TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA...
Transcript of TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA...
TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA DALAM
PERNIKAHAN JAWA PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Desa Karangmojo Kec. Klego Kab. Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Siti Nur Fauziyah
NIM : 21114019
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA DALAM
PERNIKAHAN JAWA PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Desa Karangmojo Kec. Klego Kab. Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Siti Nur Fauziyah
NIM : 21114019
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
iii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Siti Nur Fauziyah
NIM : 21114019
Judul :TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA
DALAM PERNIKAHAN JAWA PRESPEKTIF
HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa
Karangmojo Kec. Klego Kab. Boyolali)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga,
Pembimbing,
Dr. Illya Muhsin, S.H.I, M.Si.
NIP. 19790930 200312 1001
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Nur Fauziyah
NIM : 21114019
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA
DALAM PERNIKAHAN JAWA PRESPEKTIF
HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa Karangmojo
Kec. Klego Kab. Boyolali)
Menyataan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atas
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan pada e-repository
IAIN Salatiga.
Salatiga, 15 Maret 2019
Yang menyatakan
Siti Nur Fauziyah
NIM: 21114019
vi
MOTTO
“ Hiduplah Seolah Mati Besok, Belajarlah Seolah Hidup Selamanya”
(Mahatma Gandhi)
“ Ikatlah Ilmu Dengan Menulis”
(Ali Bin Abi Tholib)
vii
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayahNya, saya
persembahkan skripsi ini kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Sunaryo dan Ibu Siti Jumiyem yang telah memberikan
kesempatan saya untuk kuliah, memberikan kasih sayang yang tiada terkira, selalu
memberikan motivasi dan nasihat dalam saya menjalani hidup saya
2. Adik-adik tersayang Ima Faridhotul Ilmiah, Ade Rahmawati Al-Fajri, Evi Hayatun
Nufus dan Muhammad Fahri Addakhil yang selalu memberiku inspirasi untuk berbuat
baik da berusaha semaksimal mungkin, semoga kalian menjadi orang yang sholih,
sholehah dan sukses.
3. Teman, sahabat, saudara yang telah menemaniku dalam suka maupun duka,
memberikan suntikan motivasi yang luar biasa yaitu Lia, Nisa‟ dan sahabat-sahabatku
seperjuangan (Fathimah, Kristina Mayasari, Dyah Puspitasari, Noviana Diah Riza).
4. Teman-teman seperjuangan Jurusan HKI 2014, teman PPP KUA Sidorejo Salatiga dan
saudaraku KKN 2018 Posko 46 Lemahireng, Kemusu, Kabupaten Boyolali semoga
kesuksesan selalu menyertai kita semua.
5. Keluarga Besar Racana Kusuma Dilaga – Woro Srikandhi dan Brigsus Nagasandhi
(Isna, Iin, Maskuri, Luzman dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu)
yang telah memberikan banyak pelajaran dalam menghadapi segala rintangan
kehidupan baik di racana maupun di luar racana.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang,
atas segala rahmat dan kenikmatan yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tradisi Adang-
Adangan Mantu Pertama Dalam Pernikahan Jawa Perspektif Hukum Islam Studi
Kasus Desa Karangmojo Kec. Klego Kab. Boyolali”. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada junjungan kita Rasul Muhammad Saw., keluarga, sahabat dan
para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar
Sarjana dalam Hukum Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun,M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
3. Bapak Sukron ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam
IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H., selaku dosen Pendamping Akademik yang telah
membimbing saya sampai semester akhir.
5. Bapak Dr.IIyya Muhsin, S.H.I, M. Si., selaku Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing dalam menyusun skripsi.
ix
6. Seluruh teman-teman seperjuanganku di Hukum Keluarga Islam angkatan
2014 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua pihak yang membatu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga skripsi
ini selesai dengan baik.
Harapan Penulis, semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan
balasan dan tercatat sebagai amal kebaikan oleh Allah Swt. Akhirnya dengan
tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca
pada umumnya.
Salatiga, September 2018
Penulis
Siti Nur Fauziyah
x
ABSTRAK
Fauziyah, Siti Nur. 2018. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam
Pernikahan Jawa Prespektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa Karangmojo
Kec. Klego Kab. Boyolali). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Keluarga
Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Dr. Ilyya
Muhsin, S.H.I., M. Si.
Kata Kunci: Adang-Adangan Mantu Pertama.
Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)
Bagaimana Praktik Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama di Desa
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali ? (2) Menggapa Masyarakat Desa
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali melakukan Tradisi Adang-Adangan
Mantu Pertama ? (3) Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi
Adang-Adangan Mantu Pertama di Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab.
Boyolali
Penelitian ini berjenis kualitatif, dengan pendekatan yuridis normatif.
Penulis menggunakan teknik pengumpulan dengan melakukan data observasi,
wawancara, dokumentasi agar mendapatkan data yang akurat dan terperinci.
Analisis data meliputi reduksi data, display (penyajian data), dan kesimpulan.
Tujuan : Mengetahui tentang Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama
di Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali, Mengetahui Faktor-faktor
yang menyebabkan masyarakat Desa karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali
melakukan Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama, Mengetahui bagaimana
Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama di
Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali
Teori : Prinsip-prinsip Pernikahan, Hukum Melakukan Pernikahan,
Rukun dan Syarat Pernikahan, Hikmah Pernikahan, Tujuan Pernikahan.
Hasil dilapangan menunjukkan bahwa Tradisi Adang-Adangan Mantu
Pertama digunakan pada saat orang tua yang pertama kali menikahkan
putrinya. Kedua pengantin perempuan dan laki-laki mengelilingi kendil yang
terbuat dari tanah liat. Kendil tersebut berisi berbagai biji-bijian, sayur-
mayuran serta umbi-umbian sebagaimana yang di jelaskan peralatan diatas.
Kedua pengantin memutari kearah kanan tiga kali berputar sambil
berpegangan tangan antara keduanya. Hal tersebut melambangkan sunnah
Rasul. Adapun faktor penyebab tradisi adang-adangan mantu pertama
meliputi: keyakinan dan melestarikan tradisi.
Tinjuan Hukum Islam. tradisi adang-adangan maka tradisi ini tidak
bertentangan dengan agama dan juga boleh dilakukan, karena dilakukan
diluar rukun dan syarat nikah, syarat nikah adanya penggantin laki-laki dan
perempuan bukan muhrim. Ijab qobulnya juga sah agar tidak melanggar
syariat islam lainnya. Selama „Urf tidak boleh dilakukan selama tidak
bertentangan dengan syarat terhadap tradisi yang tidak bertentangan.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR LOGO ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 7
E. Penegasan Istilah ............................................................................................ 8
1. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama ..................................................8
2. Hukum Islam ............................................................................................8
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 8
G. Metode Penelitian .......................................................................................... 12
1. Jenis Penelitian Dan Pendekatan ............................................................... 12
2. Kehadiran Peneliti .................................................................................... 13
3. Lokasi Penelitian Dan Subyek Peneliti .................................................... 13
4. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 13
5. Analisis Data ............................................................................................ 14
6. Pengecekan Keabsahan Data .................................................................... 15
H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 17
xii
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIKAHAN DAN ADAT
ISTIADAT (Al-‘ Urf)
A. Pernikahan ...................................................................................................... 18
1. Pengertian Pernikahan .............................................................................. 18
2. Prinsip-Prinsip Pernikahan Dalam Islam ................................................. 21
3. Hukum Melakukan Pernikahan ................................................................ 22
4. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan ........................................................... 23
5. Hikmah Pernikahan .................................................................................. 28
6. Tujuan Pernikahan .................................................................................... 31
B. Adat istiadat (Al-„Urf) .................................................................................. 34
1. Pengertian Al-„Urf .................................................................................... 34
2. Macam-Macam Al-„Urf ........................................................................... 36
3. Syarat-syarat Al-„Urf ................................................................................ 38
4. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam Perspektif Urf .............. 40
BAB III TRADISI ADANG-ADAGAN MANTU PERTAMA DALAM
PERIKAHAN JAWA
A. Diskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................... 42
1. Peta Monografi Desa Karangmojo ........................................................... 42
2. Kondisi Umum Tentang Desa Karangmojo ............................................. 42
3. Letak Geografis Dan Batas Administrasi Desa Karangmojo dan
Memiliki Batas Wilayah ........................................................................... 45
4. Susunan Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintahan ...................... 46
5. Kondisi Fisik Desa Karangmojo .............................................................. 46
6. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat .................................................. 50
7. Sarana Kesehatan Di Kelurahan Karangmojo ........................................... 53
B. Profil Pasangan Suami Istri Pelaku Tradisi Adang-Adangan Mantu
Pertama ......................................................................................................... 57
1. Pasangan SW Dan K ............................................................................... 57
2. Pasangan TS Dan EA .............................................................................. 58
C. Praktik Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam Pernikahan Jawa
di Desa Karangmojo ...................................................................................... 59
xiii
1. Peralatan Ritual Yang Dibutuhkan Dan Maknanya .................................. 59
2. Prosesi Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama ..................................... 62
D. Faktor-Faktor Penyebab Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama
Dan Maknanya ............................................................................................... 68
1. Keyakinan ................................................................................................ 68
2. Melestariakan Tradisi .............................................................................. 70
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI-ADANG-
ADANGAN MANTU PERTAMA DALAM PERNIKAHAN JAWA
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Adang-Adangan
Mantu Pertama .............................................................................................. 71
B. Tinjaun Hukum Islam Terhadap Alasan Praktik Tradisi
Adang-Adangan Mantu Pertama ................................................................... 79
1. Keyakinan ............................................................................................... 79
2. Melestarikan Tradisi ............................................................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 82
B. Saran ............................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Desa Ini Terdapat 8 Dusun Dan Terdapat 3 kadus
Tabel 1.2 Persawahan, Pekarangan, Tegalan, Oo (Bangunan), Persawahan
Tabel 5.1 Istansi Bidang Pendidikan
Tabel 5.2 Kondisi Fisik Rumah Penduduk
Tabel 5.3 Berdasarkan Profesi
xv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1 Desa Ini Terdapat 8 Dusun Dan Terdapat 3 kadus
Diagram 1.2 Persawahan, Pekarangan, Tegalan, Oo (Bangunan), Persawahan
Diagram 5.1 Istansi Bidang Pendidikan
Diagram 5.2 Kondisi Fisik Rumah Penduduk
Diagram 5.3 Berdasarkan Profesi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori Normatif secara umum adalah berpegang teguh pada norma,
aturan dan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini normatif itu sendiri
mengacu pada sikap, loyalitas kesetian seseorang terhadap aturan atau
kaidah yang berlaku di lingkunganya.
Perkawinan mempunyai tujuan seperti dalam undang-undang No. 1
Tahun 1974 pada pasal 1 yang disebutkan bahwa:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarakan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Bahwa sakinah harus didahului oleh gejolak menunjukan bahwa
ketenangan yang dimaksud adalah ketenangan dinamis. Pasti dalam setiap
rumah tangga ada saat ketika gejolak, bahkan kesalah pahaman, yang
terjadi. Namun dapat segera ditanggulangi lalu melahirkan sakinah.
Tertanggulangi bila agama, yakni tuntutan-tuntutannya, dipahami dan
dihayati oleh anggota keluarga, atau dengan kata lain, bila agama berperan
dengan baik dalam kehidupan berkeluarga. Akan tetapi, sakinah terlihat
pada kecerahan raut muka yang disertai dengan kelapangan dada, budi
bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat
2
menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta berhubungan kejelasan
pandangan dengan tekad yang kuat. Mawaddah adalah jalan menuju
terbaiknya pengutamaan kepentingan dan kenikmatan pribadi untuk siapa
yang tertuju kepadanya mawaddah itu. Karena itu, siapa yang
memilikinya, dia tidak pernah akan memutuskan hubungan, apa pun yang
terjadi. Jika demikian, kata ini mengandung makna cinta, tetapi ia adalah
cinta plus. Makna kata ini mirip dengan makna kata rahmat. Hanya saja,
rahmat tertuju kepada yang dirahmati, sedangkan yang dirahmati itu dalam
keadaan butuh. Dengan demikian, kita dapat berkata bahwa rahmat tertuju
kepada yang lemah, sedangkan mawaddah tidak demikian. Mawaddah
dapat tertuju juga kepada yang kuat. Perlu digaris bawahi bahwa sakinah
tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus
diperjuangakan, dan yang pertama lagi utama, adalah menyiapakan kalbu.
