TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU …
Transcript of TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU …
TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT
MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH
PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA KARAWANG
TAHUN 1970-2013
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
HANA NURRAHMAH
1110022000021
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014M
TRADISI ZIARAH KUBUR STUDI KASUS PERILAKU MASYARAKAT
MUSLIM KARAWANG YANG MEMPERTAHANKAN TRADISI ZIARAH
KUBUR PADA MAKAM SYEH QURO DI KAMPUNG PULOBATA
KARAWANG TAHUN 1970-2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh
Hana Nurrahmah
NIM: 1110022000021
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBARAN PERNYATAAN
Dengan Ini Saya Menyatakan Bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan memenuhi
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan hasil jiplakan karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 September 2014
( Hana Nurrahmah )
i
ABSTRAK
Hana Nurrahmah
Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang Yang
Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata
Karawang Tahun 1970-2013
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan Sosiologi dan
Antropologi, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengangkat dan menulis sejarah
tentang “Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus Perilaku Masyarakat Muslim Karawang
Yang Mempertahankan Tradisi Ziarah Pada Makam Syeh Quro Di Kampung Pulobata
Karawang tahun 1970-2013”
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik yang
menjadi adat kebiasaan, kepercayaan turun menurun, meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan. Kemudian menjadi suatu
sistem atau peraturan yang sudah menyatu dengan konsep sistem budaya dari suatu
kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.
Begitu pula makna ziarah mempunyai banyak makna, salah satunya bahwa
ziarah kubur adalah mendatangi makam dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur dan
sebagai ibroh (pelajaran) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul.
Hukum ziarah pada mulanya haram, kemudian Rasulullah Saw membolehkannya.
Tradisi ziarah kubur yang penulis fokuskan adalah “Tradisi Ziarah Kubur Studi Kasus
Perilaku Masyarakat Muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah kubur
pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang Tahun 1970-2013”
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi berjudul Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat Muslim
Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung
Pulobata Karawang tahun 1970-2013. Disusun guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh kerena itu, penulis tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak terutama kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof Dr. Oman Faturrahman, M.Hum, selaku
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Solikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekertaris
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang selalu memberikan
pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
5. Prof Budi Sulistiono M, Hum dan Imam Subhi
M.A, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang selalu memberikan
masukan dan kritik kepada penulis.
6. Awalia Rahma M.A, selaku Dosen Penasehat
Akademik yang memberikan arahan serta motivasi yang luar biasa
kepada penulis.
7. Drs. Saidun Daerani M.A, selaku dosen yang
telah memberikan motivasi tanpa henti kepada penulis.
iii
8. Bapak dan Ibu dosen yang selalu memberikan
bimbingan dan pelajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.
9. Umi Hj. Ai Qona’ah yang selalu memberikan
bimbingan, dukungan baik materil maupun non materil, serta selalu
mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi,
teruntuk Ayahanda Tercinta H. Turmuzi (Alm) sehingga bisa
terselesaikan skripsi ini ku persembahkan hanya untukmu.
10. Untuk Emak HJ. Amah, Nyai HJ. Siti Khosiah
(Almh), mamang-mamang ku, ncing-ncing ku, kak Mimi, Ka Robby,
ponakan ku yang lucu-lucu Karomi, dan neng Ima, A Asep, saudari
Kembar ku Hani Nuraini, dan Adik kecil ku Abu Rizqy yang jadi
penyemangat penulis dikala kesulitan, Teh dewi dan Keluarga yang
ada di Karawang.
11. Pengurus yang berada di komplek makam Syeh
Quro baik Juru kunci dan yang lainnya.
12. Pemda Kabupaten Karawang, baik di Dinas
Budaya Dan Pariwisata, dan Arsip dan Dokumentasi kabupaten
Karawang.
13. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2010:
Fitri, Irna, Nana, Tati, Ela, dan yang lainnya, Teman-teman kosan
Manda ( Mita dll), Teman-teman Bidik misi angkatan 2010.
14. Segenap keluarga besar BIDIK MISI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
15. Serta kepada Someone yang selalu
mengantarakan penulis ketempat penelelitian, memberikan semangat
dukungan dan selalu menunggu hingga terselesaikannnya Skripsi ini.
16. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama
dan Fakultas Adab dan Humaniora yang telah menyediakan fasilitas
dalam rangka penulisan skripsi ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dan penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
iv
penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi lebih baiknya
skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua Aamiin.
Jakarta, 26 September 2014
Hana Nurrahmah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK.... .....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................................ 11
C. TujuanPenelitian ................................................................................... 12
D. Metode Penelitian ................................................................................. 12
E. Studi Pendahuluan ................................................................................ 15
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II GAMBARAN UMUM KARAWANG
A. Letak Geografis Karawang ................................................................... 19
B. Sejarah Singkat Karawang .................................................................... 22
C. Kondisi Sosial dan Keagamaan Masyarakat Karawang ....................... 33
BAB III DESKRIPSI TRADISI ZIARAH KUBUR
A. Makna ziarah kubur .............................................................................. 41
B. Ziarah kubur menurut Pandangan Islam ............................................... 45
C. Ziarah Kubur sebagai unsur Tradisi dan Budaya .................................. 49
D. T ujuan Ziarah Kubur............................................................................ 53
BAB IV TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO
A. Riwayat tentang Syeh Quro .................................................................. 55
B. Pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro.................................. 59
B.1persiapan sebelum ziarah ............................................................... 64
vi
B.2. Waktu dan Penyelenggaraan Ziarah ............................................ 66
B.3. Tata ruang makam ........................................................................ 71
C. Struktural Kepengurusan Makam ......................................................... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 81
B. Saran ..................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian skripsi ini ingin melihat masyarakat Karawang sekarang yang lekat
dengan kegiatan industri, ternyata masih ada tradisi-tradisi setempat, salah
satunya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro. Kenyataan lapangan, penulis
melihat tradisi tersebut masih tetap eksis, persoalannya mengapa pada masyarakat
Karawang tradisi ziarah masih bertahan? Menurut asumsi penulis, bahwa
kebertahanan tradisi ini tidak terlepas dari peran Syeh Quro terhadap penyebaran
agama Islam di Tatar Sunda khususnya di Karawang, Sehingga Masyarakat
Karawang masih menjaga tradisi ziarah kubur tersebut.1
Upacara ziarah kubur yang dilakukan oleh sebagian umat Islam masih
dipertahankan, terutama oleh kalangan masyarakat. Ziarah kubur yang dilakukan
di makam telah memberikan tambahan ekonomi kepada penduduk sekitar lokasi
kuburan keramat, sehingga masyarakat banyak yang berjualan makanan,
keperluan ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah.2 Bagi tokoh-tokoh agama tertentu,
terutama bagi kalangan tradisional upacara tradisi lokal ini bermanfaat untuk alat
mobilisasi masyarakat kelas bawah, alat politik bagi tokoh-tokohnya, dan
menjadikan sumber ekonomi bagi tokoh keagamaan setempat.
1Survei Penulis misalnya pada tanggal 5, 12 Oktober 2013 di Kampung Pulobata, Desa
Pulo Kalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang.Dalam praktek tradisi
tersebut mereka masih mempertahankan tradisi ziarah di makam Syeh Quro. Yang datang ke
makam Syaikh Quro untuk berziarah dari berbagai kalangan masyarakat baik dari wilayah
Karawang maupun dari luar Karawang. 2Hasil peneleitian penulis hal ini juga sama seperti di makam Syeh Quro,terutama pada
malam Sabtu
2
Bila dilihat secara mendalam, maka tradisi yang masih dipertahankan oleh
sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah benar-benar peninggalan nenek
moyang yang masih primitif atau pra Islam.3 Upacara tradisi lokal yang hampir
seluruhnya merupakan peninggalan-peninggalan pra Islam yang tetap
dipertahankan oleh masyarakat. Dengan berbagai nilai Islam,4 tradisi-tradisi
tersebut berusaha untuk diakulturasikan5 kedalam Islam dan disatukan sedemikian
rupa agar terlihat Islami.
Jadi, kegiatan ziarah kubur dikatakan sebagai syiar Islam karena dapat
mengingatkan seseorang tentang akhirat, yang selanjutnya dapat memacu untuk
lebih giat beribadah dan meningkatkan ketaqwaan. Peziarah dapat berbuat baik
kepada yang sudah meninggal (dikuburannya) dengan mengucapkan salam,
mendoakannya, memohon ampun dan mengambil pelajaran-pelajaran dari riwayat
hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Selain itu, tidak jarang bahwa
peziarah juga sering melakukan tawassul.6
Keberadaan daerah Karawang, telah dikenal sejak masa kerajaan
Padjajaran (yang berpusat di Bogor), karena pada masa itu Karawang merupakan
satu-satunya jalur lalu lintas yang sangat penting sebagai jalur transportasi
3Ayatrohaedi, Sunda Kala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah Panitia
WangsakertaCirebon, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2005), Cet.I, h. 136 4Yang dimaksudkan dengan nilai-nilai Islam disini adalah seperti membaca Yasin, Dzikir,
Tahlil. 5Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 262
6Tawasul diartikan sebagai suatu atau seseorang sebagai perantara (jalan) yang dapat
menyampaikan sesorang hamba pada tuhannya, hal ini terlihat ketika ia berdoa. Objek Sesuatu
adalah Nabi, wali atau orang tertentu yang dianggap mulia atau suci, terlepas apakah sesorang
masih hidup atau sudah meninggal, degan berdasarkan anggapan bahwa orang-orang biasa selain
para nabi, wali, dan orang suci lainnya) kotor karena penuh dengan dosa yang membuat ia
menjadi sangat jauh dari Tuhan, maka untuk menghubungkan kepada Tuhan diperlukan Tawassul
dari orang-orang suci. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992),
h. 938
3
hubungan antara kedua Kerajaan besar, yakni Kerajaan Padjajaran dengan
Kerajaan Pakuan yang berpusat di Ciamis.7
Adapun bukti yang menguatkan adanya pelabuhan karawang di Kampung
Bunut Kelurahan Karawang Kulon (di dekat Masjid Agung karawang yang di
bangun oleh Syeh Quro) yaitu ditemukannya kapak batu Neolit, beberapa
kepingan uang VOC dari tembaga dan uang Gulden dari bahan perak, pecahan-
pecahan porselen dari Tiongkok dan sebuah makam Embah Dalem yang tidak lain
adalah wakil raja yang memerintah di suatu wilayah (penguasa setempat).8
Kesinambungan budaya terlihat pada masa Islam, tradisi megalitik (pra
sejarah) yang mengagungkan roh leluhur dan menjadi ciri dari lokal masyarakat
Karawang pada masa itu, berlanjut hingga masa Islam. Terpeliharanya makam
para tokoh dan sesepuh karawang pada masa lalu, makam Syeh Quro merupakan
contoh dari kesinambungan budaya tersebut.9
Karawang termasuk salah satu kabupaten yang penduduknya masih kuat
memegang adat-istiadat, tradisi nenek moyang atau leluhur.10
Berbagai ritual yang
berkaitan dengan kehidupan masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat
Karawang. Selain itu di kabupaten Karawang terdapat situs-situs bersejarah atau
yang dianggap bersejarah oleh masyarakat setempat.11
7Tjetjep Supriadi, Sejarah berdirinya Kabupaten Karawang,(Bandung: Theme 76),h. 29.
8Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, (Karawang: Mahdita, 2009), h.
11. 9NinaHerlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, (Karawang: Pemerintah
Kabupaten Karawang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,201), h. 60-61 10
Tradisi ziarah kubur yang masih dipertahankan oleh masyarakat Karawang dan
sekitarnya. 11
Diantara situs-situs yang bersejarah tersebut yaitu Situs Batu Jaya, Tugu Proklamasi,
situs makam Syeh Quro,dan lain-lain.
4
Keberadaan situs-situs tersebut masih dianggap fungsional oleh sebagian
masyarakat Karawang serta dari luar Karawang, indikator utamanya adalah dalam
momen-momen tertentu cukup banyak orang yang melakukan ziarah salah
satunya adalah makam Syeh Quro yang berada di Pulobata Desa Pulokalapa
Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang yang sering didatangi oleh
para peziarah untuk berbagai kepentingan.12
Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting13
pelabuhan
Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan
hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah
makam Syeh Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depankomplek
makam, Nama lengkap Syeh Quro adalah Syech Qurotul Ain.
Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syeh Quro adalah seorang
ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar
Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang
masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama
besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon.
Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan
pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syeh Quro berada di Desa
Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syeh
Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus
qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syeh Quro datang di
12
NinaHerlina lubis dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 75
13Karawang merupakan salah satu dari tujuh pelabuhan yang berada dikekuasaan
Kerajaan Sunda. Melalui pelabuhan tersebut maka dimulailah perkembangan agama Islam di
Karawang.
5
Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus
Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming).14
Setelah melakukan penyebaran agama Islam di Karawang Syeh Quro
kemudian menjalani hidup menyendiri di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa.
Di kampung ini beliau melakukan ujlah untuk mendekatkan diri kepada Allah
agar memperoleh kesempurnaan hidup.Demikian ini beliau lakukan hingga akhir
hayat.15
Makam Syeh Quro berada pada lahan seluas 2.566 m dengan Koordinat
107 28 90, 00 BT, 06 15 10,10 LS. Lokasi makam Syeh Quro dibangun diatas sisa
reruntuhan bata, sisa reruntuhan bata itu dua diantaranya masing-masing
berukuran 16 X 18 X 11 cm dan 16 X 19 X 10 cm. Makam Syeh Quro sering
terjadi perdebatan antara peziarah dengan generasi penerus penemu makam Syeh
Quro, mereka yang mempercayai bahwa di Pulobata tersebut bukanlah makam
tetapi makom, akan tetapi generasi penemu makam Syeh Quro mempunyai bukti
bahwa makam di Pulobata adalah benar makam Syeh Quro karena ada surat
keputusan dari kerajaan Cirebon yang tembusannya sampai ke Presiden RI yang
ke-2.16
Komplek makam berada di sebelah selatan jalan desa, sebelum memasuki
komplek makam tepatnya disebelah timur terdapat lahan parkir dan lahan untuk
berjualan. Bangunan di komplek pemakaman ini merupakan bangunan baru hasil
14
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang. Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, (Karawang: DKM Agung
Karawang, 1993), h. 21. 15
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, h.14 16
Surat keputusan dari keluarga besar mahkota pangeran Jayarata Adiningrat XII, dalam
surat tersebut ditunjukan kepada Kepala Desa Pulokalapa, pada tanggal 05 November 1992.
6
renovasi. Pada bagian depan terdapat pembatas berupa pagar tembok dengan
hiasan lengkung dan setiap puncak lengkung pagar diberi hiasan berupa kubah
masjid, sedangkan sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Di sebelah barat
gerbang terdapat salah satu sumur dari sumur-sumur keramat yang berada di
komplek makam, sedangkan disebelah timur gerbang terdapat panil bertuliskan
Ingsun titi masjid langgar lanfakir miskin anak yatim Dhuafa.17
Pada halaman
komplek makam juga terdapat masjid18
dan cungkup makam Syeh Quro.
Bangunan cungkup merupakan bangunan inti yang terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian depan merupakan ruang terbuka, bagian tengah diperuntukan
peziarah yang ingin berdoa, dan bagian makam merupakan makam Syeh Quro.
Nisan makam terbungkus kain putih. Akan tetapi para peziarah tidak
diperbolehkan masuk ke ruangan ini hanya sampai di depan pintu masuk.
Sementara dibagian depan pintu masuk terdapat peralatan ziarah seperti tempat
pembakaran kemenyan, botol air mineral yang berisi air sumur keramat yang
dinamakan sumur awisan. Sekarang ini makam Syeh Quro menjadi tujuan wisata
Ziarah dari berbagai kota khususnya pada setiap jum‟at malam sabtu (ritual
malam sabtuan).19
17
Wawancara Pribadi dengan Oman Rohman tulisan itu merupakan pesan Syeh Quro,
Karawang 12 Oktober 2013, pukul 13.30 WIB 18
“Menurut sumber tradisi, masjid ini oleh Syeh Quro dibungkus saputangan untuk
kemudian dipindahkan ke Cirebon melalui “mata batin”nya. Masjid yang sekarang ada merupakan
“replica ulang” dari masjid tersebut, sedangkan masjid pindahan di Cirebon bernama Astana
Gunung Jati” (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen Makam Syeh Quro, 12 Oktober
2013, , pukul 13.30 WIB) 19
Ritual sabtuan diadakan sesuai dengan hari ditemukannya makam Syeh Quro yaitu
pada hari jumat malam. Pada awalnya ritual malam sabtuan hanya dilakukan oleh masyarakt
sekitar yang ingin mendoakan Syeh Quro yang dianggap berjasa menyebarkan agama Islam di
Tatar Sunda khususnya Karawang. Namun, ritual ini terus berkembang hingga kepelosok daerah
lainnya di luar Karawang dan menjadi tradisi dalam mengaharapkan berkah. Ditunjang dengan
adanya mitos pohon quldi di halaman belakang komplek pemakaman Syeh Quro yang biasa
7
Makam Syeh Quro sering dikunjungi peziarah terutama pada malam
Sabtu, mengapa malam Sabtu karena makam Syeh Quro ini ditemukan pada
malam Sabtu, yang kemudian dijadikan sebagai kegiatan tawasul Sabtuan rutin
yang kini diikuti oleh ribuan peziarah.Di tempat ini ada pula makam Syeh
Bentong (Syekh Abdulah Dargom),20
santri Syeh Quro.
