TRADISI PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN DI KECAMATAN …
Transcript of TRADISI PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN DI KECAMATAN …
TRADISI PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN
DI KECAMATAN TEUPAH TENGAH
KABUPATEN SIMEULUE
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
SRI RAHAYU NENGSIH
NIM. 160501069
Mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora
Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
TAHUN 2021 M/1442 H
TRADISI PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN
DI
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam penulis
persembahkan ke haribaan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa
manusia dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang seperti yang
dirasakan sekarang ini.
Alhamdulillah, dengan petunjuk dan hidayah-Nya, penulis telah selesai
menyusun sebuah skripsi untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat guna
mencapai gelar sarjana pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, dengan judul:
“Tradisi Papar Dalam Adat Kematian Di Kecamatan Teupah Tengah
Kabupaten Simeulue”, dengan berbagai macam bantuan salah satunya dengan
adanya panduan penulisan skripsi dari pihak fakultas. Dalam hal ini tentu sangat
membantu bagi mahasiswa/i dalam menjalankan tugas skripsi.
Ucapan terima kasih, rasa cinta dan kasih sayang penulis yang sedalam-
dalamnya penulis persembahkan yang teristimewa untuk kedua orang tua yaitu
Ayahanda tercinta Badion dan Ibunda tercinta Ainun, yang tidak pernah letih
memberikan bimbingan, pengorbanan dan do’a serta memberikan dukungan moral
dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
viii
Ucapan terima kasih penulis untuk Bapak Dr. Aslam Nur, MA, selaku
pembimbing I dan Bapak Ikhwan. MA. Selaku pembimbing II yang dengan sabar,
tulus dan ikhlas untuk meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan
bimbingan, motivasi, arahan dan saran-saran yang sangat bermanfaat kepada
penulis selama menyusun dan dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Dr. Fauzi
Ismail, M.Si selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Ketua Jurusan Bapak
Sanusi, S. Ag., M.Hum. Kepada penasehat akdemik Bapak M. Yunus Ahmad,
S.Hum, M.Us serta semua dosen di program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam
yang telah mendidik penulis selama ini, dan kepada semua pihak memberikan
dukungan, semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Syamsuddin, Bapak Abdul
Rahman, dan kepada Ibu Beriah dan kepada informan lainnya, yang telah
menyediakan waktunya dan memberikan informasi yang penulis butuhkan dan
kepada semua sumber yang telah bersedia memberikan informasi yang penulis
butuhkan sehingga penulisan karya ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman dan sahabat
seperjuangan Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam angkatan ke-16 yang selalu
memberikan dukungan dan banyak membantu serta memberikan saran untuk
penulis. Terima kasih kepada teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu namanya. Karena berkat dukungan dan bantuan teman-teman baik selama
perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini serta memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ix
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis sendiri. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT, penulis berserah diri semoga Allah SWT
membalas semua amal dan jasa-jasa yang telah mereka berikan kepada penulis,
amin-aminya Rabbal alamin.
Banda Aceh, 12 Januari 2021
Penulis,
Sri Rahayu Nengsih
x
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Tradisi Papar Dalam Adat Kematian Di Kecamatan
Teupah Tengah Kabupaten Simeulue”. Papar di Kabupaten Simeulue
Khususnya di desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah diartikan sebagai
pembagian harta atau pemaparan harta. Papar hanya dilakukan dalam perpisahan
mati, sementara perpisahan hidup disebut frait (perceraian). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejarah dari tradisi papar, kekhasan tradisi papar, dan
makna simbolik dari peralatan yang di gunakan pada saat tradisi papar. Adapun
teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam skripsi ini melalui obeservasi,
wawancara, dan dokumentasi. Sementara sampel dalam penelitian papar adalah
orang-orang yang mengetahui tentang tradisi papar, seperti tokoh adat, tokoh
agama, dan masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi papar. Kemudian
data dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk memberikan jawaban tentang tradisi papar. Hasil penelitian tradisi papar
menunjukkan bahwa tradisi papar dilaksanakan pada acara kenduri malam ke
tujuh seorang kepala keluarga meninggal, perkembangan tradisi papar bagi
masyarakat Desa Busung Indah sudah mulai jarang dilaksanakan salah satu
alasannya adalah hanya beberapa yang sanggup melaksanakan saja, yakni bagi
keluarga yang mampu untuk melaksanakannya, namun dalam pelaksanannya
masih ada juga beberapa desa terpencil yang sering melaksanakan tradisi papar.
Bentuk penyajian makanan yang terdapat dalam tradisi papar ialah diawali
makan bersama lalu ketika acara adat dimulai, makanan utama yang sudah di
hidangkan dalam tudung saji yakni lima talam yang berisikan pulut dan pisang,
beberapa simbol yang terkandung dalam tradisi papar memiliki beberapa makna
tersendiri, seperti tudung saji yang di beri selendang masing-masing berbeda
warnanya dimaknai sebagai penghormatan bagi masing masing warna tersebut,
pulut sebagai pengikatan pembicaraan papar. Oleh karena itu, untuk menjaga
kelestarian adat dan budaya di Kabupaten Simeulue khususnya tradisi papar,
maka dukungan dari pihak pemerintah sangat dibutuhkan seperti sosialisasi
kepada masayarakat yang belum paham tentang tradisi papar.
Kata Kunci : Tradisi, Papar, Adat, Kematian, Masyarakat Simeulue.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PEMBIMBING .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
ABSTRAK................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii
BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 4
E. Penjelasan Istilah ................................................................................... 5
F. Kajian Pustaka ....................................................................................... 6
G. Landasan Teori ...................................................................................... 7
H. Sistematika Penulisan ............................................................................ 10
BAB II: METODE PENELITIAN ........................................................................ 12
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................................... 12
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 13
C. Sumber Data ....................................................................................... 13
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 14
E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 15
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 16
A. Geografis dan Luas Wilayah .............................................................. 16
B. Penduduk dan Mata Pencaharian ....................................................... 17
C. Pendidikan ......................................................................................... 21
D. Ada Istiadat ....................................................................................... 22
E. Keadaan Sosial Keagamaan dan Budaya ........................................... 23
BAB IV: PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN DI KECAMATAN
TEUPAH TENGAHKABUPATEN SIMEULUE ................................. 26
A. Sejarah Tradisi Papar Di Kabupaten Simeulue .................................. 26
B. Proses Pelaksanaan Tradisi Papar ...................................................... 31
C. Kekhasan Tradisi Papar ..................................................................... 36
D. Makna Simbolik Peralatan Yang Digunakan Pada Saat Tradisi Papar
Dilaksanakan ...................................................................................... 37
E. Analisis Penulis .................................................................................. 44
BAB V: PENUTUP ................................................................................................ 47
A. Kesimpulan ......................................................................................... 47
B. Saran ................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTRA RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adat atau tradisi biasanya diartikan sebagai suatu ketentuan yang berlaku
dalam masyarakat tertentu, dan menjelaskan satu keseluruhan cara hidup dalam
bermasyarakat.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi mempunyai dua
arti: Pertama, adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan masyarakat.
Kedua, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara
yang paling baik dan benar. Dengan demikian, tradisi merupakan istilah generik
untuk menunjuk segala sesuatu yang hadir menyertai kekinian. Pada era modern
ini, masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara turun temurun dari nenek
moyang hingga ke anak cucu pada suatu masyarakat.
Demikian juga yang terjadi di Dusun Teluk Indah, Desa Busung Indah,
Kecamatan Teupah Tengah, Kabupaten Simeulue. Salah satu Tradisi yang masih
dijaga dan dilaksanakan oleh masyarakat adalah Tradisi Papar. Tradisi papar
adalah salah satu upacara yang dilakukan setelah kematian seseorang. Upacara ini
dilaksanakan pada malam ketujuh setelah meninggalnya kepala keluarga atau
suami. Pada malam tersebut keluarga almarhum mengundang saudara serta dari
pihak lainnya seperti Kepala Desa, Tetuah Kampong dan masyarakat setempat.
Kegiatan pada malam papar tersebut biasanya diawali dengan membaca surah al-
fatihah, Yasin, Tahlil dan doa untuk almarhum atau almarhumah secara bersama.
1 Husni Thamrin, Orang Melayu : Agama, Kekerabatan, Prilaku Ekonomi, (Lpm : Uin
Suska Riau), 2009, hlm. 1
2
Setelah itu dilanjutkan dengan acara makan dan minum yang disediakan
oleh keluarga arwah atau ahlul bait/ahlul musibah. Keyakinan masyarakat setempat
pada hari pertama sampai hari ke tiga itu arwah yang telah meninggal pulang ke
rumah dan masih berada di dalam rumah dan masih tidur di tempat yang sering ia
tiduri selama ia hidup. Oleh karena itu jika seseorang telah meninggal dunia, dari
pihak keluarga akan membersikan tempat tidurnya dan mengumpulkan barang
barang miliknya seperti pakaian dan benda lain. Barang barang yang sudah
dikumpulkan diletakkan di atas ranjang yang suda dibersihkan tadi, lalu diletakkan
juga kemenyan di ranjang bagian kepala selama tujuh hari.
Pada malam pelaksanaan tradisi papar semua anggota keluarga dan
masyarakat berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan harta
pencaharian bersama dan harta pembawaan masing masing. Setelah hari ke tujuh,
dipercayai bahwa arwah tersebut tidak berada di dalam rumah lagi, akan tetapi
berada di luar mengelilingi rumah atau berada di ujung atap rumah. Arwah tersebut
dapat melihat apa yang diperbuat oleh keluarganya di dalam rumah.
