas menurut kebutuhan

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.7

pemakai; (3) Mengerjakan perhitungan aritmatika yang ditentukan oleh pemakai;

dan, (4) Tanpa intervensi manusia, melaksanakan program pengolahan yang

memerlukan modifikasi pelaksanaannya, dengan keputusan yang logis, selama

berlangsungnya pengolahan;

Contoh kasus :

Satu set komputer yang terdiri dari unit pengolah data, monitor dan key board. Dalam

unit pengolah data terdapat program untuk mencek harga dengan cara menscan

data pada barang tersebut. Unit pengolah data tersebut tidak dapat diprogram bebas

sekehendak operator, misalnya tidak dapat diprogram microsof word dan sejenisnya

yang terbaru

11. Bagian XVI catatan 7

7.- Untuk keperluan klasifikasi, mesin yang digunakan untuk lebih dari satu

kegunaan, harus diperlakukan seolah-olah kegunaan utamanya adalah kegunaan

satu-satunya. Berdasarkan Catatan 2 pada Bab ini dan Catatan 3 pada Bagian XVI,

suatu mesin yang kegunaan utamanya tidak diuraikan dalam pos manapun atau

yang tidak ada satupun kegunaannya merupakan kegunaan utama, kecuali apabila

konteksnya menentukan lain, harus diklasifikasikan dalam pos 84.79. Pos 84.79 juga

meliputi mesin untuk membuat tali atau kabel (misalnya, mesin penjalin, mesin

pemilin atau mesin pembuat kabel) dari kawat logam, benang tekstil atau berbagai

bahan lainnya atau dari kombinasi bahan bahan tersebut.

Contoh kasus :

Organizer yang dapat digunakan untuk membuat surat, mengirim dan mencetak

tetapi tidak dapat diprogram sesuai program pengetikan terbaru

Bab 85 catatan 4

4.- Untuk keperluan pos 85.34 "sirkit tercetak" adalah sirkit yang diperoleh dengan

pembentukan di atas dasar pengisolasi, melalui berbagai proses pencetakan

(misalnya, pencetakan timbul, penyepuhan, pengetsaan) atau melalui teknik "sirkit

film" berupa elemen konduktor, kontak atau komponen tercetak lainnya (misalnya,

induktansi, resistor, kapasitor), tersendiri atau saling berhubungan menurut pola

yang ditetapkan sebelumnya, selain elemen yang dapat memproduksi,

menyearahkan, memodulasi atau memperkuat sinyal elektris (misalnya, elemen semi

konduktor).

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.8

Istilah " sirkit tercetak " tidak meliputi sirkit yang dikombinasi dengan elemen selain

yang diperoleh selama proses pencetakan, juga tidak meliputi resistor, kapasitor,

atau induktansi khusus. Namun demikian, sirkit tercetak dapat dilengkapi dengan

elemen penghubung tidak dicetak. Sirkit film tipis atau tebal yang terdiri dari elemen

pasif dan aktif yang diperoleh selama proses teknologis yang sama, harus

diklasifikasikan dalam pos 85.42.

12. Bagaian XVII

Bagian XVII catatan 2

2.- Istilah "bagian" serta "bagian dan aksesori" tidak berlaku untuk barang berikut,

dapat diidentifikasi sebagai barang dari Bagian ini maupun tidak :

a) sambungan, cincin pipih atau sejenisnya dari berbagai bahan (diklasifikasikan

menurut bahan utamanya atau dalam pos 84.84) atau barang lainnya dari karet

divulkanisasi selain karet keras (pos 40.16);

b) bagian untuk pemakaian umum, sebagaimana dirinci dalam Catatan 2 Bagian

XV, dari logam tidak mulia (Bagian XV), atau barang semacam itu dari plastik

(Bab 39);

c) barang dari Bab 82 (perkakas);

d) barang dari pos 83.06;

e) mesin atau aparatus dari pos 84.01 sampai dengan 84.79, atau bagiannya;

barang dari pos 84.81 atau 84.82 atau barang dari pos 84.83, asalkan barang

tersebut merupakan bagian integral dari mesin atau motor;

f) mesin atau perlengkapan elektris (Bab 85);

g) barang dari Bab 90;

h) barang dari Bab 91;

i) senjata (Bab 93);

j) lampu atau alat kelengkapan penerangan dari pos 94.05; atau

k) sikat dari jenis yang digunakan sebagai bagian dari kendaraan ( pos 96.03).