Makam Syeh Quro terletak di Dusun Pulobata Desa Pulo Kalapa
Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Lokasi makam penyebar
agama Islam tertua, yang lebih dulu dibandingkan Wali Songo tersebut, berada
sekitar 30 km ke wilayah timur laut dari pusat Kota Karawang.
Adapun yang membedakan tradisi di makam Syeh Quro dengan tempat
lainnya adalah kuncen, tradisi bakar kemenyan,dan hanya dilakukan pada tradisi
malam sabtuan21
atau peringatan Haul ditemukannya makam Syeh Quro. Menurut
hasil wawancara dengan salah satu kuncen mengatakan bahwa:22
“bakar
kemenyan, yang dikatakan dengan bakar kemenyan disini adalah bukan karena hal
mistik ataupun gaib melainkan dengan bakar kemenyan tersebut sebagai perantara
kita pada Allah dengan mengambil hakikatnya pada api”.
Keberadaan makam Syeh Quro mempunyai dampak terhadap
perekonomian23
dan pengaruh politik24
terhadap masyarakat yang berada di
mendatangkan berkah bagi peziarah yang mendapatkan buah quldi tersebut. Peziaarah yang datang
tidak hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat karawang
dan luar karawang (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen makam Syaik Quro, 12
Oktober 2013, pukul 13.30 wib) 20
Ajip Rosidi, dkk.,Ensiklopedi Sunda : Alam, Manusia dan Budaya(Termasuk Budaya
Cirebon dan Banten), (Jakart: PT Dunia Pustaka , 2000), h. 638 21
Tradisi malam sabtuan berasal dari awal mulanya ditemukan pada malam sabtu oleh
seorang yang bernama Raden Somaredja alias ayah Dji‟in. 22
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib 23
Salah satunya adalah membawa keberkahan bagi para pedagang yang berjualan di
sekitar makam.
8
sekitar, dimana ada diantaranya satu partai politik25
yang mendukung kegiatan
acara tersebut terutama pada waktu-waktu tertentu, salah satu bentuk
dukungannya adalah memberikan bantuan berupa materil maupun non materil
dalam rangka kegiatan yang berlangsung pada acara tersebut, seperti acara
Haul26
di makam Syeh Quro.
Peran pemerintahan Desa dan Pemerintah Kabupaten Karawang turut ikut
serta dalam setiap kegiatan besar yang diadakan oleh masyarakat Pulobata.27
Salah satu kesenian yang diadakan adalah kesenian wayang golek,28
acara do‟a
dan Dzikir bersama.
Menurut hasil wawancara penulis ada figur partai politik29
yang
mempunyai keinginan untuk menjabat salah satu jabatan di Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah datang ke makam Syeh Quro berziarah dengan tujuan
mendapatkan jabatan tersebut, tentunya dengan hati dan niat yang tulus maka
semuanya itu akan terlaksana.
Tradisi malam Sabtuan diadakan karena penemuan makam pada malam
Sabtu, kata “Sabtu” berasal dari bahasa arab “Sab‟ah” yang artinya hari ke tujuh.
24
Pengaruhnya terhadap politik adalah kemenangan bagi partai politik tersebut seperti
pada masa pemilu 25
Partai politik yang mendukung kegiatan tersebut adalah PKB , karena merupakan aliran
NU yang masih mendukung adanya kegiatan tradisi tahlil, dzikir, dan ziarah Kubur. (hasil
wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, pukul 11.00 wib) 26
Haul adalah awal ditemukannya makam Syeh Quro bukan tahun wafatnya, hal ini
didapatkan oleh penulis menurut hasil wawancara. 27
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Karawang, 12 oktober 2013 pukul 11.00 wib 28
Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian yang
menampilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang Golek ini
menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang memerankan tokoh
tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian
serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang disebut dengan degung. 29
Yangdimaksud dengan figure partai politiknya adalah Megawati dan Dede yusuf ,yang
ingin menjabat sebagai pemimpin daerah(Gubernur Jawa Barat) Dede Yusuf, pemimpin pusat
(presiden) Megawati. (hasil wawancara pribadi penulis dengan BapakJojo,Karawang 12 Oktober
2013,pukul 13.30 wib).
9
Ritual Sabtuan diadakan sesuai dengan hari ditemukannya makam Syeh Quro
yaitu pada hari jumat malam sabtu. Pada dasarnya ritual malam Sabtuan hanya
dilakukan oleh masyarakat sekitar yang ingin mendoakan Syeh Quro karena
dianggap berjasa dalam menyebarkan Agama Islam di Tatar Sunda khususnya
Karawang. Namun, ritual ini terus berkembang hingga kepelosok daerah lainnya
sampai ke luar wilayah Karawang dan menjadi tradisi dalam mengaharapkan
berkah. Ditunjang dengan adanya mitos pohon Quldi yang terdapat pada bagian
belakang komplek pemakaman Syeh Quro dapat mendatangkan berkah bagi
peziarah yang mendapatkan buah Quldi tersebut. Peziarah yang datang tidak
hanya masyarakat kalangan menengah ke bawah melainkan juga beberapa pejabat
karawang dan luar karawang.30
Dalam mempertahankan tradisi ini pemerintah Kabupaten Karawang
mendukungnya karena merupakan warisan budaya yang harus tetap dijaga dan
dilestarikan oleh masyarakat sekitar, adapun kegiatan rutin yang sering diadakan
di makam Syeh Quro seperti Haul, pihak pemerintah ikut serta dalam kegiatan
acara tersebut, jadi menurut penelusuran penulis sampai saat ini kenapa tradisi di
makam Syeh Quro masih dipertahankan, karena tradisi ini merupakan warisan
budaya dari leluhur mereka sejak zaman dahulu.31
Menurut penjelasan kuncen tradisi Haul yang dilaksanakan di makam
Syeh Quro adalah bukan peringatan haul wafatnya Syeh Quro melainkan awal
mula ditemukan makam Syeh Quro. Karna biasanya orang memahami tradisi haul
30
Hal ini berdasarkan penelitian penulis, yang datang langsung ke Makam Syeh Quro
pada tanggal 12 Oktober 2013, dengan mewawancarai Bapak Jojo,pukul 13.30 wib. 31
Wawancara pribadi dengan bapak H Firmanstaf Arsip Daerah Karawang, Karawang,
01 November 2013 pukul 13.30 wib.
10
adalah peringatan tahun kematian orang tersebut, hal ini pulalah yang
membedakan tradisi ziarah di makam Syeh Quro dengan tradisi ziarah di tempat
ziarah lainnya.32
Setiap malam Sabtu akhir bulan Sya'ban ribuan jama'ah mengadakan
dzikir dan tawasul akbar di makam Syeh Quro di Dusun Pulobata Desa
Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Wadas Kabupaten Karawang. Namun
demikian, kegiatan rutin tawasulan pun tetap dilaksanakan setiap malam Sabtu
yang lebih dikenal dengan Malam Sabtu-an di Syeh Quro. Ribuan Jamaah tersebut
selain berasal dari daerah sekitar juga berasal dari Subang, Bekasi, Purwakarta,
Jakarta, Cirebon, Bandung, Bogor dan lain-lain
Hasil penelitian penulis masyarakat yang datang untuk berziarah ke
makam Syeh Quro datang secara rombongan dan ada juga yang datang secara
individu, tapi sejauh ini hasil penelitian penulis yang datang kesini adalah secara
berombongan terutama pada acara haul yang di adakan di makam Syeh Quro,
setiap acara haul tempat di sekitar makam Syeh Quro penuh karena yang datang
dari berbagai kalangan dan golongan. Adapun kegiatan khusus yang diadakan
pada tempat ini yaitu kegiatan ceramah dan pementasan wayang golek.33
Dari sudut perekonomian kedatangan para peziarah khususnya di malam
sabtu, menguntungkan bagi masyarakat yang ada disekitar karena mendapat
keberkahan dari hasil berjualan. Untuk saat ini pengelolaan tempat masih di
kelola oleh masyarakat Pulobata. Di tempat Syeh Quro ada 2 tempat yang pertama
32
Wawancara penulis dengan beberapa kuncenyang diantaranya adalah bapak Jojo dan
bapak Entis (mantan Kepala Desa Pulobata), Karawang, 12 Oktober 2013, pukul 13.00 wib. 33
Hasil penelitian penulis pada tanggal 5 Juli 2013, saat acara Haul di makam Syeh Quro,
dengan berbagai macam kegiatan salah satunya Do'a dan Dzikir bersama, Tawasulan dan lain-lain.
11
makam Syeh Quro dan yang kedua makam Syeh Bantong acara ziarah yang biasa
di lakukan jum'at malam sabtu di mulai dari pukul 22.00-02.00 WIB, bahkan ada
juga peziarah yang sampai menginap di lingkungan ini.34
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang pemikiran diatas timbul permasalahan yang dapat
diidentifikasikan, antara lain persoalan mengenai kebertahanan tradisi ziarah
kubur pada makam Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang dan tahapan-
tahapan dalam pelaksanaan ziarah di makam Syeh Quro.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan gambaran yang tertuang dari latar belakang diatas, penulis
merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu
masalah yang akan dibahas oleh peneliti agar arah tujuan dan sasaran yang akan
disampaikan lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan
pada “Tradisi ziarah kubur studi kasus perilaku masyarakat muslim Karawang
yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam Syeh Quro di kampung
Pulobata Karawang tahun 1970-2013.”
3. Rumusan Masalah
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, mengapa tradisi ziarah kubur
masih bertahan di masayarakat Karawang?
Adapun Sub masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimana makna ziarah kubur menurut pandangan Islam?
34
Wawancara pribadi dengan bapak Thamrin, kuncen makam Syeh Quro, Karawang 17
Maret 2013 pukul 10.00 wib
12
b. Bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini ditunjukan untuk mencapai beberapa tujuan,
yang diantaranya adalah :
1. Untuk mengungkapkan bagaimana makna ziarah Kubur menurut pandangan
Islam.
2. Untuk mengungkapkan bagaimana proses pelaksanaan ziarah kubur di Makam
Syeh Quro.
D. Metode Penelitian
Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan
Sosiologi melalui ilmu bantu Grandrich riset (melakoni sebagai pelaku dalam
suatu peristiwa yang sedang diteliti dengan cara ikut andil dalam kegiatan
tersebut), dan Antropologi yaitu Mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari
pelaku tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem yang mendasari pola
hidup.Jadi dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Antroplogi, dan
Sosiologi.35
Berdasarkan sistematika dalam metode penelitian sejarah ada 4 tahap
yang harus dilalui, yakni Heuristik, Verifikasi, interpretasi, dan historiografi.36
1. Pengumpulan data
Pada bagian ini penulis mencari dan mengumpulkan data atau sumber-sumber
yang berhubungan dengan pembahasan penulisan skripsi ini, baik sumber Primer
maupun sumber Sekunder. Sumber data primer merupakan buku-buku, naskah-
35
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5, 144-156. 36
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 91.
13
naskah, yang telah dialih bahasakan yang berisikan kumpulan tulisan-tulisan yang
membahas tentang Syeh Quro, metode sejarah lisan atau interview, dipergunakan
sebagai pelengkap sumber primer, penulis melakukan proses wawancara terhadap
tiga orang tokoh sebagai narasumber, yang pertama yakni bapak Thamrin pada
tanggal 17 Maret 2013, selaku Kuncen Makam Syeh Quro, untuk mengetahui
bagaimana proses berjalanya tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro.
Narasumber yang kedua yakni bapak Jojo dan bapak Oman Rohman, pada tanggal
12 Oktober 2013 di Karawang, beliau adalah sesepuh dari kampung Pulobata
tempat ditemukannya makam Syeh Quro. Metode sejarah lisan ini sebagai
pelengkap terhadap bahan dokumenter (buku-buku dan Naskah-naskah).
Sedangkan sumber data sekunder berupa buku-bukudan jurnal-jurnal bahkan
sumber lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Proses pencarian dan
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode "Library Recearch:
yaitu penulis berkunjung kebeberapa perpustakaan seperti : Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan
Nasional di lantai 3, 5, dan 7, Jl. Salemba Raya 28 A Jakarta Pusat, Arsip
Nasional, Jl. Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Selatan No 7. Karena
keterbatasan data di Jakarta, akhirnya penulis memutuskan pencarian data di
Perpustakaan Daerah Karawang Jawa Barat, Arsip Daerah Karawang, dan Dinas
Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang. Selain metode Library Research,
penulis juga mengunjungi tempat Makam Syaikh Quro yang berada di Kampung
Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang,
Propinsi Jawa Barat. Selain dari pada itu penulis juga mengunjungi Masjid Agung
14
Karawang yang konon disitulah Pesantren Quro berada yang sekarang dialih
fungsikan menjadi Masjid Agung Karawang. Setelah data-data tersebut diperoleh,
lalu penulis menghimpunnya, dan tentunya setelah melalui seleksi guna di jadikan
rujukan utama dalam menulis tema yang akan dibahas.
Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan dilakukan
dengan jalan melakukan wawancara kepada Kuncen makam Syaikh Quro. Dalam
hal ini, informasi yang didapatkan adalah berupa sejarah lisan, yaitu dari tokoh-
tokoh yang terlibat dalam tradisi ziarah kubur sebagai tokoh utama maupun
pengikutnya, atau orang yang langsung mendengar dari saksi pertama. Metode
sejarah lisan ini dipergunakan sebagai metode pelengkap terhadap bahan
dokumenter.37
Di samping itu, untuk melengkapi data dokumenter juga dilakukan
pengamatan, terutama mengenai pusat kegiatan tersebut.
2. Pengolahan dan Klasifikasi Data
Setelah data-data itu diperoleh maka tahapan selanjutnya mengidentifikasi
data-data berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,
sumber-sumber lain yang diperoleh seperti artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang
didapatkan, kemudiandimasukan sebagai data penunjang untuk tema yang akan
dibahas.
3. Analisa dan Kritik Sumber
Semua sumber telah dikumpul baik berupa buku, majalah, ensiklopedia,
Koran dan lain-lain. Maka penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya.
Dimaksudkan untuk mengidentifikasi keabsahan tentang keaslian sumber
37
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PTTiara Wacana, 1994), h.23.
15
(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang
kesahihan sumber (kredibilitas) yang di telusuri melalui kritik intern.
4. Menyusun dan menjadi sebuah Tulisan
Fase terakhir dalam metode ini adalah historiografi merupakan cara penulisan,
pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.38
Tahap ini
adalah rangkaian dari keseluruhan dari teknik metode pembahasan.
Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini
adalah buku Pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik
dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.39
E. Studi Pendahuluan
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, penulis belum menemukan
begitu banyak yang membahas dan menulis secara khusus dan komperhensif
tentang tradisi ziarah kubur di makam Syeh Quro, tetapi setidaknya penulis
menemukan tiga buah buku yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai
Syeh Quro, dan satu judul skripsi tentangan peran Syeh Quro dalam menyebarkan
agama Islam di Jawa Barat, sedangkan dua buku yang pembahasannya tentang
Syeh Quro adalah:
Buku pertama berjudul : Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,40
buku ini diterbitkan dari Kepala Desa setempat yang digunakan sebagai buku
panduan untuk melakukan tawasul di tempat makam Syeh Quro, di kampung
38
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian sejarah, h. 91. 39
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
(Jakarta: CEQDA, April 2007), 40
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, h. 15
16
Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang.
Propinsi Jawa Barat. Buku ini hanya sedikit pembahasan tentang Syeh Quro,
karena memang buku ini adalah buku Ikhtisar sejarah Syeh Quro, selebihnya isi
dari buku ini adalah pembahasan mengenai doa-doa dan Panduan mengenai
tawasul41
di tempat makam Syeh Quro. Menurut penulis bahwa buku ini masih
kurang penjelasan tentang tradisi ziarah, maka penulis beranggapan bahwa judul
skripsi yang penulis ambil tidak sama pembahasannya, dengan buku di atas.
Buku yang kedua berjudul: Sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang
dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa,42
buku ini diterbitkan dari
dewan keluarga masjid agung Karawang, dalam buku ini terdapat beberapa
pembahasan mengenai sejarah Syeh Quro dan perjalanan Dakwah beliau. Yang
terdiri dari dua bab dalam buku ini, akan tetapi sebenarnya isi buku ini tidak
secara khusus membahas tentang Syeh Quro, karena substansi isi buku ini yakni
mengenai sejarah dan peranan Masjid Agung Karawang. Penulis tidak
menemukan pembahasan tentang ziarah kubur di makam Syeh Quro pada buku
tersebut, karena tidak ada pembahasannya dengan judul skripsi yang penulis
ambil maka tidak akan sama pembahasanya dengan buku tersebut.
Buku yang ketiga yang berjudul Carita Purwaka Caruban Nagari,43
dalam
buku ini hanya sekilas tentang sejarah Syeh Quro dalam menyebarkan agama
41
Harun Nasution, “Tawasul”,h. 938 42
DewanKeluarga Masjid Agung Karawang.. Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa, h. 17. 43
Atja,CaritaPurwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan
Sejarah, (Bandung: Proyek Permuseuman Jawa Barat, 1989), h. 86.
17
Islam di Jawa Barat, dalam buku ini tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana
proses terjadinya tradisi ziarah kubur setelah wafatnya Syeh Quro.