Sakinah atau ketenangan demikian juga mawaddah dan rahmat yang
bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar keluar dalam bentuk aktivitas.
Memang, Al-Qur‟an menegasakan bahwa tujuan disyariatkanya
pernikahan adalah untuk menanggapi sakinah. Namun, itu bukan berarti
bahwa setiap pernikahan otomatis melahirkan sakinah, mawaddah, dan
rahmat. Hampir pada setiap acara pernikahan keluarga muslim
diperdengarkan firman Allah yang tercantum dalam QS. Ar-Rum 21 yang
menyatakan:
Dan diantara tanda-tanda nya adalah dia menciptakan untuk kamu
pasang-pasangan dari jenis kamu sendiri supaya kamu tenang
3
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu mawaddah dan
rahmat. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (M. Qurais Shihab,
2010: 154-156-158-15
Hukum pernikahan dibagi menjadi lima antara lain sebagai berikut:
1. Wajib: Bagi yang sudah mampu menikah, nafsunya telah mendesak
dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia menikah. Karena
menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak
dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan pernikahan.
Kata Qurthuby: Orang bujangan yang sudah mampu untuk menikah
dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak, sedang tak ada jalan
untuk menyelamatkan diri kecuali dengan menikah, maka tak ada
perselisihan pendapat tentang wajibnya ia menikah. Jika nafsunya
telah mendesaknya, sedangkan ia tak mampu membelanjai istrinya,
maka Allah nanti akan melapangkan rizkinya.
Firman Allah:
Hendaknya orang-orang yang tidak mampu untuk kawin
menjaga dirinya sehingga nanti Allah mencakupkan mereka
dengan karunia-Nya.
4
2. Sunnah: Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi
mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat
zina, maka sunnahlah dia menikah. Menikah baginya lebih utama dari
bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta
sedikit pun tidak dibenaran islam. Thabrany meriwayatkan dari Sa‟ad
Bin Abi Waqash bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah menggantiaknya cara keperdataan dengan
cara yang lurus lagi ramah (menikah) kepada kita.
3. Haram: Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahiriyahnya kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak,
haramnya ia menikah. Qurthuby berkata: Bila seorang laki-laki sadar
tidak mampu membelajai atau membayar maharnya atau memenuhi
hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia menikah, sebelum ia dengan
terus terang menjelaskan keadaannya kepadanya, atau sampai datang
saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya.
4. Makruh: Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwatnya dan
tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugiakan
istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang
kuat. Juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu
ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
5. Mubah: Dan bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera menikah atau karena alasan-alasan yang
5
mengharamkan untuk menikah, maka hukumnya mubah. (Sayyid
Sabiq, 1980: 22-26)
Rukun dan syarat sah pernikahan secara umum adalah adanya
calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan, adanya wali
dari pihak pengantin wanita, adanya dua orang saksi, sighat akad nikah
yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh pengantin laki-laki.
Mahar secara umum adalah harta yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada saat pernikahan.
Istilah yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar
adalah pihak keluarga atau mempelai perempuan.
Walimatul „Urs secara umum adalah pertemuan yang
diselenggarakan dalam sebuah pesta penikahan dalam rangka
tasyakuran atau mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT, atas
pertemuan anak adam dalam sebuah ikatan yang sah menurut ajaran
agama.
Hampir semua masyarakat Desa Karangmojo, Kec. Klego,
Kab. Boyolali mengenal tradisi adang-adangan merupakan prosesi
perkawinan adat jawa yang dulunya pada sejarah awalnya di gunakan
oleh keraton surakarta pada 25 sampai 30 tahun yang lalu dan sebagai
warisan budaya yang perlu dilestariakan. Sering kali kegiatan adang-
adangan dilakukan pada saat mantu pertama atas persetujuan
keluarganya yang bersangkutan. Akan tetapi, juga terdapat dalam
masyarakat banyak mempercayai dan menyakininya.
6
Berdasarkan atas realitas tersebut penulis merasa tertarik dan
menganggap penting untuk memahami lebih dalam mengenai tradisi
adang-adangan mantu pertama untuk melestarika warisan nenek
moyang, yang penulis tuangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul
“Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam Pernikahan Jawa
Perspektif Hukum Islam” (Studi Kasus Desa Karangmojo Kec. Klego
Kab. Boyolali).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Di Desa
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali?
2. Menggapa masyarakat Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali
Melakukan Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama?
3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Adang-Adangan
Mantu Pertama di Desa Karaangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyoalali.
C. Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang dari permasalahan di atas,
penyusunan bertujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang Tradisi Adang Adangan Mantu Pertama, di desa
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali
7
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali melakukan Tradisi Adang
Adangan Mantu Pertama.
3. Mengetahui bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi
Adang-Adangan Mantu Pertama di Desa Karangmojo, Kec. Klego,
Kab. Boyolali.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya wacana
baru tentang masalah tradisi ”Adang-adangan mantu pertama”
pernikahan dalam hukum islam serta juga menambah bahan
pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Secara praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam melestarikan budaya
jawa yang ada di masyarakat.
b. Sebagai tambahan pengetahuan untuk umat dalam
memperkaya ilmu pengetahuan keagamaan khususnya dalam
bidang perkawinan adat dan hukum islam.
c. Sebagai bahan kajian penelitian secara lebih lanjut bagi siapa
saja yang membaca skripsi ini dalam rangka memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan hukum islam.
8
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatakan kejelasan judul diatas, penyusun memberikan
penegasan istilah-istilah sebagai berikut:
1. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama adalah upacara tradisi jawa
yang dilakukan oleh seorang pengantin laki-laki dan perempuan,
mengelilingi kendil atau kenceng yang terbuat dari tembaga kuningan
tiga kali ke arah kanan dan di dalamnya berisikan biji-bijian yang
terdiri dari pari (padi) yang masih lengkap beserta daun dan
tangkainya. Tradisi bagi mantu pertama kali menikahkan putrinya dan
atas persetujuan keluarga pengantin dari pihak perempuan.
2. Hukum Islam
Hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk
menerapakan suatu syari‟ah atas kebutuhan masyarakat. An-Naim
menyebutkan bahwa hukum islam mencakup persoalan keyakinan,
ibadah (ritual), etika, dan hukum (Dahlan, 2009: 92).
F. Telaah Pustaka
Diantara penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mukaroma. Penelitian tersebut
berjudul Perkawinan Adat Jawa Dalam Pemikiran Hukum Islam (Studi
Kasus di kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen). Adapun rumusan masalah
penelitian tersebut adalah: Pertama, bagaimana prosesi perkawinan adat
yang dilakukan oleh masyarakat desa ngrombo kecamatan plupuh
9
kabupaten sragen?. Kedua, alasan-alasan perkawinan adat yang masih
dipegang teguh oleh masyarakat desa ngrombo kecamatan plupuh
kabupaten sragen dan bagaimana implikasinya terhadap masyarakat?
Ketiga, bagaimana perkawinan adat di desa ngrombo kecamatan plupuh
kabupaten sragen dalam pemikiran hukum islam?. Hasil penelitian
tersebut berisi prosesi perkawinan adat yang sudah dilakukan oleh
masyarakat desa ngrombo terdiri dua sesi: yang pertama yaitu prosesi
sebelum pelaksanaan upacara perkawinan terdiri dari upacara Langkahan,
Dodol Dawet, Nebus Kembar Mayang, Slametan Midodareni, Nyantri.
Kedua prosesi pelaksanaan upacara perkawinan yaitu terdiri upacara
Ngerik Dan Ngerias, Ijab Qobul, Adang-Adangan, Sindur Binayang,
Kacar Kucur, Dhahar Kembul, Bupak Kawah, Sungkeman, acara resepsi
dan hiburan, dan pengajian temanten. Alasannya perkawinan adat jawa
masih dipegang teguh dan implikasinya pada masyarakat adalah bahwa
dengan melaksanakan upacara perkawinan adat jawa berarti telah
menghormati nenek moyang karena hal tersebut adalah warisan dari nenek
moyang, menjaga dan melestarikan budaya para leluhur, untuk meminta
keselamatan kepada roh penjaga desa leluhur, para pelaku merasa tentram
tidak was-was, melakukan sesuatu yang sudah umum di masyarakat.
Prosesi perkawinan adat dalam pemikiran hukum islam hukumnya mubah
selama tidak bertentangan dengan nash.
Adapun penelitian selanjutnya dilakukan oleh Fatkhur Rahman.
Penelitian tersebut berjudul Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan
10
Adat Jawa Keraton Surakarta Dan Yogyakarta (Studi Komperasi).
Rumusan masalah penelitian tersebut membahas upacara pernikahan yang
dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadi perkawinan prosesi upacara
yang masing-masing upacara tersebut mempunyai makna-makna kearifan
yang sangat dalam. Adat istiadat perkawinan jawa ini merupakan salah
satu tradisi yang bersumber dari keraton. Adapun penelitian ini adalah
untuk mengetahui prosesi upacara perkawinan adat keraton surakarta dan
yogyakarta dan mengetahui makna filosofi yang terkandung didalamnya
serta mengetahui perbedaan dan persamaan diantara dua upacara
perkawinan tersebut. Adapun metode yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut: Pertama, sumber data, yaitu primer dan sekunder. Kedua, teknik
pengumpulan data, karena penelitian ini kepustakaan, maka data-data atau
informasi yang diperoleh berasal dari kepustakaan, dan wawancara,
dokumentasi serta observasi sebagai sumber data tambahan yang
mendukung dalam penulisan skripsi ini. Ketiga, metode analisis, setelah
data terkumpul secara baik kemudian data tersebut diolah dan dianalisis
secara kualitatif. Sebagai hasil penelitian ini didapat suatu kesimpulan
bahwa prosesi perkawinan adat keraton surakarta dan yogyakarta memiliki
perbedaan dan persamaan akan tetapi dalam kenyataannya banyak
memiliki persamaan. Adapun persamaan dalam upacara perkawinan adat
keraton surakarta dan yogyakarta diantaranya adalah sama-sama mengenal
adanya prosesi sebelum perkawinan, persiapan menuju perkawinan,
upacara perkawinan dan prosesi setelah perkawinan. Kedua prosesi
11
tersebut sama-sama mengenal adanya upacara nentoni, lamaran,
panigsetan, pasang tarub dan tuwuhan kemudian langkahan siraman,
ngerik, midoodareni, ijab qobul, tukar cincin, panggih, balangan suruh,
adang-adangan, wiji dadi (menginjak telur), dahar kembul, sungkeman
kemudian yang terakhir pesta perkawinan (walimahan).
Upacara perkawinan adat keraton tesebut sesuai dengan perubahan
zaman maka sekarang ini terjadi pergeseran nilai yakni perubahan dari
adat keraton menjadi adat masyarakat jadi yang dahulu upacara
perkawinan adat keraton ini hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan saja
akan tetapi sekarang bagi masyarakat jawa pada umumnya pun dapat
melakukan upacara perkawinan adat keraton. Sedangkan berkaitan dengan
setiap upacara yang dilangsungkan dengan aneka ragam bentuk dan
simbol-simbol tersebut, pada intinya mengandung, makna dalam
kehidupan selanjutnya dalam rangka menggapai kebahagian hidup.
Perbedaan penelitian anda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya!
Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama digunakan pada saat orang
tua yang pertama kali menikahkan putrinya. Kedua penggantin perempuan
dan laki-laki mengelilingi kuwali yang terbuat dari tanah liat. Kendil atau
kwali tersebut berisi berbagai biji-bijian, sayur-mayuran serta umbi-
umbian sebagaimana yang di jelaskan peralatan diatas. Kedua pengantin
memutari kearah kanan tiga kali berputar sambil berpegangan tangan
antara keduanya. Hal tersebut melambangkan sunnah Rasul.
12
Mantu pisanan atau pertama harusnya dilakukan lebih baik agar
tidak terjadi malapetaka kedepannya dalam kehidupan kedua anaknya.
Merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Karangmojo, Kec.