Tidak hanya itu, dari pelaksanaan papar terdapat banyak makna dan
simbol, makna dan simbol dalam tradisi ini dapat dinilai dari bahasa dan peralatan
yang digunakan sewaktu tradisi berlangsung. Seperti “awal rasam akhir rasam”
atau indah mangindahkan mulia memuliakan, di mana setiap yang diawali dengan
baik harus berakhir dengan baik. Kalimat tersebut ialah kalimat yang sering
digunakan untuk acara ritual atau sering disebut dengan nasehat dari ketua adat di
Desa. Bukan hanya dari bahasa yang digunakan, tetapi juga peralatan yang
digunakan itu memiliki makna dan simbol.
3
Demikian pula dengan makanan yang disajikan pada malam itu disusun di
atas lima talam khusus untuk ketua ketua adat desa, setelah disusun rapi di atas
talam lalu talam yang berisi makanan tersebut harus ditutupi dengan tudung saji
yang dihiasi selendang merah, kuning, putih, hijau, dan merah jambu. Masing
masing dari selendang tersebut menandakan atau memberikan simbol siapa saja
yang berhak membuka dan memakan makanan yang ada di dalam tudung tersebut.
Tradisi Papar saat ini tidak lagi terlalu sering dilaksanakan di tengah
tengah masyarakat, khususnya di Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten simeulue.
Menurut beberapa sumber, salah satu faktor yang paling dominan dari hasil
penelitian ialah faktor ekonomi, namun peneliti belum yakin akan hal tersebut.
Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih dalam tentang trasisi papar.
Dari pemaparan di atas, tradisi papar ini perlu diteliti untuk memberikan
informasi dan pengetahuan kepada masyarakat, baik masyarakat Simeulue maupun
masyarakat lainnya mengenai proses, makna, dan hal hal lain yang terkandung di
dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
tradisi papar dalam adat kematian di Desa Busung Indah dan bagaimana proses
papar yang diadakan oleh masyarakat di Desa Busung Indah.
Tradisi ini unik dilihat dari proses awal hingga akhir pelaksaannya
membuat penasaran di mana banyak hal yang belum diketahui orang tentang tradisi
papar. Salah satunya ialah bagaimana proses pelaksanaannya, mengapa harus
mengumpulkan banyak masyarakat serta keluarga, dan siapa saja yang ikut
melakukan atau yang tidak melakukan tradisi ini.
4
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti fenomena sosial ini dengan
judul: “Tradisi Papar Dalam Upacara Kematian Di Kecamatan Teupah Tengah
Kabupaten Simeulue.”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait latar belakang masalah si atas ialah:
1. Bagaimana sejarah tradisi papar di Kecamanata Teupah Tengah Kabupaten
Simeulue?
2. Apa saja kekhasan dari tradisi papar?
3. Apa makna simbolik dari peralatan yang digunakan pada saat tradisi papar di
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah dari tradisi papar yang ada di Simeulue.
2. Untuk mengetahui kekhasan dari tradisi papar.
3. Untuk mengetahui makna simbolik yang terkandung dalam tradisi papar.
D. Manfaat Penelitian
Kajian terhadap Tradisi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi semua pihak yang terkait, antara lain
sebagai berikut:
5
A. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempermuda bagi peneliti yang
ingin meneliti kembali yang berhubungan dengan Tradisi Papar.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat
yang membacanya. Agar lebih mengetahui tentang tradisi dan budaya.
Dan juga untuk membantu masyarakat lain yang tidak tahu apa itu
tradisi Papar.
B. Manfaat teoritis
a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
yang lebih jelas mengenai Tradisi Papar.
E. Penjelasan Istilah
Sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu akan dijelaskan istilah
yang tidak diketahui oleh pembaca. Hal ini dilakukan agar lebih memudahkan
pembaca dalam mengetahui istilah istilah yang ditulis.
1. Tradisi
Tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke
generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu
tradisi dapat punah.
6
2. Adat Istiadat
Adat Istiadat merupakan suatu sistem norma atau tata kelakuan yang
tumbuh, berkembang, dan dijunjung tinggi oleh suatu masyarat secara turun-
temurun sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.
3. Papar
Papar merupakan suatu tradisi dalam adat istiadat di kabupaten Simeulue
yang dilakukan pada acara perceraian dan kematian yakni penghitungan harta
dari pihak lelaki dan perempuan.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah usaha untuk menemukan tulisan yang berkaitan
dengan penulisan, yang bertujuan untuk menemukan apakah ada penelitian yang
sama dengan yang peneliti kaji. Penelitian tentang tradisi papar dalam adat
kematian sudah pernah ditulis oleh para peneliti lain, tapi hanya sedikit yang
mengkaji secara mendalam mengenai tradisi papar di Teupah Tengah. Tulisan
sebelumnya yang membahas tentang tradisi papar, di antaranya:
Dalam buku yang disusun oleh Alfian Afif dan kawan-kawan yang
berjudul “Buku panduan Adat dan Reusam Perkawinan Kabupaten Simeulue
Provinsi Aceh”. 2 Dalam buku ini membahas mengenai tentang cerai dan mati yang
sedikit membahas tentang penelitian saya. Dalam buku ini juga membahas tentang
adat pernikahan dan kematian di kabupaten Simeulue.
2 Alfian Afif, dkk, Buku panduan Adat dan Reusam Perkawinan Kabupaten Simeulue
Provinsi Aceh. (Simeulue 2014).
7
Dalam skripsi Lisa Zuana dengan judul “Tradisi Reuhab dalam
Masyarakat Gampong Kuta Aceh (Studi Kasus Kecamatan Seunagan Kabupaten
Nagan Raya).3 Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Skripsi ini membahas tentang
Tradisi yang telah mengakar di tengah-tengah masyarakat adalah salah satunya
tradisi upacara kematian, dimana terdapat suatu tata cara yang sering dilakukan
oleh masyarakat yaitu jika ada yang meninggal dunia maka dilakukan upacara
mulai dari hari pertama orang meninggal hingga proses penguburan dan khanduri.
Upacara kematian ini tidak terlepas daripada tradisi reuhab yang merupakan suatu
adat dalam upacara kematian dan sudah menjadi bagian dari kebiasaan turun-
temurun yang dilakukan oleh masyarakat Nagan Raya pada umumnya jika tradisi
tersebut tidak dilakukan maka akan dianggap sebagai suatu penghinaan dalam
kehidupannya.
Kajian lain dilakukan oleh Irma Suriani yang berjudul “Makna Simbolik
Patѐe 40 Hari Kematian pada Masyarakat Desa Blang Padang Kecamatan
Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya” Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda
Aceh. Dalam skripsi ini membahas tentang Kenduri 40 hari kematian adalah salah
satu kenduri rutin yang dilakukan masyarakat Gampong Blang Padang, yang
dilaksanakan pada 40 hari setelah kematian di rumah duka.4
Dari dalam buku dan hasil penelitian yang peneliti rujukan pembahasan
banyak yang sudah men eliti tentang tradisi kematian. Akan tetapi masih sedikit
3 Lisa Zuana, Tradisi Reuhab dalam Masyarakat Gampong Kuta Aceh (Studi Kasus
Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya). Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh 2018. 4 Irma Surianti, Makna Simbolik Patѐe 40 Hari Kematian pada Masyarakat Desa Blang
Padang Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya, Skripsi, UIN Ar-Raniry Banda
Aceh 2018.
8
sekali informasi dan penelitian tentang tradisi papar masyarakat Simeulue. Oleh
karena itu peneliti mengadakan kajian lebih lanjut terfokus pada nilai-nilai budaya
dalam teradisi kematian dengan judul “Tradisi Papar dalam Adat Kematian di
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue.
G. Landasan Teori
Tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun atau sesuatu yang telah
dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat. Adapun untuk menunjang penelitian ini penulis mengambil beberapa
teori tokoh yang terkemuka. Penulis menilai teori ini dapat disesuaikan dengan
masalah yang dikaji.
Rusmin Tumanggor mendefinisikan budaya adalah konsep, keyakinan, nilai
dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi prilaku mereka dalam
upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya.5
Emile Durkheim mengatakan teori fungsionalisme dapat dilihat sebagai
pendekatan fungsionalisme umum yang menjelaskan keberadaan lembaga lembaga
sosial seperti lembaga lembaga agama yang menjadi kebutuhan dalam
masyarakat.6
Durkheim mengatakan bahwa sebuah lembaga keagamaan berfungsi untuk
membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh
pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, selain itu lembaga
5 Rusmin Tumanggor, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media2010), hal.
141 6 Tim Gama Press, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Gama Press, 2012), hal. 267
9
keagamaan memiliki peran penting untuk mewujudkan masyarakat yang
berkualitas dan dinamis.7
Koentjaraningrat menjelaskan wujud ideal dari kebudayaan ialah yang
sering disebut sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi,
berhubungan, serta bergaul antara satu dengan yang lain dari detik ke detik, hari ke
hari bahkan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan.8
Adat istiadat merupakan seperangkat nilai-nilai, kaedah-kaedah, dan
kepercayaan sosial yang tumbuh sejak semula bersama dengan pertumbuhan
masyarakat yang bersangkutan, telah dikenal, dihayati, dan dinikmati oleh
masyarakat secara berulang-ulang dan terus menerus sampai sepanjang masa
dalam kehidupan masyarakat Aceh.9 Salah satu fungsi adat istiadat adalah
mengharmonis kan kehidupan masyarakat berupa penyeimbangan kehidupan antar
pribadi dan antar kelompok, dalam melaksanakan fungsi tersebut adat istiadat
berpegang teguh kepada landasan sejalan dengan Ajaran Islam yang dianut oleh
masyarakat Aceh.10
Darwis A. Soelaiman membahas adat kematian dalam masyarakat Aceh,
apabila seorang warga meninggal dunia, maka oleh bilal meunasah dibunyikan
beduk khusus sebagai tanda bahwa dalam kampung itu ada musibah kematian.