Selain dari pada itu penulis menemukan skripsi yang pembahasannya
tentang “Peranan Syeh Quro dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Barat
abad XV M”, dalam pembahasan judul skripsi tersebut pembahasanya lebih
kepada Peranan Syeh Quro dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat
khususnya Karawang, bagaimana cara beliau menyebarkan agama Islam melalui
metode dakwah, dan pendidikannya kepada para santrinya. Akan tetapi
pembahasan penulis lebih kepada Tradisi ziarah Kubur Studi Kasus : Perilaku
masyarakat muslim Karawang yang mempertahankan tradisi ziarah pada makam
Syeh Quro di Kampung Pulobata Karawang tahun 1970-2013, sebagai judul
skripsi.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis membagi kedalam Lima Bab
tulisan, termasuk di dalamnya bab pendahuluan dan penutup, berikut dituliskan
secara singkat bab satu sampai bab limabeserta sub-babnya masing-maing.
Bab Pertama, memaparkan tentang bab Pendahuluan, sebagaimana telah
dibahas di dalamnya menguraikan beberapa hal pokok mengenai latar belakang
masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,
studi pendahuluan dan sistematika penulisan.
Bab kedua, memaparkan tentang Gambaran umum Karawang, yang di
antaranya adalah Letak Geografis Karawang, Sejarah Singkat Karawang, Kondisi
Sosial dan keagamaan Masyarakat Karawang.
18
Bab ketiga, memaparkan tentang Deskripsi Tradisi ziarah kubur
permasalahan yang dibahas dalam bab ini meliputi makna ziarah kubur, ziarah
kubur menurut pandangan Islam, ziarah kubur sebagai unsur tradisi dan Tujuan
ziarah kubur.
Bab keempat, memaparkan Tradisi Ziarah Kubur di makam Syeh Quro,
pembahasanya yang diawali dengan riwayat tentang Syeh Quro,Pelaksanaan
ziarah kubur yang terdiri dari persiapan sebelum ziarah kubur, waktu dan
penyelenggaraan ziarah kubur, dan pihak-pihak yang terlibat dalam ziarah kubur,
serta hikmah yang bisa diambil pada pelaksanaan Tradisi ziarah kubur.
Bab kelima, merupakan bab penutup dan kesimpulan serta saran-saran
atas keseluruhan pembahasan skripsi ini. Pada pembahasan bab ini diharapkan
dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya menjadi satu
rumusan yang bermakna.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM KARAWANG
A. Letak Geografis Karawang
Kabupaten Karawang adalah sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Barat, ibu kotanya adalah Karawang, wilayah Kabupaten Karawang berada di
pesisir pantai utara Jawa bagian barat. Secara topografis sebagian besar wilayah
ini termasuk dalam dataran alluvial dengan ketinggian 0.6 m di atas permukaan
laut, dan kemiringan tanah 0.2%, di beberapa tempat dalam kawasan ini masih
terdapat rawa, sedangkan daerah perbukitan di sebelah selatan merupakan daerah
persawahan yang jaraknya cukup jauh dari garis pantai sekarang (lebih dari 200
Km). Oleh karena itu, wilayah Kabupaten Karawang merupakan wilayah
persawahan dengan pengairan (irigasi), dan sebagian besar penduduknya hidup
sebagai petani dan nelayan di daerah pantai.44
Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 1070 02‟-107
0 40‟
BT dan 50 56‟-6
0 34‟ LS dengan batasa-batas wilayahnya sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Subang, sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, sebelah
Selatan Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupetn Bekasi, berikut ini adalah gambaran Peta Kabupaten Karawang:
44
Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, (Karawang: Pemerintah
Kabupaten Karawang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011), h. 15-16.
20
Keterangan : Peta Kabupaten Karawang, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten
Karawang, 2013).
21
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten penghasil padi di
Provinsi Jawa Barat, luas wilayahnya mencapai 175,327 hektar atau 3,7 persen
dari luas provinsi Jawa Barat. Dari kondisi geografisnya Karawang dijadikan
penyangga pangan untuk wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI, yaitu sejak tahun
1962. Karawang bersama Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Serang dan
Tangerang daerah penghasil beras yang utama dan dijadikan sebagai proyek
Nasional Daerah Swasembada Beras.45
Berikut adalah statistik hasil dari area
pertanian (penghasilan padi), dari tahun 2008-2012.46
Karawang bagian selatan terdapat sebuah gunung yang dikenal dengan
nama Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m diatas permukaan laut. Nama
gunung ini memiliki arti yang mengesankan kemegahan. Sangga yaitu
45
Bintang, dkk., Catatan Sejarah Karawang dari masa kemasa, (Karawang: CV Viva
Tanpas, 2007), h. 2. 46
Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013), h. 109.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2008 2009 2010 2011 2012
22
menyangga, buana yaitu alam semesta. Bayangkan bahwa gunung ini dianggap
penyangga alam semesta, tentunya nama ini mengindikasikan bahwa gunung ini
memiliki arti penting sebagai pusat suatu kekuatan.
B. Sejarah singkat Karawang
Secara etimologis, nama Karawang diambil dari bahasa Sunda yaitu rawa
yang diberi imbuhan Ka dan An sehingga terbentuklah kata Karawaan, yang
memiliki arti tanah rawa.47
Dalam bahasa sunda, sebuah kata yang diberi imbuhan
seperti itu memiliki makna menerangkan suatu keadaan. Sumber lain
menyebutkan Krawang berarti tanah yang terbagi atau penuh lobang. Nama
tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain
yang dapat memperkuat pendapat tersebut, selain sebagian rawa-rawa yang masih
ada hingga saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti :
Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.48
Berdirinya Kabupaten Karawang tidak dapat dilepaskan dari perubahan
politik yang terjadi di Tatar Sunda pada akhir abad ke-16. Ketika Kerajaan Sunda
masih beridiri, daerah Karawang merupakan salah satu wilayah kekuasaannya.
Menurut kesaksian Tome Pires, sejak tahun 1513, Karawang merupakan salah
satu dari tujuh pelabuhan yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda.49
Bagi Kerajaan Sunda, pelabuhan Karawang tidak hanya sebagai tempat
pusat perdagangan melainkan berstatus sebagai pintu masuk wilayah pedalaman
47
MvO Resident Krawang, A. Sangster, 31 Oktober 1931. 48
Wawancara pribadi dengan bapak H. Firman selaku bidang Budaya di Dinas Budaya
dan Pariwisata, di Karawang, Tanggal Rabu 19 Maret 2014 pukul 11.15 wib. 49
Menurut Tome Pires, selain Karawang, enam pelabuhan lainnya terletak di Banten,
Pontang, Cikande, Tangerang, Kalapa, dan Cimanuk.
23
bagian Timur Kerajaan tersebut dengan menyusuri beberapa sungai besar, antara
lain Citarum.50
Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Sunda tahun 1579 di wilayah Tatar
Sunda terdapat empat pusat kekuasaan baru yaitu Cirebon, Banten
Sumedanglarang dan Galuh. Dengan runtuhnya Kerajaan Sunda, wilayah
Karawang menjadi salah satu wilayah kekuasaan Sumedanglarang.
Seiring dengan keruntuhan Kerajaan Sunda, wilayah Karawang menjadi
salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang.51
Meskipun demikian,
pengaruh Cirebon sangat kuat di daerah ini sehingga sampai tahun 1619, daerah
Karawang diklaim sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon.
Sementara itu, pengaruh Mataram masuk ke wilayah Karawang melalui Kerajaan
Sumedanglarang.52
Pada 1620, Pangeran Aria Suriadiwangsa I (penguasa Sumedanglarang)
mengakui kekuasaan Mataram dan menyatakan pengabdiannya kepada penguasa
Mataram. Setelah peristiwa ini wilayah Sumedanglarang lebih dikenal dengan
sebutan Priangan. Untuk menjalankan roda pemerintahan, Sultan Agung
mengangkat Pangeran Aria Suriadiwangsa I sebagai wedana-bupati daerah
Priangan dengan gelar Rangga Gempol I. Termasuk wilayah Karawang yang pada
masa itu Kesultanan Banten mempunyai ambisi untuk menguasai wilayah bekas
Kerajaan Sunda, namun ambisinya tersebut tertahan seiring dengan semakin
50
Edi S Ekadjati,. Penyebaran agama Islam di Jawa Barat, (Bandung: Proyek Penunjang
Peningkatan Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa Barat, 1975). H. 97. 51
Kerajaan Sumedang Larang berpusat di Kutamaya (sekarang jaraknya tak jauh dari
sebelah barat kota sumedang) Statusnya berubah menjadi kabupaten sejak tahun 1620. 52
Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon
dan Betawi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h, 615.
24
menguatnya Pengaruh Mataram atas Cirebon dan Priangan. untuk mewujudkan
ambisinya tersebut, penguasa Banten menjadikan Karawang sebagai benteng
pertahanan terdepan dalam menghadapi politik ekspensi kerajaan Mataram.53
Daerah Karawang secara resmi masuk dalam wilayah pengaruh Mataram,
akan tetapi pada kenyataannya pasukan Banten berleluasa bisa memasuki wilayah
Karawang. Dalam rangka menjadikan Karawang sebagai benteng pertahanan
terdepan, pada akhir abad ke-16, Pangeran Nagaragan dari kesultanan Banten
membangun sebuah Kampung di sebelah sungai citarum, yang diberinama
Hudong Udong (Udug-Udug),54
di kampung Udug-Udug tersebut kemudian
dijadikan tempat tinggal pangeran serta para pengawalnya.
Mendengar berita tersebut Sultan Agung penguasa Mataram mengutus
Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke
Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui
Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten.
Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti
rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan
keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu Kota
Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara
melewati Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan
lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke
Karawang.
53Nina Herlina Lubis, Sejarah Tatar Sunda, (Bandung: Satya Historika, 2003), h. 89-94.
54Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 180-181.
25
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria
Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug,
mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu diimbangi dengan
kekuatan yang memadai.
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu
desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang
kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di
Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu. Ketiga perkampungan
tersebut dijadikan sebagai pos pertahanan untuk menyerang kesultanan Banten,
hingga tahun 1625 pasukan mataram tidak berhasil mengusir pasukan banten dari
daerah karawang karena kekuatannya hanya tinggal sepertiga lagi. Namun aria
wirasaba tidak pernah melaporkan kegagalannya kepada Sultan Mataram.
Karena jauh serta sulitnya hubungan antara Karawang dengan Mataram,
Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakannya
kepada sultan di Mataram. Karena tidak adanya laporan tersebut pada sultan
Mataram, maka ia menganggap bahwa misi yang diberikannya kepada Aria
Wirasaba telah dianggap gagal.
Pada tahun 1632 M, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa dari Galuh
dengan membawa 1000 Prajurit dan keluarganya menuju Karawang. Tujuan
ditugaskannya pasukan Wiraperbangsa oleh sultan Mataram adalah untuk
membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai
bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC(Belanda) di
Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba.
26
Tugas yang diberikan Sultan Agung yang kepadanya telah dilaksankan
dengan baik, dan hasilnya tersebut dilaporkan kepada Sultan Agung. Atas
keberhasilannya tersebut Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi Jabatan
Wedana (setingkat Bupati) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III
serta diberi hadiah sebelah keris yang diberi nama “Karosinjang”.
Setelah Wiraperbangsa wafat jabatan Bupati di Karawang dilanjutkan oleh
Puteranya yang bernama Adipati Kertabumi IV yang diberi gelar Raden
Singaperbangsa III, ketika diangkat sebagai Wedana Karawang, R. A
Singaperbangsa IV berkedudukan di Cibunut yang sekarang bernama Kampung
Bunut, sekitar Alun-alun Karawang.55
Mengenai pengangkatan Adipati Kertabumi IV sebagai penguasa
Karawang tercantum dalam sebuah piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar56
yang Berbunyi sebagai berikut:
Penget ingkang Piagem Kanjeng ing Ki Rangga Gede
Sumedang kagadehaken ing Si Astrawadana. Milane Sun gadehi Paiagem Sun
kongkon angraksa kagengan Dalem, siti Nagara Agung, Kilen wates
Cipamingkis, wetan Cilamaya, sirta sun kongkong
anunggoni lumbung isinipun pari limang takes
punjul tiga welas jait.
Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa
Basakala tan angrawahi Piagem, lagi lampahipun
Kiyai Yudabangsa kaping Ki Wangsataruna
Ingkang potusan Kanjeng Dalem ambkta tata titi
Yang kalih ewu Wadananipun Kiyai Singaperbagsa,
Kalih ki wirasaba kang dipun wadanakaken ing manira.
Sasangpun katampi dipunpernahken ing
Waringinpitu lang ing Tanjungpura. Angraksa Siti
Gung Bongas kilen.
55
Bintang T, Sejarah Karawang dari masa ke masa, (Karawang: Viva Tanpas, 2007), h.
58 56
Wawancara pribadi dengan bapak H Firman :“Menurut Bapak H Firman (bidang
budaya) di Dinas Budaya Dan Pariwisata Kabupaten Karawang bahwa keberadaan piagam tersebut
sekarang ini berada di Belanda.”
27
Kala nulis piagem ing dina Rebo tanggal Sapuluh
Sasi mulud tauh Alip. Kang anulis piagem manira,
Anggaprana. (Bahasa Jawa).57
Terjemahan piagam tersebut dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Maka, ingatlah piagam Kanjeng kepada Ki
Rangga Gede dari Sumedang, yang dibawa oleh
Ki Astrawardana. Adapun maksud dia membawa
Piagam, karena (Ki Astrawardana) dia mengemban
Tugas menjaga wilayah kekuasaan Raja “Nagara Agung”
Wilayah itu dibatasi dibatasi oleh Cipamingkis di sebelah
Baratdan Cilamaya di sebelah Timur. Seterusnya,
Ki Astrawardana harus menunggui lumbung padi, yang
Isinya sebanyak lima tangkes tiga belas jait. Nantinya,
Padi itu harus diangkut oleh Singaperbangsa, jika
Perintah sudah diterimanya. Surat perintah itu akan
Diserahkan oleh Ki Yudabangsa dan Ki Wangsataruna,
Yang saat ini sedang dalam perjalanan sambil membawa
2.000 orang. Orang sebanyak itu akan akan diserahkan
kepada Ki Singaperbangsa dan Ki Wirasaba. Kedua
orang itu telah diangkat sebagai Wedana. Kedua orang itu
telah diangkat oleh raja. Jika surat pengangkatannya telah
diterima, keduanya harus ditempatkan masing-masing di Waringinpitu
dan Tanjungpura. Tugasnya menjaga Nagara Agung dari sebelah
Barat dari ancaman musuh. Piagam ini ditulis hari rabu,
Tanggal sepuluh Mulud, tahun Alif. Yang menulis piagam ini
Adalah Anggaprana.
Berdasarkan beberapa sumber yang ada menetapkan bahwa hari jadi
Kabupaten Karawang pada tanggal 14 September 1633 M atau hari Rabu tanggal
10 Mulud 1555 tahun Jawa/ Saka. Untuk perayaan hari jadi Kabupaten Karawang
diadakan dua kali perayaan yakni pada tanggal 10 Mulud dan 14 September, pada
tanggal 10 Mulud diadakan ziarah ke makam-makam pahlawan yang ada disekitar
Karawang dan utamanya ziarah ke makam Singaperbangsa (Bupati pertama
Kabupaten Karawang) yang berada di Manggung Ciparage Desa Manggungjaya
Kecamatan Cilamaya. Dan tanggal 14 September diadakannya bersama
masyarakat Karawang.
57
Nina Herlina Lubis, dkk., Sejarah Kabupaten Karawang, h. 98.
28
Silsilah dan urutan para Bupati Karawang berdasarkan Sejarah singkat hari
jadi Karawang58
adalah sebagai berikut:
No Nama Bupati Tahun Pemerintahan
1 Raden Adipati singaperbangsa59
1633-1677
2 Raden Anom Wirasuta60
1677-1721
3 Raden Jayanagara61
1721-1731
4 Raden Singanagara62
1731-1752
5 Raden Muhammad Saleh63
1752-1786
6 Raden Singasari64
1786-1809
7 Raden Aria Sastradipura65
1809-1811
58
Sutedja dkk, Sejarah Singkat hari jadi Karawang berikut silsilah dan urutan para
bupatinya, (Karawang: Kantor Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Karawang, 2013), h. 11-26. 59
Raden Adipati Singaperbagsa putera Wiraperbangsa dari Galuh (wilayah Kerajaan
Sumedanglarang), bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Adipati
Singaperbangsa, Pusat pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa, sekarang
termasuk wilayah keluarahan Karawang Kulon Kecamatan Karawang Barat.
Raden Adipati Singaperbangsa wafat pada tahun 1677, di makamkan di Manggungjaya
Ciparage Desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa
dikenal pula dengan sebutan Kyai Panembahan Singaperbangsa atau Dalem Kalidaon atau disebut
juga dengan Eyang Manggung. 60
Raden Anom Wirasuta adalah putera Raden Adipati Singaperbangsa, yang diberi gelar
Adipati Panatayuda I. 61
Radena Jaya Nagara adalah Putera RAden Anom Wirasuta yang diberi gelar Adipati
Panatayudha II. 62
Raden Singanagara adalah putera Raden Jayanagara yang bergelar Raden Aria
Panatayudha III. 63
Raden Muhammad Saleh adalah putera Raden Singanegara yang diberi gelar Raden
Adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad saleh juga dikenal pula dengan sebutan Raden
Muhammad Zainal Abidin atau Raden Dalem 64
Raden Singasari adalah Putera Raden Muhammad Saleh, yang diberi gelar Raden
Adipati Aria Singasari atau Panatayudha V. 65
Raden Aria Sastradipura adalah putera Raden Muhammad Saleh. Beliau ditugaskan
sebagai Cutak (demang) setingkat Patih dengan tugas pekerajaan Bupati.