Klego, Kab. boyolali.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif.
penelitian kualitatif adalah metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang dihasilkan dari data diskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelakunya yang
dapat diamati. Penelitian ini termasuk Filed Research, berarti
penelitian lapangan yaitu penelitian obyek dilapangan untuk
mendapatakan data, gambaran yang secara jelas dan kongrit
tentang Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam
Pernikahan Jawa Presepktif Hukum Islam, di Desa Karangmojo,
Kec. Klego, Kab. Boyolali. (Prof, Dr. Lex J. Moleong, M.A dari
kutipaan taylor, 2011: 4)
b. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah
yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk-
13
produk hukum, perbandingan konsep hukum, sejarah ataupun
ideologi yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat
umum. (Soekanto & Mamudji, 1995: 13-14)
Dalam konteks penelitian ini, data data dilapangan
dianalisis dengan teori-teori hukum islam.
2. Kehadiran Penelitian
Melalui penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul
data. Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi dengan subyek
penelitian dan melakukan wawancara mendalam dan aktivitas-
aktivitas lainnya demi memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, peneliti terjun langsung kepada subyek penelitian,
tanpa mewakilkan kepada orang lain, supaya kegiatan yang berkaitan
dengan menggali, megidentifikasi data informasi dapat diperoleh
secara akurat.
3. Lokasi Penelitian dan subjek peneliti
Lokasi penelitian ini di Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab.
Boyolali. Penelitian dilakukan di Desa Karangmojo karena di desa
tersebut dipraktikkan Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama.
4. Sumber Data:
a. Data Primer
Data primer penelitian ini adalah data yang diperoleh di
lapangan baik data hasil wawancara, hasil observasi maupun
dokumentasi.
14
b. Data Sekunder
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari buku-buku
yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam
bentuk laporan, dan peraturan perundang-undangan (Ali, 2009:
106).
5. Teknik Pengumpulan data
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-
pencatatan terhadap keadaan atau pelaku objek sasaran (Fathoni,
2001: 104). Penyusunan ini menggunakan observasi langsung ke
desa observasi dilakukan dengan cara peneliti menghadiri,
mengamati prosesi Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama di
Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui
tanya jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang
mewawancaraianaya dan jawaban diberikan oleh yang di
wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-
cataatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran
wawancara adalah perias, tokoh adat, pengantin dan orang tua
pengantin.
15
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar,
majalah, prasasti dan agenda dan sebagainya. (Nastangin, 2012:15)
Adapun dokumen yang dapat digunakan dalam penelitian
ini adalah foto-foto prosesi Adang-Adangan Mantu Pertama
6. Analisis Data
Setelah seluruh dan terkumpul barulah penyusun menentukan
bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan tiga
metode:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
2. Desplay (Penyajian Data)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Melalui data kita akan memahami apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan dalam
mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang
didapatkan dari penyajian tersebut.
16
3. Kesimpulan
Kesimpulan adalah setelah melalui proses pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, kemudian mencari kesimpulan
dari apa yang telah dianalisis. (Miles & Huberman, 2014: 71-72)
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam mengguji keabsahan data penyusun menggunakan
teknik trianggulasi, yaitu keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
sistematika penelitian pembandingan terhadap data tesebut, dan
teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah ada empat
trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode penyidik dan teori. Trianggulasi
dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan observasi
tidak langsung ini dimaksud dalam bentuk pengamatan atas beberapa
kelakuan dan kejadian yang kemudian dari hasik pengamatan tersebut
diambil kesimpulan yang mengabungkan diantara keduanya.
(Moleong, 2007: 330)
17
H. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka
sistematika pembahasanya dibagi menjadi lima bab yang berisi hal-hal
pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama mencakup pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, tujuan penelitian, kegunan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian, sistematika penelitian.
Bab kedua adalah pengertian pernikahan, prinsp-prinsip
pernikahan dalam islam, hukum melakukan pernikahan, rukun dan syarat
sah pernikahan, hikmah pernikahan, tujuan pernikahan, adat istiadat (Al-
„Urf), pengertian „Urf, syarat-syarat Al-„Urf.
Bab ketiga adalah paparan data yang berisi tentang diskripsi lokasi
wilayah pada masyarakat di Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali,
praktik Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam Pernikahan Jawa
di desa Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali, dan faktor-faktor
yang menyebabkan tradisi adang-adangan mantu pertama.
Bab keempat adalah pembahasan yang berisi analisis tentang
Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama dalam perkawinan, dan analisis
tentang penyebab masyarakat desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab.
Boyolali melakukan Tradisi Adanga-Adangan Mantu Pertama.
Bab kelima penutup berisi tentang kesimpulan dan saran seluruh
hasil data penelitian
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN
ADAT ISTIADAT (Al- ‘Urf)
A. Pernikahan
1. Perihal tentang Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan dalam literatur fiqh
berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan za‟aj.
Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang
arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadist Nabi
Muhammad SAW. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-
quran dengan arti kawin. Secara arti kata nikah berarti
berhubungan, hubungan kelamin, dan juga berarti akad yang
mengadakan perjanjian pernikahan. Dalam pemakaian bahasa
sehari-hari perkataan nikah lebih banyak dipakai dalam arti
kiasan dari pada arti yang sebenarnya jarang sekali dipakai
pada saat ini (Muhtar, 1974 : 11).
Menurut istilah hukum islam, terdapat beberapa definisi,
di antaranya adalah :
“Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟
untuk membolehkan bersenang-senag antara laki-laki dengan
perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan
dengan laki-laki”
19
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan :
“Nikah menurut istilah syara‟ ialah yang mengandung
ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah
atau dengan kata-kata yang semakna dengannya”. (Ghazaly :8)
Pengertian lain nikah adalah : mengumpulkan.
Menurut syara‟ artinya: akad yang telah terkenal dan
memenuhi rukun-rukun serta syarat (yang telah tertentu) untuk
berkumpul. (Idris dan Ahmadi,1994: 198)
Firman Allah :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
20
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan
dan tujuannya dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai berikut :
Pasal 2 : Perkawinan Menurut Hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau mutsaqon ghalizhan untuk
menaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah.
Pasal 3 : Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, ,mawaddah, dan rahmah.
Sayyid sabiq, lebih lanjut mengomentari : Perkawinan
merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-
tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai
jalan bagi manusia untuk mendapatkan keturunan, berkembang
biak, melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap
melakukan perananya yang positif dalam mewujudkan tujuan
perkawinan. (Ghazaly :11)
21
2. Prinsip-Prinsip Pernikahan dalam Islam
Ada beberapa prinsip-prinsip perkawinan menurut agama
islam yang perlu diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar
berarti dalam hidup manusia melaksanakan tugasnya mengabdi
kepada Tuhan. (Tihami, 2009 : 12)
a. Pilih jodoh yang tepat.
b. Pernikahan yang didahului dengan pinangan.
c. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki
dan perempuan.
d. Pernikahan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
e. Ada persaksian dalam akad nikah.
f. Pernikahan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.
g. Ada kewajiban membayar maskawin/mahar atas suami.
h. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah.
i. Tanggung jawab pimpin keluarga pada suami
Prinsip-prinsip perkawinan ini sangat penting,
karena apabila tidak terpenuhi prinsip-prinsip tersebut
berakibat batal atau tidak sah (fasid) nikahnya.
22
3. Hukum Melakukan Pernikahan
Hukum nikah sangat erat hubunganya dengan
pelakunya. Kalau pelakunya sudah memerlukan dan mampu
yang akan menambah takwa, yang akan menjaga jiwa dan
menyelamatkannya dari perbuatan haram, maka hukumnya
wajib. Kalau pelakunya tidak mampu dalam melaksanakan
pernikahan, maksudnya bagi orang yang tahu dirinya tidak
mampu melaksanakan hidup rumah tangga, melaksanakan
kewajibnya lahir batin seperti memberikan nafkah, pakian, tempat
tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri, maka hukum
nikah menjadi haram. Nikah disunnahkan bagi orang yang
mampu tetapi masih sanggup mengendalikan diri dari perbuatan
haram. Dalam hal ini lebih baik dari pada membujang.
Sedangkan hukum asal dari nikah adalah mubah. (Sayyid sabiq)
Nikah hukumnya sunnah bagi orang yang
memerlukannya. Syarat nikah berasal dari Al-Qur‟an dan hadist
serta (ijma‟ umat) kesepakatan umat dengan niat yang kuat (idris
dan ahmadi.1994 : 199)
23
Firman Allah :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dan hamba-
hambamu yang lelaki dan hamba-hambamu yang
perempuan,”(QS. An-Nuur : 32)
4. Rukun Dan Syarat Nikah
a. Rukun Pernikahan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan
itu terdiri atas :
1) Adanya calon suami dan istri yang melakukan
perkawinan.
2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang
wali atau wakilnya yang akan menikahkanya.
3) Adanya dua orang saksi.
4) Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan
oleh calon pengantin laki-laki.
24
Tentang jumlah rukun nikah ini, ulama berbeda pendapat
: Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat
macam :
1) Wali dari pihak perempuan.
2) Mahar (maskawin).
3) Calon pengantin laki-laki.
4) Sighat akad nikah.
Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah ada lima macam yaitu :
1) Calon pengantin laki-laki.
2) Calon pengantin perempuan.
3) Wali dari pihak perempuan.
4) Dua orang saksi.
5) Sighat akad nikah. (Ghazaly,2006 : 48)
Memang ada sedikit perbedaan pendapat yang dipakai di
negara Indonesia pada umumnya adalah rukun nikah yang
disimpulkan dalam mahzab Syafi‟i
b. Syarat Sahnya Pernikahan
Dasar bagi sahnya perkawinan adalah sudah dipenuhinya
syarat-syarat perkawinan tersebut, sehingga menghsilkan suatu
perkawinan yang sah dan menimbulkan segala hak dan kewajiban
sebagai suami istri.
Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan ada dua :
25
1) Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-
laki yang ingin menjadikanya istri. Jadi perempuannya itu
bukan merupakan orang yang haram dinikahi.
2) Akad nikahnya dihadiri para saksi.
Secara terinci, masing-masing rukun di atas telah dijelaskan
syarat-syaratnya sebagai berikut :
a) Syarat-syarat kedua mempelai.
(1) Syarat-syarat pengantin pria.
Syariat islam menentukan beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para
ulama, yaitu :
(a) Calon suami beragama islam.
(b) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
(c) Orangnya diketahui dan tertentu.
(d) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan
calon istri.
(e) Calon mempelai laki-laki mengetahui atau mengenal
calon istrinya serta tahu betul istrinya halal baginya.
(f) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan
perkawinan itu.
(g) Tidak sedang melakukan ihram.
(h) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan
calon istri.
26
(i) Tidak sedang mempunyai istri empat (Ghazali, 2006 :
500)
(2) Syarat-syarat calon pengantin perempuan :
(a) Beragama islam atau ahli kitab (wanita muslimah
dengan laki-laki muslim).
(b) Terang bahwa ia wanita, bukan khunsta (banci).
(c) Wanita itu tentu orangnya.
(d) Halal bagi calon suami.
(e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak
masih dalam masa „iddah.
(f) Tidak dipaksa atau ikhtiyar.
(g) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah. (Ghazaly,
2006 : 55)
b) Syarat-Syarat Ijab Kabul.
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul
dengan lisan, yang dinamakan akad nikah (ikatan atau
perjanjian perkawinan). Bagi yang bisu sah perkawinannya
dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab
dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya,
sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau
wakilnya. (Ghazaly, 2006 : 57)
27
c) Syarat-Syarat Wali.
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai
perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.
Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan
adil (tidak fasik). Perkawinan tampa wali tidak sah. (Ghazaly,
2006 : 59)
d) Syarat-syarat saksi.
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang
laki-laki muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta
mengerti (paham) akan maksud akad nikah.
Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu
adalah sebagai berikut :
(1) Berakal, bukan orang gila.
(2) Baliq, bukan anak-anak.
(3) Merdeka, bukan budak.
(4) Islam.
(5) kedua orang saksi itu mendengar. (Ghzaly, 2006 : 64)
Hikmah adanya saksi adalah untuk kemaslahatan
kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah
seorang megingkari, hal itu dapat dilakukan oleh adannya
dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan
masyarakat, maka dua orang saksi dapat menjadi pembela
28
terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang mempelai
suami istri.