7 Soetomo, Masalah Sosial Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 15 8 Koentjaranigrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1974),
hal. 16. 9 Badruzzaman Ismail, Membangun Keistimewaan Aceh Dari Sisi Adat dan Budaya,
(Banda Aceh: MAA Banda Aceh 2008), hal. 22. 10 Amirul Hadi, Aceh Sejarah Budaya dan Tradisi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2010), hal. 173.
10
Semua penduduk baik laki-laki maupun wanita mendatangi orang yang
kemalangan tersebut untuk melayat dan memberi bantuan apa yang dapat
dibantunya.11
Syamsuddin Daut menjelaskan tradisi melayat kematian, yaitu
ta‟ziahdimulai begitu terjadi kematian dan berlangsung sampai tujuh hari, orang-
orang yang datang melayat itu pada umumnya diterima di ruangan bawah tanah
(yup moh) jika laki-laki sedangkan perempuan menyampaikan belasungkawa di
dalam rumah itu sendiri.12
Pemaparan di atas dapat dipahami bahwa tradisi yang merupakan adat
kebudayaan sangat diperlukan dan sudah menjadi bagian dari pada kehidupan
masyarakat itu sendiri. Selain itu tradisi memiliki peran penting dalam mengatur
kehidupan manusia dalam berinteraksi antar sesamanya.
H. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah penelaahan dalam penelitian ini, maka akan dibahas
per bab, masing masing bab mempunyai sub bab tersendiri antara satu bab dengan
bab lain yang saling berkaitan.
Dalam bab pertama adalah pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang
masalah, yaitu memuat alasan pemilihan judul penelitian serta beberapa poin
penting yang harus diuraikan secara rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian. Dalam bab ini juga berisikan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
11 Darwis A. Soelaiman, Kompilasi Adat Aceh, (Banda Aceh: Pusat Studi Melayu Aceh,
2011), hal. 277. 12 Syamsuddin Daut, Adat Perkawinan Aceh, (Majelis Adat Aceh, 2014), hal. 177.
11
Bab dua menjelaskan tentang metodelogi penelitian yang meliputi
pendekatan dan jenis penelitian, dijelaskan secara singkat mengenai lokasi
penelitian, sumber data yang diperoleh, teknik pengumpulan data baik melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi, serta teknik analisis data yang digunakan.
Bab tiga menguraikan secara jelas tentang gambaran umum lokasi
penelitian yang memuat tentang gambaran masyarakat Desa Busung Indah
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue, letak geografis dan luas
wilayah, penduduk dan mata pencaharian, pendidikan, adat istiadat, keadaan sosial
keagamaan dan budaya.
Bab ke empat yaitu membahas tradisi Papar dalam Adat Kematian Di
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue. Dalam bab ini di uraikan
mengenai sejarah tradisi papar, proses pelaksanaan tradisi papar, kekhasan tradisi
papar, makna simbolik dari peralatan yang digunakan pada saat tradisi papar
dilaksanakan.
Terakhir bab ke lima berisikan penutup yang merupakan kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya, menjelaskan secara singkat akan tetapi menjawab semua
permasalahan yang dikaji serta beberapa saran yang ditujukan kepada semua pihak
yang terlibat.
12
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penulisan sebuah karya ilmiah, metode penelitian merupakan salah
satu bagian yang penting untuk meyelesaikan semua rumusan masalah yang telah
ditentukan sebelumnya. Penelitian adalah proses yang selalu ada dalam kehidupan
intelektual manusia berdasarkan sifat ingin tahu yang ada dalam hidup ilmuan.
Dalam memenuhi hasrat tersebut ada dua cara yang dapat digunakan pertama
menggunakan akal sehat memacu pada kelaziman dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua melakukan kegiatan penelitian yang bersifat ilmiah berdasarkan kaidah dan
cara berpikir yang sistematis melengkapi keseluruhan proses penelitian.13
Berdasarkan masalah serta tujuan dalam yang sudah ditetapkan maka
penulis menggunakan pendekatan kualitatif bersifat Participant Observation yang
penulis sendiri menjadi instrument dalam pengumpulan data. Penelitian kualitatif
adalah pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan dan melihat
secara objek yang akan diteliti. Pada metode kualitatif ini peneliti akan melihat
bagaimana tradisi papar yang dilaksanakan bagi masyarakat Simeulue. Selain dari
penelitian partisipan observasi, peneliti juga akan mengurai data penelitian dengan
menggunakan metode pustaka sebagai pelengkap dalam mengembangkan suatu
rumusan masalah.
13 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi dan Duskursus Teknologi Komuniikasi dan,
Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm.29.
13
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu penelitian.
Lokasi penelitian ada di Kabupaten Simeulue, peneliti mengambil lokasi penelitian
tersebut karena upacara tradisi ini menarik perhatian peneliti, upacara tradisi ini
sudah sangat jarang dilaksanakan namun tetap dilestarikan oleh masyarakat Desa
Busung Indah yang masyarakatnya sudah modern, selain itu upacara tradisi ini
sudah dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang, sehingga peneliti
ingin mencari informasi tentang tradisi Papar tersebut. Selain itu, dikarenakan
peneliti ingin mengungkap tradisi dan budaya, di mana masih banyak masyarakat
yang tidak mengerti dan juga dapat mengembangkan tradisi dan budaya di
Kabupaten Simeulue.
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti mengandalkan sumber data dari beberapa
sumber yang dikelompokkan kepada dua bagian yaitu sumber data primer dan
sumber data skunder. Adapun sumber data primer dalam kajian ini adalah tokoh
adat, masyarakat sebagai pelaksanaan tradisi tersebut, atau masyarakat yang sudah
mengetahui dan berpengalaman dalam melaksanakan tradisi papar yang ada di
Desa Busung Indah. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari literatur atau
teori-teori dari buku dan lain-lain yang termasuk didalamnya hasil wawancara
sebelumnya yang menjadi jawaban rumusan masalah berkaitan terhadap objek
yang diteliti.
14
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam setiap kegiatan penelitian dibutuhkan objek atau sasaran penelitian.
Dalam melakukan survey penelitian, tidak harus diteliti semua individu yang ada
dalam populasi objek tersebut.14 Untuk memperoleh data yang akurat dan agar
dapat memahami secara jelas makna dan sistem pelaksanaan tradisi papar di
Kabupaten Simeulue. Maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut.
1. Observasi
Salah satu teknik dalam penelitian lapangan adalah dengan cara
melakukan observasi terlebih dahulu terhadap objek yang hendak diteliti.
Tujuannya adalah untuk melihat secara langsung sekaligus berada ditempat dan
waktu keberadaan objek dengan segala unsur-unsur pendukung objek yang
hendak diteliti.
2. Wawancara
Setelah mengadakan beberapa pengamatan maka penulis dapat memiliki
sedikit wawasan tentang objek yang hendak diteliti. Maka kegiatan penelitian ini
penulis lanjutkan dengan kegiatan wawancara.
Wawancara (interview) adalah cara untuk memperoleh data dengan
berhubungan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu maupun kelompok.15
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan beberapa pertanyaan yang
14 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2006), hlm.65
15 Nyoman Katha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 222
15
akan diajukan kepada masyarakat berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Oleh
sebab itu penulis dianjurkan untuk membuat beberapa pertanyaan sebelum
melakukan wawancara. Adapun orang yang akan diwawancarai pada penelitian
ini adalah tokoh agama, pelaku adat, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
3. Dokumentasi
Untuk memperoleh data yang lebih jelas, peneliti melakukan
pengumpulan-pengumpulan dokumen. Dengan cara mengambil gambar
menggunakan kamera serta alat rekan sebagai alat wawancara. Dalam melengkapi
penelitian ini, maka peneliti memerlukan buku untuk memperluas struktur
wawancara peneliti.
E. Teknik Analisi Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam ketegori, menjabarkan ke
dalam unit – unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
16
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Peneliti melaksanakan penelitian tentang tradisi papar di Desa Busung
Indah, namun karena Desa Busung Indah merupakan salah satu desa yang ada di
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue, maka deskripsi lokasi penelitian
ialah di Kecamatan Teupah Tengah.16
A. Geografis Dan Luas Wilayah
Kecamatan Teupah Tengah merupakan salah satu Kecamatan yang berada
dalam wilayah Kabupaten Simeulue. Ibu kota Kecamatan ini adalah Lasikin,
Kabupaten Simeulue, Propinsi Aceh. Kecamatan Teupah Tengah memiliki luas
83,659 Km² yang terdapat dua wilayah Mukim yaitu: Mukim Delog Kulungan dan
mukim Delog Antengan. Wilayah Kecamatan Teupah Tengan memiliki batas-batas
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Hindia
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simeulue Timur dan Teupah
Selatan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teupah Barat.