29
8 Raden Adipati Suryalaga66
1811-1813
9 Raden Aria Sastradipura67
1813-1820
10 Raden Adipati Suryanata68
1821-1829
11 Raden Adipati Suryawinata69
1829-1849
12 Raden Muhammad Enoh70
1849-1854
13 Raden Adipati Sumadipura71
1854-1863
14 Raden Adi Kusumah72
1863-1886
15 Raden Surya Kusumah73
1886-1911
16 Raden Tumenggung Aria Gadanagara74
1911-1925
17 Raden Adipati Aria Suryamiharja75
1925-1942
66
Raden Adipati Suryal;aga pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau adalah putera
sulung Raden Adipati Suryalaga bupati Sumedang (1765-1783). 67
Raden Aria Sastradipura dua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah
yang pertama pada periode tahun 1809-1811 68
Raden Adipati Suryanata adalah putera Raden Adipati Wiranata (Dalem Sepuh Bogor
keturunan Cikandul). 69
Raden Adipati Suryawinata atau Haji Muhammad Sirod, Putera Adipati wiranata Dalem
Sepuh Bogor, (Adik Adipati Suryanata, Bupati Karawang yang memerintah pada tahun 1821-
1829) 70
Raden Muhammad enoh adalah Putera Dalem Aria Wiratanudatar VI, yang bergelar
Raden Sastranagara. 71
Raden Adipati Sumadipura adalah putera Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang
ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan sebutan Uyang Ajian atau Dalem Sepuh. Raden
Adipati Sumadipura bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradinigrat I, beliau juga dalah yang
membangun Pendopo Kabupaten, Masjid Agung dan Situ Buled di Purwakarta 72
Raden Adi Kusumah atau Apun Hasan adalah Putera Uyang Ajian yang bergelar Raden
Adipati Sastradiningrat II. 73
Raden Surya Kusumah atau Apun Harun adal putera Raden Adi Kusumah yang bergelar
Raden Adipati Sastradinigrat III. 74
Raden Tumenggung Aria Gandanagara adik Raden Surya Kusumah yang bergelar
Adipati Sastradiningrat IV, dan beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria.
30
18 Raden Panduwinata76
1942-1945
19 Raden Juarsa77
1945-1948
20 Raden Ateng Surapraja dan R. Marta78
1948-1949
21 R.M. Hasan Surya Saca Kusumah79
1949-1950
22 Raden Rubaya80
1950-1951
23 Moh. Tohir Mangkudijoyo81
1951-1960
24 Letkol INF. H. Husni Hamid82
1960-1971
25 Kolonel INF. Setia Syamsi83
1971-1976
75
Raden Adipati Suryamiharja adalah putera Raden Rangga Haji Muhammad Syafe‟I,
yang bergelar Raden Adipati Songsong Kuning. Raden Adipati Aria Suryamiharja merupakan
Bupati Karawang terakhir sebelum masa pendudukan Jepang. 76
Raden Panduwinata dikenal dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu suriadiningrat,
beliau merupakan Bupati pada masa kependudukan Jepang. 77
Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden
Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten dipindahkan dari Purwakarta ke Subang. 78
Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh
Pemerintahan yang berbeda yaitu: a). Raden Ateng Surapraja adalah Bupati Karawang yang
ditunjuk oleh Negara Pasundan yang berkedudukan di Subang. b) R. Marta adalah Bupati
Karawang jaman gerliya yang ditunjuk oleh pimpinan badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat bulan
Oktober 1948. 79
R.M. Hasan Surya Saca Kusumah adalah Bupati Karawang yang diangkat oleh
Republik Indonesia Serikat (RIS) sesuia dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
pembentukan Kabupaten Karawang di lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat 80
Raden Rubaya adalah Putera Suryanatamiharja yang berasal dari Sumedang yang
menjadi Wedana Leles di Garut 81
Moh Tohir Mangkudijoyo putera Jaka asal Plered Purwakarta, pada masa
pemerintahannya beliau didampingi oleh Kepala Daerah Moh. Ali Muchtar Putera Cakrawiguna
(Komisi Plered) asal Jatisari 82
Letkol Inf. H. Husni Hamid putera ketiga Haji Abdul Hamid ayang berasal dari
Cilegon, Banten. Sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang jabatan beliau
adalah Dandim 0604 Karawang. 83
Kolonel Inf Setia Syamsi, Putera E Suparman yang berasal dari Bandung, dilahirkan
tanggal 3 April 1926. Jabatan beliau sebelum menjadi Bupati Karawang Adalah Dandim 0604/1
Karawang (1965-1969), Kepala Staf Brig. 12/ Guntur Dam VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971)
31
26 Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra84
1976-1981
27 Kolonel CZI.H. Opon Sopanji85
1981-1986
28 Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi86
1986-1996
29 Kolonel INF. Drs. H. Dadang S. Muhtar87
1996-2000
30 PLT R.H. Daud Priatna SH, M.Si88
2000
31 Letkol (Purn) Achmad Dadang89
2000-2005
32 PLT. Drs.H.D. Salahudin Mufti, M,Si90
18-11-2005 s/d15-12-
2005
33 Drs. H. Dadang S. Muchtar91
2005-2010
84
Kolonel Inf. Tata Suwanta Hadisaputra, putera Taslim Kartajumena asal Cirebon,
dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924. Jabatan beliau sebelum menjadi Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Karawang, adalah Dandim Garut, yang kemudian tugasnya dialihkan ke Korem
Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat di Bandung. 85
Kolonel CZI. H. Opon Sopandji, putera Atmamihardja asal Sukapura Tasikmalaya.
Sebelum menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau adalah sebagai ketua
DPRD Kabupaten Bogor. 86
Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putera Suradi asal Bandung, sebelum menjabat
sebagai Bupati Daerah Tingkat II Karawang, beliau menjabat sebagai Kepala Markas Wilayah
Pertahanan Sipil (Ka. Mawil Hansip) VIII Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat. 87
Kolonel Inf. Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE. Herman asal Cirebon, lahir di
Klangenan Cirebon pada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II
Karawang, beliau menjabat Asisten Logistik Kodam III Siliwangi (1996). 88
R.H. Daud Priatna SH, M.Si, putera R Khoesoe Abdoel asal Pedes, Karawang, lahir
pada tanggal 29 Juli 1941.beliau menjabat sebagai Bupati Berdasarkan SK. Menteri Dalam Negeri
Nomor 131. 32. 055 tanggal 20 Februari 2000, disamping menjabat sebagai wakil Bupati beliau
juga merangkap sebagai Pejabat Bupati Karawang. 89
Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putera Tjasban, lahir pada tanggal 8
Agustus 1948 di Desa Cilamaya Karawang. Dilantik sebagai Bupati Karawang pada tanggal 16
Desember 2000. Sebelum menjabat sebagai Bupati Karawang beliau menjabat Dandim Aceh
Timur Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa. 90
Drs. HD. Salahudin Muftie, M.Si, putera H. Jamil Bin Yusuf, lahir di Karawang pada
tanggal 3 November 1945. Berdasarkan Kepmendagri no 131. 32. 1017 tahun 2005 tanggal 18
November 2005 melaksanakan tugas dan kewajiban Bupati Karawang sampai tanggal 15
Desember 2005.
32
34 PLT. Ir. H. Iman Sumantri92
Desember2010
35 Drs. H. Ade Swara, MH93
2010-2015
Dengan berbagai Sejarah kedudukan Ibu Kota kabupaten Karawang banyak
mengalami perubahaan dalam penamaan ibu kota, yang diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kabupaten Karawang dengan ibu kotanya di Karawang dari tahun 1653-1819
(166 tahun).
2. Kabupaten Karawang ibu kotanya di Wanayasa sekitar tahun 1820-1830 (10
tahun).
3. Kabupaten Karawang dengan Ibu Kotanya di Purwakarta tahun 1830- 1449.
Melalui keputusan Wali Negara Pasundan tanggal 29 Januari 1949 nomor 12
Kabupaten Karawang dipecah menjadi 2 yaitu: Karawang Barat dengan Ibu
Kota Karawang dan Karawang Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan
ibu kota di Subang.
4. Dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1950 tentang
pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat tahun
91
Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE Herman asal Cirebon, dilahirkan pada tanggal 4
September 1952 di Klangenan Cirebon. Beliau kembali memimpin Kabuppaten Karawang hasil
Pilihan Rakyat langsung pada PILKADA tahun 2005. 92
Ir. H. Iman Sumantri, putera Mayor Purnawirawan TNI Ishak Iskandar, Lahir di Cimahi
Bandung pada tanggal 15 November 1965. Beliau menjabat sebagai bupati berdasarkan Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor 131/ Kep.1714-Pem-um/ 2010 tanggal 15 Desember 2010
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Bupati Karawang dari tanggal 17 Desember 2010
sampai dengan tanggal 27 Desember 2010. 93
Drs. H. Ade Swara, MH, putera H. Edi Suhendi dilahirkan pada tanggal 15 Juni 1960 di
Ciamis. Merupakan Bupati terpilih hasil Pemilukada Kabupaten Karawang tahun 2010.
33
1950. Karawang secara resmi dinyatakan sebagai kabupaten yang berdiri
sendiri dengan Ibu Kota di Karawang.
Kabupaten Karawang telah terbagi menjadi 30 Kecamatan dengan
jumlah desa seluruhnya sebanyak 297 desa dan 12 Jumlah desa terbanyak ada di
Kecamatan Telagasari, dan Tempuran yaitu 14 Desa dan yang paling sedikit
adalah Kecamatan Majalaya dan Ciampel, yaitu sebanyak 7 Desa.94
C. Kondisi Sosial dan Keagamaan masyarakat Karawang
Pada tahun 2012 jumlah penduduk kabupaten Karawang mencapai
2.207.181 jiwa, jumlah tersebut merupakan hasil proyeksi dan angka yang masih
sementara. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2012 berjumlah 1.137.818 jiwa,
dan penduduk perempuan berjumlah 1.069.363 jiwa. Jika dilihat pada data
tersebut maka jumlah dari penduduk kabupaten Karawang adalah 106,40 yang
artinya penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan.95
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka
2013, (Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Karawang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2013).
94
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, Karawang Dalam Angka 2013, (Karawang:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karawang, 2013), h. 7 95
Ibid., h. 25
34
Jenis mata pencaharian penduduk Karawang umumnya adalah sebagai
petani, masyarakat petani jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu
untuk kelompok usia anak-anak, laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan
anak-anak berjenis kelamin perempuan. Kondisi yang berbeda pun dapat dilihat
oleh masyarakat pribumi yang bukan petani karena baik usia dewasa maupun
anak-anak, jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah
penduduk karawang yang berprofesi sebagai petani diperkirakan 91,56 %,
sedangkan jumlah penduduk karawang yang berprofesi di luar pertanian sekitar
8,44 %.
Memasuki pada awal abad ke-20, penduduk pribumi Karawang memiliki
berbagai macam pencaharian yang beranekaragam antara lain pertanian,
perdagangan dan kerajinan, serta perikanan. Sementara itu kabupaten Karawang
termasuk salah satu kabupaten yang yang menjadi sentra pembudidayaan padi.
Pembudidayaan padi tidak hanya dilakukan di areal persawahan, melainkan juga
sebagian masyarakat membudidayakan tanaman tersebut di ladang.
Jumlah penduduk kabupaten Karawang pada tahun 2012 berdasarkan
agama yang dianut adalah sebagi berikut: Islam sebanyak 98,55%, Katolik 0,22%,
Protestan 0,93%, Budha 0,26%, dan Hindu 0,04%.96
Berdasarkan jumlah
persentase tersebut maka jumlah sarana peribadatan seperti masjid, langgar,
96
Ibid., h. 49
35
musholla, gereja klenteng, dan vihara terdapat diberbagai tempat yang berada di
wilayah Karawang.
Agama Islam masuk ke Karawang dibawa oleh ulama Besar yang bernama
Syeh Hasanudin bin Yusuf Idofi dari Campa, yang terkenal dengan sebutan Syeh
Quro. Ia merupakan putra ulama besar perguruan Islam di Campa yang bernama
Syeh Yusuf Sidik. Syeh Quro datang ke pelabuhan Karawang melalui jalur laut,
ketika sampai di Pelabuhan Karawang bersama rombongannya meminta izin
kepada penguasa setempat untuk mendirikan bangunan disekitar pelabuhan.
Setelah mendapatkan izin oleh penguasa setempat mendirikan bangunan dari
pelabuhan tempat kapal berlabuh. Bangunan ini kemudian terkenal dengan
sebutan Pesantren Quro (Masjid Agung Karawang).
Tahapan-tahapan dalam menyebarkan agama Islam yang dilakukan oleh
Syeh Quro adalah membangung Langgar (Pesantren), Musholla sebagai tempat
ibadah, serta tempat tinggal. Dakwah yang disampaikan oleh Syeh Quro mudah
dipahami oleh masyarakat Karawang, sehingga banyak masyarakat yang
berbondong-bondong untuk menganut agama Islam.
Bukti adanya penyebaran agama Islam yang pertama kali oleh Syeh Quro
adalah Masjid agung97
Karawang letaknya berdekatan dengan alun-alun
Kabupaten Karawang. Di masjid terdapat potongan balok Tiang utama (empat
tiang) yang masih utuh, kayu balok bagian atap Masjid Agung lama dan kayu lain
bagian dinding masjid yang masih tersimpan di lantai tiga masjid agung
Karawang.
97
Tjetjep Supriadi, Sejarah berdirinya Kabupaten Karawang, (Bandung : Theme, 1976),
h. 33.
36
Tabel jumlah Sarana Peribadatan berdasarkan Kecamatan tahun
2012
Kecamatan Masjid Musholla Langgar Gereja Vihara
Pangkalan 72 8 79 - -
Tegalwaru 44 - 34 - -
Ciampel 52 - 34 - -
Telukjambe
Timur
104 - 102 1
Telukjambe Barat 58 - 202 -
Klari 128 216
Cikampek 69 7 99 10
Purwasari 56 79
Tirtamulya 57 93
Jatisari 284 196
Banyusari 44 145
Kotabaru 78 97
Cilamaya Wetan 51 10 220 2
Cilamaya Kulon 46 10 198
Lemahabang 59 5 122
Telagasari 53 187
37
Majalaya 34 82
Karawang Timur 93 1 131 1 1
Karawang Barat 79 134 14
Rawamerta 48 133
Tempuran 56 129
Kutawaluya 50 138
Rengasdengklok 52 202 4
Jayakarta 27 9 182
Pedes 48 216
Cilebar 47 112
Cibuaya 39 160
Tirtajaya 71 5 121
Batujaya 40 130
Pakisjaya 34 3 64
Total 1.973 4.090 4.037 2 31
2011 1.728 2.567 1.735 16 11
2010 1.667 1.355 3.006 8 11
2009 1.575 1.285 3.066 13 11
2008 1.648 1.344 3.004 13 11
Sumber: Kantor Depertemen Agama Kabupaten Karawang
38
Tabel jumlah penganut agama di Karawang 2012
Kecamatan Islam Katolik Protestan Budha Hindu Total
Pangkalan 40.062 5 57 9 9 40.142
Tegalwaru 38.697 2 11 1 38.711
Ciampel 42.803 31 113 15 12 42.974
Telukjambe
Timur
53.643 1.471 4.067 456 162 59.799
Telukjambe Barat 127.728 25 218 2 5 127.378
Klari 183.730 655 2.435 137 71 187.028
Cikampek 117.988 582 2.938 346 11 121.865
Purwasari 65.590 114 602 37 5 66.348
Tirtamulya 55.153 6 13 7 55.179
Jatisari 86.623 84 517 19 15 87.258
Banyusari 59.530 6 7 5 59.548
Kotabaru 134.464 592 2.664 283 77 137.979
Cilamaya Wetan 94.187 21 318 28 67 94.621
Cilamaya Kulon 80.396 36 34 80.466
39
Lemahabang 87.104 3 175 12 87.294
Telagasari 75.083 13 106 3 11 75. 216
Majalaya 130.268 892 3.278 1.213 84 135.735
Karawang Timur 171.400 1.312 5.466 2.228 122 180.528
Karawang Barat 46.850 174 429 30 24 47.507
Rawamerta 59.724 1 12 6 59.743
Tempuran 70.044 9 54 1 5 70.113
Kutawaluya 69.668 2 36 30 13 69.749
Rengasdengklok 143.358 304 3.130 1.171 126 148.089
Jayakarta 73.066 4 45 11 8 73.134
Pedes 79.685 11 29 56 5 79.789
Cilebar 53.440 1 11 2 8 53.462
Cibuaya 59.849 18 351 990 20 61.228
Tirtajaya 89.740 15 6 5 89.766
Batujaya 102.758 10 41 12 1 102.822
Pakisjaya 47.469 2 30 11 6 46.518
40
Total 2.539.999 6.350 27.204 7.101 932 2.414.897
2011 2.200.571 4.826 20.760 5.838 977 2.232.972
2010 1.969.881 3.499 14.877 5.836 1.015 1.995.048
2009 1.873.051 4.677 10.816 6.414 1.177 1.896.135
2008 1.873.051 4.667 10.816 6.414 1.177 1.896.135
Sumber: Kantor Depertemen Agama Kabupaten Karawang
41
BAB III
DESKRIPSI TRADISI ZIARAH KUBUR
A. Makna ziarah kubur
Ziarah dalam kamus bahasa arab diambil dari kata س يا رة -يش و ر -سارا Yang
berarti menziarahi, mengunjungi.98
Sedangkan menurut Munzir Al-Muswa ziarah
kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan mendatangi ahli kubur sebagai
pelajaran bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul menghuni
kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.99
Ziarah Kubur juga dapat dikatakan sebagai mengunjungi suatu tempat
yang dimuliakan atau dianggap suci, misalnya mengunjungi makam Nabi
Muhammad SAW di Madinah seperti yang sering dilakukan oleh jama‟ah Haji.