Disamping menyangkut keturunan apakah benar yang
lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut ternyata
disini dua saksi yang dapat memberikan kesaksiannya
5. Hikmah Pernikahan
Pada dasarnya nikah dianjurkan oleh Allah SAW
karena nikah mempunyai banyak hikmah bagi pelakunya
sendiri, masyarakat, dan umat manusia. Adapun hikmah
pernikahan sebagai berikut :
a. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling
kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar.
Bilaman jalan keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak
manusia yang terpancang jiwanya sehingga akan mengambil
jalan yang buruk. Dengan demikian perkawinan badan
menjadi segar, jiwa menjadi tenang, mata terpelihara dari
melihat yang haram, dan perasaan akan tenang menikmati
yang halal.
b. Perkawinan adalah jalan untuk memperbanyak keturunan,
melestarikan hidup manusia, serta memelihara nafsu yang
oleh islam sangat dianjurkan.
29
c. Naluri kebapakan atau keibuan akan tumbuh dalam hidup
berumah tangga dengan anak-anak yang akan menimbulkan
rasa cinta, sayang, dan sikap ramah yang merupakan sifat-sifat
baik yang menyempurnakan akhlak manusia.
d. Menyadari tanggung jawab beristri dengan menanggung anak-
anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam
memperkuat bakat dan pembawakan seseorang.
e. Adanya pembagian tugas, dimana salah satu mengurus dan
mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain berkerja mencari
nafkah sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami
istri dalam menanggani tugas-tugasnya.
f. Dengan perkawinan diantaranya dapat menumbuhkan tali
kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara
keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang
memang oleh islam direstui, ditopang, dan ditunjang (Sabiq :
1980 : 80)
Dalam secara terinci hukum menurut perbedaan
keadaan dan orang tertentu itu berbeda pula pandangan ulama.
Ulama Syafi‟iyah secara rinci menyatakan hukum
perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu,
sebagai berikut :
30
a. Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk
kawin, telah pantas untuk kawin dan dia telah mempunyai
perlengkapan untuk melangsungkan perkawinan.
b. Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk kawin,
belum berkeinginan untuk kawin, sedangkan perbekalan
untuk perkawinan juga belum ada. Begitu pula ia telah
mempunyai perlengkapan untuk perkawinan, namun
fisiknya mengalami cacat, seperti impoten, berpenyakit
tetap, tua bangka, dan kekurangan fisik lain-lainnya. (al-
Mahalliy,206)
Ulama Hanafiyah menambahkan hukum secara khusus
bagi keadaan dan orang tertentu sebagai berikut :
a. Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk kawin,
berkeinginan untuk kawin dan memiliki perlengkapan untuk
kawin : ia takut akan terjerumus berbuat zina kalau ia tidak
kawin.
b. Makruh bagi orang pada dasarnya mampu melakukan
perkawinan namun ia merasa akan berbuat curang dalam
perkawinannya itu. (Ibn Humam III, 187)
31
Ulama lain menambahkan hukum perkawinan secara
khusus untuk keadaan dan orang tertentu sebagai berikut :
a. bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi
ketentuan syara‟ untuk melakukan perkawinan atau ia yakin
perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan syara‟,
sedangkan perkawinan itu akan merusak kehidupan
pasangannya.
b. Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada
dorongan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan
mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapa pun.
(Prof. Dr. Amir Syarifudi)
32
6. Tujuan pernikahan
Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas
umat islam. Di antaranya adalah :
a. Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan
generasi yang akan datang. Hal ini terlihat dari isyarat ayat 1
surat an-Nisa ayat 1 :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
33
b. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan
hidup dan rasa kasih sayang. hal ini terlihat dari firman Allah
dalam surat ar-Rum ayat 21 yang telah dikutip di atas.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
(Prof. Dr. Amir Syarifudi)
34
B. Adat Istiadat (Al-’Urf)
Tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek
moyang yang masih dijalankan sampai sekarang di masyarakat. Sejak
dahulu telah ada dan menjadi kebiasaan yang dijalani oleh masyarakat
saat ini dalam Hukum Islam istilah tradisi lebih dikenal dengan urf :
1. Pengertian Al-„Urf
Al-„Urf secara bahasa berarti suatu yang telah dikenal dan
dipandang baik serta dapat diterima akal sehat. Sedangkan secara
terminologi, Al-Urf (adat- istiAdat) adalah suatu perbuatan yang
sudah diulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh
akal mereka (Khalil, 2009 : 167). Sedangkan menurut nasrun haroen,
Secara etimologis, „urf berarti “yang baik”. Para ulama ushul fiqh
membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukanya
sebagai salah satu dalil untuk menetapakan hukum syara‟. Adat di
definisikan dengan:
sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa hubungan
nasional. (Nasrun Haroen, 1996: 137-138)
Adapun menurut Khallaf
Urf merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa
perkataan maupun perbuatan (khallaf. 2005 : 104)
Definisi Al-„Urf menurut pendapat para ulama antara lain :
Sedangkan menurut Al-Jurjaniy yang dikutip oleh Abdul
Mudjib dalam bukunnya yang berjudul kaidah-kaidah fiqh, al-„urf
35
adalah: suatu (perbuatan atau perkataan) yang jiwa merasakan tenang
ketika menggerjakannya, karena sejalan dengan akal sehat dan di
terima oleh tabi‟at. Al-Urf merupakan hujjah bahkan merupakan lebih
cepat untuk dipahami (Mudjib, 1999 : 44). Sedangkan menurut
Nasrun Haroen dalam bukunya yang berjudul ushul fiqh 1, al-„urf
adalah: menunjukan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan secara
berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan adat. Definisi
ini juga menunjukkan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat
luas, yang menyangkut permasalahan pribadi, seperti kebiasaan
seseorang dalam persoalan yang menyangkut orang banyak, yaitu
sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran yang baik dan yang
buruk. Sebagaimana juga adat dapat muncul dari kasus-kasus tertentu,
seperti perubahan budaya suatu daerah disebabkan pengaruh budaya
asing. Sedangkan menurut abdul wahab khallaf dalam bukunya yang
berjudul ilmu ushul al-fiqih yaitu : Al-„Urf adalah suatu yang telah
diketahui oleh orang banya dan dikerjakann oleh mereka, baik yang
berupa perkataan, perbuatan ataupun suatu yang lazimnya untuk
ditinggalkan. Hal ini dinamakan dengan al-adah. Sehingga dalam
bahasa ahli syara‟disana dijelaskan bahwa antara al-„urf dan al-adah
tidak terdapat perbedaan (Idem. 1978/1398 : 89).
36
2. Macam-Macam „Urf
Dari pernyataan tersebut terdapat persyaratan diatas bisa
membagi „urf (adat kebiasaan) ada dua bagian yaitu :
a. „Urf yang fasid (rusak/jelek) ialah „urf yang tidak baik dan tidak
dapat diterima, karena bertentangan dengan nush qath‟iy (syara).
Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau
suatu tempat yang di pandang keramat oleh masyarakat. Hal ini
tidak dapat diterima, karena berlawaanan dengan ajaran tauhid
yang diajarakan agama islam (zahrah. 2005 :418).
b. „Urf yang shahih (baik/benar) ialah „urf yang saling diketahui
orang, tidak menyalahi dalil syari‟at, tidak menghalalkan yang
haram dan tidak membatalkan yang wajib, serta dapat diterima
karena tidak bertentangan dengan syara‟. „urf ini juga dipandang
sebagai salah satu sumber pokok hukum islam. Seperti seperti
mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah,
dipandang baik, telah menjadi kebiasaan di dalam masyarakat dan
tidak bertentangan dengan syara‟ (khallaf. 2005 :105).
„Urf yang shahih dapat terbagi menjadi dua bagian antara lain :
1) „Urf „Aam (kebiasaan yang bersifat umum) ialah „urf yang telah
disepakati masyarakat di seluruh negeri. Ulama mahzab hanafi
menetapkan bahwa „urf aam dapat mengalihkan qiyas, yang
kemudian dinamakan istisna „urf. „urf ini dapat mentakhshis nas
yang aam yang bersifat zhanny, bukan yang qath‟i (firdaus. 2004
37
:97-98). „Urf seperti ini dapat dibenarkan berdasarkan pada ijma‟.
Bahkan tergolong macam ijma‟ yang paling kuat karena didukung,
baik oleh kalangan mujtahid maupun diluar ulama-ulama mujtahid
: oleh golongan sahabat maupun orang yang datang setelahnya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa „urf yaitu yang
diterapkan diseluruh negeri tanpa memandang kepada sebuah
kenyataan pada abad-abad yang telah lalu.
2)„urf khas (kebiasaan yang bersifat khusus) yaitu „urf yang dikenal
berlaku pada suatu negara, wilayah maupun golongan masyarakat
tertentu, seperti „urf yang berhubungan dengan perdagangan,
pertanian dan lain-lain. „urf ini tidak boleh berlawanan dengan
nash, tetapi boleh berlawanan dengan qiyas yang illatnya
ditemukan tidak melalui jalan yang qath‟i, baik berupa nash
maupun yang menyerupai nash dari segi jelas terangnya. Hukum
yang ditetapkan qiyas zahany akan selalu berubah-ubah seiring
dengan perubahan zaman. Karena itu para ulam berpendapat bahwa
ulama mutakhirin boleh mengeluarkan pendapat yang berbeda dari
mahzab mutaqaddimin. Karena dalam menerapakan suatu dalil
qiyas mereka sangat terpengaruh oleh „Urf-„Urf yang berkembang
dalam masyarakat pada waktu itu.
38
3. Syarat-syarat Al-„Urf
Mereka yang mengatakan al-„urf adalah hujjah,
memberikan syarat-syarat itu dalam menggunakna al-„urf sebagai
hukum diantaranya sebagai berikut :
a. Tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an atau sunnah. Jika seperti
kebiasaan orang meminum khamer, riba, berjudi, dan jual beli
gharar (ada penipuan) dan yang lainnya maka tidak boleh
diterapkan.
b. Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam setiap
muamalah mereka, atau pada sebagian besarnya. Jika hanya
dilakukan dalam tempo tertentu atau hanya beberapa individu.
c. Maka hal ini tidak dapat dijadikan sumber hukum.
d. Tidak ada kesepakatan sebelumnya tentang penentangan
terhadap adat tesebut. Jika adat suatu negeri mendahulukan
sebagian mahar dan menunda sebagiannya, namun kedua calon
suami istri sepakat untuk membayarnya secara tunai lalu
keduanya beselisih pendapat, maka yang menjadi patokan
adalah apa yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak,
karena tidak ada arti bagi sebuah adat kebiasaan yang sudah
didahulukan oleh sebuah kesepakatan untuk menentagnya.
e. Adat Istiadat tesebut masih dilakukan dengan orang ketika
kejadian itu berlangsung. Adat lama yang sudah lama ditinggal
orang sebelum permasalahan muncul tidak dapat digunakan,
39
sama seperti adat yang baru lahir setelah permasalahannya
muncul. (khalil, 2009 : 170)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa sebagai berikut:
a. Adat yang harus terbentuk dari sebauah perbuatan yang sering
dilakukan orang banyak dengan berbagai latar belakang dan
golongan secara terus menerus, dan dengan kebiasaannya,
menjadi sebuah tradisi dan diterima oleh akal pikiran mereka.
Dengan kata lain, kebiasaan akan timbul merupakan adat
kolektif dan lebih khusus hanya sekedar adat biasa karena adat
dapat berupa adat individu dan adat kolektif.
b. Adat berbeda dengan ijma‟.
Adat kebiasaan yang lahir dari sebuah kebiasaan yang
sering dilakukan oleh orang-orang yang terdiri dari berbagai
status sosial, sedangkan ijma‟ harus lahir atas adanya
kesepakatan para ulama mujtahid secara khusus dan bukan
orang awam. Dikarenakan adat istiadat berbeda ijma‟ maka
suatu legalitas adat dapat terbatas pada orang-orang yang
nemang sudah terbiasa dengan mengenai hal itu, dan tidak
menyebar kepada orang lain yang tidak pernah melakukan hal
tersebut, baik yang hidup satu zaman dengan mereka atau
tidak. Adapun ijma‟ merupakan hujjah kepada semua orang
dengan berbagai golongan yang ada dalam zaman itu atau
sesudahnya sampai hari ini.