Menurut Topografi wilayah Desa yang ada dalam Kecamatan Teupah
Tengah rata-rata terletak di dataran, hanya ada dua Desa yang terletak di lereng
atau punggung bukit yaitu Desa Kahad dan Desa Nancawa, sedangkan yang
16 Kantor Camat Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue.
17
terletak di daerah lembah atau sering disebut dengan daerah aliran sungai ialah
Desa Abail.
B. Penduduk Dan Mata Pencaharian
Kecamatan Teupah Tengah memiliki 12 Desa yang terbagi ke dalam 2
mukim yaitu, kemukiman Delog Kulungan yang membawahi 5 Desa dan
kemukiman Delog Antengan yang membawahi 7 Desa. Jumlah Penduduk
Kecamatan Teupah Tengah pada tahun 2018 tercatat sebanyak 6.622 jiwa yang
terdiri dari 3.355 jiwa penduduk laki-laki dan 3.267 jiwa penduduk perempuan. Di
lihat dari rasio jenis kelamin jumlah jiwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada
jiwa penduduk perempuan.
Kepadatan penduduk Kecamatan Teupah Tengah mencapai 50 jiwa per Km
dengan luas wilayah 83,659 Km² jumlah rumah tangga di Kecamatan Teupah
Tengah mencapai 1.877 dengan rata-rata jiwa per rumah tangga adalah 4 jiwa.
Dilihat secara garis besar mata pencaharian masyarakat Teupah Tengah
adalah petani dan nelayan, dengan lahan yang sangat luas sehingga memudahkan
sebagian masyarakat setempat untuk bercocok tanam begitu pula dengan laut yang
sangat luas sehingga dapat di manfaatkan oleh masyarakat untuk mencari rezeki,
tetapi ada juga sebagai pegawai negeri, pedagang, pekebun, dan buruh.
a. Nelayan
Nelayan merupakan istilah bagi orang yang sehari harinya bekerja
menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di perairan. Di kabupaten Simeulue,
18
Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan adalah perairan laut. Khususnya di
Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah, dimana Desa ini terdapat 75%
masyarakat nya itu nelayan, masyarakat mengandalkan sektor laut sebagai mata
pencaharian. Dari pengamatan penulis bahwa profesi umumnya adalah nelayan.
Awalnya nelayan di Desa Busung Indah ini memakai peralatan tradisional namun
seiring berjalan nya waktu masyarakat banyak mendengar masukan yang positif
dari pakar di bidang nelayan atau dari mahasisiwa yang sudah belajar di bidang
perikanan atau bidang biota laut. Namun sekarang banyak nelayan yang turun ke
laut menggunakan robin/bot besar dan di lengkapi peralatan yang sudah memakai
mesin agar tidak mendayung lagi, dan juga dilengkapi peralan lain yang sudah
cukup canggih.
Dengan peralatan yang semakin canggih masyarakat pun merasa semakin
banyak rezeki yang mereka dapat. Para nelayan ini, selain turun ke laut mereka
juga berkebun seperti: cengkeh, pala, sawit dan lainnya. Setiap hasil dari kebun
sudah bisa dipanen maka masyarakat berhenti sejenak dari aktifitas di laut beralih
ke gunung untuk memanen hasil kebun. Jika hasil panen sudah habis maka
masyarakat akan kembali ke aktifitas semula yaitu melaut, akan tetapi jika cuaca
tidak mendukung maka masyarakat nelayan tersebut hanya bisa berdiam diri di
rumah dan melakukan aktifitas lainnya sampai cuaca membaik.
b. Pertanian
Pertanian merupakan usaha pengelohan untuk pembudidayaan tanaman
pangan. Masyarakat di Desa Busung Indah memanfaatkan lahan kosong sebagai
19
lahan pertanian. Persawahan merupakan pertanian tetap (tidak berpindah) yang
menggunakan lahan basah yang diairi secara teratur. Tanaman yang biasanya
ditanam pada persawahan di Desa Busung Indah adalah padi. Di zaman dulu
pertanian dapat dikatakan sebagai mata pencaharian juga, namun seiring
berjalannya waktu banyak masyarakat yang tidak lagi ikut dalam pertanian,
dikarenakan oleh banyak faktor yang mempengaruhi salah satunya ialah bidang air.
Jika ingin mendapatkan hasil panen padi yang sangat bagus, yang sangat
penting ketika awal penanaman itu harus di tanah yang lembek dan berair, jika
tanahnya kering maka padi yang dihasilkan tidak akan bagus. Dari masalah
tersebut banyak masyarakat yang berpindah profesi dari petani ke profesi lain
karena tidak sanggup mendapatkan air yang cukup untuk ladang padinya. Dari
pengamatan penulis, masyarakat yang masih menetap sebangai petani di Desa
Busung Indah sekitar 5 %.
Perladangan, selain dilakukan secara menetap pertanian juga dilakukan
secara berpindah-pindah yang disebut dengan perladangan. Perlandangan
merupakan usaha pengelohan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dengan
cara berpindah-pindah untuk mencari lahan yang kosong yang bertanah subur.
Lahan yang digunakan dalam perladangan biasanya merupakan lahan kering,
selain berpindah-pindah, pertanian ladang juga belum mengenal sistem irigasi,
pengolahan tanah, dan pemupukan. Perladangan biasanya dilakukan penduduk
dengan cara membabat pohon pada lahan yang ada di hutan dan kemudian
ditanami dengan tanaman-tanaman tertentu. Tanaman yang biasa ditanam di
ladang antara lain tanaman-tanaman palawija, umbi-umbian, dan lain sebagainya.
20
Perladangan kurang baik bagi kelestarian hutan bila berlangsung secara terus-
menerus dapat membuat hutan menjadi gundul sehingga mudah terkena erosi.
Sistem pertanian ladang atau petani nomaden banyak dijumpai di daerah daerah
yang masih mempunyai kawasan hutan yang luas.
c. Perkebunan
Tanaman yang ditanam pada perkebunan di Desa Busung Indah tidak
terbatas pada tanaman pangan utama namun juga berbagai jenis tanaman pangan
tambahan semacam buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman yang
perlu dalam industri juga biasanya ditanam di perkebunan, buah pala, kelapa sawit,
cengkeh, dan sebagainya. Perkebunan dapat dijalankan pada lahan yang luas
seperti perbukitan atau gunung.
d. Kerja Bangunan
Masyarakat yang ada di Desa Busung Indah juga ada yang bekerja dibagian
kerja bangunan, tergantung keahlian atau kemampuan yang mereka punya. Ada
yang menjadi tukang dan ada juga yang menjadi buruh, namun tukang lebih
banyak pengahsilannya sedangkan buruh tidak seberapa banyak, tidak sedikit
masyarakat yang ada di Desa Busung Indah bekerja dibidang kerja bangunan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang memiliki skill dibidang pembangunan
menjadi kerja bangunan ini sebagai kerja rutinitasnya.
21
e. Pegawai Negeri Sipil.
Masyarakat di Desa Busung Indah sebagian ada yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di beberapa kantor yang berbeda seperti : kantor
Bupati, kantor Camat, dan kantor dinas lainnya. Tidak hanya itu di Desa Busung
Indah juga terdapat beberapa profesi lain yaitu TNI dan POLRI. Meskipun sudah
memiliki pekerjaan menetap, PNS di Desa Busung Indah juga menggeluti hobi
bermacam macam, contohnya memancing, menjalah ikan, berkebun, dan lainnya.
Tentu hobi tersebut mereka lalukan ketika pekerjaan kantor suda selesai atau
mereka lakukan di hari libur saja.
C. Pendidikan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam suatu masyarakat yang rendahnya tingkat pendidikan akan semakin terpuruk
dan semakin ketinggalan dengan penduduk-penduduk lainnya. Oleh sebab itu,
peran semua pihak untuk terus mensosialisasikan pentingnya peningkatan mutu
pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak yang diperlukan dalam setiap
masyarakat yang ada di Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah.
Keadaan pendidikan di Desa Busung Indah tergolong sudah maju, keadaan
tersebut dapat terlihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang sudah meningkat,
tingkat pendidikan memang menjadi sesuatu yang mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat. Keadaan kehidupan sosial masyarakat tingkat pendidikan selalu
berubah-berubah sesuai tuntutan zaman, sama halnya dengan keadaan sosial
masyarakat Desa Busung Indah dulu dengan sekarang sangat terlihat perubahan
khususnya ditingkat pendidikan, dahulu minat pendidikan masyarakat yang ada di
22
Desa Busung Indah sangat minim berbeda dengan sekarang, contohnya dulu tidak
ada Pendidikan TK (Taman Kanak-kanak) sekarang TK sudah banyak di temukan
di daerah Teupah Tengah. Contoh lain ialah dimana dulu anak tidak banyak yang
di sekolah kan karena masyarakat merasa tidak sanggup untuk membiayai sekolah
anak. Perbedaan nya dengan sekarang itu sangat meningkat kerena sudah ada
Pendidikan sekolah dini di Desa Busung Indah.