Makam yang menjadi perhatian para peziarah khususnya bagi kaum muslim
biasanya makam orang-orang yang semasa hidupnya membawa misi kebaikan
terhadap lingkungannya, yaitu:100
a. Para Nabi dan Pemimpin Agama, mereka yang telah menyebarkan agama
serta mengajarkan mereka terhadap hal-hal kebaikan yang sesuai dengan
syariat.
b. Para wali, ulama dan ilmuan besar yang memberikan ilmu pengetahuan
serta mengenalkan manusia terhadap Kitab Tuhan serta ilmu alam dan
ilmu ciptaan.
98
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), h. 159. 99
Munzir Al-Muswa, Kenalilah Aqidahmu, (Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007), h. 56. 100
Syaikh Ja‟far Subhani, Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1989), h. 55.
42
c. Kelompok orang-orang tertentu seperti: kerabat, sahabat, saudara terdekat,
mereka yang mempunyai tali kasih atau pengorbanan semasa hidupnya.
Ziarah kubur merupakan satu titik temu yang istimewa antar agama,
hampir di belahan dunia manapun terdapat makam-makam khusus yang
dikunjungi baik oleh orang Islam maupun non Islam. Menurut „Ali al-Harawi
yang menulis sebuah Pedoman Tempat-Tempat Ziarah Kubur bahwa ziarah kubur
(ziyarat al-qubur) adalah suatu bentuk ritual yang sudah berakar di masyarakat
sejak zaman dahulu.101
Ziarah kubur yang dilakukan di makam telah memberikan tambahan
ekonomi kepada penduduk sekitar lokasi kuburan keramat, sehingga masyarakat
banyak yang berjualan makanan, keperluan ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah
kubur.102
Bagi tokoh-tokoh agama tertentu, terutama bagi kalangan tradisional
upacara tardisi lokal ini bermanfaat untuk alat mobilisasi masyarakat kelas bawah,
alat poltik bagi tokoh-tokohnya, dan menjadikan sumber ekonomi yang
mencukupi bagi sang tokoh keagamaan bisa dijadikan untuk memperkuat
kharismanya.
Ziarah kubur merupakan satu dari sekian tradisi yang ada dan berkembang
di masyarakat, berbagai maksud dan tujuan serta motivasi selalu menyertai
aktivitas ziarah kubur. Ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat ke kuburan
dianggap keramat karena sebenarnya ziarah kubur adalah tradisi agama Hindu
yang pada masa lampau memuja terhadap roh leluhur.
101
Henri, Chambert-Loir dan Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, (Depok:
Komunitas Bambu, 2010), h. 2 102
Hasil peneleitian penulis hal ini juga sama seperti di makam Syeh Quro,terutama pada
malam Sabtu
43
Di Indonesia terutama Jawa, kebiasaan ziarah kubur tersebar luas
diantaranya ke makam para wali dan tokoh yang dianggap suci, disana mereka
melakukan berbagai kegiatan seperti membaca al-Qur‟an, kalimat Syahadat,
berdoa dan bertafakur. Sepeti halnya ziarah yang sering dilakukan di makam
Sunan Gunung Jati, makam Sunan Gunung Jati selalu ramai dipadati peziarah
yang datang secara perorangan, dengan keluarga, ada pula yang datang secara
berombongan dari satu desa dengan mencarter bis bersama-sama. Kebanyakan
dari peziarah yang datang hanya mengadakan kunjungan secara singkat, tetapi ada
juga yang tinggal menyepi selama satu atau beberapa malam di dalam komplek,
disamping itu ada sejumlah kegiatan ziarah besar pada hari-hari tertentu, misalnya
setiap malam jumat kliwon pengunjung ziarah banyak yang berdatangan sehingga
menyebabkan berdesak-desakan di depan gerbang makam, ziarah tahunan yang
teramai banyak pengunjungnya adalah ketika bulan maulid, biasanya pada
perayaan bulan maulid benda-benda pusaka digelarkan berarak-arakan di sekitar
alun-alun masing-masing kraton, atau dalam perayaan tersebut disebut dengan
“panjang jimat”.
Ketika acara puncak tersebut orang-orang (peziarah) berlari berdesakan
dari alun-alun yang satu ke alun-alun yang lain untuk menengokpiring-piring
pusaka yang sebenarnya tertutup oleh kain. Kemudian mereka masuk ke dalam
kraton untuk melihat sejenak salah seorang yang dianggap sebagai keturunan
hidup sang wali.103
103
Henri, Chambert-Loir dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di dunia Islam, h. 366.
44
Letak makam tersebut terletak di puncak sebuah bukit buatan yaitu bukit
sembung yang khusus didirikan di kota Cirebon. Komplek makam keramat Sunan
Gunung Jati mencakupi kedua bukit yang diantaranya adalah Bukit Sembung dan
Bukit sunan Gunung Jati.104
Banyak juga orang-orang berziarah ke kuburan tertentu disertai
kepercayaan bahwa tokoh tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka,
antara lain dengan ziarah kubur seseorang dapat berdampak pada kemungkinan
mendapat rezeki dan Sya‟faat.105
Bila dilihat secara mendalam maka, tradisi yang masih dipertahankan oleh
sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah benar-benar peninggalan nenek
moyang yang masih primitif atau pra Islam. Upacara tradisi lokal yang hampir
seluruhnya merupakan peninggalan zaman Hindu Budha tetap dipertahankan oleh
masyarakat.
Kegiatan ziarah kubur, haul dan sebagainya merupakan peninggalan pra
Islam yang tidak dihilangkan.106
Dengan berbagai nilai Islam, tradisi-tradisi
tersebut berusaha untuk diakulturasikan107
kedalam Islam dan disatukan
sedemikian rupa menjadi budaya bercitarasa Islam dan Islam yang bercitarasa
lokal, melalui perpaduan yang meyakinkan tersebut dengan memakai doa-doa
Islam, Tahlil, dan sebagainya.
104
Ibid., h. 364-365. 105
Haryadi Soebady, Agama dan Upacara, (Jakarta: Buku antar Bangsa, 2002), h. 34. 106
Ayatrohaedi, Sundakala cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah "Panitia
Wangsakerta" Cirebon, (Jakarta: PT dunia Pustaka Jaya, 2005, h. 136. 107
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), h. 262
45
B. Ziarah kubur menurut Pandangan Islam
Di awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh syari‟at.
Pertimbangan akan timbulnya fitnah syirik di tengah-tengah umat menjadi faktor
dilarangnya ziarah kubur pada waktu itu. Namun, seiring perkembangan dan
kemajuan Islam larangan ini dihapus dan syari‟at menganjurkan umat Islam untuk
berziarah kubur agar mereka dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut,
diantaranya mengingat kematian yang pasti dan akan segera menjemput. Sehingga
hal tersebut dapat melembutkan hati mereka dan senantiasa mengingat kehidupan
akhirat yang akan dijalani kelak. maka Ziarah kubur diizinkan oleh nabi, dan
hukumnya sunnah sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi Saw yang
berbunyi:
ةزخ اا ل نك زك ذا تاا ف ر شا فلا ر بقا ل ة ا ري س يع نكتي تك
)را هسلن(
Artinya :“Dahulu saya melarang menziarahi Kubur, sekarang
berziarahlah kepadanya. Karena demikian itu akan mengingatkanmu akan hari
akhirat.”108
.
Semula dikeluarkannya larangan tersebut disebabkan karena mereka baru
saja terlepas dari masa Jahiliyah. Ketika fondasi ke Islaman telah kokoh, berbagai
macam hukumnya telah mudah dilaksanakan, berbagai larangan yang sesuai
dengan syar‟inya telah dikenal, maka ziarah kubur diperbolehkan. Dalam hadits
tersebut memberi peringatan yang semula ziarah kubur dilarang oleh nabi,
kemudian setelah itu diizinkan.
108
Sayid Sabqi, Fiqih Sunnah 4, (Bandung: PT Al-Maarif, 1981), Cet. III, h. 178.
46
Paska kedatangan Islam di tanah Jawa ziarah tetap dilestarikan dengan
memasukan unsur-unsur ke Islaman dan merubah objek sandaran para peziarah
yang hanya ditunjukan kepada Allah SWT, Islam mempunyai konsep-konsep
mengenai ziarah kubur yang tidak menjurus kepada kemusyrikan. Konsep ziarah
kubur dalam Islam yang berdasarkan Hadits nabi adalah:
زبا اث دح ا لق نلسه يب ا مطسا بث دح حا رث دح يز جلا ديعس يب نيا
ص.م الله لسر ىا تسا ئع يع تكيله يبا يبا تعوس ا لق ا حيا لتبا تعوس
. )را ابي ها ج(ر بقال ةا ريس يع صخر
Artinya : mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa’id al Jauhary,
mengabarkan kepada kami Bistam bin Muslim, dia berkata : saya mendengar
Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah: bahwasanya Rasulullah SAW memberi Rukhsoh
memperbolehkan dalam ziarah kubur. (H.R Ibnu Majjah).109
Jadi, kegiatan ziarah kubur dikatakan sebagai syiar Islam karena dapat
mengingatkan seseorang tentang akhirat, yang selanjutnya dapat memacu untuk
lebih giat beribadah dan meningkatkan ketaqwaan. Peziarah dapat berbuat baik
kepada yang sudah meninggal (dikuburanya) dengan mengucapkan salam,
mendoakan, memohon ampun dan mengambil pelajaran-pelajaran dari riwayat
hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Selain itu, tidak jarang bahwa
peziarah juga sering melakukan.
Dalam hal ini para ulama dan ilmuan Islam, dengan berdasarkan kepada
al-Qur‟an dan Hadits-hadits nabi memperbolehkan orang untuk melakukan ziarah
109
Husein Bahreisi, Studi Hadits Nabi, (Surabaya: CV Amin, 1999), h. 227.
47
kubur dan menganggapnya sebagai perbuatan yang memiliki keutamaan,
khususnya ziarah ke makam para nabi dan orang-orang soleh.110
Meski ajaran Islam tidak melarangnya dan punya aturan tersendiri dalam
berziarah (seperti membaca ayat suci al-Qur‟an dan mendoakan orang yang sudah
meninggal agar mendapatkan tempat di sisi Allah), adapun peziarah yang datang
ke kuburan orang-orang soleh atau terkenal dengan berbagai macam tujuan serta
motivasi dari mereka. Menurut pandangan penulis mengenai berbagai macam
tujuan serta motivasi peziarah di lapangan seperti halnya di Makam Syaikh Quro
adalah kemudahan dalam mencari nafkah, pekerjaan, kemudahan dalam
belajar(menuntut ilmu), mereka yang belum mendapatkan jodoh, agar disegerakan
mendapatkan jodoh, yang sedang berada diluar negeri (menjadi tenaga kerja) agar
selalu dalam lindungan Allah dan selalu diberikan kemudahan serta kelancaran,
yang ingin menduduki suatu jabatan pemerintahan baik pusat maupun daerah(hal
ini banyak ketika pada musim Pemilu). Semua motivasi dan berbagai macam
tujuan mereka sebutkan ketika berziarah ke makam.
Beberapa ulama berpendapat bahwa pada dasarnya hukum ziarah kubur
adalah sunnah sejauh diletakan tatacara aturan syara. Disini akan disebutkan
beberapa pendapat para ulama tentang ziarah kubur, yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Syaikh Muhammad bin Abdul wahab mengatakan bahwa:
)فتح انمجيذ ( تا صخ ا لج هزن جا بح ىا هموا ا ببحتس اانو
Artinya: “hukum sunnah berziarah kubur itu hanya untuk Laki-laki
secara tertentu”111
110
Syaikh Ja‟far Subhani, Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali, h. 501.
48
Menurut pendapat tersebut yang menjadi sasaran hukum sunnah
berziarah kubur adalah laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak di
sunnahkan.
b. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa :
ث ىما ن زك ذا حهو اف رىبقا ا ن و ر و س
Artinya : “Lakukanlah Ziarah kubur, Karena ia mengingatkan kepada
kematian.112
Menurut pendapat tersebut bahwa dengan ziarah kubur dapat
mengingat tentang kematian, dan mengambil pelajaran dari yang sudah
meninggal.
c. Imam Abdurrahman berpendapat sebagai berikut:
ؤ زب ن ىكتف ة زخ اا ن و ث ىما ن زك ذت د زجما نما ر ىبقا ن ة ا ري س
مكن هستف ا ءع د ىخىن و ا اها بحص ا تف زعم زيغ هم ر ىبقا ن تي
)بغيت ا نمستز شذ يه ( مهسم
Artinya: “ziarah kubur itu hanyalah bertujuan agar ingat pada
kematian dan akhirat, maka dapat dilakukan dengan melihat kuburan,
meskipun tidak mengetahui siapa ahli kuburnya atau bertujuan untuk
mendo’akan(berdo’a), maka ziarah kubur yang demikian ini di
sunnahkan bagi setiap Muslim.”113
Pada dasarnya menurut pendapat ini bahwa ziarah kubur itu hukumnya
sunnah bagi setiap muslim, asalkan dengan tujuan untuk mengingatkan pada
kematian dan akhirat dan juga untuk berdoa (baik untuk dirinya maupun si mayit)
meskipun tanpa mengetahui ahli kuburnya atau kuburannya.
111
Abdurrahmaman bin Hasan, Fathul Majid,(Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1987), h. 251. 112
As-Sulaiman Fahd bin Nashir bin Ibrahim, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar
Jenazah,(Jakarta: Darul Haq, 2006), h. 278. 113
Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan, Bugyiyatul Mustarsyidin, Terj.
Ahmad Bin Sayid, (Surabaya: Menara Kudus, 1990),h. 97.
49
C. Ziarah Kubur sebagai unsur Tradisi dan Budaya
Tradisi (bahasa Latin : traditio, artinya diteruskan) menurut bahasa adalah
suatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat
kebiasaan, atau yang diasimilasikan dengan ritual adat atau agama.114
Atau dalam
pengertian yang lain, sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,
kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat yang bersifat
magis religious dari suatu kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai-nilai
budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan. Kemudian
menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah menyatu dengan konsep sistem
budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia
dalam kehidupan sosial.115
Sedangkan dalam kamus Sosiologi, tradisi diartikan
sebagai kepercayaan turun menurun yang dapat dipelihara.116
Tradisi juga
dikatakan sebagai sutau kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat,
dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan,
sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti.
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki
pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan
keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusnya pada
generasi selanjutnya. Sering proses penerus terjadi tanpa dipertanyakan sama
114
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus umum Bahasa Indonesia, Departemen pendidikan
Nasional, (Jakarta: Balai pustaka 2007),Edisi III, Cetakan ke-4 h. 1293. 115
Ariyono dan Aminuddin Siregar, Kamus Antropolgi, (Jakarta: Akademika Presindo,
1985), h. 4. 116
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarat: PT Raja Grapindo Persada, 1993), h. 459.
50
sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim
benar dan lebih baik diambil begitu saja. Memang tidak ada kehidupan manusia
tanpa sesuatu tradisi.
Dalam upacara tradisi dikenal dengan “Tradisi Besar” (Great Tradition)
dan “Tradisi Kecil” (Little Tradition), yakni sepasang konsep yang pertama kali
diperkenalkan oleh pakar antropolog Amerika yaitu Robert Redfield. Konsep
tersebut mengungkapkan bahwa dalam suatu peradaban terdapat dua macam
tradisi yang dikategorikan sebagai great tradition dan little tradition.117
Tradisi besar adalah tradisi dari mereka yang suka berpikir dengan
sendirinya hanya mencangkup sejumlah orang yang sedikit. Sedangkan tradisi
kecil adalah tradisi massa yang tidak pernah memikirkan secara mendalam tradisi
yang mereka miliki. Tradisi dari para filosuf, ulama dan kaum terpelajar adalah
termasuk tradisi besar. Pada tradisi ini ditanamkan dan diwariskan melalui wacana
intelektual baik lisan maupun tertulis. Sedangkan tradisi orang kebanyakan adalah
tradisi kecil yang diterima dari pendahulu secara apa adanya tidak pernah diteliti
atau disaring isi maupun asal-usulnya, dalam perspektif ini kebiasaan ziarah kubur
atau berkunjung ke kubur dalam berbagai bentuk dan keperluan dapat
digolongkan sebagai tradisi kecil (kebiasaan orang kebanyakan).118
Adapun istilah kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari
bahasa Inggris. Kata culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah,
mengerjakan. Sementara itu, kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta,
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi. Kata buddhi berarti
117
Bambang Pranowo, Islam Faktual: Antara Tradisi dan Relasi Kuasa, (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 1998), h. 8-9 118
Ibid., h. 10
51
budi dan akal.119
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan budaya
sebagai : Pikiran (akal budi: hasil karya), Adat Istiadat: menyelidiki bahasa dan
budaya, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab,
maju).120
Menurut E.B Taylor seorang ahli Antropologi dari Inggris mengemukakan
bahwa kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dan lain-lain kecakapan yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat penduduk kebudayaan tersebut.121
Menurut W.A Haviland seorang ahli Antropologi dari Amerika Serikat
menyatakan kebudayan sebagai seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki
bersama oleh anggota masyarakat, yang apabila dilaksankan oleh para anggotanya
akan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima.122
Sedangkan menurut Koentjaraningrat mengemukakkan bahwa kebudayaan
adalah seluruh gagasan dan rasa tindakan serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan cara belajar123
.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para Antropologi di
atas maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem gagasan atau
ide dalam bentuk kebiasaan, adat-istiadat, sistem nilai, dan norma serta aturan-
aturan, dan kebudayaan merupakan keseluruhan dari sistem gagasan, dan prilaku.