40
Sedangkan adat merupakan suatu perbuatan adalah setiap perbuatan
yang sudah bisa dilakukan orang, seperti pada jaul beli, mereka
sudah merasa cukup dengan cara mu‟athah (menerima dan
memberi) tanpa adanya ucapan, dan juga kebiasaan orang
mendahulukan sebagai mahar dan menunda sisanya sampai waktu
yang disepakati. (Khalil, 2009 : 163)
4. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama dalam Perspektif Urf.
Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama digunakan pada
saat orang tua yang pertama kali menikahkan putrinya. Kedua
pengantin perempuan dan laki-laki mengelilingi kendil yang
terbuat dari tanah liat. Kendil tersebut berisi berbagai biji-bijian,
sayur-mayuran serta umbi-umbian sebagaimana yang di jelaskan
peralatan diatas. Kedua pengantin memutari kearah kanan tiga kali
berputar sambil berpegangan tangan antara keduanya. Hal tersebut
melambangkan sunnah Rasul.
Dan apabila dalam persepektif Urf merupakan suatu
kebiasaan yang bersifat umum maupun kata lain biasa di bitaahkan
orang apabila tradisi lokal yang sudah diulang-ulang sehingga
tertanam dalam jiwa dan dapat diterima oleh akal sehat mereka
dalam melestarikan agar kebudayaan ini dapat lestari bertujuan
agar kedepanya dapat di gunakan oleh kaum muda yang akan
42
BAB III
TRADISI ADANG-ADANGAN MANTU PERTAMA
DALAM PERNIKAHAN JAWA
A. Diskripsi Lokasi Penelitian
1. Peta Monografi Desa Karangmojo
2. Kondisi Umum Tentang Desa Karangmojo
Desa Karangmojo adalah salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
43
Desa ini terdapat 8 Dusun dan terdapat 3 kadus, 23 Rukun
Tetangga, Dan 5 Rukun Warga, 5 KMD aktif, 11 BPD, Jumlah Kartu
Keluarga Sedesa 1.578, Penduduk Laki-Laki 2.640 dan Perempuan 2.491
jadi jumlah keseluruhan 5.131 orang. Kebanyakan di desa tersebut :
Persawahan, Perkarangan, Tegalan, OO (Bangunan), Lapangan,
Perternakan, Buruh, Pengrajin Industri Kecil, Buruh Bangunan, Pedagang,
Jasa Penggangkutan.
Tabel 1.1
Desa ini terdapat 8 Dusun dan terdapat 3 kadus
Kedusunan Dukuh L P Jumlah KK
Kadus 1 Tangkisan
Canggal
513
171
479
147
992
318
308
93
Kadus 2 Karangmojo Kidul
Kerajan
534
439
501
381
1035
280
332
242
Kadus 3 Bubakrejo
Karangmojo Lor
Karangmojo
Tengah
Sidorejo
132
389
345
117
119
394
365
105
251
783
710
222
81
238
212
75
44
Keterangan :
L : Laki-laki
P : Perempuan
J : Jumlah
KK : Kartu Keluarga
Diagram 1.1
Desa ini terdapat 8 Dusun dan terdapat 3 kadus
Tabel 1.2
Persawahan, Perkarangan, Tegalan, OO (Bangunan), Lapangan
No Jenis Ukuran Luas
1. Lahan Persawahan 172.3562.0 H
2. Lahan Pekarangan 111.945.0 H
3. Lahan Tegalan 44.4185 H
0
200
400
600
800
1000
1200
KADUS 1 KADUS 2 KADUS 3
BUKUH
L
P
JUMLAH
KK
45
4. Tanah OO (Bangunan) 0.870 m2
5. Lahan Lapangan 1.9710 H
Diagram 1.2
Persawahan, Perkarangan, Tegalan, OO (Bangunan), Lapangan
3. Letak Geografis Dan Batas Administrasi Desa Karangmojo dan Memiliki
Batas Wilayah
1) Sebelah Utara : Dukuh Karangmojo Lor dan Dukuh Karangmojo
Tengah
2) Sebelah Selatan : Dukuh Karangmojo Kidul dan Dukuh Kerajan Dan
Dukuh Sidorejo
3) Sebelah Timur : Dukuh Tangkisan dan Dukuh Canggal
4) Sebelah Barat : Dukuh Bubakrejo
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5
JENIS
UKURAN LUAS
46
4. Susunan Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintahan
Desa Karangmojo Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali (Sesuai
Peraturan Bupati Boyolali Nomer 17 Tahun 2016)
Disini terdapat sembilan pegawai antara lain :
Jabatan Nama
KEPALA DESA Siti Saparyati, S.Pd.I
SEKRETARIS DESA Danan Susilo, Amd. Kes
KAUR UMUM & PERENCANAAN Sunardi
KAUR KEUANGAN Slamet
KEPALA SEKSI PEMERINTAHAN Agus Turmudzi
KEPALA SEKSI KESEJAHTERAAN
dan PELAYANAN
Sopingi, S.Pd.I
KEPALA DUSUN I Nur Solikhin
KEPALA DUSUN II Suhardi
KEPALA DUSUN III Ahmad Nuryadi
5. Kondisi Fisik Desa Karangmojo
Terdapat beberapa istansi pendidikan/sekolah antara lain : TK, SD,
MI, MTS, SMKN, Kondisi Fisik Rumah Penduduk, Dan Beberapa
Profesi.
47
Tabel 5.1
Instansi Bidang Pendidikan
No Instansi sekolah Jumlah
gedung
Jumlah
guru
Luas Ket
1. TK 6 Lokal 6 998 m2
2. SD 13 Lokal 12 1.700 m2
3. MI 16 Lokal 21 1.879 m2
4. MTS 19 Lokal 22 6.408 m2
5. SMKN 21 Lokal 61 1.350.0 H
Diagram 5.1
Instansi Bidang Pendidikan
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5
INSTANSI SEKOLAH
JUMLAH GEDUNG
JUMLAH GURU
LUAS
KET
49
Tabel 5.2
Kondisi Fisik Rumah Penduduk
No Jenis Bangunan Jumlah Ket
1. Dinding Permanen 287
2. Dinding Semi Permanen 173
3. Kayu 695
4. Bambu 83
Diagram 5.2
Kondisi Fisik Rumah Penduduk
0
100
200
300
400
500
600
700
1 2 3 4
JENIS BANGUNAN
JUMLAH
KET
50
Tabel 5.3
Berdasarkan profesi
No Jenis profesi Jumlah
1. Petani Tanah 1.786 Org
2. Petani Tanah Garap 411 Org
3. Petani Penyekap 214 Org
4. Buruh 567 Org
5. Penggrajin Industri Kecil 14 Org
6. Buruh Bangunan 96 Org
7. Pedagang 67 Org
8. Jasa Pengangkutan 22 Org
9. PNS 181 Org
10. TNI 4 Org
11. POLRI 15 Org
12. Pensiunan 84 Org
13. Perternakan 243Org
51
Diagram 5.3
Berdasarkan profesi
\
6. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat Desa Karangmojo
Kebanyakan warganya Desa Karangmojo, Kec. Klego, Kab.
Boyolali memeluk agama islam semua, dan juga terdapat Masjid-Masjid
dan Musola sebagai sarana untuk beribadah dan juga dilengkapi sarana
Koprasi Desa.
Kegiatan di Desa Karangmojo sangat padat, hanya pada kegiatann
belajar mengajar anak-anak yang bisa di sebut dengan TPA (Taman
Pendidikan Anak) yang dilakukan di masjid desa karangmojo dengan
waktu pembelajaran selama (2) jam dan jumlah pengajar yang tidak
menentu, terkadang lima pengajar dan kadang hanya satu pengajar yang
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JENIS PROFESI
JUMLAH
KET
52
hadir. kegiatan keagamaan lainnya begitu aktif seperti kegiatan yasian
remaja, bapak-bapak, dan maupun ibu-ibu yang dilakukan setiap malam
minggu, sedangkan pengajian yasinan bapak-bapak dilakukan pada setiap
malam jum‟at sedangkan ibu-ibu pada malam kamis dan dilaksanakan
pada waktunya bada sholat magrib.
Melihat kondisi keagamaan di desa Karangmojo bisa disimpulkan
bahwa masyarakat Desa Karangmojo minim dalam pengetahuan agama
yang membuat tidak ada perbedaan pendapat antar hukum islam dan
hukum adat yang mereka yakini, contoh tradisi tedak siten, midodareni,
adang-adangan, dibuktikan dalam kehidupan bermasyarakat penduduk
desa Karangmojo tidak mengambarakan adanya konflik yang berada
dimasyarakat. Meraka hidup rukun dan saling berdampingan dalam
bermasyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari siap gotong royong masyarakat ketika ada
kegiatan di desa misalnya kerja bakti, kematian dan hajatan dalam
pernikahan. Selain itu di Desa Karangmojo ini ada tradisi punggahan
(tradisi tahlilan di makam desa sebelum bulan puasa), dan pudunan (tradisi
tahlilan di makam sesudah bulan puasa), dan dalam kegiatan ini warga
berbondong-bondong untuk berkumpul ditempat yang sudah ditentukan
dengan membawa makanan dan warga begadang sampai pagi ditempat
setelah menyelesaikan doa-doa yang di pimpin oleh sesepuh desa.
53
Tradisi ini tetap mereka gunakan walaupun zaman sudah modern.
Hal ini karena masyarakatnya desa karangmojo sangat menghargai
wariasan budaya para leluhur atu nenek moyang mereka.
Keadaan sosial masyarakat Desa Karangmojo yang kental akan
dengan tradisi jawa atau adat ini tidak mempengaruhi kadar keislaman
warga, karena mereka tidak membedakan antara syari‟at dan kepercayaan.
7. Sarana-Prasarana Kesehatan Desa Karangmojo Kecamatan Klego Terdiri
Dari Dua Pukesmas antara lain:
a. Puskesmas 1
UPT Puskesmas Klego I berada di Wilayah Kecamatan
Klego Yang Terletak di Jl. Karanggede- Gemolong Km. 7 di
Dusun Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali. Pukesmas
ini terletak persis jalan tikungan tajam masyarakat diharapkan
54
berhati-hati dalam memasuki area puskesmas tersebut. Puskesmas
ini hanya digunakan untuk Rawat Inap bekerja sama dengan
Puskesmas II dan juga terdapat beberapa Ruangan Perawatan
VISI
Menjadikan Masyarakat Klego Yang Sehat Dan Mandiri
Dan Berdaya Saing
MISI
1. Membangun kerjasama tim dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas
baik lintas program maupun lintas sektoral
2. Peningkatan SDM
3. Memberikan pelayanan prima
4. Menggerakkan kegiatan preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif terutama untuk kesehatan ibu dan anak
5. Menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk menjadikan PHBS
sebagai peletak dasar pencegah penyakit dalam kehidupan sehari-
hari
6. Mendukung program pengentasan kemiskinan dengan
mengoptimalkan pelayanan terhadap masyarakat miskin / kurang
mampu
MOTTO
Melayani Dengan Hati
55
b. Puskesmas 2
UPT Puskesmas Klego II berada di Wilayah Kecamatan
Klego Yang Terletak di Dusun Selorejo, Desa Sumberagung
Tepatnya Di Jl. Raya Karanggede-Gemolong Km. 12 Klego
Boyolali. Puskesmas Klego II merupakan salah satu sarana
pelayanan kesehatan milik Pemkab Kabupaten Boyolali yang
berada di Kecamatan Klego yang mempunyai wilayah kerja di
sebagian Kecamatan Klego dengan luas total wilayah enam Desa
27.678.515 Ha. Batas wilayah kerja UPT Puskesmas Klego II,
yaitu: Sebelah Utara : Berbatasan Dengan Desa Kendel,
Kecamatan Kemusu Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa
Wates, Kecamatan Simo Sebelat Timur : Berbatasan dengan Desa
Andong, Kecamatan Andong Sebelah Barat : Berbatasan dengan
56
Desa Bade Wilayah Kerja Puskesmas Klego I Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klego II Terdiri Dari 6 Desa yaitu terdiri dari:
Karangmojo, Sumberagung, Banyuurip, Sangge, Kalangan,
Sendangrejo UPT Puskesmas Klego II termasuk Puskesmas Rawat
Jalan yang memberikan pelayanan sebagai berikut: Ruang
Pendaftaran, BP, Umum, BP Gigi, KIA, KB, Fisioterapi,
Laboratorium, Apotek, Klinik Gizi, Klinik Sanitasi, Klinik TBC,
UKS, UGD. Puskesmas Klego II tidak di diriakan di lokasi
berbahaya, berada di selorejo, sumberagungyang bukan merupakan
daerah rawan bencana. Aksesibilitas untuk jalur transportasi dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat dengan menggunakan
fasilitas tansportasi umum. Selain itu tersedia jalur untuk pejalan
kaki dan jalur yang aksesibel untuk penyandang disabilitas.