D. Adat Istiadat
1. Pernikahan dan Kematian
Pada umumnya adat istiadat di Simeulue tidak ada perbedaan, yang
membedakan pada masa sekarang ialah masih atau tidak berjalannya tradisi
tersebut. Seperti di Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah, tradisi-tradisi
di dalam masyarakatnya masih terjaga meskipun ada sebagian kecil yang tidak
mengikutinya. Masyarakat Desa busung Inadah sangat kental dengan adat istiadat
warisan leluhur, yaitu melakukan upacara adat dalam masa hidup, seperti upacara
adat kelahiran, kebiasaan yang dilakukan ialah seperti Aqiqah di hari ketujuh
sesudah melahirkan, Aqiqah dilaksanakan bagi yang mampu saja dan tidak
diwajibkan.
a. Pernikahan
Dalam adat pernikahan, biasanya masyarakat Simeulue sangat
menghormati adat rasam tatanan budaya serta nilai nilai keagamaan termasuk
dalam hal perkawinan “Adat bersandingkan syarak, syarak bersandingkan hukum,
hukum bersandingkan kitabullah.” Adat adalah aturan yang bersendikan syariat
Islam yang lazim berlaku dan di hormati sejak dahulu. Agar adat dan rasam
23
perkawinan di Simeulue dapat berhasil guna dan berdaya guna perlu
diadakan/diinventarisasikan kembali sehingga adat dan rasam perkawinan yang
sudah mulai hilang dapat tergali kembali sesuai dengan aslinya.
b. Kematian
Adat adat rasam carai mati tetap berlaku di kabupaten Simeulue pada
suatu saat takdir Allah SWT. Seorang suami meninggal dunia yang ditinggalkan
istri dan beberapa orang anak, maka dari pihak wali waris terhadap istri almarhum
yang ditinggalkan ada beberapa hal/tugas tanggung jawab dari pihak yang
bermalu/family dari almarhum yaitu mengembalikan istri yang yang di tinggalkan
kepada orang tua/wali siperempuan sesuai dengan adat rasam yang berlaku.17
Dari hasil pengamatan peneliti, bahwa masyarakat di Desa Busung Indah
menjalankan dua tradisi ini sesuai dengan kemampuan yang ada. Namun ada juga
sebagian tidak melakukan dikarenakan beberapa faktor yang diantaranya ialah
faktor perekonomian. Dilihat dari hasil pengamatan peneliti, hampir 60%
masyarakat melaksanakan kedua tradisi di atas.
E. Keadaan sosial Keagamaan dan Budaya
Sosial keagamaan masyarakat Desa Busung Indah Kecamatan Teupah
Tengah, tidak jauh berbeda dari daerah-daerah lainnya. Sosial keagamaan dalam
masyarakat masih tetap dilakukan seperti pengajian dan gotong royong serta
maulid Nabi Saw yang dilakukan secara besar-besaran. Adapun pengajian biasanya
dilakukan pada malam jum’at secara bergiliran dari satu Desa ke Desa lainnya, dan
juga ketika ada undangan dari pihak mana pun. Begitu juga dengan gotong royong,
17 Alfian Afif, dkk, Buku panduan Adat..., hal. 35.
24
dalam hal ini pihak laki-laki yang biasa melakukannya, dalam khanduri blang juga
terlihat bagaimana kekerabatan antar-warga masih tetap terjaga, ketika
dilakukannya khanduri blang beberapa masyarakat berpartisipasi dalam membuat
hidangan makanan, biasanya makanan diminta perorang atau keluarga sesuai
dengan kemampuan.
Bagi masyarakat Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah, jika
hukum adat tidak dilakukan maka merupakan hal yang dianggap tabu (asing).
Meskipun masyarakat tidak seluruhnya berAgama Islam namun tradisi lama masih
tetap terjaga, dalam hal ini masyaraka ada yang pro danmada juga yang kontra
terhadap tradisi-tradisi yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi perpecahan
dalam satu atau beberapa desa mengenai adat yang dijalani dalam masyarakat.
Imam berperan besar dalam melakukan tradisi-tradisi tersebut, karena Imam
merupakan panutan bagi masyarakat. Hal ini sangat didukung oleh masyarakat,
dimana Simeulue merupakan kabupaten yang banyak memiliki adat yang muncul
berdasarkan ide-ide dan alasan-alasan yang menguatkan untuk mengadakan suatu
adat atau kegiatan yang banyak berkaitan dengan upacara kelahiran, pernikahan,
dan juga kematian.
Adapun keadaan sosial kebudayaan dalam masyarakat yang ada di
Kecamatan Teupah Tengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki jiwa gotong-royong yang sangat besar dan sangat menjunjung
tinggi rasa kebersamaan antar sesame.
b. Memiliki rasa kekeluargaan yang masih sangat erat.
c. Sering mengadakan peringatan acara acara keagamaan dan adat
kebudayaan.
25
Masyarakat mudah memberikan bantuan baik secara moral maupun secara
spiritual untuk terlaksanakan nya kegiatan yang bersifat kebersamaan. Adapun
bidang sosial budaya sudah banyak mengalami kemajuan di mana para generasi
baru sudah banyak yang aktif dan mau mengikuti dibidang seni seperti nandong,
debus, silat, rapa’i geleng, dan rebana. Keahlian yang dimiliki oleh generasi-
generasi muda ini tidak hanya sebatas itu saja tetapi juga banyak di sukai oleh
masyarakat di luar daerah untuk diundang atau di pertandingkan dengan grup seni
lainnya. Disini perlu adanya pelestarian ataupun menjaga budaya yang telah ada
dengan sebaik-baiknya.
26
BAB IV
PAPAR DALAM ADAT KEMATIAN
DI KECAMATAN TEUPAH TENGAH KABUPATEN SIMEULUE
A. Sejarah Tradisi Papar
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Majelis Adat Aceh (MAA)
Kabupaten Simeulue, asal mula tradisi Papar ialah dimulai dari ambuama, indatu-
indatu, susupiu, nenek moyang hingga keturunan.18 Meskipun tidak ada paksaan
bagi masyarakat untuk melaksanakan tradisi ini, Masyarakat Kecamatan Teupah
Tengah khususnya Desa Busung Indah masih sangat menjaga tradisi Papar secara
turun-temurun. Seiring berjalannya waktu, perekonomian di Desa Busung Indah
ada yang maju dan ada yang tidak maju. Berdasarkan informasi yang didapat oleh
peneliti, tradisi ini dilakukan dengan beberapa proses. Untuk melaksanakan
serangkaian proses tersebut maka pelaksana tradisi ini harus menyediakan berbagai
peralatan mulai dari makanan hingga peralatan lain yang akan diperlukan. Dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Desa Busung
Indah yang melaksanakan tradisi Papar yaitu 70% saja.
1. Pengertian Papar
Papar di Kabupaten Simeulue Khususnya di Desa Busung Indah
Kecamatan Teupah Tengah diartikan sebagai pembagian harta atau pemaparan
harta. Papar hanya dilakukan dalam perpisahan mati, sementara perpisahan hidup
disebut frait (perceraian). Jika seorang suami meninggal, maka akan dilaksanakan
lima tahapan, di antaranya ialah :
18 Hasil wawancara dengan Syamsuir Djam, (Ketua Majelis Adat Aceh Kabupaten
Simeulue) pada tanggal 04 Agustus 2020.
27
a. Tahap Sarak papar.
Sarak adalah penyampaian, sedangkan papar adalah rincian. Dalam tahap
awal dari tradisi papar, proses sarak papar ini dilaksanakan pada malam ke tujuh
meninggalnya almarhum dan tahap ini dilaksanakan diawal acara karena yang
mengawali pembicaraan dan yang bertanggung jawab dalam tradisi papar adalah
pihak hukum dengan adat yang disaksikan di hadapan wali dan waris pihak
almarhum dan pihak isteri. Sarak papar ini dilaksanakan jika almarhum tidak
menuliskan wasiat masalah harta.
Gambar 3.1 : gambar diatas menujukan duduk awal
pembicaraan dari hukum dan adat.
b. Tahap Manjalang tuaik faten.
Tahap kedua ini adalah merupakan tahap pemutusan hubungan antara
suami dan isteri yang telah berpisah disebabkan oleh meninggal, dalam adat
Simeulue ketika pernikahan dilaksanakan dengan adat maka dipulangkan juga
secara adat. Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa ketika dilaksanakan
tradisi Papar, keluarga harus mengundang kembali wali dan waris serta hukum
28
dan adat untuk membicarakan dan memaparkan harta suami dan istri semasa
hidup.
Gambar 3.2 : gambar diatas menunjukan bahwa
wali dan waris yang telah hadir duduk di depan hukum dan adat.
c. Tahap Mangatuk lulumang
Proses mangatuk lulumang adalah suatu proses yang mana jika seorang
anak telah ditinggal oleh orang tuanya dan berubah status menjadi anak yatim,
maka anak-anak dari suami atau istri yang meninggal tersebut memberitahukan hal
ini kepada hukum adat dan wali waris. Anak-anak juga meminta kepada hukum
adat dan wali waris agar dididik seperti didikan orang tuanya sendiri, yang
berperan sangat penting untuk mendidik atau mengasuh anak-anak tersebut ialah
dari pihak wali waris almarhum. Tetapi jika anak tersebut suda dewasa dan sudah
berkeluarga, cukup memberi tahu bahwa mereka sudah tidak memiliki ayah.
Dalam tahap ini si anak yang masih kecil dan belum berkeluarga wajib menerima
29
harta dari alhamrhum ayah yaitu satu banding setengah untuk laki-laki dan
perempuan.