119
Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.
531 120
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus umum Bahasa Indonesia, h. 129. 121
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Masyarakat,
(Yogyakarta: Jala Sutra,2009), cet:I, h. 210. 122
Ibid., h. 209 123
Ibid., h. 205.
52
Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan
akal dan pikiran manusia, sehingga dapat menunjukan pola pikir, perilaku serta
karya fisik sekelompok manusia.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan, dengan
kemampuan akalnya manusia dapat membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-
nilainya menjadi landasan moral bagi kehidpuan manusia itu sendiri.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan, begitu
pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti
begitu besarkaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Islam datang dan
berkembang di Indonesia dalam suasana damai dan telah menjadi bagian dari
tradisi dan kebudayaan dalam bidang peradaban masyarakat, dilingkungan sekitar
mungkin banyak yang ditemukan, seperti berbagai macam corak tradisi
masyarakat, pola beragama, dan pemahaman.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa budaya adalah gaya hidup khas
dari suatu masyarakat yang berlangsung secara lama dan diturunkan dari generasi-
kegenrasi.124
Dan sejarah adalah suatu peristiwa masa lampau yang
direkonstruksikan dalam sebuah tulisan atau media lainnya.125
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat yang majemuk
memiliki keanekaragaman dalam berbagai aspek kehidupan, bukti nyata adanya
kemajemukan di dalam masyarakat terlihat dalam beragamnya kebudayaan di
Indonesia.
124
Ibid.,h. 201. 125
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2005),
h. 17
53
D. Tujuan Ziarah Kubur
Ziarah kubur mempunyai beberapa tujuan, bagi peziarah dan yang diziarahi
memeiliki tujuan utama antara yang satu dengan yang lain. Adapun bagi peziarah
tujuannya sebagai berikut :
a. Mengambil pelajaran (I‟tibar) dari mayit
Perintah nabi untuk menziarahi kubur tidak lain adalah untuk peringatan dan
pelajaran. Karena kita bisa melihat bahwa sesombong apapun manusia, kelak akan
ditempatkan dalam sebuah lubang yang tidak ada air dan udara. Kita tidak akan
mampu berbuat apa-apa dan tidak mempunyai kekuatan untuk menghindar.
Bersiap-siap menjadi mangsa ulat dan hancur beserta tanah. Tidak ada yang bisa
menolong kecuali ilmu dan amal shaleh
b. Mengingat akan kehidupan akhirat
Para ulama berpendapat bahwa menziarahi kubur adalah obat penawar yang
paling ampuh untuk melunakan hati yang membatu. Karena dengan ziarah kubur,
manusia ingat akan kematian yang pasti tiba dan hari akhirat. Yang mana
kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Maka, dengan sendirinya
akan membatasi keinginan-keinginan yang berlebihan.
c. Mengambil manfaat doa dan salam serta bacaan-bacaan yang pahalanya
disampaikan atau diberikan kepada mayit
d. Orang yang sudah meninggal akan merasa senang dan bahagia kalau
diziarahi oleh banyak orang.126
126
Muhammmad Nashirudin, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1999), h. 174.
54
Selain mengambil pelajaran (I‟tibar) dari mayyit dan mengingat terhadap
kehidupan akhirat, ziarah kubur juga memiliki kaitan erat dengan masalah
psikologis. Karena antara peziarah dan yang diziarahi biasanya memiliki
hubungan emosional yang sangat dekat, seperti anak dan orang tuanya. Maka,
hubungan itu akan menimbulkan pesan-pesan bermakna bagi psikologis
seseorang.
55
BAB IV
TRADISI ZIARAH KUBUR DI MAKAM SYEH QURO
A. Riwayat Tentang Syeh Quro
Syeh Quro adalah putra ulama besar Makkah yang menyebarkan agama
Islam di Campa (Kamboja), ayahnya bernama Syeh Yusuf Siddik, seorang ulama
besar di Campa, yang masih ada garis keturunan dengan Syaikh Jamaludin serta
Syeh Jalaludin ulama besar makkah, bahkan menurut sumber lainnya garis
keturunannya itu sampai kepada Sayidina Husein bin Syaidina Ali RA dan siti
Fatimah. Kemudian Syeh Quro menikah dengan Ratna Sondari yakni Putri Ki
Gedeng Karawang, dari perkawinannya lahir Syeh Ahmad yang menjadi penghulu
pertama di Karawang. Cucu Syaikh Ahmad dari puterinya yang bernama Nyi Mas
Kedaton, yakni Musanudin yang kelak menjadi Lebe Cirebon dan memimpin
Tajug sang ciptarasa pada masa Sunan Gunung Jati.127
Pada tahun 1409 M, kaisar Cheng Ho dari Dinasti Ming memerintahkan
Laksamana Sam Po Bo untuk memimpin armada angkatan lautnya dan
mengerahkan 63 buah kapal dengan prajuritnya yang berjumlah 27.800 orang
untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan Islam. Dalam armada angkatan
laut itu diikut sertakan Syeh Hasanuddin atau Syeh Quro dari Campa untuk
mengajar agama Islam di kesultanan Malaka.128
127
Syamsurizal dkk, Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain,(Karawang: Mahdita,
2009), h. 10. 128
Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari : karya sastra sebagai sumber pengetahuan
sejarah, (Bandung : Proyek permuseuman Jawa Barat, 1986), h. 31.
56
Setelah Syeh Quro selesai melaksanakan tugasnya di Malaka, selanjutnya
beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pesambangan dan Japura
melalui pelabuhan Muarajati. Kedatangan Syeh Quro disambut baik oleh Ki
Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati.
Ia adalah putera bungsu Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala,
selain sebagai juru labuhan Ki Gedeng Tapa juga sebagai seorang mangkubumi di
Singapura.129
Demikan juga dengan masyarakat di daerah ini sangat tertarik
terhadap ajaran yang diajarkan oleh Syeh Quro sehingga banyak dari mereka
menyatakan memeluk agama Islam.
Namun dalam kegiatan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh
Syeh Quro, rupanya sangat mencemaskan Raja Padjajaran yang bernama
Anggalarang, sehingga Raja Padjajaran mengutus utusannya tersebut meminta
agar penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syeh Quro untuk
diberhentikan, oleh Syeh Quro perintah itu dipatuhi. Namun kepada utusan Raja
Padjajaran yang datang, Syeh Quro mengingatkan meskipun penyebaran agama
Islam dilarang kelak dari keturunan raja Prabu Anggalarang akan ada yang
menjadi Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syeh Quro mohon pamit dan Ki
Gedeng Tapa130
merasa perihatin atas apa yang menimpa ulama besar tersebut.
Sebab Ki Gedeng Tapa sendiri ingin menambah pengetahuannya tentang agama
Islam. Oleh karena itu pada waktu Syeh Quro akan kembali ke Malaka, Ki
129Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya termasuk budaya Cirebon
dan Betawi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h. 349. 130
Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Juman Jati yakni Syahbandar pelabuhan Muara Jati,
ia adalah Putra Prabu Westu Kencana atau Sang Prabu Dewaniskala.
57
Gedeng Tapa menitipkan Puterinya yang bernama Nyi Subang Larang untuk ikut
serta bersama Syeh Quro untuk belajar Agama Islam.131
Beberapa waktu kemudian Syeh Quro membulatkan tekadnya untuk
kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Padjajaran. Untuk keperluan tersebut maka
disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi
Subang Larang. Perjalanan rombongan Syeh Quro melewati laut Jawa kemudian
memasuki Muara Kali Citarum, pada waktu itu muara kali Citarum ramai dilewati
oleh perahu para pedagang yang keluar masuk wilayah Padjajaran.
Selesai menelusuri Kali Citarum akhirnya rombongan perahu Syeh Quro
di Pura Dalem atau pelabuhan Karawang. Kedatangan Syeh Quro dan rombongan
disambut baik oleh petugas pelabuhan Karawang dan di izinkan mendirikan
Musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.132
Syeh Quro dan rombongannya sangat menjunjung peraturan kota
pelabuhan yang dikunjunginya, sehingga aparat setempat sangat menghormatinya
dan member izin untuk membangun musholla yang digunakan sebagai tempat
mengaji atau pesantren dan sekaligus sebagai tempat tinggal, lokasi musholla atau
pesantren dipilih untuk tidak terlalu jauh dengan kegiatan pelabuhan. Setelah
beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syeh Quro menyampaikan
Dakwah di Musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraian tentang
Islam yang mudah dipahami dan mudah pula untuk diamalkan, karena beliau dan
santrinya langsung memberi contoh pengajian al-Qur‟an memberikan daya tarik
131
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang, Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam pembinaan umat yang beriman dan bertakwa, (Karawang: DKM Masjid Agung
Karawang, 1993), h. 4 132
Ibid., h. 5.
penulisan fotenote
IBID yaitu.
58
tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya.
Oleh karena itu setiap harinya banyak penduduk setempat yang secara suka rela
menyatakan masuk Islam. 133
Berita tentang kegiatan Dakwah Syeh Quro di pelabuhan Karawang
rupanya telah terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang Syeh
Quro melakukan kegiatan yang sama ketika mengunjungi pelabuhan Muara Jati
Cirebon, seperti yang sudah disinggung diatas, sehingga Prabu Anggalarang
mengirim utusan yang dipimpin oleh Putera Mahkota yang bernama Raden
Pamanah Rasa atau yang dikenal dengan Prabu Siliwangi untuk menutup
Pesantren Syeh Quro. Namun ketika Putera Mahkota tiba di tempat tujuan,
rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Al-
Quran yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang. Dan akhirnya Prabu
Siliwangi pun mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren Syeh Quro.
Peranan sosial keagamaan Syeh Quro dalam menyebarkan agama Islam
beliau berjasa dalam usaha Islamisasi pemerintahan Kerajaan Padjajaran (Raja
Prabu Siliwangi) sehingga memudahkan penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Selain itu peranan sosial lainya adalah beliau membangun lembaga pendidikan
yaitu Pesantren Quro yang sekarang telah berubah menjadi Masjid Agung
Karawang.134
133
Ibid., h. 6. 134
Ibid., h. 8.
9. cukup ibid aja jangan
pake halaman karena di
fotenote 8 udah ada
halamannya. sedangkan
hfotenote 9 juga sama
59
B. Pelaksanaan ziarah kubur di makam Syeh Quro
Ziarah kubur di komplek makam Syeh Quro dalam penyelenggaraan dan
upaya kenyamanan ziarah maka pengelola makam membuat tata tertib
administrasi, antara lain adminitrasi kunjungan ziarah yang diantaranya
mempunyai beberapa tatacara yang harus dilakukan oleh peziarah yaitu Pertama,
Peziarah harus laporan kepada petugas untuk pendataan di pos jaga yang sudah
ada di gerbang pintu masuk utama dengan menyerahkan KTP asli kepada petugas
(tidak bisa menggunakan Foto Copy KTP), semua pendataan yang masuk didata
dan masuk pada pendataan Desa. Jadi setiap harinya data pengunjung yang masuk
akan ada datanya, dimana data tersebut masuk laporan ke desa karena merupakan
asset desa yang termasuk dalam wisata ziarah. Dan bagi pengunjung yang akan
menginap harus memberikan keterangan berapa lama ia akan menginap kepada
petugas di komplek makam, batasan waktu yang di berikan oleh petugas kepada
pengunjung untuk menginap paling lama hanya 7 hari, jika lebih dari 7 hari
peziarah harus membawa surat keterangan dari desa tempat asal mereka berikut
dengan jelas alasannya, sebagian peziarah yang lain datang pada 41 malam
berturut-turut sebenarnya tidak ada peraturannya.
Peziarah yang datang ziarah ke makam Syeh Quro ada yang mempercayai
41 malam sabtu berturut-turut, bagi peziarah yang mempercayai 41 malam sabtu
berturut akan di kabulkan segala permintaannya, sebab bagi orang yang
60
mempercayai hal itu jika berhalangan dalam satu malam sabtu harus mengulang
dari awal, karena mereka beranggapan semuanya harus diulang kembali.135
Peziarah yang datang di makam Syeh Quro tidak sembarangan masuk
karena semuanya harus berdasarkan tata tertib peraturan. Kedua, peziarah yang
datang harus memberikan laporan dengan menyebutkan tujuan ziarahn kepada
juru kunci, juru kunci yang menyampaikan doa kepada Allah. Lalu memberikan
keterangan kepada juru kunci apakah akan dipandu atau tidak oleh juru kunci
dalam kegiatan ziarahnya, sebab jika tidak memberikan keterangan tersebut
dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan (kemusyrikan). Ketiga,
mengucapkan salam, kirim surat Al-fatihah kepada sohibul makam.136
Peziarah menyampaikan keinginannya kepada juru kunci kemudian juru
kunci menyebutkan nama peziarah serta menyampaikan apa yang dia inginkan.
Setelah juru kunci selesai menyampaikan keinginan dari peziarah maka mereka
memberikan amplop kepada juru kunci, serta melemparkan uang koin kehadapan
makam dengan sebutan sebagai tanda ngembang atau ada juga yang mengatakan
sebagai sedekah.
Inti dari bacaan dalam berziarah memberikan hadiah fatihah kepada
sohibul makam, syahadat, shalawat, istighfar lalu memohon kepada Allah.137
Kalau untuk shalawatnya tidak ada bacaan shalawat yang khusus, hanya membaca
135
Wawancara Pribadi dengan bapak Jojo, sebagai Kuncen Makam Syeh Quro pada hari
Sabtu 08 Maret 2014, pukul 13.00. 136
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Juru kunci Makam Syeh Quro pada Hari Sabtu
08 Maret 2014, pukul 13.00. 137
Wawancara Pribadi dengan bapak Jojo, sebagai Kuncen Makam Syeh Quro pada hari
Sabtu 08 Maret 2014, pukul 13.00.
61
shalawat kepada nabi yang sering di baca. Dan untuk kegiatan seterusnya terserah
pada yang ziarah apa akan membaca yasin atau tidak.
Bacaan yang harus dibaca oleh peziarah yaitu yang pertama harus
mengucapkan salam pada shohibul makam, mengirimkan al-fatihah pada shohibul
makam138
. Lalu memohon apa yang kita inginkan.
Kegiatan tawasul di makam Syeh Quro di mulai pukul 24.00-02.00,
Karena pada jam tersebut Insya Allah akan di Kabul oleh Allah, dalam acara
tawasul ini banyak peziarah yang memasuki lingkungan makam, setiap acara
tawasul dimulai tempatnya selalu penuh dan berdesak-desakan antara jamaa‟ah
yang satu dengan jama‟ah yang lainnya. Kegiatan tawasulan di makam Syeh Quro
selalu tepat waktu pukul 12 malam tidak pernah lebih atau kurang dari pukul 12
malam.
Sebelum dilakukannya tawasul, ada pembukaan pembacaan hadiah arwah
atau membacakan atas apa yang yang diharapkan oleh para peziarah oleh
pembuka acara yang memimpin acara tersebut. Pada sesi awal sebelum
pembacaan hadiah arwah dan dibacakannya keinginan peziarah, dibuka dengan
menceritakan tentang riwayat Syeh Quro dari awal hingga ditemukannya makam
yang sering banyak di kunjungi oleh peziarah.
Pada saat jeda waktu sebelum tawasul dimulai, para peziarah banyak
melakukan kegiatan lain seperti halnya berbincang bincang antar peziarah
lainnya, diskusi, solat dan bahkan ada pula yang beristirahat sejenak sampai
138
Arti sohibul makam adalah orang yang di makamkan
62
menunggu waktu tawasulan tiba di makam Syeh Quro dan makam Syeh Bentong
(murid dari Syeh Quro).
Dari kegiatan tawasulan tersebut, banyak berbagai macam do‟a yang di
panjatkan misalnya harapan ingin mendapatkan jabatan di Pemeritahan terutama
untuk di tahun-tahun ini139
banyak para calon Legeslatif yang minta di doakan
agar sukses pada masa pemilihannya. Ada juga yang berdoa meminta di berikan
kemudahan dalam mencari rezeki dan keberkahan dalam hidupnya. Banyak hal
yang di harapakan oleh peziarah ketika berdoa di sekitar makam, tentunya dengan
hati dan niat yang lurus.
Di Pulobata selain ada makam Syeh Quro dan Syeh Bentong terdapat pula
sumur awisan yang menurut orang sunda artinya nyadiaan (menyediakan)
misalnya untuk berkah dalam berdagang, yang belum dapat jodoh agar cepat bisa
dapat jodoh. Air tersebut sudah berada tepat di samping makam Syeh Quro,
menurut bapak Jojo, bahwa air tersebut apabila ada peziarah yang menginginkan,
maka dipersilahkan untuk membawa air yang sudah disediakan di dalam botol
aqua yang berukuran kecil, air tersebut tidak dijual tapi bila ada yang
memberikan uang diterima, karena dari uangnya tersebut digunakan sebagai
perawatan tempat serta untuk membayar listrik, sumur awisan sudah mengalami
renofasi tempat airnya.