Contoh kasus

Rantai sepeda motor dari baja keras untuk motor merk : Honda

3.- Referensi untuk "bagian" atau "aksesori" dalam Bab 86 sampai dengan 88 tidak

berlaku untuk bagian atau aksesori yang tidak cocok untuk digunakan sematamata

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.9

atau terutama dengan barang dari Bab-bab tersebut. Bagian atau aksesori yang

memenuhi uraian dalam dua pos atau lebih dari pos pada Bab-bab tersebut, harus

diklasifikasikan menurut pos yang sesuai dengan penggunaan utama dari bagian

atau aksesori tersebut.

13. Bagian XVIII Bab 90 catatan 7

7.- Pos 90.32 berlaku hanya untuk :

(a) Instrumen dan aparatus untuk mengontrol arus, tinggi permukaan, tekanan atau

variabel lainnya dari cairan atau gas secara otomatis, atau untuk mengontrol suhu

secara otomatis, yang penggunaannya tergantung maupun tidak pada fenomena

elektris yang berubah-ubah menurut faktor yang harus dikontrol secara otomatis,

yang dirancang untuk memberi faktor tersebut untuk, dan mempertahankannya pada

nilai yang dikehendaki, distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai

aktual secara konstan atau periodik; dan

(b) Regulator besaran listrik otomatis dan instrumen atau aparatus untuk mengontrol

besaran bukan listrik secara otomatis, yang pengoperasiannya tergantung pada

fenomena listrik yang berubah-ubah menurut faktor yang dikontrol, yang dirancang

untuk memberi faktor ini untuk, dan mempertahankannya pada nilai yang

dikehendaki, distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai aktual secara

konstan atau periodik.

Contoh kasus :

Stabilizer otomatis untuk komputer dengan daya 1500 watt, 220 volt

14. Bagian XXI Bab 97 catatan 5

5.- Bingkai yang terpasang pada lukisan, gambar, gambar pastel, kolase atau plakat

hiasan semacam itu, ukiran, barang cetakan atau litograf harus diklasifikasikan

dengan barang tersebut, asalkan dari jenis dan nilai yang wajar untuk barang

tersebut. Merujuk pada Catatan ini, bingkai yang bukan merupakan jenis atau nilai

yang wajar untuk barang tersebut, harus diklasifikasikan terpisah.

Contoh kasus :

Gambar wanita cantik ukuran 30 x 50 cm disertai bingkai dari ukiran jati harga

Catatan Penting Dalam Btbmi

IX.10

sebanding dengan harga gambarnya

3. Rangkuman Salah satu syarat menjadi seorang klasifikator yang baik adalah harus dapat

memahami catatan penting. Catatan merupakan salah satu syarat penting dalam

mengklasifikasi barang. Bahkan dalam KUM HS nomor satu dinyatakan bahwa hal

yang mengikat dalam mengklasifikasi barang adalah catatan, baik catatan bagian,

bab maupun subpos. Berbagai jenis barang akan dijelaskan dengan catatan dalam

bagian, bab maupun subpos yang bersifat mengikat.

4. Latihan 9

Pertanyaan Jawaban

1. Sebutkan 3 contoh barang termasuk bagian

untuk pemakaian umum ?

1.

2. Bagaimana syarat komputer menurut

Harmonized system pada Bab 84 ?

2.

3. Bagaimana pengklasifikasian motor untuk

mobil mainan ?

3

4. Saringan udara untuk mesin diklasifikasikan

pada pos berapa ?

4

5. Apakah bingkai dan gambar yang sama

mahal harganya diklasifikasikan dalam satu

pos tarif ?

5.

Penutup

PENUTUP

The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)

mempunyai berbagai keistimewaan, antara lain fungsi serba guna (multi fungsi),

struktur sistematis dan sifatnya harmonis. HS disahkan oleh WCO dalam suatu

konvensi internasional (Konvensi HS) yang juga diratifikasi Indonesia. Dengan

meratifikasi konvensi HS, Indonesia mengadopsi sistem klasifikasi HS menjadi

sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia.