Gambar 3.3 : gambar anak yang sedang berbicara dengan pihak hukum dan
adat.
d. Tahap Mangameleng
Tahap ini hampir sama dengan proses di atas, di mana awal pembicaraan di
proses ini akan diingatkan kembali dengan situasi awal lamaran yang dilakukan
secara adat, dalam proses ini saat suami telah meninggal, maka anak yang masih
kecil akan dibesarkan dan diurus oleh pihak keluarga almarhum dan isteri
almarhum akan dikembalikan oleh keluarga almarhum kepada wali waris pihak
isteri juga secara adat, tetapi jika anak-anak sudah dewasa hanya isteri almarhum
saja yang dikembalikan oleh anak ke pada wali waris pihak isteri.
30
e. Tahap manidau
Manidau artinya ialah meminta. Pada proses ini anak-anak yang sudah
dewasa meminta kembali ibu mereka yang pada proses sebelumnya telah
dikembalikan kepada wali dan waris dengan disaksikan oleh hukum adat.
Permintaan ini dimaksudkan agar sang ibu diurus oleh anaknya sendiri dan bukan
oleh wali waris. Selain itu, si anak juga berjanji akan mengurus lahir dan batin
ibunya hingga meninggal bahkan hingga melaksanakan tradisi Papar seperti yang
telah dilaksanakan pada almarhum ayah, dengan catatan bagian harta warisan yang
ibu dapat dari warisan ayah itu dipegang atau disimpan oleh anak yang mengasuh
ibu nya nnti.
Gambar 3.4 : gambar di atas menunjukan ketika anak yang sedang meminta
ibunya dari pihak wali waris pihak ibu.
Setelah tahapan di atas selesai dilaksanakan, maka selesai juga
dilaksanakan tradisi papar. Dalam hal ini setiap adat kematian selalu diiringi oleh
31
tradisi papar. Menurut masyarakat, tradisi papar adalah hal yang wajib untuk
dilakukan setelah empat perkara yang merupakan fardhu kifayah. Menurut tatanan
hukum sosial masyarakat, hal ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan
keluarga. Jika tradisi papar tidak dilakukan maka akan menjadi sebuah kehinaan
bagi sanak famili yang ditinggalkan, karena masyarakat menganggap tradisi papar
merupakan perwujudan bentuk kasih sayang kepada almarhum yang telah
menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Selain itu, dilaksanakannya tradisi ini juga
bertujuan agar keluarga tidak saling menyalahkan masalah harta warisan yang
ditinggalkan oleh almarhum, sehingga bagi kebanyakan masyarakat di Desa
Busung Indah tradisi papar menjadi sebuah perantara dari perwujudan bentuk
kasih sayang tersebut sekaligus sebagai perwujudan harmonisasi di dalam
keluarga.19
B. Proses Pelaksanaan Tradisi Papar
a. Persiapan Pelaksanaan Tradisi papar
Setelah selesai dilakukan penguburan, tahap terakhir dalam upacara
kematian adalah khanduri yang berlangsung di rumah almarhum Bapak Basir,
yang dilakukan sejak hari pertama hingga keempat, kelima, keenam, ketujuh,
kesepuluh, keempat belas, keempat puluh, dan keseratus. Khanduri pada hari
ketiga, kelima, dan ketujuh dari hari kematian, biasanya dilaksanakan lebih besar
(adanya penyembelihan kambing atau kerbau), dikarenakan pada waktu-waktu
tersebut diadakannya pembacaan Al-Qur’an, tahlilan, samadiah, dan doa di rumah
19 Hasil wawancara dengan Kamaruddin, (Tokoh Adat Kecamatan Teupah Tengah) pada
tanggal 22 Juli 2020.
32
almarhum Bapak Basir dan tradisi papar ini dilaksanakan di malam ketujuh
meninggalnya Pak Basir.
Persiapan pelaksanaan yang dilakukan oleh keluarga terdekat almarhum
ialah menyediakan beberapa kebutuhan yang diperlukan pada saat dilaksanakannya
papar. Persiapan yang harus disediakan oleh pihak keluarga almarhum ialah
makanan dan peralatan lain untuk digunakan seperti : tikar, kasur yang sudah
disarungkan dengan warna sarung yang berbeda, taber, lagik-langik,dan masi
banyak lainnya. Selain makanan, ketika acara papar akan dilaksanakan maka
keluarga almarhum harus menyediakan dan menyajikan beberapa talam yang
sudah diisi dengan pulut putih ditambah pisang dipinggir piring dan dua pisang di
atas pulut, setelah empat talam tersebut suda diisi maka akan ditutupi dengan
tudung saji yang dihiasi oleh selendang berbeda warnanya. Makanan yang
disediakan oleh keluarga almarhum ini disajikan kepada pihak-pihak tertentu
berdasarkan warna dari selendang, yakni:
a. Satu talam pulut untuk pihak Adat yang berselendang warna kuning
b. Satu talam pulut untuk pihak Hukum yang berselendang warna putih
c. Satu talam pulut untuk pihak Wali Waris isteri yang berselendang warna
hijau
d. Satu talam pulut untuk pihak Talangkae yang berselendang warna Merah
e. Satu talam pulut untuk meminta kembali dari pihak anak almarhum kepada
pihak wali waris dari ibu yang berselendang warna Merah Muda.
Selain dari persiapan keluarga almarhum, yang ikut serta dalam
menyiapkan perlengkapan untuk proses papar ialah keluarga terdekat dan
33
masyarakat yang juga ikut membantu menyediakan perlengkapan agar proses
papar dapat dilaksanakan dengan baik.
Menurut hasil wawancara dengan Ibu Ainun, beliau menganggap bahwa
berkunjung ke tempat duka dengan ikut merayakan dalam acara khanduri menjadi
amal kebaikan dan memperoleh pahala. Setiap yang hidup pasti akan mati, oleh
karena itu akan memperoleh nasib yang sama. Dengan hadirnya masyarakat ke
rumah duka, diharapkan akan menghibur keluarga yang ditinggalkan. Hal ini
dilakukan dengan harapan ketika musibah tersebut terjadi pada diri masing-
masing, maka orang lain juga akan datang menghibur dan turut serta dalam
membantu. Hubungan seperti ini sudah menjadi hal yang umum di dalam
masyarakat Desa Busung Indah karena masyarakat memiliki sistem hubungan
timbal-balik.20
Gambar 3.5 : gambar di atas menunjukan beberpa saudara dan masyarakat
yang ikut membantu masak dan menyiapkan peralatan untuk acara papar.
20 Hasil wawancara dengan Ainun, (38 tahun sebagai anggota yang melaksanakan
sekaligus Ibu PKK di Desa Busung Indah) pada tanggal 26 Juli 2020.
34
Gambar 3.6 : gambar di atas merupakan salah satu dari hidangan lima talam
yang disediakan.
b. Hari Dilaksanakan Acara Tradisi Papar
Menurut hasil wawancara dengan Kamaruddin bahwa tradisi Papar tetap
berlaku pada saat terjadinya kematian.21 Saat seorang suami meninggal dan
meninggalkan istri juga beberapa orang anak, maka terhadap istri almarhum
terdapat beberapa hal atau tugas dan tanggung jawab dari pihak wali waris atau
pihak yang bermalu/famili dari almarhum salah satunya yaitu mengembalikan istri
yang ditinggalkan kepada orang tua/wali si perempuan sesuai dengan adat dan
rasam yang berlaku. Adapun adat dan rasam tersebut ialah sebagai berikut:
1. Setelah almarhum meninggal, selama tiga bulan sepuluh hari (habis
masa ‘iddah), pihak wali almarhum mengadakan acara sarak papar dan
menghadirkan wali waris, laulu, talangkai/anak talangkai dari kedua
belah pihak, sesuai adat dan rasam yang berlaku di Simeulue. Sarak
papar artinya menghitung pencaharian bersama, ini merupakan proses
menghitung pencaharian yang didapat semasa hidup almarhum dan
21 Hasil wawancara dengan Kamaruddin, (Tokoh Adat Kecamatan Teupah Tengah) pada
tanggal 22 Juli 2020.
35
pembahagian harta untuk istri dan anak yang ditinggalkan sesuai
dengan hukum Fharaid.
2. Mengembalikan istri almarhum kepada wali waris secara adat dan
rasam. Dalam hal ini ada dua cara pengembalian, yaitu:
a. Putui tali batali-tali, putui tali dipasambatkan yang artinya
dari pihak keluarga ada yang bersedia menggantikan
almarhum sebagai suami (malabet).
b. Putui krawang rampung hidung yang artinya istri
dikembalikan secara adat kepada walinya. Sebagaimana
awal tentu sedemikian akhirnya, sesuai dengan istilah anak
ayam pulang kalasong anak itik pulang ke air. Dengan
rasam-rasam yang disampaikan oleh pihak wali waris
almarhum sebanyak empat buah pulot masing-masing:
1. Satu talam pulut untuk adat
2. Satu talam pulut untuk hukum
3. Satu talam pulut untuk wali waris pihak perempuan
4. Satu talam pulut untuk talangkae
5. Satu talam pulut untuk meminta kembali dari pihak anak
almarhum kepada pihak wali waris dari ibu.22
Dengan ketentuan dalam masa seratus hari (sampai habis masa ‘iddah),
dalam hal keperluan hidup istri maupun anak tetap menjadi tanggung jawab
saudara dari almarhum.23
22 Hasil wawancara dengan Kamaruddin, (Tokoh Adat Kecamatan Teupah Tengah) pada
tanggal 22 Juli 2020. 23 Hasil wawancara dengan Syamsuir Djam, (Ketua Majelis Adat Aceh Kabupaten
Simeulue) pada tanggal 04 Agustus 2020.