Pohon-pohon yang dikeramatkan (yang sudah ada sejak jaman dahulunya)
dijaga dan dilestarikan oleh pengurus makam Syeh Quro, pohon tersebut tengah-
tengahnya diberi kain yang berwarna putih sebagai tanda bahwa pohon tersebut
139
Yang dimaksudkan dengan tahun-tahun ini adalah dikarenakan waktu penelitian
bertepatan dengan masa kegiatan pemilihan umum 2014.
63
harus dijaga dan dilestarikan, jika pohon tersebut ada yang sudah tua usianya
kemudian jatuh pohon tersebut kayunya dibawa ke Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan
Nilai-nilai Tradisional, untuk disimpan. Setiap bulannya harus ada laporan ke
pemerintah pusat Provinsi mengenai keadaan pohon, yang melaporkannya adalah
bapak Dedi.140
Untuk perenofasian makam sudah beberapa kali dilakukan tapi ada satu
yang tidak pernah diganti atau dihilangkan yaitu alang-alang yang ada di atas
makam Syeh Quro dan Syeh Bentong yang sudah ada sejak dahulu, dan sampai
saat ini masih dipakai yakni alang-alang. Untuk perenofasiannya dilakuakan
Sepuluh tahun sekali bahkan lima tahun sekali, dan tergantung pada
kerusakannya. Renofasi makam-makam tersebut mengunakan dana dari APBD,
bahkan ada juga bantuan dari tingkat Provinsi tapi dari jamaah yang nadzarnya
terkabul mereka juga ikut membantu renofasinya.
Peziarah yang keinginannya terkabulkan dan mempunyai Nadzar. Mereka
membawa Kambing, Sapi, untuk kambing dan sapi yang sudah diberiakan oleh
peziarah biasanya diserahkan kepada pengurus makam dari pengurus makam
terlebih dahulu dilaporkan ke pemerintah Desa Pulokalapa, lalu dikumpulkan.
Kambing dan Sapi dari nadzar peziarah tersebut biasanya digunakan untuk dua
acara besar yang sering di adakan di Pulobata yakni pada saat acara Haul di
Makam Syeh Quro dan pada saat acara Muludan yang bertepatan dengan 14
Mulud, dua acara besar tersebut selalu diadakan di makam Syeh Quro, kambing
140
Keturunan Raden Soemardja (ayah Djiin), penemu makam Syeh Quro.
64
dan sapi tersebut juga biasanya diberikan ke majlis ta‟lim-majlis ta‟lim yang ada
di dekitar Desa Pulokalapa pada saat acara Peringatan Hari Besar Islam seperti
Muludan (bulan Mulud) dan acara Rajaban (Isro Mi‟raj) di majlis Ta‟lim.
Selain membawa Kambing dan Sapi, peziarah yang nadzarnya terkabulkan
ada yang membawa makanan seperti nasi uduk, Bakakak Hayam (ayam bakar)
dan lain-lainnya. Dan ada pula peziarah yang membawa sesajen, bentuk sesajen
yang dibawa oleh peziarah tidak aneh, Sesajen yang dibawa tidak di tempatkan
ditempat yang khusus, karena pihak pengurus makam tidak menyediakan
tempatnya. Jadi peziarah membawa tempat dengan sendirinya.
B.1. Persiapan sebelum ziarah
Perlengakapan yang dibawa oleh mereka pada saat ziarah yakni mereka
membawa air di dalam botol akua, ada yang membawa di botol yang ukuran besar
dan ada juga yang membawanya di ukuran sedang. Saat mereka berziarah botol
akua tersebut dibuka untuk di doakan oleh juru kunci yang mereka yakini akan
membawa berkah dari air tersebut. Lalu air tersebut di putar diatas kemenyan oleh
juru kunci. Peziarah yang datang pun kalau sudah selesai berdoa mereka
mengusap mukanya dengan kebulan asap dari kemenyan yang dibakar sebanyak
tiga kali yang diyakini oleh mereka akan mendapatkan keberkahan dalam
hidupnya, dan ada juga yang membawa sedikit kemenyan tesebut lalu di bawa
pulang oleh mereka.
65
Ada pula yang membawa bunga,141
bunga yang mereka bawa lalu ditaburi
disekitar tempat kemenyan, ada juga yang membawa kemenyan. sedangkan untuk
bakar kemenyan ada yang pakai dan ada juga yang tidak pakai.
Semua perlengkapan yang mereka bawa sifatnya tidak diwajibkan oleh
pengurus makam, karena biasanya ada yang membawa dan ada juga yang tidak
membawa.
Sebelum berdoa mereka membisikan keinginan apa yang mereka inginkan
kepada juru kunci makam, ada yang mengaharapkan jodoh, ada yang
mengaharapakan agar pekerjaannya lancar dan sukses, bahkan ada juga yang ingin
mendapatkan anak, serta ada para caleg (calon Legeslatif) yang datang agar
berhasil ketika pada masa pemilu yang akan datang. Para caleg yang meminta doa
serta dukungannya yang datang hanya diwakili oleh perwakilannya (pada acara
malam sabtuan, baik malam sabtuan biasa atau pun malam sabtu kliwon).
Ada mitos yang sering dilakukan oleh peziarah di makam Syeh Bentong
yaitu mengukur rezeki kehidupan mereka lewat sebatang bambu panjang yang ada
di tempat tersebut, untuk mengukur rezeki kehidupan mereka harus membayar
sebesar Rp. 2.000 dan harus antri terlebih dahulu.
Mitosnya jika tangan kita yang di ukur lebih panjang dari sebatang bambu
tersebut makam rezeki kita akan panjang, tapi saat di ukur oleh bambu tersebut
ada juga yang kurang panjang dari bambunya. Sebenarnya jika dilihat dari dekat
ukuran bambu dan bentuk bambu sama dengan bambu-bambu yang lainnya, jadi
tidak ada bambu khusus yang membedakan dengan bambu yang lain.
141
Bunga yang dibawa oleh peziarah biasanya dibeli dari penjual bunga yang ada disekitar
komplek makam, penjual bunga tersebut mendapatkan bungannya dengan hasil menanam.
66
Sedangkan di makam Syeh Quro tidak ada bambu pengukur rezeki
kehidupan, jadi menurut pengamatan penulis hanya ada di makam Syeh Bentong.
Setelah mereka selesai melakukan nyekar di makam ada juga yang melakukan
dzikir bersama-sama, ada juga yang secara individu. Bahkan ada juga yang
beristirahat sejenak untuk menunggu waktu di mulainya tawasul di makam Syeh
Bentong, tawasul di makam Syeh Bentong dimulai jam 22.30-24.00.
Lingkungan di makam Syeh Bentong atau Syeh Quro pada malam sabtu
kliwon penuh di setiap tempatnya. Baik di samping kanan kiri di depan belakang,
bahkan di area yang luas seperti lapangan pun penuh oleh peziarah yang
menginap. Pedagang yang berjualan umumnya mereka menjual perelengkapan
ziarah, oleh-oleh bagi para peziarah, kopi, makanan dan lain-lain.
B.2. Waktu dan Penyelenggaran ziarah
Mulainya ziarah di makam Syeh Quro yaitu sejak diketemukan makam,
pada awalnya pengunjung yang datang hanya beberapa orang, akan tapi sejak di
adakan tawasulan malam sabtu sudah terlihat ramai yang datang di makam Syeh
Quro, Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa kenapa dikatakan malam
sabtuan, karena diketemukannya makam pada malam sabtu. Di adakan tawasul di
makam Syeh Quro sudah lebih awal ada dari pada di makam Syeh Bentong
Ketika baru ditemukannya makam Syeh Quro banyak orang yang belum
datang ke Pulobata, karena belum mengetahui tentang tokoh penyebar agama
Islam pertama di Pulau Jawa, jadi hanya beberapa orang yang datang tetapi ketika
mereka sudah mengetahuinya banyak yang berdatangan, biasanya mereka yang
sudah mengetahui tentang adanya makam tokoh penyebar agama Islam pertama di
67
Jawa Barat khusunya Karawang melalui cerita sejarah dan pembicaraan dari orang
ke orang.Menurut bapak Jojo bahwaawal mula ramainya peziarah datang ke
Pulobata sekitar tahun 1970-an, tetapi semakin kesini semakin banyak
pendatangnya karena tujuan dan keinginan mereka terkabul oleh aura karomahnya
Syeh Quro.
Makam Syeh Quro ditemukan oleh Raden Soemaredja alias Panganten
Sambri keturunan Munding Kawangi. Pada waktu itu Raden Soemardeja diminta
bantuan oleh Kesultanan Cirebon untuk mencari dimana tempatnya makom Syeh
Quro berada.pada waktu itu bertepatan di hari Jum‟at malam Sabtu Kliwon akhir
bulan Sya‟ban.
Setelah ditemukannya makam kemudian Raden Somardeja melaporkan
kepada Keslutanan Cirebon, sehingga para ulama dari Kraton Cirebon berkunjung
ke Tempat tersebut untuk melakukan Doa‟bersama. kemudian tempat itu diberi
tanda dengan batu jahul atau batu nisan dari Cirebon.142
Dengan adanya makam tersebut diperkuat oleh Sunan Kanoman Cirebon
yaitu Pangeran Haji Raja Adipati Jalaludin saat berkunujung ke makom dengan
membawa surat pernyataan dari Putra Mahkota Pangeran Jakyakarta Adiningrat
XII Nomor : P- 062/KB/PMPJA/XII/11/1992 pada tanggal 05 November 1992
yang ditunjukan kepada kepala Desa Pulokalapa. 143
Adapun ciri khas yang membedakan ziarah di makam Syeh Quro dengan
tempat yang lainnya adalah adanya malam sabtu kliwon, dimana setiap malam
142
Syamsurizal, Ikhtisar Sejarah singkat Syeh Qurotul'ain, (Karawang: Mahdita, 2009), h.
16 143
Ibid., h. 17
68
sabtu kliwon banyak para peziarah yang datang untuk berziarah, umumnya yang
datang pada malam sabtu kliwon dari berbagai tempat.
Pada malam sabtu kliwon banyak peziarah yang datang ke Pulobata karena
pada malam sabtu kliwon tersebut merupakan hari ditemukannya makam Syeh
Quro pada malam sabtu kliwon, sedangkan malam sabtu biasa bukan malam
ditemukannya makam Syeh Quro, malam sabtu biasa hanya sebagian dari mereka
yang datang dengan tujuan berziarah, dapat dikatakan menurut pengamatan
penulis bahwa malam sabtu biasa sepi pendatangnya.
Malam sabtu kliwon di makam Syeh Quro banyak yang datang, bahkan
sebagian dari mereka datang dari sebelum malam sabtu kliwon, rata-rata dari
mereka datang sebelum malam sabtu kliwon menginap di sekitar komplek
makam. Bahkan banyaknya kendaraan yang memadati area tempat tersebut pada
malam sabtu kliwon menyebabkan kemacetan dari awal mula pintu masuk
kampung Pulokalapa sampai pintu masuk gerbang utama parkiran yang ada
dikomplek makam, malam Sabtu kliwon hanya diadakan setiap satu bulan sekali.
Setiap tahun di malam sabtu terakhir bulan Sya‟ban (Rowah) selalu diadakan
acara haul ditemukannya makam Syeh Quro oleh pengurus makam, Pemerintahan
Kabupaten, pemerintahan Desa, serta banyak peziarah yang datang dari berbagai
wilayah untuk ikut serta dalam acara haul ditemukannya makam Syeh Quro.
Ketika Malam sabtu kliwon banyak peziarah yang datang ke Kampung
Pulobata, mereka yang datang dari berbagai wilayah yang ada di sekitar Jawa
Barat bahkan ada juga yang datang dari luar Jawa Barat. Mereka sengaja datang
pada malam sabtu kliwon karena pada malam Sabtu kliwon tersebut merupakan
69
malam di ketemukannya makam Syeh Quro, yang mereka yakini akan
mendapatkan barokahnya Waliyullah.
Sebelum memasuki komplek pemakaman, lingkungan sekitar setiap
malam sabtu kliwon penuh untuk di jadikan area parkir bagi para peziarah yang
membawa kendaraan, baik kendaraan sepeda motor, bus dan mobil pribadi,
kemacetan pun sering terjadi pada malam sabtu kliwon terutama bagi mereka
yang ingin melaksanakan tawasulan di Makam Syeh Quro dan Syeh Bentong.
Berbeda dengan malam sabtu biasa yang pengunjungnya sedikit di
bandingkan dengan malam sabtu kliwon. Pada malam sabtu biasa pengunjung
datang pukul 21.00 dan langsung ikut tawasul di makam Syeh Bentong.
Sedangkan malam sabtu kliwon mereka datang lebih awal, semua tempat disekitar
makam penuh oleh para peziarah dengan menggelar tikar, untuk pengunjung yang
datang ziarah ada yang berombongan, biasanya mereka berombongan dengan
menyewa bus dan ada pula yang sendiri(secara individu).
Pada malam sabtu kliwon semakin malam semakin banyak yang datang
karena mereka mengejar waktu tawasulan di Makam Syeh Quro, karena tawasulan
di makam Syeh Quro lebih utama dari pada di makam Syeh Bentong.144
Dengan
situasi yang ramai pada malam Sabtu kliwon banyak pedagang dadakan yang
berjualan. Umumnya yang berjualan tersebut adalah warga sekitar Pulobata.
Sebelum memasuki kampung Pulobata, ada juga warga yang memanfaatkan jalan
yang ramai dijadikan tempat untuk meminta sedekah atau jariyah dengan berdiri
144
Wawancara pribadi dengan bapak Jojo, Juru kunci Makam Syeh Quro pada Hari Sabtu
08 Maret 2014, pukul 13.00.
70
di pinggir jalan, banyak juga karcis masuk yang disetiap pintu masuknya bahkan
di setiap jalannya pasti selalu ada.
Peziarah yang datang lebih awal biasanya nyekar di makam Syeh Quro
atau Syeh Bentong, bahkan ada yang mencari tempat untuk beristirahat sejenak di
sekitar makam. Setelah selesai nyekar di makam, ada yang mengikuti acara
tawasulan di Makam Syeh Bentong dan ada yang beristirahat sambil menunggu
waktu tawasulan di makam Syeh Quro.
Sebelum masuk makam pengunjung yang datang harus membeli karcis
Rp. 2.000 pada penjaga makam, yang menjaganya adalah pengurus makam serta
pemerintah desa yang berjaga di depan pintu masuk. Pemasukan uang yang ada,
di bagi rata 60 % untuk kas desa dan 40 % untuk pengurus makam. Pas pintu
masuk di sebelah kanan dan kiri ada kotak-kotak jariyah yang disediakan oleh
pengurus makam, masing-masing dari kotak jariyah tersebut untuk kas
pembangunan Makam Raden Soemardja (penemu Makam Syeh Quro), kotak
pembangunan Makam Syeh Quro, kotak pembangunan Makam Syeh Bentong,
dan kotak pembanguan untuk perenofasian Masjid. Selain itu banyak pengemis
yang sudah menunggu di depan pintu masuk dari anak kecil sampai yang sudah
tua, baik yang baru datang ataupun yang sudah selesai pasti selalu di pinta oleh
para pengemis tersebut.
Karena acara tawasulan di makam Syeh Bentong lebih awal di adakan
maka peziarah banyak yang memanfaatkan waktu tersebut untuuk ikut tawasulan
di Syeh Bentong, sebelum mereka melakukan tawasulan yang dilakukan oleh
mereka adalah nyekar di makam, sebelum nyekar mereka antri untuk bisa masuk
71
ke lingkungan makam Syeh Bentong, setelah bisa masuk mereka pun antri lagi
untuk memanjatkan doanya karena pada malam sabtu kliwon penuh dan bisa
dikatakan berdesak-desakan.
B.3. Tata ruang makam
Komplek makam berada di sebelah selatan jalan desa, sebelum memasuki
komplek makam tepatnya disebelah timur terdapat lahan parkir dan lahan untuk
berjualan. Bangunan di komplek pemakaman ini merupakan bangunan baru hasil
renovasi. Pada bagian depan terdapat pembatas berupa pagar tembok dengan
hiasan lengkung dan setiap puncak lengkung pagar diberi hiasan berupa kubah
masjid, sedangkan sisi-sisi lengkungan pagar berhias kaligrafi. Di sebelah barat
gerbang terdapat salah satu sumur dari sumur keramat yang berada di komplek
makam, sedangkan disebelah timur gerbang terdapat panil bertuliskan Ingsun titi
masjid langgar lanfakir miskin anak yatim Dhuafa.145
Pada halaman komplek
makam juga terdapat masjid146
dan cungkup makam Syeh Quro.
Bangunan cungkup merupakan bangunan inti yang terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian depan merupakan ruang terbuka, bagian tengah diperuntukan
peziarah yang ingin berdoa, dan bagian makam merupakan makam Syeh Quro.
