Tradisi Syawalan Biasanya Berlangsung Satu Pekan

15
BAB I PENDAHULUAN Tradisi syawalan biasanya berlangsung satu pekan (hari ketuju setelah merayakan Lebaran (Hari Raya Iedul Fithri). Isi tr berbagai kegiatan yang meriah (variety show) seperti Lomban atau (di "epara "awa Tengah) atau !esta Laut. #da pula tradisi larung sesa tahunan $yawalan ini konon sudah berlangsung sejak tahun %&&'. !ad sesaji materi yang dilarung sebagai sesaji antara lain berupa kep tumpeng tujuh lauk (nasi berbentuk gunung dengan ma am penganan nasi). *epala kerbau dan tumpeng tujuh lauk tadi kemudian dihanyutk tengah laut diiringi tetabuhan rebana. $ementara itu pas a prose masyarakat dan +ulama, melakukan doa bersama di atas kapal. -engan nelayan diberi keselamatan dan mendapat hasil tangkapan ika darat selama sepekan digelar pasar malam dan berbagai panggung hi dangdut dan ketoprak. $ekilas karena ada doa bersama (dalam bahasa #rab) maka bag awam tradisi tadi disangka bagian dari ajaran Islam. $ebenarnya t bertentangan. !as a menjalani shaum Ramadhan memasuki bula tanggal % $yawal alias malam Iedul Fithri) Islam mengajar membayar akat /ithri (paling lambat sebelum berlangsung shalat I shalat Ied di lapangan terbuka kemudian sejak hari kedua $yawal $yawal selama enam hari. Larung sesaji dengan kepala kerbau berikut tumpeng tujuh lauk tetabuhan rebana kemudian diikuti doa bersama di tengah laut buk Tidak ada anjuran atau ontoh seperti itu yang datangnya dari Rasu

description

tradisi syawalan di indonesia

Transcript of Tradisi Syawalan Biasanya Berlangsung Satu Pekan

BAB I PENDAHULUANTradisi syawalan biasanya berlangsung satu pekan (hari ketujuh dan seterusnya) setelah merayakan Lebaran (Hari Raya Iedul Fithri). Isi tradisi ini penuh dengan berbagai kegiatan yang meriah (variety show), seperti Lomban atau Pesta Lomban (di Jepara, Jawa Tengah) atau Pesta Laut. Ada pula tradisi larung sesaji di laut. Tradisi tahunan Syawalan ini konon sudah berlangsung sejak tahun 1883. Pada tradisi larung sesaji, materi yang dilarung sebagai sesaji antara lain berupa kepala kerbau bersama tumpeng tujuh lauk (nasi berbentuk gunung dengan 7 macam penganan pendamping nasi).Kepala kerbau dan tumpeng tujuh lauk tadi, kemudian dihanyutkan (dilarung) ke tengah laut, diiringi tetabuhan rebana. Sementara itu, pasca prosesi larung, para tokoh masyarakat dan ulama melakukan doa bersama di atas kapal. Dengan harapan, para nelayan diberi keselamatan dan mendapat hasil tangkapan ikan yang melimpah. Di darat, selama sepekan digelar pasar malam dan berbagai panggung hiburan seperti orkes dangdut dan ketoprak.Sekilas, karena ada doa bersama (dalam bahasa Arab), maka bagi masyarakat awam, tradisi tadi disangka bagian dari ajaran Islam. Sebenarnya tidak, bahkan justru bertentangan. Pasca menjalani shaum Ramadhan, memasuki bulan Syawal (malam tanggal 1 Syawal alias malam Iedul Fithri), Islam mengajarkan ummatnya untuk membayar zakat fithri (paling lambat sebelum berlangsung shalat Ied), melaksanakan shalat Ied di lapangan terbuka, kemudian sejak hari kedua Syawal, menjalankan puasa Syawal selama enam hari.Larung sesaji dengan kepala kerbau berikut tumpeng tujuh lauk dengan diiringi tetabuhan rebana, kemudian diikuti doa bersama di tengah laut, bukanlah ajaran Islam. Tidak ada anjuran atau contoh seperti itu yang datangnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Begitu juga dengan tujuan atau maksud dari larung sesaji dan doa bersama dengan harapan para nelayan memperoleh hasil melimpah dan terjaga keselamatannya selama melaut, tidak boleh ditempuh dengan cara-cara seperti itu.