36
Gambar 3.7 : gambar di atas menunjukan masyarakat dan keluarga yang hadir pada
malam papar di rumah almarhum pak Basir.
C. Kekhasan Tradisi Papar
Seperti halnya di daerah-daerah lain, Kabupaten Simeulue khususnya di
Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah, memiliki kekhasan adat yang
belum tentu dan bahkan mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain. Desa Busung
Indah memiliki beragam adat di dalam kehidupannya di samping juga memiliki
adat-adat yang dilakukan pada umumnya di Aceh. Namun, Desa Busung Indah
memiliki keunikannya sendiri. Kekhasan tersebut dapat dilihat pada adat kematian
di Desa Busung Indah, terutama dalam tradisi papar. Papar merupakan sebuah
37
adat yang pada intinya untuk menghormati jenazah dengan menyediakan beberapa
peralatan untuk melaksanakan proses tradisi. Hingga pada saat masa sekarang,
tradisi tersebut masih terdapat pada masyarakat Desa Busung Indah.24
Daerah Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Aceh tidaklah memiliki
adat seperti tradisi papar. Dalam tatanan upacara kematian, daerah lain hanya
berfokus kepada pelaksanaan fardhu kifayah terhadap mayat dan khanduri, yang
umumnya dilaksanakan dengan hanya berzikir dan membaca Al-Qur’an.
Persamaannya ialah waktu khanduri tersebut dilaksanakan pada hari ketiga,
kelima, ketujuh, keempat puluh, dan keseratus, hanya saja di daerah lain yang ada
di Aceh khanduri masih dilaksanakan pada hari kesepuluh, kedua puluh, ketiga
puluh dan keempat puluh. Masyarakat Desa Busung Indah, dalam melaksanakan
tradisi papar pada acara khanduri itu disaksikan oleh masyarakat desa. Umumnya
mereka yang dari kalangan atas atau yang berpenghasilan tinggi, mengadakan
acara yang lebih besar dibandingkan masyarakat menengah ke bawah lainnya.
D. Makna Simbolik Dari Peralatan Yang Digunakan Pada Saat Tradisi
Papar Dilaksanakan
1. Taber
Taber merupakan simbol adat yang dipakai secara turun-temurun dan telah
menjadi suatu budaya di kalangan masyarakat Kabupaten Simeulue khususnya di
Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah. Taber mencerminkan kehidupan
sosial budaya dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan yang terwujud
24 Hasil wawancara dengan Ainun, (39 tahun sebagai masyarakat yang melaksanakan
sekaligus Ibu PKK di Desa Busung Indah) pada tanggal 26 Juli 2020.
38
dalam warna-warna tertentu dan simbol-simbol lainnya. Warna-warni taber dapat
diartikan sebagai lambang ganda:
a. Warna kuning melambangkan adat
b. Warna putih melambangkan hukum
c. Warna merah melambangkan panglima
d. Warna hijau melambangkan ulam
e. Warna hitam melambangkan cendikiawan
f. Warna merah muda melambangkan rasam
g. Warna biru tua melambangkan masyarakat
Gambar 3.8 : gambar di atas menunjukan warna-warna taber.
Selain itu, taber juga dapat dilihat bentuk mata-mata, yang terdiri dari:
a. Mata lolak artinya pandangan atau cara pandang masyarakat Simeulue
terhadap diri sendiri dan juga kepemimpinannya.
Gambar 3.9
39
b. Mata Empat bermakna bahwa masyarakat Simeulue lebih
mengedepankan gotong royong dan kebersamaan dalam berbuat dan
bertindak terutama dalam sosial kemasyarakatan.
Gambar 3.11
c. Mata Sembilan bermakna bahwa pulau Simeulue yang didiami oleh
beraneka ragam masyarakat yang terdiri dari beberapa suku, tetap
mengedepankan persatuan dan kebersamaan dalam memaknai hidup.
Gambar 3.12
d. Mata barambang dengan corak dan bentuk seperti sinar matahari, hal
ini bermakna sumber kehidupan yang berarti bahwa kelak masyarakat
akan senantiasa hidup bahagia, rukun dan damai dalam mengarungi
hidup dan senantiasa mendapat sumber kehidupan yang baik, juga buah
barambang merupakan kesukaan ibu-ibu pada masa itu.
40
Gambar 3.13
e. Kaok alian dalam bahasa Indonesia dikenal dengan lipan artinya
keamanan dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi, sehingga
diberi tanda yang bersangkutan dengan pelindung dan dinaungi.
Gambar 3.14
f. Mata tapak itik artinya melambangkan kehati-hatian dalam melangkah
dan bertindak untuk sesuatu yang akan dikerjakan.
41
Gambar 3.15
g. Mata lida-lida bermakna bahwa dalam kehidupan, masyarakat Simeulue
menerapkan dan mengedepankan kesantunan dalam berbicara atau
bertutur kata. Hal ini diharapkan dengan kesantunan dan etika berbicara
yang dimiliki akan dapat menyampaikan maksud secara baik dan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Gambar 3.16
h. Mata pucuk rabung bermakna seorang pemimpin yang tegas dan
berwibawa dalam mengayomi masyarakat.
Gambar 3.17
42
2. Langik-langik atau langit-langit
Langik-langik atau langit-langit artinya sebentuk simbol adat yang dipasang
pada suatu tempat bersamaan dengan taber. Kata langik-langik yang berarti tinggi
menunjukkan ketinggian kedudukan hukum dan adat yang harus dipatuhi di
tengah-tengah masyarakat, melindungi dan melambangkan setiap ada bumi maka
ada langit. Lanik-langik ini digunakan sebagai penutup plafon rumah bagian atas.
Gambar 3.18 : gambar di atas menunjukan contoh pemakaian langik-langik.
3. Kasur
Kasur digunakan sebagai tembat duduk pihak tamu yang diundang.
a. Kasur kuning ditambah dengan tikar lambak artinya melambangkan
kedudukan adat atau raja.
b. Kasur putih ditambah dengan tikar lambak artinya melambangkan
kedudukan hukum.
c. Kasur merah jambu artinya melambangkan kedudukan wali waris dan
laulu.
Sedangkan posisi kasur kuning berada di sebelah timur dan kasur putih
berada di sebelah barat dan kasur warna merah jambu menyesuaikan.
43
Gambar 3.19 : gambar di atas menunjukkan posisi peletakan kasur.
4. Batel
a. Batel mondam dibungkus dengan kain warna kuning dan warna putih,
posisinya tetap pada kasur kuning dan putih.
b. Batel biasa dibungkus dengan sapu tangan umumnya digunakan sebagai
pengantar pembuka kata dalam suatu acara.
c. Batel rasam dibungkus dengan sapu tangan warna merah jambu sebagai
batel rasam.
d. Sarano memakai sarung warna merah berlukisan dengan benang emas,
bertutup segi empat juga dilengkapi dengan lukisan benang emas
ditambah variasi lida-lida. Hal ini melambangkan kebesaran adat dan
hukum dalam masyarakat.25
25 Hasil wawancara dengan Kamaruddin, (Tokoh Adat Kecamatan Teupah Tengah) pada
tanggal 22 Juli 2020.
44
Gambar 3.20 : gambar di atas menunjukkan posisi batel.
E. Analisis Tentang Tradisi Papar dalam Adat Kematian Di Kecamatan
Teupah Tengah Kabupaten Simeulue
Proses kematian merupakan bagian dari suatu bentuk tradisi
dalam masyarakat Simeulue khususnya Desa Busung Indah Kecamatan Teupah
Tengah yang pada umumnya sudah melakukan proses tersebut secara turun-
temurun menurut kebiasaan masyarakat mulai dari dulu hingga sekarang.
Masyarakat Desa Busung Indah menganggap proses kematian merupakan tradisi
yang sangat penting dilakukan, terutama dimulai dari masa memandikan,
mengkafankan, menyalatkan, dan menguburkan. Setelah itu dilanjutkan proses
upacara kematian yang biasanya dimulai dari hari pertama dan malam pertama
sampai dengan hari ketujuh dan malam ketujuh. Kemudian dilanjutkan khanduri
pada hari kesepuluh, keempat belas, keempat puluh, hingga hari keseratus.
Penulis melihat bahwa tradisi papar ini merupakan kombinasi antara agama
Islam dan juga kepercayaan kepercayaan masyarakat Simeulue yang sudah ada
45
sebelum Islam, salah satu indikasinya adalah kemenyan. Kemenyan merupakan
bagian dari pada kepercayaan sebelum Islam, sedangkan unsur Islam adalah dalam
menggunakan hukum mawaris itu sesuai dengan aturan-aturan Fiqih.
Menurut hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tradisi papar ini masih
sering dilaksanakan oleh masyarakat. Di desa Busung Indah, tradisi papar sudah
menjadi kewajiban bagi keluarga yang ditinggalkan untuk memaparkan hasil
pencaharian mereka selama hidup. Sejak zaman dulu tradisi papar sudah
dilaksanakan oleh masyarakat Simeulue khususnya di Desa Busung Indah, namun
seiring berjalan nya waktu tradisi papar sudah jarang dilaksanakan. Jarangnya
dilaksanakan tradisi papar di Simeulue sekarang ini disebabkan oleh semakin
menipisnya nilai-nilai budaya di daerah kota, tetapi di daerah pedesaan yang agak
jauh dari daerah kota masih melaksanakan tradisi tradisi yang sering dilaksanakan
pada zaman dulu salah satunya tradisi papar. Selain itu, faktor perekonomian dan
juga ilmu tentang tradisi papar sudah tidak dikuasai atau diketahui oleh
masyarakat pada saat ini.