Adapun kantor tanah UPT Puskesmas Klego II relative bagus
dengan tingkat kemiringan yang setandard dan memiliki area
parkiran yang sedangakan tingkat keamanan UPT Puskesmas
Klego II sangat terjamin dengan adanya pembatas tembok. UPT
Puskesmas Klego II memiliki beberapa fasilitas Utilitas Publik
seperti air bersih, pembuangan air kotor/ limbah, listrik, dan jalur
telepon serta jaringan internet HotSpot/ Wifi. Dalam hal
pengelolaan kesehatan lingkungan UPT Puskesmas Klego II telah
memilah antara sampah medis dan non medis.
57
B. Profil Pasangan Suami Istri Pelaku Tradisi Adang-Adangan Mantu
Pertama
1. Pasangan SW & K
Nama : SW Alias Sri Wahyuni
Alamat : Pulutan Rt 07/02, Kebonan,
Karanggede
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA/ Sederajat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jumlah Saudara : 6
Nama : K Alias Komarudin
Alamat : Pulutan Rt 07/02, Kebonan,
Karanggede
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP/ Sederajat
Pekerjaan : Buruh tani
Jumlah Saudara : 4
58
2. Pasangan TL & EA
Nama : TL Alias Tia Liztiawati
Alamat : Jl. Alamanda Rt 01/01, Jetis
Klari, Karanggede
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA/ Sederajat
Pekerjaan : Mahasiswi dan Ibu Rumah
Tangga
Jumlah Saudara : 1
Nama : EA Alias Ekhsan Adityawan
Alamat : Jl. Alamanda Rt 01/01, Jetis
Klari, Karanggede
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA/ Sederajat
Pekerjaan : Swasta
Jumlah Saudara : 1
59
C. Praktik Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama Dalam Pernikahan
Jawa Di Desa Karangmojo
1. Peralatan Ritual Yang Dibutuhkan Dan Maknanya
Peralatan yang dibutuhkan antara lain sebagai pelengkapan
wawancara berikut:
a. Pawon atau tungku (biasanya terbuat dari debok pisang)
kegunaannya untuk memasak. Pawon memiliki makna kita
hidup berumah tangga harus memiliki peralatan untuk
menunjang sarana-prasarana dalam kehidupan berumah
tangga dengan maksud dan tujuan menggambarakan bahwa
kedua pengantin akan segera melepas lajang dan segera hidup
berumah tangga sendiri, dan masak sendiri dan dapat
menggurus rumah tanga mereka tanpa bantuan dan campur
tangan dari kedua orang tua dan berputar sebanyak tiga kali
melambangkan sunnah Rasul.
b. Kuwali (yang terbuat dari tanah liat) adalah tempat untuk
memasak. Kuwali memiliki makna untuk sarana-prasarana
dalam membina rumah tangga yang sakinah mawadah
waramah.
60
c. Sayur-mayuran yang terdiri dari kacang panjang, sawi hijau
dan sawi putih, bayam, kangkung, mbayung (daun kancang
panjang yang masih muda), serta pala kependem meliputi:
umbi-umbianyaitu seperti ketela pohon, ketela rambat,
besusu (bengkuang), uwi, ganyong, dan beserta garut
(tanaman yang buahnya terdapat didalam tanah). Sayur-
mayur tersebut memiliki makna sebagai kebutuhan yang
diperlukan saat berumah tangga dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kenceng yang terbuat dari bahan tembaga kunigan
kegunaannya untuk memasak beras. Kenceng memiliki
makna sebagai peralatan yang harus dibutuhkan untuk
berumah tangga. Kedua pengantin perempuan mengelilingi
tiga kali kearah kanan. Dengan maksud dan tujuan
menggambarakan bahwa kedua pengantin akan segera
melepas lajang dan segera hidup berrumah tangga sendiri,
dan masak sendiri dan dapat menggurus rumah tanga mereka
tanpa bantuan dan campur tangan dari kedua orang tua dan
berputar sebanyak tiga kali melambangkan sunnah Rasul.
61
e. Eblek atau Tampah yang terbuat dari bambu muda yang
digunakan sebagai untuk peralatan rumah tangga, makna dari
ini agar kehidupan nya kedepanya hidup tentram dan rukun
apa yang di dapat suami dapat di manfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
f. Tumbu yang terbuat dari bambu muda yang berbentuk
kerucut.
g. Kipas yang terbuat dari bambu muda.
h. Irus yang terbuat dari batok kelapa dan juga bambu muda di
gunakan untuk garan atau pegangan yang di sematkan ke
batok tersebut
64
(Tahap Ke- 3)
Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama digunakan pada saat
orang tua yang pertama kali menikahkan putrinya. Kedua pengantin
perempuan dan laki-laki mengelilingi kendil yang terbuat dari tanah
liat. Kendil tersebut berisi berbagai biji-bijian, sayur-mayuran serta
umbi-umbian sebagaimana yang di jelaskan peralatan diatas. Kedua
pengantin memutari kearah kanan tiga kali berputar sambil
berpegangan tangan antara keduanya. Hal tersebut melambangkan
sunnah Rasul. Adapun peralatan lainnya tumbu yang berbentuk
kerucut kegunaannya untuk memasak nasi dan tempat untuk
meletakkan nasi yang terbuat dari bambu muda, ungkepan yang terbuat
dari tanah liat.
65
Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama adalah upacara tradisi
jawa yang dilakukan oleh seorang pengantin laki-laki dan perempuan,
mengelilingi kendil yang terbuat dari tanah liat atau kenceng yang
terbuat dari tembaga kuningan tiga kali ke arah kanan dan di dalamnya
berisikan biji-bijian yang terdiri dari pari (padi) yang masih lengkap
beserta daun dan tangkainya, jagung, kacang tanah, kedelai hitam, dan
kedelai putih, kacang hijau, selain biji-bijian kendil tersebut dapat diisi
dengan berbagai macam-macam sayur-mayuran seperti kacang
panjang, sawi hijau dan sawi putih, bayam, kangkung, mbayung (daun
kacang panjang yang masih muda), serta pala kependem meliputi :
umbi-umbian yaitu seperti ketela pohon, ketela rambat,besusu
(bengkuang), uwi, ganyong, dan beserta garut (tanaman yang buahnya
terdapat didalam tanah), semua barang tersebut dimasukan kedalam
kendil lemah (gerabah yang terbuat dari tanah liat), dan ditutup
menggunakan tumbu (tempat untuk memasak beras yang terbuat dari
anyaman bambu), cara ini seperti persis untuk memasak secara
tradisional.
Maknanya atau Filosofinya :
Kedua pengantin perempuan dan laki-laki mengelilinggi kendil
lemah sebanyak 3 kali. Maksud dan tujuan dari adang-adangan yaitu
menggambarakan bahwa kedua pengantin akan segera melepas lajang
dan segera hidup berumah tangga sendiri, dan masak sendiri dan dapat
mengurus rumah tangga mereka tanpa bantuan dan campur tangan dari
66
kedua orang tua dan berputar sebanyak tiga kali melambangkan
sunnah Rasul. Tradisi ini bagi mantu pertama kali menikahkan
putrinya dan atas persetujuan keluarga pengantin dari pihak
perempuan.
Tradisi adang-adangan dilakukan dalam acara resepsi setelah
di rias sebagaimana tradisi yang ada di jawa pasrah nganten. Adapun
selanjutnya upacara panggih dari kedua perwakilan sesepuh dari pihak
laki-laki dan perempuan yang di tunjuk untuk meminta izin masuk,
dan dibalas dari perwakilan perempuan di persilahkan untuk memasuki
ruang acara,doa sampai penutup dan maulidatul khasanah.
Adapun peralatan yang sudah dipersiapkan perias penggantin
setelah itu pengantin menuruni singga sana pelaminan untuk mengikuti
prosesi adang-adangan tersebut yang terdiri dari 2 tempat.
Yang pertama kedua pengantin memutari tungku 3 kali kearah
kanan, adapun dari pihak pengantin perempuan di dampingi kedua
kakaknya laki-laki dan perempuan dan orang tuanya, setelah itu pihak
pendamping dari penggantin laki-laki boleh di dampingi kedua kakak
perempuannya, selanjutnya yang kedua pengantin perempuannya
memasukan setangkai padi kedalam tumbu untuk dimasak dan di
ungkep sebentar, ketiga penngantin perempuan menggaduk sayur-
mayuran kuwali yang berada di sampingnya, dan pengantin laki
bertugas memeggangkan tutupnya, keempat pengatin perempuan
memasukan kayu ke dalam tungku untuk memasak, dan penggantin
67
laki-laki mengipasi agar tetap hidup apinya dan tidak padam, setelah
semuannya matang terakhir kali masakan yang telah matang di
tumpahkan ke eblek, dan juga disaksikan banyak tamu yang hadir
diacara ini yang terdiri dari saudara-saudara dari kedua mempelai laki-
laki dan perempuan. Setelah selesai semua peralatan tadi di simpan
periasnya kedalam dapur dari pihak keluarga perempuan untuk
dimanfatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah itu kedua mempelai meninggalkan lokasi tradisi tadi
dan kembali ke pelaminan.
Perbedaan ada sedikit perbedaan peralatan ritual tersebut yang
telah di siapkan oleh perias bisa di ganti dengan kenceng dan dandang.
68
D. Faktor-Faktor Penyebab Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama
1. Keyakinan :
Masyarakat meyakini tradisi karena adanya faktor keyakinan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Misri yang menikahkan anaknya, Misri
melakukan ini karena keyakinan bahwa apabila tidak melakukan tradisi
ini, akan muncul malapetaka kedepannya, dan dikhawatirkan akan
meninggal atau bercerai, agar tidak terjadi keyakinan seperti itu maka
Misri melakukan tradisi itu. Hal tersebut sama keyakinan Nik, istri Misri,
dan Nik membenarkan suaminya bahwa dia melakukan sebab keyakinan
juga agar terhindar dari malapetaka, sebenarnya melakukan itu karena
tradisi.
Begitu pula dengan keyakinan tersebut juga terjadi pada Umar
Dani dan istrinya, yang juga melakukan tradisi adang-adangan mantu
pertama. Masyarakatnya kebanyakan didesa ini menggunakan tradisi ini,
sebagaiman yang telah dilakukan oleh umar dani yang telah menikahkan
anaknya, Umar Dani karena sebuah keyakinan bahwa apabila tidak
melakukan tradisi tersebut, dikhawatirkan akan muncul malapetaka dalam
kehidupan kedepannya, dan khawatirnya akan meninggal dunia atau
bercerai, agar tidak terjadi keyakinan seperti ini umar dani melakukan
tradisi tesebut. Hal tersebut sama dengan keyakinan Supriyani, istri Umar
Dani, dan Supriyani juga membenarkan suaminya karena dia melakukan
ini karena keyakinan agar terhindar dari malapetaka. Menurut Supriyani
istri Umar Dani setiap mantu pisanan atau mantu pertama, dilakukan
69
dengan lebih baik. Apabila tidak melakukan tradisi adat ini akan khawatir
dapat malapetaka dalam kehidupan kedepanya anaknya.
Adapun keyakinan menurut Siti Suparyati sebagai pengemuka desa
tersebut. Masyarakat yang ada di desa ini kebanyakan melakukan tradisi
ini hampir sama pada saat menikahkan anaknya, melakukan hal tersebut
merupakan keyakinan karena apabila tidak dilakukan dan dia
menghawatirkan dan was-was atas kehidupan kedepannya akan terjadi
sebuah malapetaka seperti adanya perpisahan antara keduanya dan
dikhawatirkan akan bercerai maka tradisi tersebut tetap dilakukan Siti
Suparyanti.