BAB IIPERMASALAHAN

Islam mengajarkan ummatnya untuk membayar zakat fithri (paling lambat sebelum berlangsung shalat Ied), melaksanakan shalat Ied di lapangan terbuka, kemudian sejak hari kedua Syawal, menjalankan puasa Syawal selama enam hari berturut - turut. Tetapi pada kenyataanya , banyak masyarakat khususnya di jawa tidak menjalankan hal tersebut melaikan mereka sibuk berbondong bondong menyiapkan berbagai acara pada bulan syawal yang sebenarnya tidak pernah dianjurkan dalam ajaran agama islam bahkan sangat ditentang oleh islam karena kegiatan tersebut hanya membuang -buang uang alias pemborosan, tidak ada manfaatnya sama sekali untuk umat manusia dan yang pasti bersifat kemusyikan karena dalam beberapa kegiatan acara terdapat kegiatan yang mengagungkan sesuatu selain Allah SWT .Tetapi anehnya masyarakat tetap melakukan hal hal tersebut ini terbukti dari pengakuan seorang tokoh masyarakat di suatu daerah yang ditukip dari Radar Kudus, menyatakan Kita tidak berani, jika tidak menggelar tradisi yang sudah dilakukan sejak nenek moyang kami. Tradisi ini, bukan berarti syirik, tetapi sebagai tradisi dan budaya masyarakat setempat yang harus kita jaga dan sebagai ungkapan rasa syukur kami..Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa dari banyak tradisi ketika bulan syawal datang yang dilakukan oleh masyarak jawa seperti : Tradisi larung sesaji Pasar malam dan hiburan musik dangdut Pesta lumban atau pesta laut