Oleh karena itu, walaupun jarang dilaksanakan di Desa Busung Indah,
namun ada juga yang melaksanakan khususnya bagi masyarakat yang mampu
untuk di papar saja, karena bagaimanapun juga tradisi papar merupakan bagian
dari upaya untuk mempertahankan tradisi ini. Selain itu, untuk mempertahankan
tradisi papar ini langkah-langkah yang harus dilaksanakan ialah menumbuhkan
tradisi yang sudah tertanam dan mensosialisasikan kembali kepada masyarakat
agar tradisi yang ada tidak dilupakan begitu saja. Dengan menggunakan cara
tersebut pihak dinas seperti dinas MAA dan dinas PEMDA daerah Kabupaten
46
Simeulue bisa bekerja sama untuk membangun dan membangkitkan kembali
tradisi Simeulue yang sudah tertanam.
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Majelis Adat Aceh (MAA)
Kabupaten Simeulue, asal mula tradisi Papar ialah dimulai dari ambuama, indatu-
indatu, susupiu, nenek moyang hingga keturunan. Selain itu, tradisi papar juga
merupakan ritual yang sering dilaksanakan oleh masyarakat simeulue. Tradisi
papar sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat simeulue khusus
nya di Desa Busung Indah Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue.
Kegiatan tradisi papar memiliki kekhasan tersendiri yaitu dilaksanakan di
malam ketujuh meninggalnya almarhum, di mana pada malam ini pihak wali waris
dari keluarga alhmarhum harus mengundang pihak wali waris dari pihak isteri.
Pada malam tersebut juga diundang beberapa pihak yang ada di Desa seperti pihak
hukum, pihak adat, pihak ulama, dan pihak masyarakat atau sanak saudara.
Disamping itu, Daerah Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Aceh tidaklah
memiliki adat seperti tradisi papar. Dalam tatanan upacara kematian, daerah lain
hanya berfokus kepada pelaksanaan fardhu kifayah terhadap mayat dan khanduri,
yang umumnya dilaksanakan dengan hanya berzikir dan membaca Al-Qur’an.
Namun persamaannya ialah waktu khanduri tersebut dilaksanakan pada
hari ketiga, kelima, ketujuh, keempat puluh, dan keseratus, hanya saja di daerah
lain yang ada di Aceh khanduri masih dilaksanakan pada hari kesepuluh, kedua
puluh, ketiga puluh dan keempat puluh. Masyarakat Desa Busung Indah, dalam
48
melaksanakan tradisi papar pada acara khanduri itu disaksikan oleh masyarakat
desa.
Tradis papar memiliki makna simbolik dari pralatan yang di gunakan saat
melaksanakan kegiatan papar, seperti taber, langik-langik, kasur, dan batel. Taber
merupakan simbol adat yang dipakai secara turun-temurun dan telah menjadi suatu
budaya di kalangan masyarakat Kabupaten Simeulue khususnya di Desa Busung
Indah Kecamatan Teupah Tengah. Taber mencerminkan kehidupan sosial budaya
dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan yang terwujud dalam warna-
warna tertentu dan simbol-simbol lainnya.
Selanjutnya langik-langik atau langit-langit artinya sebentuk simbol adat
yang dipasang pada suatu tempat bersamaan dengan taber. Kata langik-langik yang
berarti tinggi menunjukkan ketinggian kedudukan hukum dan adat yang harus
dipatuhi di tengah-tengah masyarakat, melindungi dan melambangkan setiap ada
bumi maka ada langit. Lanik-langik ini digunakan sebagai penutup plafon rumah
bagian atas. Peralatan selanjutnya ialah kasur, kasur digunakan sebagai tempat
duduk pihak tamu yang diundang. Selain peralatan di atas batel juga di gunakan
sebagai peralatan saat papar dilaksanakan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti laksanakan, maka di bawah ini
peneliti menyimpulkan beberapa hal terkait tradisi papar dalam adat kematian di
Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue, antara lain :
49
1. Kepada pemerintah Kabupaten Simeulue diharapkan agar lebih memberi
perhatian lebih terhadap tradisi-tradisi yang ada di Kabupaten Simeulue,
khususnya mengenai tradisi papar yang sudah jarang dilaksanakan. Ada
baiknya jika pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tradisi
di Simeulue tidak hilang begitu saja.
2. Kepada masyarakat diharapkan lebih meningkatkan solidaritas terhadap tradisi-
tradisi yang ada di Kabupaten Simeulue. Seperti mengikuti seminar atau
sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah mengenai hal-hal penting yang ada
di Kabupaten Simeulue, khususnya mengenai tradisi papar.
3. Kepada semua pihak yang membaca dapat mempergunakan karya ilmiah ini
seperlunya baik untuk sumber referensi bacaan atau hanya sekedar menambah
ilmu pengetahuan mengenai tradisi papar dalam adat kematian di Kecamatan
Teupah Tengah Kabupaten Simeulue. Penulis menyadari betul bahwa
penulisan karya ilmiah ini jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap
bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua dan masukan dari pembaca
sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan dalam karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap banyak kiranya Skripsi ini bisa di jadikan salah
satu pedoman atau referensi untuk menggali lebih dalam mengenai pengetahuan
tentang adat istiadat yang ada di Simeulue.
50
DAFTAR PUSTAKA
Alfian Afif, dkk. Buku panduan Adat dan Reusam Perkawinan Kabupaten
Simeulue Provinsi Aceh. Simeulue, 2014.
Amirul Hadi. Aceh Sejarah Budaya dan Tradisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2010.
Badruzzaman Ismail. Membangun Keistimewaan Aceh Dari Sisi Adat dan Budaya.
Banda Aceh: Majelis Adat Aceh, 2008.
Darwis A. Soelaiman. Kompilasi Adat Aceh. Banda Aceh: Pusat Studi Melayu
Aceh, 2011.
Dwi Restika, dkk. Bentuk Penyajian Tari Langkir Dehwer di Kecamatan Teupah
Selatan Kabupaten Simeulue, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni,
Drama, Tari dan Musik Unsyiah Vol. 1 No. 3 Agustus 2016.
Husni Thamrin. Orang Melayu: Agama, Kekerabatan,Prilaku Ekonomi. Lpm: Uin
Suska Riau, 2009.
Irma Surianti, Makna Simbolik Patѐe 40 Hari Kematian pada Masyarakat Desa
Blang Padang Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Skripsi UIN Ar-Raniry. Banda Aceh, 2018.
Koentjaranigrat. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia,
1974.
Lisa Zuana. Tradisi Reuhab dalam Masyarakat Gampong Kuta Aceh (Studi Kasus
Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Skripsi UIN Ar-Raniry.
Banda Aceh, 2018.
M. Burhan Bungin. Penelian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan,
Kebijakan Public, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2010.
Rusmin Tumanggor. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media,
2010.
51
Soetomo. Masalah Sosial Pembangunan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.
Syamsuddin Daut. Adat Perkawinan Aceh. Banda Aceh : Majelis Adat Aceh, 2014.
Tim Gama Press, Kamus Ilmiah Populer. Jakarta: Gama Press, 2012.
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Syamsuir Djam
Umur : 72 Tahun
Pekerjaan : Ketua Majelis Adat Aceh Simeuelu
Alamat : Simeuelue
2. Nama : Kamaruddin
Umur : 63 Tahun
Pekerjaan : Tokoh Adat di Kecamatan Teupah Tengah
Alamat : Simeulue
3. Nama : Ainun
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : Ketua PKK di Desa Busung Indah/Ibu rumah tangga
Alamat : Simeulue
4. Nama : Safrizal
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta/Imam Masjid
Alamat : Simeulue
5. Nama : Munawara
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Kepala Desa
Alamat : Simeulue
6. Nama : Cek Taruna Saputra
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta/masyarakat yang sering melaksanakan
Alamat : Simeulue
7. Nama : Safari
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan : Tukang Becak/masyarakat yang tidak melaksanakan
Alamat : Simeulue
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan tradisi papar?
2. Kapan tradisi papar dilaksanakan?
3. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi papar?
4. Apa saja makanan yang dihidangkan waktu tradisi papar?
5. Apakah makanan yang dihidangkan khusus atau apa saja boleh?
6. Apakah masyarakat Simeulue masih melaksanakan tradisi papar hingga
saat ini?
7. Bagaimana pelaksanaan tradisi papar saat ini?
8. Apakah ada perbedaan pelaksanan terdahulu dengan pelaksanaan yang
sekarang?
9. Apakah ada aturan saat melaksanakan tradisi papar?
10. Apa saja peralatan yang digunakan saat tradisi papar dilaksanakan?
11. Apa makna dari peralatan yang digunakan?
12. Apa manfaat tradisi papar bagi keluarga dan masyarakat?
DOKUMENTASI WAWANCARA
Foto bersama dengan kepala dan staf-staf dinas MAA Kabupaten
Simeulue
Wawancara dengan bapak Syamsuir Djam
Wawancara dengan bapak Kamaruddin
Wawancara dengan ibu Ainun
Dokumentasi dengan bapak Safrizal
Dokumentasi dengan bapak Cek Taruna Saputra
Dokumentasi dengan bapak Safari
DOKUMENTASI SIDANG MUNAQASYAH SKRIPSI