Dan hal tesebut didukung pendapat perias pengantin Siti
Komariyah, merupakan suatu keyakinan yang sudah ada di masyarakat
desa, banyaknya telah melakukan tradisi ini pada saat menikahkan
anaknya, melakukan hal tersebut karena meyakini apabila tidak
mengerjakan sama sekali akan khawatir adanya perpisahan antara anaknya
sebagai orang tuanya lebih baik mencegahnya, maka Siti Komariyah tetap
melakukan tradisi ini lantaran untuk menghindari dari malapetaka tesebut
karena tradisi.
70
2. Melestariakan tradisi
Menurut Umar Dani dan Supriyani tradisi ini agar tidak akan
punah, sebagaimana kita yang masih muda harus melestarikan budaya adat
jawa yang ada di jawa tengah.
Menurut pendapat keduannya Misri dan Nik, hanya bertujuan
untuk melestariakan kembali tradisi yang dulunya dibawa Nenek Moyang
dulunya agar tidak punah sebagai warisan yang harus dilestarikan sebagai
keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Pada zaman dahulunnya,
adat ini digunakan oleh Keraton Surakarta, pada dulunya nenek moyang
menggunakan adat ini sebagai syarat, kebanyakan menggunakan tradisi
adang-adangan yang ada didusun sini. Dan peralatannya yang digunakan
seperti Kuwali, Dandang, Kekep, Kipas yang terbuat dari bambu muda,
Irus yang terbuat dari batok kelapa, Padi, Rakitan, Kukusan. Lambangnya
sebagai membina rumah tangga agar mempunyai bekal kedua anaknya.
Menurut mereka hamir sama dengan pendapat keduanya Umar
Dani dan Supriyani, hanya saja tradisi terdahulu sebagai warisan budaya
adat jawa yang perlu dilestarikan agar tidak punah, bertujuan untuk
melestariakan kembali yang dulunnya digunakan Nenek Moyang, dan
harusnya di perkenalkan ke anak-anak muda agar pengetahuan mengenai
budaya tidak akan punah, sebagai identitas masyarakat jawa. Dulunya
pertama kali dipergunakan oleh Keraton Surakarta.
71
BAB IV
TINJUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI ADANG-
ADANGAN MANTU PERTAMA DALAM
PERNIKAHAN JAWA
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Adang-Adangan Mantu
Pertama
Tradisi adang-adangan mantu pertama yang dilakukan di desa
karangmojo, sebagaimana yang telah dipaparkan di bab tiga tidak
bertentangan dengan hukum islam. Hal tersebut dikarenakan tradisi itu tidak
pula bertentangan baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan, dan juga
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam perkawinan diluar rukun itu
karena laki-laki dan perempuan tidak mahrom terpenuhi rukun dan syarat
terpenuhi, dan juga ijab qobul terpenuhi, ada saksi, ada wali, dan secara
negara dicatatkan. Dan didukung dengan ayat sebagai berikut:
72
Seperti Firman Allah SWT Dalam Surat Ar-Rum Ayat 21 Yang
Berbunyi:
Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Pada dasarnya agama islam tidak memberatkan dan bukan berarti
sembarang memudahkan. Asalkan pelaksanaan adat istiadat dan budaya tidak
bertentangan kaidah dan hukum islam. Bila prosesi-prosesi upacara
pernikahan adat jawa desa karangmojo ada maksud dan tujuan untuk meminta
selamat kepada roh-roh dan dhanyang penunggu desa, itu tidak dibenarkan
dalam syari‟at Islam. Telah dijelaskan dalam nash bahwa Allah melaknat
orang-orang yang menyekutukannya, dalam ayat berikut:
73
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al
masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.
(QS. Al- Maidah: 72)
74
Sesuai dengan Urf sebagai dasar penetapan hukum, sesuai tradisi urf
boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan nash. Kemudian pada
hukum tersebut tidak melanggar etika, dan tidak merugikan kemaslahatan
juga tidak. Dari sisi rukun hal tersebut tidak bertentangan rukun dan syarat.
Jadi analisi penulis mengenai pernikahan adat jawa desa Karangmojo
Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali seperti upacara akad nikah, panggih
temanten, setelah itu upacara tradisi adang-adangan mantu pertama adalah
termasuk adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan sudah berlaku sejak
lama serta memiliki pertentangan dengan nash Al-Qur‟an dan Hadits, maka
adat istiadat itu boleh di berlakukan, berhukum mubah (boleh). Tetapi apabila
melaksanakan upacara pernikahan adat jawa disertai sesaji yang sengaja
dibuat dengan niat meminta keslamatan kepada selain Allah itu yang dilarang
dalam syariat Islam.
75
Hadis Shahih Bukhari Muslim:
901. Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata bahwa Rasullulah bersabda,
“barang siapa yang memiliki seorang hamba sahaya perempuan lalu ia
menikahinyadengan baik kemudian memerdekakannya dan menikahinya.
Maka baginya pahala. “(Disebutkan Oleh Al-Bukhari Muslim pada kitab ke-
49 kitab memerdekakan hamba sahay, bab ke-4 bab keutamaan bagi siapa
yang mendidik hamba sahaya perempuannya dan mengajarinya).
902. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, Nabi tidak mengadakan walimah
dengan istri-istrinya seperti yang beliau adakan dengan Zainab, beliau
mengadakan walimah dengan menyembelih seekor domba. (Disebutkan Oleh
Al-Bukhari Pada Kitab Ke-67 Kitab Nikah, Bab walimah Walaupun Hanya
Dengan Seekor Domba).
903. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata , ketika menikah Zainab
Binti Jahsy, beliau mengundang orang-orang dan memberikan mereka
makanan. Kemudian mereka sambil duduk sambil bercakap-cakap. Dan
seolah-olah Nabi bersiap-siap untuk berdiri, akan tetapi mereka tidak berdiri.
Ketika Rasul melihat hal tersebut ia berdiri, dan ketika ia berdiri berdirilah
beberapa orang, namun tiga orang yang tetap duduk. Lalu Nabi datang untuk
masuk, ternyata orang-orang tersebut masih duduk disana. Kemudian mereka
pun berdiri. Lalu aku kembali untuk memberitahukan Nabi bahwa mereka
telah pulang. Maka Nabi datang lalu masuk ke dalam. Aku pun ikut masuk,
lalu beliau membuat tirai antara diriku dan dirinya. Masuk Allah
menururunkan ayat (Wahai orang-orang yang beriman, jaganlah kalian masuk
76
ke rumah-rumah Nabi (Disebutkan oleh bukhari pada kiatab ke-65 Kitab
Tafsir,33- Surah Al-Ahzab, bab ke-8 bab Firman Allah) {Janganlah kalian
masuk rumah-rumah Nabi Al-Ayat}.
906. Diriwayatkan dari Abdullah Bin Umar, bahwa Rasullulah bersabda,
“Apabila salah seorang diantara kalian diundang unruk menghadiri walimah,
maka hendaklah ia datang.” (disebutkan oleh Al-Bukhari pada kiatab ke-67
Kitab Nikah, bab ke-71 Bab Hak untuk Memenuhi Walimah dan Undangan
Lainnya).
905. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, bahwa Nabi apabila
berjalan melewati sisi (rumah) Ummu Sulaim, beliau masuk dan memberi
salam kepadanya. Kemudian Anas berkata, bahwa Nabi telah melangsungkan
pernikahan dengan Zainab. Lalu Ummu Sulaim berkata kepadaku,
„Bagaimana jika kita memberikan hadiah kepada Rasullulah?” Aku berkata
kepadanya, „Lakukanlah,‟ Lalu ia mengambil kurma, samin, dan keju,
kemudian membuat makanan Hais di dalam sebuah tempayaan. Setelah itu ia
mengutusku untuk membawa makanan tesebut kepadaa Rasullulah. Maka aku
pun pergi kepada Rasul dengan membawaa makanan tersebut. Lalu Rasul
berkata padaku, “ Latakkanlah makanan tersebut.” Kemudian beliau
menyuruhku, beliau berkata,”Undanglah untuk beberapa orang”, sabil beliau
menyebutkan nama-nama mereka. “Dan undang juga orang yang engkau
temui.” Anas berkata, dan aku pun mengerjakan apa yang diperintahkan
kepadaku. Aku kembali dan keadaan rumah telah ramai dengan orang-orang.
Aku melihat Nabi meletakkan kedua tangannya ke makanan Hais tersebut dan
77
berbicara dengan makan itu menurut apa yang Allah kehendaki. Kemudian
beliau mulai memanggil sepuluh orang sepuluh orang yang makan dari
makanan tersebut. Rasul berkata kepada mereka, “Sebutlah nama Allah, dan
hendaknya setiap orang memakan apa yang dekat dengannya.”Anas berkata,
sehingga mereka semua terpisah-pisah, lalu keluarlah orang-orang yang
keluar dan tinggallah beberapa orang yang duduk sambil bercakap-cakap.
Anas berkata, aku sedih (karena mereka tidak keluar). Kemudian Nabi keluar
ke kamar-kamar (istri beliau) dan aku pun keluar mengikutinya. Dan aku
berkata kepadanya bahwa mereka telah pergi. Maka Rasul pulang lalu masu
kedalam rumah dan menurunkan tirai. Dan saat itu aku berada di dalam
kamar, dan Rasul berkata, (Hai orang-orangyang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah-rumah Nabi kecualibila kamu diizinkan untuk makan
dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika
kamu diundang maka masuklahdan apabila kamu selesai makan, keluarlah
kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian
itu akan menggagu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu ke
luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar). Anas berkata, bahwa
ia melayani Rasullulah selama sepuluh tahun. (Disebutkan oleh Al- Bukhari
pada kitab ke-67 Kitab Nikah, Bab Hadiah untuk Pengantin).
907. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bagwa ia berkata,” sejelek-jelek
makanan walimahan, yang diundang di dalamnya hanya orang-orang kaya,
sedangkan orang-orang miskin ditinggalkan. Dan barang siapa yang
meninggalkan undangan (tidak memenuhinya), berarti ia bermaksiat kepada
78
Allah dan Rasul Nya. (Disebutkan oleh Al-Bukhari pada kitab ke-67 Kitab
Nikah, bab ke-72 Bab Barang Siapa yang Meninggalkan Undangan, Ia Telah
Berdosa Kepada Allah dan Rasul Nya).
79
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Alasan Parktik Tradisi Adang-
Adangan Mantu Pertama
1. Keyakinan
Masyarakat meyakini tradisi karena adanya faktor keyakinan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Misri yang menikahkan anaknya, Misri
melakukan ini karena keyakinan bahwa apabila tidak melakukan tradisi
ini, akan muncul malapetaka kedepannya, dan dikhawatirkan akan
meninggal atau bercerai, agar tidak terjadi keyakinan seperti itu maka
Misri melakukan tradisi itu. Hal tersebut sama keyakinan Nik, istri Misri,
dan Nik membenarkan suaminya bahwa dia melakukan sebab keyakinan
juga agar terhindar dari malapetaka. Menurut Nik istri Misri, mantu
pisanan atau mantu pertama, harus dilakukan dengan lebih baik. Apabila
tidak melakukan tradisi adat tersebut dikhawatirkan akan mendapatkan
malapetaka.
Begitu pula dengan keyakinan tersebut juga terjadi pada Umar
Dani dan istrinya, yang juga melakukan tradisi adang-adangan mantu
pertama. Masyarakatnya kebanyakan didesa ini menggunakan tradisi ini,
sebagaiman yang telah dilakukan oleh umar dani yang telah menikahkan
anaknya, Umar Dani karena sebuah keyakinan bahwa apabila tidak
melakukan tradisi tersebut, dikhawatirkan akan muncul malapetaka dalam
kehidupan kedepannya, dan khawatirnya akan meninggal dunia atau
bercerai, agar tidak terjadi keyakinan seperti ini umar dani melakukan
tradisi tesebut. Hal tersebut sama dengan keyakinan Supriyani, istri Umar
80
Dani, dan Supriyani juga membenarkan suaminya karena dia melakukan
ini karena keyakinan agar terhindar dari malapetaka. Menurut Supriyani
istri Umar Dani setiap mantu pisanan atau mantu pertama, dilakukan
dengan lebih baik. Apabila tidak melakukan tradisi adat ini akan khawatir
dapat malapetaka dalam kehidupan kedepanya anaknya.