BAB IIIPEMBAHASAN

A.Larung SajiLarung sesaji yaitu menghanyutkan sesajian ke laut lepas, tidak hanya dilakukan sebagai bagian dari tradisi tahunan syawalan. Tetapi, dapat dilakukan di luar waktu-waktu itu, dalam rangka menjalankan sebuah tradisi yang diberi nama sedekah laut. Tujuannya, untuk mendapatkan keselamatan selama melaut, dan untuk mendapatkan keberkahan (ngalap berkah) dari aktivitas melaut yang dilakukan sepanjang tahun.Pada tradisi larung sesaji, materi yang dilarung sebagai sesaji antara lain berupa kepala kerbau bersama tumpeng tujuh lauk (nasi berbentuk gunung dengan 7 macam penganan pendamping nasi).Kepala kerbau dan tumpeng tujuh lauk tadi, kemudian dihanyutkan (dilarung) ke tengah laut, diiringi tetabuhan rebana. Sementara itu, pasca prosesi larung, para tokoh masyarakat dan ulama melakukan doa bersama di atas kapal. Dengan harapan, para nelayan diberi keselamatan dan mendapat hasil tangkapan ikan yang melimpah. Di darat, selama sepekan digelar pasar malam dan berbagai panggung hiburan seperti orkes dangdut dan ketoprak.Sekilas, karena ada doa bersama (dalam bahasa Arab), maka bagi masyarakat awam, tradisi tadi disangka bagian dari ajaran Islam. Sebenarnya tidak, bahkan justru bertentangan. Pasca menjalani shaum Ramadhan, memasuki bulan Syawal (malam tanggal 1 Syawal alias malam Iedul Fithri), Islam mengajarkan ummatnya untuk membayar zakat fithri (paling lambat sebelum berlangsung shalat Ied), melaksanakan shalat Ied di lapangan terbuka, kemudian sejak hari kedua Syawal, menjalankan puasa Syawal selama enam hari.Larung sesaji dengan kepala kerbau berikut tumpeng tujuh lauk dengan diiringi tetabuhan rebana, kemudian diikuti doa bersama di tengah laut, bukanlah ajaran Islam. Tidak ada anjuran atau contoh seperti itu yang datangnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Begitu juga dengan tujuan atau maksud dari larung sesaji dan doa bersama dengan harapan para nelayan memperoleh hasil melimpah dan terjaga keselamatannya selama melaut, tidak boleh ditempuh dengan cara-cara seperti itu.Tradisi larung sesaji dengan kepala kerbau, jelas tidak ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Taala, karena Allah tidak membutuhkan kepala kerbau. Tetapi, ditujukan kepada makhluk ghaib lain yang bukan Allah tetapi syaithon dan sejenisnya. Menghanyutkan sejumlah tumpeng dengan tujuh lauk, merupakan perbuatan tabzir (pemborosan), pelakunya disebut mubazir (pemboros) yang dinyatakan dalam Al-Quran sebagai saudaranya syaithon. # 26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al-Israa/ 17: 26, B.Pasar malam dan konser dangdutanBegitu juga dengan pasar malam dan hiburan musik dangdut dan sebagainya, itu semua tidak ada kaitannya dengan ibadah sesudah shaum Ramadhan, tidak ada kaitannya dengan anjuran dan contoh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Itu semua adalah perbuatan syaithon, ajaran kemaksiatan dengan campur aduk lelaki dan perempuan, dan kalau itu dalam rangkaian sesaji maka merupakan rangkaian kemusyrikan yang dibungkus tradisi, kemudian dikelabui dengan rapalan doa-doa berbahasa Arab, sehingga terkesan seolah-olah Islami, padahal justru kian menjauh dari Islam. Dengan dalih tradisi nenek moyang, maka masyarakat awam tidak menolak keberadaan kemuysrikan. Tradisi ibarat kapsul, sedangkan racunnya yang berada di dalam kapsul adalah prosesi kemusyrikan dan aneka kemunkaran lainya. Tradisi ini kemudian dibungkus lagi dengan sesuatu yang indah bernama budya lokal atau tradisional. Nah, masyarakat awam kemudian ditakut-takuti dengan ancaman bila tidak taat pada tradisi dan kebudayaan tadi maka akan disebut tidak njawani, tidak indonesiawi, dan sebagainya.Terbukti, di sebuah desa, seorang tokoh masyarakat di sana mengatakan, Kita tidak berani, jika tidak menggelar tradisi yang sudah dilakukan sejak nenek moyang kami. Tradisi ini, bukan berarti syirik, tetapi sebagai tradisi dan budaya masyarakat setempat yang harus kita jaga dan sebagai ungkapan rasa syukur kami. (Radar Kudus, Rabu, 08 Oktober 2008).Tidak berani atau takut tadi entah tertuju kepada siapa. Padahal, rasa takut (taqwa) seharusnya tertuju hanya kepada Allah saja. Seseorang yang tidak mengikuti tradisi (budaya) Jawa, dia tetap orang Jawa dan tetap orang Indonesia. Hanya karena ingin tetap dibilang orang Jawa atau orang Indonesia tetapi dengan mengikuti tradisi (kebudayaan tradisional) yang musyrik, itu merupakan sebuah pilihan yang salah fatal. Sebab, status kejawaan dan keindonesiaan seseorang tidak dapat menolongnya dari dosa besar syirik. Padahal dosa syirik itu dosa terbesar, tidak diampuni oleh Allah Taala apabila seseorang meninggal dalam keadaan musyrik, belum bertaubat. Allah Taala berfirman: 48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisaa: 48).C. Pesta LumbanDi tempat lain, pesta lomban yang disebut juga dengan pesta laut, berisi antara lain wisata air menggunakan kapal cothok yang disewa dari para nelayan setempat. Sebagian warga ada yang datang hanya untuk sekadar berendam atau membasahi tubuh dengan air laut, dengan keyakinan untuk membuang sial. Usai berendam dan mandi mereka makan-makan di pesisir pantai. Pesta laut seperti ini sudah berlangsung lebih dari satu abad.Di dalam Islam tidak ada istilah membuang sial. Apalagi dengan cara lumban ataupun kungkum atau apa saja yang kaitannya dengan perbuatan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sial itu sendiri tidak akan menimpa manusia kecuali kalau allah Taala menetapkan-Nya. 51. Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia lah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal. (QS At-taubah/ 9: 51).Setiap kebaikan akan kembali berupa kebaikan bagi pelakunya. Begitulah ajaran Islam. Musibah, dapat terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja. Bila di suatu tempat ada sekelompok orang yang suka menebangi hutan secara liar, maka musibah banjir akan menimpa siapa saja, orang beriman atau tidak. Tugas orang beriman adalah, selain tidak melakukan penebangan liar dan brutal, juga turut mencegah orang lain melakukan hal itu.Allah Taala memperingatkan: 41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Ruum: 41). 25. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS Al-Anfaal/ 8: 25).Masyarakat Islam di Indonesia, faktanya tidak saja dikepung oleh pemikiran sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama (ini kemusyrikan baru), bahkan neo komunis, pada satu sisi; namun pada sisi lain juga masih dijejali dengan tradisi yang bersifat syirik kepada Allah, diliputi dengan kemunkaran.Meski hanya satu rupiah yang kita keluarkan untuk kemusyrikan dan aneka kemunkaran, itu terlalu mahal. Apalagi kemusyrikan dan aneka kemunkaran yang dilakukan sekelompok orang itu menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Lebih baik dananya digunakan untuk membangun gedung sekolah, dibagi-bagikan kepada pedagang kecil, petani dan nelayan sebagai tambahan modal, sehingga mereka tidak terlalu menderita akibat adanya krisis global ini.Di sebuah desa di Jawa Tengah, tradisi larung sesaji menghabiskan dana sebesar Rp 350 juta. Uang sebanyak itu dihambur-hamburkan untuk melakukan sesuatu yang selain tidak rasional juga musyrik. Artinya, dengan uang sebanyak itu pelakunya tidak mendapat keuntungan apa-apa di dunia dan akhirat.Di dalam hadits dinyatakan, ada orang yang masuk neraka hanya karena berkorban dengan lalat. Tidak sampai bernilai tinggi apalagi ratusan juta rupiah, hanya dengan berkorban lalat saja karena untuk syetan, maka akibatnya masuk neraka. Haditsnya sebagai berikut:{ , : : : : : } - ( 21 / 179) (22) 1 / 203 . . : (15 , 16), (1/203) .Nabi SAW bersabda: Ada seorang yang masuk naar (neraka) karena lalat dan seorang lainnya yang masuk jannah (surga) karena lalat. Maka para sahabat radhiyallahu anhu bertanya, Bagaimana bisa begitu wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, Dua orang lelaki lewat pada suatu kaum yang memiliki berhala yang tidak boleh dilewati tanpa berkorban sesuatu. Maka kaum itu berkata kepada lelaki yang pertama, Sembelihlah kurban! Jawab lelaki tersebut, Aku tidak punya sesuatu untuk dikorbankan. Maka kata kaum tersebut, Berkurbanlah walau hanya dengan seekor lalat! Maka lelaki itu melakukannya dan ia bisa lewat dengan selamat, tetapi ia masuk naar (neraka). Maka hal yang sama terjadi pada lelaki yang kedua, saat diminta berkurban ia menjawab, Aku tidak akan berkurban kepada sesuatu pun selain Allah Azza wa Jalla, maka lelaki yang kedua ini dipenggal kepalanya oleh mereka dan ia masuk jannah (surga). (HR. Ahmad dalam Az-Zuhd halaman 15, 16, dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 1/ 203 dari Thariq bin Syihab dari Salman Al-Farisi, mauquf, dengan sanad shahih). Sesaji yang dilarung berupa kepala kambing (bukan kerbau), dengan diiringi 25 wanita cantik yang mengantar sesaji tadi menuju laut atau sungai Juwana tempat prosesi larung sesaji dilakukan. Agar tidak terkesan hura-hura semata, karena begitu banyaknya pemusik dangdut yang didatangkan, maka sebagai puncak acara digelar pengajian.Pengajian seperti itu jelas merupakan pengajian yang dijadikan alasan untuk menepis adanya muatan kemusyrikan dan aneka kemunkaran yang terkandung di dalam tradisi Lomban atau Pesta Laut tadi. Tradisi, budaya, dan pengajian telah dijadikan media untuk menjejalkan kemusyrikan dan aneka kemunkaran. Pelakunya, jelas dilaknat Allah Subhanahu wa Taala.Mereka rela mengeluarkan uang untuk berkorban demi syetan laut yang mereka percayai. Padahal, berkorban untuk selain Allah Taala adalah tindakan kemusyrikan, menyekutukan Allah Taala, dosa terbesar yang pelakunya akan menjadi penghuni neraka, bila meninggal dalam keadaan belum taubat dengan taubatan nashuha, taubat yang sebenar-benarnya, dan tidak mengulanginya. Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: Jika kamu musyrik/menyekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi (QS Az-Zumar/39: 65). Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa/ 4: 48).