Nisan makam terbungkus kain putih. Atap makam Syeh Quro menggunakan
alang-alang yang sudah ada sejak zaman dahulu, atap tersebut tidak pernah
dibuang, meskipun mengalami beberapa kali renofasi makam. Akan tetapi para
145
Wawancara Pribadi dengan Oman Rohman tulisan itu merupakan pesan Syeh Quro,
Karawang 12 Oktober 2013, pukul 13.30 WIB 146
“Menurut sumber tradisi, masjid ini oleh Syeh Quro dibungkus saputangan untuk
kemudian dipindahkan ke Cirebon melalui “mata batin”nya. Masjid yang sekarang ada merupakan
“replica ulang” dari masjid tersebut, sedangkan masjid pindahan di Cirebon bernama Astana
Gunung Jati” (wawancara pribadi dengan Oman Rohman, kuncen Makam Syeh Quro, 12 Oktober
2013, pukul 13.30 WIB)
72
peziarah tidak diperbolehkan masuk ke ruangan tersebut, biasanya hanya sampai
di depan pintu masuk. Sementara dibagian dekat makam terdapat peralatan ziarah
seperti tempat pembakaran kemenyan, kotak amal untuk renofasi mushola, botol
aqua yang berisi air sumur keramat yang dinamakan sumur awisan.
Menurut wawancara Pribadi penulis dengan bapak Olis147
di sekitar
makam Syeh Bentong terdapat Pohon Khuldi, pohon tersebut hanya ada di dua
tempat yaitu di bagian depan Pintu masuk Makam Syeh Bentong dan di belakang
makam Syeh Bentong. Karena bentuk dan pohonnya tidak sama dengan pohon-
pohon yang lainnya, mereka meyakini bahwa pohon tersebut adalah pohon khuldi
karena hanya ada di tempat itu bahkan jika ada peziarah datang banyak yang
menginginkan buah khuldi, dari mulai masih sangat kecil hingga berbuah besar.
Konon menurut cerita bahwa buah tersebut dapat mengobati segala macama jenis
penyakit, jadi dari buah tersebut dapat dijadikan sebagai obat bagi mereka yang
meyakininya. Jika ingin mengambil buah tersebut tidak sembarangan
mengambilnya, karena harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kuncen atau
petugas kemananan lingkungan setempat.
Selain pohon Khuldi, Rengas dan pohon Gebang, juga terdapat al-Qur‟an
yang berukuran besar, menurut cerita setempat bahwa al-Qur‟an tersebut
merupakan ciri khas dari Syeh Quro dan Syeh Bentong pandai mengaji dengan
Qiroatnya yang bersuarakan sangat merdu. Sampai sekarang Al-Quran yang
berukuran besar tersebut masih ada, tetap dijaga serta dirawat oleh pengurus
makam.
147
Wawancara Pribadi dengan Bapak Olis warga asli Pulobata, pada tanggal 10 April
2013 (Malam Sabtu) pukul 20.30 WIB.
73
Di lingkungan makam Syeh Quro dan Syeh Bentong terdapat musholla,
jika musholla yang berada di Makam Syeh Bentong mempunyai ciri khas yaitu
terdapat Gentong yang besar berisikian air untuk berwudhu, Gentong besar
tersebut melambangkan bahwa adanya Syeh Bentong, rasa airnya berbeda antara
di makam Syeh Quro dan Syeh Bentong, ada yang berasa tawar dan ada yang
berasa asin, pada hal jarak antara Makam Syeh Quro dan Syeh Bentong tidak
jauh.
C. Struktural Kepengurusan Makam
Struktur kepengurusan di komplek makam Syeh Quro dan Syeh Bentong
terbentuk setelah pemilihan Kepala Desa, jika kepemimpinan Kepala Desa
berganti maka kepengurusan pun berganti. Struktur kepengurusan tersebut dipilih
langsung oleh pemerintahan desa setempat, dengan adanya kepengurusann
struktural menjadikan komplek makam yang berada di Desa Pulokalapa menjadi
asset wisata religi, dalam pemeilihan pengurus ada beberapa kriteria diantaranya
adalah harus fasih dalam membaca aya-ayat al-Qur‟an, menguasai bacaan-bacaan
seperti bacaan tahlil, memahami sejarah tentang Syeh Quro, dzikir, shalawat,
dibawah ini akan digambarkan struktur kepengurusan makam, dan data statistik
pengunjung ziarah baik itu dari kalangan pelajar, pelajar yang berkunjung
biasanya untuk mengetahui bahwa di Karawang terdapat makam Syeh Quro yakni
penyebar agama Islam pertama di Jawa Barat khususnya di Karawang, tujuan
mereka adalah untuk penelitian, ada yang hanya sekedar berkunjung, dan ada pula
yang wisata ziarah. Dan selain itu pula ada data statistik berdasarkan asal-muasala
peziarah, karena yang berkunjung biasanya tidak hanya dari dalam wilayah
74
Karawang tetapi ada pula yang dari luar Karawang misalnya Bekasi, Jakarta,
Bogor, Tangerang, Indramayu, dan bahkan ada dari luar negeri yang sengaja
datang ke Pulokalapa.
75
STRUKTUR KEPENGURUSAN DI MAKAM SYEH QURO
Keterangan:
Kepala desa selaku penasehat di komplek makam, ketua jurukunci
merangkap jadi ketua pengurus makam, pengawas atau pendamping kuncen
biasanya berada di sekitar makam, ada pula yang berdiam disamping kuncen
pada saat acara berlangsung,yang membedakan antara struktur di makam Syeh
Quro dan Syeh Bentong adalah pengawas dan pendamping kuncennya
dijadikan satu, sedangkan di Syeh Bentong dipisah, struktur kepengurusan
tersebut akan berganti bila pemerintahan kepala desa berganti.
PENASEHAT :
KEPALA DESA PULOKALAPA
KETUA :
JOJO SUBAGJO
BENDAHARA :
JOYO
JURU KUNCI :
JOJO, NANANG, ICAM, UYA SURYADI, H. ABU SALAM, NASUHERDI,
SUKARMO, DAYA, ACIM, OMAN ROHMAN, DIRTA,
DEDE, WIRANTA
SEKRETARIS :
WIRANTA
PENGAWAS/PENDAMPING KUNCEN :
H. KOSASIH, AYING, WIRADONO, OCID, UDIN
SAPRIUDIN, NACA, DARSANA, IWAN, OHIM, NARIN, UYO, ENGKAT,
ALAM, KARPI, TINGGAL, JAIN, DAENG SUTISNA,
ATA, ODAY, GUGUN, NATA, AHYAR
76
STRUKTUR KEPENGURUSAN DI MAKAM SYEH BENTONG
Keterangan:
Kepala Desa selaku penasehat di komplek makam, ketua yang
dimaksudkan disini adalah ketua pengurus makam Syeh Bentong, untuk ketua
Juru kunci di ketuai oleh abah Abas, hal ini pula yang membedakan antara
kepengurusan di makam Syeh Quro dengan Syeh Bentong, perbedaan tersebut
dapat dilihat dari gambar strukturnya, struktur kepengurusan tersebut akan
berganti bila pemerintahan kepala desa berganti.
PENASEHAT:
KEPALA DESA PULOKALAPA
KETUA:
ENCEP
JURU KUNCI:
ABAS,PARIWON,DAYIM,KINAN, UDIN, DASA, BANI, ENDANG, ADI, BASARTA,
ANTA, EDI, H. ABU SALAM, UYA SURYA,
ENDANG, TAMAN, MIMIN
PENDAMPING KUNCEN:
UYI, AJANG, ARIN, USEP, KARNA, ROSIDI, DARIM, SUHERMAN, RUDI, OCIM
SEKERTARIS/BENDAHARA:
UYI SUHRI
PENGAWAS:
CAKRA, USUP, ACENG, ENDANG, ENTIS, SAKIM,
IKAM, OING, EMPUD, ANDEN, KATMA, ACU, KANTA,
KARDA,
WAWAN
77
Keterangan :
Pelajar yang berkunjung ke komplek makam merupakan untuk mengetahui
bahwa di wilayah Karawang ada makam tokoh penyebar agama Islam pertama
di Jawa Barat khusunya di Karawang, kunjungan peziarah tersebut dimulai
dari SD, SMP, SMA, biasanya mereka datang dengan mencarter bus
permasing-masing sekolah, dan Perguruan Tinggi kunjungan dari perguruan
tinggi tersebut dari berbagai wilayah ada yang bertujuan untuk meneliti,
wisata ziarah, dan kunjungan sejarah.
SD 15%
SMP 25%
PERGURUAN TINGGGI
20%
SMA/MA 35%
Jumlah pelajar yang berkunjung di komplek makam Syeh Quro & Syeh
Bentong
78
Statistik pengunjung ziarah pejabat formal dan non formal
Keterangan:
Pengunjung ziarah berdasarkan pejabat formal dan non formal datang dari
berbagai wilayah, umumnya mereka yang datang kebanyakan dari luar
wilayah Karawang. Para kiyai biasanya mereka datang dengan rombongan
santri, ketua adat (kuncen dari makam tempat lain), data statistik diatas
merupakan hasil penelitian dari penulis yang didapatkan di lapangan, dengan
mewawancarai pengurus dan pengunjung yang sering datang.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kiyai Ketua adat Lurah camat Bupati Gubernur Presiden TokohPolitik
79
Statistik pengunjung ziarah berdasarkan jenis profesi
Keterangan :
Pengunjung ziarah berdasarkan profesi adalah dari dalam wilayah
Karawang dan luar Karawang, biasanya mereka melakukan kunjungannya
pada malam sabtu, data statistik diatas merupakan hasil penelitian dari penulis
yang didapatkan di lapangan, dengan mewawancarai juru kunci dan
pengunjung yang sering datang.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
80
Statistik pengunjung ziarah berdasarkan asal-muasal peziarah
Keterangan :
Pengunjung ziarah berdasarkan asal-muasal peziarah datang dari berbagai
wilayah, umumnya mereka yang datang dari luar wilayah Karawang, bahkan
ada pula yang dari luar negeri seperti dari Malaysia, Singapura dll, hal ini
berdasarkan data yang didapatkan penulis di lapangan, dengan cara
mewawancarai Juru Kunci.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka
penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama : Ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat Karawang dan
sekitarnya adalah kegiatan rutin dalam mendatangi makam terutama terhadap
orang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda khususnya
Karawang, mendo‟akan orang yang sudah meninggal, dengan tujuan beribadah
untuk mendapatkan barokah serta mengingat tentang kematian dan akhirat.
Kedua : Perilaku aktifitas ziarah kubur bagi masyarakat Karawang yaitu
berupa sarana, waktu dan cara berziarah di komplek makam Syeh Quro Desa
Pulokalapa yang merupakan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Berbagai macam tujuan serta motivasi yang menjadikan banyak pengunjung
datang ke makam Syeh Quro, diantaranya adalah mencari keberkahan, berharap
hajatnya segera dikabulkan, berdoa untuk kebarokahan untuk diri sendiri, istri,
anak dan keluarga. Dan kepentingan mendapatkan kursi kekuasaan di
pemerintahan pusat maupun daerah.
Ketiga: Peziarah mendapatkan ketenangan batin dalam menata kehidupan,
meningkatkan keyakinan dalam beragama, menambah sikap optimisme dalam
menghadapi kehidupan, setelah melakukan ziarah kubur.
82
Keempat: Tradisi ziarah kubur di komplek makam Syeh Quro mulai ramai
didatangi oleh para peziarah sejak diketemukannya makam oleh Raden Soemardja
pada malam sabtu kliwon di akhir bulan rowah. Mulai ramainya dikunjungi oleh
peziarah dari berbagai daerah sekitar tahun 1970-an. Maka, sejak itulah banyak
pengunjung yang datang untuk berziarah di makam yang berada di kampung
Pulobata Desa Pulokalapa. Selain datang pada malam sabtu kliwon pengunjung
juga datang setiap minggunya atau yang di sebut dengan malam sabtuan. Tradisi
ziarah kubur ini semakin kesini semakin banyak pengunjung yang datang dari
berbagai wilayah baik dari dalam Karawang maupun luar Karawang.
B. Saran-Saran
1. Tradisi yang ada sebaiknya perlu dijaga dengan baik perkembangannya, hal ini
dikarenakan agar tidak adanya kesalah pahaman antara ziarah dan syirik,
karena masih ada masyakat awam yang menggunakan makam sebagai tempat
pertolongan duniawi bukan semata-mata meminta pertolongan kepada Allah.
2. Untuk para staf perpustakaan, baik perpustakaan utama maupun perpustakaan
fakultas supaya lebih memperhatikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan,
dan pengadaan buku-buku sejarah baik konsentrasi Asia Tenggara maupun
Timur Tengah diperbanyak, sehingga dapat diakses oleh mahasiswa. Dan
buku-buku tersebut disesuaikan dengan mata kuliah yang ada di jurusan.
Mengingat sekarang buku-buku yang ada di perpustakaan utama maupun
fakultas terkadang tidak sesuai dengan apa yang dicari oleh mahasiswa baik
untuk tugas-tugas kuliah dan tugas akhir (skripsi).
83
Daftar Pustaka:
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah. Jakarta: Logos wacana Ilmu,
1999.
Adeng, dkk., Kota dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutera. Jakarta:
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998.
Asmar, Toguh, dkk., Sejarah Jawa Barat dari masa Pra Sejarah Hingga Masa
Penyebaran Agama Islam. Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan
Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975.
Atja. Carita Purwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber
Pengetahuan Sejarah. Bandung: Proyek Permuseuman Jawa Barat, 1989.
Ayatrohaedi. Sunda Kala Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah
Panitia Wangsakerta, Cirebon, Cetakan Pertama. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya, 2005.
Bintang, T, dkk ., Sejarah Karawang dari masa ke masa. Karawang: CV Viva
Tanpas, 2007.
Darpan, Syeh Kuro jeung Dongeng Karawang Lianna, Cetakan ke-3. Karawang:
PT Kiblat Buku Utama, 2011.
Dewan Keluarga Masjid Agung Karawang. Sejarah dan Peranan Masjid Agung
Karawang dalam Pembinaan Umat yang Beriman dan Bertakwa.
Karawang: DKM Agung Karawang, 1993.
Encyclopaedie van Nederlandsch Indie ( ENI). Derde Deel. „s Gravenhage :
Martinus Nijhof.
Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikhtar Baru van Hoeve, 1999.
84
Furqon, Arif. Pengantar Metode Peneletian Kualaitatif. Surabaya: Usaha
Nasional, 1992
Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di dunia Islam. Depok:
Komunitas Bambu, 2010.
Kartodirjo, Sartono. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah:
Kumpulan karangan sartono Kartodirjo, cet 2. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 1990.
Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru, 1980
Kuntowijoyo, Metodelogi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1994.
Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan: proses realisasi manusia, cet:I.
Yogyakarta: Jala Sutra, 2009.
Lubis Nina Herlina dkk., Sejarah Kabupaten Karawang. Karawang: Dinas
kebudayaan dan pariwisata kabupaten Karawang, 2011.
Lubis, Mochtar. Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia, Cet 1. Jakarta:
Yaysan Obor Indonesia, 1992.
Masyhuri, Ensikolopedia Nasional Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Cipta Adi Pustaka,
1989.
Muchtar, Rusdi. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2006.
Muslich, Hanief. Ziarah KuburWisata Spirutual. Jakarta: Al-muardi Prima, 2001.
Nurjanah, Elis, dkk., Inventaris Arsip Sejarah Pemerintahan Kabupaten
Karawang zaman Hindia-Belanda periode 1813-1942: Hasil
85
penelusuran Arsip Stati.. Karawang: Kantor Arsip dan Dokumentasi Kab.
Karawang, 2013
PaEni, Mukhlis. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada , 2009.
Pranowo, M, Bambang. Memahami Islam Jawa, cet 1. Jakarta: Pustaka Alvabet,
2009.
Rafles, Thomas Stamford, History Of Java. Kualalumpur: Oxford University
Press, 1982.
Rosidi, Ajip dkk., Ensiklopedi Sunda Alam, Manusia, dan Budaya : termasuk
budaya Cirebon dan Banten, cetakan pertama. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya, 2000.
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, Cet. III. Bandung: PT Al-Maarif, 1981.
Sedyawati, Edi. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Siregar, Aminuddin, Ariyono. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Persindo,
1985.
Soebadi, Haryadi. Agama dan Upacara. Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002.
Soekanto. Kamus Antropologi, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993.
Subhani, Ja‟far, Syaikh. Tawasul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali. Jakarta:
Pustaka Hidayah. 1989.
Sutisna, Entis. Ikhtisar Sejarah Singkat Syekh Qurotul’ain. Karawang : Mahdita,
2009.
86
W.J.S, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan Nasional Edisi III, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai Pustaka.
2007.
Wahid, Abdurrahman. Pergulatan, Negara, dan Kebudayaan, cet 2. Depok:
Desantara, 2001.
Yahya, Azril dan Sugiart, Wakhid. Agama dalam Dimensi Sosial dan Budaya
Lokal. Jakarta: Departemen Aagama R.I. Penelitian dan pengemabangan
Agama proyek penelitian keagamaan, 1998.
Internet
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=165&lang=id tgl 18
Oktober 2013
Wawancara :
Wawancara dengan Bapak H. Firman Suhada staf Dinas kebudayaan dan
pariwisata kabupaten Karawang. Karawang, 19 Maret 2014.
Wawancara Pribadi dengan Sekretraris Desa Kampung Pulokalapa, Karawang 12
Oktober 2013
Wawancara pribadi dengan Bapak Endang staf Arsip Daerah Karawang.
Karawang, 01 November 2013
Wawancara pribadi dengan Bapak Jojo Suabgjo, Karawang, 15 Maret 2014
Wawancara pribadi dengan Bapak Oman Rohman, Karawang 15 Maret 2014
Wawancara pribadi dengan Bapak Thamrin, Karawang, 15 Maret 2014