Adapun keyakinan menurut Siti Suparyati sebagai pengemuka desa
tersebut. Masyarakat yang ada di desa ini kebanyakan melakukan tradisi
ini hampir sama pada saat menikahkan anaknya, melakukan hal tersebut
merupakan keyakinan karena apabila tidak dilakukan dan dia
menghawatirkan dan was-was atas kehidupan kedepannya akan terjadi
sebuah malapetaka seperti adanya perpisahan antara keduanya dan
dikhawatirkan akan bercerai maka tradisi tersebut tetap dilakukan Siti
Suparyanti.
Dan hal tesebut didukung pendapat perias pengantin Siti
Komariyah, merupakan suatu keyakinan yang sudah ada di masyarakat
desa, banyaknya telah melakukan tradisi ini pada saat menikahkan
anaknya, melakukan hal tersebut karena meyakini apabila tidak
mengerjakan sama sekali akan khawatir adanya perpisahan antara anaknya
sebagai orang tuanya lebih baik mencegahnya, maka Siti Komariyah tetap
melakukan tradisi ini lantaran untuk menghindari dari malapetaka tesebut
karena tradisi.
81
2. Melestarikan Tradisi
Menurut pendapat keduannya Misri dan Nik, hanya bertujuan
untuk melestariakan kembali tradisi yang dulunya dibawa Nenek Moyang
dulunya agar tidak punah sebagai warisan yang harus dilestarikan sebagai
keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Pada zaman dahulunnya,
adat ini digunakan oleh Keraton Surakarta, pada dulunya nenek moyang
menggunakan adat ini sebagai syarat, kebanyakan menggunakan tradisi
adang-adangan yang ada didusun sini. Dan peralatannya yang digunakan
seperti Kuwali, Dandang, Kekep, Kipas yang terbuat dari bambu muda,
Irus yang terbuat dari batok kelapa, Padi, Rakitan, Kukusan. Lambangnya
sebagai membina rumah tangga agar mempunyai bekal kedua anaknya.
Menurut mereka hamir sama dengan pendapat keduanya Umar
Dani dan Supriyani, hanya saja tradisi terdahulu sebagai warisan budaya
adat jawa yang perlu dilestarikan agar tidak punah, bertujuan untuk
melestariakan kembali yang dulunnya digunakan Nenek Moyang, dan
harusnya di perkenalkan ke anak-anak muda agar pengetahuan mengenai
budaya tidak akan punah, sebagai identitas masyarakat jawa. Dulunya
pertama kali dipergunakan oleh Keraton Surakarta.
Begitu pula didukung oleh perias pengantin, masyrakat hanya
mempercayai maupun menyakini karena merupakan melestarikan suatu
tradisi yang ada sebagai budaya adat perkawinan jawa.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 9 orang, 1 terdiri dari perias
pengantin 8 lainnya terdiri 2 pasang suami dan istri terdapat juga 2 pasang
orang tua pelaku tradisi adang-adangn mantu pertama.
1. Tradisi Adang-Adangan Mantu Pertama digunakan pada saat orang tua
yang pertama kali menikahkan putrinya. Kedua pengantin perempuan
dan laki-laki mengelilingi kendil yang terbuat dari tanah liat. Kendil
tersebut berisi berbagai biji-bijian, sayur-mayuran serta umbi-umbian
sebagaimana yang di jelaskan peralatan diatas. Kedua pengantin
memutari ke arah kanan tiga kali berputar sambil berpegangan tangan
antara keduanya. Hal tersebut melambangkan sunnah Rasul. Adapun
peralatan lainnya tumbu yang berbentuk kerucut kegunaannya untuk
memasak nasi dan tempat untuk meletakkan nasi yang terbuat dari
bambu muda, ungkepan yang terbuat dari tanah liat.
2. Adapun faktor terjadinya penyebab keyakinan dan melestarikan tradisi.
a. Keyakinan
Masyarakat meyakini tradisi karena adanya faktor
keyakinan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Misri yang
menikahkan anaknya, Misri melakukan ini karena keyakinan
bahwa apabila tidak melakukan tradisi ini, akan muncul
malapetaka kedepannya, dan dikhawatirkan akan meninggal atau
83
bercerai, agar tidak terjadi keyakinan seperti itu maka Misri
melakukan tradisi itu. Hal tersebut sama keyakinan Nik, istri Misri,
dan Nik membenarkan suaminya bahwa dia melakukan sebab
keyakinan juga agar terhindar dari malapetaka, sebenarnya
melakukan itu karena tradisi.
b. Melestariakan tradisi
Menurut Umar Dani dan Supriyani tradisi ini agar tidak
akan punah, sebagaimana kita yang masih muda harus
melestarikan budaya adat jawa yang ada di jawa tengah.
Menurut pendapat keduannya Misri dan Nik, hanya
bertujuan untuk melestariakan kembali tradisi yang dulunya
dibawa Nenek Moyang dulunya agar tidak punah sebagai warisan
yang harus dilestarikan sebagai keanekaragaman budaya yang ada
di Indonesia. Pada zaman dahulunnya, adat ini digunakan oleh
Keraton Surakarta, pada dulunya nenek moyang menggunakan adat
ini sebagai syarat, kebanyakan menggunakan tradisi adang-
adangan yang ada didusun sini. Dan peralatannya yang digunakan
seperti Kuwali, Dandang, Kekep, Kipas yang terbuat dari bambu
muda, Irus yang terbuat dari batok kelapa, Padi, Rakitan, Kukusan.
Lambangnya sebagai membina rumah tangga agar mempunyai
bekal kedua anaknya.
84
Menurut mereka hamir sama dengan pendapat keduanya
Umar Dani dan Supriyani, hanya saja tradisi terdahulu sebagai
warisan budaya adat jawa yang perlu dilestarikan agar tidak punah,
bertujuan untuk melestariakan kembali yang dulunnya digunakan
Nenek Moyang, dan harusnya di perkenalkan ke anak-anak muda
agar pengetahuan mengenai budaya tidak akan punah, sebagai
identitas masyarakat jawa. Dulunya pertama kali dipergunakan
oleh Keraton Surakarta.
3. Menurut Tinjuan Hukum Islam
Tradisi adang-adangan mantu pertama yang dilakukan di desa
karangmojo, sebagaimana yang telah dipaparkan di bab tiga tidak
bertentangan dengan hukum islam. Hal tersebut dikarenakan tradisi itu
tidak pula bertentangan baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan,
dan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam perkawinan
diluar rukun itu karena laki-laki dan perempuan tidak mahrom
terpenuhi rukun dan syarat terpenuhi, dan juga ijab qobul terpenuhi,
ada saksi, ada wali, dan secara negara dicatatkan.
Sesuai dengan Urf sebagai dasar penetapan hukum, sesuai
tradisi urf boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan nash.
Kemudian pada hukum tersebut tidak melanggar etika, dan tidak
merugikan kemaslahatan juga tidak. Dari sisi rukun hal tersebut tidak
bertentangan rukun dan syarat.
85
Seperti yang dipapar kan di bab dua mengenai macam-macam
Urf (adat istiadat) adanya urf yang fasid, urf yang shahih. Dalam urf
yang shahih dipaparkan terbagi menjadi dua antra lain, Urf „Aam dan
Urf Khas. Dan juga terpenuhinya syarat-syarat urf. Dari penjelasan
yang dapat disimpulkan adat tersebut harus berbentuk dari sebuah
perbuatan yang sering dilakukan orang banyak. Dan maupun juga
berbeda dengan adat dengan ijma sudah terpenuhi.
Dan adapun firman Allah Pada Surat An-Nisaa‟ Ayat 1 dan
juga Surat Ar-Rum Ayat 21 berbunyi sebagai berikut :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
86
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah
dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis
riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang
menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni
tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka
menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain
mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah
artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama
Allah.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
87
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.
Dan apabila dalam persepektif Urf merupakan suatu
kebiasaan yang bersifat umum maupun kata lain biasa di bitaahkan
orang apabila tradisi lokal yang sudah diulang-ulang sehingga
tertanam dalam jiwa dan dapat diterima oleh akal sehat mereka
dalam melestarikan agar kebudayaan ini dapat lestari bertujuan
agar kedepanya dapat di gunakan oleh kaum muda yang akan
datang agar tidak punah dan tetap lestari sebagai kekayaan budaya
lokal yang ada di Indonesia.
88
B. Saran
Dalam rangka membangun keluarga sakinah dan mawaddah
warahmmah. Dan untuk melestarikan budaya jawa agar tidak punah lagi
ada hal-hal yang harus lebih ditekankan, yaitu:
1. Masyarakat agar melestariakan tradisi yang baik dan tidak
bertentangan:
a. Ajaran Qur‟an dan Hadist.
b. Tradisi adalah kekayaan.
2. Maka selama ini tidak bertentangan karena Cuma keyakinan yang
perlu di tata ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad. 2005. Ushul Al-Fiqh. Terjemahan Saefullah
Ma‟shum.Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ali, Zainudin. 2009. Hukum Perdata Islam Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Al-Qur‟an In Word Beserta Terjemahnya.
Amir, Syarifuddin.2006. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Kencana
Prenadamedia Group: Jakarta.
Dahlan, Moh.2009. Epistimologi Hukum Islam. Pustaka Pelajar Offset:
yogyakarta.
Departemen Agama RI. 2000. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta.
Ghazaly, Abdur Rahman. 2006, Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
H. Haroen Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Logos Publishing House: Ciputat.
Huberman. A & Mathew B. Miles. 2009. Analisis Data Kualitatif Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. UI Press.
Idem. 1978/1398. Ilmu Ushul Al-Fiqih. (cet, 12:Al-Nash wa Taunzik).
Idris, Abdul Fatah Dan Ahmadi, Abu. 1994. Fiqh Islam Lengkap. PT. Rineka
Cipta: Jakarta.
KBBI V 0.2.1 Beta (21). 2016. Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan Dan Budaya Republik Indonesia.
Khalil, Hasan Rasyad. 2009. TARIKH TASYRI‟ (sejarah legislasi hukum islam).
Sinar Grafika Offset: Jakarta.
khallaf, Abdul. 2005. Ushul Fikih. Jakarta: PT. Rienka Cipta.
Lexy Moleong. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakkarya Offset.
Mudjib, Abdul. 1999. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (Cet, 3: Jakarta: Kalam Mulia).
Muhammad Firdaus dkk. 2005. Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah.
Renaisan: Bandung.
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi. Edisi lengkap. Kumpulan Hadist Shahih Bukhari
Muslim. Penerbit Insan Kamil. Sukoharjo Jawa Tengah.
Muhtar, Erna Widodo. 2007. Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif,
Yogyakarta: Avyrous.
Mustofa dan Wahid, Abdul. 2008. Hukum Islam Kontemporer. Sinar Grafika:
Malang.
Nastangin. 2012. Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Putusan
Pengadilan Agama Salatiga, Nomor 0356 pdt.G/2012/PA. SAL).
Rahman Fatkhur. 2016. “Makna Filosofi Tradisi Perkawinan Adat Jawa Keraton
Surakarta Dan Yogyakarta (Studi Komperasi)” (Skripsi-UIN
Semarang, 2014).
Sabiq Sayyid. Fikih Sunnah 6 Tentang Perkawinan. PT. Alma‟arif : Bandung.
Shihab, M. Quraish. 2010. Perempuan. Lentera Hati: Tanggerang.
Slamet. Data Mengenai Monografi Dan Lainnya. (Staff Balai Desa Karangmojo).
Soekanto, Soerjono & Mahmudji, Sri. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja. Press.
Tihami, PROF, DR. HMA, Sahrani, Drs Suhrani. 2009. Fikih Munakahat Nikah
Lengkap. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad.
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Nur Fauziyah
TTL : Boyolali, 03 Oktober 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 211-14 - 019
Fakultas : Syari‟ah
Jurusan : Hukum Keluarga Islam (HKI)
Alamat : Pulutan RT 07/02, Kebonan, Karanggede, Boyolali
Pendidikan :
1. RA Perwanida Kebonan
2. MIN Kebonan Karanggede
3. MTsN 5 Wonosegoro
4. SMAN 1 Karanggede
5. IAIN Salatiga
Demikian riwayat hidup saya ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga,17 September
2018
Yang menyatakan,
Siti Nur Fauziyah
NIM. 211 14 019