MAKALAHAGAMA ISLAMTRADISI SYAWALAN

Disusun oleh :Mirza Mutia Yonarossa 01.210.6221

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG2010

BAB IVPENUTUP

1. KesimpulanSeharusnya manusia tidak usah melakukan hal hal yang bertentangan dengan ajaran agama islam yang langsung diturunkan oleh Allh SWT dengan alas an melestarikan kebudayaan nenek moyang yang malah akan membuat mereka terjerumus dalam kemusyirakan yang akan merugikan diri sendiri.2. Saransebagai umat islam kita harus menjalankan apa yang diperintah oleh Allah SWT dan menjauhi segala larangaNya.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

file:///E:/Nahi%20Munkar%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20Mengagungkan%20Budaya%20Adat%20Melestarikan%20Syirik%20dan%20Maksiat.htm

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5852453&page=4

http://wihans.web.id/misteri-dibalik-bulan-sura

http://jombangan.com/web-blog/arti-kata-tradisi

blog.wartamerdeka.com

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam berhubungan dengan Tradisi Syawalan di Masyarakat Jawa.Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penilaian islam tentang tradisi syawalan masyarakat jawa menurut Al-QuranAkhirul kalam kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini, kami menyampaikan terima kasih. Kritik dan saran selalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Islam.

Semarang , Desember 2010

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .DAFTAR ISI....BAB I PENDAHULUAN ..BAB II PERMASALAHAN ...a. Tradisi larung sesajib. Pasar malam dan hiburan music dangdutc. Pesta lumban atau pesta laut

BAB III PEMBAHASAN ..a. Tradisi larung sesajib. Pasar malam dan hiburan musik dangdutc. Pesta lumban atau pesta laut

BAB IV PENUTUP..a. Kesimpulan b. SaranBAB V DAFTAR PUSTAKA..