Selanjutnya, HS tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi apa yang dikenal

sebagai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Sehubungan dengan telah

diterbitkannya Amandemen HS 2007 oleh WCO dan revisi AHTN yang mulai

diberlakukan tanggal 1 Januari 2007, maka untuk mengimplementasikan perubahan-

perubahan tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 110/PMK.010/2006 tanggal 15 Nopember 2006. Berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan tersebut kemudian dilakukan penyusunan Buku Tarif

Bea Masuk Indonesia Tahun 2007 (BTBMI 2007) yang mulai diberlakukan tanggal 1

Januari 2007.

Dalam mengklasifikasi barang harus mengikuti Ketentuan Umum

Menginterpretasi Harmonized System. KUM HS mutlak diperlukan sebagai

pedoman dasar dan dipergunakan dalam melakukan klasifikasi barang

Secara lebih rinci, langkah dalam mengklasifikasi barang ialah : memahami

jenis barang, mendeskripsikan barang, kemudian buka BTBMI, lihat bagaian dan bab

terkait, baru melihat catatan dan atau KUMHS dan terakhir menentukan pos tarif.

Sering berlatih dan membuat Nota PenelItian Klasifiaksi Barang akan membantu

kemahiran dalam mengklasifilasi barang

GLOSARIUM 1 Alphabetical Index Urutan nama barang berdasarkan abjad

diserta nomor harmonized system dalam 6

digit

2 ASEAN Association South East Asia Nation

3 BTBMI Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

4 BTN Sistem Brussel ; Brussel Tariff Nomenclature

5 CCC Customs Cooperation Council

6 CCCN Sistem Customs Cooperation Council

7 EN The Explanatory Notes to the Harmonized

System

8 HS Harmonized System

9 Harmonized System Harmonized Commodity Description and

Coding System

10 IATA The International Air Transport Association

11 ICS The International Chamber or Shipping

12 IUR The International Union Railway

Konvensi HS. The Convention Of Harmonized Commodity

Description and Coding System

13 KUM HS Ketentuan Umum Menginterpretasi

Harmonized System

14 Mesin berarti berbagai mesin, permesinan, instalasi,

perlengkapan, aparatus atau peralatan yang

disebut dalam pos pada Bab 84 atau 85.

15 Pellet Produk yang telah diaglomerasi baik secara

langsung dengan cara dikompresi atau

dengan penambahan sejumlah kecil bahan

pengikat.

16 Sistem klasifikasi

barang

adalah suatu daftar penggolongan barang

yang dibuat secara sistematis dengan tujuan

untuk mempermudah penarifan perdagangan

17 SITC The Standard International Trade

Classificatioan

18 WCO World Customs Organization ; Organisasi

Pabean Dunia

DAFTAR PUSTAKA a. Harmonized System, Wordl Customs Organization, 2007 version

b. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).

c. Departemen Keuangan RI, Jakarta

d. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007

e. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)

Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta

***

BIO DATA PENULIS

Nama : Adang Karyana S.

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Agustus 1957

Pekerjaan : Widyaiswara pada Pusdiklat Bea dan

Cukai

Alamat : Jln. Bojana Tirta Rawamangun Jakarta

Telpon kantor : 1) 4897123 2)4890308 ext. 890

Alamat Rumah : Jln. Sumatera B-87 Komp. AL Jatibening

Indah Pondok Gede Bekasi 17412

Telp. 8470128 Hp 08129578520

Riwayat Pekerjaan : - Pegawai Ditjen Bea dan Cukai 1982-

1997

- Widyaiswara/Staff Pengajar Pusdiklat

Bea dan Cukai 1998 - sekarang

Pengajaran : 1. Diklat teknis Kebea Cukaian Pegawai

Bea dan cukai di Pusdiklat Bea dan

Cukai

2. Diklat Ahli Kepabeanan

3. Program Diploma Spesialisasi

Kepabeanan dan Cukai

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Pendidikan : 1. Akademi Kimia Analisis Bogor (1980)

2. ST Teknologi Tekstil Bandung (1991)

Pendidikan Kejuruan : - Diklat Teknis Kebeacukaian Pusdiklat

Bea dan Cukai Jakarta tahun 1987

- Diklat Ahli Kepabeanan Pusdiklat Bea

dan Cukai Jakarta tahun 1999

- Technical Identification and Clasiffication

of goods Japanese Customs. Jepang

1994 – 1995

Pengalaman Organisasi : Tim penyusun Buku Tarif Bea Masuk

Indonesia tahun 1996 & 2003